21
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Sistem Informasi Sampai saat ini belum ada kesepakatan terhadap istilah sistem informasi; beberapa penulis cenderung memilih istilah-istilah seperti 'sistem pengolahan informasi', 'sistem informasi manajemen', 'sistem informasi /keputusan', atau sekedar 'sistem informasi', yang perlu diingat adalah bahwa sistem pengolahan informasi berdasarkan komputer, dirancang untuk mendukung fungsi operasi, manajemen, dan keputusan sebuah organisasi. data Pengolahan Informasi Model Dasar sistem Informasi Model Dasar ditambah penyimpanan data Penyimpanan data Masukan Pengolahan Informasi Gambar 2.1. Model Dasar Sistem informasi (Davenport, 1998)

BAB II LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB II_04-49.pdfmengintegrasikan semua informasi yang ada pada suatu perusahaan ... Banyak contoh dari kegagalan

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Sistem Informasi

Sampai saat ini belum ada kesepakatan terhadap istilah sistem informasi; beberapa

penulis cenderung memilih istilah-istilah seperti 'sistem pengolahan informasi', 'sistem

informasi manajemen', 'sistem informasi /keputusan', atau sekedar 'sistem informasi',

yang perlu diingat adalah bahwa sistem pengolahan informasi berdasarkan komputer,

dirancang untuk mendukung fungsi operasi, manajemen, dan keputusan sebuah

organisasi.

data Pengolahan Informasi

Model Dasar sistem Informasi

Model Dasar ditambah penyimpanan data

Penyimpanan data

Masukan Pengolahan Informasi

Gambar 2.1. Model Dasar Sistem informasi (Davenport, 1998)

Menurut Davenport (1998), sistem informasi adalah sebagai sekumpulan dari

subsystem yang terdefinisi berdasarkan fungsional atau organisasi, yang membantu

pengambilan keputusan dan mengontrol organisasi dengan menggunakan technologi

informasi untuk menangkap, menyebarkan, menyimpan, menerima, memanipulasi atau

mempertunjukkan informasi yang dipakai dalam satu atau lebih bisnis proses

Sistem ERP (Enterprize Resource Planning) adalah sebuah sistem yang

mengintegrasikan semua informasi yang ada pada suatu perusahaan/ organisasi dan

dikategorikan sebagai sebuah sistem informasi yang sangat besar (Davenport,1998).

2.2. Pengembangan Software untuk Sistem Informasi

Pada tahun 1980 an, pembuatan software aplikasi besar dibuat secara factory-

centric . Jadi semakin banyak kode program yang dibuat, maka dibutuhkan semakin

banyak programer.

Cara-cara pembuatan program sekarang ini telah mengalami banyak perubahan.

Perubahan tersebut sangat mempengaruhi suplier dan konsumen dari sistem informasi

tersebut. Menurut Aoyama (1998) Faktor faktor yang mempengaruhi perubahan

pembuatan sistem informasi tersebut antara lain adalah tekanan untuk dapat mencapai

pasar dengan cepat, kebutuhan konsumen yang selalu berubah, internet, dan bahasa

pemrograman yang berkemampuan tinggi.

Salah satu proses pembaharuan dari proses pembuatan software adalah dengan

adanya iterative methods (Royce,1998). Metode ini memperbaiki original waterfall

process. Disamping itu terdapat pula banyak model model lain dalam melakukan

pembuatan software misalnya Spiral model oleh Boehm, yang melihat pembuatan

software dari manajemen risikonya. Model model pembuatan software muncul dari

pertengahan 1980, dan masih berlanjut sampai sekarang.

2.3. Implementasi Sistem Informasi

Banyak contoh dari kegagalan implementasi sistem informasi pada literature yang

ada. Menurut (Bowtell et all, 1999) yang mencoba menjelaskan mengapa sering terjadi

kegagalan pada proyek sistem informasi dan bagaimana menjamin kesuksesan proyek.

Sampai sekarang belum ada suatu kesepakatan tentang bagaimana mengukur

kesuksesan suatu proyek sistem informasi. Faktor faktor yang menyebabkan kesuksesan

suatu proyek implementasi sistem informasi tersebut sangat bervariasi, tergantung dari

sudut pandang stakeholders, karakteristik proyek yang berbeda beda dan beberapa sudut

pandang lain.

Markus and Tanis (2000) menulis bahwa kesuksesan tersebut tergantung pada

beberapa hal tergantung siapa yang mendefinisikannya. Dari sudut pandang manajer

proyek dan konsultan implementasi sistem informasi tersebut, mereka sering kali

mendefinisikan implementasi tersebut sukses jika telah menyelesaikan proyek tersebut

tepat waktu dan biaya. Tapi dari sudut pandang organisasi pengguna sistem informasi,

kesuksesan didefinisikan sebagai kegunaan sistem tersebut untuk bisa mencapai hasil

yang maksimal bagi bisnis mereka, dan biasanya mereka mengharapkan transisi yang

mulus dari sistem lama ke sistem baru, mendapatkan peningkatan dari bisnis mereka

seperti pengurangan inventori, atau dapat memperbaiki ketepatan dalam pengambilan

keputusan.

Pada waktu suatu sistem informasi selesai dibuat, dan akan diimplementasikan ke

suatu organisasi, maka akan mempengaruhi proses yang sudah ada dalam organisasi

tersebut. Disinilah biasanya pandangan antara stakeholder dengan konsultan pembuat

sistem informasi saling bertemu. Keluhan yang sering dikeluarkan adalah : “you built

what I told you, but not what I actually wanted. “

2.4. Resiko Sistem Informasi

Hirarki dari analisa resiko yang berkaitan dengan pembuatan sistem informasi

yang berbasis perangkat lunak adalah :

Gambar 2.2. menunjukkan bahwa resiko dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori.

Dimana menurut Carr (1993), tiap tiap resiko mempunyai masalah seperti :

• Biaya potensial

• Waktu

• Teknikal / konsekuensi bisnis

Untuk mencapai kesuksesan, suatu sistem informasi berbasis software harus memenuhi

kriteria teknikal dan kebutuhan bisnis nya, dalam batas batas waktu dan biaya yang sudah

ditentukan sebelumnya.

Sumber : Carr (1993)

Software Based System Risk

Technical Risk

Management Risk

Project Risk

Process Risk

Product Risk

Gambar 2.2. Hirarki Resiko Proyek Software

Resiko penentuan proyek perangkat lunak : mendefinisikan operasional,

organisasional, dan contract dari software (Pressman, 2000). Resiko proyek tersebut

terutama adalah tanggung jawab dari manajemen. Resiko dari proyek tersebut

menyangkut penentuan batasan kontrak, external interfaces, hubungan dengan suplier,

hubungan dengan vendor, support dari organisasi.

Resiko Proses : termasuk disini adalah manajemen dan prosedur pekerjaan yang

teknikal. Prosedur manajemen misalnya adalah cara cara planning, staffing, tracking,

quality assurance. Sedangkan resiko prosedur teknikal terutama ditemukan pada aktivitas

desain, program, dan testing.

Resiko Produk : Kegagalan dari suatu produk sistem informasi adalah sepenuhnya

tanggung jawab teknikal dari vendor. Kegagalan seringkali ditemukan pada stabilitas

standarisasi yang dibutuhkan, desain, daya guna produk, kompleksitas software, dan tes

atas software tersebut. Semakin fleksibel suatu sistem, maka resiko produk akan makin

sulit di kelola.

2.5. Kompleksitas Sistem Informasi

Pada tabel dibawah ini, dapat diketahui tingkat kompleksitas suatu sistem

informasi berdasarkan jumlah departemen yang ada di dalam suatu organisasi yang saling

terkait (Pressman, 2000). Semakin banyak departmen yang saling terkait dengan sistem

informasi, maka akan semakin tinggi tingkat resiko/ kemungkinan terjadinya efek yang

merugikan.

Di dalam tabel dijelaskan bahwa P adalah peluang kemungkinan terjadinya efek

yang merugikan.

Tabel 2.1. Kompleksitas Sistem Informasi

Pembuatan System Informasi

Kemungkinan terjadinya efek yang

merugikan

Low

(0.0<P<0.4)

Medium

(0.4<P<0.7)

High

(0.7<P<1.0)

Jumlah departmen yang terkait dengan

sistem informasi

1 2 5

Total waktu pembuatan sebuah sistem 5 man years 10 man years 20 man years

Perkiraan waktu implementasi proyek yang

dibutuhkan

<12 bulan 13 bulan – 24

bulan

> 24 bulan

Perkiraan perubahan fungsi organisasi yang

harus dilakukan , jika sistem baru

diimplementasikan

0-25% 25-50% 50-100%

Tingkat kompleksitas perubahan yang harus

dilakukan jika sistem baru

dimplementasikan

rendah sedang Tinggi

Sumber : Pressman (2000)

2.6. Strategi Implementasi

Ada 2 cara untuk mengimplementasikan suatu sistem yang rumit dan terkait

dengan berbagai departemen. Cara pertama adalah implementasi secara ‘phased’

sedangkan cara kedua adalah pendekatan implementasi secara ‘Big bang’ (O'Leary,

2000). Hal tersebut sangat tergantung pada struktur organisasi, kompleksitas organisasi,

isu ekonomi, partner bisnis, batasan waktu dan lokasi geografis.

Pendekatan implementasi secara ‘Big Bang’ yaitu implementasi secara simultan

dari banyak modul yang akan diimplementasikan. Sedangkan implementasi secara

‘phased’, yaitu model implementasi dengan cara setahap demi setahap, yang mengandung

desain, develop, testing, dan instalasi dari tiap tiap modul

2.7. Kasus Kasus Implementasi Sistem Informasi Yang Kompleks

Contoh implementasi sistem informasi yang gagal :

• Kodak, industri foto.

Mengimplementasikan SAP senilai US$ 500 juta

Penyebab kegagalan : belum diketahui

• Dell, industri komputer

Penyebab kegagalan : perubahan tidak bisa dilakukan secara cepat untuk

melakukan ordering, manufacturing dan pada sistem sistem yang lain.

• Boeing, industri manufactur pesawat terbang.

Mengimplementasi beberapa modul dari Baan

Penyebab kegagalan : tidak melakukan perencanaan sumber daya dengan baik

• The Kellog’s Company, industri makanan

Mengimplementasi Oracle.

Penyebab kegagalan : keadaan ekonomi yang tidak berkembang, dan tidak ada

pengurangan dalam biaya operasional bisnis (tapi berhasil melangsingkan

bisnisnya senilai US$ 70 juta)

• Nash Finch Co. industri supermarket

Menginvestasikan SAP US$70 juta, dan proyek dibatalkan

• Siemens Power Transmission , industri telekomunikasi.

Menginvestasikan Baan senilai US$ 12 juta, tapi proyek tidak bisa dilanjutkan

lagi, karena kekurangan dana.

• A-Dec Inc. pabrik pembuatan peralatan yang berhubungan dengan gigi

Penyebab kegagalan : karena biaya training yang terlalu mahal.

• Reebok , industri peralatan olahraga

Mengimplementasi SAP, tetapi sistem yang dibuat tidak sesuai dengan bisnis

proses yang ada dalam organisasi

• Nike, industri peralatan olahraga

Mengimplementasikan teknologi i2, dengan module demand and supply

planning senilai US$ 400 juta

Penyebab kegagalan : software sistem yang kurang memenuhi kebutuhan Nike

Contoh implementasi sistem informasi yang sukses :

• Earth Grains, industri : roti dan kue

Mengimplementasi R/3.

Penyebab sukses : strategi implementasi yang jelas, setiap departemen

menganalisis isu isu yang ada dan melaporkan ke pihak manajemen, adanya

sistem penghargaan untuk menyukseskan sistem tersebut, pengetahuan yang

mendalam tentang industri mereka sehingga mengetahui bisnis proses yang

penting/tidak penting.

• Compaq Computers.

Penyebab sukses : karena compaq mengimplementasi sistem ERP diluar bisnis

inti mereka, sehingga tidak mengganggu jalannya bisnis, contoh nya untuk

product forecasting.

• US Mint, industri pencetak logam koin

Mengimplementasikan People Soft senilai US$ 40 juta

Penyebab sukses : semua kebutuhan bisnis dapat di penuhi oleh sistem, karyawan

mendapatkan training penggunaan sistem, senior manajemen dari vendor ikut

terlibat, organisasi mengetahui bahwa perubahan tersebut mahal dan

menyakitkan. US Mint dapat menghemat US$ 80 juta selama 7 tahun setelah

sukses mengimplementasi sistem

• Mc Donalds, industri makanan cepat saji

Mengimplementasi Lawson Software

Penyebab sukses : software yang diimplementasi sudah stabil dan methodologi

dari implementasi sudah jelas.

• Dirona SA, produksi persediaan truk

Mengimplementasi Thru-Put Tech.

Berhasil mengurangi inventori, dan meningkatkan kecepatan pelayanan

pemesanan sampai 85% dari waktu sebelum implementasi sistem tersebut.

• Moore Corp, industri manufacture

Mengimplementasi SyncQuest Inc. Berhasil memperbaiki proses manufaktur,

meningkatkan skedul produksi sampai ke beberapa menit saja.

Kesuksesan dan kegagalan proyek proyek sistem informasi diatas adalah sedikit

dari beberapa contoh kasus yang dilaporkan. Contoh diatas hanya menunjukkan kepada

pembaca implikasi negatif yang akan terjadi bila terjadi kegagalan dalam implementasi

proyek sistem informasi yang kompleks dan mahal.

Banyak paper, jurnal dan buku yang mengatakan bahwa investasi yang mahal di

bidang sistem informasi tidak selalu menggaransi akan mendatangkan keuntungan bisnis

atau pembayaran kembali yang positif seperti yang dijanjikan (Wheatley, 2000). Tetapi

kenyataannya ditemukan bahwa hanya sepuluh sampai limabelas persen saja yang

mendatangkan keuntungan yang diharapkan.

2.8. Fenomena ERP (Enterprise Resource Planning)

Istilah Enterprise Resource Planning pertama kali muncul pada awal 1990,

dimana terdapat suatu paket software aplikasi yang mengintegrasikan semua informasi

dan proses bisnis. Software tersebut menyediakan fasilitas penginputan data yang

langsung bisa di gunakan bersama sama di seluruh organisasi yang berkepentingan.

Pertama kali ERP digunakan pada industri manufaktur dan planning sistem, yang

lebih dikenal sebagai Manufacturing Resource Planning (MRP II) sedangkan yang

merupakan jantung ERP adalah Material Resource Planning yang sudah dikenal sejak

1960. MRP merupakan manajemen material yang digunakan untuk merencanakan bahan

baku secara akurat di dalam suatu perusahaan manufaktur. MRP lebih proaktif terhadap

strategi pengadaan bahan baku untuk masa mendatang daripada sekedar mengetahui

kebutuhan bahan baku saat ini.

Sistem ERP yang ada pada mulanya melibatkan beberapa sub sistem produksi

seperti Master Production Scheduling (MPS), Material Requirement Planning (MRP),

Capacity Prequirement Planning (CRP) dan Shop Floor Control (SFC).

Tetapi sejalan dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan perusahaan yang ada,

maka kini ERP tersebut berkembang atau terintegrasi dengan fungsi fungsi back-office

termasuk pengawasan manajemen, distribution system yang meliputi Sales Management,

Purchase Management, dan Inventory Management, serta terintegrasi pula dengan

Financial System yang meliputi : General Ledger, Account Receivable, Account

Payables, Cash Management dan Asset Management, termasuk didalamnya human

resources Management dan Payroll system.

ERP adalah sebuah proyek sistem informasi skala besar yang bisa membawa

pemegang saham kepada kerugian yang sangat besar (Austin, 1998) :

• Pengeluaran dana US$ 2 juta sampai US$ 200 juta di muka, untuk suatu teknologi

yang baru, dengan kemungkinan penghapusan proyek (karena kegagalan

sebagian atau seluruhnya) dari total investasi

• Jika tidak ingin kehilangan investasi yang sudah ditanamkan, maka investor harus

menanamkan modal sampai 2 kali lipat dana yang telah diinvestasikan untuk

menyelesaikan proyek tersebut.

2.9. ERP dan Perubahan organisasi

Setiap organisasi yang ada, biasanya terdiri dari struktur yang berbeda beda,

tergantung dari karakteristik organisasi, dan lingkungan dimana mereka berkompetisi.

Riset (Groth, 1999) mengindikasikan bahwa pengenalan teknologi informasi ke suatu

organisasi, akan merubah struktur organisasi yang sudah ada sebelumnya. Ada indikasi

yang kuat bahwa manfaat yang didapat dari implementasi ERP sistem sesungguhnya

berasal dari kemuan organisasi tersebut untuk beruhah. Sistem enterprise resource

planning hanya memfasilitasi perubahan ini saja (Martin 1998). Perubahan suatu

organisasi melahirkan istilah business process reengineering(BPR). Salah satu fokus dari

BPR adalah perubahan proses dan bukan perubahan teknologi.

Di Indonesia, sebagian besar perusahaan masih mempraktekkan sistem

management tradisional dengan emmperlakukan masing masing departemen yang ada

untuk melakukan fungsi fungsi tertentu dan terbatas. Misalnya departemen penjualan

hanya bertugas untuk menjual produk dan mengelola administrasi penjualan, sedangkan

bagian PPIC hanya bertugas untuk mengontrol persediaan dan memberikan instruksi

kerja untuk pembuatan produk tertentu kepada departemen produksi, serta departemen

produksi hanya bertugas untuk memproduksi produk yang dipesan. Hal ini akan

menimbulkan kesenjangan komunikasi dan kerjasama antar departemen di satu

perusahaan.

Diterapkannya suatu sistem informasi seperti ERP akan menunjang suatu kinerja

perusahaan secara keseluruhan dan terintegrasi dalam mencapai tingkat kualitas,

produktifitas dan keuntungan yang optimal namun dengan biaya yang seminimal

mungkin.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh satu perusahaan konsultasi manajemen,

menunjukkan perkembangan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi modern di

dalam bisnis manufaktur di Amerika Serikat yang mengalami perkembangan sebagai

berikut :

1971-1981 : Zero Inventory dan Material Requirement Planning (MRP)

1984-1993 : Total Quality Management (TQM), Just In Time (JIT) dan MRP II

1997- sekarang : Integrated Supply Chain, ERP Implementation and Customer

Relationship Management (CRM)

2.10. Critical Success Factors untuk Implementasi Sistem

Informasi

Critical Success Factors di bawah ini dapat membantu kinerja organisasi dalam

proses mengimplementasikan sebuah sistem informasi. Faktor faktor yang mungkin

dapat mempengaruhi proses implementasi suatu sistem informasi adalah (Applegate,

1999) : Bantuan dan keterlibatan dari top manajemen, Kebutuhan akan project champion,

user training, kemampuan organisasi menyerap teknologi, kemampuan untuk mengerti

proses bisnis, project planning, change management, dan manajemen proyek.

Tabel 2.2. Berbagai CSF Berdasarkan Beberapa Penulis

CSF

No.

Critical Success Factors Penulis

1 Framework pengambilan keputusan

yang tepat

(McCredie and Updegrove 1999)

2 Struktur manajemen (Sumner 1999) (Nelson and Somers 2001)

3 Bantuan dari Top manajemen (Holland and Light 1999; Sumner 1999;

Kuang et al. 2001; Nelson and Somers 2001)

4 Keahlian pihak luar (penggunaan

konsultan)

(McCredie and Updegrove 1999; Sumner

1999; Nelson and Somers 2001)

5 Team proyek yang seimbang (Wee 1999; Kuang et al. 2001)

6 Riset (McCredie and Updegrove 1999)

7 Tujuan, fokus dan batasan proyek yang

jelas

(Holland and Light 1999; Kuang et al. 2001)

8 Manajemen proyek (Holland and Light 1999; McCredie and

Updegrove 1999; Kuang et al. 2001; Nelson

and Somers 2001)

9 Manajemen yang mau berubah (Holland and Light 1999; McCredie and

Updegrove 1999; Kuang et al. 2001; Nelson

and Somers 2001)

10 Keikutsertaan user (McCredie and Updegrove 1999)

11 Training dan pendidikan tentang proyek

terkait

(McCredie and Updegrove 1999; Sumner

1999; Nelson and Somers 2001)

12 Kehadiran champion (Sumner 1999; Kuang et al. 2001; Nelson and

Somers 2001)

13 Customisasi software yang minimal (Kuang et al. 2001; Nelson and Somers 2001)

14 BPR (Business process reengineering) (Kuang et al. 2001; Nelson and Somers 2001)

15 Disiplin dan standarisasi (Sumner 1999)

16 Komunikasi yang efektif (Sumner 1999; Kuang et al. 2001)

17 Menugaskan orang untuk full time

mengawasi implementasi sistem

(McCredie and Updegrove 1999)

18 Pengetahuan yang cukup tentang teknik

dan bisnis proses

(Sumner 1999)

19 Kultur (Kuang et al. 2001)

20 Memonitor dan mengevaluasi

performance

(Kuang et al. 2001)

21 Testing and troubleshooting pada

software

(Kuang et al. 2001)

22 Ekspektasi manajemen (Nelson and Somers 2001)

23 Hubungan kerja dengan vendor /

pelanggan

(Nelson and Somers 2001)

24 Penggunaan alat alat development dari

vendor

(Nelson and Somers 2001)

25 Pemilihan paket yang tepat dari vendor (Nelson and Somers 2001)

26 Kooperasi dan komunikasi antar

departemen

(McCredie and Updegrove 1999; Nelson and

Somers 2001)

27 Isu hardware (McCredie and Updegrove 1999)

28 Informasi dan akses sekuriti (McCredie and Updegrove 1999)

29 Pendekatan implementasi (McCredie and Updegrove 1999)

2.11. Kerangka Kerja dalam Implementasi Sistem Informasi

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan implementasi

suatu sistem informasi (Manager Scope, 2003), diantaranya adalah :

Proses Bisnis : Sebelum dilakukan implementasi, yang perlu disiapkan adalah bussiness

process dan rencanan pengembangan perusahaan di masa depan termasuk kesenjangan-

kesenjangan antar divisi/ departemen yang harus dihilangkan.

Jasa Konsultasi : Pada umumnya perusahan melakukan konsultasi setelah mengalami

kendala. Padahal seharusnya kesenjangan tersebut dapat diketahui lebih dini juka

perusahaan melakkukan konsultasi dari awal, sehingga penyeda program aplikasi dapat

memberikan produk yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Untuk menjamin

keberhasilan ERP, jasa konsultasi tidak boleh dipisahkan dengan implementasinya.

Standarisasi : Tidak adanya standarisasi sistem yang digunakan akan menyebabkan

kesenjangan komunikasi dan kerjasama antar divisi yang ada dalam perusahaan tersebut.

Para manajer merasa hanya bertanggungjawab menyelesaikan tugas di departemennya

tanpa memperhatikan tujuan bisnis perusahaan secara keseluruhan. Sebagai contoh

adalah adanya kesenjangan antara departemen pemasaran yang seharusnya memberikan

informasi yang berkaitan dengan kebutuhan pelanggan atau perencanaan penjualan sesuai

permintaan pasar kepada departemen PPIC, departemen Produksi dan departemen

Pembelian. Pada tahap awal standarisasi akan menyulitkan pengguna yang memiliki

beragam kebutuhan berbeda untuk mengikuti suatu sistem, namun dalam jangka panjang

akan sangat berguna, karena sistem yang ada tidak terputus dan dapat terus berjalan.

Tim Implementasi : keberhasilan implementasi sistem informasi tidak hanya tergantung

pada external expert, tapi juga dari internal perusahaan. Satu cross functional team yang

berdedikasi tinggi, terdiri dari orang orang terbaik dari berbagai fungsi dalam organisasi

harus diwujudkan. Terciptanya komunikasi dan komitmen untuk memberikan tanggapan

dengan cepat dan tepat terhadap masalah yang timbul dalam implementasi sistem akan

menjamin suksesnya implementasi tersebut. Oleh karena itu diperlukan pula perubahan

bagi setiap individu di perusahaan sebagai usaha untuk mengelola aspek aspek negatif

seperti resistensi yang timbul seiring dengan berjalannya proses perubahan sistem

tersebut.

2.11.1. DeLone and McLean's I/S Success Model

Model dari DeLone dan McLean (1992) adalah kerangka kerja yang paling

direkomendasikan, sehubungan dengan kesuksesan sistem implementasi. Studi mereka

yang mengatakan bahwa tidak ada ‘satu ukuran’ dalam memandang sebuah kesuksesan

sistem informasi, sehingga dibuat enam faktor yang berbeda dalam ‘I/S Success Model’

seperti gambar dibawah ini.

Enam kategori sukses diidentifikasikan sebagai : kualitas sistem, kualitas informasi,

penggunaan, kepuasan pengguna, pengaruh individual dan pengaruh terhadap organisasi

Sumber : DeLone and McLean(1992)

Gambar 2.3. I/S Success Model

Kualitas sistem menyangkut tentang karakteristik sistem yang diharapkan, yang

berhubungan dengan tata cara informasi di simpan atau diolah.

Kualitas informasi menggarisbawahi tentang karakteristik dari informasi dan bentuk

informasi yang diharapkan.

Kegunaan dan kepuasan pengguna ditemukan dari studi yang berusaha mengukur dan

menganalisa interaksi antara produk sistem informasi dan penggunanya.

Pengaruh individual berkaitan dengan apakah pengaruh dari produk produk informasi

kepada pengambilan keputusan dari manajemen

Pengaruh organisasi didasarkan dari riset apakah ada efek tertentu dari produk informasi

kepada performance organisasi

System quality

Information quality

Use

User Satisfaction

System quality System quality

2.11.2. Holland and Light's Critical Success Factors Model

Model dari Holland dan Light (1999) adalah model yang menunjukkan strategi

dan faktor teknik yang ada dalam proses implementasi ERP, dilihat dari sudut pandang

manajemen organisasi.

Gambar 2.4. CSF Model dari Holland dan Light (1999)

ERP Implementation Process

Strategic Legacy System Business Vision ERP strategy Top Management Support Project Schedule and Plans

Tactical Client Consultation Personnel BPC and Software configuration Client Acceptance Monitoring and Feedback Communication