39
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 11 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism Development) Konsep Sustainable Tourism yang diperkenalkan oleh World Commission on Environment and development (WCAD di Brunlad Report pada tahun 1987), disebutkan bahwa, “Sustainable development is development that meets the needs of present without compromising the ability of future generation to meet their own needs” 9 . Dari pernyataan tersebut dipahami bahwa Sustainable Development adalah bagian dari pembangunan berkelanjutan dengan mempertirnbangkan kebutuhan pada saat ini dengan tidak mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Demikian pula WTO (World Trade Organization) mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan yang mencakup, Ecological Sustainability; Social and Cultural Sustainability; dan Economic Sustainability, baik untuk generasi yang sekarang maupun generasi yang akan datang 10 Dalam perjalanan waktu, konsep pernbangunan berkelanjutan (Sustainable Development) diadopsi kedalarn konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan (Sustainable Tourism Development). Pembangunan pariwisata berkelanjutan 9 Abdilah Fitra dan Leksmono, S Maharani, “Pengembangan Kepariwisataan berkelanjutan”, (Jurnal Ilmu Panwisata Vol.6, No. l. Juli 2001), hal 87. Diterjemahkan bebas “Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan dimasa sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”. 10 Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global”. (Denpasar : Udayana University Press, 2010). Hal 57

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengembangan Pariwisata ...digilib.uinsby.ac.id/19203/4/Bab 2.pdf · jangka pendek tetapi juga untuk kepentingan generasi me ... Tujuan dari hubungan pendekatan

Embed Size (px)

Citation preview

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism

Development)

Konsep Sustainable Tourism yang diperkenalkan oleh World Commission on

Environment and development (WCAD di Brunlad Report pada tahun 1987),

disebutkan bahwa, “Sustainable development is development that meets the needs

of present without compromising the ability of future generation to meet their own

needs”9. Dari pernyataan tersebut dipahami bahwa Sustainable Development

adalah bagian dari pembangunan berkelanjutan dengan mempertirnbangkan

kebutuhan pada saat ini dengan tidak mengabaikan kemampuan generasi

mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Demikian pula WTO (World Trade

Organization) mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan yang mencakup,

Ecological Sustainability; Social and Cultural Sustainability; dan Economic

Sustainability, baik untuk generasi yang sekarang maupun generasi yang akan

datang10

Dalam perjalanan waktu, konsep pernbangunan berkelanjutan (Sustainable

Development) diadopsi kedalarn konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan

(Sustainable Tourism Development). Pembangunan pariwisata berkelanjutan 9 Abdilah Fitra dan Leksmono, S Maharani, “Pengembangan Kepariwisataan berkelanjutan”,

(Jurnal Ilmu Panwisata Vol.6, No. l. Juli 2001), hal 87.

Diterjemahkan bebas “Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi

kebutuhan dimasa sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhan mereka sendiri”. 10 “Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global”. (Denpasar : Udayana University

Press, 2010). Hal 57

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

diartikan sebagai proses pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada

kelestarian sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan pada masa

mendatang, pengertian pembangunan pariwisata berkelanjutan ini pula diartikan

“Form of tourism that are consistent with natural, social, and community values

and which allow both host and guest to enjoy positive and worth while interaction

and shared experience”11. Selain itu, Wall, menekankan pembangunan pariwisata

berkelanjutan tidak hanya pada ekologi dan ekonorni, tetapi juga berkelanjutan

kebudayaan karena kebudayaan juga merupakan sumber daya penting dalam

pembangunan pariwisata12. Oleh karena itu, Suwena rnengkategorikan suatu

kegiatan wisata dianggap berkelanjutan apabila rnernenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

“Pertama, Secara ekologi berkelanjutan, yaitu pembangunan

pariwisata tidak menimbulkan efek negatif terhadap ekosistem

setempat. Selain itu, konservasi merupakan kebutuhan yang harus

diupayakan untuk melindungi sumber daya alam dan lingkungan dari

efek negatif kegiatan wisata: Kedua, secara sosial dapat diterima, yaitu

mengacu pada kemampuan penduduk lokal untuk menyerap usaha

pariwisata (industri dan wisatawan) tanpa menimbulkan konflik social.

Ketiga, secara kebudayaan dapat diterima, yaitu masyarakat lokal

mampu beradaptasi dengan budaya wisatawan yang cukup berbeda

(kultur wisatawan). Keempat, secara ekonomi menguntungkan, yaitu

keuntungan yang didapati dari kegiatan pariwisata dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat”.

Konsep pembangunan berkelanjutan kemudian oleh Burns dan Holder13

diadaptasikan untuk bidang pariwisata sebagai sebuah model yang

11 “Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global”. (Denpasar : Udayana University

Press, 2010). Hal 279.

Diterjemahkan bebas “Konsep wisata diantaranya yaitu konsisten terhadap alam, sosial dan nilai-

nilai yang ada dimasyarakat. Yang mana antara kedua belah pihak yaitu tuan rumah dan tamu

saling menikmati bersama dan menciptakan timbal balik pengalaman mereka. 12 Ibid Hal 279 13 Ibid hal 280

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

mengintegrasikan lingkungan fisik (Place), lingkungan budaya (Host community),

dan wisatawan (visitor). Untuk memenuhi pencapaian pembangunan pariwisata

yang berkelanjutan, maka oleh Burns dan Holder, mengkonstruksikan hal tersebut

melalui 7 prinsip (acuan)14, antara lain:

“Pertama, lingkungan memiliki nilai hakiki yang juga bisa berfungsi

sebagai asset wisata. Pemanfaatannya bukan hanya untuk kepentingan

jangka pendek tetapi juga untuk kepentingan generasi mendatang;

Kedua, pariwisata harus diperkenalkan sebagai aktivitas yang positif

yang memberikan keuntungan bersama kepada masyarakat,

lingkungan, dan wisatawan itu sendiri; Ketiga, hubungan antara

pariwisata dan lingkungan harus dibuat sedemikian rupa sehingga

lingkungan tersebut berkelanjutan untuk jangka panjang. Pariwisata

harus tidak merusak sumber daya alam supaya masih dapat dinikmati

oleh generasi mendatang atau membawa dampak yang dapat diterima;

Keempat, aktivitas pariwisata dan pembangunan harus peduli terhadap

skala/ukuran alam dan karakter tempat-tempat kegiatan tersebut

dilakukan; Kelima, pada lokasi lainnya, keharmonisan harus dibangun

diantara kebutuhan-kebutuhan wisatawan, tempat/lingkungan, dan

masyarakat; Keenam, dunia yang cenderung dinamis dan penuh

dengan perubahan dapat selalu memberi keuntungan. Adaptasi

terhadap perubahan, bagaimanapun juga, jangan sampai keluar dari

prinsip-prinsip ini. Ketujuh, industri pariwisata, pemerintah lokal, dan

lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan, semuanya

memiliki tugas untuk peduli pada prinsip-prinsip di atas dan bekerja

sama untuk merealisasikannya”.

Sejalan dengan pandangan Burns dan Holder, konsep pariwisata

berkelanjutan oleh Chucky15 yang dimuat dalam Hall International (UK) Limited,

Hemel Hempstead “. Internasional Tourism :

14 I Putu Anom “Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global”. (Denpasar : Udayana

University Press, 2010). Hal :281. 15 Chucky. “Internasional Tourism .' A Global Prespective”. Word Tourism Organization (WTO).

Madrid Spanyol.

3 Konsep diatas diterjemahkan bebas : 1) Kualitas yg menyangkut kualitas pelayanan kepada

wisatawan, peningkatan kualitas atau taraf hidup masyarakat lokal, dan peningkatan kualitas alam

yang dijadikan obyek atau daya tarik wisatawan. 2) kelestarian sumber daya alam dan kelestarian

budaya-budaya masyarakat lokal dan 3) keseimbangan kebutuhan industri pariwisata, lingkungan

dan masyarakat lokal agar tercipta tujuan dan kerjasama yang saling menguntungkan diantara para

stakeholder dan destinasi pariwisata.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

A global Perspective, Focus on 3 things, That is “ 1). Quality,

sustainable tourism provides a quality experience for visitor, while

improving the quality of life of the host community and protecting the

of qualigl of the environment; 2). Continuity, sustainable tourism

ensures the continuity of the natural resources upon which it is based,

and the continuity of the culture of the host community with satisfiling

experience for visitor; 3). Balance, sustainable tourism balance the

needs for tourism industry, supporters of the environment and the

local community. Sustainable tourism emphasize the mutual goals and

cooperation among visitor, host communigl and destination in contras

to more traditional approaches to tourism which emphasize their

diverses and conflicting needs”.

Selanjutnya, dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan menekankan bahwa

pariwisata harus didasari kriteria yang berkelanjutan yang intinya adalah bahwa

pembangunan ekologi jangka panjang harus didukung dan pariwisata harus layak

secara ekonomi serta adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat lokal. Selain

itu, konsep sustainable development meliputi tiga komponen yang saling

berhubungan satu dengan yang lainnya, sebagai berikut16: Pertama. Ecologycal

Sustainability, bermakna bahwa pembangunan kepariwisataan tidak disebabkan

oleh perubahan yang irreversible dalam suatu ekosistem yang telah ada, dan

menjadi dimensi yang secara umum diterima sejak adanya kebutuhan untuk

melindungi sumber daya alam dari dampak negatif kegiatan pariwisata. Kedua,

Social Adaptability, sesuai dengan kemampuan kelompok untuk menyerap

wisatawan tanpa menimbulkan ketidak-harmonisan hubungan sosial, baik antara

anggota kelompok masyarakat tersebut dengan wisatawan, atau antara sesama

anggota kelompok tersebut. Ketiga, Cultural Sustainability, dalam konteks ini

mengasumsikann bahwa di dampak kehadiran wisatawan kesuatu daerah tujuan

wisata, tidak membawa dampak negatif terhadap perkembangan budaya setempat,

16 Abdilah Fitra dan Leksmono, S Maharani, “Pengembangan Kepariwisataan berkelanjutan”,

(Jurnal Ilmu Pariwisata Vol.6, No. 1 Juli 2001) hal

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

melainkan keberadaan budaya tersebut harus tetap dipertahankan untuk generasi

yang akan datang. Selanjutnya, untuk mencapai tujuan sustainable tourism

development, maka dibutuhkan dua pendekatan dalam keterkaitannya dalam

pariwisata. Fagence17, menunjukkan dua model keterkaitan itu, antara lain :

Pertama, keterkaitan Horisontal (horizontal lingkage), pendekatan ini

mengandung pengertian bahwa kepariwisataan merupakan fasilitator terhadap

berbagai program dan kebijakan yang akan dilaksanakan.

Agar proses yang terjadi menjadi efisien, diperlukan berbagai komponen

kebijakan yang saling mendukung untuk dapat memahami persoalan secara jernih,

mendefinisikan Visi dan misi pembangunan, pemahaman terhadap hirarki tujuan

dan sasaran program, serta pengorganisasian proses secara baik. Pada pendekatan

ini kepariwisataan merupakan komponen dari proses yang berjalan sejajar dengan

bidang lain sehingga diperlukan kolektivitas. Kedua, Keterkaitan Vertikal

(vertical lingkage). Tujuan dari hubungan pendekatan ini adalah untuk mencari

keseimbangan penggabungan komponen-komponen penting dari aktivitas

kepariwisataan dan pembangunan serta ‘melindungi’ berbagai terobosan

cemerlang dalam pengambilan keputusan. Karakteristik hubungan vertikal adalah

sebagai berikut : Pertama, pada pendekatan ini, kepariwisataan merupakan bagian

dari pembangunan yang berfungsi sebagai bagian dari strategis dalam penyusunan

kebijakan, sehingga berada di atas dan berpengaruh terhadap sektor lain; Kedua,

elemen strategis dari perencanaan kebijakan harus mencakup penyediaan sarana

dan prasaranaa kepariwisataan; Ketiga, pengembangan kepariwisataan khusus,

17 Abdilah Fitra dan Leksmono, S Maharani, “Pengembangan Kepariwisataan berkelanjutan”,

(Jurnal Ilmu Pariwisata Vol.6, No. 1 Juli 2001) hal 87

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

mencakup akomodasi, dalam berbagai tipe, hotel, motel, dsb; Kelima, prakiraan

dampak (mencakup kajian carrying capacity) pembangunan kepariwisataan

ditinjau dari sisi ekonomi, lingkungan, sosial ekonomi masyarakat lokal, budaya

dan warisan; Keenam, pembiayaan, pemasaran, promosi, dan system informasi;

Ketujuh, kampanye Sadar Wisata bagi masyarakat. Dari penjelasan di atas

Veresci18 menyimpulkan bahwa, untuk mencapai pembangunan kepariwisataan

berkelanjutan diperlukan strategi untuk menghindari atau melawan empat faktor

yang saling terkait sebagai berikut : Pertama, perencanaan kondisi lingkungan

yang sensitif terhadap perubahan serta beberapa komponen budaya dari

masyarakat lokal. Kedua, perencanaan dalam mengatasi semua perbedaan antar

sektor yang berkepentingan. Ketiga, perencanaan untuk mengatasi dan melawan

pengaruh negative dari program kepariwisataan secara massal. Keempat,

perencanaan dalam menghadapi perubahan kondisi lingkungan yang tidak dapat

berbalik (irreversible changes)”.

Dengan demikian dari berbagai pandangan dan kajian konseptual tentang

pengembangan pariwisata berkelanjutan, konsep yang ditawarkan oleh Burns dan

Holder menjadi pilihan acuan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan

(sustainable tourism development) yang berbasis komunitas masyarakat

(community based tourism). Atau dengan kata lain, pariwisata berkelanjutan

merupakan suatu konsep pariwisata yang di cita-citakan oleh masyarakat yang

memahami pentingnya arti keberlanjutan itu sendiri, yang menekankan pada

18 Abdilah Fitra dan Leksmono, S Maharani,“Pengembangan Kepariwisataan Berkelanjutan”,

(Jurnal Ilmu Pariwisata Vol.6, No. 1 Juli 2001) hal 92

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

keberlanjutan pengembangan suatu kawasan pariwisata pada tiga aspek yaitu,

ekologi, sosial budaya, dan ekonomi. Oleh sebab itu, dibutuhkan strategis

perencanaan yang baik dan terpadu oleh semua stakeholder dalam

pelaksanaannya. Sehingga, menurut peneliti, dari keempat strategi perencanaan

dari model Veresci tersebut apabila dapat diintegrasikan ke dalam suatu

perencanaan terpadu maka diyakini dapat menghasilkan apa yang disebut sebagai

pembangunan kepariwisataan berkelanjutan (sustainable tourism development).

B. Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism)

Salah satu point penting dalam konsep pengembangan pariwisata

berkelanjutan, yaitu bagaimana masyarakat lokal dapat diberdayakan dan diikut

sertakan dalam aktivitas kegiatan pariwisata itu sendiri dalam rangka memperoleh

kemanfaatan dari kegiatan pariwisata. Selain itu mengingat peran masyarakat

begitu penting dalam menjaga kondisi lingkungan dimana obyek Wisata itu

berada, maka peneliti akan menampilkan beberapa konsep (definisi) dari beberapa

teori mengenai konsep pengembangan pariwisata berbasis masyarakat

(Community based tourism). Kemudian juga akan dibahas beberapa konsep

mengenai partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata, antara lain :

kewirausahaan dalam pariwisata (Entrepreneurship in tourism), peran komunitas

dalam menjaga lingkungan dan peran pemimpin lokal (Local leader) dalam suatu

komunitas masyarakat.

1. Partisipasi Masyarakat dalam Pariwisata

Pengembangan pariwisata tentunya tidak dapat dipisahkan dengan partisipasi.

Masyarakat tidak lagi ditempatkan sebagai objek yang hanya menerima apa yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

diputuskan dari atas (pemerintah), tetapi masyarakat pada saat ini juga harus

dilibatkan sebagai subjek dalam kerangka mengembangkan pariwisata.19

Keterlibatan masyarakat dalam mengembangkan pariwisata akan menyebabkan

timbulnya rasa memiliki dan rasa ingin turut memelihara potensi pariwisata yang

berada di daerahnya. Pandangan Razak, dalam sebuah Seminar Pengembangan

Suatu Kawasan Bahari, mengungkapkan bahwa pembangunan pariwisata harus

dikaitkan dengan karakteristik sosial ekonomi masyarakat lokal sehingga

kemajuan pariwisata akan terintegrasi dengan perekonomian masyarakat lokal20.

Selanjutnya untuk menganalisis siapa yang berpartisipasi, Cohen dan Uthoff

menyarankan agar mengidentifikasi ciri-ciri khusus, mereka itu adalah21: Pertama,

penduduk setempat, Kedua, pemimpin masyarakat baik secara formal maupun

non formal, Ketiga, pejabat pemerintah, Keempat, orang asing.

Khusus kategori satu yaitu penduduk setempat, penting untuk

pengelompokan menurut umur, jenis kelamin, status keluarga, pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, tempat tinggal. Dimensi yang cukup penting untuk

diperhatikan adalah “bagaimana partisipasi itu berlangsung” pertama, Apakah

inisiatif itu datang dari administrator atau penduduk setempat, kedua, apakah

dorongan partisipasi itu sukarela atau paksaan, ketiga, struktur partisipasinya,

keempat, saluran partisipasinya, kelima, durasi partisipasinya, keenam, ruang

lingkup partisipasinya, ketujuh, pemberian kuasa, yang meliputi bagaimana

keterlibatan pengarah pada hasil yang diharapkan. Dalam mengukur partisipasi,

19 Manafie, Adi Hendrik, “Wisatawan dan Penerimaan Masyarakat Lokal Nemberala”, (Salatiga:

Tesis Master Program Pascasarjana UKSW Salatiga 2003) Hal 21 20 Ibid Hal 22 21 Ibid Hal 24

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

harus digunakan indikator sikap dan perbuatan.

Selain itu, Masyarakat merupakan sekelompok orang yang berada di suatu

wilayah geografi yang sama dan memanfaatkan sumber daya alam lokal yang ada

di sekitarnya22. Di negara-negara maju dan berkembang pada umumnya pariwisata

dikelola oleh kalangan swasta yang memiliki modal usaha yang besar yang

berasal dari luar daerah dan bahkan luar negeri. Sehingga masyarakat lokal yang

berada di suatu daerah destinasi pariwisata tidak dapat terlibat langsung dalam

kegiatan pariwisata. Ketidak terlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan

pariwisata sering kali menimbulkan opini bahwa masyarakat lokal bukan

termasuk stakeholders dari pariwisata dan merupakan kelompok yang

termarjinalisasi dari kesempatan bisnis dalam bidang pariwisata. Pada dasarnya

masyarakat lokal memiliki pengetahuan tentang fenomena alam dan budaya yang

ada di sekitarnya. Namun mereka tidak memiliki kemampuan secara finansial dan

keahlian yang berkualitas untuk mengelolanya atau terlibat langsung dalam

kegiatan pariwisata yang berbasiskan alam dan budaya.

Sejak beberapa tahun terakhir ini, potensi-potensi yang dimiliki oleh

masyarakat lokal tersebut dimanfaatkan oleh para pengelola wilayah yang

dilindungi (Protected area) dan pengusaha pariwisata untuk diikutsertakan dalam

menjaga kelestarian alam dan biodiversitas yang ada di daerahnya. Masyarakat

lokal harus terlibat secara aktif dalam pengembangan pariwisata. Lebih jauh,

22 Subadra, I Nengah, “Ekowisata Hutan Mangrove Dalam Pembangunan Pariwisata

Berkelanjutan: Studi Kasus di Mangrove Information Center, Desa Pemogan, Kecamatan

Denpasar Selatan, Kota Denpasar”. (Tesis S2 Kajian Pariwisata, Universitas Udayana 2006). Hal

11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

pariwisata juga diharapkan memberikan peluang dan akses kepada masyarakat

local untuk mengembangkan usaha pendukung pariwisata seperti; toko kerajinan,

toko Cindramata (Souvenir), warung makan dan lain-lain agar masyarakat

lokalnya memperoleh manfaat ekonomi yang lebih banyak dan secara langsung

dari wisatawan yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf

hidupnya. Tingkat keterlibatan masyarakat dalam pariwisata sangat berbeda dan

ini tergantung dari jenis potensi, pengalaman, pengetahuan dan keahlian yang

dimiliki oleh individu atau masyarakat lokal tersebut23.

Dari penelitian Nengah, juga mengungkapkan bahwa Keterlibatan masyarakat

lokal dalam pengembangan pariwisata dapat dilakukan dengan cara: Pertama,

menyewakan tanahnya kepada operator pariwisata untuk dikembangkan sebagai

obyek dan daya tarik pariwisata serta turut serta memantau dampak-dampak yang

ditimbulkan sehubungan dengan pengembangan pariwisata tersebut; Kedua,

bekerja sebagai karyawan tetap atau paruh waktu di perusahaan operator

pariwisata tersebut; Ketiga, menyediakan pelayanan jasa kepada operator

pariwisata seperti; pelayanan makanan, transportasi, akomodasi dan panduan

berwisata (Guiding); Keempat, membentuk usaha patungan dengan pihak swasta,

yang mana masyarakat lokal menyediakan lokasi dan pelayanan jasanya

sedangkan pihak swasta menangani masalah pemasaran produk dan manajemen

perusahaan; Kelima, mengembangkan pariwisata secara mandiri dengan

mengutamakan pengembangan pariwisata berbasiskan kemasyarakatan

(community based tourism).

23 Ibid hal 13

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

2. Enterpreneurship masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata

Perkembangan pariwisata disuatu daerah secara tidak langsung akan

membawa pengaruh positif terhadap daerah itu sendiri. Bardgett24, menjelaskan

bahwa aktivitas pembangunan pariwisata dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

Itu bisa disaksikan melalui penyerapan tenaga kerja pada sektor perhotelan,

restoran, rumah makan, dan sebagainya. Selain itu, Alloc dan Tetsu25 melihat

bahwa pariwisata dapat menjadi bagian integrasi pembangunan ekonomi di suatu

negara jika dapat menggerakan sektor pembangunan lainnya. Misalnya, berbagai

hotel membutuhkan beras dan sayur, ikan dan daging yang biasanya disediakan

oleh petani, nelayan dan peternak lokal.

Ketika hubungan ini berjalan dengan baik atau ada hubunga simbiosis maka

oleh para ekonom menyebutkannya dengan istilah multiplier efect atau efek

pengganda26. etika efek multiplier ini dijalankan dengan mekanisme yang baik,

maka diyakini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian

daerah. Selain itu, perkembangan pariwisata juga akan menggerakan aktivitas

masyarakat lokal untuk mengembangkan dirinya sebagai entrepreneur lokal.

Konsep entrepreneur (kewirausahaan), akhir-akhir ini ramai dibicarakan

mengingat perannya dalam mendukung perekonomian negara, dalam hal

meningkatkan iklim usaha di kalangan komunitas usahawan menengah ke bawah.

24 Alexander Johannes, “Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal”, (Salatiga: Disertasi Doktor Program

Pasca sarjana Studi Pembangunan UKSW 2011) hal 22 25 Ibid hal 25 26 Ibid hal 34

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Dilain pihak peran kewirausahaan dalam menciptakan lapangan pekerjaan, di

luar sektor formal. Dalam bukunya Nitisusastro27, ada tiga hal yang menentukan

kesuksesan seorang wirausahawan yaitu; pertama, seorang yang disebut

wirausaha (harus) menaruh perhatian yang serius terhadap usahanya. kedua,

seorang wirausaha memiliki kemampuan menejeman yang baik dalam

menjalankan dan mengoperasionalkan usahanya; Terakhir (ketiga), seorang

wirausaha (harus) memiliki kompetensi. Selain itu, menurut Amelia ada dua

faktor28 yang lebih mendasar yang mendorong seseorang melakukan wirausaha.

Dua faktor itu yaitu, pertama, faktor lingkungan atau motivasi yang bersumber

dari lingkungan, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif memiliki

pengaruh yang kuat dalam mendorong pekerja berwirausaha. Dorongan positif

contohnya adalah dorongan dari teman atau keluarga untuk berwirausaha (having

positive pull).

Sedangkan dorongan yang bersifat negatif contohnya seperti kesulitan

mencari pekerjaan ataupun ketidakpuasan kerja masing-masing. Faktor yang

kedua yaitu, faktor psikologis. Artinya bahwa pekerja berwirausaha dapat

disebabkan karena memang secara psikologis memiliki keinginan untuk

berwirausaha atau mereka secara pribadi memiliki kemauan untuk berwirausaha

dan yakin bahwa wirausaha adalah wujud kemerdekaan diri terlepas dari satu

sistem pekerjaan yang tertentu.

27 H. Mulyadi, “Kewirausahaan Dan Menejemen Usaha Kecil”. (Bandung: Alfabeta 2010) hal 32 28 Nasri Bachtiar, Reni Amalia, ”Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pekerja Untuk

Berwirausaha Di Kota Pekanbaru”. (Jakarta: Universitas Indonesia, Jurnal kependudukan

Indonesia Vol. VII No.1, 2012).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Dalam konteksnya terhadap peran entrepreneur local dalam pengembangan

pariwisata, Meyer29 dalam penelitiannya di Negara-negara Karibia menemukan

bahwa pembangunan pariwisata mempunyai dampak langsung terhadap

perekonomian lokal jika masyarakat lokal dapat berpartisipasi dalam kegiatan

pariwisata. Misalnya, para pengusaha jasa Wisata yang berkembang di suatu

kawasan Wisata harus mendukung usaha lokal yang dijalankan oleh masyarakat

melalui (memprioritaskan) membeli prodak (barang dan jasa) yang dihasilkan

oleh masyarakat setempat para pelaku usaha lokal. Ketika ini dilakukan maka

pengusaha lokal akan dianggap sebagai mitra usaha pengusaha besar.

3. Peran masyarakat lokal dalam konservasi lingkungan hidup

Pada bagian ini, akan dibahas beberapa konsep mengenai peran komunitas

masyarakat dalam konservasi lingkungan. Pembahasan ini menjadi urgen,

mengingat aktivitas pariwisata tidak bisa dipisahkan dengan daya dukung

lingkungan itu sendiri. Oleh sebab itu, menjaga kondisi lingkungan agar tetap

terpelihara dan dijaga kelestariannya, menjadi penting untuk dibahas, agar kelak

dapat bermanfaat untuk saat ini dan waktu yang akan datang. Krisis lingkungan

global menjadi salah satu persoalan mendasar dan penting yang sudah seharusnya

dibicarakan (dibahas) bersama dalam penyelesaiannya. Krisis global tengah

terjadi akibat pembangunan yang terus meningkat. Semenjak revolusi industri,

29 Alexander Johannes, “Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal” (Salatiga: Disertasi Doktor Program

Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW 2011)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

yang dimulai tahun 1750 an, telah terjadi banyak perubahan yang menyebabkan

manusia dengan teknologi semakin menguasai alam. Penerapan modernisasi

dalam pembangunan telah menyebabkan perubahan dalam hal kualitas hidup

manusia dan gaya hidup konsumtifnya maupun peningkatan kualitas penduduk

yang memerlukan dukungan dan sumber daya yang tinggi.

Dalam kaitannya dengan krisis lingkungan global, sektor pariwisata secara

tidak disadari telah ikut berpartisipasi dalam memperburuk kondisi lingkungan.

Implikasi dari kemajuan atau berkembangnya pariwisata di daerah bisa dilihat dari

terjadinya degradasi kondisi lingkungan. Sebagai contoh konkrit adalah

bagaimana perkembangan pariwisata yang terjadi di Bali dan Sulawesi Utara.

Dalam beberapa penelitian dijumpai bahwa akibat pengembangan pariwisata di

Bali, menyebabkan terjadinya krisis lahan, krisis air bersih dan beberapa

persoalan-persoalan pembangunan lainnya yang disebabkan oleh pembangunan-

pembangunan fisik, seperti pembangunan hotel, restoran, lapangan golf dan

sebagainya. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Arida30, yang menemukan

bahwa konsekuensi dari dibukanya Bali bagi pengembangan pariwisata massal

berakibat pada terjadinya degradasi lingkungan dalam berbagai ranah, seperti

berkurangnya ruang publik di pantai, perusakan sempadan sungai oleh

pembangunan hotel atau Villa, pengambilan air tanah secara berlebihan, untuk

lapangan golf, dan seterusnya. Atau dengan kata lain menurut Afrida, bahwa

sektor pariwisata menyumbang cukup besar terhadap degradasi lingkungan alam

Bali.

30 I Putu Anom “Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global”. (Denpasar: Udayana

University Press, 2010). Hal 51

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Dalam penelitian Wowor31, dijumpai bahwa persoalan lingkungan teristimewa

persoalan sampah menjadi salah satu faktor yang menjadi momok bagi

masyarakat lokal di Bunaken. Ketika sampah terdampar di Bunaken bukan saja

menjadi beban penduduk Bunaken sekarang, tetapi dalam jangka panjang akan

menjadi masalah bagi pengembangan pariwisata itu sendiri.Oleh sebab itu, untuk

meminimalkan persoalan-persoalan tersebut ada beberapa prinsip penting yang

dikemukakan dalam pengelolaan pariwisata, di antaranya adalah perlunya

penekanan pada konsep local control atau kontrol oleh masyarakat setempat32.

Keberlanjutan pengembangan pariwisata sangat tergantung pada besarnya

kontrol masyarakat lokal terhadap daerahnya. Ini menjadi penting mengingat

masyarakat lebih mengetahui dan mengenal kondisi daerahnya dibandingkan

dengan orang lain di luar komunitasnya. Akhir-akhir ini peran masyarakat lokal

dalam partisipasinya mengontrol lingkungan tempat tinggalnya semakin minim,

sehingga berakibat terhadap (semakin) termarjinalisasi masyarakat lokal, atau

semakin terdesaknya masyarakat lokal dari prosedur pengambilan keputusan, dan

semakin menghawatirkan keberlanjutan pembangunan pariwisata itu.

Berdasarkan kajian ekologi manusia, ada juga teori yang menyatakan bahwa

masyarakat lokal mempunyai “kearifan-kearifan tradisional” atau ethnoscience.

Ethnoscience ini tumbuh dan berkembang serta terpelihara secara turun temurun

dalam masyarakat berdasarkan atas pengalaman ratusan tahun dan umumnya

sangat ramah lingkungan, karena konsep dasar yang ada pada masyarakat

31 Alexander Johannes Wowor, “Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal” (Salatiga: Disertasi Doktor

Program Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW, 2011). 32 I Putu Anom “Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global”. (Denpasar: Udayana

University Press, 2010).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

tradisonal adalah penyelerasan diri dengan alam dengan memanfaatkan alam

seperlunya untuk kehidupan sekarang dan dapat berkelanjutan untuk generasi

mendatang. Oleh sebab itu, pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat

diwujudkan kalau tingkat pemenfaatan sumberdaya tidak melampaui kemampuan

regenerasi sumber daya tersebut. Ini dimungkinkan untuk dilakukan apabila

beberapa syarat dimungkinkan untuk dilakukan dalam setiap pembangunan

pariwisata, di antaranya adalah agar manfaat pembangunan ekonomi terdistribusi

secara adil, dan adanya keterlibatan masyarakat local secara langsung dalam

pembangunan kepariwisataan, termasuk di dalam menikmati manfaat ekonomi

kepariwisataan.

Keterlibatan masyarakat lokal (community based approach) merupakan

prasyarat mutlat tercapainya pembangunan pariwisata berkelanjutan.

Pembangunan harus mampu mengangkat kembali Tradisional knowledge, local

knowledge atau etnoscience, yang sudah eksis di masyarakat lokal selama

puluhan tahun bahkan ratusan tahun yang merupakan adaptasi ekologi masyarakat

setempat. Ini menjadi penting, Sebagai contoh konkrit peran komunitas dalam

konservasi lingkungan hidup selama ini telah dilakukan antara lain budaya Sasi di

Maluku dan Papua. Budaya Sasi di kalangan masyarakat Maluku dan Papua

dilakukan dalam hal menjaga kondisi alamnya. Prosesnya tidak hanya dengan

menggunakan pendekatan budaya, dalam menjaga sumberdaya alam. Misalnya,

penerapan Sasi pada beberapa lokasi budidaya ikan. Dimana kondisi lingkungan

dimana keberadaan ikan-ikan tersebut, tidak boleh diambil atau dipanen sampai

pada waktu yang telah ditentukan. Apabila dikemudian hari terdapat anggota

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

masyarakat yang kedapatan mengambil ikan di luar dari waktu yang disepakati,

maka anggota masyarakat tersebut akan dijatuhi hukuman adat atau agama oleh

pemimpin adat setempat sesuai dengan aturan yang berlaku dalam budaya

tersebut. Sudah bukan menjadi rahasia lagi, bahwa peran komunitas lokal dalam

menjaga lingkungan hidup tetap dibutuhkan dalam kondisi kekininan krisis

lingkungan global yang sedang melanda berbagai negara saat ini.

Oleh sebab itu, dalam konferensi Internasional Earth Summit (KTT Bumi) di

Rio de Jenero Brasil pada tahun 199233, salah satu deklarasinya, mengamanatkan

memberikan penekanan kepada pemerintah tentang pentingnya pembangunan

yang meminimalkan kerusakan lingkungan. Salah satu cara yang diamanatkan

dalam KTT tersebut adalah dengan melibatkan peran komunitas lokal di

dalammya. Oleh karena itu, untuk dapat menjaga dan meminimalkan krisis

lingkungan global, dibutuhkan peran dan tanggung jawab komunitas lokal dalam

partisipasi dalam menjaga konservasi lingkungan. Dalam tulisan ini, peneliti tidak

membahas budaya Sasi secara mendetail. Sasi hanya dijadikan sebagai salah satu

contoh bagaimana masyarakat local memanfaatkan kearifan lokal dalam menjaga

ekosistem alam.

4. Peran Pemimpin Lokal (Local Leader) dalam dalam pengembangan

pariwisata

Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa konsep teoritis dalam tataran

abstrak maupun empiric mengenai definisi kepemimpinan (pemimpin).

33 I Putu Anom “Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global”. (Denpasar: Udayana

University Press, 2010). Hal 241.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Pembahasan ini akan diawali dengan menjelaskan beberapa konsep (abstrak)

kepemimpinan oleh berbagai pakar, yang mengulas berbagai macam karakteristik

yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin dalam sebuah organisasi, baik itu

formal maupun non formal. Akhir dari sub bab ini akan memberikan sebuah

contoh kasus (kajian emprik) mengenai peran pemimpin lokal dalam sebuah

komunitas dalam menjalankan dan memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk

mencapai suatu tujuan pembangunan di aras lokal. Dalam suatu organisasi faktor

kepemimpinan menjadi sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan

suatu organisasi. Mengingat peran kepemimpinan sangat sentral dalam suatu

organisasi, maka oleh Tohar dan Robbins mendefinisikan kepemimpinan sebagai

suatu aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka

(anggota) mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.34

Dalam sebuah komunitas pada prinsipnya masyarakat tidak terbangun dari

berbagai tindakan yang terpisah satu sama lain, tetapi harus dengan tindakan

bersama35. Oleh sebab itu, untuk membangun kehidupan masyarakat harus ada

aktor (manajer) yang mengendalikan, seperti yang dikatakan Max Well John

bahwa kepemimpinan adalah soal bagaimana mengembangkan (mengelola)

sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang diinginkan36. Atau dengan

kata lain, untuk menuju pada cita-cita (tujuan) institusi, peran seorang pemimpin

sangat berperan penting untuk mengembangkan mengelola serta memberdayakan

34 Soares, JanuaIio, “Klandestin Dalam Perjuangan Kemerdekaan Timor Leste”, (Salatiga: Tesis

Master Program Pasca sarjana Studi Pembangunan UKSW, 2010) 35 Ritzer George Goodman J. Gouglas. “Teori Sosiologi”, (Yogyakarta : Kreasi Wacana 2008) 36 Finzel, Hans, “Sepuluh Besar Kesalahan Yang dibuat Pemimpin”.(Batam Center :Inter aksara

2002)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

sumber daya manusia yang ada di dalam suatu organisasi (komunitas).

Selain itu, kepempimpinan juga terfokus pada suatu proses peningkatan

kinerja dan pertumbuhan organisasi, karena inti kepemimpinan adalah soal

menciptakan penghargaan, kemungkinan dan masa depan. Pada prinsipnya

kepemimpinan tidak hanya mengubah individu dan organisasi sampai kepada

aspirasi mereka yang tertinggi, tetapi juga menciptakan momen-momen Visioner

dan komprehensif yang memungkinkan orang berubah ke tingkat pengalaman dan

kinerja yang baru.

Pemimpin (aktor) mempunyai peranan penting untuk menentukan

keberhasilan suatu kegiatan (tindakan) yang dilakukan. peran itu sesuatu yang

mengubah pergerakan arah yang berbeda atau mengubah budaya atau metode

operasi. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan karakter yang solid.

Sehingga, menjadi catatan bahwa, kecerdasan bukan (menjadi) faktor terkuat yang

memotifasi orang untuk mengikuti dan berbaris di belakang pemimpin, tetapi

yang menjadi daya tarik adalah menyangkut kualitas dari sifat dari pemimpin itu

sendiri, seperti; integritas, kematangan, konsisten, antusiasme dan keuletan.

Dalam konteks empirik, ada sebuah hasil penelitian yang secara konkrit,

menggambarkan peran ketokohan atau kepemimpinan lokal dalam sebuah

komunitas masyarakat yang secara positif membawa perubahan dalam suatu

proses pembangunan. Sugianto dalam disertasinya, menemukan bahwa ada peran

pemimpin lokal dalam diri bapak Stevanus sebagai Tu’a Golo dalam memimpin

komunitas warga kampung Mondo di Manggarai NTT, dalam menjalankan

aktivitas pembangunan di kampungnya. Walaupun tanpa adanya peran negara

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

dalam pembangunan di kampung Mondo peran Tu’a Golo sangat dominan dalam

memimpin komunitas masyarakatnya untuk melakukan dan menjalankan aktivitas

pembangunan di kampung Mondo. Sebagai contoh, dengan pendekatan modal

spiritual, kepemimpinan Tu’a Golo, masih menggunakan sifat otoriter sebagai

seorang bapak terhadap anaknya masih tampak dalam kepemimpinannya.

Selain itu, beberapa contoh kepemimpinan bapak Stevanus sebagai Tu’a

Golo, dapat dilihat dari contoh berikut : “Contoh kasus yang menunjukkan

orientasinya kepada yang lemah dan kepentingan orang banyak adalah ketika

Stevanus menerima bantuan babi untuk program babi bergulir, ia mengutamakan

warganya yang miskin untuk mendapatkan babi-babi tersebut lebih dahulu, dan

menempatkan dirinya digiliran terakhir. Jika ketika ia memutuskan rute jalur pipa

untuk saluran jalan air bersih, rumahnya sendiri mendapatkan kesempatan terakhir

karena jalur pipa dibuat berakhir di sekitar rumahnya.

Hal inilah yang oleh Sugiantoro, dalam Disertasinya menemukan bahwa, ada

dua hal kekhasan (unik) dari kepemimpinan lokal di Mondo. Kekhasan yang

dimiliki pemimpin lokal itu antara lain, Pertama kekerabatan disana dipengaruhi

oleh eksistensi pemimpin yang kuat. Selain itu, kedua, pola kepemimpinan

cenderung otoriter namun karena dilandasi nilai kesatria yang membela kaum

lemah, kepemimpinan tersebut justru menguatkan nilai komunal di kalangan

warga. Kedua, nilai ksatria dan komunal ini tak lepas dari penghayatan spiritual

para pemimpin Mondo dan warganya yang sangat menghargai leluhur.

Posisi tinjauan teroritis yang telah diuraikan sebelumnya, merupakan pijakan

(titik tolak) dari empat konsep besar sintesa. Konsep-konsep tersebut antara lain,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

pariwisata berkelanjutan, pariwisata berbasis masyarakat yang didalamnya

memuat, konsep partisipasi komunitas dalam menjaga lingkungan,

kewirausahaan, dan peran pemimpin lokal. Keterkaitan antara konsep konsep

tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam melihat (menjelaskan bagaimana

komunitas masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata dalam konteks

pariwisata berkelanjutan. Tujuan mulia pembangunan pariwisata berkelanjutan

sejatinya adalah, bahwa pembangunan kepariwisataan (harus) berpijak pada

pertama, prinsip keberlangsungan ekologi lingkungan dimana obyek wisata itu

berada; Kedua, menjaga kelangsungan sosial budaya masyarakat. Ini menjadi

penting mengingat bahwa selain daya dukung lingkungan alam, keberlangsungan

sosial budaya masyarakat menjadi pilar utama dalam daya tarik pariwisata;

Ketiga, kelangsungan ekonomi, menjadi hal yang mutlak didapati (diperoleh) oleh

masyarakat dan daerah akibat positif dari pengembangan pariwisata tersebut; dan

keempat, kemanfaatan baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan

datang.

Untuk pencapaian tersebut dibutuhkan kerjasama semua pihak (Stakeholder)

untuk bekerjasama dalam pencapaiannya. Dalam konteks ini, peran serta

komunitas masyarakat menjadi fokus kajiannya. Peran komunitas masyarakat

dalam pengembangan pariwisata, menjadi sesuatu yang urgen untuk diterapkan

saat ini dalam mengembangkan pariwisata berkelanjutan. Pentingnya peran

komunitas masyarakat lokal tersebut dalam pengembangkan pariwisata

disebabkan karena, masyarakatlah yang lebih tahu seluk beluk dan kondisi

lingkungan dimana mereka tempati, dibandingkan oleh orang lain di luar

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

komunitasnya. Oleh sebab itu, menjadi penting untuk dikembangkan konsep

pariwisata berkelanjutan dengan pendekatan komunitas lokal di dalammya.

Sehingga apa yang menjadi cita-cita (tujuan) pengembangan pariwisata

berkelanjutan dapat dicapai walaupun dalam tataran konteks lokal.

Salah satu konsep yang juga penting dalam peran komunitas lokal dalam

pengembangan pariwisata berkelanjutan adalah, peran pemimpin lokal. Peran

pemimpin lokal menjadi sentral dalam sebuah komunitas mengingat, sosok

tersebut sangat mengenal anggota komunitasnya. Sehingga apapun yang

disampaikan atau dikerjakan oleh pemimpin tersebut, dianggap sebagai sesuatu

tindakan yang harus ditiru untuk dilakukan. Selain itu pemimpin lokal sangat

memahami lingkungan dan adat istiadat komunitas setempat, karena secara turun

temurun atau adat istiadat pemimpin lokal di suatu komunitas melekat pada peran

itu. Belajar dari pengalaman pemimpin lokal pada masyarakat Mondo, Manggarai

NTT, bisa dijadikan sebagai model pemimpin lokal yang memanfaatkan

pengetahuan dan kearifan local dalam mencapai tujuan pembangunan. Dalam

konteks inilah, peran pemimpin local diyakini mampu bersama-sama komunitas

masyarakat local berpartisipasi dalam pencapaian tujuan pengembangan

pariwisata yang berkelanjutan.

C. Pengembangan Potensi Kelautan Pada Wisata Rumah Apung Sebagai

Upaya Pemberdayaan Masyarakat Islam

Rumah Apung merupakan salah satu wisata bahari yang dikemas dengan

menggunakan pendekatan edukasi kepada para wisatawannya, edukasi tersebut

meliputi pengenalan kepada wisatawan bagaimana masyarakat lokal mampu

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

mengolah sumber daya kelautan yang ada yaitu pada sektor pasriwisata. Juga

mengenalkan bagaimana upaya budidaya ikan didalamnya. Hal ini dalam Islam

telah dijelaskan bahwa laut merupakan sumber hayati yang manfaatnya mampu

mensejahterakan umat. Sehingga berikut dijelaskan bagaimna Al Qur’an telah

menejlaskan semua manfaat yang ada didalam lautan.

1. Pemanfaatan Potensi Kelautan Dalam Perspekitf Islam

Pada zaman dahulu (sebelum Islam datang dan masa awal Islam sampai abad

pertengahan) fungsi laut adalah sebagai salah satu jalur transportasi yang sangat

populer bagi manusia setelah jalur darat, laut memberikan kontribusi yang sangat

luas bagi kemakmuran hidup manusia. Ini bisa dimaklumi dikarenakan secara

geografis pun komposisi laut jauh lebih besar dari pada daratan. Sehingga

manusia senantiasa berusaha dengan segala upaya agar mampu memanfaatkan

jalur ini untuk kepentingan perdagangan mereka dan juga kepentingan

transportasi laut lainnya.

Manfaat laut untuk kepentingan transportasi ini sudah dijelaskan dalam

firman-Nya di surat al Baqarah ayat 164; والفلك التي تجري في البحر بما ينفع الناس

“dan kapal-kapal yang berlayar di lautan dengan membawa apa yang bermanfaat

bagi manusia”. Dengan segala bentuk aktivitas para nelayan dan mungkin juga

dari angkatan perang yang memanfaatkan jalur ini tentu harus dalam koridor

senantiasa untuk melakukan inovasi-inovasi agar lebih maju baik dari segi

peralatan dan sarana pendukung agar mampu menundukkan segenap bencana

yang ada di laut apakah itu badai, kehilangan arah dan tidak adanya angin yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

membuat kapal-kapal konvensional berhenti tidak mampu bergerak, Allah juga

berfirman:

ياح يرسل أن ءاياته ومن رات الر بأمره الفلك ولتجري رحمته من وليذيقكم مبش

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin

sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari

rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya”.

Itulah mengapa kita senantiasa dimaklumkan oleh Allah untuk senantisa

memikirkan kondisi alam yang demikian menakjubkan ini, di mana semua

harapan inovasi ini hanya akan bisa dilakukan bagi mereka yang mau

memikirkannya. Sebagai jalur transportasi laut yang mengantarkan manusia

kemana yang dia mau, dari satu negeri ke negeri lain, dari satu pulau ke pulau

lain; dengan berbagai kepentingannya apakah sebagai transportasi perang,

perdagangan, atau ekspedisi biasa. Hal ini tidak akan bisa ada tanpa rahmat-Nya

yang menundukkan kapal-kapal yang berlayar itu dan juga laut dengan segalam

gejala alam yang melingkupinya.

Laut juga terdapan ribuan sumber hayati yanga sangat bermanfaat bagi

manusia yang terkandung didalamnya.. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS

An Nahl ayat: 14 sebagai berikut

ر البحر لتأكلوا منه لحما طريا وتستخرجوا منه حلية تلبسونها وترى الفلك وهو الذي سخ

مواخر فيه ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون

“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat

memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari

lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar

padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya

kamu bersyukur. (QS. An Nahl:14)”.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

Dalam ayat 14 surat an Nahl diatas, dikatakan bahwa Allah SWT sendiri yang

menyediakan kebutuhan yang bermacam-macam bagi manusia; dari berbagai jenis

ikan, juga kapal-kapal yang berlayar dari satu negeri ke negeri lain dengan

membawa barang-barang perdagangan dan para penumpang yang

bepergian37.Selain itu Pada ayat 14 surat an Nahl; ر البحر adalah وهو الذي سخ

betapa sangat indahnya pemandangan di permukaan laut dengan kapal-kapal yang

berlayar di atasnya. Kemudian untuk kelanjutan ayat ini dia mengungkapkan

bahwa adalah merupakan kebutuhan yang dharuriy; seperti ikan-ikan yang ada di

dalamnya, dan barang tambang yang dikandung bagi kebutuhan ummat manusia38.

Dari ayat-ayat yang dipaparkan di atas kita melihat bahwa, Allah telah

memberikan ayat-ayat yang cukup jelas tentang laut, dan kemanfaatanya. Dimulai

dari mengingatkan akan kapal-kapal yang berlayar di lautan dengan membawa

barang-barang dagangan sebagai aktivitas perdagangan mereka. Semua itu adalah

satu di antara tanda kebesaran-Nya. Kemudian Allah juga yang menundukkan laut

agar manusia dapat mengambil segala yang di dalamnya dengan cara langsung.

Allah lah yang telah menundukkan kapal dari segala goncangan ombak dan badai

serta gangguan lain agar manusia dapat mengambil sebagian dari karunia-Nya.

1. Secara vertikal maupun horizontal. Paling tidak terdapat 5 (lima) kelompok

industri kelautan yakni:

a. Industri mineral dan energi laut,

b. Industri maritim termasuk industri galangan kapal,

37 Abdurrahman ibn Nashir as Sa’diy, Tafsir al Karim al Rahman, (Al Qahirah, Dar al manar, tt.),

hal 436 38 Sayyid Quthb, Fi Dhilal al Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2000), h. 182. Juz 7.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

c. Industri pelayaran,

d. Industri pariwisata, dan

e. Industri perikanan.

Berdasarkan pendekatan pembangunan industri yang terpadu, 5 (lima)

kelompok industri kelautan tersebut memiliki saling keterkaitan satu dengan

lainnya, yakni (1) sebagian dari konsumen industri mineral/energi dan industri

maritim adalah industri perikanan, pelayaran dan pariwisata, (2) sebagian dari

konsumen industri pelayaran adalah industri perikanan dan pariwisata, dan (3)

sebagian dari konsumen industri perikanan adalah industri pariwisata. Dalam

kerangka ini maka industri perikanan dapat diproyeksikan sebagai salah satu

lokomotif pembangunan keempat industri kelautan lainnya. Artinya apabila

industri perikanan berkembang akan dapat menarik pertumbuhan keempat industri

lainnya. Oleh karenanya, untuk membangun industri kelautan yang tangguh

diperlukan industri perikanan yang kuat.

2. Pelestarian Lingkungan

melihara diri dan lingkungannyaKebersihan adalah upaya manusia untuk me

m rangka mewujudkan dan melestarikan dari segala yang kotor dan keji dala

kehidupan yang sehat dan nyaman. Kebersihan merupakan syarat bagi

terwujudnya kesehatan dan sehat adalah salah satu faktor yang dapat memberikan

apat kebahagiaan. Sebaliknya, kotor tidak hanya merusak keindahan tetapi juga d

ratu faktomenyebabkan timbulnya berbagai penyakit, dan sakit merupakan salahs

ts menjelaskan bahwasannya Sebagaimana hadi yang mengakibatkan penderitaan.

:Allah SWT menyukai keindahan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

جميل يحب الجمال إن للا

“Sesungguhnya Allah SWT itu Maha Indah dan menyukai keindahan”

Dalam hadits diatas menjelaskan bahwasanya Allah menyukai segala sesuatu

yang indah. Keindahan erat kaitannya dengan kebersihan lingkungan dan

kesehatan. Karena ketika lingkungan tersebut bersih, maka lingkungan tersebut

merupakan lingkungan yang sehat. Dan kelalaian dalam menjaga kebersihan

lingkungan merupakan awal dari mewabahnya penyakit. Oleh sebab itu Allah

memerintahkan kepada hambanya agar selalu bersih dalam segala hal, terutama

kebersihan lingkungan.

Islam juga telah mengajarkan bahwasanya menjaga kesucian tempat yang

ramai dikunjungi orang adalah keharusan. Karena tempat yang banyak dikunjungi

orang sangat penting untuk dijaga karena jika saja tempat tersebut kotor dan

menjadi sarang penyakit maka akan sangat mudah menjangkit banyak orang

dalam waktu bersamaan. Menyadari bahaya tersebut, Rasulullah denagn tegas

melarang kita untuk buang air besar dan kecil ditempat yang dilewati banyak

orang, dijadikan tempat berteduh, dibawah pohon yang berbuah, tempat ibadah

dan lain-lain. Rasulullah SAW bersabda yang artinya.

“Takutilah menjadi orang yang dilaknat orang lain, shabat bertanya: siapa orang

yang menjadi laknat orang lain? Rasulullah menjawab: yaitu orang yang buang

hajat ditempat yang dilalui orang lain, atau tempat teduh orang lain (HR.Muslim)

Kita juga dilarang meludah disembarang tempat, karena disamping ludah itu

sendiri menjijikan, juga mnejadi salah satu sarana menularnya beberapa penyakit.

Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

“Meludah dimasjid adalah dosa, dan kafarat (Taubat) nya adalah dengan

menanam ludah itu (HR. Bukhari dan Muslim).

Masjid pada zaman Rasulullah SAW hanyalah berlantai tanah dan pasir,

sehingga kadang-kadang ada orang yang dengan diam-diam meludah

sembarangan didalamnya, lalu Rasulullah SAW memerintahkan siapa yang

meludah didalam masjdi untuk menanam ludah itu supaya tidak jorok dan diinjak

atau diduduki orang lain. Dalam hadits ini dapat kita ambil hikmah bahwa Islam

melarang kita untuk meludah ditempat-tempat umum sepeti masjid dan tempat

umum lainnya, karena sama-sama menjijikan dan menjadi salah satu faktor

tertularnya penyakit.

D. Konsep Dakwah Dalam Pengembangan Wisata Edukasi Kelautan

Pada upaya pemberdayaan masyarakat nelayan yang tergabung dalam

Pokmaswas desa Tasikmadu melalui pengembangan Wisata Edukasi Kelautan

Rumah Apung. Metode dakwah yang dilakukan tidak terlepas dari berbagai aspek

yang terkonsep sebegai berikut:

1. Bentuk-bentuk Metode Dakwah

a. Al-Hikmah

Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang

mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian orang kepada agama

atau Tuhan. Al-hikmah juga diartikan sebagai kemampuan da’i dalam memilih,

memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u.

Disamping itu juga al-hikmah diartikan sebagai kemampuan seorang da’i dalam

menjelaskan doktrin-doktrin Islam, serta realitas yang ada dengan argumentasi

logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu al-hikmah adalah sebagai

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam

dakwah.

b. Al-mauidzatul Hasanah

Makna mauidzatul hasanah adalah kata-kata yang masuk kedalam qalbu

dengan penuh kasih sayang dan kedalam perasaan dengan penuh kelembutan,

tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain, sebab kelemah

lembutan dalam menasehati sering kali dapat meluluhkan yang keras dan

menjinakkan qalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada

larangan dan ancaman.

c. Al-mujadalah Billati Hiya Ahsan

Maksudnya adalah tukar pendapat yang dilakukan oleh dua belah pihak

secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan

menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti-

bukti yang kuat.

2. Sumber Metode Dakwah

a. Al-Qur’an

Didalam Al-quran banyak sekali ayat yang membahas dakwah. Allah telah

menuliskan didalam kalam-Nya bagaimana kisah-kisah para rosul menghadapi

umatnya.

b. Hadits/Sunah Rosul

Melalui cara hidup dan perjuangannya baik di Makkah maupun Madinah

memberikan banyak contoh metode dakwah kepada kita.

c. Sejarah Hidup para Sahabat dan Fuqoha

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

Selain Rosulullah para Sahabat dan Fuqoha merupakan contoh juru dakwah.

Karena merekalah yang melanjutkan dakwah Rosulullah dan membawanya

kepada kita.

d. Pengalaman

Melalui pengalaman-pengalaman hidup baik yang bersifat religius maupun

pengalaman hidup biasa bisa menjadi sumber kita dalam menyampaikan dakwah.

3. Teknik dan Taktik Dakwah

a. Pengertian Teknik Dakwah

Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka

mengimplementasikan suatu metode. Untuk merealisasikan strategi yang telah

ditetapkan, kita memerlukan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan

untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan metode adalah cara yang digunakan

untuk melaksanakan strategi, dalam setiap penerapan metode, dibutuhkan

beberapa teknik39 Pada garis besarnya, bentuk dakwah ada 3 yaitu:

a. Dakwah Lisan (da'wah bil al-lisan)

Yang tergolong dalam metode dakah melalui lisan yaitu diantaranya: Metode

Ceramah, Metode Diskusi dan Metode Konseling

b. Dakwah Tulis (da'wah bil al-qolam)

Sedangkan dalam metode dakwah dengan Dakwah tulis yaitu dapat dilakukan

melalui Metode Karya Tulis

39 Dikutip dari : Http://pandidikan.blogspot.com/2010/05/pendekatan-dan-metode-

perencanaan.html diakses pada tanggal 28 Juli 2017

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

c. Dakwah Tindakan (da'wah bil al-hal)

Dan metode dakwah yang dilakukan secara langsung atau melakukan

tindakan pendampingan masyarakat agar masyarakat mampu merubah kebiasaan

buruk mereka menjadi lebih baik, juga kondisi mereka menjadi lebih baik yaitu

disebut dengan Metode Pemberdayaan.

4. Media Dakwah

a. Pengertian Sarana/Media dakwah

Kata sarana sering juga diartikan sama dengan “media” yang berasal dari

bahasa latin “medius” yang berarti “perantara”. Secara etimologis sarana adalah

segala sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan40.

Secara terminologi, media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk

menyampaikan pesan komunikator kepada khalayak. Menurut Dr. Hamzah

Ya’qub, yang dimaksud media dakwah adalah alat objektif yang menjadi saluran

yang menghubungkan ide dengan umat, suatu elemn yang vital dan merupakan

urat nadi dalam totaliteit dakwah41.

Dapat disimpulkan bahwa media dakwah yaitu segala sesuatu yang

dipergunakan atau menjadi penunjang dalam berlansungnya pesan dari

komunikan (da’i) kepada kalayak. Atau dengan kata lain bahwa segala sesuatu

yang dapat menjadi penunjang/alat daLam proses dakwah yang berfungsi

mengefektifkan penyampaian ide (pesan) dari komunikator (da’i) kepada

komunikan (khalayak).

40 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990. 41 Hamzah, Publisistik Islam, Teknik dakwah & Leadership, Hal. 47

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

b. Urgensi Sarana/Media Dakwah

Urgensi media dakwah dalam Islam adalah mempermudah suatu proses

pelaksanaan penyampaian pesan dakwah secara efektif. Dengan adanya aneka

macam media, seorang da’i dapat memilih dan menggunakan media yang tepat

dalam menyampaikan pesan yang disampaikan dan dengan media dakwah

komunikan dapat merasa dekat dengan khalayak.

Ada berbagai macam sarana/media yang sering digunakan dalam

penyampaian pesan dakwah maupun komunikasi secara umum. Dakwah sebagai

suatu kegiatan komunikasi keagamaan dihadapkan kepada perkembangan dan

kemajuan teknlogi komunikasi yang semakin canggih, memerlukan suatu adapasi

terhadap kemajuan itu. Artinya dakwah dituntut untuk dikemas dengan terapan

media komunikasi sesuai dengan aneka mad’u (komunikan) yang dihadapi. Laju

perkembangan zaman berpacu dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, tidak terkecualli teknologi komunikasi yang merupakan suatu sarana

yang menghubungkan suatu masyarakat dengan masyarakat di bumi lain.

Kecanggihan teknologi komunikasi ikut mempengaruhi seluruh aspek kehidupan

manusia termasuk di dalamnya kegiatan dakwah sebagai salah satu pola

penyampaian informasi dan upaya transfer ilmu pengethauan. Hal tersebut

menunjukkan bahwa proses dakwah bisa terjadi dengan menggunakan berbgai

sarana/media, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat

memungkinkan hal itu. Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berdampak positif

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

sebab dengan demikian pesan dakwah dapat menyebar sangat cepat dengan

jangkauan danz tempat yang sangat luas pula42.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa kepentingan

dakwah terhadap adanya sarana atau media yang tepat dalam berdakwah sangat

urgen sekali, sehingga dapat dikatakan dengan sarana/media dakwah akan lebih

mudah diterima oleh komunikan (mad’unya).

c. Macam-Macam Media Dakwah

Berdasarkan pengertian media dakwah sebelumnya bahwa media adalah

segala sesuatu yang menjadi perantara, maka ada beberapa macam media yang

digunakan dalam suatu proses dakwah dengan merujuk kepada pendapat beberpa

pakar, yaitu:

Hamzah Yaqub membagi sarana/media yang dikatakan sebagai wasilah

dakwah itu menjadi lima macam yaitu: lisan, tulisan audio, visual dan akhlak.

Secara umum pembagian Hamzah Yaqub ini tergolong dalam tiga sarana yaitu

sebagai berikut:

1) Spoken words, yaitu jenis media dakwah yang berbentuk ucapan atau bunyi

yang ditangkap dengan indera telinga, seperti radio, telepon dan sebagainya.

2) Printed writing, yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan, gambar, lukisan

dan sebagainya yang dapat ditangkap dengan indera mata.

3) The audio visual, yaitu media yang berbentuk gambar hidup yang dapat

didengar, sekaligus dapat dilihat, seperti TV, Film, Video dan sebagainya

42 Ghazali, M. Bahri, Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya, 1997) hal 57

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

Dari segi sifatnya, media dakwah dapat digolongakan menjadi dua golongan

yaitu:

1) Media tradisional yaitu berbagai macam seni pertunjukkan yang secara

tradisional dipentaskan di depan umum terutama sebagai hiburan yang

memiliki sifat komunikastif; seperti ludruk, wayang, dan drama.

2) Media modern yang diistilahkan juga dengan media elektronik, yaitu media

yang dihasilkan oleh teknologi antara lain TV, Radio, Pers dan lain-lain

Bila dakwah dilihat sebagai salah satu tipe komunikasi secara umum maka

menurut M. Bahri Ghazaly43, ada beberapa jenis media komunikasi yang dapat

digunakan dalam kegiatan dakwah yaitu:

a. Media Visual

Media komunikasi visual merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan

dengan menggunakan indra penglihatan dalam meangkap datanya. Jadi matalah

yang paling berperan dalam pengembangan dakwah. Media komunikasi yang

berwujud alat yang menggunakan penglihatan sebaai pokok persoalannya terdiri

dari jenis alat komunikasi yang sangat komplit. Media visual tersebut meliputi:

film slide, OHP, gambar foto diam, dan komputer.

b. Media Auditif

Media auditif merupakan alat komunikasi yang berbentuk teknologi canggih

yang berwujud hardware, media auditif dapat ditangkap melalui indra

pendengaran. Perangkat auditif ini pada umumnya adalah alat-alat yang

diopersioanalkan sebagai sarana penunjang kegiatan dakwah. Penyampaian materi

43 Ghazali, M. Bahri, Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya, 1997) hal 64

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

dakwah melalui media auditif ini menyebabkan dapat terjangkaunya sasaran

dakwah dalam jarak jauh. Alat-alat auditif ini sangat efektif untuk penyebaran

informasi atau penyampaian kegiatan dakwah yang cenderung persuasif. Alat-alat

ini meliputi; radio, tep recorder, telpon dan telegram.

c. Media Audio Visual

Media audio visual merupakan perangkat yang dapat ditangkap melalui indra

pendengaran maupun penglihatan. Apabila dibandingkan dengan media yang

telah dikemukakan sebelumnya, ternyata media audiovisual lebih paripurna, sebab

media ini dapat dimanfaatkan oleh semua golongan masyarakat. Termasuk dalam

media ini; movie film, TV, video, media cetak. Seorang da’i juga hendaklah

memilih metode dan media yang sifatnya ialah dari dimensi masa ke masa yang

terus berkembang, seperti mimbar, panggung, media cetak, atau elektronik (radio,

internet, televisi, komputer). Kemudian dengan mengembangkan media atau

metode kultural dan struktural, yakni pranata sosial, seni, karya budaya, dan

wisata alam. Juga dengan mengembangkan dan mengakomodasikan metode dan

media seni budaya masyarakat setempat yang relevan, seperti wayang, drama,

musik, lukisan, dan sebagainya.

Dengan penjelasan di atas, maka media dakwah terdiri dari :

1) Media Fisik : Mimbar, Panggung, Media cetak (Majalah, Buletin, Surat

Kabar, dll), Media elektonik (Radio, Televisi, Internet, dll).

2) Media Kultural dan Struktural : Pranata sosial, Seni (Wayang, Drama, Musik,

Lukisan, cerita/dongeng, dll), Karya budaya, Wisata alam, dll.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

d. Sasaran dakwah Islamiyah

Sumber utama yang menjadi dasar bagi pendefinisian sasaran dakwah adalah

sebagai berikut:

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan kepada umat

manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.

Tetapi mayoritas manusia tiada mengetahui” (QS. Saba/34: 28).

Dari ayat itu dapat diketahui bahwa sasaran dakwah merupakan objek tujuan

Nabi Muhammad diutus atau dakwah Nabi Muhammad. Lebih jelasnya, yang

dimaksud pengertian sasaran dakwah, umat manusia yang menjadi sasaran risalah

Nabi Muhammad SAW. Meskipun al-Qur’an secara simple memberikan

pengertian tentang sasaran dakwah, namun dalam beberapa ayatnya , al-Qur’an

juga memberikan istilah-istilah sasaran dakwah yang lebih khusus. Muhammad

“Abdul al-Fath al-Bayanuni dalam Al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah, menyebutkan

beberapa istilah khusus sasaran dakwah Islamiyah berdasarkan al-Qur’an. Di

antaranya, istilah berdasarkan sudut pandang iman terhadap al-Qur’an, terdiri dari

dua kelompok sasaran dakwah, dakwah ke dalam kalangan umat Islam

(internalisasi dakwah) dan dakwah ke kalangan non-muslim. Selanjutnya

masyarakat Muslim mendapat sebutan dengan istilah Ummah (al-istijabah).

Dalam sudut pandang yang lebih sempit, ruang lingkup ummah terbagi lagi

berdasarkan kualitas-kualitas keimanan mereka. Al-Qur’an menyebutkan bagian-

bagian tersebut dengan istilah-istilah tertentu, seperti fasiq, fajir, salih, taqwa, dan

sebagainya. Sedangkan kalangan non-muslim mendapat sebutan dengan istilah

kafir. Keduanya masuk dalam satu cakupan dakwah yang disebut dengan ummat

al-da’wah (masyarakat sasaran dakwah).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

47

Dari pandangan di atas dapat dipahami bahwa sasaran dakwah (mad’u) dalam

istilah-istilah al-Qur’an merupakan tingkat keimanan manusia terhadap ajaran

Islam, dengan lingkup utamanya, umat dakwah. Jadi dakwah meliputi tingkatan-

tingkatan keimanan yang rendah sampai yang tertinggi. Bagitu juga dari tingkatan

pengingkaran terendah sampai pada tingkatan yang sama sekali anti ajaran Tuhan.

Peristilahan di atas juga menandakan bahwa sudut pandang utama hakikat sasaran

dakwah adalah berpijak pada al-Qur’an sebagai dasarnya44. Manusia yang

menjadi audiens yang akan diajak ke dalam Islam secara kaffah. Mereka bersifat

heterogen, baik dari sudut idiologi, misalnya, atheis, animis, musyrik, munafik,

bahkan ada juga yang muslim, tetapi fasik atau penyandang dosa dan maksiat.dari

sudut lain juga berbeda baik intelektualitas, status social, kesehatan, pendidikan

dan seterusnya ada atasan ada bawahan, ada yang berpendidikan ada yang buta

huruf, ada yang kaya ada juga yang miskin, dan sebagainya.

Sehubungan dengan kenyataan-kenyataan di atas, maka dalam pelaksanaan

program kegiatan dakwah perlu mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu

meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis,

berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil serta masyarakat

di daerah marjinal dari kota besar.

2. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dar segi struktur

kelembagaan, berupa masyarakat desa, pemerintah dan keluarga.

44 Ibid hal 68

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

48

3. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari tingkat

usia, berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.

4. Sasaran yang dilihat dari tingkat hidup social-ekonomis berupa golongan

orang kaya, menengah, miskin dan seterusnya45.

5. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi social

cultural berupa golongan priyayi, abangan, santri (klasifikasi ini terutama

terdapat dalam masyarakat jawa).

6. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi

okuposional (profesi atau pekerjaan), berupa golongan petani, pedagang,

seniman, buruh, pegawai negeri dan sebagainya46.

Bila dilihat dari kehidupan psikologis, masing-masing golongan masyarakat

tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi dan

kontekstualitas lingkungannya. Sehingga hal tersebut menuntut kepada system

dan metode pendekatan dakwah yang efektif dan efisien, mengingat dakwah

adalah penyampaian ajaran agama sebagai pedoman hidup yang universal,

rasional dan dinamis. Kita dapati bahwa al-Qur’an mengarahkan dakwah kepada

semua pihak, semua golongan dan siapa saja, sesuai dengan misi dakwah Nabi

sebagai Rahmatan lil alamin.

Berangkat dari ruang lingkup dakwah Islamiyah yang amat luas itu maka

implementasi dakwah Nabi menggunakan asasu al tadrij (bertahap), pertama;

Nabi berdakwah kepada kerabat terdekat, kemudian diperluas kepada kaumnya,

dan diperluas kepada penduduk Mekkah dan sekitarnya, selanjutnya dakwah

45 Arifin, Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi), (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 3 46 Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hal. 32-34

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

49

meluas lagi mencakup manusia seluruhnya. Sedangkan sasaran (objek) nya di

samping orang-orang yang takut kepada Allah, juga kepada orang dzalim dan

keras kepala, orang-orang munafik, orang-orang kafir dan pembangkang, bahkan

mengulangi dakwah kepada orang yang beriman, berbakti dan orang sabar.

Beranjak dari heterogenitas objek dakwah seperti gambaran di atas, maka

seorang da’i di samping dituntut memahami keberagaman audiens tersebut, juga

perlu menerapkan strategi dengan berbagai metode dalam berdakwah. Banyak

metode yang memungkinkan diterapkan seperti bi al lisan, bi al hal, bil amal dan

sebagainya, sesuai sabda Nabi “Khotibu al-Nasa ala qodri uqulihim” (Berbicalah

dengan mereka (manusia) sesuai dengan kemampuannya47.

Objek dakwah adalah manusia, baik seorang atau lebih, yaitu masyarakat.

Pemahaman mengenai masyarakat itu bias beragam, tergantung dari cara

memandangnya. Dipandang dari bidang sosiologi, masyarakat itu mempunyai

struktur dan mengalami perubahn-perubahan. Di dalam masyarakat terjadi

interaksi antara satu orang dengan orang lain, antara satu kelompok dengan

kelompok lain, individu dengan kelompok. Di dalam masyarakat terdapat

kelompok-kelompok, lapisan-lapisan, lembaga-lembaga, nilai-nilai, norma-norma,

kekuasaan, proses perubahan. Itulah pandangan sosiologi terhadap masyarakat.

Pandangan psikologi lain lagi, demikian pula pandangan dari bidang antropologi,

sejarah, ekonomi, agama dan sebagainya.48

47 Ibid., hal. 34-36 48 Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Dakwah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 35-36