28
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan Penelitian mengenai bahasa khususnya tindak tutur direktif dengan menggunakan kajian pragmatik sebelumnya pernah diteliti oleh: 1. Widyaningrum pada Tahun 2011 dengan judul “Tindak Tutur Direktif Guru Taman Kanak-Kanak dalam Proses Belajar Mengajar di TK Aisyiyah Kasegeran, Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas” Peneitian tentang bahasa khususnya tindak tutur sebelumnya pernah dilakukan oleh Widyaningrum (2011) dengan judul “Tindak Tutur Direktif Guru Taman Kanak- Kanak dalam Proses Belajar Mengajar di TK Aisyiyah Kasegeran, Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas”. Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur direktif guru taman kanak-kanak dengan keterampilan guru dalam proses belajar mengajar di TK Aisyiyah Desa Kesegeran, Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Penelitian tersebut menghasilkan wujud tuturan direktif guru Taman Kanak-kanak dalam proses belajar mengajar terbagi menjadi enam bentuk di antaranya tuturan requestives, questions, requirment, prohibitives, permissives, dan advisories. Data yang diambil dalam penelitian tersebut yaitu berupa data tuturan yang mengandung tuturan direktif pada guru TK Aisyiyah Kasegeran, Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. 2. Evi Barokah pada Tahun 2012 dengan judul “Tindak Tutur Direktif Anak Usia Prasekolah Kajian pada Kelompok Bermain Universitas Muhammadiyah Purwokerto” Penelitian lain yang relevan yakni penelitian Evi Barokah (2012) dengan judul “Tindak Tutur Direktif Anak Usia Prasekolah Kajian pada Kelompok Bermain 11 Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevanrepository.ump.ac.id/2236/3/BAB II_SUKUR SRI MIYATI_PBSI... · 2017. 7. 5. · LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan ... Muhammadiyah Purwokerto”

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Relevan

Penelitian mengenai bahasa khususnya tindak tutur direktif dengan

menggunakan kajian pragmatik sebelumnya pernah diteliti oleh:

1. Widyaningrum pada Tahun 2011 dengan judul “Tindak Tutur Direktif

Guru Taman Kanak-Kanak dalam Proses Belajar Mengajar di TK Aisyiyah

Kasegeran, Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas”

Peneitian tentang bahasa khususnya tindak tutur sebelumnya pernah dilakukan

oleh Widyaningrum (2011) dengan judul “Tindak Tutur Direktif Guru Taman Kanak-

Kanak dalam Proses Belajar Mengajar di TK Aisyiyah Kasegeran, Kecamatan

Cilongok Kabupaten Banyumas”. Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk

mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur direktif guru taman kanak-kanak dengan

keterampilan guru dalam proses belajar mengajar di TK Aisyiyah Desa Kesegeran,

Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Penelitian tersebut menghasilkan wujud

tuturan direktif guru Taman Kanak-kanak dalam proses belajar mengajar terbagi

menjadi enam bentuk di antaranya tuturan requestives, questions, requirment,

prohibitives, permissives, dan advisories. Data yang diambil dalam penelitian tersebut

yaitu berupa data tuturan yang mengandung tuturan direktif pada guru TK Aisyiyah

Kasegeran, Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.

2. Evi Barokah pada Tahun 2012 dengan judul “Tindak Tutur Direktif Anak

Usia Prasekolah Kajian pada Kelompok Bermain Universitas

Muhammadiyah Purwokerto”

Penelitian lain yang relevan yakni penelitian Evi Barokah (2012) dengan judul

“Tindak Tutur Direktif Anak Usia Prasekolah Kajian pada Kelompok Bermain

11

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

12

Universitas Muhammadiyah Purwokerto”. Penelitian tersebut bertujuan untuk

mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur direktif anak usia prasekolah khususnya

anak usia (3-4) tahun. Ada pun tujuan lain yaitu mendeskripsikan keterkaitan bentuk-

bentuk tindak tutur direktif anak usia prasekolah dengan strategi meminimalkan

acaman muka positif dan muka negatif. Penelitian Evi Barokah menghasilkan enam

wujud tuturan dari anak usia 3 tahun dan anak usia 4 tahun. Wujud tuturan tersebut

diantaranya tuturan requestives, questions, requirements, prohibitives, permissives,

dan advisories. Selanjutnya kesantunan berbahasa pada anak usia prasekolah (3-4)

tahun ditemukan strategi meminimalkan muka positif dan muka negatif. Data yang

diambil dan digunakan dalam penelitian, yaitu data berupa tuturan anak usia (3-4)

tahun yang mengandung tindak tutur direktif di Kelompok Bermain Universitas

Muhammadiyah Purwokerto.

3. Kukuh Waskito Aji pada Tahun 2016 dengan Judul “Tindak tutur Ilokusi

Direktif Dokter dengan Pasien di Puskesmas I Kemranjen Kabupaten

Banyumas Bulan Desember 2014”

Penelitian lain yang relevan yakni penelitian Kukuh Waskito Aji (2016)

dengan judul “Tindak Tutur Ilokusi Direktif Dokter dengan Pasien di Puskesmas I

Kemranjen Kabupaten Banyumas Bulan Desember 2014”. Penelitian tersebut

bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur ilokusi direktif yang

terdapat pada percakapan antara Dokter dengan Pasien di Puskesma I Kemranjen,

Kabupaten Banyumas bulan desember 2014. Data yang digunakan dalam penelitian

tersebut yaitu data tuturan dokter dengan pasien di Puskesmas I Kemranjen,

Kabupaten Banyumas bulan Desember 2014. Metode yang digunakan dalam proses

pengambilan data yaitu menggunakan metode simak dengan teknik sadap. Penelitian

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

13

tersebut menghasilkan enam bentuk tuturan, yaitu tuturan requestives, questions,

requirements, prohibitives, permissives, dan advisories.

Selanjutnya, perbedaan penelitian yang akan peneliti lakukan dengan penelitan

Widyaningrum, Evi Barokah, dan Kukuh Waskito Aji yakni pada data dan sumber

datanya. Data pada penelitian Widyaningrum yaitu berupa data tuturan yang

mengandung tuturan direktif pada guru TK Aisyiyah Kasegeran, Kecamatan Cilongok

Kabupaten Banyumas, dan data pada penelitian Evi Barokah yakni berupa tuturan

anak usia prasekolah (3-4) yang mengandung tindak tutur direktif di Kelompok

Bermain Universitas Muhammadiyah Purwokerto, serta data pada penelitian Kukuh

Waskito Aji yaitu data tuturan dokter dengan pasien di Puskesmas I Kemranjen,

Kabupaten Banyumas bulan Desember 2014. Sementara data pada penelitian ini yaitu

tuturan anak usia 4-5 tahun di Desa Babadan, Pagentan, Banjarnegara. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-

penelitian sebelumnya.

B. Kajian Teori

1. Anak Usia 4-5 Tahun

a. Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun

Pratisti (2008: 14) mengatakan bahwa masa anak-anak awal yaitu terbentang

(usia 3-6 tahun). Masa ini sering disebut sebagai masa pra sekolah. Anak yang berada

pada masa ini mulai peduli terhadap kehadiran anak lain. Demikian juga tentang

bahasa yang digunakan, karena dengan adanya bahasa tersebut mereka dapat saling

berkomunikasi baik dengan teman sepermainan maupun dengan orang dewasa yang

berada sisekitarnya. Pada masa ini anak-anak juga dapat mengembangkan cara

meminta dan memperoleh yang diinginkan dengan cara yang lebih baik dari

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

14

sebelumnya. Selain itu, anak-anak juga lebih peduli terhadap diri sendiri, serta mulai

melatih mengendalikan diri. Lain halnya dengan pendapat di atas, Prawiratirta (dalam

Gunarsa 1983: 88-89) mengemukakan bahwa anak pada usia 3-5 tahun setelah

berkembang kemampuannya menguasai otot dan dirinya sendiri, anak diharapkan

pada lingkungan hidup yang lebih luas. Anak bisa melepaskan diri secara bebas dari

lingkungan hidup orang tua dan mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Tidak

lagi tergantung, melainkan sudah mempunyai inisiatif untuk melakukan sesuatu. Anak

mulai mengetahui kemampuan dan keterbatasannya dan bisa berkhayal mengenai apa

yang akan dilakukan. Anak bisa mengambil inisiatif untuk suatu tindakan yang akan

dilakukan, meskipun seringkali apa yang dilakukan tidak berkenaan bagi orang

tuanya.

Atmodiwirjo (dalam Gunarsa 1983: 11-13) mengemukakan bahwa masa anak

pra-sekolah disebut juga masa kanak-kanak awal, terbentang antara umur 2-6 tahun.

Beberapa ciri perkembangan pada masa ini adalah:

1) Perkembangan motorik: dengan bertambah matangnya perkembangan otak yang

mengatur sistem syaraf-otot (neuromuskuler) memungkinkan anak-anak usia ini

lebih lincah dan aktif bergerak.

2) Perkembangan bahasa dan berpikir: sebagai alat komunikasi dan mengerti

dunianya, kemampuan berbahasa lisan pada anak berkembang karena selain

terjadi oleh pematangan dari organ-organ bicara dan fungsi berpikir, juga karena

lingkungan ikut membantu mengembangkannya. Dalam hal ini ada empat tugas

yang perlu diperhatikan pengembangannya, yakni a) mengerti pembicaraan orang

lain, b) menyusun dan menambah perbendaharaan kata, c) menggabungkan kata

menjadi kalimat, dan 4) pengucapan yang baik dan benar.

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

15

3) Perkembangan sosial: dunia pergaulan anak menjadi bertambah luas.

Keterampilan dan penguasaan dalam bidang fisik, motorik, mental, emosi sudah

lebih meningkat.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

masa kanak-kanak disebut juga masa pra sekolah, yaitu terbentang antara usia 2-6

tahun. Pada masa ini nampak seakan-akan anak “haus nama”, di masa segala hal akan

ditanyakan. Di dalam segi berpikir, anak berada pada tahap pra-operasional dan

egoisentris. Dengan bertambahnya usia, egosentrisme akan berkurang dan ditambah

dengan kefasihan berbicara. Pada masa ini anak semakin lama semakin mampu

menggunakan simbol-simbol dan kemampuan bahasanyapun semakin bertambah,

sehingga anak dapat berkomunikasi dengan baik terhadap orang-orang di sekitarnya.

Kemampuan ini diperlukan karena pada usia ini anak mulai diperkenalkan dengan

dunia baru, yakni dunia pendidikan formal.

b. Pemerolehan Bahasa Anak

Dardjowidjojo (2010: 225) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah

proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural waktu ia belajar

bahasa ibunya (native language). Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan

lingkungannya secara verbal itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa anak

(Akhadiah, dkk, 1997: 1.3). Kemudian Garcia (dalam Akhadiah, dkk, 1997: 1.3)

mengatakan bahwa pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan memiliki ciri

kesinambungan, memiliki suatu rangkain kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu

kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit (sintaksis). Berangkat ke arah

yang melebihi tahap awal ini anak menghadapi tugas-tugas perkembangan yang

berkaitan dengan fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

16

Sedangkan menurut McGraw (dalam Akhadiah, dkk, 1997: 1.3) ada dua

pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Yang pertama pemerolehan bahasa

mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kebebasan berbahasa dimulai

sekitar satu tahun di kala anak-anak menggunakan kata-kata lepas atau terpisah dari

sandi kebahasaan untuk mencapai aneka tujuan sosial mereka. Kedua pemerolehan

bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari presentasi-presentasi

motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik. Dari beberapa pengertian mengenai

pemerolehan bahasa, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerolehan bahasa pada anak

didapatkan secara alami dan natural pada saat ia belajar bahasa pertamanya. Selain itu,

pemerolehan bahasa juga memiliki ciri yang berkesinamungan yaitu pemerolehannya

bertahap sesuai dengan kaidah tata bahasa dan sesuai perkembangan anak.

Pemerolehan bahasa juga bertujuan untuk melakukan suatu tindakan komunikasi

dalam mencapai tujuan sosialnya dengan orang lain.

c. Pemerolehan Pragmatik

Menurut Ninio & Snow, Verschueren (dalam Dardjowidjojo, 2000: 41) definisi

yang paling mendasar, pragmatik dapat dikatakan sebagai cabang ilmu linguistik yang

membahas penggunaan bahasa-the study of language use. Dardjowidjojo (2000: 41-

42) mengemukakan bahwa bahasa terdiri dari tiga komponen dasar: fonologi, sintaksis

(termasuk morfologi), dan semantik. Masing-masing komponen ini terikat dengan unit

analisis sendiri-sendiri. Pragmatik bukan merupakan komponen tambahan pada

bahasa tetapi memberikan perspektif yang berbeda terhadap bahasa. Perspektif ini

ditemukan pada tiap komponen.

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

17

Nino & Snow (dalam Dardjowidjojo 2000: 43) mengatakan bahwa penggunaan

bahasa harus diperoleh anak karena keapikan berbahasa tidak hanya terletak pada

kepatuhan terhadap aturan gramatikal tetapi juga pada kepatuhan aturan pragmatik.

Anak mau tidak mau mengembangkan “pengetahuan yang diperlukan agar dalam

situsi komunikasi antarpesona bahasa yang dipakai itu pantas, efektif, dan sekaligus

mengikuti aturan gramatikal”. Sedangkan Dardjowidjojo (2000:43) mengemukakan,

bahwa anak dari masyarakat yang bahasanya mempunyai sistem honorifik sudah dari

kecil sudah dididik untuk berbahasa “dengan baik”. Dalam keluarga terdidik Jawa

suatu ungkapan sopan santun yang wajib diucapkan sebagai pemenuhan terhadap

norma sosial budaya dalam masyarakat Jawa. Misalnya, anak menyuruh makan

neneknya dengan mengatakan “mbah, maem” yang berarti “nenek, makan” kata

tersebut tidak pantas digunakan oleh anak kepada neneknya, pastilah seorang ibu akan

menegur anaknya dan mengajarkan kepada anaknya dengan mengatakan “mbah,

dhahar”.

2. Tindak Tutur

a. Pengertian Tindak tutur

Menurut Rohmadi (2004: 29), teori tindak tutur pertama kali dikemukakan

oleh Austin (1956), seorang guru besar di Universitas Harvard. Teori yang berwujud

hasil kuliah itu kemudian dikemukakan oleh J.O.Urmson (1965) dengan judul How to

do Things with words?. Akan tetapi teori itu baru berkembang secara mantap setelah

Searle (1969) menerbitkan buku yang berjudul Speech Acts: An Essay in the

Philosophy of Language. Menurut Searle dalam semua komunikasi linguistik terdapat

tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bukan sekedar lambang, kata atau

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

18

kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata

atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur (fire performance of speech acts).

Chaer (2010: 27) mengataka bahwa tindak tutur adalah tuturan dari seseorang

yang bersifat psikologis dan yang dilihat dari makna tindakan dalam tuturan itu. Lain

halnya dengan pendapat yang diungkapkan oleh Tarigan (2009: 36) bahwa tindak

tutur atau tuturan yang dihasilkan oleh manusia dapat berupa ucapan. Ia juga

mengatakan bahwa ucapan tersebut dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan atau suatu

tindak ujaran. Sementara Suwito (dalam Rohmadi, 2004: 30) menjelaskan jika

peristiwa tutur merupakan gejala sosial dan terdapat interaksi antara penutur dalam

situasi dan tempat tertentu, maka tindak tutur lebih cenderung sebagai gejala

individual, bersifat psikologis dan ditentukan oleh kemampuan bahasa bahasa penutur

dalam menghadapi situasi tertentu. Libih lanjut dijelaskan bahwa orang lebih

mementingkan makna atau arti tindak dalam bertutur itu.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Chaer dan Agustina (2004: 50),

tindak tutur merupakan gejala individu yang bersifat psikologis dan berlangsungnya

ditentukan oleh kemempuan oleh bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.

Tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Sementara

itu Searle (dalam Rohmadi, 2004: 29) menegaskan bahwa tindak tutur adalah produk

atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu yang dapat berwujud pernyataan,

pertanyaan, perintah atau yang lainnya. Dari beberapa pengertian tindak tutur yang

disampaikan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah aktivitas

mengujarkan suatu kalimat dengan kondisi dan maksud tertentu. Dapat diartikan

bahwa di dalam proses tindak tutur jika seseorang menuturkan sesuatu maka ada

tindakan tertentu yang mengikuti tuturan tersebut.

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

19

b. Bentuk-Bentuk Tindak Tutur

Austin (dalam Chaer, 2010: 27-29) tindak tutur yang dilakukan dalam kalimat

performatif dirumuskan sebagai tiga buah tindakan yang berbeda. Tindakan tersebut,

yaitu (1) tindak tutur lokusi, (2) tindak tutur ilokusi, dan (3) tindak tutur perlokusi.

Dalam bukunya pun ia menjelaskan bagian dari masing-masing bentuk. Ketiga

tindakan itu lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

1) Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu sebagaimana

adanya atau The Act of Saying Something tindak untuk mengatakan sesuatu Austin

(dalam Chaer, 2010: 27). Sementara Leech (2011: 316) memberikan rumus mengenai

tindak lokusi yaitu bahwa tindak tutur lokusi berarti penutur memberikan tuturan

kepada mitra tutur bahwa kata-kata yang diucapkan itu mempunyai suatu makna dan

acuan tertentu. Contohnya yaitu sebagai berikut.

(1) Jembatan Suramadu menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura.

Kalimat (1) di atas dituturkan oleh seorang penutur semata-mata hanya untuk

memberikan informasi sesuatu belaka, tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu.

Informasi yang diberikan pada kalimat (1) adalah mengenai jembatan Suramadu yang

menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Madura. Berdasarkan paparan para ahli dan

contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tindak tutur lokusi dituturkan oleh

penuturnya semata-mata hanya memberikan suatu informasi saja.

2) Tindak Tutur Ilokusi

Austin (dalam Chaer, 2010: 28) menyebutkan bahwa tindak tutur ilokusi selain

menyatakan sesuatu juga menyatakan tindakan melakukan sesuatu. Oleh karena itu,

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

20

tindak tutur ilokusi ini disebut The Act of Doing Something (tindakan melakukan

sesuatu). Hal serupa juga diungkapkan oleh Rohmadi (2004: 31) mengatakan bahwa

tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau

menginformasikan sesuatu. Tindak ilokusi juga dipergunakan untuk melakukan

sesuatu. Tindak ilokusi disebut The Act of Doing Something. Pendapat lain juga

diungkapkan oleh Schmidt dan Richhards (dalam Nadar 2009: 14) mengungkapkan

bahwa tindak ilokusi adalah apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu

menuturkan sesuatu. Berikut contoh kalimat dalam bentuk tindak tutur ilokusi.

(2) Sudah hampir pukul tujuh.

Kalimat (2) bila dituturkan oleh seorang suami kepada istrinya di pagi hari, selain

memberi informasi tentang waktu, juga berisi tindakan yaitu mengingatkan si istri

bahwa si suami harus segera berangkat ke kantor; jadi minta disediakan sarapan.

Tindak tutur ilokusi selain memberi informasi tentang sesuatu, tetapi juga lebih

terkandung maksud dari tuturan yang diucapkan. Selanjutnya Putrayasa (2014: 90-92)

membagi tindak tutur (ilokusi) menjadi lima jenis. Pembagian ini didasarkan atas

asumsi “Berbicara menggunakan suatu bahasa adalah mewujudkan perilaku dalam

aturan tertentu”. Kelima tindak tutur tersebut adalah sebagai berikut:

a) Tindak Tutur Representatif

Representatif ialah tindak tutur yang berfungsi untuk menetapkan atau

menjelaskan sesuatu apa adanya. Tindak tutur ini, seperti menyatakan, melaporkan,

memberitahukan, menjelaskan, mempertahankan, dan menolak (Putrayasa, 2014: 90).

Tindak menyatakan dan mempertahankan, maksudnya adalah penutur mengucapkan

sesuatu, maka mitra tutur percaya terhadap ujaran penutur. Tindak melaporkan dan

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

21

memberitahukan, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka penutur

percaya bahwa telah terjadi sesuatu. Tindak menolak dan menyangkal, maksudnya

penutur mengucapkan sesuatu maka mitra tutur percaya bahwa terdapat alasan untuk

tidak percaya. Tindak menyetujui dan menggakui, maksudnya ketika penutur

mengujarkan sesuatu, maka mitra tutur percaya bahwa apa yang diujarkan oleh

penutur berbeda dengan apa yang ia inginkan dan berbeda dengan pendapat semula

b) Tindak Tutur Komisif

Putrayasa (2014: 91) mengatakan bahwa komisif adalah tindak tutur yang

berfungsi untuk mendorong pembicaraan melakukn sesuatu, seperti berjanji, bernazar,

bersumpah, dan ancaman. Sarle (dalam Rohmadi 2004: 32) juga menambahkan bahwa

ilokusi komisif ini bertujuan untuk mendorong pembicara melakukan sesuatu. Selain

itu, Sarle (dalam Rohmadi 2004: 32) juga meyebutkan ciri-ciri ilokusi komisif, yaitu

berjanji, bersumpah atau mengancam. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang mengikat

penuturnya untuk melakukan suatu hal. Suatu hal tersebut yaitu segala sesuatu yang

disebutkan dalan suatu tuturan.

c) Tindak Tutur Direktif

Ibrahim (1993: 27) Direktif (Directives) mengekspresikan sikap mitra penutur

terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur. Apabila sebatas pengertian ini

yang diekspresikan, maka direktif merupakan konstatif (constatives) dengan batasan

pada isi proposisinya (yaitu, bahwa tindakan yang akan dilakukan ditujukan kepada

mitra tutur). Tetapi, direktif juga bisa mengekspresikan maksud penutur (keinginan,

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

22

harapan) sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan

untuk bertindak oleh mitra tutur. Pendapat lain juga dikemukakan Searle (dalam Chaer

2010: 29) direktif yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar

lawan tutur melakukan tindakan yang disebut di dalam tuturan itu. Sejalan dengan

pernyataan di atas, Yule (1996: 93) mengemukakan bahwa direktif merupakan jenis

tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu.

Jinis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Putrayasa

(2014: 91) mengemukakan bahwa tindak tutur direktif, yaitu tindak tutur yang

berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu. Tindak tutur ini meliputi

perintah, pemesanan, permohonan, dan pemberian saran.

Dari pengertian tindak tutur direktif tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak

tutur direktif merupakan tidak tutur yang mempengaruhi mitra tuturnya untuk

melakukan suatu tindakan seperti yang dianjurkan oleh penutur. Selain itu, direktif

juga dapat diartikan bahwa kalimat yang diujarkan tidak hanya menyatakan sesuatu,

akan tetapi dapat menindakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Hal tersebut

dikarenakan kalimat yang terdapat pada tuturan yang dituturkan oleh penutur

merupakan kalimat introgatif. Misalnya tuturan melarang, menyarankan, ajakan,

memerintah, dan permintaan. Ibrahim (1993: 28-33) membagi tindak tutur direktif

menjadi enam kategori, yaitu:

(1) Requestives

Requestives, yaitu mengekspresikan keinginan penutur sehingga mitra tutur

melakukan sesuatu. Di samping itu, requestives mengekspresikan maksud penutur

(atau, apabila jelas bahwa dia tidak mengharapkan kepatuhan, requestives

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

23

mengkekspresikan keinginan atau harapan penutur) sehingga mitra tutur menyikapi

keinginan yang terekspresikan ini sebagai alasan (atau bagian dari alasan) untuk

bertindak. Tuturan yang termasuk dalam bentuk tindak tutur direktif requestives yaitu

tuturan meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak,

mendorong. Berikut ini contoh tindak tutur requstives:

(3) Ayo bermain bola.

(4) Tolong ambilkan kakak buku cerita di atas meja.

Kalimat (3) dan (4) merupakan bentuk tindak tutur requestives. Kalimat (3)

merupakan contoh kalimat mengajak. Tuturan mengajak pada kalimat (3) ditandai

dengan adanya kata “ayo” yang bermaksud mengajak. tuturan tersebut apabila

dituturkan oleh seseorang kepada temanya, yaitu bermaksud untuk mengajak bermain

bola. Pada kalimat (4) merupakan contoh kalimat meminta. Tindak meminta pada

tuturan tersebut ditandai dengan adanya kata “tolong” yang berarti menyatakan

tindakan memita. Apabila tuturan tersebut disampaikan oleh seorang kakak kepada

adiknya, artinya ia meminta kepada adiknya untuk mengambilkan buku.

(2) Questions

Questions, merupakan questions (pertanyaan) request (permohonan) dalam

kasus yang khusus, khusus dalam pengertian apa yang dimohon adalah bahwa

mitratutur memberikan kepada penutur informasi tertentu. Misalnya tuturan bertanya,

menyelidiki, mengintrogasi. Pada tuturan bertanya penutur meminta suatu informasi

yang dibutuhkan kepada mitra tuturnya. Selain itu, dapat dikatakan bahwa penutur

menyatakan sesuatu kepada mitra tutur. Jadi, diharapkan dalam tuturan ini mitra tutur

memberikan tanggapan yang berupa jawaban dari pernyataan penutur. Adapun contoh

tindak tutur questions sebagai berikut.

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

24

(5) Kenapa Dika tidak berangkat ke sekolah?

Contoh tersebut termasuk bentuk tindak tutur questions bertanya. Kalimat (5)

merupakan percakapan ibu dan anaknya. Tuturan bertanya pada tuturan (5) ditandai

dengan adanya kata “kenapa”. Kata “kenapa” digunakan untuk menanyakan sebab.

Dalam dal ini adalah menanyakan sebab mengenai ketidak hadiran Dika ke sekolah.

Tuturan tersebut dituturkan oleh seorang guru kepada muridnya di kelas.

(3) Requirements

Reruirements, yaitu perintah. Maksud yang diekspresikan penutur adalah

bahwa mitra tutur menyikapi ujaran penutur sebagai alasan untuk bertindak, dengan

demikian ujaran penutur dijadikan sebagai alasan penuh untuk bertindak. Tuturan

yang termasuk tuturan requirements diantaranya tuturan memerintah, menghendaki,

mengkomando, menuntuk, mendikte, mengarahkan, menginstruksikan, mengatur,

menyaratkan. Adapun contoh tindak tutur requirements sebagai berikut.

(6) Jagalah adikmu baik-baik!

Kalimat (6) merupkan contoh tindak tutur requirements memerintah. Tindak

memerintah pada kalimat (6) ditandai dengan kata “jagalah”. Kata “jagalah” memiliki

makna perintah. Kalimat tersebut dituturkan oleh seorang ibu kepada anak pertamanya

bermaksud untuk memerintah sang kakak menjaga adiknya.

(4) Prohibitives

Prohibitives, seperti melarang (forbidding) atau membatasi (proscribing), pada

dasarnya adalah requirements (perintah/suruhan) supaya mitratutur tidak mengerjakan

sesuatu (Ibrahim, 1993:28-33). Tuturan melarang disampaikan supaya orang lain tidak

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

25

mengerjakan sesuatu. Tuturan larangan biasanya ditandai dengan penggunaan kata

atau ungkapan yang bermakna melarang. Kata yang paling sering digunakan adalah

kata jangan yang menyatakan tindakan melarang (Rahardi, 2005:109). Adapun contoh

tindak tutur prohibitives sebagai berikut.

(7) Dilarang membuang sampah sembarangan.

Kalimat (7) merupakan contoh kalimat prohibitives melarang. Tuturan tersebut

disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur untuk tidak melakukan tindakan seperti

yang dianjurkan oleh penutur. Tuturan melarang pada kalimat (7) ditandai dengan kata

“dilarang”. Apabila tuturan tersebut disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur

untuk melarang membuang sampah sembarangan. Karena tindakan membuang

sampah sembarangan merupakan hal yang tidak baik.

(5) Permissives

Permissives, yaitu mengekspresikan kepercayaan penutur dan maksud penutur

sehingga mitara tutur percaya bahwa ujaran penutur mengandung alasan yang cukup

bagi mitra tutur untuk merasa bebas melakukan tindakan tertentu. Misalnya tuturan

menyetujui, membolehkan, memberi wewenang, menganugrahi, mengabulkan,

membiarkan, mengizinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenalkan. Contoh

tuturan direktif permissives (mengizinkan) yaitu sebagai berikut.

(8) Saya perbolehkan kamu menggambar di buku ini.

Tuturan (8) merupakan contoh bentuk tuturan membolehkan. Tuturan tersebut

disampaikan secara langsung oleh penutur kepada mitra tutur untuk membolehkan

mitra tutur. Bila tuturan tersebut disampaikan oleh seseorang kepada temannya yang

akan menggambar, maka maksud dari tuturan tersebut yaitu membolehkan temannya

untuk menggambar pada buku milik penutur.

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

26

(6) Advisories

Advisories, kepercayaan mitratutur bahwa apa yang diekspresikan penutur

bukanlah keinginan mitratutur melakukan tindakan tertentu tetapi kepercayaan bahwa

melakukan bahwa melakukan sesuatu merupakan hal baik, bahwa tindakan itu

merupakan kepentingan mitratutur. Penutur juga mengekspresikan maksud bahwa

mitratutur mengambil kepercayaan tentang ujaran penutur sebagai alasan untuk

bertidak. Misalnya tuturan menasihatkan, memperingatkan, mengkonseling,

mengusulkan, menyarankan, mendorong. Contoh tuturan direkrif advisories sebagai

berikut.

(9) Harus belajar sungguh-sungguh, agar mendapat nilai yang memuaskan.

Tuturan (9) merupakan contoh bentuk tuturan menasihatkan. Kalimat tersebut jika

dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya ketika menjelang UAS, kalimat tersebut

bermaksud manasihati anaknya supaya belajar sungguh-sungguh supaya mendapat

nilai yang bagus.

Rahardi (2005: 93-116) menuliskan konstruksi ujaran direktif baik langsung

maupun tidak langsung sebagai berikut:

(a) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif perintah.

Misalnya: (1) “Rangkai puisi ini!”

(b) Tuturan yang mengandung makna pragmatik inperati suruhan.

Misalnya: (2) “Coba rangkai puisi ini.”

(c) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permintaan.

Misalnya: (3) “Tolong rangkai puisi ini.”

(d) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permohonan.

Misalnya: (4) “Aku mohon kamu bersedia rangkai puisi ini.”

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

27

(e) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif desakan.

Misalnya: (5) “Ayo, rangkai puisi ini sekarang juga.”

(f) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif bujukan.

Misalnya: (6) “Tolong, malam ini kamu rangkai puisi ini.”

(g) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif himbauan.

Misalnya: (7) “Rangkailah puisi ini dengan baik.”

(h) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif persilaan.

Misalnya: (8) “Silakan puisinya dirangkai.”

(i) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif ajakan.

Misalnya: (9) “Mari kita rangkai puisi ini bersama-sama.”

(j) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif permintaan izin.

Misalnya: (10) “Bolehkah saya merangkai puisi ini.”

(k) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif mengizinkan.

Misalnya: (11) “puisinya boleh dirangkai sekarang.”

(l) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif larangan.

Misalnya: (12) “Jangan merangkai puisi ini.”

(m) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif harapan.

Misalnya: (13) “Saya mengharapkan rangkaian puisi ini cepat selesai.”

(n) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif umpatan.

Misalnya: (14) “Kena, kau!”

(o) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif selamat.

Misalnya: (15) “Selamat ya atas prestasimu.”

(p) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif anjuran.

Misalnya: (16) “Sebaiknya rangkaian dikerjakan sekarang saja akan lebih baik.”

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

28

(q) Tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif “ngelulu”

Misalnya (17) “Tidak usah makan, jajan saja terus sampai besok.”

Ramlan (2005: 26-43) mengemukakan bahwa berdasarkan fungsinya dalam

hubungan situasi, kalimat dapat diglongkan menjadi tiga golongan, yaitu (1) kalimat

berita, (2) kalimat tanya, dan (3) kalimat suruh.

(1) Kalimat Berita

Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain

sehingga tanggapan yang diharapkan berupa perhatian. Kadang-kadang perhatian itu

anggukan, kadang juga disertai dengan ucapan “ya”. Kalimat berita memiliki pola

intonasi yang disebut pola intonasi berita, yaitu [2] 3 // [2] 3 1 # dan [2] 3 // [2] 3 #

apabila P-nya terdiri dari kata-kata yang suku kedua dari belakang bervokal /Ə/.

Seperti kata keras, cepat, kering, tepung, bekerja. Intonasi kalimat berita bernada

akhir turun. Berikut adalah contoh kalimat berita:

(10) Jalan itu sangat menurun.

Kalimat (10) termasuk kalimat berita, karena kalimat tersebut mempunyai pola

intonasi berita, dan di dalam kalimat tersebut tidak terdapat kata tanya, ajakan,

persilahan, dan larangan. Kalimat (10) dituturkan dengan maksud untuk

memberitahukan kepada pengguna jalan bahwa jalannya sangat menurun, kemudian

diharapkan pengguna jalan untuk lebih berhati-hati saat melintas di jalan tersebut agar

tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

(2) Kalimat Tanya

Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat tanya memiliki

pola intonasi yang bernada akhir naik, di samping nada suku terakhir yang lebih

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

29

tinggi. Pola intonasi ialah: [2] 3 // [2] 3 #. Dalam kalimat tanya terdapat kata-kata

tanya seperti apa, siapa, di mana, mengapa, bagaimana, ke mana, kenapa, mana.

Selain ditandai dengan kata tanya, pola intonasi kalimat tanya digambarkan dengan

tanda tanya. Sebagai contoh bisa dilihat berdasarkan kalimat berikut.

(11) Bapak sedang membawa apa?

Kata tanya yang digunakan pada kalimat (11) yaitu kata tanya “apa”. Kata tanya “apa”

digunakan untuk menanyakan benda. Apabila kalimat tersebut diucapkan oleh seorang

anak kepada bapaknya ketika bapaknya pulang dari pasar, artinya ia menanyakan

barang bawaan bapaknya yang baru saja dibelinya dari pasar.

(3) Kalimat Suruh

Kalimat suruh mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang

diajak berbicara. Berbicara ciri formalnya, kalimat ini memiliki pola intonasi 2 3 #

atau 2 3 2 # jika diikuti partikel lah pada P-nya. Berdasarkan strukturnya kalimat

suruh dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu (a) kalimat suruh yang

sebenarnya, (b) kalimat persilahan, (c) kalimat ajakan, dan (d) kaliamt larangan.

(a) Kalimat Suruh yang Sebenarnya

Kalimat suruh yang sebenarnya ditandai oleh pola intonasi suruh. Selain dari

pada itu, apabila P-nya terdiri dari kata verbal intransitif, bentuk kata verbal itu tetap

hanya partikel lah dapat ditambahkan pada kata verbal untuk menghaluskan perintah.

Misalnya:

(12) Duduk!

(13) Beristirahatlah!

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

30

Apabila P-nya terdiri dari kata verbal transitif, kalimat suruh suruh yang sebenarnya,

selain ditandai oleh pola intonasi suruh, juga dengan tidak adanya prefiks meN – pada

kata verbal transitif. Partikel lah dapat ditambahkan pada kata verbal untuk

menghaluskan suruhan.

(b) Kalimat Persilahan

Kalimat persilahan selain ditandai oleh pola intonasi suruh, kalimat persilahan

ditandai juga oleh penambahan kata silahkan yang diletakkan di awal kalimat. S

kalimat boleh di buang, boleh juga tidak. Misalnya:

(14) Silahkan Bapak duduk di sini!

(15) Silahkan datang ke sini!

Kalimat (14) terlihat jelas dengan adanya S. Kalimat tersebut apa bila di tuturkan oleh

tuan rumah kepada seseorang yang sedang bertamu, maka tuturan tersebut bermaksud

untuk mempersilahkan tamu tersebut duduk pada tempat yang telah ditunjukkan oleh

tuan rumah. Kemudian pada contoh kalimat (15) tidak terlihat adanya penggunaan S

pada kalimat. Kalimat (15) apa bila dituturkan oleh seorang remaja kepada temannya

yang akan meminjam buku, maka tuturan tersrsebut bermaksud untuk

mempersilahkan temannya mengambil buku di rumah penutur.

(c) Kalimat Ajakan

Kalimat ajakan mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan yang bukan

hanya dilakukan oleh orang yang diajak bicara, melainkan juga oleh orang yang

berbicara atau penuturnya. Dengan kata lain tindakan tersebut dilakukan oleh kita.

Kalimat ajakan ditandai oleh pola intonasi suruh dan juga ditandai oleh adanya kata-

kata ajakan, ialah kata mari dan ayo yang diletakkan di awal kalimat. Partikel lah

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

31

dapat ditambahkan pada kedua kata tersebut, yaitu menjadi marilah dan ayolah. S

kalimat boleh dibuang, boleh juga tidak. Misalnya:

(16) Mari kita belajar sekarang!

Kalimat ajakan pada kalimat (16) ditandai dengan kata “mari”. Tuturan tersebut bila

dituturkan oleh siswa SMP kelas VIII kepada temannya ketika akan ada ujian mata

pelajaran bahsa Indonesia, maka tuturan tersebut bermaksud untuk mengajak belajar

agar nantinya ketika ujian dapat mengerjakan dengan baik soal-soal yang diberikan

oleh guru.

(d) Kalimat Larangan

Kalimat larangan ditandai oleh pola intonasi suruh dan ditandai juga oleh

adanya kata jangan di awal kalimat. Partikel lah dapat ditambahkan pada kata tersebut

untuk memperhalus larangan. S kalimat boleh dibuang, boleh juga tidak. Misalnya:

(17) Jangan berangkat ke sekolah sendiri!

Kalimat (17) merupakan kalimat larangan. Kalimat tersebut bila dituturkan oleh

seorang ibu kepada anaknya ketika akan berangkat ke sekolah, maka tuturan tersebut

bermaksud untuk melarang anaknya pergi sendirian. Akan tetapi ibunya yang akan

mengantarkannya pergi ke sekolah.

d) Tindak Tutur Ekspresif

Menurut Putrayasa (2014: 91) tindak tutur ekspresif berfungsi untuk

mengekspresikan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berupa tindak meminta maaf,

berterima kasih, menyampaikan ucapan selamat, memuji, dan mengkritik. Penutur

mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik yang berupa rutinitas,

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

32

maupun yang murni. Perasaan dan pengekspresian penutur untuk jenis situasi tertentu

yang dapat berupa tindak menyampaikan salam (greeting) yang mengekspresikan rasa

senang karena bertemu dan melihat seseorang, tindak berterima kasih (thanking) yang

mengekspresikan rasa syukur karena telah menerima sesuatu. Tindak meminta maaf

(apologizing) mengekspresikan simpati karena penutur telah melukai atau

mengganggu mitra tutur.

e) Tindak Tutur Deklaratif

Putrayasa (2014: 92) mengemukakan bahwa tidak tutur deklaratif merupakan

tindak tutur yang berfungsi untuk memantapkan sesuatu yang dinyatakan. Suatu hal

yang dinyatakan antara lain dengan setuju, tidak setuju, dan benar-benar salah.

Berdasarkan hal tersebut, maka tindak tutur yang dilakukan oleh penutur bermaksud

untuk menciptakan suatu hal. Hal tersebut bapat berupa persetujuan, status, dan

keputusan.

3) Tindak Tutur Perlokusi

Austin (dalam Chaer, 2010: 28) menyebutkan bahwa tindak tutur perlokusi

adalah tindak tutur yang mempunyai pengaruh atau efek terhadap lawan tutur atau

orang yang mendengar tuturan itu. Tindak tutur perlokusi sering disebut sebagai The

act of Affective Someone (tindak yang memberi efek pada orang lain). Tindak

perlokusi menghasilkan efek atau hasil yang ditimbulkan oleh ungkapan kalimat itu.

tanggapan tersebut tidak hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga berbentuk tindakan

atau perbuatan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Rohmadi (2004: 31) bahwa tindak

perlokusi disebut juga The Act of affecting Something. Efek atau daya pengaruh ini

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

33

dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya (Wijana, 1996:

19). Adapun contoh kalimat yaitu sebagai berikut.

(18) Rumah saya jauh sih.

Tuturan (18) bukan hanya memberi informasi bahwa rumah si penutur itu jauh; tetapi

juga bila dituturkan oleh seorang guru kepada kepala sekolah dalam rapat penyusunan

jadwal pelajaran pada awal tahun menyatakan maksud bahwa si penutur tidak dapat

datang tepat waktu pada jam pertama. Efek atau pengaruhnya yang diharapkan si

kepala sekolah akan memberi tugas mengajar tidak pada jam-jam pertama; melainkan

pada jam-jam lebih siang.

c. Jenis-Jenis Tindak Tutur

Wijana (1996: 30-36) dalam bukunya menjelaskan bahwa tindak tutur dalam

bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung, tindak tutur tidak

langsung, tindak tutur literal, tindak tutur tidak literal, tindak tutur langsung literal,

tindak tutur tidak langsung literal, tindak tutur langsung tidak literal, tindak tutur tidak

langsung tidak literal. Dalam bukunya pun ia menjelaskan bagian dari masing-masing

jenis. Kedelapan jenis tuturan itu lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

1) Tindak Tutur Langsung

Secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat

berita (deklaratif), kalimat tanya (introgatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara

konvensional kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi),

kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan

perintah, ajakan, permintaan, permohonan. Bila kalimat berita berfungsi secara

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

34

konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan kalimat

perintah untuk menyatakan perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dan

sebagainya, maka yang terbentuk adalah tindak tutur langsung (direct speecht act).

Sebagai contoh:

(19) “Gilang memiliki tiga buah jeruk.”

(20) “Di mana penjual jeruk itu berjualan?”

(21) “Ambilkan sepeda saya!”

Ketiga kalimat di atas merupakan tindak tutur langsung yang berupa kalimat berita,

kalimat tanya, dan kalimat perintah. Kalimat (19) dituturkan dengan maksud untuk

menginformasikan kepada mitra tuturnya bahwa Gilang memiliki tiga buah jeruk,

kalimat (20) dituturkan dengan maksud untuk mencari informasi mengenai tempat

penjual jeruk berjualan, sedangkan kalimat (21) dituturkan dengan maksud untuk

memerintah mitra tutur mengambilkan sepeda.

2) Tindak Tutur Tidak Langsung (Indirect Speech Act)

Tindak tutur tidak langsung ialah tindak tutur untuk memerintah seseorang

melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan ini dilakukan dengan

memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar orang yang diperintah tidak

merasa dirinya diperintah. Misalnya seorang guru menyuruh ketua kelasnya yang

bernama Ihzul untuk mengambilkan remot LCD, diucapkan dengan

(22) “Ihzul, remot LCDnya dimana?”

(23) “Di mana sapunya?”

Pada kalimat (22), selain guru bertanya kepada ketua kelas, guru juga bertujuan

memerintah ketua kelas untuk menyalakan LCD. Demikian pula tuturan (23) bila

dituturkan oleh seorang ibu kepada seorang anak, tidak semata-mata berfungsi untuk

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

35

menanyakan di mana letak sapu itu, tetapi juga secara tidak langsung memerintah

sang anak untuk mengambil sapu tersebut.

3) Tindak tutur Literal (Literal Speech Act)

Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya

sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Sebagai contoh dapat dilihat

kalimat berikut.

(24) “Artis itu suaranya sangat merdu.”

Kalimat tersebut jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau mengagumi suara

artis yang sedang dilihat. Kalimat tersebut merupakan tindak tutur literal.

4) Tindak Tutur Tidak Literal (Nonliteral Speech Act)

Tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang

maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang

menyusunnya. Sebagai contoh dapat dilihat kalimat berikut:

(25) “Bajumu bagus, tapi kamu tidak usah pakai baju itu.”

Kalimat (25), penutur bermaksud mengatakan bahwa baju mitra tuturnya jelek, yaitu

dengan mengatakan “tapi kamu tidak usah pakai baju itu”. Tindak tutur pada kalimat

(25) merupakan tindak tutur tidak literal.

5) Tindak Tutur Langsung Literal (Direct Literal Speech Act)

Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur yang

dituturkan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud

pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah,

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

36

memberitakan dengan kalimat berita, menanyakan sesuatu dengan kalimat tanya.

Misalnya:

(26) “Ibu, ambilkan sepatu!”

Tuturan (26) penutur mengutarakan maksud tuturan dan makna yang sama dengan

maksud pengutaraannya. Tuturan tersebut dapat diidentifikasi sebagai tindak tutur

langsung literal.

6) Tindak Tutur tidak Langsung Literal (Indirect Literal Speech Act)

Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan

dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi

makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur.

Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat atau tanda

tanya. Misalnya:

(27) “Kursinya berantakan”.

Tuturan (27) dalam konteks seroang ibu rumah tangga berbicara dengan

pembantunya. Tuturan ini tidak hanya informasi tetapi terkandung maksud

memerintah yang diungkapkan secara tidak langsung dengan kalimat berita.

7) Tindak Tutur Langsung tidak Literal (Direct Nonliteral Speech Act)

Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan

dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang

menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya.

Misalnya:

(28) “Suaramu bagus, kok.”

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

37

Tuturan (28) dalam tindak tutur langsung tidak liberal. Tuturan penutur bermaksud

mengatakan bahwa suara mitra tuturnya tidak bagus. Maka tuturan tersebut memiliki

makna implisit bahwa suara mitra si mitra tutur tidak bagus.

8) Tindak Tutur tidak Langsung tidak Liberal (Indirect Nonliberal Speech Act)

Tindak tutur tidak langsung tidak liberal adalah tindak tutur yang diutarakan

dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang

hendak diutarakan. Misalnya:

(29) “Bukunya berantakan.”

Tuturan (29) dalam konteks penjaga perpustakaan dengan pengunjung untuk

menyuruh pengunjung perpustakaan merapikan buku yang diambil di rak buku.

Tuturan tersebut menjelaskan untuk merapikan buku. Jadi tuturan tersebut secara

implisit penjaga perpustakaan menyuruh pengunjung merapikan buku.

Landasan teori yang sudah penulis paparkan dapat dipetakonsepkan dalam

bagan 1.

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016

38

Analisis Tindak Tutur Ilokusi Direktif

Pada Anak Usia 4-5 Tahun

di Desa Babadan, Pagentan, Banjarnegara

2016

38

Anak Usia

4 – 5 tahun

Tindak Tutur

Pengertian Bentuk Jenis

Ilokusi Lokusi Perlokusi

1. Pernyataan

2. Perintah

3. Pertanyaan

Representatif

Direktif

Ekspresif

Deklaratif

1. Requestives (meminta)

2. Questions (bertanya)

3. Requirements (memerintah)

4. Prohibitives (melarang)

5. Permissives (menyetujui)

6. Advisories (menyarankan)

1. Tindak tutur langsung

2. Tindak tutur tidak langsung

3. Tindak tutur literal

4. Tindak tutur tidak literal

5. Tindak tutur langsung literal

6. Tinduk tutur tidak langsung literal

7. Tindak tutur langsung tidak literal

8. Tindak tutur tidak langsung tidak

literal

Meyakinkan

Pemerolehan

bahasa anak

Perkembangan

anak usia 4-5

tahun

Pemerolehan

pragmatik

Komisif

Analisis Tindak Tutur…, Sukur Sri Miyati, FKIP UMP, 2016