25
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17) manajemen adalah “manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi – fungsi manajemen itu sendiri. Dengan demikian, manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.” Menurut Luthans dan Doh (2011 : 4) manajemen ialah “the process of completing activities with and through other people”. Menurut Williams (2017 : 3 ) manajemen adalah “getting work done through others.” Dari ketiga pengertian yang telah dikemukakan para ahli mengenai definisi dari manajemen, dapat disimpulkan bahwa manajemen itu ialah sebuah proses yang bersangkutan dengan aktifitas pengerjaan suatu hal dengan tujuan mencapai tujuan dengan cara menggunakan media orang lain ataupun bersama orang lain. 2.1.2 Fungsi Manajemen Di dalam bukunya, Robbins dan Coulter (2017 : 9) mengatakan bahwa fungsi dari manajemen itu terbagi menjadi 4 yaitu : 1. Planning Menentukan tujuan, menjalankan strategi yang telah dibentuk untuk mencapai tujuan akhir, mengembangkan perencanaan dan mengkoordinasikan aktifitas. 2. Organizing Menentukan apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukanya, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. 3. Leading Memberikan motivasi, memimpin dan melakukan aktivitas lainya yang berhubungan dengan interaksi sesama manusia.

BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen

2.1.1 Definisi Manajemen

Menurut Rusdiana (2014 : 17) manajemen adalah “manajemen berasal

dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui

proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi – fungsi manajemen itu

sendiri. Dengan demikian, manajemen merupakan suatu proses untuk

mewujudkan tujuan yang diinginkan.”

Menurut Luthans dan Doh (2011 : 4) manajemen ialah “the process

of completing activities with and through other people” .

Menurut Williams (2017 : 3 ) manajemen adalah “getting work done

through others.”

Dari ketiga pengertian yang telah dikemukakan para ahli mengenai

definisi dari manajemen, dapat disimpulkan bahwa manajemen itu ialah

sebuah proses yang bersangkutan dengan aktifitas pengerjaan suatu hal

dengan tujuan mencapai tujuan dengan cara menggunakan media orang lain

ataupun bersama orang lain.

2.1.2 Fungsi Manajemen

Di dalam bukunya, Robbins dan Coulter (2017 : 9) mengatakan

bahwa fungsi dari manajemen itu terbagi menjadi 4 yaitu :

1. Planning

Menentukan tujuan, menjalankan strategi yang telah dibentuk untuk

mencapai tujuan akhir, mengembangkan perencanaan dan

mengkoordinasikan aktifitas.

2. Organizing

Menentukan apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukanya, dan

siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut.

3. Leading

Memberikan motivasi, memimpin dan melakukan aktivitas lainya yang

berhubungan dengan interaksi sesama manusia.

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

4. Controling

Memantau aktivitas untuk memastikan seluruh aktivitas yang

dilaksanakan sudah berjalan sesuai dengan perencanaan sebelumnya.

2.2 Manajemen Operasi

2.2.1 Definisi Manajemen Operasi

Menurut Russel dan Taylor (2010 : 2) manajemen operasi adalah “the

design, operation, and improvement of productive system-system for getting

work done.”

Menurut Heizer, Render dan Munson (2016:4) manajemen

operasional adalah, “ the set of activities that creates value in the form of

goods and services by transforming inputs into outputs.”

Menurut Slack, Jones dan Johnson (2013:6), manajemen operasi

adalah “the activity of managing the resources that create and deliver

services and products.”

Menurut Reid dan Sanders (2012:3), manajemen operasi adalah “the

business function that plans, organizes, coordinates, and controls the

resources needed to produce a company’s goods and services.”

Dapat disimpulkan bahwa manajemen operasi adalah suatu rantaian

proses perubahan barang mentah ke barang jadi atau sebuah proses input

yang di olah menjadi sebuah output sehingga menciptakan value lebih dari

barang sebelumnya. Selain itu manajemen operasi juga mempunyai fungsi

sebagai teknik yang digunakan oleh sebuah perusahaan untuk mengatur dan

juga membuat perencanaan produksi sehingga dapat meningkatkan efektivitas

serta efisiensi dari penggunaan sebuah material.

2.2.2 Fungsi Manajemen Operasi

Di dalam bukunya, Reid dan Sanders (2012) mengatakan fungsi dari

manajemen operasi ialah mengubah input dari sebuah perusahaan menjadi

output yaitu berupa barang jadi ataupun jasa. Di dalam proses input sendiri

terdapat tenaga kerja, fasilitas, material, informasi, teknologi dan juga proses.

Sedangkan di dalam output berupa barang jadi maupun jasa dari proses input

yang telah di kembangkan ataupun diubah menjadi hal baru.

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

2.3 Persediaan

2.3.1 Definisi Persediaan

Menurut Kusuma (2009 : 132) dalam bukunya mengatakan bahwa

persediaan adalah “bahan atau barang yang disimpan untuk digunakan atau

dijual yang berfungsi untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk

digunakan dalam proses produksi atau perakitan.”

Russel dan Taylor (2010 : 557) mendefinisikan persediaan sebagai

“stock of items kept by an organization to meet internal or external customer

demand.”

Dari kedua definisi yang dilontarkan oleh para ahli, maka penulis

menarik kesimpulan bahwasanya pengertian dari persediaan tersebut ialah

suatu bahan yang sengaja di simpan oleh sebuah perusahaan atau organisasi

yang berguna sebagai alat untuk melakukan kegiatan produksi, ataupun dijual

kepada konsumen sebagaimana permintaan di dalam pasar.

2.3.2 Fungsi Persediaan

Tujuan dari manager operasional adalah untuk menyelaraskan antara

investasi persediaan dengan kepuasan konsumen. Persediaan dapat

memberikan fungsi – fungsi kepada perusahaan sehingga dapat menambah

fleksibilitas bagi kegiatan operasional. Berdasarkan Heizer, Render dan

Munson (2016 : 490) keempat fungsi persediaan bagi perusahaan adalah :

1. Menggunakan barang – barang yang telah dipilih sebagai barang yang

digunakan untuk mengantisipasi permintaan dari konsumen dan mencegah

terjadinya fluktuasi yang tidak terduga dari permintaan tersebut. Hal ini

biasa terjadi pada perusahaan retail.

2. Memisahkan tahapan – tahapan dalam produksi. Apabila sebuah

perusahaan memiliki supplier yang mempunyai waktu pengiriman barang

yang fluktatif, hal ini dapat digunakan sebagai persediaan untuk mencegah

kehabisan stok.

3. Melakukan pemesanan dengan tujuan mendapatkan diskon pembelian

kuantitas. Karena dalam melakukan pembelian dalam jumlah banyak dapat

mengurangi biaya pembelian.

4. Melindungi perusahaan dari dampak inflasi dan kenaikan harga material.

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

2.3.3 Jenis Persediaan

Setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik tersendiri dan cara

pengelolaan yang berbeda. Mengutip dari buku Operations Management yang

di tulis oleh Heizer, Render dan Munson (2016 : 490), jenis persediaan terbagi

menjadi 4 yaitu:

1. Raw Material Inventory

Persediaan yang telah di beli namun belum menjalani proses produksi.

Jenis persediaan ini biasanya untuk memudahkan pemisahan bahan –

bahan yang telah di beli dari supplier dengan bahan yang menjalani proses

produksi.

2. Work in-process Inventory

Jenis persediaan ini ialah bahan mentah yang telah sedang menjalani

proses produksi dan belum berupa barang jadi. WIP biasanya terjadi

karena adanya waktu proses produksi suatu barang. Mengurangi waktu

proses produksi akan mengurangi biaya inventory

3. Maintenance, Repair, Operating Supply (MRO) Inventory

Biasanya dalam melaksanakan proses produksi, sebuah persediaan harus

mengalami proses MRO dimana di dalam proses ini seluruh persediaan

akan di cek terlebih dahulu kelayakanya dalam melaksanakan produksi.

Hal ini membutuhkan waktu oleh karena itu hal ini termasuk ke dalam

jenis persediaan.

4. Finished Goods Inventory

Sebuah barang jadi yang telah mengalami proses produksi dan sedang

mengalami masa tunggu untuk siap dijual ke market. Finished goods

biasanya di masukan ke dalam persediaan akibat tidak di ketahuinya

permintaan dari konsumen yang sewaktu – waktu dapat berubah drastis.

2.3.4 Biaya Persediaan

Berlandaskan perhitungan mengenai keuntungan maupun kerugian,

oleh karena itu perlu ada juga perhitungan dalam persediaan di dalam

perusahaan. Menurut Heizer, Render dan Munson (2016 : 495) ada 3 biaya di

dalam biaya persediaan, antara lain :

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

1. Holding cost, biaya yang timbul dikarenakan menyimpan persediaan di

dalam gudang. Hal ini berkaitan dengan biaya gudang, asuransi

persediaan dan lain lain.

2. Ordering cost, biaya yang timbul dalam melakukan pemesanan

persediaan. Hal ini berkaitan dengan biaya pemesanan dari supplier.

3. Setup cost, biaya yang timbul dalam menyiapkan perlengkapan dalam

melaksanakan proses produksi. Penggunaan mesin serta tenaga kerja di

perhitungkan juga.

4. Setup time, pengaturan waktu dalam menyiapkan alat produksi. Hal ini

dapat meningkatkan efektifitas produksi serta efisiensi waktu apabila di

manage dengan tepat.

Sedangkan menurut Russel dan Taylor (2010 : 558) terdapat 3 jenis

biaya yang berkaitan dengan persediaan yaitu :

1. Carrying Cost

Biaya penyimpanan adalah biaya untuk menyimpan sebuah barang dalam

dalam persediaan perusahaan. Biaya penyimpanan berhubungan dengan

kepemilikan barang secara fisik dalam penyimpanan. Biayanya meliputi

bunga, asuransi, pajak (di beberapa negara), depresiasi, keusangan,

kemunduran, kebusukan, pencurian, kerusakan, dan biaya pergudangan.

2. Ordering Cost

Biaya pemesanan adalah biaya untuk memesan dan menerima persediaan.

Di samping biaya pengiriman, biaya ini meliputi penentuan berapa

banyak yang dibutuhkan, penyiapan faktur, biaya pengiriman,inspeksi

pada saat kedatangan untuk mutu dan kuantitas, dan memindahkan barang

ke penyimpanan sementara

3. Shortage Cost

Biaya kekurangan adalah biaya yang terjadi ketika permintaan melebihi

pasokan persediaan; seringkali berupa laba per unit yang tidak terwujud.

Biaya ini meliputi biaya kesempatan untuk tidak melakukan penjualan,

kehilangan niat baik pelanggan, pembebanan terlambat, dan biaya-biaya

serupa.

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

Untuk memahami lebih dalam penulis berupaya mengambil satu teori

lagi yang dikemukakan oleh salah satu ahli yaitu H.A. Rusdiana. Menurut

Rusdiana (2014 : 382), terdapat 3 (tiga) jenis persediaan, yaitu:

1. Persediaan bahan baku

Bahan mentah yang akan digunakan sebagai bahan untuk di produksi.

2. Persediaan barang-barang dalam proses

Barang yang sedang dalam proses pengerjaan, barang – barang yang

sebagian di proses dan perlu dipekerjakan lebih lanjut sebelum dijual.

3. Persediaan barang jadi

Barang-barang yang telah selesai. Produk yang telah diproduksi dan

menunggu untuk dijual.

2.3.5 Model Persediaan

Model – model manajemen persediaan pada prinsipnya menurut

Heizer, Render, dan Munson (2016:495) ditunjukan untuk menentukan

jumlah pesanaan yang optimal serta saat pemesanan kembali yang tepat agar

biaya total persediaan diminimlkan. Model – model ini secara garis besar

dibedakan atas dua jenis permintaan terhadap bahan baku / komponen, yaitu

sebagai berikut :

1. Persediaan dependen (dependent demand), yaitu persediaan atau bahan

baku atau komponen yang permintaannya atau penggunaannya

bergantung pada item lainnya.

2. Persediaan independent (independent demand), yaitu persediaan barang

atau bahan baku atau komponen yang permintaannya berdiri sendiri

sesuai dengan itemnya, tidak bergantung pada item lain.

2.4 Pengendalian Persediaan Bahan Baku

2.4.1 Definisi Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Pengendalian menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang

tepat agar tidak ada kelebihan maupun kekurangan bahan baku dalam

kuantitas dan waktu yang tepat. Pengendalian bahan baku sangatlah

diperlukan oleh suatu perusahaan untuk dapat menunjang kegiatan yang ada

di perusahaan. “Pengendalian persediaan bahan baku merupakan aktivitas

dalam mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat yang dikehendaki”

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

(Rusdiana, 2014 : 380 - 381). Pada produk barang, pengendalian persediaan

ditekankan pada pengendalian material. Istilah pengendalian merupakan

penggabungan dari 2 pengertian yang sangat erat hubungannya. Pengawasan

tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu tidak ada artinya, demikian pula

sebaliknya, perencanaan tidak akan menghasilkan sesuatu tanpa adanya

pengawasan.

Menurut Herjanto (2008 : 238) pengendalian persediaan adalah

serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan

yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus

dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan, jumlah atau tingkat

persediaan yang dibutuhkan berbeda-beda untuk setiap perusahaan,

tergantung dari volume produksinya, jenis perusahaan dan prosesnya.

Maka dari definisi diatas pengendalian persediaan bahan baku adalah

suatu sistem persediaan dengan serangkaian kebijakan pengendalian untuk

menentukan tingkat persediaan sehingga tidak terjadi kelebihan atau

kekurangan persediaan bahan baku.

2.4.2 Tujuan Pengendalian Bahan Baku

Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan

sudah tentu mempunyai tujuan tertentu. Persediaan yang diadakan mulai dari

yang berbentuk bahan mentah hingga barang di proses menjadi barang jadi

ialah sebuah material yang tentu harus dikendalikan agar tidak mengeluarkan

biaya yang tidak diinginkan.

Menurut Rusdiana (2014) tujuan dari pengendalian bahan baku ialah

agar penjualan dapat intensif serta produk dan penggunaan sumber daya

dapat maksimal. Dengan begitu pengendalian bahan baku sangat penting

dilaksanakan untuk mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki oleh

perusahaan selain itu hal ini juga dapat memberikan dampak terhadap

pendapatan dari hasil penjualan dikarenakan tertekanya biaya yang tidak

diinginkan sehingga pendapatan dapat dioptimalkan.

Ahli lain bernama Stevenson (2015) di dalam bukunya juga berkata

bahwa pengendalian persediaan memiliki tujuan utama yaitu untuk mencapai

kepuasan konsumen secara optimal bersamaan dengan memiliki biaya

inventory perusahaan yang masih masuk di akal.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

Dari kegiatan diatas dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian

persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari

bahan-bahan barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan

biaya-biaya minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.

Dengan kata lain pengendalian persediaan untuk menjamin terdapatnya

persediaan pada tingkat yang optimal agar produksi dapat berjalan dengan

lancar dan biaya persediaan adalah minimum.

2.5 Forecasting

2.5.1 Definisi Forecasting (Peramalan)

Heizer, Render dan Munson ( 2016 : 108 ) menyatakan bahwa

forecasting adalah “the art and science of predicting future events.”

Forecasting juga melibatkan penggunaan data yang ada pada masa lampau

seperti data penjualan kemudian diproyeksikan untuk memprediksi masa

depan menggunakan model matematika.

Sedangkan Jacobs dan Chase ( 2018 : 445 ) menyatakan bahwa “

forecasting is the basis of corporate long run planning.” Pada bidang

keuangan dan akuntansi, peramalan digunakan untuk budgetary planning dan

cost control. Di bidang marketing peramalan digunakan untuk merencanakan

produk baru, menjadi acuan dalam memberikan kompensasi dan membuat

keputusan kunci lainnya. Sedangkan bidang produksi dan operasional,

peramalan digunakan untuk menentukan keputusan berkala seperti pemilihan

supplier, process selection, capacity planning, facility layout, puchasing,

production planning, scheduling dan inventory.

Dalam jurnalnya yang berjudul journal of Applied Sciences Strategy

of Optimization Inventory Sanny dan Felicia (2014 : 3539) menyatakan

bahwa “forecasting adalah ilmu yang digunakan untuk memprediksi

ketidakpastian trend bisnis yang dapat membantu manajer untuk membuat

keputusan dan rencana yang lebih baik.”

Peramalan itu penting karena semua bisnis beroperasi di lingkungan

yang tidak pasti dimana sering kali perusahaan harus menentukan keputusan

saat ini dan keputusan tersebut akan mempengaruhi masa depan perusahaan.

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

Jadi berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

peramalan adalah suatu ilmu yang digunakan untuk memprediksi kejadian

yang akan datang di masa depan dimana hasil prediksi ini akan digunakan

untuk membuat keputusan dan perencanaan yang berkaitan dengan

kelangsungan perusahaan karena adanya ketidakpastian dalam bisnis.

2.5.2 Horizon Waktu Peramalan

Heizer, Render dan Munson ( 2016 : 108 ) meyebutkan bahwa

biasanya peramalan berdasarkan horizon waktunya diklasifikasikan menjadi

tiga kategori yaitu:

1. Short Range Forecast

Adalah peramalan dengan jangka waktu peramalan hingga 1 tahun,

namun secara umum peramalan dilakukan kurang dari 3 bulan. Peramalan

ini biasanya digunakan untuk merencanakan pembelian, job scheduling,

penugasan kerja, dan level produksi.

2. Medium Range Forecast

Adalah peramalan dengan jangka waktu 3 bulan sampai dengan 3 tahun.

Peramalan sangat berguna dalam perencanaan penjualan, perencanaan

produksi, dan budgeting.

3. Long Range Forecast

Adalah peramalan dengan jangka waktu lebih dari 3 tahun. Peramalan ini

digunakan untuk merencanakan produk baru, capital expenditures, lokasi

fasilitas atau ekspansi dan research and development.

2.5.3 Langkah – langkah proses forecasting

Menurut Stevenson (2015 : 79), ada enam langkah – langkah dasar

dalam Proses Forecasting :

1. Determine the purpose of the forecast.

Langkah ini akan memberikan indikasi tingkat detail yang diperlukan

dalam peramalan, jumlah sumber daya (personnel, computer time, dollar)

yang dapat disesuaikan, dan tingkat akurasi yang diperlukan.

2. Establish a time horizon.

Peramalan harus mengindikasikan interval waktu, meengingat penurunan

akurasi sebanding dengan peningkatan time horizon.

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

3. Select a forecasting technique.

4. Obtain, clean, and analyze appropriate data.

Memperoleh data dapat melibatkan usaha yang signifikan. Setelah

didapat, data mungkin perlu “dibersihkan” untuk menghilangkan data

yang tidak diperlukan dan salah sebelum melakukan analisis.

5. Make the forecast.

6. Monitor the forecast

Forecast harus dimonitor untuk menentukan apakah telah dilakukan

dengan cara yang memuaskan atau belum. Jika tidak, metode harus diuji

kembali, mengasumsi dan memvalidasi data, dan melakukan modifikasi

lainnya sesuai kebutuhan dan menyiapkan yang diperlukan untuk revisi.

2.5.4 Pendekatan dalam Forecasting

a. Peramalan Kualitatif

Menurut Heizer, Render dan Munson (2016 : 111) peramalan

kualitatif adalah peramalan yang menggabungkan faktor intuisi,

emosi, pengalaman pribadi dan sistem nilai pengambil keputusan

untuk meramal. Teknik yang digunakan alam melakukan

peramalan kualitatif yaitu:

1. Jury of Executive Opinion

Teknik mengumpulkan dan menggabungkan pendapat

sekumpulan kecil manajer atau pakar tingkat tinggi lainnya

menggunakan model statistik untuk mendapatkan prediksi

permintaan kelompok.

2. Delphi Method

Teknik yang melibatkan tiga jenis partisipan dalam mengambil

keputusan peramalan. Metode ini melibatkan decision makers,

staff personel, dan respondents. Decision makers biasanya

memiliki 5 anggota personel ahli dalam membuat peramalan,

staff personel memiliki pekerjaan untuk membantu decision

makers dalam memperkuat pengambilan keputusan dengan

cara preparing, distributing, collecting, dan menyimpulkan

hasil pengambilan keputusan, respondents ialah orang yang

berada pada lokasi berbeda beda yang dipercaya keputusan

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

mereka memberikan dampak cukup besar kepada pengambilan

keputusan.

3. Sales Force Composite

Metode ini menggunakan tenaga kerja penjualan untuk

melakukan peramalan dengan memperkirakan penjualan apa

yang akan dilakukan di wilayah mereka. Kemudian dari hasil

penjualan ini dilakukan peramalan apakah hasil akhirnya

realistis. Lalu hasil permalan digabungkan kepada tingkat

nasional untuk dijadikan peramalan akhir secara keseluruhan.

4. Consumer Market Survey

Metode yang menggunakan feedback dari konsumen untuk

melakukan peramalan selanjutnya mengenai tingkat

permintaan terhadap suatu pembelian.

b. Peramalan Kuantitatif

Menurut Heizer, Render dan Munson ( 2016 : 112 ) peramalan

kuantitatif yaitu teknik peramalan yang menggunakan deret waktu

masa lampau untuk menentukan kembali peramalan data yang

akan datang.

1. Model Deret Waktu (Time Series Model)

Adalah model peramalan dengan menggunakan asumsi bahwa

peramalan yang akan datang terjadi dikarenakan adanya data

historis masa lalu. Pola time series didasarkan pada asumsi

deret waktu yang terdiri dari :

a) Tren (Trend)

Merupakan pergerakan data sedikit demi sedikit meningkat

atau menurun pada data secara berkala.

b) Musim (Season)

Adalah pola data yang berulang pada kurun waktu tertentu

seperti hari, minggu, bulan, atau kuartal.

c) Siklus (Cycle)

Adalah pola dalam data yang terjadi setiap beberapa

tahun.siklus ini biasanya terkait pada siklus bisnis dan

merupakan hal penting dalam analisis dan perencanaan

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

jangka pendek. Meramalkan data seperti ini akan sulit

dikarenakan biasanya memiliki indikasi politik di

dalamnya.

d) Variasi Acak (Random)

Merupakan suatu titik khusus dalam data yang disebabkan

oleh peluang dan situasi yang tidak lazim. Variasi acak

tidak memiliki pola khusus sehingga tidak dapat

diprediksi.

Model peramalan ini terbagi menjadi:

1) Naive Approach

Adalah teknik peramalan yang mengasumsikan bahwa

permintaan di periode mendatang akan sama dengan

permintaan pada periode terakhir. Naïve Approach

merupakan model peramalan objektif yang paling

efektif dan efisien dari segi biaya. Paling tidak Naive

Approach dapat menjadi acuan pembanding dengan

model peramalan lainya.

2) Moving Average

a. Simple Moving Average

Moving average menggunakan sejumlah data aktual masa lalu untuk

menghasilkan peramalan untuk periode yang akan datang. Moving

average berguna jika kita dapat mengasumsikan bahwa permintaan pasar

akan stabil sepanjang peramalan. Secara matematis, rata-rata bergerak

sederhana (merupakan prediksi permintaan periode mendatang)

dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

b. Weighted Moving Average

Apabila data terindikasi memiliki pola atau trend maka penambahan

weight (timbangan) bisa digunakan untuk menempatkan lebih banyak

tekanan pada nilai baru, hal tersebut membuat teknik ini lebih responsif

terhadap perubahan karena periode yang lebih baru mungkin

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

mendapatkan bobot yang lebih besar. Pemilihan bobot merupakan hal

yang tidak pasti karena tidak ada rumus untuk menetapkannya, oleh

karena itu pemutusan bobot mana yang akan digunakan membutuhkan

pengalaman jika bulan atau periode terakhir diberi bobot yang terlalu

besar, peramalan dapat mencerminkan perubahan yang terlalu cepat dan

yang tidak biasa pada permintaan atau penjualan. Pembobotan rata-rata

bergerak dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

c. Exponential Smoothing

Metode ini ialah metode lain yang hampir sama dengan metode

peramalan weighted moving average hanya saja ditambahkan dengan titik

bobotnya ialah exponential function.

Dimana:

peramalan baru

peramalan periode sebelumnya

smoothing (bobot) konstan ( )

permintaan aktual pada periode sebelumnya

1. Additive Decomposition

Menurut Hyndman dan Athanasopoulos (2018 : 198) metode

peramalan additive decomposition ialah metode peramalan yang tepat

digunakan pada situasi seasonal yang fluktuatif, atau adanya variasi di

dalam ruang lingkup trend yang tidak banyak memberikan perbedaan

di dalam time series.

Keterangan :

data

komponen seasonal

komponen trend cycle

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

komponen remainder

Dengan melihat data perusahaan CV. Tjokro Bersaudara ialah trend,

oleh karena itu kami menggunakan time series untuk menggunakan

peramalan. Metode pendekatan peramalan yang kami gunakan ialah

naive method, moving average, weighted moving average, exponential

smoothing dan additive decomposition.

Pemilihan naive method dikarenakan peramalan ini dapat kami

jadikan acuan pembanding dengan peramalan lainya. Moving average,

weighted moving average dan exponential smoothing kami gunakan di

dalam peramalan ini dikarenakan kami ingin melihat hasil akhir

peramalan dengan metode ini apabila tren yang fluktuatif seperti ini

dijadikan acuan data historis. Sedangkan additive decomposition kami

gunakan sebagai metode peramalan yang sesuai dengan kondisi trend-

seasonal perusahaan. (Hyndman dan Athanasopoulos, 2018).

2. Model Asosiatif

Adalah model peramalan yang menggabungkan banyak variabel yang

mungkin mempengaruhi kuantitas yang sedang diramalkan. Model

peramalan ini terbagi menjadi:

a. Proyeksi Tren (Trend Projections)

Metode peramalan dengan proyeksi trend ini mencocokkan garis

trend ke rangkaian titik data historis dan kemudian memproyeksi

garis itu ke dalam ramalan jangka menengah hingga jangka

panjang. Jika mengembangkan garis trend linier dengan metode

statistik, metode yang tepat digunakan adalah metode kuadrat

kecil (Least square method). Pendekatan ini menghasilkan garis

lurus yang meminimalkan jumlah kuadrat perbedaan vertical dari

garis pada setiap observasi aktual. Menurut Heizer, Render dan

Munson (2016 : 124) rumus untuk proyeksi trend dengan metode

kuadrat terkecil adalah sebagai berikut:

Y = a + bX

Dimana :

Y = Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent)

X = Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab

(Independent)

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

a = konstanta

b = koefisien regresi (kemiringan); besaran Response yang

ditimbulkan oleh Predictor.

Nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan Rumus

dibawah ini:

a = (Σy) (Σx²) – (Σx) (Σxy) / n(Σx²) – (Σx)² 11

b = n(Σxy) – ( Σx) (Σy) / n(Σx²) – (Σx)²

3. Regresi Linier (Linear Regression)

Metode ini selain menggunakan nilai historis untuk variabel yang

diramalkan banyak faktor-faktor yang bisa dipertimbangkan, misalnya

dalam membuat perencanaan produksi harus mempertimbangkan

kesiapan tenaga kerja, kesiapan kondisi mesin yang baik. Bentuk

persamaan regresi linier menurut Heizer, Render dan Munson (2016 :

131):

Y = a + bX

Dimana :

Y = Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent)

X = Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab (Independent)

a = konstanta

b = koefisien regresi (kemiringan); besaran Response yang

ditimbulkan oleh Predictor.

Nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan Rumus

dibawah ini:

a = (Σy) (Σx²) – (Σx) (Σxy) / n(Σx²) – (Σx)²

b = n(Σxy) – ( Σx) (Σy) / n(Σx²) – (Σx)²

2.5.5 Forecasting Accuracy

Menurut Sanny dan Felicia ( 2014 : 3540 ) pada umumnya akurasi

peramalan dapat diketahui dengan membandingkan forecasted values dengan

actual atau observed values. Sehingga secara matematis dapat dituliskan

sebagai :

forecast error = actual values – forecast values

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

Terdapat tiga pengukuran dalam forecasting accuracy yaitu:

a. Mean Absolute Deviation ( MAD )

Diperoleh dari perhitungan total absolute values dari deviasi dan dibagi

dengan jumlah periode data ( n )

n

b. Mean Squared Error ( MSE )

Diperoleh dari rata – rata selisih kuadrat antara forcasted dan observed

value.

n

c. Mean Absolute Percent Error ( MAPE )

Diperoleh dari perhitungan rata – rata selisih antara forecasted dan actual

values dalam bentuk persen.

N

2.6 MRP (Material Requirement Planning)

2.6.1 Definisi MRP

Untuk menjamin kelancaran produksi, ketepatan waktu penerimaan

bahan baku dan bahan pendukung lainnya oleh pihak produksi merupakan

faktor yang sangat penting. Tanpa perencanaan yang matang serta

pengendalian yang baik, resiko ketepatan waktu dalam pemasokan dan

penerimaan bahan baku dan bahan pendukung lainnya akan menjadi semakin

besar yang mengakibatkan kegiatan produksi jadi terhambat dan tidak mampu

untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan oleh konsumen di pasaran. Oleh

karena itu, diperlukan suatu sistem yang berfungsi untuk merencanakan

jadwal keperluan material yang dibutuhkan. System tersebut biasanya disebut

Material Requirement Plan atau disingkat dengan MRP atau yang lebih

dikenal dengan perencanaan kebutuhan material.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

Menurut Heizer, Render, dan Munson (2016 : 566) MRP ialah “ a

dependent demand technique that uses a bill-of-material, inventory,

expected receipts, and a master production schedule to determine material

requirements.”

2.6.2 Tujuan MRP

Menurut Herjanto (2008, 276-277) Sistem MRP dimaksudkan untuk

mencapai tujuan sebagai berikut :

1. Meminimalkan persediaan. MRP menentukan berapa banyak dan kapan

suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi

(master production schedule). Dnegna menggunakan metode ini

pengadaan (pembelian) atas komponen-komponen yang diperlukan untuk

suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja

sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan.

2. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman. MRP

mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik

dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang

produksi maupun pengadaan komponen, sehingga dapat memperkecil

resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat

mengakibakan terganggunya rencana produksi.

3. Komitmen yang realistis. Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan

dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehinggag komitmen terhadap

pengiriman barang dapat dilakukan secara lebih realistis. Hal ini

mendorong meningkatnya kepuasan dan kepercayaan konsumen.

4. Meningkatkan efisiensi. MRP juga mendorong peningkatan efisiensi

karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang

dapat direnacakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi.

Dengan menerapkan MRP , perusahaan bertujuan untuk

meningkatkan pengendalian atas persediaan dan memiliki perencanaan sistem

produksi yang lebih baik.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

2.6.3 Menginput Material Requirement Planning (MRP)

Menurut Herjanto (2008 : 277), komponen dasar MRP terdiri dari

jadwal induk produksi, daftar material dan data persediaan, yang dapat

digambarkan dalam suatu sistem MRP. Berdasarkan informasi dari jadwal

induk produksi dapat diketahui permintaan dari suatu produk akhir yang

selanjutnya dengan mengetahui komponen produk akhir itu, status

persediaan, waktu tenggang yang diperlukan untuk memesan barang atau

merakit komponen-komponen yang bersangkutan dapat disusun suatu

perencanaan kebutuhan dari komponen yang diperlukan.

1. Jadwal Induk Produksi

Tabel waktu yang menspesifikasikan apa yang akan dibuat dan kapan

waktu pembuatanya. (Heizer, Render, dan Munson, 2016 : 567)

2. Daftar Material

Daftar material atau biasa disebut Bill of Material merupakan daftar

jumlah komponen, komposisi, dan bahan yang diperlukan untuk membuat

sebuah produk (Heizer, Render, dan Munson, 2016 : 568). Daftar material

dibuat sebagai bagian dari proses desain dan kemudian digunakan untuk

menentukan barang apa yang harus dibeli dan barang apa yang harus

dibuat (Herjanto, 2008:279).

Jadi dapat disimpulkan bahwa daftar material adalah struktur bahan baku

yang diperlukan untuk membuat satu unit produk.

3. Data Persediaan

Menurut Herjanto (2008 : 280), sistem MRP harus memiliki dan menjaga

suatu data persediaan yang up-to-date untuk setiap komponen barang.

Data ini harus menyediakan informasi yang akurat tentang ketersediaan

komponen dan seluruh transaksi persediaan, baik yang sudah terjadi

maupun yang sedang direncanakan. Data itu mencakup nomor

identifikasi, jumlah barang yang terdapat di gudang, jumlah yang

dialokasikan, tingkat persediaan minimum, komponen yang sedang

dipesan dan waktu kedatangan, serta waktu tenggang bagi setiap

komponen

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

2.6.4 Proses Material Requirement Planning (MRP)

Di dalam jurnalnya, menurut Wahyuni dan Syaichu (2015 : 142),

proses Material Requirement Planning (MRP) dibagi menjadi 4 (empat)

bagian, yaitu:

1. Kebutuhan Bersih (Netting)

Merupakan proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan

bersih untuk setiap periode selama horison perencaan yang besarnya

merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan

(yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan).

2. Kuantitas Pemesanan (Lotting)

Merupakan penentuan ukuran lot (jumlah pesanan) yang menjamin bahwa

semua kebutuhan-kebutuhan akan dipenuhi, pesanan akan dijadwalkan

untuk penyelesaian pada awal periode dimana ada kebutuhan bersih yang

positif.

3. Rencana Pemesanan (Offsetting)

Merupakan salah satu langkah pada MRP untuk menentukan saat yang

tepat untuk rencana pemesanaan dalam memenuhi kebutuhan bersih.

Rencana pemesanan didapat dengan cara menggabungkan saat awal

tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya waktu ancang-

ancang. Waktu ancang-ancang ini sama dengan besarnya waktu saat

barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut siap untuk

dipakai.

4. Exploding

Merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat (level)

yang lebih bawah dalam suatu struktur produk, serta didasarkan atas

rencana pemesanan.

2.7 Lot Sizing

2.7.1 Definisi Lot Sizing

Menurut Russel dan Taylor (2010 : 689) lot sizing ialah “determining

the quantities in which items are usually made or purchased.” Dengan kata

lain lot sizing bertujuan untuk menentukan jumlah kapasitas lot yang akan

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

dipesan atau diproduksi. Ada banyak alternatif teknik yang dapat digunakan

untuk menghitung ukuran lot. Beberapa teknik yang ada diarahkan untuk

menyeimbangkan set-up cost dan holding cost.

2.7.2 Lot Sizing Model

Menurut Ullah dan Parveen (2010) lot sizing model terbagi menjadi 2

yaitu static dan dynamic. Static model merupakan sebuah model lot sizing

untuk permintaan yang bersifat konstan sedangkan dynamic model

merupakan sebuah model lot sizing untuk permintaan yang bersifat dinamis

dan bervariasi.

Nahmias dan Olsen (2015) mengatakan bahwa karakteristik dari

sebuah persediaan bergantung kepada pola permintaanya.

a. Constant versus Variable. Persediaan yang diketahui

permintaanya secara konstan ialah metode kontrol persediaan

paling sederhana. Apabila jenis permintaan bervariasi maka

disarankan untuk menggunakan aggregate ataupun material

requirement planning.

b. Known versus Random. Permintaan bisa dapat diketahui secara

espektasi namun masih memiliki sifat acak. Sinonim dari kata

acak disini ialah stochastic. Namun pada nyatanya, jenis

permintaan seperti ini lebih bersifat realistis dan kompleks dalam

segi perhitungan dibandingkan dengan permintaan yang bersifat

telah diketahui.

2.7.3 Lot Sizing Techniques

Menurut Eunike, Yuniarti, et al. (2018:126-133) teknik-teknik lot

sizing yang dapat digunakan dalam menentukan banyaknya lot setiap kali

pemesanan adalah sebagai berikut :

1. Lot for Lot (LfL) merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana yaitu

menetapkan besarnya lot pemesanan sama dengan besarnya net

requirement. Jadi metode ini bertujuan untuk meminimasi biaya

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

penyimpanan per unit sampai nol, karena ukuran lot disesuaikan dengan

kebutuhan.

a. Kelebihan = metode ini tidak ada persediaan sehingga tidak ada biaya

simpan

b. Kekurangan = apabila ada pesanan yang datang tiba-tiba, dan

melebihi jumlah demand yang diperkirakan, perusahaan akan

mengalami kesulitan dalam memenuhi demand tersebut.

2. Least Unit Cost (LUC) merupakan sebuah metode yang memilih biaya

unit terkecil selama periode berurutan.

Perhitungan untuk Least Unit Cost :

3. Silver Meal Heuristic (SM) merupakan metode untuk menentukan lot

sizing heuristic yang bersifat dinamik berdasarkan kondisi least period

cost sehingga dapat menentukan biaya persediaan rata-rata per periode

sehingga memberikan biaya dengan local optimum pada setiap pembelian

ulang material.

Perhitungan untuk Silver Meal Heuristic :

Dimana :

C = Biaya pesan setiap satu kali pesan

h = fraksi biaya penyimpanan setiap periode

P = biaya per unit produk atau material

Ph = biaya penyimpanan per periode

TRC(T) = total biaya yang relevan selama periode T

T = waktu pasokan dari pemesanan ulang bahan baku

setiap periode

Rk = tingkat permintaan pada periode k

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

Tujuan dari metode ini untuk memilih nilai T yang dapat digunakan

untuk meminimasi total biaya yang relevan dengan setiap periodenya.

4. Part Period Balancing (PPB) merupakan variasi dari LTC

dan pada metode ini dilakukan konversi ongkos pesan menjadi Equivalent

Part Period (EPP).

5. Menurut Herjanto (2008 : 292) metode lainya ialah Least

Total Cost (LTC) merupakan teknik dari Lot Sizing yang menghitung

jumlah pemesanan dengan membandingkan antara set-up cost dengan

carrying cost untuk lot sizing yang bervariasi dan memilih sebuah lot

yang memberikan atau mempunyai set-up cost dan carrying cost yang

hampir sama. Prosedur untuk menghitung LTC adalah dengan

membandingkan biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan untuk

beberapa periode. Pemilihan yang tepat adalah lot sizing yang memiliki

biaya pemesanan dan biaya simpan yang sama.

2.8 Probabilistic Models dan Safety Stock

Menurut Heizer, Render, dan Munson (2016 : 508) mengatakan bahwa

“probabilistic model is a statistical model applicable when product demand or any

other variable is not known but can be specified by means of probability

distribution.” Yang mana penggunaan probablistic model ini untuk menentukan

tingkat perhitungan safety stock ketika kondisi permintaan dinamis dan tidak

menentu. Hal ini peneliti gunakan guna mengukur safety stock pada CV. Tjokro

Bersaudara dikarenakan kondisi permintaan pada perusahaan yang dinamis.

2.8.1 Reorder Point

Didalam bukunya, Heizer, Render, dan Munson (2016 : 501)

menjelaskan bahwa reorder point ialah “inventory level (point) at which

action is taken to replenish the stocked item.” Pemesanan dilakukan bilamana

persediaan stock di dalam gudang telah mencapai titik perhitungan ROP

sehingga meminimalisir terjadinya stock out. Hal ini sangat berguna apabila

penggunaan inventory pada perusahaan sering berubah dalam waktu yang

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

relatif cepat, dengna adanya ROP membantu sistem perusahaan untuk

memonitor kondisi inventory perusahaan apabila akan kehabisan stock.

Penggunaan rumus perhitungan probabilistic model untuk

menghitung tingkat Reorder Point ialah sebagai berikut :

Keterangan :

d = Daily demand

L = Order lead time

2.8.2 Safety Stock

Menurut Heizer, Render, dan Munson (2016 : 508) menjelaskan

bahwa sebuah metode untuk mengurangi terjadinya stock outs adalah dengan

cara menyimpan ekstra unit di dalam inventory. Metode ini tak lain ialah

safety stock. Safety stock digunakan sebagai persediaan darurat apabila terjadi

sebuah lonjakan permintaan. Dengan adanya safety stock perusahaan tidak

perlu terlalu mengkhawatirkan permintaan konsumen yang tidak dapat di

penuhi. Pada probabilistic model, safety stock memiliki sifat yang lebih

fleksibel, yang mana perhitungan safety stock di dapatkan dari perhitungan

standar deviasi dari service level. Service level digunakan sebagai acuan dasar

perhitungan apabila perusahaan ingin memaksimalkan pemenuhan

permintaan konsumen. Berikut ialah rumus safety stock probabilistic model :

Keterangan :

Z = Number standard deviations

= Standard deviations of demand during lead time

2.9 Kerangka Penelitian

Menurut Sekaran di dalam bukunya Sugiyono (2017 : 60) mengemukakan

bahwa “Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang

penting.”

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

Gambar 2.1 Grafik Kerangka Penelitian

Sumber : Peneliti (2018)

CV. Tjokro Bersudara Tangerang

Penyesuaian pemesanan SUS316 dengan permintaan

SUS 316

Menunjuk metode pemecahan masalah (Dynamic Lot Sizing)

Perhitungan matematis holding cost

Perbandingan hasil perhitungan biaya

persediaan menggunakan metode lot sizingdengan strategi biaya persediaan

perusahaan

Menghitung peramalan periode 2016 - 2017

Menginput perhitungan metode lot sizing pada hasil

peramalan

Analisis perbandingan total biaya persediaan material

SUS316 untuk mendapatkan nilai efisiensi dan

menentukan titik safety stock dan reorder point

Kesimpulan dan saran

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORIlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/RS1_2018_1_319_Bab2.pdf · BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Menurut Rusdiana (2014 : 17)

Demi memberikan perhitungan Lot Sizing yang tepat maka di perlukan data

data perusahaan seperti halnya jumlah pemesanan, permintaa, biaya simpan dan

pemesanan serta lead time yang di butuhkan dalam melakukan pemesanan. Pertama

peneliti akan mengidentifikasi masalah dan melakukan pengumpulan data

pendukung dalam melakukan penelitian yang terdapat pada CV. Tjokro Bersaudara

yaitu permasalahan pengendalian bahan baku. Selanjutnya peneliti akan memasukan

data yang telah didapatkan kedalam perhitungan forecast untuk menghitung

permintaan pada CV. Tjokro Bersaudara yang nantinya setelah ramalan tersebut telah

di perhitungkan, maka penulis dapat memasukan teknik lot sizing ke dalamnya untuk

menentukan perhitungan biaya yang paling optimal untuk di terapkan pada

permasalahan CV. Tjokro Bersaudara. Tahap akhir yang penulis lakukan ialah

dengan membandingkan perhitungan metode lot sizing ini dengan strategi yang

digunakan oleh perusahaan dengan begitu peneliti dapat memberikan kesimpulan

serta masukan kepada CV. Tjokro Bersaudara terhadap permasalahan pengendalian

bahan baku.