17
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nyeri Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan karena nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding penyakit manapun (Potter dan Perry, 2005) . Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk potensial tersebut. Definisi nyeri ini merupakan interaksi antara obyek, sensor fisiologis, subyektivitas, emosi dan psikologis. Respon nyeri ini dapat bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya (Morgan, 2006). Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan (Smeltzer dan Bare, 2008). Nyeri bersifat melindungi dengan memperingatkan adanya kerusakan dari jaringan. Respon sel terhadap nyeri dan kerusakan jaringan menyebabkan protein pecah, agregasi trombosit dan penekanan terhadap sistem imun (Rahman dan Beattie, 2005). perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Nyeri 1

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Nyeri

Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu.

Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan

kesehatan karena nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak

orang dibanding penyakit manapun (Potter dan Perry, 2005) .

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan baik aktual maupun

potensial atau yang digambarkan dalam bentuk potensial tersebut. Definisi

nyeri ini merupakan interaksi antara obyek, sensor fisiologis, subyektivitas,

emosi dan psikologis. Respon nyeri ini dapat bervariasi antara satu orang

dengan yang lainnya (Morgan, 2006). Nyeri terjadi bersama banyak proses

penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau

pengobatan (Smeltzer dan Bare, 2008).

Nyeri bersifat melindungi dengan memperingatkan adanya kerusakan

dari jaringan. Respon sel terhadap nyeri dan kerusakan jaringan menyebabkan

protein pecah, agregasi trombosit dan penekanan terhadap sistem imun

(Rahman dan Beattie, 2005).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon

terhadap nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri akan melibatkan empat

proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.

a. Transduksi

Transduksi adalah proses dari stimulasi nyeri dikonversi kedalam bentuk

yang dapat diakses oleh otak.

b. Transmisi

Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian yang membawa impuls

listrik melalui sistem saraf ke area otak. Proses transmisi melibatkan saraf

aferen.

c. Modulasi

Proses modulasi mengacu kepada aktivitas dalam upaya mengontrol jalur

transmisi nociceptor tersebut. Impuls nyeri yang sampai di sistem saraf

pusat, transmisi nyeri akan dikontrol oleh sistem saraf pusat dan

mentransmisikan impuls nyeri ke bagian lain dari SSP seperti bagian

korteks dan kemudian ditransmisikan melalui saraf-saraf turunan ke

tulang belakang untuk memodulasi efektor.

d. Persepsi

Persepsi adalah proses yang subjective. Proses persepsi ini tidak hanya

berkaitan dengan proses fisiologis atau proses anatomis saja namun juga

meliputi cognition (pengenalan) dan memory (mengingat) (Ardinata,

2007).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

2. Analgetika

Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi

atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan

dengan anestetika umum) (Tjay dan Rahardja, 2007). Obat analgetik dibagi

ke dalam dua kelompok, yaitu obat golongan opioid dan NSAID (Non Steroid

Anti Inflammatory Drugs). Golongan opioid bekerja pada sistem saraf pusat,

sedangkan golongan NSAID bekerja di reseptor saraf perifer (Katzung,

2007).

Analgestik NSAID bekerja pada perifer dan tidak mempengaruhi

sistem susunan saraf pusat. Obat-obatan golongan ini memiliki target aksi

pada enzim siklooksigenase (COX). Mekanisme umum dari obat-obatan

golongan ini adalah dengan cara mengeblok biosintesis prostaglandin dengan

cara menginhibisi enzim COX sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa

sakit oleh mediator-mediator rasa sakit. Mekanisme kerja senyawa secara

umum adalah bekerja dengan mempengaruhi proses sintesis prostaglandin.

Menghambat proses pembentukan prostaglandin dapat dilakukan dengan

menghambat enzim COX atau pembentukan asam arakhidonat yang pada

akhirnya dapat mempengaruhi sintesis prostaglandin sebagai mediator rasa

nyeri dan inflamasi (Sinatra et al., 2011).

Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang menekan fungsi

sistem saraf pusat secara selektif, mempunyai daya penghalang nyeri yang

sangat kuat dengan titik kerja terletak pada susunan saraf pusat (SSP).

Terdapat 4 jenis reseptor opioid yang terbukti terdapat pada SSP yaitu μ (mu),

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

κ (kappa), δ (delta), dan σ (sigma). Efek farmakologi tertentu terjadi akibat

interaksi opioid dengan reseptor-reseptor ini. Efek analgetik dihubungkan

dengan reseptor μ dan κ, sedangkan disforia atau efek psikotomimetik

dikaitkan dengan reseptor σ (Gan et al., 1987). Mekanisme umum analgesik

opioid adalah terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan

masuknya ion Ca2+ ke dalam sel. Hal tersebut mengakibatkan hiperpolarisasi

dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel serta pengurangan

terlepasnya dopamin, serotonin dan peptida penghambat nyeri (Sinatra et al.,

2011).

Tramadol termasuk golongan opioid lemah yang dapat memberikan

efek analgetik melalui 3 mekanisme atau proses yang berbeda, yaitu berikatan

lemah dengan reseptor µ agonis, menghambat terjadinya pengambilan

kembali oleh neurotransmiter hidroksi triptamin (5HT), serta mempunyai

efek anestesi lokal terhadap saraf perifer. Mekanisme tramadol dalam

penghambatan impuls sensoris sama dengan mekanisme anestetik lokal yaitu

menghambat saluran natrium melalui sifat hidrofilik yang dimiliki dan

penghambatan kanal kalium lebih kuat daripada lidokain (Mulyawan et al,

2014). Berikut adalah struktur kimia dari Tramadol :

Gambar 1. Struktur Kimia Tramadol (Gunawan, 2012)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Potensi analgetik tramadol adalah sekitar 10% dari yang morfin

setelah pemberian parenteral. Tramadol memberikan pereda nyeri pasca

operasi sebanding dengan petidin, dan khasiat analgetik tramadol dapat lebih

ditingkatkan dengan kombinasi dengan analgetik non-opioid. Tramadol

mungkin terbukti sangat berguna pada pasien dengan risiko fungsi

kardiopulmoner yang lemah, setelah operasi thorax atau perut bagian atas dan

ketika analgetik non-opioid merupakan kontraindikasi. Tramadol adalah agen

yang efektif dan baik ditoleransi untuk mengurangi rasa sakit akibat trauma,

kolik ginjal atau empedu dan persalinan, dan juga untuk manajemen nyeri

kronis yang ganas atau tidak ganas, terutama nyeri neuropatik (Grond dan

Sablotzki, 2004).

Tramadol adalah analgetik yang diubah oleh enzim CYP2D6 menjadi

sebuah metabolit aktif. Tramadol sendiri memiliki aktivitas analgetik namun

sebagian besar tergantung dari bentuk dari metabolit aktif. Seperti codein dan

turunannya, aktivitas analgetik dapat dihambat dengan rendahnya aktivitas

CYP2D6 yang disebabkan karena obat lain atau variasi genetik (Horn dan

Hansten, 2005). Tramadol mengalami metabolisme di hati dan diekskresi

oleh ginjal dengan masa paruh eliminasi 6 jam untuk tramadol dan 7,5 jam

untuk metabolit aktifnya. Analgesia timbul dalam 1 jam setelah penggunaan

oral dan mencapai puncak dalam 2-3 jam. Lama analgesia sekitar 6 jam dan

dosis maksimum per hari yang dianjurkan adalah 400mg (Gunawan, 2012).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

3. Mekanisme Sekresi Asam Lambung

Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen

kantung lambung, yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung.

pH isi lumen turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion Hidrogen (H+)

dan ion klorida (Cl-) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda

di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan

melawan gradien konsentrasi yang sangat besar. Klorida juga disekresikan

secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih kecil. Ion H+

yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-

proses metabolisme di dalam sel parietal. Secara spesifik, ion H+ disekresikan

sebagai hasil pemecahan dari molekul H2O menjadi H+ dan OH

-. Di sel

parietal H+ disekresikan ke lumen oleh pompa H

+-K

+-ATPase yang berada di

membran luminal sel parietal. Transport aktif primer ini memompa K+ masuk

ke dalam sel dari lumen. Ion K+ yang telah ditransportkan, secara pasif balik

ke lumen melalui kanal K+ sehingga jumlah K

+ tidak berubah setelah sekresi

H+. Sel-sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase (Ca). Dengan

adanya karbonat anhidrase, H2O mudah berikatan dengan CO2 yang

diproduksi oleh sel parietal. Kombinasi antara H2O dan CO2 menghasilkan

H2CO3 yang secara parsial terurai menjadi H+ dan HCO3

-. HCO3

- dipindahkan

ke plasma oleh antiporter Cl- - HCO3

- pada membran basolateral dari sel

parietal dan mengangkat Cl- dari plasma ke lumen lambung. Pertukaran Cl-

dan HCO3- mempertahankan netralitas listrik plasma selama sekresi HCl

(Sherwood, 2010).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

4. Dispepsia

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani yaitu dys- (buruk) dan –peptein

(pencernaan) (Abdullah dan Gunawan, 2012). Dispepsia merupakan keluhan

klinis yang sering dijumpai. Keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) terdiri

dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung,

cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang

menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari

oleh berbagai penyakit, termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai

lambung, atau yang lebih dikenal sebagai penyakit maag (Djojodiningrat,

2009).

Dispepsia terbagi atas dua subklasifikasi yaitu dispepsia organik dan

dispepsia fungsional, jika kemungkinan penyakit organik telah dieksklusi

(Abdullah dan Gunawan, 2012). Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2

kelompok yaitu postprandial distress syndrom dan epigastric pain syndrom.

Postprandial distress syndrom mewakili kelompok dengan perasaan “begah”

setelah makan dan perasaan cepat kenyang, sedangkan epigastric pain

syndrom merupakan rasa nyeri yang lebih konstan dirasakan dan tidak begitu

terkait dengan makan seperti halnya postprandial distress syndrom.

(Abdullah dan Gunawan, 2012). Dispepsia memiliki faktor resiko terhadap

individu dengan karakteristik :

a. Konsumsi kafein berlebih

b. Minum minuman beralkohol

c. Merokok

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

d. Konsumsi steroid dan NSAID

e. Domisili di daerah dengan prevalensi H. pylori tinggi (Abdullah

dan Gunawan, 2012).

Adanya stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan

mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan

kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah pemberian

stimulus berupa stress. Kontroversi masih banyak ditemukan pada upaya

menghubungkan faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan

motilitas (Djojodiningrat, 2009).

5. Pengobatan Dispepsia

Pengobatan untuk dispepsia yang dapat dipergunakan berupa antasida,

antisekresi asam lambung (golongan Proton Pump Inhibitor misalnya

omeprazol, rabeprazol, lansoprazol, dan/atau H2 bloker), prokinetrik dan

sitoprotektor (misalnya rebamipide) di mana pilihan obat ditentukan

berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien sebelumnya

(Simadibrata et al., 2014). Antagonis reseptor H2 menghambat sekresi asam

lambung dengan cara kompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan

reseptor H2 yang berada di membran basolateral sel parietal. Ikatan tersebut

merupakan ikatan yang reversibel. Golongan obat ini banyak digunakan

untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Saat ini,

tersedia empat jenis obat golongan ini yaitu simetidin, ranitidin, famotidin,

dan nizatidin (Katzung, 2007). Simetidin memiliki kelarutan yang baik yaitu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

larut dalam air. Artinya, setiap 1 bagian simetidin akan larut dalam 10 sampai

30 bagian air (Anonimb, 1990).

.

Gambar 2. Struktur Kimia Simetidin (Sweetman, 2009)

Simetidin dapat menginhibisi sekresi asam lambung yang terjadi di

bagian usus dan juga dapat mencegah kerusakan usus oleh asam lambung

simetidin digunakan dalam pengobatan tumor lambung dan kanker usus

dalam penyakit gastro-oesophageal reflux dan pada pasien yang menderita

acid aspiration syndrome. Simetidin juga digunakan untuk pengobatan

kanker usus yang terinfeksi bakteri Helicobacter pylori. Efek samping

simetidin berupa efek antiandrogenik lemah yang dapat menyebabkan

ginekomastia dan impotensi pada pria. Efek yang lebih penting adalah efek

penghambatan enzim sitokrom P450 (Waranugraha, 2010). Bioavailabilitas

oral simetidin adalah sekitar 70% dan ikatan protein plasmanya hanya 20%.

Absorpsi simetidin terutama terjadi pada menit ke 60 sampai dengan 90

(Gunawan, 2012).

6. Metabolisme Obat

Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yaitu pada membran

retikulum endoplasma dan sitosol. Metabolisme obat bertujuan untuk

mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar

dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini, obat

aktif umumnya diubah menjadi inaktif namun sebagian menjadi lebih aktif

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

(jika asalnya prodrug), kurang aktif, atau menjadi toksik. Reaksi metabolisme

terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II. Reaksi fase I terdiri dari oksidasi,

reduksi, dan hidrolisis yang mengubah obat menjadi lebih polar. Sedangkan

reaksi fase II merupakan reaksi konjugasi dengan substrat endogen seperti

asam glukuronat, asam sulfat, asam asetat, atau asam amino yang hasilnya

menjadi sangat polar dan dengan demikian obat hampir selalu tidak aktif.

Obat dapat mengalami reaksi fase I saja, reaksi fase II saja, atau reakse fase I

lalu dilanjutkan dengan reaksi fase II (Gunawan, 2012). Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain :

a. Induksi enzim

b. Inhibisi enzim

c. Polimorfisme genetik

d. Enzim yang mengasetilasi obat

e. Pseudokolinesterase plasma

f. Usia (Neal, 2006).

7. Interaksi Obat

Interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap obat lain di

dalam tubuh. Interaksi obat dapat terjadi pada farmakokinetik atau

farmakodinamik, atau gabungan keduanya. Interaksi farmakokinetik adalah

interaksi obat pada semua proses farmakokinetik yang meliputi absorpsi,

distribusi, dan metabolisme. Sedangkan interaksi farmakodinamik adalah

interaksi yang menyebabkan efek yang berlawanan atau efek aditif (Suprapti,

2012).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Interaksi obat sering dianggap sebagai sumber terjadinya efek

samping obat (adversedrug reactions), yakni jika metabolisme suatu obat

indeks terganggu akibat adanya obat lain (precipitant) dan menyebabkan

peningkatan kadar plasma obat indeks sehingga terjadi toksisitas. Selain itu

interaksi antar obat dapat menurunkan efikasi obat. Interaksi obat demikian

tergolong sebagai interaksi obat "yang tidak dikehendaki" atau Adverse Drug

Interactions (ADIs). Meskipun demikian, beberapa interaksi obat tidak selalu

harus dihindari karena tidak selamanya serius untuk mencederai pasien

(Gitawati, 2008).

Interaksi obat yang tidak dikehendaki (ADIs) mempunyai implikasi

klinis jika: (1) obat indeks memiliki batas keamanan sempit; (2) mula kerja

(onset of action) obat cepat, terjadi dalam waktu 24 jam; (3) dampak ADIs

bersifat serius atau berpotensi fatal dan mengancam kehidupan; (4) indeks

dan obat presipitan lazim digunakan dalam praktek klinik secara bersamaan

dalam kombinasi. Banyak faktor berperan dalam terjadinya ADIs yang

bermakna secara klinik, antara lain faktor usia, faktor penyakit, genetik, dan

penggunaan obat-obat preskripsi bersama-sama beberapa obat-obat Over the

Counter (OTC) sekaligus (Gitawati, 2008).

8. Interaksi yang Terjadi pada Proses Metabolisme Obat

Mekanisme interaksi dapat berupa (1) penghambatan (inhibisi)

metabolisme, (2) induksi metabolisme, dan (3) perubahan aliran darah

hepatik. Hambatan ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

terutama berlaku terhadap obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat

enzim mikrosom hati sitokrom P450 (CYP). Isoenzim CYP yang penting

dalam metabolisme obat adalah CYP2D6 yang dikenal juga sebagai

debrisoquin hidroksilase dan merupakan isoenzim CYP pertama yang

diketahui, aktivitasnya dihambat oleh obat-obat seperti kuinidin, paroxetine,

terbinafine (Gitawati, 2008).

9. Isonzim CYP2D6

Enzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan dan

mengartur perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologi. Zat ini

dihasilkan oleh organ yang secara katalitik menjalankan berbagai reaksi

seperti pemecahan hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerasi, adisi, transfer

radikal dan kadang-kadang pemutusan rantai karbon (Sumardjo, 2008).

Isoenzim merupakan enzim yang memiliki fungsi sama tetapi secara struktur

atau fisik berbeda (Harti, 2015).

CYP2D6 merupakan isoenzim yang memiliki variasi polimorfisme

genetik yang tinggi. Polimorfisme genetik pada enzim yang digunakan untuk

metabolisme obat menjadi penyebab utama terjadinya variabilitas

metabolisme obat yang akan menyebabkan terjadinya efek samping maupun

berkurangnya efikasi terapi. Perbedaan fenotip dan genotip memberikan

konstribusi yang signifikan pada substrat metabolisme enzim CYP2D6

(Wahyono, 2005).

Aktivitas enzim CYP2D6 diklasifikasikan menjadi 4 kategori

metabolisme yaitu metabolisme lambat (poor metabolizer) yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

menyebabkan efek enzim menjadi tidak aktif atau tidak ada enzim yang

berperan dalam metabolisme, metabolisme sedang (intermediate metabolizer)

yang menyebabkan efek terjadinya penurunan aktivitas enzim atau enzim

menjadi tidak stabil dalam proses metabolisme, metabolisme normal

(extensive metabolizer) dan metabolisme cepat (ultrarapid metabolizer) yang

menyebabkan efek terjadi peningkatan metabolisme enzim (Wahyono, 2015).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Berikut adalah daftar isoenzim CYP, substrat, inhibitor, dan induktor

CYP:

Tabel I. Substrat, inhibitor, dan induktor isoenzim CYP (Gitawati, 2008)

Isoenzim CYP Substrat Inhibitor Induktor

CYP2D6 Amitriptilin Amiodarone Rifampicin

Betabloker Celecoxib

Debrisokuin Difenhidramin

Fenasetin Flufenazin

Haloperidol Halofantrin

Kodein Klorpromazin

Metoprolol Kuinidin

Metoklopramid Metadon

Prokainamid Ranitidin

Propanolol Ritonavir

Tramadol Simetidin

CYP2C19 Diazepam Fluoksetin Karbamazepin

Flunitrazepam Indometazin Fenobarbital

Heksobarbital Ketokonazol Prednison

Imipramin Omeprazol Rifampicin

Klomipramin Probenesid

Lansoprazol Ritonavir

Kontrasepsi oral Simetidin

CYP3A4/5 Astemizol Ketokonazol Dexamethason

Asetaminofen Itrakonazol Etanol

Cisapride Eritromisin Rifampicin

Terfenadin Klaritromisin INH

Triazolam Grapefruit juice

Midazolam Ritonavir

Felodipin Diltiazem

Karbamazepin

Simva-/Lovastatin

CYP1A2 Teofilin Siprofloksasin Rifampicin

Kofein Fluvoksamin Karbamazepin

Klozapin Barbiturat

Warfarin Asap rokok

Charcoal grill-meat

Dari tabel diatasdiketahui bahwa tramadol merupakan substrat dari

isoenzim CYP2D6 dan simetidin merupakan inhibitor isoenzim CYP2D6.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

10. Uji Aktivitas Analgetik

Metode pengujian akivitas analgetik dibagi menjadi 3 jenis, yaitu

metode induksi cara kimia, metode penapisan analgetik untuk nyeri sendi,

dan metode induksi cara panas (Marlyne, 2012). Metode induksi kimia dibagi

menjadi 3 jenis yaitu :

a. Metode geliat

Rasa nyeri mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliat kedua

pasang kaki ke depan dan ke belakang serta perut yang menekan lantai

(Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica, 1993). Zat kimia yang digunakan

pertama kali adalah fenil p-benzokuinon. Selain fenil p-benzokuinon

digunakan juga zat lain seperti asetilkolin, asam asetat, dan adrenalin (Le

Bars et al., 2001).

b. Metode Randall-Selitto

Metode ini merupakan suatu alat untuk mengevaluasi kemampuan

analgesik yang mempengaruhi ambang reaksi terhadap rangsangan

tekanan mekanis di jaringan inflamasi (Anseloni et al., 2003). Prinsip

metode ini adalah inflamasi dapat meningkatkan sensitivitas nyeri yang

dapat digunakan untuk menghasilkan suatu inflamasi yaitu Brewer’s yeast

yang diinjeksikan secara subkutan pada permukaan kaki atau tangan tikus.

Inflamasi yang terjadi diukur dengan suatu alat yang menggambarkan

adanya peningkatan ambang nyeri (Parmar dan Prakash, 2006).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

c. Metode Formalin

Metode ini digunakan untuk mengetahui efek analgesik obat pada nyeri

kronik. Formalin digunakan sebagai penginduksi yang diinjeksikan secara

subkutan pada permukaan tangan/kaki tikus yang akan menimbulkan

respon berupa menjinjitkan dn menjilat kaki (Parmar dan Parkash, 2006).

Pada metode penapisan analgesik untuk nyeri sendi, obat analgesik

tertentu dapat mengurangi atau meniadakan rasa nyeri sendi. Tipe nyeri

arthritis pada hewan percobaan yang ditimbulkan oleh suntikan intraartikular

larutan AgNO3 1%. Setelah diinduksi, tiap tikus dilakukan gerakan fleksi

pada sendi sebanyak 3 kali dengan interval 10 detik. Sediaan uji dinyatakan

bersifat analgesik untuk nyeri sendi jika hewan tidak mencicit kesakitan oleh

gerakan fleksi yang dipaksakan (Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica, 1993).

Pada metode induksi nyeri cara panas, hewan percobaan ditempatkan

di atas plat panas dengan suhu tetap sebagai stimulus nyeri. Respon yang

ditunjukkan berupa mengangkat kaki, menjilat telapak kaki depan, dan

meloncat (Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica, 1993). Metode rangsang

panas atau yang sering dikenal dengan nama hot plate ini dikembangkan oleh

Woolfe dan Mac Donald pada tahun 1944 yang selanjutnya banyak

dimodifikasi oleh peneliti lain. Biasanya digunakan untuk analgetik narkotik.

Metode ini cepat, sederhana, dan telah terbukti cocok (Raina, 2013).

Telapak kaki mencit merupakan bagian tubuh yang paling sensitif

terhadap panas, namun tidak merusak kulit. Respon terhadap panas yang

ditunjukkan mencit adalah menarik kaki, melompat, dan menjilat telapak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

kaki. Waktu yang dibutuhkan hingga respon ini terjadi umumnya hanya dapat

dilihat dari pemberian analgetik yang berkerja sentral. Analgetik perifer

seperti asetil salisilat atau fenilasetik umumnya tidak mempengaruhi respon

ini (Raina, 2013).

B. Hipotesis

Simetidin diduga mampu menurunkan efek analgetik tramadol yang

diberikan kepada hewan uji.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user