Upload
nguyenkhanh
View
237
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
13
BAB II
KONSEP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Deskripsi Pustaka
1. Konsep Filsafat Pendidikan Islam
a. Pengertian Filsafat
Secara etimologis, kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafah,
dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy dan semuanya
berasal dari bahasa yunani philosophia. Kata philosophia terdiri dari kata
philain yang berarti cinta (love) dan Sophia yang berarti kebijaksanaan
(love of wisdom)dalam arti sedalam-dalamnya. Mengartikan Sophia
dengan pengetahuan (wisdom atau hikmah). Orang yang cinta
pengetahuan disebut philosophia atau failasuf dalam ucapan arabnya.
Sementara itu secara terminologi ada banyak pendapat tentang filsafat.
Pengertian filsafat dari segi istilah ini mengalami perkembangan dari
zaman ke zaman.1
Ketika ditanya apa itu filsafat, seorang mahasiswa menjawab
singkat: filsafat itu mencari kebenaran. Dengan cara berfikir dan bertanya
terus-menerus. Tentang segala hal: dari persoalan gajah sampai persoalan
semut, dari soal hokum dan politik hingga soal moral dan metafisika, dari
soal galaksi hingga bakteri.2 Pendapat yang lebih jelas lagi tentang filsafat
antara lain dikemukakan oleh Sidi Gazalba, Menurutnya, filsafat adalah
berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universal dalam rangka
mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.3
Selanjutnya, secara analitis operasional, pengertian filsafat dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Filsafat sebagai metode berfikir.
Sebagai metode berfikir, filsafat merupakan hasil dan perenungan
terhadap permasalahan hidup manusia. Dengan berfikir manusia
1 Adri Efferi, Filsafat Pendidikan islam, kudus, Nora Media Enterprise Hal 42 Adian Husaini, Filsafat Ilmu Perspektif barat dan Islam, Gema Insani, 2013 Hlm 133 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997, Hlm 3
14
menemukan tingkat dan jenis berfikir, antara lain: berfikir religious,
berfikir sosiologis, berfikir empiris, berfikir filosofis, dan berfikir
synopsis.
2. Filsafat adalah berfikir mendalam atau berfikir radikal
3. Filsafat sebagai sikap terhadap dunia dan hidup
4. Filsaft sebagai suatu rumpum problema
5. Filsafat adalah mempertanyakan permasalahan yang ada didunia ini
6. Filsafat sebagai sistem pemikiran. Sebagai sistem pemikiran filsafat
terbagi kedalam tga aspek, yaitu: logika, Erika, dan metafisika.
7. Filsafat sebagai aliran atau teori, sebagai aliran idealisme, realism, dan
sebagainya.
Filsafat merupakan sikap. Sebuah sikap hidup dan sikap terhadap
kehidupan. Dengan melakukan penyikapan terhadap hidup maka manusia
perlu mengetahui hakikat hidup ini. Pengetahuan tentang hidup ini menjadi
penerang jalan kehidupan. Setelah manusia memilki jalan kehidupan maka
manusia dapat mencapai tujuan hidupnya. Pengertian filsafat dari segi
istilah sangat beragam. Keragaman tersebut disebabkan oleh keragaman
pemikiran dan perbedaan sudut pandang ketika melihatsuatu objek filsafat.
Berkenaan dengan pengertian filsafat tersebut, bisa menggunakan dan
mencarikannya dengan pendekatan filosofis. Tentunya, jika hal itu yang
digunakan, maka sangat wajar pendefinisian tentang filsafat sangat
beragam dan bervariasi, baik dari segi makna maupun ruang lingkupnya.4
Berfilsafat berarti berfikir secara radikal, atau merenung secara
mendalam terhadap segala sesuatu secara metodik, sistematik, menyeluruh
atau universal untuk mencari hakikat sesuatu, "the most general
science….philosophy has been both the seeking of wisdom and the wisdom
tought…" (Dagobert D. Runner Dictionary of Philosophy). "Filsafat,
berarti ilmu yang paling umum…..yang mengandung usaha mencari
kebijaksanaan dan cinta kebijaksanaan". Para filosof Islam berusaha untuk
4 A. Heris Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, DIREKTORAT JENDERALPENDIDIKAN ISLAM DEPARTEMAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA, 2009, Hlm 4-5
15
mendapatkan suatu sandaran bagi pengertian tersebut dari sumber-sumber
agamanya. Dan untuk itu mereka antara lain mengemukakan ayat Al-
Qur'an surah Al-Baqarah ayat 269:
Artinya : Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalamtentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya.dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telahdianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yangberakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). (Q.S. Al-Baqarah ayat 269).5
Para filosof Islam mengemukakan perkataan "hikmah" untuk
"kebijaksanaan" atau "Sophia" diatas. Hikmah mengandung kematangan
wawasan, cakrawala pemikiran yang jauh, pemahaman yang mendalam,
yang tidak dapat dicapai pengamatan sepintas saja. Masih ada yang
menambahkan persyaratan lain dari hikmah, yaitu mengetahui pelaksanaan
pengetahuan dan dapat melaksanakannya.6
Berfilsafat adalah berfikir, namun tidak semua berfikir adalah
berfilsafat. Berfikir dalam arti berfilsafat adalah berfikir yang
konsepsional sehingga menyentuh esensi obyek yang dipikirkan. Ada
beberapa ciri berfikir secara kefilsafatan yakni sebagai berikut.
1. Radikal. Berfikir secara radikal adalah berfikir sampai ke akar-akarnya.
Berfikir sampai ke hakikatnya, esensi atau sampai substansiyang
dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnyaberusaha untuk
menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala
pengetahuan indra.
2. Universal (umum), berfikir sacara universal adalah berfikir tentang hal-
hal serta proses-proses yang bersifat umum. Filsafat bersangkutan dengan
pengalaman umum dari umat manusia (common experience of mankind)
5 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 16Muhammad As Said, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Mitra Pustaka, April 2011
hlm 1
16
dengan jalan penjajagan, filsafat berusaha untuk sampai pada kesimpulan-
kesimpulan yang universal.
3. Konseptual. Yang dimaksud dengan konsep disini adalah hasil
generalisasi dan abstraksi dai pengalaman tentang hal-hal serta proses-
proses individual.
4. Koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah
berfikir (logis). Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi. Baik
koheren maupun konsisten, keduanya dapat diartikan sebagai bagan
konseptual yang memuat pendapat-pendapat yang tidak saling
bertentangan di dalamnya.
5. Sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terdapat suatu masalah para
filsuf atau ahli filsafat memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari
proses berfikir yang disebut berfilsafat. Pendapat-pendapat yang
merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur
dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6. Komprehensif. Berfikir secara kefilsafatan beruaha untuk menjelaskan
alam semesta secara keseluruhan. Kalau suatu sistem filsafat harus bersifat
komprehensif, berarti sistem filsafat itu mencakup secara menyeluruh,
tidak ada sesuatupun yang berada diluarnya.
7. Bebas. Sampai batas-batas yang luas sehingga setiap filsafat boleh
dikatakan merupakan suatu hasil dari pemikiran yang bebas. Bebas dari
prasangka sosial, historis maupun kultural. Kebebasan berfikir itu adalah
kebebasan yang berdisiplin.
8. Bertanggung jawab. Seseorang yang berfilsafat adalah orang berfikir
sambil bertanggung jawab.
Demikian uraian ciri berfikir filsafat yang menjadi parameter
dalam menentukan proses berfikir seperti apa yang harus dilakukan sistem
filsafat dalam pengertian sebagai suatu cara berfikir. Filsafat tidak semata-
mata hanya proses berfikir saja, tetapi lebih dari itu, berfikir dengan
menggambarkan ciri-ciri tersebut. Manakala persoalan-persoalan yang
mendasar di gambarkan secara radikal, universal, konseptual, koheren dan
17
konsisten, serta sistematik, disitulah formulasi filsafat menepati posisinya.
Dalam tahap ini, filsafat diartikan sebagai suatu proses menggunakan suatu
cara dan metode berfikir tertentu yang sesuai dengan objeknya. Filsafat
dalam pengertian ini tidak lagi merupakan suatu kumpulan dogama yang
hanya diyakini, ditekuni, dan dipahami sebagai suatu aktifitas berfilsafat,
tetapi merupakan suatu proses dinamis dengan menggunakan cara berfikir
yang khas dan tersendiri.7
Dalam pengertian tradisional, filsafat dipandang sebagai suatu
bentuk ilmu pengetahuan, sebagai sebuah metode mencari kebenaran atau
mencari pengetahuan.8 Menurut Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan
Islam pada hakikatnya adalah konsep berfikir tentang kependidikan yang
bersumberkan atau berlandaskan ajaran-ajran agama Islam tentang hakikat
kemampuan manusia untuk dapat dibina dan dikembangkan serta
dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruh pribadinya dijiwai oleh
ajaran Islam.9
Istilah filsafat pendidikan Islam mengacu pada pengertian
pendidikan Islam secara filosofis, yang sampai ini istilah kejelasan
pendidikan Islam masih menjadi perdebatan dalam kosep dan realitanya.
Secara kelembagaan, khususnya negara Indonesia, realitas pendidikan
Islam kurang mempunyai tempat yang layak dimata pemerintah. Secara
sosial, lembaga pendidikan Islam juga kurang mendapat apresiasi yang
menggembirakan dikalangan masyarakat, yang secara kualitatif justru
mayoritas beragama Islam. fenomena ini tentu mengundang keprihatinan,
apa yang menjadikan lembaga pendidikan Islam kurang menjadi
pendidikan yang utama dikalangan masyarakat Indonesia? Jawaban dari
pertanyaan ini mengundang wacana epistemologis yang tiada henti.10
7 Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung, CV. Pustaka Setia, Cet 1, 2011 hlm31-328 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur'an, Jakarta,
PT.RINEKA CIPTA, Februari 1994, Hlm 299 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, Hlm 1310 Ahmad Ali Riyadi, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, TERAS Juli 2010, Hlm 1
18
Tema filsafat pendidikan Islam menjadi wacana yang belum juga
ada jawabannya, belum ada kata sepakat tentang pengertian konsep
pendidikan Islam, pada satu sisi. Sedangkan disisi lain masih ada
pandangan bahwa pendidikan agama, khususnya Islam, merupakan
wilayah individu yang tidak dapat masuk wilayah publik. Sehingga
pendidikan yang diartikan secara universal mengalami keterasingan untuk
dikaitkan dengan agama. Kesimpulannya, ada dua wilayah yang terpisah
antara keduanya, yakni wilayah individu dan wilayah umum, antar wilayah
teologi dan wilayah skuler, antara wilayah duniawi dan akhirat.11
Mengingat filsafat pendidikan Islam adalah falsafah tentang
pendidikan yang tidak dibatasi oleh lingkungan kelembagaan Islam saja
atau oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman keIslaman semata-mata,
melainkan menjangkau segala ilmu dan pengalaman yang luas, seluas
aspirasi masyarakat muslim, maka pandangan dasar yang dijadikan titik
toalk studinya adalah ilmu pengetahuan teoretis dan praktis dalam segala
bidang keilmuan yang berkaitan dengan maslah kependidikan yang ada
dan yang akan ada dalam masyarakat yang berkembang terus tanpa
mengalami kemandekan. Inilah salah satu cirri masyarakat modern
sekarang, dinamika (geraknya) terus melaju sesuai dengan tuntutan
kebutuhan hidupnya yang semakin meningkat.12
Salah satu tugas pokok dari Filsafat Pendidikan Islam adalah
memberikan arah dalam pencapaian tujuan pendidikan islam. Suatu tujuan
pendidikan yang hendak dicapai, harus direncanakan (diprogram) melalui
kurikulum pendidikan. Oleh karena itu kurikulum merupakan faktor yang
sangat penting dalam proses pendidikan maupun lembaga pendidikan
Islam. segla hal yang harus diketahui, diresapi atau dihayati oleh anak
didik harus diterapkan dalam kurikulum. Begitu juga segala hal yang harus
diajarkan oleh pendidik kepada anak didiknya. Dengan demikian,
kurikulum tergambar jelas secara berencana bagaimana dan apa saja yang
11 Ibid, Hlm 3-412 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2010, Hlm 28
19
harus terjadi dalam proses belajar mengajar yang dilakukan pendidik dan
anak didik.13
Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam adalah filsafat
pendidikan yang prinsip-prinsip dan dasarnya yang digunakan untuk
merumuskan berbagai konsep dan teori pendidikan Islam didasarkan pada
prinsip-prinsip ajaran Islam, filsafat pendidikan Islam berbeda dengan
filsafat pendidikan pada umumnya yang tidak memasukkan prinsip ajaran
tauhid, akhlak mulia, fitrah manusia sebagai makhluk yang bukan hanya
terdiri dari jasmani dan akal, melainkan juga spiritual, pandangan tentang
alam jagat raya sebagai tanda atau ayat Allah yang juga berjiwa dan
bertasbih kepada-Nya, pandangan tentang akhlak yang bukan hanya
didasarkan pada rasio dan tradisi yang berlaku dimasyarakat, melainkan
juga nilai-nilai yang mutlak benar dari Allah, serta berbagai pandangan
ajaran Islam lainnya.14
Secara makro, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan
Islam adalah yang tercakup dalam objek material filsafat, yaitu mencari
keterangan secara radikal mengenai Tuhan, manusia, dan alam yang tidak
bisa dijangkau oleh pengetahuan biasa. Sebagaimana filsafat, filsafat
pendidikan Islam juga mengkaji ketiga objek ini berdasarkan ketiga
cabangnya: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Secara mikro objek
kajian filsafat pendidikan Islam adalah hal-hal yang merupakan faktor atau
komponen dalam proses pelaksanaan pendidikan. Faktor atau komponen
pendidikan ini ada lima, yaitu tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik,
alat pendidikan (kurikulum, metode, dan evaluasi pendidikan), dan
lingkungan pendidikan. Untuk lebih memfokuskan pembahasan filsafat
pendidikan Islam yang sesuai dengan fokus penelitian ini, maka cukup
13 Abdul Ghofur, Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam Tentang Kurikulum, Jurnal At-Tarbawi, Kajian Pendidikan Islam, STAIN Surakarta. Vol.3. No.1. Mei-Oktober 2005 hlm 1
14 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta, Rajawali Pers, 2013,Hlm 38
20
disaj ikan ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan Islam secara
makro.15
b. Aliran Filsafat Pendidikan Ditinjau Dari Ontologi, Epistimologi,
Aksiologi
Ontologi berarti ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata dan
bagaimana keadaan yang sebenarnya, apakah hakikat dibalik alam nyata
ini. Ontologi menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata yang
sangat terbatas dari pancaindra kita. Bagaimana realita yang ada ini,
apakah materi saja, apakah wujud sesuatu ini bersifat tetap, kekal tanpa
perubahan, apakah realita berbentuk satu unsur (monoisme), dua unsur
(dualism), ataukah terdiri dari unsur yang banyak (pluralisme).
Epistemologi adalah pengetahuan yang berusaha menjawab
pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan
menangka pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan. Memuat
epistemologi, setiap pengetahuan manusia merupakan hasil dari
pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diketahui manusia.
Epistemologi mebahas sumber, proses, syarat, batas fasilitas dan hakikat
pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminanbagi guru bahwa
ia memberikan kebenaran kepada murid-muridnya.
Sedangkan aksiologi menyangkut nilai-nilai yang berupa
pertanyaan pakah yang baik atau bagus itu. Dalam definisi lain, aksiologi
merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua
nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Untuk selanjutnya, nilai-nilai
tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak.16
15 http://eprints.walisongo.ac.id/811/3/083111098_BAB2.pdf
16 Jalaludin, Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat, dan Pendidikan,Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, Cet 1, Juli 2011, hlm 77-78
21
c. Teori Kebenaran Menurut Pandangan Filsafat dalam Bidang
Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
1. Ontologi
Ontologi sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut
sebagai proto-filsafat atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan
yang bahasanya adalah hakikat sesuatu , keesaan, persekutuan, sebab dan
akibat, realita, prima atau Tuhan dengan segala sifatnya, malaikat, relasi
atau segala sesuatu yang ada dibumi dengan tenaga-tenaga yang ada
dilangit, wahyu, akhirat, dosa, neraka, pahala, dan surga.
Persoalan tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama
dibidang filsafat, baik filsafat kuno maupun filsafat modern. Ontologi
adalah teori dari cabang filsafat yang membahas tentang realitas. Realitas
ialah kenyataan yang selanjutnya menjurus pada suatu kebenaran.
Bedanya, realitas dalam ontologi ini melahirkan pertanyaan-pertanyaan:
apakah sesungguhnya hakikat realitas yang ada ini ? apakah realitas yang
tampak ini sesuatu realita materi saja ? adakah sesuatu dibalik realita itu ?
apakah realita ini terdiri dari satu unsur (monoisme), dua unsur (dualisme),
ataukah terdiri dari unsur yang banyak (pluralisme).
Didalam pendidikan, Pandangan ontologi secara praktis akan
menjadi masalah yang utama. Sebab anak bergaul dengan lingkungannya
dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Anak-anak,
baik di masyrakat maupun disekolah, selalu dihadapkan pada realita, objek
pengalaman, benda mati, benda hidup, dan sebagainya. Disini kewajiban
pendidik ialah membina daya piker yang tinggi dan kritis.
2. Epistemologi
Istilah epistemologi pertama kali dipakai oleh L.F. Ferier pada
abad ke-19 di Institut of Metafisics (1854). Dalam Encyclopedia of
Philosophy, epistemologi di definisikan sebagai cabang filsafat yang
bersangkutan dengan sifat dasar dari ruang lingkup pengetahuan
praanggapan dan dasar-dasarnya serta realitas umum dari tuntutan
pengetahuan sebenarnya. Epistemologi ini adalah nama lain dari logika
22
materiil atau logika mayor yang membahas dari isi pikiran manusia, yakni
pengetahuan. Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan, bagaimana
kita mengetahui benda-benda. Untuk lebih jelasnya, ada beberapa contoh
pertanyaan yang menggunakan kata "tahu" dan mengandung pengertian
yang berbeda-beda, baik sumbernya maupun validitasnya.
3. Aksiologi
Akhlak adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value).
Menurut Brameld, ada tiga bagian yang membedakan didalam aksiologi.
Pertama, moral conduct, tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin
khusus yaitu etika. Kedua, esthetic expression, ekspresi keindahan yang
melahirkan estetika. Ketiga, socio-political life, kehidupan sosio-politik.
Bidang ini melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.
Nilai dan implikasi aksiologi didalam pendidikan ialah pendidikan
menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut di dalam kehidupan
manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak. Karena untuk
mengatakan sesuatu bernilai baik itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi
menilai secara mendalam dalam arti untuk membina kepribadian ideal.17
d. Pengertian Pendidikan Islam
Rangkaian kata "pendidikan Islam" bisa dipahami dalam arti
berbeda-beda, antara lain: istilah pertama, pendidikan (menurut) Islam,
berdasarkan sudut pandang bahwa Islam adalah ajaran tentang nilai-nilai
dan norma-norma kehidupan yang ideal, yang bersumber dari al-Qur'an
dan as-Sunnah. Istilah kedua, pendidikan (dalam) islam, berdasar atas
perspektif bahwa Islam adalah ajaran-ajaran, sistem budaya dan peradaban
yang tumbuh dan berkembang sepanjang perjalanan sejarah umat Islam
"proses dan praktik penyelenggaraan pendidikan dikalangan umat islam".
sedangkan istilah ketiga, pendidikan (dalam) Islam, pendidikan agama
Islam dalam hal ini bisa dipahami sebagai "proses dan upaya serta cara dan
transformasi ajaran-ajaran islam tersebut, agar menjadi rujukan dan
17 Ibid, hlm 123-126
23
pandangan hidup bagi umat Islam". dengan demikian, pendidikan (agama)
Islam lebih menekankan pada teori pendidikan Islam.18
Pendidikan Islam adalah pendidikan Islami, pendidikan yang
mempunyai karakteristik dan sifat keislaman, yakni pendidikan yang
didirikan dan dikembangkan diatas dasar ajaran Islam. hal ini member arti
yang signifikan, bahwa seluruh pemikiran dan aktifitas pendidikan Islam
tidak mungkin lepas dari ketentuan bahwa semua pengembangan dan
aktifitas kependidikan Islam haruslah benar-benar merupakan realisasi
atau pengembangan dari ajaran Islam itu sendiri.19
Dengan demikian pengertian pendidikan Islam adalah suatu sistem
kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan
oleh hamba Allah, sebagaiman Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh
aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.20 Pendidikan
Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar
mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah
(kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya.21 Di dalam khazanah pemikiran
pendidikan Islam, terutama karya-karya ilmiah berbahasa arab, terdapat
berbagai istilah yang dipergunakan oleh ulama dan tokoh-tokoh
pendidikan islam dalam memberikan pengertian tentang pendidikan islam
dan sekaligus diterapkan dalam konteks yang berbeda-beda. Tanpa
mengurangi penghormatan terhadap orang yang berpendapat lain, kiranya
kata at-tarbiyah itu lebih tepat untuk diterapkan dalam pengertian
"pendidikan". Karena dalam istilah at-tarbiyah tercakup didalamnya
segala kegiatan yang berupa menumbuhkan, mengembangkan,
memperbaiki, mengurus, memimpin, mengawasi serta menjaga anak didik,
yang semua kegiatan itu memang tercakup dalam pengertian "pendidikan"
18 Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, Semarang, PT.Pustaka Rizki Putra, Mei 2008 Hal 7-8
19Muhammad As Said, Op.Cit. hlm 1020 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, Bumi Aksara 1994 Hlm 821 Ibid, Hlm 22
24
dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian maka istilah "pendidikan
islam" dalam bahasa arabnya bisa dipakai istilah at-tarbiyah al-
islamiyah.22
Sementara itu pendapat lain dari Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-
Attas mengemukakan bahwa al-ta’dib adalah yang paling tepat untuk
diidentikkan dengan pendidikan. Addaba berarti mendidik. al-Ta’dib
berarti pendidikan. al-Ta’dib, menurutnya adalah penyemaian adab dalam
diri seseorang. Argumentasi Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-Attas
dalam hal ini adalah bahwa al-Qur’an menegaskan bahwa contoh ideal
bagi orang yang beradab adalah Nabi Muhammad, yang oleh mayoritas
kalangan akademik muslim disebut sebagai manusia sempurna atau
manusia universal. Oleh karena itu,pendidikan Islam harus merefleksikan
manusia sempurna dan manusia universal.23
Dan menurut Zakiyah Darajat, pendidikan Islam didefinisikan
dengan suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar
senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu
menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta
menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.24
Ilmu pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses
kependidikan yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran Islam
berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dengan
redaksi yang agak singkat, ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan
yang berdasarkan Islam. Islam berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan
manusia, ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan besumber pada Al-Qur'an
dan Hadits serta akal. Kata "Islam" dalam "pendidikan Islam"
menunjukkan warna pendidikan tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna
Islam, pendidikan yang Islami, yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam.
22 Ahmad Falah, Aspek-Aspek Pendiddikan Islam, Yogyakarta, Idea Press 201023 http://jurnal.stainponorogo.ac.id/index.php/tahrir/article/download/34/36/pdf
24 Dakir dan Sardimi, Op.Cit, 34
25
pembahasan ini tentulah agak berbau filsafat suatu hal yang sulit
dihindari.25
Bila pendidikan Islam telah menjadi ilmu yang ilmiah dan amaliah,
maka ia akan dapat berfungsi sebagai sarana pembudayaan manusia yang
bernafaskan Islam yang lebih efektif dan efisien. Kita mengetahui dan
mengakui bahwa sejak Islam diartikulasikan melalui dakwahnya dalam
masyarakat yang beraneka ragam kultur dan struktur. Selama itu pula jasa-
jasanya telah tampak mewarnai sikap dan kepribadian manusia yang
tersentuh oleh dampak-dampak positif dari proses keberlangsungannya.
Pendidikan Islam seperti yang dikehendaki umat Islam, harus mengubah
strategi dan taktik operasional. Strategi dan taktik itu tak pelak lagi
menuntut perombakan model-model sampai dengan institut-institutnya
sehingga lebih efektif dan efisien. Dalam artian pedagogis, sosiologis, dan
kultural.26
Pendidikan Islam masa kini dihadapkan kepada tantangan yang
jauh lebih berat dari tantangan yang dihadapi pada masa permulaan
penyebaran Islam. tantangan tersebut berupa timbulnya aspirasi dan
idealitas umat manusia yang serba multiinteres yang berdimensi nilai
ganda dengan tuntunan hidup yang multikompleks pula.27
Pendidikan Islam itu merupakan satu proses yang tidak hanya
menyangkut transfer ilmu, akan tetapi bagaimana menjadikan manusia
makhluk berakhlak dengan akhlak yang baik serta dari hasil pendidikan itu
dapat membantu kehidupan diri dan kemasyarakatannya dengan
berlandasan ajaran Islam.28
25 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya,1994, cet.II. hlm 12
26 Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Bumi Aksara 2003,Hlm 4-5
27 Ibid, hlm 728 Zulkarnain Yani, Perkembangan Pemikiran Pendidikan Islam: Pada Era Global dan
Modern (Naquib Al-Attas dan Hasan Langgulung) Jurnal Penelitian Agam dan Masyrakat,Pendidikan Agama di Era Reformasi. Jakarta, Penamas 2008, Hlm 248
26
Istilah pendidikan Islam dalam pandangan Hasan Langgulung
digunakan sekurang-kurangnya untuk depalan pengertian dan dalam
konteks yang berbeda yaitu:
1. Pendidikan Keagamaan (al-Tarbiyah al-Diny)
2. Pengajaran Agama (al-Ta'lim al-din)
3. Pengajaran Keagamaan (al-Ta'lim al-Diny)
4. Pendidikan Keislaman (al-Ta'lim al-Islami)
5. Pendidikan dalam Islam (al-Tarbiyah fi al-Islam)
6. Pendidikan dikalangan orang Islam (al-Tarbiyah Inda al-Muslimin)
7. Pendidikan orang-orang Islam (Tarbiyah al-Muslimin)
8. Pendidikan Islam (al-Tarbiyah al-Islamiyah).29
Diantara kata-kata yang sering didengar dan diulang-ulangi oleh
orang-orang pendidikan, kadang-kadang karena kejahilan, kadang-kadang
karena meniru orang barat, dan kadang-kadang karena maksud jahat untuk
memburuk-burukan Islam, adalah bahwa tidak ada teori pendidikan
Islamdan tidak ada pemikiran pendidikan Islam. tidak mungkin
dibayangkan ada pendidikan Islam, sistem pendidikan yang mempunyai
ciri-ciri, filsafat dan tujuan-tujuannya, yang mencerminkan ideologi
kehidupan dalam masyarakat Islam tanpa adanya teori pendidikan Islam,
atau pemikiran pendidikan Islam. kejahilan terhadap pendidikan Islam,
pemikiran pendidikan Islam, dan filosof-filosof pendidikan Islam tidaklah
mengurangi derajat Islam dan pendidikan Islam, hanyalah menurunkan
derajat orang-orang yang tidak mengetahuinya. Seharusnya mereka
mengetahuinya dengan sempurna sebagai orang-orang Islam.30 nilai
pemikiran pendidikan Islam terdapat dalam sebuah Hadits Rasulullah
SAW yang bermakna :
" aku telah meninggalkan bagimu sesuatu yang jika kamuperpegangi dengan teguh niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya,yaitu Kitab Allah dan Sunnahku"
29 Zulkarnain Yani, Op.Cit, hlm 257-25830 Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Pustaka Al-Husna Baru
2003, Hlm 115
27
ini sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW di berbagai keadaan.
Artinya: 21. Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suriteladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(Q.S.Al-Ahzab:21)31
Artinya : 80. Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telahmentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), MakaKami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.(Q.S. An-Nisaa' :80)32
Jadi berpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunnah itulah yang
memlihara masyarakat Islam pada zaman kuatnya dari diresapi oleh
faktor-faktor yang melemahkan.33
Apabila kita memperhatikan ayat-ayat yang pertama kali
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, maka nyatalah bahwa
Allah telah menekankan perlunya orang belajar baca tulis dan belajar ilmu
pengetahuan.
Firman Allah dalam Surat Al-‘Alaq ayat 1-5 :
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telahmenciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah Tuhanmu yang MahaPemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Diamengajarkan kepada apa yang tidak ketahui. (QS. Al-‘Alaq : 1-5)34
31 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 41832 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 7733 Hasan Langgulung, Op.Cit, Hlm 12634 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 597
28
Dari ayat-ayat tersebut, jelaslah bahwa agama Islam mendorong
umatnya agar menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis
dan diteruskan dengan berbagai macam ilmu pengetahuan. Islam
disamping menekankan kepada umatnya untuk belajar juga menyuruh
umatnya untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain, jadi Islam
mewajibkan umatnya belajar dan mengajar. Melakukan proses belajar dan
mengajar adalah bersifat manusiawi, yaitu sesuai dengan harkat
kemanusiaannya, sebagai makhluk homo educandus, dalam arti manusia
itu sebagai makhluk yang dapat dididik dan dapat mendidik. Banyak ayat
Al-Qur'an dan Hadits yang menjelaskan hal tersebut antara lain.35
Surah Al-Taubah ayat 122
.
Artinya : 122. tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (kemedan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antaramereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentangagama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila merekatelah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(Q.S.Al-Taubah 122)36
Surah Al-Maidah ayat 67
Artinya : 67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dariTuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamudari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjukkepada orang-orang yang kafir.(Q.S. Al-Maidah ayat 67)Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammads.a.w.
35 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, 1991, Hlm 98-9936 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 187
29
Surah Az-Zumar ayat 9
Artinya : 9. (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung)ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud danberdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmatTuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahuidengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yangberakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. Az-Zumar ayat 9)37
Sabda Nabi
Artinya : Menuntut ilmu pengetahuan itu adalah kewajiban bagi setiap,uslim pria dan wanita (H.R. Ibnu Abdil Bar)
Pendidikan merupakan disiplin ilmu yang di dalamnya
mengandung berbagai dimensi. Seperti dimensi manusia sebagai subyek
atau pelaku pendidikan (baik berstatus sebagai pendidik atau peserta
didik), maupun dimensi landasan, tujuan, materi atau kurikulum,
metodologi, dan dimensi institusi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dimensi dimensi tersebut merupakan faktor penting yang mendukung
keberhasilan pelaksanaan proses kegiatan pendidikan, dan masing-masing
dimensi ini memiliki paradigma fungsional sendiri-sendiri dan saling
terkait untuk bersinergi dalam sebuah sistem pendidikan.
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
hidup dan kehidupan manusia. John Dewey dalam Jalaludin menyatakan,
bahwa: Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai
bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan
serta membentuk disiplin ilmu. Pernyataan ini setidaknya mengisyaratkan
bahwa bagaimanapun sederhananya suatu komunitas manusia,
memerlukan adanya pendidikan. Maka dalam pengertian umum,
kehidupan dari komunitas tersebut akan ditentukan aktivitas pendidikan di
37 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 458
30
dalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan
hidup manusia. Pendidikan merupakan bagian vital dalam kehidupan
manusia, karena pendidikan Islam berorientasi dalam memberikan bekal
kepada manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Oleh karena itu, pendidikan menjadi perhatian utama dalam rangka
memajukan generasi sejalan dengan tuntutan masyarakat. Semestinya
pendidikan Islam selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam
rangka merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal,
agar manusia tidak hanya menginginkan kebahagiaan hidup setelah mati
(eskatologis), namun kebahagiaan di duniapun bisa diraihnya, Pada
kehidupan masyarakat yang semakin berbudaya dengan tuntutan hidup
yang makin tinggi, pendidikan ditujukan bukan hanya pada pembinaan
keterampilan, melainkan kepada pengembangan kemampuan-kemampuan
teoretis dan praktis berdasarkan konsep-konsep berpikir ilmiah. Dalam
perkembangannya, pendidikan Islam telah melahirkan dua pola pemikiran
yang kontradiktif. Keduanya mengambil bentuk yang berbeda, baik pada
aspek materi, sistem pendekatan, atau dalam bentuk kelembagaan
sekalipun, sebagai akumulasi dari respon dari sejarah pemikiran manusia
dari masa ke masa terhadap adanya kebutuhan akan pendidikan. Dua
model bentuk yang dimaksud adalah pendidikan Islam yang bercorak
tradisionalis dan pendidikan Islam yang bercorak modernis. Pendidikan
Islam yang bercorak tradisionalis dalam perkembangannya lebih
menekankan pada aspek doktriner normatif yang cenderung eksklusif-
literalis, apologetis. Sementara pendidikan Islam modernis, lama-kelamaan
ditengarai mulai kehilangan ruh-ruh mendasarnya.38
Secara teori, pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu merupakan
konsep pendidikan yang mengandung berbagai teori yang dapat
dikembangkan dari hipotesa-hipotesa yang bersumber dari Al-Qur'an dan
Hadits baik dari segi sistem, proses, dan produk yang diharapkan mampu
38http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24620/1/IZZAH%20FAUZIAH-FITK.pdf
31
membudayakan umat manusia agar bahagia dan sejahtera dalam hidupnya.
Dari segi teori, pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang
proses kependidikan yang bersifat progresif menuju kearah kemampuan
optimal anak didik yang berlangsung diatas landasan nilai-nilai ajaran
Islam.39
Para ahli pendidikan Islam biasanya telah menyoroti istilah-istilah
tersebut yaitu istilah At-Ta'diib, At-Ta'liim dan At-Tarbiyah dari aspek
perbedaan antara pendidikan dan pengajaran. Muhammad Athiyah Al-
Abrasyi dan Muhammad Yunus menyatakan bahwa istilah Tarbiyah dan
Ta'lim dari segi makna istilah maupun aplikasinya memiliki perbedaan
mendasar, mengingat dari segi makna istilah Tarbiyah berarti mendidik,
sementara Ta'lim berarti mengajar, dua istilah tersebut secara subtansial
tidak bisa disamakan. Imam Baidawi mengatakan bahwa istilah pendidik
(Tarbiyah) lebih cocok untuk digunakan dalam pendidikan Islam.
sedangkan DR. Abdul Fattah Jalal dari hasil kajiannya berkesimpulan
bahwa istilah pengajaran (Ta'lim) lebih luas jangkauannya dan lebih umum
sifatnya dari pada pendidikan. Kajian lainnya berusaha membandingkan
dua istilah diatas dengan istilah Ta'dib, sebagaiman dikatakan oleh Sayyid
Muhammad Al-Naquib Al-Attas bahwa dari hasil kajiannya ditemukan
bahwa istilah Ta'dib lebih tepat untuk digunakan dalam konteks
pendidikan Islam, dan kurang setuju terhadap penggunaan istilah Tarbiyah
dan Ta'lim.40
Pada hakikatnya pendidikan Islam adalah suatu proses yang
berlangsung secara kontiniu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini,
maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah
pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep
ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada
39 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta, Ciputat Pers,Juli 2002, Hlm 9-10
40 Dakir dan Sardimi, Op.Cit, Hlm 35-36
32
peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis
mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya.41
e. Dasar pendidikan Islam
Meletakkan pola dasar pendidikan Islam berarti harus meletakkan
nilai-nilai dasar agama yang memberikan ruang lingkup berkembangnya
proses kependidikan Islam dalam rangka mencapai tujuan. Untuk tujuan
itu, harus memahami falsafah pendidikan Islam, karena ia menjadi
dasarnya dan sekaligus mengarahkan tujuan. Oleh karena menyangkut
permasalahan falsafah maka dalam pola dasar pendidikan Islam itu
mengandung pandangan Islam tentang prinsip-prinsip kehidupan alam
raya, prinsip-prinsip kehidupan manusia sebagai pribadi, dan prinsip-
prinsip kehidupannya sebgai makhluk sosial. Ketiga prinsip tersebut akan
melibatkan pembahasan secara mendalam menurut istilah teknis filosofis
berturut-turut sebagai berikut :
Ontologi : yang membahas tentang asal-usul kejadian alam nyata dan
dibalik alam nyata.
Epistemologi : yang membahas tentang kemungkinan manusia mengetahui
gejala alam.
Aksiologi : yang membahas tentang sistem nilai-nilai dan teori nilai atau
yang disebut etika.42
Agar pendidikan dapat melaksanakan fungsinya sebagai agent of
culture dan bermanfaat bagi amnesia, maka perlu acuan pokok yang
mendasarinya. Karena pendidikan merupakan bagian terpenting dari
kehidupan manusia, yang secara kodrati adalah insan pedagogik, maka
acuan yang menjadi dasar pendidikan adalah nilai yang tertinggi dari
pandangan hidup suatu masyarakat dimana pendidikan itu dilaksanakan.43
41 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,Jakarta, Ciputat Pers Juli 2002 hlm 32
42 M. Arifin, Op.Cit. Hlm 3743 Ahmad Tantowi, Op.Cit. hlm 14
33
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan
kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar
yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberikan arah
bagi pelaksanaan pendidikan yang telah deprogramkan. Dalam konteks ini,
dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber
nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik kea
rah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari
pendidikan Islam adalah al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah (Hadits).
Menetapkan al-Qur'an dan Hadits sebagai dasar pendidikan Islam
bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada
keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam
kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat
dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Sebagai
pedoman, al-Qur'an tidak ada keraguan padanya. Ia tetap terpelihara
kesucian dan kebenarannya. Baik dalam pembinaan aspek kehidupan
spiritual maupun aspek sosial budaya dan pendidikan. Demikian pula
dengan kebenaran Hadits sebagai dasar kedua bagi pendidikan Islam.
secara umum, Hadits dipahami sebagai segala sesuatu yang didasarkan
kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, serta ketetapannya.
Keperibadian Rasul sebagai uswat al-hasanah yaitu contoh tauladan yang
baik. Oleh karena itu, perilakunya senantiasa terpelihara dan dikontrol oleh
Allah SWT. Dalam pendidikan Islam, sunnah Rasul mempunyai dua
fungsi, yaitu : (1). Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat
dalam al-Qur'an dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya.
(2). Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah bersama
sahabat, pelakunya terdapat anak-anak, dan pendidikan keimanan yang
pernah dilakukannya.44
44 Samsul Nizar, Op.Cit. hlm 34-35
34
f. Tujuan Pendidikan Islam
Melihat posisi sentral manusia dalam proses pendidikan yang
melibatkan potensi fitrah, cita rasa ketuhanan dan hakikat serta wujud
manusia menurut pandangan Islam, maka tujuan pendidikan Islam adalah
untuk aktualisasi dari potensi-potensi kemanusiaan tersebut. Karena
potensi yang ada merupakan nilai-nilai ideal yang dalam wujud
implementasinya akan membentuk pribadi manusia secara utuh, sempurna
dan mandiri. Bahkan tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah untuk
perwujudan penyerahan mitlak kepada Allah, pada tingkat individual,
masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.45
Secara etimologi, "tujuan" adalah arah, maksud atau haluan. Dalam
bahasa Arab "tujuan" diistilahkan dengan "Ghayat, Ahdaf, atau
Maqashid". Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan "goal,
purpose, objectives, atau aim". Secara termonologi, "tujuan" berarti
"Sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan
selesai".46
Adapun tujuan pendidikan adalah untuk membentuk pribadi
muslim yang berakhlak mulia (al-khuluq al-syarif), yaitu pribadi yang
mulia secara subtansial dan esensial, bukan kemuliaan yang temporal dan
eksidental serta mewujudkan pribadi yang baik, sempurna dan bahagia.47
Dalam kehidupan sehari-hari, indikator tercapainya tujuan
pendidikan Islam adalah mencetak anak didik yang mampu bergaul
dengan sesama manusia dengan baik dan benar serta mengamalkan amar
ma'ruf nahi mungkar kepada sesama manusia. Anak didik yang telah
dibina dan digembleng oleh pola pendidikan Islam adalah anak didik yang
sukses dalm kehidupan karena ia memilki kemampuan dan kemauan yang
kuat untuk menjalani kehidupan berbekal ilmu-ilmu keislaman yang di
ridhai Allah dan Rasul-Nya. Pendidikan Islam bertujuan membangun
45 Dakir dan Sardimi, Op.Cit, 5446 Armai Arief, Op.Cit. Hlm 1547 Muhammad Zaini, Wacana Pendidikan Islam Jurnal Ilmiah Tarbiyah Refleksi
Pemikiran Pendidikan Islam, STAIN Tulungagung, November 2001, Hlm 145
35
karakter anak didik yang kuat menghadapi berbagai cobaan dalam
kehidupan dan telaten, sabar, serta cerdas dalam memecahkan masalah
yang dihadapi. Allah berfirman dalam Surah Al-Mujadilah:11
Artinya : 11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakankepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlahniscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikanorang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmupengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yangkamu kerjakan.(Q.S. Al-Mujadilah:11)48
Dari ayat diatas, dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan
kepada umat Islam untuk membangun atau memiliki lembaga pendidikan
agar generasi mendatang kaum muslimin memilki kecerdasan yang
mumpuni, mentalitas yang kuat dan keshalehan individual dan sosial yang
fumdamental. 49
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan keperibadian manusia (peserta didik), secara menyeluruh dan
seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual),
diri manusia yang rasional: perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan
hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik,
aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara
individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut
berkembang kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir
48 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 54249 Beni Ahmad Saebani, Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung:Pustaka
Setia, 2009, Hlm 147-148
36
pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna
kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh manusia.50
Menurut Ahmad D. Marimba yang dikutip Dakir dan Sardimi
memberikan merumuskan mengenai fungsi tujuan pendidikan Islamyang
harus mengenai empat macam yaitu:
1. Mengakhiri usaha
2. Mengarahkan usaha
3. Merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, baik
tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan utama
4. Memberikan nilai(sifat) pada usaha-usaha itu.51
Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada : tujuan
umum, tujuan sementara, tujuan akhir, tujuan operasional. Tujuan umum
adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik
dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan
yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu
yang direncanakan dalamsebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan
yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna
(insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara Tujuan
operasional adalah tujuan praktis yag akan dicapai dengan sejumlah
kegiatan pendidikan tertentu.52
Secara normatif tujuan yang ingin dicapai pendidikan Islam melipti
tiga dimensi, pertama, dimensi spiritual, yaitu iman, taqwa, dan akhlak
mulia. (yang tercermin dalam ibadah dan mu'amalah). Dimensi spiritual ini
tersimpul dalam satu kata yaitu akhlak mulia, yang menurut Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi sebagai tujuan utama pendidikan Islam. Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi menyebutkan bahwa ulama-ulama dan sarjana-sarjana
Muslim (terdahulu) dengan penuh perhatian telah berusaha menanamkan
akhlak mulia kepada peserta didik, membiasakan mereka berpegang
ke[ada moral yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela. Berfikir
50 Samsul Nizar. Op.Cit. Hlm 37-3851 Dakir dan Sardimi, Op.Cit, Hlm 5552 Armai Arief, Op.Cit, Hlm 18-19
37
secara rohaniah dan imsaniah, serta menggunakan waktu untuk belajar
ilmu-ilmu duniawi dan ilmu-ilmu keagamaan, tanpa melirik pada
keuntungan materiil.53
Pendidikan merupakan usaha dan kegiatan yang sarat dengan
tujuan. Kedudukan tujuan dalam pendidikan cukup strategis, karena selain
memberikan panduan tentang karakteristik manusia yang ingin dihasilkan
oleh pendidikan tersebut, sekaligus pula menentukan arah dan langkah-
langkah dalam melakukan seluruh kegiatan dan proses penyelenggaraan
pendidikan. Oleh karena itulah berbagai pembahasan dan penelusuran
terhadap suatu sistem pendidikan seringkali mengalami kegagalan
disebabkan mengabaikan kajian terhadap konsep-konsep tujuan
pendidikan yang dicanangkannya, hal itu berarti bahwa untuk memahami
konsep-konsep pendidikan Islam, tentulah diperlukan pemahaman yang
memadai tentang tujuan pendidikan Islam.54
Tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah suatu upaya untuk dapat
merealisasikan identitas Islam, yaitu menyangkut nilai perilaku manusia
yang didasari oleh iman dan taqwa kepada Allah SWT sebagai sumber
kekuasaan mutlak yang harus ditaati. Kongres Pendidikan Islam sedunia di
Islamamad Tahun 1980 merumuskan tujuan pendidikan Islam adalah :
merealisasikan cita-cita (idealisme) Islami yang mencakup pengembangan
kepribadian muslim yang bersifat menyeluruh secara harmonis,
berdasarkan potensi psikologis dan fisiologis (jasmaniah) manusia yang
mengacu pada keimanan dan sekaligus ilmu pengetahuan secara
berkeseimbangan, sehingga terbentuklah manusia muslim paripurna yang
berjiwa tawakal (menyerahkan diri) secara total kepada Allah SWT.55
53 M.Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang,1993, 19970 hlm 10-11
54 Ahmad Falah. Op.Cit bab 355 http://www.lib.uin-malang.ac.id/files/thesis/fullchapter/06110112.pdf
38
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku,hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semestaalam.(Al- An’am: 162).56
Tujuan pendidikan Islam dapat diklarifikasikan kepada tiga yaitu:
1. Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu
pengetahuan itu sendiri sebagai wujud ibadah kepada Allah
2. Tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan Akhlaq al-
karimah
3. Tujuan pendidikan Islam adalah mengantarkan peserta didik mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dengan ketiga tujuan ini diharapkan pendidikan yang diprogramkan akan
mampu mengantarkan peserta didik pada kedekatan diri kepada Allah.57
Ada dua sarana pokok untuk mencapai tujuan pendidikan:
Pertama, bidang pengetahuan yang harus menjadi bekal para murid.
Dengan kata lain materi pendidikan yang harus dipelajari murid. Kedua,
cara terbaik untuk menyajikan pengetahuan dan bahasan pengajaran dari
suatu materi pendidikan, hingga terpenuhilah apa yang di inginkan dan
bisa mengambil manfaat dari materi itu. Dengan demikian murid dapat
mencapai tujuan yang di inginkan dari pendidikan dan pengajarannya. Al-
Ghazali merumuskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidup
dan nilai-nilai yang mendasarinya. Atau singkatnya sesuai dengan
filsafatnya.58
Menurut Ibn Khaldun ada tiga tingkat tujuan pendidikan Islam
yaitu:
1. Pengembangan kemahiran dalam bidang tertentu, orang awan bisa
memiliki pemahaman yang sama tentang suatu persoalan dengan
seorang ilmuan, akan tetapi, potensi al-makalah atau Skill tidak bisa
dimiiki oleh stiap orang, kecuali setelah ia benar-benar memahami dan
56 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 128
57 Samsul Nizar. Op.Cit. hlm 8758 Fathiyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan Al-Ghazali, Jakarta P3M, April 1986,
hlm 16
39
mendalami satu disiplin tertentu, semenatara itu sampai pada tahap ini,
diperlukan pendidikan yang sistematis dan mendalam
2. Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman,
dalam hal ini pendidikan hendaknya ditujukan untuk memperoleh
keterampilan yang tinggi pada profesi tertentu.
3. Pembinaan pemikiran yang baik. Kemampuan berpikir merupakan
garis pembeda antara manusia dan binatang. Oleh karena itu
pendidikan hendaknya diformat dan dilaksanakan dengan terlebih
dahulu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan potensi
psikologis peserta didik.59
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia
dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang
selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang
berbahagia di dunia dan akhirat (lihat S. Al-Dzariat:56; S. ali Imran:
Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.(Al-Dzariyat:56)60
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam Keadaan beragama Islam (Al-Imron:102)61
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam apada hakikatnya adalah
realisasi dari cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi bagi
kesejahteraan umat manusia di dunia dan akhirat. Rumusan-rumusan
tujuan akhir pendidikan Islam telah disusun oleh para ulama dan ahli
59 Samsul Nizar. Op.Cit. hlm hlm 93-9460 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 59961 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 50
40
pendidikan Islam dari semua golongan dan madzab dalam Islam, misalnya
sebagai berikut:
Rumusan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan Islam
mempunyai tujuan yang luas dan dalam. Seluas dan sedalam kebutuhan
hidup manusia sebagai makhluk individual dan sebagai makhluk sosial
yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agamanya. Oleh karena itu, pendidikan
Islam bertujuan untuk menumbuhkan pola kepribadian manusia yang bulat
melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan, dan indra.
Pendidikan harus melayani pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya,
baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, maupun
bahasanya (secara perorangan maupun secara kelompok). Pendidikan
tersebut harus mendorong semua aspek ke arah keutamaan serta
pencapaian kesempurnaan hidup. Tujuan akhir dari pendidikan Islam itu
terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah,
baik secara perorangan, masyarakat, maupun sebagai umat manusia secara
keseluruhan.62
Tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia
dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang
selalu bertakwa kepadaNya, dan dapat mencapai kehidupan yang
berbahagia di dunia dan akhirat.
Artinya : dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supayamereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S. Al-Dzariat:56).63
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allahsebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu matimelainkan dalam Keadaan beragama Islam.. (Q.S. S. ali Imran: 102)64
62 M. Arifin, Op.Cit, Hlm 2863 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 59964 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 50
41
Dalam konteks sosiologi pribadi yang bertakwa menjadi rahmatan
lil ‘alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia
dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir
pendidikan Islam. Tujuan khusus yang lebih spesifik menjelaskan apa
yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Sifatnya lebih praxis,
sehingga konsep pendidikan Islam jadinya tidak sekedar idealisasi ajaran-
ajaran Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kerangka tujuan ini
dirumuskan harapan-harapan yang ingin dicapai di dalam tahap-tahap
tertentu proses pendidikan, sekaligus dapat pula dinilai hasil-hasil yang
telah dicapai. Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu
merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh
Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada
Allah. Seperti dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56
Artinya : dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supayamereka mengabdi kepada-Ku.(Q.S. Adz-Dzariyat:56)65
Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya
agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar. Ibadah ialah jalan
hidup yang mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang
dilakukan manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang
disangkutkan dengan Allah.66
Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, tujuan pendidikan Islam
adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW sewaktu hidupnya, yaitu terbentuknya moral yang tinggi, karena
pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam, sekalipun tanpa
mengabaikan pendidikan jasmani, akal, dan ilmu praktis. Dengan berpijak
pada firman Allah,67 sebagai berikut:
65 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 59966 http://sulut.kemenag.go.id/file/file/BimasIslam/xmoh1367246107.pdf
67 Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, AMZAH, Agustus 2010, Hlm 61
42
Artinya : dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakanbahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepadaorang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, danjanganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allahtidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.(Q.S. Al-Qashash:77)68
Mengutip pendapat Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-Attas,
Hasan Langgulung menggambarkan bahwa tujuan hidup seorang muslim
sama artinya dengan do'a yang selalu dibaca dalam shalat, yaitu :
Artinya : Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkankepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri(kepada Allah)".(Q.S. Al-An'am:163)69
Tujuan hidup muslim tersebut adalah sasaran dari tujuan pendidikan Islam
sepanjang sejarah, semenjak zaman Nabi Muhammad SAW hingga akhir
zaman.70
g. Kurikulum Pendidikan Islam
Salah satu tugas pokok Filsafat Pendidikan Islam adalah
memberikan kompas atau arah dan tujuan pendidikan Islam. suatu tujuan
kependidikan yang hendak dicapai harus direncanakan (diprogramkan)
dalam apa yang disebut "kurikulum".
Antara tujuan dan program harus ada kesesuaian atau
kesinambungan. Tujuan yang hendak dicapai harus tergambar didalam
68 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 38569 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 12870 Armai Arief, Op.Cit. Hlm 25
43
program yang tertuang didalam kurikulum, bahkan program itulah yang
mencerminkan arah dan tujuan yang diinginkan dalam proses
kependidikan.
Oleh karena itu, kurikulum merupakan faktor yang sangat penting
dalm proses kependidikan dalam suatu lembaga kependidikan Islam.
segala hal yang harus diketahui atau diresapi juga dihayati oleh anak didik
harus ditetapkan dalam kurikulum itu. Juga segala hal yang harus
diajarkan oleh pendidik kepada anak didiknya, harus dijabarkan didalam
kurikulum.71
Salah satu komponen operasional pendidikan Islam sebagai suatu
sistem adalah materi. Materi pendidikan Islam ialah semua bahan pelajaran
yang disampaikan kepada peserta didik dalam suatu sistem instruksional
pendidikan. Materi pendidikan ini lebih dikenal dengan istilah kurikulum.
Sedangkan kurikulum menunjuk kepada materi yang sebelumnya telah
disusun secara sistematis guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.72
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu
curir yang arinya pelari dan curere yang berarti jarak yang harus ditempuh
oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olah raga yang
berarti " a little racecourse" (suatu jarak yang harus ditempuh dalam
pertandingan olah raga). Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya
dengan dunia pendidikan, memberinya pengertian sebagai "circle of
instruction" yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid
terlibat didalamnya. Sementara pendapat yang lain dikemukakan bahwa
kurikulum adalah arena pertandingan, tempat pelajar bertanding untuk
menguasai pelajaran guna mencapai garis penamat berupa diploma, ijazah
atau gelar kesarjanaan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa kurikulum itu adalah merupakan landasan yang digunkan pendidik
untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang di
71 Muzayyin Arifin, Op.Cit. 7772 Nur Uhbiyati, Op.Cit, Hlm 133
44
inginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap
mental.73
Sedangakan secara terminologi, berarti rancangan program
pendidikan yang berisi serangkaian pengalaman yang diberikan kepada
peserta didik untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai melalui
serangkaian pengalaman belajar. Kedua aspek tersebut, tujuan dan
pengalaman belajar dalam sebuah kurikulum ditentukan oleh keinginan,
keyakinan atau pengetahuan serta kemampuan anggota masyarakat yang
menyelenggarakan program pendidikan tersebut.74
Ciri-ciri umum kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai
berikut:
a. Agama dan akhlak merupakan tujuan utama. Segala yang diajarkan
dan diamalkan harus berdasarkan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah serta
ijtihad para ulama'.
b. Mempertahankan pengembangan dan bimbingan terhadap semua aspek
pribadi siswa dari segi intelektual, psikologi, sosial dan spiritual.
c. Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman
serta kegiatan pengajaran.
Sebelum membuat dan menentukan suatu kurikulum, ada beberapa
prinsip yang patut dipertimbangkan yaitu:
1. Mata pelajaran dapat berpengaruh terhadap pendidikan jiwa serta
kesempurnaan jiwa anak didik.
2. Mata pelajaran yang diberikan dapat memberikan petunjuk serta
tuntunan untuk menjalani hidup dengan mulia.
3. Mata pelajaran sebaiknya secara langsung dapat memberikan manfaat
bagi anak didik didalam hidupnya.
4. Mata pelajaran hendaknya mencerminkan pendidikan kejiwaan yang
sesuai dengan bakat dan keinginan anak.
73 Samsul Nizar, OP.Cit, Hlm 55-5674 Agus Zaenul Fitri, Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam, Bandung, Alfabeta Juli
2013, Hlm 68
45
5. Mata pelajaran hendaknya dapat menjadi alat pembuka jalan untuk
mempelajari ilmu-ilmu lain.
Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa sebagai inti dari ciri-ciri
kurikulum pendidikan Islam adalah kurikulum yang dapat memotivasi
anak didik untuk berakhlak atau berbudi pekerti luhur, baik terhadap
Tuhan, terhadap diri dan terhadap lingkungan sekitar.75
Pada umumnya kurikulum adalah nama-nama mata pelajaran
beserta silabinya atau pokok bahasan. Esensi kurikulum adalah program
dalam mencapai tujuan pendidikan.76 Kurikulum adalah konsep yang
sering terdengar dalam dunia pendidikan, tetapi banyak yang mengartikan
kurikulum identik dengan mata pelajaran atau mata kuliah. Sesungguhnya
istilah kurikulum berasal dari bahasa latin curriculum yang arti asalnya a
ranning course, or race course dan dalam bahasa Prancis berasal dari
bahasa courier yang artinya berlari. Istilah kurikulum digunakan sebagai
makna majazi dari mengejar mata pelajaran demi mencapai ijazah dan
gelar. Kurikulum bukan sekedar mata pelajaran atau mata kuliah.
Kurikulum adalah semua rencana yang terdapat dalam proses
pembelajaran. Kurikulum dapat diartikan pula sebagai semua usaha
lembaga pendidikan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang
disepakati.77
Kurikulum pendidikan Islam di waktu dulu tidak tertentu atau
terikat dengan sekian jam untuk suatu mata pelajaran dalam seminggu
seperti halnya sekarang ini, tetapi pelajaran dulu itu adalah umum sifatnya
dimana guru bebas memilih buku dan bahan-bahan pelajaran yang akan di
ajarkannya. Bahan-bahan pokok yang diberikan kepada anak-anak dalam
tingkat pertama atau permulaan secara umumnya adalah sebgai berikut:
Al-Qur'an dan sendi-sendi agama.78
75 Armai Arief, Op.Cit, Hlm 33-3476 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu,
Memanusiakan Manusia, Bandung, PT. REMAJA ROSDAKARYA, 2008 hlm 9977 Hasan Basri. Filsafat Pendidikan Islam, Pengantar Ahmad Tafsir, Pustaka Setia,
Bandung, 2009 hlm 12778M.Athiyah Al-Abrasyi, Op.Cit. hlm 160
46
Secara filosofis, hakikat kurikulum adalah model yang diacu oleh
pendidikan dalam upaya membentuk citra sekolah dengan mewujudkan
tujuan pendidikan yang disepakati. Oleh karena itu, setiap lembaga
pendidikan memiliki kurikulum masing-masing. Ada perbedaan antara
kurikulum pendidikan umum dengan pendidikan kejuruan. Jika
kurikulumnya berbeda, cara yang ditempuh dalam mengimplementasikan
kurikulumnya pun akan berbeda. Kurikulum dengan pengertian diatas
memberikan indikasi bahwa pedoman rencana pembelajaran tidak bersifat
kaku. Kurikulum yang baik adalah yang dinamis, aktual, teoretis, dan
aplikatif. Sebagaiman tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan.
Misalnya pendidikan bertujuan meningkatkan penguasaan pengetahuan
siswa, pengembangan pribadi siswa, kemampuan sosial, dan atau
kemampuan keterampilan kerja. Dengan tujuan tersebut, sudah tentu
kurikulum harus diarahkan untuk kerja. Dengan tujuan tersebut, sudah
tentu kurikulum harus diarahkan untuk mencapainya. Penguasaan
pengetahuan akan berkaitan dengan penyajian materi ilmu pengetahuan
teoretis, pengembangan pribadi akan berkaitan dengan kurikulum yang
diarahkan pada pengetahuan tingkah laku, moralitas, dan agama,
kemampuan keterampilan kurikulumnya diarahkan pada pengetahuan
terapan yang memperkuat profesionalitas anak didik dalam memperdalam
keahlian tertentu supaya siap pakai dan siap kerja sekaligus siap
memperoleh penghasilan.79
Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam menurut Abdurrahman An-
Nahlawi yaitu :
Sistem pendidikan menuntut pengkajian kurikulum yang Islami,
tercermin dari sifat dan karakteristiknya. Kurikulum seperti itu hanya
mungkin, apabila bertopang dan mengacu pada pemikiran yang Islami
pula, serta bertolak dari pandangan hidup serta pandangan tentang manusia
(pandangan antropologis) serta diarahkan kepada tujuan pendidikan yang
dilandasi kaidah-kaidah Islami. Agar kriterium kurikulum pendidikan
79 Hasan Basri. Op.cit. hlm 128-129
47
Islam tersebut diatas dapat terpenuhi maka dalam penyusunannya spaya
selalu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Sistem dan perkembangan kurikulum tersebut selaras denagn fitrah
insane sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya, menjaganya dan
penyimpangan dan menyelamatkannya.
2. Kurikulum dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir
pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat dan beribadah kepada Allah. Di
samping untuk merealisasikan berbagai aspek tujuan tak lengkap seperti :
aspek psikis, fisik, sosial, budaya maupun intelektual. Berbagai aspek
tujuan pendidikan tak lengkap ini, berfungsi dalam rangka meluruskan dan
melarangkan pola hidup, yang selanjutnya bermuara pada tujuan akhir atau
tujuan akhir pendidikan.
3. Pentahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan
periodisasi perkembangan peserta didik maupun unisitas (kekhasan) nya
seperti karakteristik keanakan (dalam berbagai tahapan
perkembangannya), kewanitaan dan kepriaan. Demikian pula fungsi serta
peranan dan tugas masing-masing dalam kehidupan sosial.
4. Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nashnya, hendaknya
kurikulum memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan masyarakat,
sambil tetap bertopang pada jiwa dan cita ideal Islaminya.
5. Secara keseluruhan struktur dan organisasi kurikulum tersebut
hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan,
bahkan sebaliknya. Terarah kepada pola hidup Islam.
6. Antara bidang studi yang satu dengan yang lainnya hendaknya jelas
pertautannya, saling mengacu, serta terikat "benang merahnya" yang
memadukannya serta membentang menuju tujuan akhir pendidikan.
7. Hendanya kurikilim itu realistic, dalam arti bahwa ia dapat dilaksanakan
sesuai dengan situasi dan kondisi serta batas kemungkinan yang terdapat
dinegara yang akan melaksanakannya.
8. Hendaknya metode pendidikan atau pengajaran dalam kurikulum itu
bersifat luwes, sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan
48
situasi setempat, dengan mengingat pula faktor perbedaan individual yang
menyangkut bakat minat serta kemampuan siswa untuk menangkap,
mencerna dan mengolah bahan pelajaran yang bersangkutan.
9. Hendaknya kurikulum itu efektif, dalam arti menyampaikan dan
menggugah perangkat nilai edukatif yang membuahkan tingkah laku yang
positif serta meninggalkan dampak efektif (sikap) yang positif pula dalam
jiwa generasi jiwa. Untuk itu diperlukan pemanfaatan metode pendidikan
yang memadai sehingga melahirkan dampak mendalam, berupa berbagai
kegiatan Islami yang efisien.
10. Kurikulum itu hendaknya memperhatikan pula tingkat perkembangan
siswa yang bersangkutan, misalnya bagi suatu fase perkembangan tertentu
diseleraskan dengan pola kehidupan dan tahap perkembangan perasaan
keagamaan dan pertumbuhan bahasa bagi fase tersebut.
11. Hendaknya kurikulum memperhatikan aspek-aspek tingkah laku
amaliah Islami, seperti pendidikan untuk berjihad dan menyebarkan
dakwah Islamiyah, serta membangun masalah muslim dilingkungan
sekolah.80
Dalam pandangan Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, penyusunan
kurikulum itu hendaknya berpegang pada beberapa prinsip yaitu :
Pertama, pertimbangan pada adanya pengaruh mata pelajaran itu dalam
pendidikan jiwa serta kesempurnaan jiwa.
Kedua, adanya suatu pengaruh pelajaran dalam menjalani cara hidup yang
mulia, sempurna, seperti pengaruh ilmu akhlak, hadits, fiqh, atau lainnya.
Ketiga, perlunya menuntut ilmu karena ilmu itu sendiri.
Keempat, mempelajari ilmu pengetahuan karena ilmu itu dianggap yang
terlezat bagi manusia.
Kelima, prinsip pendidikan kejuruan, teknik, dan industrialisasi buat
mencari penghidupan.
80 Nur Uhbiyati, Op.Cit. Hlm 146-149
49
Keenam, mempelajari beberapa mata pelajaran adalah alat dan pembuka
jalan untuk mempelajari ilmu-ilmu lain. Dengan demikian kurikulum
pendidikan (Islam) meliputi kepentingan duniawi dan ukhrawi.81
h. Metode Pcendidikan Islam
Secara etimologi, kata metode berasal dari bahasaYunani metodos.
Kata ini terdiri dari dua suku kata : yaitu "metha" yang berarti melalui atau
melewati, dan "hodos" yang bermakna jalan atau cara. Jadi, metode berarti
suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, metode
pendidikan Islam bisa diartikan sebagai suatu cara yang harus dilalui
dalam menyajikan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
Islam. Selain itu, Ibn Khaldun mengungkapkan secara subtansial ada
perbedaan metode pendidikan yang digunakan dalam mendidik anak-anak
dan remaja. Banyak guru-guru yang kita liahat dewasa ini yang kurang
paham tentang cara mengajar yang efektif. Pada permulaan saja, mereka
telah memberikan masalah-masalah yang sulit-sulit dan meminta para
peserta didik untuk memecahkan masalah-maslah tersebut. Senada dengan
ibnu Khaldun, Al-ghazali menyarankan agar membedakan metode
pengajaran yang dipakai untuk anak-anak, remaja, dan orang dewasa.
Menurutnya tujuan utama dari guru adalah mengajarkan peserta didik
pelajaran yang mudah dipahami. Sebab masalah-maslah yang sulit bisa
menyebabkan merusak pikiran peserta didik. Dan akibat terburuknya
adalah mereka justru malas belajar. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi
menyatakan, anak-anak membutuhkan hal-hal yang dapat dirasa yang ada
hubungannya dengan lingkungan dan dunia mereka, sementara nalar dan
logika para remaja dan orang dewasa bisa menjangkau sesuatu yang
abstrak sekalipun.82 Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mengartikan metode
ialah jalan yang kita ikuti dengan memberi faham kepada murid-muridnya
81 Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam Paradigma Baru PendidikanHadhari Berbasis Integratif-Interkonektif, Jakarta, PT.RajaGrafindo Persada, Januari 2011, Hlm109-110
82 Ahmad Tantowi, Op.Cit. hlm 28-30
50
segala macam pelajaran, dalam segala mata pelajaran. Ia adalah rencana
yang kita buat untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas dan kita
terapkan dalam kelas itu sesudah kita memasukinya. Dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan, metode memegang peranan penting.
Penggunaan metode yang sesuai dengan bahan pelajaran yang diajarkan,
anak murid yang diajar, lingkuangan tempat mengajar, akan membawa
suasana proses belajar-mengajar berjalan mulus dan efektif. Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi menyimpulkan bahwa metode pendidikan Islam telah
modern sejak semula. Hal ini terlihat dalam beberapa prinsip yang
mendasar seperti adanya unsur demokrasi, kebebasan, kemerdekaan,
persamaan dalam pendidikan, unsur pengamatan kepada bakat anak,
kecenderungan, fitrah, kecakapan, kemampuan, berkomunikasi dengan
anak dengan penuh kasih sayang dan pendidikan seumur hidup.Dia
sependapat dengan dengan al-Ghazali, Ibnu sina,, al-Zarnuji dan Ibnu
khaldunmengenai kaidah-kaidah dasar dalam pendidikan Islam
diantaranya:
A.Tidak ada pembatasan usia anak mulai belajar.
B.Memberi kebebasan pada peserta didik dua disiplin ilmu yang disukai
sesuai bakatnya,
C.Cara mengajar anak yang belum baligh berbeda dengan mengajar anak
yang sudah baligh, pelajaran dimulai dari yang paling mudah.
D.Supaya pendidik tidak mengajarkankepada anak didik dua displin ilmu
yang berbeda dalm satu waktu atau pada waktu yang sama,sebaiknya
masing-masing ilmu diajarkan secara khusus dalam waktu tertentu,
diberikan oleh pendidik yang menguasai ilmu tiu sehingga peserta didik
benar-benar mamahaminya.
E.Ketika memperhatikan dan mengindahkan pada waktu menunujukkan
contoh dan alat peraga kepada aanak sebaiknya dengan sesuatu yang
mudah ditangkap oleh panca indra dan perasaan mereka dan berangsur-
angsur dapat dicerna akal mereka. Al-Abrasyi berpendapat bahwa masing-
masing mata pelajaran mempunyai metode tersendiri dalam
51
penyampaiannya. Ia berpendapat dalam memberikan pelajaran kepad
anak-anak sebaiknya digunakan metode induktif, sedangkan untuk remaja
digunakan metode deduktif. Diapun menyetujui lima langkah yang
diterapkan para pendidik dalam memberikan pelajara dimulai dengan
pendahuluan, berikut materi pelajaran, kemudian hubungan pelajaran baru
dengan pelajaran yang sudah diketahui, lalu hasil yang didapat dan
akhirnya latihan atau praktik.
Para ahli mendefinisikan metode sebagai berikut:
1. Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan
yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Abd. Al-Rahmah Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalah
cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pendidikan.
3. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi mendefinisikan pula bahwa metode
adalah jalan yang kita ikuti untuk memberikan pengertian kepada
murid-murid tentang segala macam metode dalam berbagai pelajaran.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
metode adalah seperangkat cara, jalan dan teknik yang harus dimiliki dan
digunakan oleh pendidik dalam upaya menyampaikan dan memberikan
pendidikan danpengajaran kepada peserta didik agar mencapai tujuan
pendidikan yang termuat dalam kurikulum yang telah ditetapkan. Dari
definisi metode di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Metode
Pendidikan Islam adalah cara yang efektif dan efisien yang harus dimiliki
oleh pendidik dalam Pendidikan Islam.83
Metode mengandung implikasi bahwa proses penggunaannya
bersifat konsisten dan sistematis, mengingat sasaran metode itu adalah
manusia yang sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Jadi,
penggunaan metode dalam proses kependidikan pada hakikatnya adalah
pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik / mengajar.84
83 http://digilib.uinsby.ac.id/7700/5/bab2.pdf84 Muzayyin Arifin, Op.Cit. Hlm 90
52
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan
yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi
sarana dalam menyampaikan materi pelajaran yang tersusun dalam
kurikulum. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat
berproses secara efisien dan efektif dalam kegiatan belajar mengajar
menuju tujuan pendidikan. Metode pendidikan yang tidak efektif akan
menjadi penghambat kelancaran proses belajar mengajar sehingga banyak
tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang
diterapkan oleh seorang guru akan berdaya guna dan berhasil guna jika
mampu dipergunakan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Dalam proses pendidikan Islam, metode yang tepat guna
apabila mengandung nilai-nilai yang intrinsik dan ekstrinsik sejalan
dengan materi pelajaran sejalan dengan materi pelajaran dan secara
fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang
terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. antara metode, kurikulum, dan
tujuan pendidikan mengandung relevansi dan operasional dalam proses
kependidikan. Oleh karena proses kependidikan mengandung makna
internalisasi dan transformasi nilai-nilai Islam kedalam pribadi manusia
didik dalam upaya membentuk pribadi muslim yang beriman, bertaqwa,
dan berilmu pengetahuan.85
A. Dasar-Dasar Metode Pendidikan Islam
Metode Pendidikan Islam dalam penerapannya banyak menyangkut
persoalan individual atau sifat sosial dari peserta didik dan pendidik itu
sendiri, sehingga dalam menggunakan metode, seorang pendidik harus
memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan. Sebab metode
pendidikan hanyalah sarana menuju tujuan pendidikan, sehingga segala
cara yang ditempuh oleh seorang pendidik harus mengacu pada dasar-
dasar metode pendidikan tersebut. Dalam hal ini tidak lepas dari dasar
agama, biologis, psikologis dan sosiologis.
85 M. Arifin, Op.Cit. Hlm 144
53
1. Dasar Agama
Agama merupakan salah satu dasar-dasar metode Pendidikan
Islam, karena dari agama para pendidik dapat memberikan pendidikan
moral yang baik bagi peserta didik. Dan ketika peserta didik
mempraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat akan memberikan
dampak yang positf, sehingga terbentuklah kepribadian yang baik di
masyarakat bagi peserta didik.
Al-Qur’an dan Hadist tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan
metode Pendidikan Islam. Dalam kedudukannya sebagai dasar agama
Islam, maka dengan sendirinya metode Pendidikan Islam harus merujuk
pada kedua sumber ajaran tersebut. Sehingga segala penggunaan dan
pelaksanaan metode Pendidikan Islam tidak menyimpang dari tujuan
pendidikan itu sendiri. Nilai-nilai Al-Qur’an yang diserap oleh Rasulullah
terpancar dalam gerak-geriknya yang direkam oleh para sahabat sehingga
hampir tidak ada ayat yang tidak dihafal dan diamalkan oleh sahabat. Di
samping itu kehadiran Al-Qur’an di tengah masyarakat Arab, memberikan
pengaruh yang besar terhadap jiwa mereka. Akhirnya, mereka berpaling
secara total, dan semua keputusan selalu melihat isyarat Al-Qur’an sebagai
petunjuk kehidupan. Sementara pendidikan salah satu wahana untuk
merumuskan dan mencapai tujuan hidup. Dengan demikian petunjuk hidup
seluruhnya harus ditujukan kepada isyarat Al-Qur’an, karena Al-Qur’an
mulai ayat pertama hingga terakhir tidak terlepas dari isyarat pendidikan.
Sedangkan Sunnah dalam konteks pendidikan mempunyai dua fungsi,
yaitu: (a) menjelaskan metode Pendidikan Islam yang bersumber dari Al-
Qur’an secara konkret dan penjelasan lain yang belum dijelaskan Al-
Qur’an; (b) menjelaskan metode pendidikan yang telah dilakukan oleh
Rasul dalam kehidupan kesehariannya serta cara beliau menanamkan
keimanan. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa metode Pendidikan
Islam berdasarkan pada agama, dan karena Al-Qur’an dan Al-Hadist
merupakan sumber pokok ajaran agama Islam, maka dalam pelaksanaan
54
metode tersebut disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul secara efektif
dan efisien yang dilandasi nilai-nilai keduanya (Al-Qur’an dan Al-Hadist).
2. Dasar Biologis
Perkembangan biologis manusia, mempunyai pengaruh dalam
perkembangan intelektualnya, sehingga semakin lama perkembangan
biologis seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya
intelektualnya. Dalam memberikan pendidikan terutama dalam Pendidikan
Islam, seorang pendidik harus memperhatikan perkembangan biologis
peserta didik. Perkembangan kondisi jasmani (biologis) seseorang juga
mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap dirinya. Seseorang yang
menderita cacat jasmani akan mempunyai kelemahan dan kelebihan yang
mungkin tidak dimiliki oleh orang yang normal, misalnya seseorang yang
mempunyai kelainan pada matanya (rabun jauh), maka cenderung untuk
duduk di bangku barisan depan, karena berada di depan, maka tidak dapat
bermain-main pada waktu guru memberikan pelajarannya, sehingga
memperhatikan seluruh uraian guru. Karena hal ini berlangsung terus-
menerus, maka dia akan mempunyai pengetahuan lebih dibanding dengan
lainnya, apalagi termotivasi dengan kelainan mata tersebut. Berdasarkan
hal ini, maka dapat dikatakan bahwa perkembangan jasmani itu sendiri
memegang peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan.
Sehingga dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik harus
memperhatikan kondisi biologis peserta didik. Seorang peserta didik yang
cacat akan berpengaruh terhadap prestasi peserta didik, baik pengaruh
positif maupun negatif. Hal ini memberikan hikmah dari penciptaan
Tuhan, maka dengan harapan besar pendidik dapat memberikan pengertian
secukupnya pada siswanya untuk menerima penciptaan Allah yang
sedemikian rupa.
3. Dasar Psikologis
Metode Pendidikan Islam baru dapat diterapkan secara efektif, bila
didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis siswa. Sebab
perkembangan dan kondisi psikologis siswa memberikan pengaruh yang
55
sangat besar terhadap internalisasi nilai dan transformasi ilmu. Dalam
kondisi jiwa yang labil (jiwa yang tidak normal), menyebabkan
transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Perkembangan psikologis seseorang
berjalan sesuai dengan perkembangan biologisnya, sehingga seorang
pendidik dalam menggunakan metode pendidikan bukan saja
memperhatikan psikologisnya tetapi juga biologisnya. Karena seseorang
yang secara biologisnya cacat, maka secara psikologisnya dia akan merasa
tersiksa karena ternyata dia merasakan bahwa teman-temannya tidak
mengalami seperti apa yang dideritanya. Dengan memperhatikan yang
demikian itu, seorang pendidik harus jeli dan dapat membedakan kondisi
jiwa peserta didik, karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sama.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam menggunakan metode
pendidikan, seorang pendidik di samping memperhatikan kondisi jasmani
peserta didik juga perlu memperhatikan kondisi jiwa atau rohaninya.
Sebab manusia pada hakekatnya terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan
rohani, yang kedua-duanya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahpisahkan. Kondisi psikologis yang menjadi dasar dalam metode
Pendidikan Islam berupa sejumlah kekuatan psikologis peserta didik
termasuk motivasi, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat-bakat
dan kecakapan akal (intelektualnya), sehingga seorang pendidik dituntut
untuk mengembangkan potensi psikologis yang ada pada peserta didik.
Dalam situasi sekolah, setiap anak memiliki sejumlah motif atau dorongan
yang berhubungan dengan kebutuhan biologis dan psikologis. Di samping
itu anak memiliki pula sikap-sikap, minat, penghargaan dan cita-cita
tertentu.
4. Dasar Sosiologis
Interaksi yang terjadi antara sesama siswa dan interaksi antara guru
dan siswa, merupakan interaksi timbale balik yang kedua belah pihak akan
saling memberikan dampak positif pada keduanya. Dalam kenyataan
secara sosiologi seorang individu dapat memberikan pengaruh pada
56
lingkungan sosial masyarakatnya dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena
itu guru sebagai pendidik dalam berinteraksi dengan siswanya hendaklah
memberikan teladan dalam proses sosialisasi dengan pihak lainnya, seperti
dikala berinteraksi dengan siswa, sesama guru, kepala sekolah dan
karyawan. Interaksi pendidikan yang terjadi dalam masyarakat justru
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan peserta
didik dikala berada di lingkungan masyarakatnya. Kadang-kadang
interaksi dari masyarakat tersebut, berpengaruh pula terhadap lingkungan
kelas dan sekolah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa dasar
sosiologis adalah salah satu dasar dalam metode Pendidikan Islam. Dari
dasar sosiologis inilah pendidik diharapkan dapat menggunakan metode
Pendidikan Islam yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Dari
uraian di atas dapat dikatakan bahwa pelaksanaan metode Pendidikan
Islam harus dijalankan atas dasar agama, biologis, psikologis dan
sosiologis, sehingga dari keempat dasar tersebut metode Pendidikan Islam
akan berjalan dengan baik dan tercapailah tujuan pendidikan tersebut.
B. Prinsip-Prinsip Metode Pendidikan Islam
Kata prinsip berasal dari bahasa Inggris principle yang berarti asas,
dasar dan prinsip. Sedangkan kata “asas” dalam kamus bahasa Indonesia
diarti dasar, alas dan tumpuan berpikir (berpendapat). Adapun kata “dasar”
mempunyai arti bagian yang terbawah, lantai, bakat, pembawaan dan
sebagainya. Berdasarkan makna kebahasaan ini, maka prinsip dapat
diartikan sesuatu yang bersifat asasi dan mendasar yang harus ada pada
bangunan mengenai sesuatu, termasuk bangunan metodologi pendidikan.
Dalam menggunakan metode Pendidikan Islam harus memperhatikan
prinsip-prinsip dari metode Pendidikan Islam, karena dari prinsip-prinsip
tersebut mampu memberikan pengarahan dan petunjuk dalam pelaksanaan
metode pendidikan tersebut, sehingga para pendidik mampu menerapkan
metode yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhannya. Prinsip-
prinsip metode Pendidikan Islam, antara lain:
57
1. Mempermudah
Metode pendidikan yang digunakan oleh pendidik pada dasarnya
adalah menggunakan suatu cara yang memberikan kemudahan bagi peserta
didik untuk menghayati dan mengamalkan ilmu pengetahuan,
keterampilan,dan sekaligus mengidentifikasikan dirinya dengan nilai-nilai
yang terdapat dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan tersebut.
Sehingga metode yang digunakan haruslah mampu membuat peserta didik
untuk merasa mudah menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan itu.
Inilah barangkali yang perlu dipahami oleh seorang pendidik. Pendidik
tidak harus menggunakan metode yang muluk-muluk, cukup dengan
metode yang sederhana saja yang sesuai dengan materi yang akan
disampaikan dan pendidik mampu menyampaikan dengan baik, sehingga
mudah diserap, dipahami dan dikuasai oleh peserta didik.
2. Berkesinambungan
Berkesinambungan dijadikan sebagai prinsip metode Pendidikan
Islam, karena dengan asumsi bahwa Pendidikan Islam sebuah proses yang
akan berlangsung terus-menerus. Sehingga dalam menggunakan metode
pendidikan seorang pendidik perlu memperhatikan kesinambungan
pelaksanaan pemberian materi. Jangan hanya karena mengejar target
kurikulum, seorang pendidik menggunakan metode yang tidak efektif yang
pada gilirannya akan memberikan pengaruh yang negatif pada peserta
didik, karena peserta didik merasa dibohongi oleh pendidik. Metode
pendidikan yang digunakan pendidik pada waktu yang lalu merupakan
landasan dan pijakan metode sekarang yang sedang digunakan, sementara
metode yang sekarang dipakai menjadi dasar perencanaan metode
berikutnya, demikian seterusnya. Sehingga dengan beraneka macam
metode yang saling berkesinambungan tersebut materi pendidikan dan
pengajaran dapat berjalan dengan sistematis dan gambling.
58
3. Fleksibel dan Dinamis
Metode Pendidikan Islam harus digunakan dengan prinsip fleksibel
dan dinamis. Sebab dengan kelenturan dan kedinamisan metode tersebut,
pemakaian metode tidak hanya monoton dan zaklik dengan satu macam
metode saja. Seorang pendidik mampu memilih salah satu dan berbagai
alternative yang ditawarkan oleh para pakar yang dianggapnya cocok dan
tepat dengan materi, berbagai macam kondisi peserta didik, sarana dan
prasarana, situasi dan kondisi lingkungan, serta suasana pada waktu itu.
Dan prinsip kedinamisan ini berkaitan erat dengan prinsip
berkesinambungan, karena dalam kesinambungan tersebut metode
Pendidikan Islam akan selalu dinamis dengan situasi dan kondisi yang ada.
Dengan prinsip ini diharapkan akan muncul metode-metode yang relative
baru dari para pendidik Islam. Sebab dengan prinsip kelenturan dan
kedinamisan ini memberikan peluang yang sangat luas bagi para pendidik
untuk mengembangkan metode yang sudah ada, khususnya dalam
menerapkan metode ilmu pengetahuan modern dan teknologi, sehingga
pendidikan Islam mampu berbicara banyak dalam pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya yang benarbenar utuh (manusia yang menguasai Iptek
dan berhati Imtaq) Dari uraian di atas penulis dapat katakan bahwa
Pendidikan Islam memberikan keleluasaan dan kebebasan bagi para
pendidik untuk mengembangkan metode yang sudah dikenal oleh mereka,
yang jelas dalam metode ini pendidik berusaha menggunakan metode yang
efektif dan efisien. Akan tetapi perlu diingat bahwa kebebasan yang
diberikan oleh prinsip-prinsip tersebut dibatasi oleh dasar-dasar metode
Pendidikan Islam itu sendiri.86
86 http://digilib.uinsby.ac.id/7700/5/bab2.pdf
59
i. Evaluasi Pendidikan Islam
Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
pendidikan memegang peranan penting. Keberhasilan proses pendidikan
secara langsung akan berdampak pada peningkatan kualitas sumberdaya
manusia tersebut. Salah satu indikator kualitas pendidikan yang baik
adalah lulusannya yang berkompeten. Kompetensi merupakan fungsi dari
banyak variabel antara lain kemampuan peserta didik, kemampuan
pendidik, fasilitas, manajemen dan perkembangan pengetahuan ilmiah dan
teknologi serta seni. Ruang lingkup pendidikan sangat luas mulai dari
input atau masukan, proses sampai hasilnya atau output. Untuk
mengetahui bahwa proses yang kita lakukan sesuai dengan tujuannya
maka harus dilakukan umpan balik. Salah satu bentuk umpan balik yang
dilakukan adalaah evaluasi. Sistem evaluasi yang dipergunakan memegang
peranan penting dalam laporan lembaga pendidikan karena lewat laporan
itulah dapat diketahui perkembangan anak didik setelah mengikuti proses
pendidikan di lembaga pendidikan tersebut.
Yang dimaksud dengan penilaian dalam pendidikan adalah
keputusan-keputusan yang diambil dalam proses pendidikan secara umum,
baik mengenai perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut
pendidikan atau yang menyangkut perorangan, kelompok maupun
kelembagaan. Karenanya yang dimaksud dengan evaluasi dalam
pendidikan Islam adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan
dengan pendidikan Islam guna melihat sejauh mana keberhasilan
pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai Islam sebagai tujuan dari
pendidikan Islam itu sendiri. Sebagai salah satu komponen penting dalam
pelaksanaan pendidikan Islam.87
Evaluasi merupakan suatu tahapan akhir dari suatu proses
pembelajaran, yang dengannya dapat diketahui keberhasilan proses
pembelajaran tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh
karenanya, evaluasi merupakan kegiatan yang tak kalah pentingnya dari
87 Ahmad Tantowi, Op.Cit. Hlm 31
60
proses pembelajaran. Evaluasi pendidikan memiliki kedudukan yang
sangat strategis, dikarenakan hasil dari kegiatan evaluasi dapat digunakan
sebagai input untuk melakukan perbaikan kegiatan pendidikan. Ajaran
Islam juga menaruh perhatiannya terhadap evaluasi tersebut. Allah SWT
dalam suatu firmannya yang memberitahukan bahwa pekerjaan evalausi
terhadap peserta didik merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian
proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh pendidik. Firman Allah
dalam QS. Al Baqarah (02), ayat 31- 32.
Artinya: dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat laluberfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamumamang benar orang-orang yang benar!" mereka menjawab: "Maha suciEngkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkauajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahuilagi Maha Bijaksana.( QS. Al Baqarah (02) 31- 32)88
Evaluasi adalah penilaian tentang suatu adpek yang dihubungkan
dengan situasi aspek lainnya sehingga diperoleh suatu gambaran yang
menyeluruh yang ditinjau dari berbagai aspek. Evaluasi diartikan sebagai
proses penilaian tentang keberhasilan tujuan- tujuan pendidikan yang
tercapai. Penilaian tersebut dapat berhasil jika dilakukan sesuai dengan
prinsipprinsip sebagai berikut:
a) Prinsip kesinambungan (kontinuitas); penilaian hendaknya dilakukan
secara berkesinambungan.
b) Prinsip menyeluruh, maksudnya penilaian harus mengumpulkan data
mengenai seluruh aspek kepribadian.
c) Prinsip obyektif, penilaian diusahakan agar subyektif mungkin.
88 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 1
61
d) Prinsip sistematis, yakni penilaian harus dilakukan secara sistematis dan
teratur.
Prinsip diatas sejalan dengan system ajaran Islam, karena prinsip tersebut
dalam ajaran Islam termasuk kedalam akhlak yang mulia. Dalam akhlak
yang mulia seseorang harus bersifat obyektif, jujur, dan mengatakan
sesuatu sesuai apa adanya.89 Al-Quran menjelaskan sebagaimana QS. At-
Taubah 9 ayat 119
Artinya : Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, danhendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(QS. At- Taubah:119).90
j. Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab member
bimbingan atau bantuan kepada peserta didik atau anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya,
mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah Swt. Khalifah
dimuka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri
sendiri. Istilah lain yang lazim dipergunakan untuk pendidik adalah guru.
Dari segi bahasa, pendidik sebagaimana dijelaskan oleh poerwadarminta
adalah orang yang mendidik. Dalam bahasa Inggris ada beberapa kata
yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti teacher
dan tutor. Sedangkan dalam bahasa Arab adalah ustadz, mudarris, mu'alim
dan mu'addib. Pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada
orang-orang yang bertugas disekolah tetapi semua orang yang terlibat
dalam proses pendidikan anak mulai sejak dalam kandungan hingga ia
dewasa, bahkan sampai meninggal dunia. Jika kita mengikuti petunjuk al-
Qur'an, akan ditemukan informasi bahwa yang menjadi pendidik itu secara
garis besarnya ada 4 yaitu, Allah, Para Nabi, Kedua Orang Tua dan Orang
89 http://digilib.uinsby.ac.id/1297/5/Bab%202.pdf90 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 187
62
lain. Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling
bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta
didik adalah kedua orang tua. Islam memerintahkan kedua orang tua untuk
mendidik diri dan keluarganya, terutama anak-anaknya, agar mereka
terhindar dari adzab yang pedih. Istilah tersebut hamper sama
pengertiannya. Meskipun demikian, pada keduanya juga terdapat
perbedaan dalam praktiknya. Istilah guru seringkali digunakan dalam
lingkungan pendidikan formal, informal dan non formal. Pendidik dalam
Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik atau anak didik dengan mengupayakan
seluruh potensi peserta didik atau anak didik, baik potensi afektif, kognitif,
maupun psikomotorikagar menjadi lebih baik. Yang pertama kali menjadi
pendidik anak adalah orang tua. Karena itu, dia disebut sebagai pendidik
kodrati. Disisi lain, oleh karena orang tua tidak mempunyai kemampuan,
waktu dan sebagainya. Maka mereka menyerahkan sebagai tanggung
jawabnya kepada orang lain yang berkompeten untuk melaksanakan tugas
pendidik. Dalam hal ini, tugasa orang tua adalah sebagai pendidik anak-
anaknya yang dibantu oleh lembaga pendidikan dimana lembaga ini
banyak memberikan bantuan pendidikan melalui guru-guru yang ada.91
Pendidik disinyalir sebagai manusia pilihan yang memiliki kualitas
pemikiran handal, sehingga mampu mendidik, membimbing dan
mengarahkan peserta didik menjadi manusia yang baik dan berguna, baik
bagi dirinya maupun bagi lingkungan sekitarnya. Sehingga demikian dapat
dipahami bahwa pendidik adalah sebagai orang sangat menentukan
pembentukan jati diri seorang manusia. Dalm konteks ini adalah peserta
didik, sebagai pengganti peran yang seharusnya diemabn oleh orang tua.92
Tugas pendidik adalah Pertama, membimbing si terdidik atau
peserta didik, mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan,
kesanggupan, bakat, minat, dan lain sebagainya. Kedua, menciptakan
91 Abd. Aziz. Op.Cit. hlm 179-18192 Dakir dan Sardimi, Op.Cit, Hlm 64
63
situasi untuk pendidikan. Yang dimaksud dengan situasi pendidikan yaitu
suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung
dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.
Tugas lain ialah harus pula memiliki pengetahuan-pengetahuan
yang diperlukan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan dan lain-lainnya.
Pengetahuan ini hanya sekedar diketahui tetapi juga diamalkan dan
diyakini sendiri. Ingatlah bahwa kedudukan pendidik adalah pihak yang
"lebih" dalam situasi pendidikan. Harus pula diingat bahwa pendidik
adalah manusia dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna. Oleh karena
itu, maka menjadi tugas pula bagi pendidik untuk selalu meninjau diri
sendiri. Dari reaksi peserta didik, dari hasil-hasil usaha pendidikan,
pendidik dapat memperoleh bahan-bahan kecaman dari pihak peserta
didik. Kecaman yang membangunpun besar sekali nilainya.
Menjadi pendidik hendaklah memiliki sifat-sifat sebagi berikut:
1. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajarkan mencari
keridhaan Allah SWT semata
2. Bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwa, terhindar
dari dosa besar, sifat ria (mencari nama), dengki, permusuhan,
perselisihan, dan lain-lain sifat yang tercela.
3. Ikhlas dalam pekerjaan
4. Suka pemaaf
5. Guru merupakan seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru
6. Guru harus mengetahui tabiat murid, dan guru harus menguasai mata
pelajaran.
Itu sebabnya, pendidik menurut Islam bukanlah sekedar
pembimbing melainkan juga sebagai figur teladan yang memiliki
karakteristik baik, sedang hal itu belum tentu terdapat dalam diri
pembimbing. Dengan begitu, pendidik muslim mestilah aktif dari dua arah
: secara eksternal dengan jalan mengarahkan atau membimbing peserta
64
didik, secara internal denagn jalan merealisasikan karakteristik akhlak
mulia.93
Pendidik terbagi dua, yaitu:
1. Pendidik kodrat adalah orang dewasa yang mempunyai tanggung
jawab utama terhadap anak adalah orangtuanya. Orangtua disebut pendidik
kodrat karena mereka mempunyai hubungan darah dengan anak. Namun,
karena orangtua kurang memiliki kemampuan, dan sebagainya untuk
memberikan pendidikan yang diperlukan anaknya. Maka mereka
menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang dewasa lain
untuk membimbingnya seperti guru disekolah, guru agama di masjid,
pemimpin pramukadan tokoh-tokoh masyarakat.
Berdasarkan hal diatas, orangtua menjadi pendidik yang pertama
dan terutama bagi anak-anaknya. Ia harus menerima, mencintai,
mendorong, dan membantu anak aktif dalam kehidupan bersama
(kekerabatan) agar anak memiliki nilai hidup, jasmani, nilai keindahan,
nilai kebenaran, nilai moral, nilai keagamaan, dan bertindak sesuai dengan
niali-nilai tersebut sebagai perwujudan dan peran mereka sebagai
pendidik. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah dalam Surah At-
Tahrim ayat 6
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dankeluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia danbatu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidakmendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada merekadan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim:6)94
Berdasarkan penafsiran ayat diatas dapat dikatakan bahwa setiap
orangtua mukmin menjadi pendidik. Tanpa megikuti pendidikan profesi
93 Abd. Rachman Assegaf, , Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, Hlm 111-11294 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 560
65
pendidik, tanpa memiliki ijazah tertentu, dan tanpa menerima honor dari
siapapun. Ia harus melaksanakan tugas mendidik dengan baik.
2. Pendidik jabatan yaitu pendidik disekolah, seperti guru,
konselor, dan administrator disebut pendidik karena jabatan. Sebutan ini
disebabkan mereka ditugaskan untuk memberikan pendidikan dan
pengajaran disekolah, yaitu mentransformasikan kebudayaan secara
terorganisasi semi perkembangan peserta didik, khususnya dibidang ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pendidik jabatan adalah orang lain (tidak termasuk anggota
keluarga) yang karena keahliannya ditugaskan mendidik guna melanjutkan
pendidikan yang telah dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga. Pada
hakikatnya, pendidik jabatan membantu orangtua dalam mendidik anak
karena orang tua memiliki berbagai keterbatasan. Berbeda dengan
pendidik kodrat, pendidik jabatan dituntut memiliki berbagai kompetensi
sesuai dengan tugasnya.95
Dalam melaksanakan tugasnya, pendidik perlu memahami dan
mengikuti norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan
(relationship) antara pendidik dan peserta didik, orangtua peserta didik,
kolega, dan atasannya. Itulah yang disebut kode etik pendidik. Suatu
jabatan yang melayani orang lain selalu memerlukan kode etik. Demikian
pula jabatan pendidik. Bentuk kode etik suatu lembaga pendidikan tidak
harus sama, tetapi secara intrinsik mempunyai kesamaan konten yang
berlaku umum. Pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan
kewibawaan identitas pendidik. Dalam merumuskan kode etik, Al-Ghazali
lebih menekankan betapa berat kode etik yang diperankan seorang
pendidik daripada peserta didiknya. Kode etik pendidik terumuskan
sebanyak 17 bagian, sementara kode etik peserta didik hanya 11 bagian.
Hal itu terjadi karena guru dalam konteks ini memegang banyak peran,
yang tidak saja menyangkut keberhasilannya dalam menjalankan profesi
95 Bukhari Umar, Op.Cit, Hlm 83-86
66
keguruan, tetapi juga tanggung jawabnya dihadapan Allah kelak. Adapaun
kode etik pendidik yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Menerima segala problem peserta didik dengan hati dan sikap yang
terbuka dan tabah.
b. Bersikap penyantun dan penyayang.
Artinya : 159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlakulemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagiberhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, danbermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudianapabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepadaAllah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkalkepada-Nya.(Q.S. Ali Imran:159)96
[246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyahlainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
c. Menjaga kewibawaan dan kehormatannya dalam bertindak.
d. Menghindari dan menghilangkan sikap angkuh terhadap sesama.
Artinya : 32. (yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar danperbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil.Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. dan Dia lebihmengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu daritanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka
96 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 50
67
janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang palingmengetahui tentang orang yang bertakwa.(Q.S. Al-Najm: 32)97
e. Bersifat rendah hati ketika menyatu dengan sekelompok masyarakat.
Artinya : 88. janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmukepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapagolongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlahkamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamuterhadap orang-orang yang beriman.(Q.S. Al-Hijr:88)98
f. Menghilangkan aktivitas yang tidak berguna dan sia-sia.
g. Bersifat lemah lembut dalam menghadapi peserta didik yang tingkat
IQ-nya rendah, serta membinanya sampai pada taraf maksimal.
h. Meninggalkan sifat marah dalam menghadapi problem peserta didik.
i. Memperbaiki sikap peserta didik, dan lemah lembut terhadap pserta
didik yang kurang lancer bicara.
j. Meninggalkan sifat yang menakutkan bagi peserta didik, terutama pada
peserta didik yang belum mengerti atau mengetahui.
k. Berusaha memperhatikan pertanyaan-pertanyaan peserta didik,
walaupun pertanyaannya terkesan tidak bermutu atau tidak sesuai
dengan masalah yang diajarkan.
l. Menerima kebenaran yang diajukan oleh peserta didik.
m. Menjadikan kebenaran sebagai acuan dalam proses pendidikan,
walaupun kebenaran itu datangnya dari peserta didik.
n. Mencegah dan mengontrol peserta didik mempelajari ilmu yang
membahayakan.
97 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 52698 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 262
68
Artinya : 195. dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, danjanganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.(Q.S. Al-Baqarah:195)
o. Menanamkan sifat ikhlas pada peserta didik, serta terus menerus
mencari informasi guna disampaikan pada peserta didik yang pada
akhirnya mencapai tingkat taqarrub kepada Allah.
Artinya : 5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembahAllah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat danmenunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
[1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) danjauh dari kesesatan.
p. Mencegah peserta didik mempelajari ilmu fardhu kifayah (kewajiban
kolektif, seperti ilmu kedokteran, psikologi, ekonomi, dan sebagainya)
sebelum mempelajari ilmu fardhu'ain (kewajiban individual, seperti
akidah, syari'ah dan akhlak).
q. Mengaktualisasikan informasi yang diajarkan kepada peserta didik.
Artinya : 44. mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan)kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri,Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamuberpikir?. (Q.S. Al-Baqarah:44)99
99 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 1
69
Artinya : 2. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamumengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. 3. Amat besarkebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidakkamu kerjakan.(Q.S. Ash-Shaff:2-3)100
Dalam ungkapan yang berbeda, Muhammad Athiyah Al-Abrasyi
menentukan kode etik pendidik dalam pendidikan Islam adalah sebagai
berikut:
1. Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik,
sehingga ia menyayangi peserta didik seperti menyayangi anaknya
sendiri.
2. Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan peserta didik. Pola
komunikasi dalam interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses
belajar mengajar. Pola komunikasi dalam pendidikan dapat dilakukan
dengan tiga macam yaitu: komunikasi sebagai aksi (interaksi searah),
komunikasi sebagai interaksi (interaksi dua arah), dan komunikasi
sebagai transaksi (interaksi multi arah). Tentunya untuk mewujudkan
pendidikan Islam yang maksimal harus digunakan komunikasi yang
transaksi, sehingga suasana belajar menjadi lebih aktif antara pendidik
dan peserta didik, antara peserta didik dan pendidik, dan antara peserta
didik dengan peserta didik.
3. Memperhatikan kemampuan dan kondisi peserta didik, pemberianmateri pelajaran harus diukur dengan kadar kemampuannya. SabdaNabi Muhammad SAW " Kami para Nabi diperintahkan untukmenempatkan pada posisinya, berbicara dengan seseorang sesuaidengan kemampuan akalnya". (HR. Abu Bakr bin Asy-Syakhir).
4. Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian peserta
didik, misalnya hanya memprioritaskan anak yang memiliki IQ tinggi.
5. Mempunyai sifat-sifat keadilan, kesucian, dan kesempurnaan.
100 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 551
70
6. Ikhlas dalam menjalankan aktivitasnya, tidak banyak menuntut hal
yang diluar kewajibannya.
7. Mengaitkan mater satu denagn materi yang lainnya (menggunakan
pola integrated curriculum) dalam pengajarannya.
8. Memberi bekal peserta didik dengan ilmu yang mengacu pada masa
depan, karena ia tercipta berbeda dengan zaman yang dialami oleh
pendidiknya. Ali bin Abi Thalib berkata:
"didiklah anak kalian dengan pendidikan yang berbeda dengan yangdiajarkan padamu, karena mereka diciptakan untuk zaman yangberbeda dengan zaman kalian"
9. Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat,
bertanggung jawab, dan mampu mengatasi problem peserta didik, serta
mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh.101
k. Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam
Komponen selanjutnya dalam pendidikan adalah peserta didik atau
anak didik. Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan
berkembang, baik fisik mauoun psikis untuk mencapai tujuan
pendidikannya melalui proses pendidikan. Peserta didik dalam arti umum
adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok. Definisi tersebut member arti bahwa peserta didik atau anak
didik adalah anak yang belum dewasa yang memerlukan orang lain untuk
menjadi dewasa. Kendati demikian, peserta didik mempunyai tugas atau
kewajiban yang harus dilaksanakan sebagaiman dikatakan oleh An-Namiri
Al-Qurtubi, yang dikutip oleh Asma Hasan Fahmi yaitu antara lain:
1). Seorang peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran
sebelum ia menuntut ilmu, karena belajar adalah semacam ibadah dan
tidak sah ibadah kecuali dengan hati bersih. Bersih hati artinya
menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela, seperti dengki, benci, menghasud,
101 Bukhari Umar, Op.Cit, Hlm 97-102
71
takabur, menipu, berbangga-bangga dan memuji diri dengan akhlak mulia
seperti benar, taqwa, ikhlas, zuhud, merendahkan diri dan ridlo.
2). Hendaklah tujuan belajar itu ditujukan untuk menghiasi ruh dengan
sifat keutamaan, mendekatkan diri kepada Allah dan bukan untuk
bermegah-megahan dan mencari kedudukan.
3).dinasehatkan agar peserta didik tabah dalam memperoleh ilmu
pengetahuan, maka ia tidak boleh ragu-ragu untuk itu.
4). Wajib menghoramti guru dan bekerja untuk memperoleh kerelaan guru,
dengan mempergunakan bermacam-macam cara. Bermanis mulut
bukanlah satu sikap yang terpuji, kecuali untuk memperoleh kerelaan
guru.102
Selebihnya Muhammad Athiyah Al-Abrasyi menambahkan tugas-
tugas yang harus dilaksanakan oleh peserta didik dalam melaksanakan
proses belajarnya :
1). Sebelum belajar, ia hendaknya terlebih dahulu membersihkan hatinya
dari segala sifat buruk
2). Niat belajar hendaknya ditujukan untuk mengisi jiwa dengan berbagai
fadhilah
3). Hendaknya bersedia meninggalkan keluarga dan tanah air untuk
mencari ilmu ketempat yang jauh sekalipun
4). Peserta didik wajib menghormati gurunya
5). Jangan melakukan aktifitas ketika belajar kecuali atas petunjuk dan ijin
pendidik
6). Memaafkan guru apabila dia bersalah, terutama dalam menggunakan
lidahnya
7). Wajib besungguh-sungguh dalam mencariilmu dan tekun dalam belajar
8). Jangan suka terlalu sering menukar guru, kecuali dengan pertimbangan
yang matang
9). Peserta didik wajib saling mengasihi dan menyayangi diantara
sesamanya, sebagai wujud untuk memperkuat rasa persaudaraan
102Abd. Aziz. Op.Cit. hlm 197-198
72
10). Bergaul dengan baik terhadap guru-gurunya
11). Peserta didik hendaknya mengulang setiap pelajaran dan menyusun
jadwal belajar yang baik guna meningkatkan kedisiplinan belajarnya
12). Menghargai ilmu dan bertekat untuk terus menuntut ilmu sampai
akhir hayat.103
Peserta didik dipandang sebagai anak yang aktif, bukan pasif yang hanya
menanti pendidik atau guru untuk memenuhi otaknya dengan berbagai
informasi. Seimbang dengan kewajiban pendidik untuk menyampaikan
ajaran Islam, peserta didik harus menuntut ilmu, membaca dengan nama
Allah SWT, pada Surah (Q.S. AL-Alaq (96): 1)
Artinya : 1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yangMenciptakan,
Dan secara bertahap pada Surah (Q.S.Al-Insyiqaaq (84): 19)104
Artinya : 19. Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalamkehidupan),(Yang dimaksud dengan tingkat demi tingkat ialah dari setetes air mani
sampai dilahirkan, kemudian melalui masa kanak-kanak, remaja dan
sampai dewasa. dari hidup menjadi mati kemudian dibangkitkan kembali.)
Karena orang yang berilmu pengetahuan melalui proses belajar itu berbeda
dengan orang yang tidak mengetahui terdapat pada Surah (Q.S Al-
Hujuraat (49): 9)105 :
103 Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Op.Cit. hlm 146-148104 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 589105 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 515
73
Artinya : 9. dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman ituberperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yangsatu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggarPerjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan,dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.
Orang yang beriman dan berilmu pengetahuan akan ditinggikan derajatnya
oleh Allah SWT terdapat pada Surah (Q.S. Al-Mujaadilah (58): 11)106
Artinya : 11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakankepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlahniscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikanorang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmupengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yangkamu kerjakan.
Sedangkan orang yang tidak memanfaatkan karunia Allah berupa panca
indera dan kalbu atau otak untuk berfikir , ibarat binatang ternak, bahkan
lebih sesat lagi, terdapat pada Surah (Q.S. AL-A'raaf (7) : 179).107
106 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 542107 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 151
74
Artinya : 179. Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi nerakaJahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati,tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) danmereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi)tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itusebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulahorang-orang yang lalai.
Semua itu sebagai bukti bahwa peserta didik dalam konsep Islami haruslah
aktif dan dinamis dalam berfikir, belajar, merenungkan, meneliti,
mencoba, menemukan, mengamalkan, dan menyebarluaskan
aktivitasnya.108
l. Manfaat dan Fungsi Pendidikan Islam
Manfaat dan fungsinya adalah sebagai berikut:
Pertama, membantu menemukan maslah-maslah pendidikan dan sekaligus
memberikan cara untuk mengatasinya berdasarkan cara kerjanya yang
sistematik, radikal, universal, mendalam, spekulatif, dan rasional.
Kedua, memberikan informasi yang komprehensif, mendala, dan
sistematik tentang hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam merumuskan
dan mendesain konsep pendidikan, seperti informasi tentang manusia
dengan berbagai potensi, bakat dan minat yang dimilikinya, tentang alam
jagat raya dengan berbagai macam ragam, sifat dan karakternya, tentang
ilmu pengetahuan, tentang sumber (ontologi), metodologi (epistemologi),
dan penggunaannya (aksiologi)nya, tentang akhlak (etika) dengan berbagai
macam dan proses mananamkannyadalam diri manusia, tentang
108 Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam , Op.Cit, Hlm 113-114
75
masyarakat dengan berbagai stratifikasinya, tentang nilai-nilai budaya dan
lain sebagainya.
Ketiga, memberikan dorongan bagi dilakukannya aktivitas pendidikan
yang disebabkan karena memiliki pengetahuan tentang sesuatu yang
sistematik, mendalam dan komprehensif tentang masalah-maslah yang
berkaitan dengan pendidikan.
Keempat, memberikan informasi tentang pendidikan, termasuk pendidikan
Islam, tentang bermutu atau tidaknya pendidikan tersebut, atau tercapai
tidaknya tujuan pendidikan yang ditetapkan, serta berbagai kelemahan
lainnya. Dengan bantuan filsafat pendidikan akan dapat diketahui letak
kelemahan pendidikan tersebut, dan sekaligus memberikan alternative-
alternatif perbaikan dan pengembangannya.
Ada beberapa fungsi pendidikan Islam yaitu sebagai berikut:
Pertama, fungsi spekulatif, yaitu berusaha untuk mengerti keseluruhan
persoalan pendidikan dan mencoba merumuskannyadalam satu gambaran
pokok sebagai pelengkap bagi data-data yang telah ada dari segi ilmiah.
Kedua, fungsi normative, yaitu menentukan arah dan maksud pendidikan.
Hal yang demikian terlihat dari adanya rumusan visi, misi dan tujuan
pendidikan. Yakni keadaan manusia atau masyarakat yang diinginkan oleh
pendidikan. Yang semua itu dapat digambarkan dengan bantuan filsafat
pendidikan.
Ketiga, fungsi kritik, yaitu memberikan dasar bagi pengertian kritis dan
rasional dalam mempertimbangkan dan menafsirkan data-data ilmiah.
Misalnya, data pengukuran analisis evaluasi kepribadian maupun prestasi,
cara menetapkan klasifikasi prestasi secara tepat dengan data-data objektif,
dan menetapkan asumsi-asumsi berikut hipotesisnya yang lebih masuk
akal.
Keempat, fungsi teoretis, yakni memberikan prinsip-prinsip umum bagi
suatu kegiatan praktik dalam dunia pendidikan.109
109 Abuddin Nata, Op.Cit, hlm 38-40
76
m. Manfaat Mempelajari Filsafat Pendidikan Islam
Sudah dapat diduga bahwa setiap ilmu sudah pasti memiliki
kegunaan, termasuk juga ilmu filsafat pendidikan Islam ini, para ahli
dibidang ini telah banyak meneliti secata teoretis mengenai kegunaan
filsafat pendidikan Islam. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany
misalnya mengemukakan tiga manfaat dari mempelajari filsafat
pendidikan Islam tersebut sebagai berikut:
1. Filsafat pendidikan itu dapat menolong para perancang pendidikan dan
orang-orang yang melaksanakannya dalam suatu negara untuk
membentuk pemikiran sehat terhadap proses pendidikan. Disamping
itu ia dapat menolong terhadap tujuan-tujuan dan fungsi-fungsinya
serta meningkatkan mutu penyelesaian masalh pendidikan dan
peningkatan tindakan dan keputusan termasuk rancangan-rancangan
pendidikan mereka. Selain itu ia juga berguna untuk memperbaiki
peningkatan pelaksanaan pendidikan serta kaidah dan cara mereka
mengajar yang mencakup penilaian, bimbingan dan penyuluhan.
2. Filsafat pendidikan Islam dapat menjadi asas yang terbaik untuk
penilaian pendidikan dalam arti yang menyeluruh. Penilaian
pendidikan itu dianggap persoalan yang perlu bagi setiap pengajaran
yang baik. Dalam pengertian yang terbaru, penilaian pendidikan
meliputi segala usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh sekolah,
institusi-institusi pendidikan secara umum untuk mendidik angkatan
baru dan warga Negara dan segala yang berkaitan dengan itu.
3. Filsafat pendidikan Islam akan menolong dalam memberikan
pendalaman pikiran bagi faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial,
ekonomi dan politik dinegara kita.
Berdasarkan pada kutipan diatas timbul kesan bahwa kegunaan dan
fungsi filsafat pendidikan Islam ternyata amat strategis. Ia seolah-olah
menjadi acuan dalam memecahkan berbagai persoalan dalam pendidikan.
Hal ini disebabkan karena yang diselesaikan filsafat pendidikan Islam itu
77
adalah bidang filosofinya yang menjadi akar bagi setiap permasalahan
kependidikan.110
Selanjutnya manfaat mempelajari filsafat dan filsafat pendidikan
yaitu sebagai berikut:
Pertama, hidup dan kehidupan selalu bergerak, baik kearah positif
maupun negatif, dan selalu menyeret manusia. Apalagi bagi individu yang
hidup dalam masyarakat yang mengalami transisi dan pergeseran nilai-
nilai kehidupan. Hal-hal demikian kadang-kadang dihadapi dengan
kesiapan atau mekanisme diri yang labil sehingga tidak jarang mengalami
krisis batin, dengan tingkat yang berbeda-beda. Dalam hal seperti ini,
individu yang sudah memiliki filsafat hidup (philosophy of life), akan
dapat mengantisipasinya dengan damai, sehingga terhindar dari berbagai
hal yang negative dalam hidup dan kehidupannya.
Al-Qur'an menjelaskan betapa pentingnya adanya pegangan yang
mantab dalam hidup dan kehidupan ini. Seperti yang dapat dipelajari
misalnya dalam surat Al-Ra'd ayat 28 :111
Artinya ; (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati merekamanjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya denganmengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.Selanjutnya, dapat juga dipelajari dalam surat Al-Fajr ayat 27-30:112
27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hatiyang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke dalam jama'ahhamba-hamba-Ku, 30. masuklah ke dalam syurga-Ku
110 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Op.Cit, 17-18111 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 249112 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 593
78
Kedua, tiap pribadi punya pandangan hidup atau filsafat hidup
sendiri-sendiri yang menentukan perilakunya. Hal ini member indikasi
bahwa setiap orang seyogyanya mempunyai pasangan hidup yang benar-
benar diyakini kebenaran dan kebaikannya sehingga menghasilkan
perilaku yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Dalam Al-Qur'an
surat Al-Isra' ayat 84 dikemukakan:
Artinya ; Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurutkeadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapayang lebih benar jalanNya.113
Ketiga, setiap individu mempunyai hak kebebasan untuk
menentukan pandangan hidup yang dia pilih. Hal ini memberi arti, bahwa
setiap perilaku yang dilakukan, merupakan keputusan batin sendiri dan
demikian juga member arti bahwa manusia telah punya kebebasan dan
kepribadian sendiri. Dalam Islam hal ini ditegaskan antara lain dalam Al-
Qur'an surat Al-Balad 8-10:
8. Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, 9. lidahdan dua buah bibir. 10. dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan(Yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan kebajikan dan jalankejahatan).114
Keempat, perlu memahami tentang filsafat, bagaimanapun tingkat
kemampuan yang ada. Walaupun seseorang tahu tentang ilmu filsafat
dalam kadar yang sedikit, itupun dapat digunakan sebagai pedoman dalam
kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu, maupun sebagai anggota
masyarakat.115
113 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 282114 Al-Qur'an terjemahan cet. Toko Kitab Mubarokatan Toyyibah, Kudus, Hlm 594115Muhammad As Said, Op.Cit. hlm 25-26
79
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Skripsi Moh.Sullah 06110201 Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Tarbiyah Maulana Malik Ibrahim dengan judul "
STUDI KOMPARASI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK SAYYID
MUHAMMAD AL-NAQUIB AL-ATTAS DAN IBN MISKAWAIH"
yang intinya adalah Dari hasil penelitian ini terungkap bahwa konsep
pendidikan akhlak menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah
pengenalan dan pengalaman untuk memahami makna sesuatu sebagai
upaya pembentukan akhlakul karimah guna mendekatkan diri kepada
Allah (taqarrub) demi mencapai keselamatan di dunia dan di akhirat yang
dikenal dengan konsep ta'dib. Sedangkan konsep pendidikan Akhlak Ibnu
Miskawaih adalah keadaan jiwa yang mendorong manusia untuk
melakukan perbuatan-perbuatan secara spontan (tanpa ada pemikiran dan
pertimbangan) itu dapat diperoleh pembawaan sejak lahir, tetapi juga
dapat diperoleh dengan latihan-latihan membiasakan diri, hingga menjadi
sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan yang baik yang dikenal
dengan konsep al-wasith (posisi tengah). Adapun perbandingan dari kedua
tokoh tersebut menunjukkan bahwa keduanya mengalami banyak
persamaan dibandingkan perbedaannya. Persamaan tersebut terletak pada
landasan dasar akhlak yaitu berlandaskan pada ontologi (tauhid),
epistimologi (ilmu) dan aksiologi (akhlak/ moral) yang mengacu pada al-
Qur‟an dan al-Hadits, materi pendidikan, serta tujuan pendidikan akhlak
itu sendiri. Sedangkan bentuk perbedaannya terletak pada hakikat dari
pendidikan akhlak itu sendiri. Menurut Sayyid Muhammad Al-Naquib Al-
Attas bahwa akhlak mengalami perubahan dikarenakan faktor lingkungan
yang dikenal dengan teori empirisme. Sedangkan Ibnu Miskawaih bahwa
akhlak itu diperoleh dari pembawaan dan lingkungan di sekitarnya yang
dikenal dengan teori konvergensi. Penelitian ini bersifat deskriptif
kualitatif dengan analisis komparatif. Data yang digunakan adalah sumber
data primer, yaitu Konsep Pendidikan dalam Islam, Aims and Objectives
of Islamic Education dan kitab Tahdzib Al-Akhlaq wa Tathhir Al-A‟raq.
80
Sedangkan data yang kedua adalah sumber data skunder, yaitu Filsafat
dan Praktik Pendidikan Islam, Filsafat Pendidikan Islam: Analisis
Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Menuju Kesempurnaan
Akhlak dan data-data yang sesuai dengan judul peneliti. Sedangkan teknik
pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi, dan teknik analisis
datanya menggunakan content analysis. Sementara pembahasannya
menggunakan metode deduksi, induksi dan komparasi. 116
Skripsi Ahmad Wahidillah Agung P. NIM 08470006 Mahasiswa
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga dengan Judul
"KOMPARASI KONSEP KEBEBASAN MANUSIA MENURUT JOHN
DEWEY DAN MUHAMMAD ATHIYAH AL-ABRASYI (Perspektif
Filsafat Pendidikan) yang intinya adalah Penelitian ini memiliki latar
belakang bahwa pendidikan saat ini masih saja melakukan penindasan dan
pengekangan terhadap peserta didik dengan memberlakukan peraturan
yang ketat dan sistem pembelajaran yang teacher centred. Hal ini
mengakibatkan peserta didik tidak mempunyai kebebasan dalam
mengembangkan bakat dan potensi yang dimilikinya. Sehingga tujuan
dalam penelitian ini adalah : (1) menjelaskan gagasan John Dewey dan
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi tentang konsep kebebasan manusia dalam
perspektif filsafat pendidikan; (2) menjelaskan komparasi dari gagasan
kedua tokoh yang kemudian diharapkan memberikan gambaran alternative
tentang pendidikan yang konstruktif dalam mengembangkan pendidikan
yang berlandaskan kepada kebebasan peserta didik. Penelitian ini
merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan
menggunakan pendekatan filosofis-historis. Penelitian ini bersifat
deskriptif komparatif analitik yang bersumber pada pemikiran John Dewey
dan Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, maka dalam menganalisa data
menggunakan teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan :
(1) menurut John Dewey kebebasan manusia merupakan sebuah kondisi
116 http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_detail&id=06110201
81
dimana manusia mampu memerintah dirinya sendiri tanpa mengikuti
desakan orang lain, terlepas dari kekangan-kekangan yang mengikat, serta
selalu berusaha sesuai dengan apa yang menjadi bakat dan
kemampuannya. Kebebasan menurutnya ada beberapa macam, yaitu :
pertama, kebebasan berpikir artinya tidak ada yang menghalangi pikiran
bekerja. Kedua, kebebasan intelegensi yaitu kebebasan untuk melakukan
observasi dan pertimbangan yang dilakukan atas nama sejumlah tujuan
yang pada hakikatnya berharga. Ketiga, kebebasan berbicara
(menyampaikan pendapat). Keempat, kebebasan bergerak (bertindak
dalam eksperimen). Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, kebebasan
merupakan keberanian mengambil sikap untuk tidak mengikuti apa yang
telah menjadi pertimbangan orang lain, yang pada intinya, manusia harus
percaya dan berpegang teguh pada kemampuan diri sendiri (fitrah). (2)
Kalangan progressive memberi kebebasan peserta didik untuk bersikap
dan berbuat sesuai dengan cara dan kemampuannya masing-masing dalam
usaha meningkatkan kecerdasan dan daya kreasi. Di dalam filsafat
pendidikan Islam, peserta didik diberi kebiasaan bebas dan mendidiknya
dengan pendidikan pembebasan agar peserta didik mempunyai
kemampuan untuk menentukan hidupnya tanpa harus bergantung dengan
orang lain (3) Komparasi dari konsep Dewey dan Muhammad Athiyah Al-
Abrasyi bisa dilihat dari persamaan dan perbedaannya. Persamaanya
secara eksplisit bisa dilihat dari prinsip kebebasan yang menghargai
independensi manusia dan mewujudkan pendidikan yang humanis.
Perbedaannya terletak pada tujuan dan orientasi kebebasan tersebut serta
pada proses pembelajaran dan pembatas kebebasan tersebut.117
117http://digilib.uinsuka.ac.id/10125/1/BAB%20I%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
82
C. Kerangka Berfikir
Istilah pendidikan Islam masih menjadi perdebatan dalam konsep
dan realitanya, banyak istilah kunci penting kosa kata dasar Islam pada
bahasa-bahasa masyarakat muslim saat ini telah digantikan dan diperalat
untuk menyampaikan bidang-bidang makna yang asing. Gejala modern
inilah yang menyebabkan kebingungan dalam pikiran para muslim,
semacam suatu pergeseran kearah dunia non-Islam yang disebut
deislamisasi bahasa. Kebingungan semantic akibat kesalahan penerapan
konsep-konsep kunci dalam kosa kata Islam bisa mempengaruhi persepsi
tentang pandangan dunia Islam. dewasa ini, konsep pendidikan adalah satu
diantara konsep-konsep kunci dalam kosa kata dasar Islam. sekarang ini
disebut dengan Istilah tarbiyah. Namun menurut Muhammad Al-Naquib
Al-Attas istilah tarbiyah bukanlah istilah yang tepat dan bukanlah istilah
yang benar untuk memaksudkan pendidikan dalam pengertian Islam. dan
beliau mengatakan bahwa tarbiyah dalam konotasinya yang sekarang
merupakan istilah yang relatif baru. Dan istilah yang lebih tepat adalah
istilah ta'dib begitu juga Muhammad Athiyah Al-Abrasyi istilah tarbiyah
lebih tepat daripada istilah tarbiyah, sampai sekarang belum ada kata
sepakat tentang istialh pendidikan dalam arti Islam.