Upload
vannguyet
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
24
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
Untuk memastikan penelitian ini didasari atas kerangka teori yang
tepat, maka penulis menyusun kerangka teori manajemen, dimana yang menjadi
grand theory adalah Manajemen Strategik, dengan middle range theory adalah
Strategi Bisnis dan Etika Bisnis, sedangkan applied theory adalah Corporate Social
Responsibility, Kemitraan, Citra, Daya Saing, dan Kinerja Perusahaan, seperti
terlihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut ini.
Gambar 2.1 Grand Theory , Middle Range Theory dan Applied Theory
25
Grand Theory dalam penelitian ini adalah manajemen strategik, pertama
kali konsep ini dikenalkan oleh Anshoff (1976), yaitu analisis yang logis tentang
bagaimana perusahaan dapat beradaptasi terhadap lingkungan, baik yang berupa
ancaman maupun kesempatan dalam berbagai aktivitasnya. Kemudian manajemen
strategik diartikan Schendel dan Hofer (1979) sebagai suatu isyarat arah dari suatu
organisasi, agar dapat mencapai tujuan, yang didalamnya termasuk bagaimana
perusahaan menanggapi peluang dan ancaman dari lingkungan.
Menurut David (2013) manajemen strategik adalah suatu seni dan ilmu
pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi
keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi untuk mencapai tujuannya.
Proses manajemen strategik itu sendiri terdiri dari tiga tahap, yaitu perumusan
strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi.
Sedangkan Middle Range Theory dalam penelitian ini adalah Strategi Bisnis
dan Etika Perusahaan. Menurut Wheelen dan Hunger (2002) strategi bisnis pada
dasarnya berfokus pada peningkatan posisi daya saing perusahaan baik terhadap
suatu produk ataupun unit bisnis dalam suatu industri atau segmen pasar tertentu
yang dilayani oleh perusahaan atau unit bisnis tersebut.
Porter (1997) membagi strategi bisnis menjadi yang dikenal juga dengan
strategi bisnis generik, yang terdiri dari strategi atas kepemimpinan harga (cost
leadership), strategi diferensiasi (differentiation) dan strategi fokus (focus), seperti
dapat dijelaskan sebagai berikut ini.
26
a) Strategi kepemimpinan biaya (cost leaderhip) merupakan suatu kemampuan
perusahaan untuk merancang dan memproduksi serta memasarkan suatu
produk yang lebih efisien dibandingkan para pesaingnya.
b) Strategi diferensiasi (differentiation) merupakan suatu kemampuan untuk
dapat memberikan dan menyediakan nilai yang unik dan superior, baik dalam
hal kualitas produk, fitur khusus ataupun pelayanan yang diberikan pada saat
dilayani maupun pada saat purna jual.
c) Strategi fokus (focus strategy) adalah strategi perusahaan untuk memproduksi
barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan sebagian kecil konsumen saja
(fokus melayani konsumen tertentu).
Etika bisnis telah berkembang dari waktu ke waktu dan di seluruh disiplin
ilmu yang merupakan salah satu topik yang paling penting dalam bidang ekonomi
dan bisnis. Filosofi klasik utama yang membangun fondasi teori etika adalah John
Locke teorinya dikenal sebagai hak alami (Property). Kemudian Adam Smith
menulis tentang teori awal etika dengan adanya kepentingan. Menurut Adam Smith
dalam teorinya “Kepentingan umum dikaitkan dengan enam motif psikologis”
menyatakan bahwa setiap individu harus memproduksi untuk kebaikan bersama
dengan nilai-nilai seperti kemakmuran, kehati-hatian, alasan, sentimen, dan
mempromosikan kebahagiaan umat manusia”.
Adapun etika menurut Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert (2006)
merupakan suatu keyakinan mengenai tindakan yang benar dan yang salah, atau
tindakan yang baik dan yang buruk, yang mempengaruhi hal lainnya. Nilai-nilai
27
dan moral pribadi perorangan dan konteks sosial menentukan apakah suatu perilaku
tertentu dianggap sebagai perilaku yang etis atau tidak etis.
Pendekatan teori etika dapat dari berbagai perspektif yang berbeda. Baik
dari pendekatan normatif (apa yang harus terjadi) atau pendekatan deskriptif (apa
yang tidak terjadi). Etika memiliki dimensi makro atau masyarakat serta
pertimbangan tingkat mikro atau perusahaan dan dimensi manajerial, seperti
terlihat dalam tabel 2.1 dibawah dimana Hunt (1991) membagi pendekatan
normatif dan deskriptif berdasarkan dimensi makro dan mikro.
Tabel 2.1 Tipologi Etika
Uraian Mikro Makro
Normatif Values/Norms & Principles For
Organizational Decisions
Norms & Principles and
a Fair Economic System.
e. Distributive Justice
Deskriptif Codes, Standards of Conduct, &
Compliance Systems for
Organizations
Public Policy & the Legalization of
Business Ethics – i.e. U.S.
Sarbannes Oxley Act, EU Privacy
Laws
Sumber : Hunt (1991)
Ruang lingkup etika sangatlah luas sehingga mempengaruhi hampir setiap
keputusan yang dibuat organisasi terutama dalam hal interaksi sosial perusahaan.
Tabel diatas 2.1 mencoba meringkas, mempersempit dan menfokuskan pengamatan
etika bisnis berdasarkan tipologi dari perspektif organisasi. Beberapa definisi dan
pembahasan kerangka kerja ini diperlukan untuk dapat menafsirkan dan
memberikan landasan untuk memahami etika perusahaan.
Sehingga Farrel (2000) mendefinisikan etika dari perspektif manajerial
sebagai keputusan tentang apa yang benar atau salah (diterima atau tidak dapat
28
diterima) dalam konteks perencanaan organisasi dan pelaksanaan kegiatan usaha
dalam lingkungan bisnis baik nasional maupun global untuk mendapatkan
keuntungan: kinerja organisasi, prestasi individu di tempat kerja, adapun tujuan dari
organisasi secara proaktif memperkenalkan etika bisnis adalah untuk
mengembangkan budaya organisasi yang etis. Sehingga hal ini memerlukan
strategi, sistem, dan prosedur untuk memastikan bahwa etika dan program
kepatuhan perusahaan dapat beroperasi secara efektif dengan penilaian
berkelanjutan dan perbaikan.
Merujuk kepada konsep Grand Theory dan Middle Theory sebagaimana
dikemukakan di atas, berikut ini terungkap Applied Theory yang merupakan teori
yang berada di level mikro dan siap diaplikasikan dalam konseptualisasi sebagai
pedoman dalam melakukan penyusunan formulasi variabel penelitian di mana
dalam hal ini Applied Theory terdiri atas Corporate Social Responsibility (CSR),
Kemitraan, Citra Perusahaan, Daya Saing Perusahaan, dan Kinerja Perusahaan
seperti yang terungkap di bawah ini.
2.1.1 Corporate Social Responsibility (CSR)
2.1.1.1 Pengertian CSR
Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) yang digunakan dalam
penelitian ini banyak merujuk pada artikel yang ditulis oleh Parsons (2007:143),
Bueble (2008), Uddin et al (2008:204 – 208), Nicolae dan Sabina (2010:245),
Idowu (2009:183), Bhattacharyya et al (2008:265), Wang, Qin dan Cui (2010:128),
29
Zu dan Song (2008:3), Bucˇiuniene dan Kazlauskaite (2012:7), serta Huang
(2010:642).
Dalam Parsons (2007) Business for Social Responsibility memberikan
definisi yang sangat jelas tentang CSR sebagai tanggung jawab sosial perusahaan
berarti memastikan keberhasilan komersial dalam cara-cara yang menghormati
nilai-nilai etis serta menghormati manusia dan lingkungan. Lebih lanjut mereka
menjelaskan definisi ini dengan mengindikasikan bahwa CSR secara khusus
memasukkan isu-isu yang terkait dengan etika bisnis, investasi masyarakat,
lingkungan, kepemerintahan, hak-hak manusia, aktivitas ekonomi, dan tempat
kerja.
Bueble (2008) menyatakan pencapaian keberhasilan komersial dalam cara
yang menghormati nilai-nilai etika dan menghargai masyarakat. Penelitian Uddin
et al (2008) menyatakan bahwa CSR didefinisikan dalam banyak cara. Hill (2006)
dalam Uddin et al (2008) menjelaskan bahwa CSR adalah seperangkat praktik yang
membentuk bagian dari manajemen atau praktek bisnis yang baik, dimana sebagian
besarnya adalah tentang transparansi dan keterbukaan. Banyak organisasi
menemukan bahwa dalam kenyataannya mereka sudah berbuat banyak tentang apa
yang dianggap "CSR", tetapi sering tidak memiliki sistem formal untuk
melaporkan kegiatan tersebut. CSR lebih lanjut tidak harus dipandang sebagai
tambahan dalam aktivitas seperti itu sebagai konsep praktik yang baik yang
melintasi suatu organisasi (misalnya dalam sumber daya manusia, pembelian,
pelayanan pelanggan, dan lain – lain).
30
Sedangkan tujuan dari CSR menurut Uddin et al (2008) adalah membuat
aktivitas dan budaya perusahaan yang berkelanjutan dalam tiga aspek yaitu:
1. Aspek Ekonomi
Uddin et al (2008:204) menjelaskan aspek ekonomi CSR terdiri dari
memahami dampak ekonomi dari operasi perusahaan. Masalah ekonomi telah
lama diabaikan dalam diskusi mengenai tanggung jawab sosial perusahaan.
Selama bertahun-tahun, aspek tersebut telah banyak diasumsikan sudah
dikelola dengan baik, yaitu menyangkut a) multiplier effect, b) kontribusi
melalui pajak, c) Menghindari tindakan yang merusak kepercayaan.
2. Aspek Sosial
Tanggung jawab sosial adalah dimensi terbaru dari tiga dimensi tanggung
jawab sosial perusahaan dan semakin lebih banyak mendapat perhatian
daripada sebelumnya. Beberapa hal telah ditemukan menjadi kunci aspek
sosial CSR bagi suatu organisasi, yaitu a) tanggung jawab terhadap pelanggan,
b) tanggung jawab terhadap karyawan, c) tanggung jawab terhadap
masyarakat.
3. Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan mulai diperhatikan pada 1970-an, dengan pemahaman nyata
pertama dalam hal dampak lingkungan dari bisnis. Sekarang di abad XXI, kita
dihadapkan dengan tantangan baru. Perspektif lingkungan dapat lebih
bertanggung jawab, yang mencakup isu-isu seperti penekanan pada
peningkatan produktivitas sumber daya, produksi bersih dan aktif.
31
Selanjutnya Nicolae dan Sabina (2010:245) dalam tulisannya
mengemukakan definisi CSR sebagai keselarasan aktivitas perusahaan dalam nilai-
nilai sosial yang mengintegrasikan semua kepentingan yang terkena dampak
kegiatan perusahaan baik dalam kebijakan maupun tindakan. Tanggung jawab
sosial perusahaan tercermin dari triple bottom line, yang terdiri dari sisi keuangan,
sosial dan lingkungan, yang memiliki dampak positif pada masyarakat, sementara
sisi akuntansi untuk kesuksesan bisnis perusahaan.
Menurut Nicolea dan Sabina (2010) CSR adalah penyelarasan kegiatan
perusahaan dalam nilai-nilai sosial yang mengintegrasikan kepentingan dari
mereka yang dipengaruhi oleh pelaksanaan perusahaan menurut kebijakan dan
tindakan perusahaan. CSR tercermin dalam triple indicators (triple bottom line),
yang mengukur hasil keuangan, sosial dan lingkungan, agar memiliki dampak
positif terhadap masyarakat.
Nicolae dan Sabina (2010) menyatakan bahwa CSR memiliki konsekuensi
dalam pengambilan keputusan dari semua aspek, yaitu strategi, riset, manajemen,
dan lain – lain. Selanjutnya Nicolae dan Sabina (2010 : 238) mengemukan empat
jenis social responsibility. Tanggung jawab sosial adalah kewajiban bisnis kepada
masyarakat, guna memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak
negatif pada masyarakat (pelanggan, pemilik, karyawan, masyarakat, pemasok, dan
pemerintah). Ada empat jenis tanggung jawab sosial yakni hukum/legal, etika,
ekonomi, dan filantropis.
Menurut Nicolae dan Sabina (2010:238-239), ada empat jenis social
responsibility yaitu: hukum/legal, etika, ekonomis, dan filantrofis. Dimensi hukum
32
berkaitan dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang ditetapkan oleh
otoritas, yang menetapkan standar untuk perilaku yang bertanggung jawab dan
kodifikasi apa yang masyarakat pikir benar atau salah. Sedangkan dimensi etika
dari CSR mengacu pada perilaku dan kegiatan yang diperbolehkan atau dilarang
oleh anggota organisasi, komunitas, masyarakat, bahkan jika perilaku tersebut tidak
diatur dalam hukum yang berlaku.
Komisi Eropa (2001) mempertimbangkan CSR dari dua dimensi, yaitu
internal dan eksternal. Dimensi internal adalah praktik – praktik yang
mempertimbangkan kesejahteraan karyawan, isu – isu kesehatan dan keselamatan,
pendidikan dan pelatihan, dan lain-lain. Dimensi internal termasuk pertimbangan
praktik tanggung jawab lingkungan, dari titik pandang mengenai pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya alam. Sedangkan dimensi eksternal melibatkan
kemitraan dengan daerah lokal atau kawasan dan stakeholders dalam masyarakat,
untuk meningkatkan kesejahteraan stakeholders tersebut.
Berdasarkan uraian konsep CSR di atas, dapat direkapitulasikan konsep
CSR sebagai berikut.
Tabel 2.2 Rekapitulasi Konsep CSR
No Penulis Konsep
1 Parsons
(2007 )
Tanggung jawab sosial perusahaan berarti memastikan
keberhasilan komersial dalam cara-cara yag
menghormati nilai-nilai etis dan menghormati orang,
masyarakat dan lingkungan. Lebih lanjut mereka
menjelaskan definisi ini dengan mengindikasikan
bahwa CSR secara khusus memasukkan isu-isu yang
terkait dengan: etika bisnis, investasi masyarakat,
lingkungan, kepemerintahan, hak-hak manusia,
aktivitas ekonomi, dan tempat kerja
33
No Penulis Konsep
2 Bueble
(2008)
CSR didefinisikan sebagai pencapaian keberhasilan
komersial dalam cara yang menghormati nilai-nilai
etika dan menghargai masyarakat
3 Uddin et al
(2008 )
CSR adalah seperangkat praktik yang membentuk
bagian dari manajemen atau praktek bisnis yang baik
dimana sebagian besarnya adalah tentang transparansi
dan keterbukaan. Tujuan CSR aalah untuk membuat
aktivitas dan budaya perusahaan yang berkelanjutan
dalam tiga aspek yaitu : Economic Aspects, Social
Aspects, dan Environmental Aspects.
Sumber: hasil olahan
Bhattacharyya et al (2008) menganalisis konsep dari domain manajemen
strategik dan literatur CSR. Konsep mengenai CSR dalam makalah mereka untuk
menangani, berinteraksi dan berhubungan dengan para pemangku kepentingan
dengan pendekatan etis (Hopkins, 2003), yang saling tidak merugikan atau
menyakiti setiap pemangku kepentingan (Sethi, 1979; Carroll, 1979; Waddock,
2004; Andrews, 1971; Buchholz dan Rosenthal, 2002; Wood, 1991; Jones, 2005).
CSR merupakan tindakan sukarela dari serangkaian kegiatan organisasi
bisnis (Sethi, 1979; Carroll, 1979; Van Marrewijk, 2003). Dimana tema dominan
dan direktif dari CSR adalah untuk memperbaiki kondisi berbagai pemangku
kepentingan, seperti masyarakat lokal, masyarakat luas dan lingkungan alam
(Riordan et al, 1997; Steiner, 1972; Frederick et al, 1992; Hopkins, 2003; Carroll
dan Buchholtz, 2003; Waddock, 2004; Sethi, 1979; Carroll, 1979; Fukukawa dan
Bulan, 2004; Kotler dan Lee, 2005). Di masa sekarang, CSR telah dilihat sebagai
suatu proses yang berkesinambungan dari keterlibatan dengan para pemangku
kepentingan dan perusahaan (Boatright, 2000; Altman, 1998; Waddock, 2004).
34
Makalah Wang, Qin dan Cui (2010) menyoroti mengenai pengembangan
CSR di Cina. Pada penelitian tersebut diuraikan CSR mengacu pada tanggung
jawab perusahaan dalam operasi komersial mereka. Konsep CSR didasarkan pada
gagasan dari operasi bisnis yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan.
Perusahaan harus mempertimbangkan dampak lingkungan sosial dan alam
termasuk keuangan dan kondisi operasional. Laporan CSR adalah laporan
perusahaan secara sukarela dan publik untuk kinerja ekonomi, lingkungan dan
sosial yang ditimbulkan oleh kegiatan mereka, baik produk maupun jasa. Artinya,
sistem CSR adalah sistem yang memiliki dampak triple bottom line terhadap
lingkungan, ekonomi, dan masyarakat yang dihasilkan oleh kegiatan lembaga dan
organisasi, yang diungkapkan kepada publik.
Zu dan Song (2008) meneliti mengenai bagaimana para manajer dan
eksekutif di Cina merasakan dan menginterpretasikan CSR, sejauhmana
karakteristik produktivitas perusahaan mempengaruhi sikap para manajer terhadap
tingkat CSR mereka dan apakah nilai-nilai mereka terhadap CSR secara positif
berhubungan dengan kinerja ekonomi perusahaan. Hasil penelitian mereka
dikemukakan bahwa dibandingkan dengan mereka yang memiliki orientasi CSR
yang lebih rendah, manajer dengan nilai-nilai CSR yang lebih tinggi akan
meningkatkan total penjualan perusahaan mereka (setelah restrukturisasi) dengan
hampir 90%, ceteris paribus.
Buciuniene dan Kazlauskaite (2012) meneliti mengenai hubungan antara
CSR, manajemen sumber daya manusia dan kinerja organisasi. Dimana salah satu
definisi CSR yang paling banyak digunakan adalah yang ditawarkan oleh World
35
Business Council for Sustainable Development (WBCSD, 1999). Menurut definisi
ini, CSR adalah komitmen organisasi untuk perilaku diskresioner yang mengarah
ke pembangunan ekonomi dan berkontribusi terhadap kesejahteraan karyawan,
masyarakat, dan masyarakat lokal pada umumnya. Demikian pula Kotler dan Lee
(2005) menyatakan bahwa CSR adalah komitmen organisasi untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui praktik bisnis yang etis dan kontribusi sumber
daya perusahaan. Perlu dicatat bahwa dalam definisi konsep CSR yang terakhir,
istilah "kesejahteraan masyarakat" (community well-being) menggabungkan
kondisi manusia dan isu-isu lingkungan. Mc Williams et al. (2006) menyebut CSR
sebagai organisasi yang tidak memihak dan sukarela, yaitu tidak diharuskan oleh
hukum, keterlibatan dalam kegiatan yang mengarah pada pencapaian beberapa
kebaikan sosial. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa CSR mencakup
komitmen organisasi secara sukarela untuk memajukan kesejahteraan karyawannya
dan masyarakat pada umumnya, dan kebijaksanaan dalam melakukan bisnis.
Huang (2010) meneliti mengenai keterkaitan antara corporate governance,
CSR, kinerja korporasi, dan kinerja sosial perusahaan. CSR didefinisikan sebagai
kewajiban perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan dan
stakeholdernya dengan cara yang melampaui tujuan keuangan (Gossling dan Vocht,
2007). Definisi tertentu mengenai CSR dipresentasikan pada World Business
Council for Sustainable Development (WBCSD) adalah komitmen berkelanjutan
oleh dunia usaha untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan
ekonomi, sekaligus meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja dan keluarga mereka
dan masyarakat setempat pada umumnya (Holme dan Watts, 1999:3). Oleh karena
36
itu, CSR relevan pada tingkat yang berbeda di dalam dan di luar perusahaan dan
sulit untuk diukur. Sedangkan Corporate Social Performance (CSP) adalah cara
membuat CSR yang berlaku dan dipraktekkan.
Dengan mempertimbangkan berbagai pendapat tersebut di atas dan
menyesuaikan dengan situasi industri TPT di Jawa Barat, maka konstruk
CSR dalam penelitian ini didefinisikan sebagai tanggung jawab sosial
perusahaan yang memastikan keberhasilan komersial dengan cara
memperhatikan nilai-nilai etis dan menghormati manusia, masyarakat, serta
lingkungan. Lebih lanjut CSR secara khusus memasukkan isu-isu yang
terkait dengan etika bisnis, investasi masyarakat, lingkungan,
kepemerintahan, hak-hak manusia, aktivitas ekonomi, dan tempat kerja.
2.1.1.2 Pengukuran CSR
Berdasarkan uraian konsep CSR dan pengungkapan penelitian sebelumnya,
dibawah ini terungkap tentang perbandingan penentuan dimensi CSR dari berbagai
referensi, dimana dimensi CSR dalam penelitian ini merujuk pada Uddin et al
(2008:204-208).
Tabel 2.3 Pengukuran Dimensi CSR
No Sumber Referensi
Uddin et al
(2008)
Nicolae
dan
Sabina
(2010)
Komisi
Eropa, 2001
dalam
Idowu
(2009)
Wang, Qin,
Cui (2010)
Peneliti
(2016)
1 Economic
aspects
aspek
legal
Dimensi
internal
Kinerja
ekonomi
Economic
aspects
2 Social aspects Etis Dimensi
eksternal
Kinerja
lingkungan
Social aspects
37
3 Environmental
aspects
Ekonomis
Kinerja sosial Environmental
aspects
4 Filantrofis
Berdasarkan komparasi dimensi CSR yang disampaikan oleh beberapa
penelitian terdahulu, serta disesuaikan dengan unit analisis, dimana penelitian Udin
et al (2008) lebih merepresantasikan pengukuran CSR dari beberapa penelitan yang
lainnya, selain juga penelitian Uddin et al (2008) dilakukan pada perusahaan –
perusahaan manufaktur yang pada dasarnya hampir sama dengan objek penelitian
penulis pada industri TPT yang berada didalam industri manufaktur itu sendiri,
dimana operasional perusahaan berdampak terhadap kegiatan ekonomi, sosial dan
lingkungan masyarakat sekitar perusahaan, selain juga berdasarkan masukan dan
hasil diskusi dengan beberapa orang manajemen dari perusahaan TPT maka
dimensi yang akan diteliti untuk mengukur CSR pada penelitian ini adalah
Economic Aspects, Social Aspects, dan Environmental Aspects.
Aspek ekonomi CSR adalah memahami dampak ekonomi dari operasi
perusahaan. Masalah ekonomi telah lama diabaikan dalam diskusi mengenai
tanggung jawab sosial perusahaan. Selama bertahun-tahun, aspek tersebut telah
banyak diasumsikan sudah dikelola dengan baik. Adapun Indikator Dimensi
Economic Aspect diukur dari dampak ekonomi dari operasi perusahaan terhadap
ekonomi masyarakat sekitar, karena pada dasarnya dampak ekonomi kepada
masyarakat sekitar menjadi acuan utama masyarakat untuk dapat melencarkan atau
menggangu aktifitas operasi perusahaan, yang terdiri dari :a) Multiplier Effect,
kinerja ekonomi yang baik memungkinkan pengembangan operasi untuk Jangka
38
panjang dan untuk berinvestasi dalam pengembangan dan kesejahteraan
stakeholder. Kesejahteraan ini akan berdampak baik dimana mereka membeli
barang dan jasa lainnya sehinga akan mendorong industri jasa lokal, program
pemerintah dan kegiatan masyarakat lainnya. Efek multiplier ini menjadi semakin
penting jika Perusahaan merupakan perusahaan konglomerasi terbesar di
masyarakat sekitarnya; b) Kontribusi melalui pajak, Perusahaan merupakan
kontributor utama bagi kesejahteraan daerah disekitar perusahaan beroperasi
misalnya melalui basis pajak daerah ataupun retribusi lainnya, Pajak memiliki
dampak signifikan terhadap penciptaan dan distribusi kekayaan sehingga
stakeholder terutama masyarakat dapat menikmati hasil positif dari keberadaan
perusahaan di sekitarnya; dan c) Menghindari tindakan yang merusak kepercayaan,
adanya lisensi perusahaan untuk beroperasi akan sangat bergantung kepada
kepercayaan dan dukungan dari Komunitas lokal tempat perusahaan beroperasi.
Sehingga perusahaan perlu menekankan pentingnya kepercayaan ini serta
kewajiban dan tanggung jawab yang terdapat didalamnya. Perusahaan perlu
menghindari perilaku penyuapan dan korupsi, penghindaran pajak dan insentif
kinerja perusahaan yang hanya untuk beberapa individu tertentu.
Tanggung jawab sosial adalah dimensi terbaru dari tiga dimensi tanggung
jawab sosial perusahaan dan semakin lebih banyak mendapat perhatian daripada
sebelumnya. Aspek dan indikator yang menjadi kunci aspek Sosial CSR bagi suatu
organisasi yakni terdiri dari: a) Tanggung jawab terhadap Pelanggan, Gagasan
untuk memperlakukan pelanggan dengan hormat dan perhatian bukanlah hal baru
dalam bisnis: sering bertanggung jawab kepada pelanggan memiliki efek positif
39
langsung terhadap keuntungan perusahaan. Tanggung jawab ini dapat mencakup
masalah keamanan dan daya tahan Produk atau layanan; Standar atau layanan purna
jual; Perhatian yang cepat dan sopan Pertanyaan dan keluhan; dan informasi yang
lengkap dan tidak ambigu bagi calon pelanggan; b) Tanggung jawab terhadap
Karyawan, Bisnis merupakan kontributor utama bagi penciptaan lapangan kerja
masyarakat. Namun, tanggung jawab sosial terhadap karyawan melampaui
persyaratan dan kondisi Kontrak kerja formal. Perusahaan perlu menunjukkan
harapan yang lebih luas terhadap Karyawan meliputi kualitas hidup dan kenierja
mereka yang meliputi kesejahteraan dan keselamatan personil di tempat kerja dan
menjunjung tinggi ketrampilan mereka, Motivasi untuk bekerja. Memberikan
kesempatan yang sama dan adil untuk semua pegawainya, terlepas dari Jenis
kelamin, usia, ras, atau agama; c) Tanggung jawab terhadap masyarakat,
Perusahaan bergantung pada kesehatan, stabilitas, dan kemakmuran masyarakat di
mana perusahaan beroperasi , Seringkali mayoritas karyawan dan pelanggan
perusahaan berasal dari daerah sekitarnya - terutama untuk perusahaan kecil dan
menengah. Reputasi perusahaan di lokasi tersebut tentunya Mempengaruhi daya
saingnya. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari banyak perusahaan yang ikut terlibat
dalam kegiatan masyarakat sekitar demi meminimalisir gangguan kedepannya,
Misalnya dengan menyediakan tempat pelatihan kejuruan tambahan, merekrut
tenaga kerja dari lingkungan sekitar, mensponsori kegitana olahraga lokal dan acara
budaya, serta acara-acara lainnya melalui kemitraan dengan masyarakat ataupun
melalui sumbangan untuk kegiatan amal lainnya.
40
Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi Social Aspects tersebut
diatas pada dasarnya kertiga bentuk tanggungjawab tersebut menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari aktivitas perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan
TPT, Pelanggan sebagai penentu dalam penjualan perusahaan, serta karyawan dan
masyarakat dalam mendukung kegiatan operasional perusahaan agar dapat berjalan
dengan baik dan mencapai tujuan perusahaan dengan lebih efektif dan efisien.
Aspek lingkungan mulai diperhatikan pada 1970-an dengan pemahaman
nyata pertama dalam hal dampak lingkungan dari bisnis. Sekarang di abad 21, kita
dihadapkan dengan tantangan baru. Perspektif lingkungan yang lebih bertanggung
jawab dapat mencakup isu-isu seperti penekanan pada peningkatan produktivitas
sumber daya, produksi bersih dan aktif, dengan indikator yang digunakan untuk
mengukur Dimensi Environmental aspects adalah Tanggungjawab atas Dampak
lingkungan yang terjadi, yang mengacu pada efek negatif yang terjadi pada
Lingkungan sekitarnya karena operasi bisnis. Dampak tersebut dapat meliputi:
penggunaan berlebihan dari alam, Sumber energi yang tidak terbarukan,
pemborosan polusi, degenerasi keanekaragaman hayati,Perubahan iklim,
deforestasi dll. yang mana hal ini dikarenakan banyak masalah lingkungan yang
berhubungan dengan bisnis itu sendiri. Hal ini menjadi penting karena pada
dasarnya lingkungan akan menjamin perusahaan agar dapat beraktifitas selain juga
mulai banyaknya tumbuh faham – faham di masyarakat dimana perusahaan yang
menyelenggarakan kegiatan dengan memperhatikan lingkungan akan lebih banyak
disukai dibanding perusahaan yang tidak menjamin lingkungan sekitar operasioanl
perusahaannya.
41
2.1.2 Kemitraan
2.1.2.1 Pengertian Kemitraan
Menurut Cravens (2013) kemitraan merupakan suatu upaya untuk
melakukan kerjasama dengan stakeholders, dimana aliansi strategis digunakan oleh
banyak perusahaan yang bersaing di seluruh dunia. Kemitraan meliputi hubungan
secara vertikal yang terdiri dari hubungan dengan supplier dan customer
(pelanggan) serta horizontal yang terdiri dari kemitraan lateral dan internal.
Berikut ini adalah jenis-jenis kemitraan perusahaan yang dikembangkan Cravens
(2013).
Gambar 2.2
Types Of Organizational Relationships
Hubungan Vertikal ( Vertical Relationship )
Sumber : Cravens (2013:196)
Metode khusus menggeser produk melalui tingkatan proses nilai tambah
yang berbeda merupakan hubungan pemasok pabrikan, distributor, dan pelanggan
serta pemakai akhir dari barang dan jasa ke dalam hubungan vertikal.
42
Spesialisasi dan efisiensi fungsional menciptakan kebutuhan akan jenis
organisasi yang berbeda. Sebagai contoh, pedagang besar menyediakan barang dan
menyebarkannya kepada pengecer bila diperlukan. Dengan demikian, ini
mengurangi waktu pemesanan langsung dari pedagang besar. Kita melihat pada
hubungan saluran distribusi dan pelanggan-pemasok untuk meneliti hubungan
vertikal antar perusahaan.
Pemasok dan pembeli bahan mentah, bahan pengganti dan komponen,
perlengkapan, dan jasa (seperti konsultasi dan perawatan) dihubungkan bersama-
sama dalam saluran distribusi vertikal. Hubungan antara pemasok dan pelanggan
bervariasi mulai dari yang bersifat transaksi sampai pada kerjasama perusahaan.
Hubungan kerja yang bersifat transaksi (dapat diperjualbelikan) merupakan
pertukaran sederhana dari produk dasar pada harga yang bersaing. Sebaliknya
asosiasi kerjasama jauh lebih berinteraktif dan melakukan penyesuaian secara
alami. Persatuan tersebut membentuk hubungan sosial, ekonomi, jasa, dan teknis
yang kuat unfuk jangka waktu yang lama.
Pada waktu lampau, perusahaan mengembangkan hubungan untuk mencapai
tujuan taktis, seperti menjual dalam pasar luar negeri yang belum dewasa.
Hubungan strategis antar perusahaan dimasa sekarang mempertimbangkan unsur-
unsur kekuatan persaingan secara keseluruhan, yaitu teknologi, biaya, dan
pemasaran. Tidak seperti hubungan taktis, keefektifan dari persetujuan strategis
antar perusahaan ini dapat memberikan efisiensi jangka panjang dalam bisnis.
Beberapa kekuatan menciptakan kebutuhan untuk mengembangkan
kerjasama strategis dengan organisasi lainnya. Kekuatan-kekuatan ini meliputi
43
keragaman, perubahan, dan faktor risiko dari lingkungan bisnis global; peningkatan
kompleksitas teknologi; kebutuhan sumber daya yang besar; kebutuhan
memperoleh jalan masuk ke pasar dunia; dan kemampuan dalam susunan impresif
teknologi informasi untuk mengkoordinasikan operasi antar perusahaan. Kekuatan-
kekuatan ini terbagi dalam dua kategori besar: (1) keanekaan dan perubahan
lingkungan serta (2) kesenjangan keterampilan dan sumber daya.
Menanggulangi keragaman melibatkan baik organisasi internal maupun
hubungannya dengan organisasi lain. Keanekaan lingkungan mengurangi
kemampuan organisasi untuk menanggapi dengan cepat kebutuhan konsumen dan
mengembangkan produk baru. Organisasi menghadapi tantangan ini dengan : (1)
mengganti struktur organisasi internal mereka dan (2) mengembangkan hubungan
strategis dengan organisasi lain.
Keanekaragaman lingkungan menyebabkan kesulitan untuk
menghubungkan pembeli dengan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan dan
keinginan pembeli dalam pasar. Karena kesulitan ini, perusahaan bersatu untuk
memenuhi kebutuhan pasar yang terpecah-pecah dan teknologi yang kompleks.
Strategi ini dapat melibatkan kerjasama antar pemasok dan produsen, aliansi
strategis antar pesaing, perusahaan patungan antar anggota industri, dan jaringan
organisasi yang mengkoordinasikan kerjasama dan kemitraan dengan banyak
organisasi lain.
Lingkungan bisnis menciptakan risiko bagi organisasi yang tidak dapat
membuat perubahan cepat. Perubahan disebabkan oleh pembaruan/keusangan
teknologi yang dirangsang/didorong oleh gerak pertumbuhan dalam pengetahuan
44
dan perkembangannya. Sebuah tanggapan bagi perubahan dan risiko adalah
mengembangkan hubungan yang fleksibel dengan organisasi lain, serta
menghindari investasi kepemilikan dalam sumber pasokan, produksi, dan
distribusi. Kepemilikan seluruh sistem nilai tambah dapat kurang efektif dan lebih
berisiko dalam lingkungan yang berubah. Gambaran Strategi (Strategy Feature)
menjelaskan hubungan di antara beberapa perusahaan dalam industri yang berbeda,
di pasar pabrikan besar peralatan asli (Original Equipment Manufacturer).
Selama dua dasawarsa terakhir, pengeluaran untuk penelitian dan
pengembangan telah meningkat tiga kali lebih cepat dari pembelanjaan modal
usaha. Kebutuhan akan keterampilan dan sumber daya teknologi dalam banyak
industri sering melewati batas kemampuan sebuah organisasi tunggal. Jadi,
pembagian teknologi dan risiko yang saling melengkapi merupakan unsur penting
bagi aliansi strategis. Sebagai tambahan bagi teknologi, hambatan keuangan, jalan
masuk ke pasar, dan kemampuan sistem informasi dapat mendorong
pengembangan hubungan di antara organisasi-organisasi yang berdiri sendiri.
Jalan masuk ke teknologi dan kemampuan lainnya, keuntungan spesialisasi,
dan kesempatan untuk meningkatkan nilai produk merupakan motivasi penting bagi
pengembangan hubungan antar organisasi. Hubungan ini dapat secara vertikal
antara pemasok dan produsen atau secara horizontal antar anggota industri.
Kebutuhan keuangan untuk dapat bersaing dalam pasar dunia seringkali
lebih besar dari kapasitas yang dimiliki sebuah perusahaan tunggal. Sebagai
akibatnya, banyak perusahaan harus mencari mitra untuk mendapatkan sumber
45
daya yang penting bagi persaingan dalam banyak industri atau untuk menyebarkan
risiko kerugian keuangan dengan perusahaan lain.
Hubungan organisasional juga penting untuk memperoleh jalan masuk ke
pasar. Strategi McDonnell Douglas mendapatkan jalan masuk ke pembeli pesawat
komersial Asia, dapat memberikan ilustrasi. Produk, secara tradisional
didistribusikan melalui perantara pernasaran seperti pedagang besar dan eceran
dengan maksud untuk memperoleh jalan ke pasar pemakai akhir. Saluran distribusi
secara vertikal ini penting untuk menghubungkan penawaran dan permintaan.
Selama tahun 1980an, beberapa hubungan horisontal dikembangkan di antara
perusahaan yang saling bersaing untuk memasuki pasar dunia dan segmen pasar
lokal yang tidak terlayani olehperusahaan yang bekerja sama. Persetujuan
kerjasama pemasaran ini mengembangkan saluran tradisional lingkup distribusi dan
memperoleh manfaat tentang pengetahuan pasar di pasar intemasional.
Teknologi informasi membuat hubungan organisasi berkembang menjadi
nyata dalam kaitannya dengan waktu, biaya, dan efektivitas. Kemajuan teknologi
informasi menyediakan sumber daya yang penting bagi peningkatan efektivitas,
baik komunikasi internal dan antarorganisasi. Kemajuan teknologi informasi dan
telekomunikasi telah menggeser banyak hambatan komunikasi yang mencegah
perusahaan mendapatkan sumber daya teknis dari luar negeri. Kemampuan
memindahkan dokumen dan gambar desain, dari satu bagian dunia ke bagian dunia
lainnya melalui surat elektronik (e-mail), adalah lebih efisien dengan bekerjasama
secara global dalam pengembangan produk secara langsung.
46
Sistem informasi memungkinkan organisasi berkomunikasi secara efektif
sekalipun kerjasama perusahaan secara geografis cukup tersebar. Penggunaan
sistem informasi untuk analisis pemasaran, perencanaan, dan pengawasan.
Metode khusus menggeser produk melalui tingkatan proses nilai tambah
yang berbeda merupakan hubungan pemasol pabrikari, distributor, dan pelanggan
serta pemakai akhir dari barang dan jasa ke dalam hubungan vertikal. Spesialisasi
dan efisiensi fungsional menciptakan kebutuhan akan jenis organisasi yang bero-
eda. Sebagai contoh, pedagang besar menyediakan barang dan menyebarkannya
kepada pengecer bila diperlukan. Dengan demikian, ini mengurangi waktu
pemesanah langstrng dari pedagang besar. Kita melihat pada hubungan saluran
distribusi dan pelanggan-pemasok untuk meneliti hubungan vertikal
antarperusahaan.
Pemasok dan pembeli bahan mentah, bahan pengganti dan komponen,
perlengkapan, dan jasa (seperti konsultasi dan perawatan) dihubungkan bersama-
sama dalam saluran distribusi vertikal. Hubungan antara pemasok dan pelanggan
bervariasi mulai dari yang bersifat transaksi sampai pada kerjasama perusahaan.
Hubungan kerja yang bersifat transaksi (dapat diperjualbelikan) merupakan
pertukaran sederhana dari produk dasar pada harga yang bersaing. Sebaliknya
asosiasi kerjasama jauh lebih berinteraktif dan melakukan penyesuaian secara
alami. Persatuan tersebut membentuk hubungan sosial, ekonomi, jasa, dan teknis
yang kuat unfuk jangka waktu yang lama.
Hubungan kerjasama terdiri atas kegiatan yang terbagi seperti desain proses
dan produk, bantuan penerapan, kontrak pemasokan jangka panjang, dan program
47
penyediaan barang tepat waktu (just-in-time). Jumlah kerjasama dapat bervariasi di
antara industri. Lebih-lebih, dalam situasi persaingan tertentu, sebuah perusahaan
mungkin mengikuti derajat/tingkatan kerjasama yangberbedaberdasarkan
pelanggannya. Beberapa hubungan pemasok-pelanggan dapat diperjualbelikan,
tetapi pemasok yang sama mungkin mencari hubungan kerjasama dengan
pelanggan lainnya.
Hubungan kerjasama antara pemasok dan pelanggannya dianjurkan secara
luas oleh penguasa bisnis. Kerjasama ini merupakan unsur penting dari program
manajemen mutu total (Total Quality Managernent). Meskipun demikian,
keputusan pemasok untuk mengembangkan hubungan kerjasama yang kuat harus
mencakup penilaian faktor-faktor berikut:
a. Filosofi melaksanakan bisnis. Pendekatan mitra usaha terhadap bisnis harus
dapat disesuaikan. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan telah menyerap
filosofi TQM dan mitra usaha lain tidak mengutamakan TQM, konflik
kemungkinan besar berkembang dalam hubungan kerjasama.
b. Ketergantungan relatif terhadap mitra usaha. Hubungan kerjasama
kemungkinan besar lebih berhasil jika ketergantungan tersebut penting dan
sebanding di antara kedua organisasi.
c. Kontribusi teknologis. Pembeli dapat mewakili kesempatan bagi pemasok
untuk mengembangkan produk dan prosesnya yang disebabkan oleh tuntutan
pelanggan terhadap produk dan jasa pemasok. Sebagai contoh, desain bersama
perlengkapan industri dapat memberikan tambahan bagi keuntungan
persaingan pemasok.
48
Kriteria yang sama ini dapat dievaluasi dari perspektif pelanggan untuk
memperkirakan nilai dan keterbatasan pengembangan hubungan kerja sama yang
solid.
Menurut Gordon Walker (2009), motivasi suatu perusahaan melakukan
kerjasama adalah bertujuan untuk (1) Transfer teknologi, (2) Akses pasar, (3)
Pengurangan biaya, (4) Pengurangan resiko, serta (5) Perubahan struktur industri.
Kerjasama ini didasarkan dari rasa saling percaya, keterbukaan berbagai resiko dan
manfaat dalam meningkatkan strategi bersaing untuk menghasilkan kinerja yang
lebih baik dibanding bila tidak berkolaborasi.
Berdasarkan uraian di atas, berikut rekapitulasi konsep kemitraan.
Tabel 2.5 Rekapitulasi Konsep Kemitraan
No Penulis Konsep
1 Cravens
(2013)
Organizational Relationship yaitu Internal Partnership,
Supplier Relationship, Customer Relationship dan
Lateral Partnership. Kemitraan meliputi hubungan
secara vertikal yang terdiri dari hubungan dengan
supplier dan customer (pelanggan) serta horizontal yang
terdiri dari kemitraan lateral dan internal.
2 Gordon
Walker (2009)
Motivasi suatu perusahaan melakukan kerjasama adalah
bertujuan untuk (1) Transfer teknologi, (2) Akses Pasar,
(3) Pengurangan biaya, (4) Pengurangan resiko, (5)
Perubahan struktur Industri. Kerjasama ini didasarkan
dari rasa saling percaya, keterbukaan berbagai resiko dan
manfaat dalam meningkatkan strategi bersaing untuk
menghasilkan kinerja yang lebih baik dibanding bila
tidak berkolaborasi
Sumber : hasil olahan
Robert Half (2013) dalam hasil risetnya menyatakan bahwa manfaat utama
dari kemitraan adalah meningkatkan kinerja korporasi, manajemen resiko yang
lebih baik , dan pengurangan biaya dalam fungsi keuangan, Manfaat utama dari
49
kemitraan, seperti yang diidentifikasi dalam survei di Belgia, dimana terdapat
hubungan dengan peningkatan kinerja perusahaan (38%), manajemen risiko yang
lebih baik (30%) dan mengurangi biaya fungsi keuangan (28%).
Dalam jurnal France dan Lehmann (2005) dikatakan bahwa kemitraan
dapat dijadikan sarana oleh perusahaan untuk memperkuat corporate image dengan
mengkombinasikan hubungan antara keahlian teknis dan sumber daya keuangan,
perusahaan dapat memanfaatkan pengalaman, jaringan pengetahuan, pengetahuan
dan legitimasi yang terkait dengan sektor publik. Kemitraan dapat dibentuk melalui
pengembangan hubungan sosial, komitmen, saling percaya dan melalui
pembentukan saling pengertian (lihat, Grabher, 1993; Kjaer et al, 2003; Schaltegger
et al, 2003 ). Kemitraan juga dapat digunakan oleh perusahaan sebagai kendaraan
untuk memperkuat citra perusahaan yang berdampak terhadap kinerja sosial dan
ekonomi mereka.
Flanagan dan Grant (2013) mendefinisikan mengenai finance business
partnering sebagai suatu peran yang menyanggupi untuk mendukung bisnis dalam
menciptakan nilai dengan cara meningkatkan kualitas keputusan, misalnya seperti
keputusaan strategi harga, optimasi rantai pasokan, penilaian investasi, dan
memastikan bahwa strategi bisnis yang dipilih sesuai dengan yang dibutuhkan
sehingga dapat meningkatkan nilai pemegang saham pada tingkat risiko yang dapat
diterima.
Konsep ini dapat didefinisikan sebagai peran yang menyanggupi
pembiayaan untuk mendukung dan menantang bisnis dalam menciptakan nilai
dengan meningkatkan kualitas keputusan, misalnya strategi harga, optimasi rantai
50
pasokan, penilaian investasi, dan memastikan bahwa strategi bisnis yang dipilih
memberikan nilai pemegag saham yang dimita pada tingkat risiko yang dapat
diterima.
Murray (2010) yang meneliti mengenai kemitraan bisnis dengan pihak
sekolah mengemukakna mengenai peran kemitraan bisnis bagi sekolah dimana
mitra bisnis dapat memainkan peran penting dalam menarik dan memotivasi siswa
dengan "menghubungkan sekolah tinggi ke dunia luar" (Nelson, 2007).
Kesempatan bagi siswa untuk melihat penerapan akademisi di tempat kerja
melalui magang dapat meningkatkan keterlibatan mereka dalam pekerjaan sekolah
(Littky, 2004; Vander Ark, 2002), dan akademi karir dapat membantu siswa dalam
mengembangkan keterampilan kerja yang dibutuhkan (Nelson, 2007, Eaton dan
Nelson, 2007). Para pemimpin bisnis juga dapat berfungsi sebagai mentor dan
panutan bagi siswa (Nelson, 2007).
Kemitraan bisnis dengan sekolah dapat memainkan peran penting dalam
mengenalkan dan memotivasi pelajar dengan mengenalkan sekolah atas ke dunia
luar. Studi Murray meneliti kebutuhan mendesak untuk reformasi SMA, terutama
dari perspektif bisnis, dan memeriksa perkembangan kemitraan sekolah / bisnis
yang efektif yang menunjukkan bagaimana sekolah dan bisnis dapat bekerja sama
untuk desain sekolah tinggi yang sangat baik.
Savarese (2002) mengidentifikasi model kemitraan bisnis pendidikan yang
bergerak melampaui tujuan transfer teknologi atau kemitraan transaksional. Model
Goodman dan Cyert dibandingkan dengan program kemitraan Koneksi Kerja
Microsoft . Program kemitraan koneksi kerja Microsoft menyediakan lingkungan
51
kemitraan aktif yang memungkinkan studi ini untuk mengkonfirmasi praktik dan
keingginan dari model Cyert dan, dan mengkonfirmasi keinginan yang
dipraktekkan dan tujuan Microsoft dan mengidentifikasi manfaat sosial dan budaya
lainnya dari kemitraan . Sumber data meliputi manajemen program dari Microsoft,
The American Association of Community Colleges , dan 38 Community Colleges.
Para peserta termasuk administrator perguruan tinggi, fakultas, mahasiswa, dan
bisnis lokal. Umumnya , anggota populasi yang diteliti, administrasi kampus,
dosen, mahasiswa, dan bisnis menemukan sembilan komponen Cyert dan Goodman
yang dipraktekkan. Selain itu, mereka melaporkan tingkat yang lebih tinggi
daripada keinginan yang dipraktekkan. Juga, responden mengidentifikasi tujuan
Koneksi kerja Microsoft seperti yang dilakukan, meskipun, ada tingkat yang lebih
tinggi dari keinginan daripada benar-benar dilaporkan sebagai dipraktekkan.
Responden menunjukkan bahwa kemitraan Koneksi Kerja memiliki peluang untuk
perbaikan. Ia juga mengidentifikasi adanya sejumlah masalah komunikasi. Anggota
kemitraan menunjukkan bahwa banyak ide yang belum dibagi dan akan berguna
dalam memfasilitasi upaya pembelajaran kemitraan baru.
Savarese (2002) mengidentifikasi model kemitraan bisnis pendidikan yang
bergerak melampaui tujuan transfer teknologi atau kemitraan transaksional. Model
Goodman dan Cyert dibandingkan dengan program kemitraan koneksi kerja yang
aktif. menunjukkan bahwa kemitraan koneksi kerja memiliki peluang untuk
perbaikan. Ia juga mengidentifikasi adanya sejumlah masalah komunikasi. Anggota
kemitraan menunjukkan bahwa banyak ide yang belum dibagi, akan berguna dalam
memfasilitasi upaya pembelajaran kemitraan baru.
52
Dengan mempertimbangkan berbagai pendapat tersebut di atas dan
menyesuaikan dengan situasi industri TPT di Jawa Barat, maka konstruk kemitraan
dalam penelitian ini didefinisikan sebagai upaya untuk melakukan kerjasama
dengan stakeholders, yang meliputi hubungan secara vertikal, yang terdiri dari
hubungan dengan supplier dan customer serta hubungan horizontal yang terdiri dari
kemitraan lateral dan internal.
2.1.2.2 Pengukuran Variabel Kemitraan
Dimensi kemitraan perusahaan dalam penelitian ini merujuk kepada
Organizational Relationship (Cravens, 2013) – yaitu Internal Partnership, Supplier
Relationship, Customer Relationship dan Lateral Partnership, maka dimensi
kemitraan perusahaan dalam penelitian ini terdiri dari internal partnership
(kemitraan internal), supplier relationship (kemitraan dengan pemasok), buyer
partnership (kemitraan dengan pelanggan), dan lateral partnership (kemitraan
lateral). Pemilihan variabel ini dikarenakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh
Cravens (2013) telah merinci dengan komprehensif dimana lebih cocok ketika
mengukur variabel kemitraan pada industri manufaktur yang mana industri TPT
termasuk dalam industri manufaktur yang menekankan pada Supply Chain
Management (SCM) yang baik untuk mendapatkan produk yang berkualitas,
dimana variabel yang dikemukanan oleh Cravens (2013) dirasa telah mencakup
pengukuran Kemitraan dengan memperhitungkan SCM dimana terlihat adanya
penilian komprehensif yang tidak hanya menitikberatkan kepada indikator
eksternal tetepi telah mengkolaborasi indikator internal dan eksternal yang terlihat
53
dari adanya pengukuran terhadap kinerja internal perusahaan serta supplier,
customer dan lateral dari sisi eksternalnya. Uraian indikator dari dimensi Internal
Partnership, Supplier Partnership, Buyer Partnership, dan Lateral Partnership,
diuraikan sebagai berikut ini.
Menurut web journal Iunctura.com sepertiyang dikutip oleh Judith Mosher
Bassini (2011:8), internal partnership merupakan bentuk kemitraan yang
mensyaratkan adanya kerjasama diantara satu atau dua pihak dimana pelanggan
bisa terlibat atau tidak, dengan tujuan umum untuk mencapai tujuan bisnis dan
melayani kebutuhan pelanggan. Kemitraan ini menguatkan hubungan sumber daya,
mengurangi perpecahan, dan berkontribusi terhadap pengalaman pelanggan yang
tidak secara langsung dilihat oleh pelanggan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi Internal Partnership
meliputi Penciptaan sinergitas antarbagian di dalam perusahaan untuk melayani
kebutuhan pelanggan dan Kolaborasi antarbagian untuk saling melengkapi dalam
memecahkan masalah dalam meningkatkan layanan.
Li et al., (2005,2006) dikutip dalam Qrunfleh dan Tarafdar (2013:573)
mengemukakan bahwa kemitraan supplier strategis merupakan hubungan jangka
panjang antara organisasi dengan suppliernya, yang mempengaruhi kapabilitas
operasional dan kapabilitas strategis dari individu yang terlibat dalam perusahaan
untuk membantunya dalam mencapai manfaat yang signifikan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi Supplier Relationship meliputi
Program kemitraan dengan supplier, Berpartner dengan supplier sesuai dengan
kebutuhan serta Kontrak jangka panjang yang saling menguntungkan dengan
54
supplier.dimana hal ini penting untuk dapat meningkatkan ketahanan atas bahan
baku dan hasil produksi yang nantinya akan dipakai untuk melakukan proses
produksi.
Dalam jurnal penelitian Ogbadu dan Usman (2012) dikemukakan bahwa
kunci untuk membangun kemitraan pelanggan yang bertahan lama adalah untuk
menciptakan nilai pelanggan dan kepuasan pelanggan yang superior. Indikator yang
digunakan untuk mengukur dimensi Buyer Relationship meliputi Pelayanan sesuai
harapan pelanggan dan Fasilitas transaksi pembayaran, dimana pada masa sekarang
perananan dan keinginan pelanggan sudah harus ditempatkan dalam prioritas
perusahaan, terutama pelayanan yang baik termasuk produk yang dihasilkan
berkualitas tinggi serta kemudahan dalam melakukan transaksi pembelian maupun
penjualan.
Menurut Wheelen dan Hunger (2012) Strategic Alliances (Kemitraan
Strategis), merupakan partnership atau bentuk kemitraan strategis antara dua atau
lebih perusahaan atau unit bisnis untuk mencapai tujuan secara strategis yang saling
menguntungkan. Jenis Kemitraan strategis dapat distrukturkan berdasarkan degree
of ownershipand control (tingkat kepemilikan dan pengendalian) dan extent of
investment and risk (tingkat investasi dan resiko yang ditanggung).
Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi Lateral Partnership
adalah bermitra dengan perusahaan atau organisasi terkait dan lembaga
intermediasi pemerintah. Hal ini mendukung bagaimana manajemen perusahaan
dapat menjalankan perusahaan. Dimana bermitra dengan perusahaan atau
organisasi terkait dapat meningkatkan efisiensi dan peningkatan supply chain
55
management perusahaan. Selain itu akan mengurangi dampak terhadap gangguan
eksternal dari stakeholder seperti demonstrasi, gangguan keamanan dan
sebagainya. Bermitra dengan pemerintah juga dapat mengurangi tantangan yang
berasal dari perusahaan luar negeri, karena pemerintah dapat menggunakan
kebijakan tertentu untuk dapat menjamin industri dalam negeri, sehingga
perusahaan dapat bersaing di dalam negeri.
2.1.3 Citra Perusahaan
2.1.3.1 Pengertian Citra Perusahaan
Citra Perusahaan diawali dengan adanya persepsi publik mengenai suatu
perusahaan yang terbentuk dalam benak para pelanggan. Jenis citra ini adalah yang
berkaitan dengan sosok perusahaan sehingga tujuan utamanya, bagaimana
menciptakan Citra Perusahaan yang positif, lebih dikenal serta diterima oleh
publiknya, mungkin tentang sejarahnya, kualitas layanan prima, keberhasilan
dalam bidang marketing dan hingga berkaitan dengan tanggung jawab. Menurut
Zeithaml dan Bitner (2011) mengemukakan bahwa citra perusahaan dapat
mempengaruhi perilaku, kepuasan, loyalitas, kreativitas dan merek perusahaan
secara keseluruhan dan merupakan aset yang sangat berharga.
Untuk membentuk citra yang positif, perusahaan perlu mengirimkan pesan
dirinya kepada lingkungan perusahaan, baik internal maupun eksternal, yaitu
pegawai perusahaan, konsumen, suplier, dan yang lainnya. Perusahaan dapat
membentuk citra yang positif melalui berbagai potensi yang dimiliki, misalnya
melalui keramahan para pegawainya dalam melayani pelanggan. Apabila dalam
56
benak konsumen sudah terbentuk suatu kesan yang positif terhadap perusahaan,
maka akan tercipta citra perusahaan yang positif dalam benak konsumen.
Dari beberapa pendapat para pakar tentang citra maka dapat disimpulkan
bahwa citra adalah serangkaian kepercayaan atau keyakinan, ide dan kesan yang
dimiliki oleh pelanggan atau pesaing terhadap perusahaan kita atas hasil dari
pengetahuan dan pengalaman. Atau citra merupakan citra yang terbentuk
dimasyarakat tentang baik buruknya perusahaan kita.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkomunikasikan citra
perusahaan agar dapat berhasil menurut Gregory dan Wiechmann (1993) adalah:
1) Perception is what counts
Kenyataan dari suatu kondisi bukanlah merupakan hal yang terpenting, tetapi
kenyataan yang diingat oleh target sasaran perusahaanlah yang membentuk citra
perusahaan.
2) Direction
Arah dari kampanye citra perusahaan haruslah diupayakan oleh pemasaran puncak
perusahaan, karena merekalah yang paling memahami keadaan perusahaan dari
seluruh sisi perusahaan.
3) Know thy self
Perusahaan perlu mengetahui siapa diri mereka sebelum memutuskan arah mana
yang akan ditempuh untuk mengetahui citra perusahaan saat ini, dan bagaimana
memelihara citra baru perusahaan.
4) Focus
57
Perusahaan perlu mengetahui siapa yang ingin dicapai. Semakin baik perusahaan
mengenal dan memahami target sasarannya, maka semakin mudah bagi perusahaan
untuk mengubah persepsi target sasarannya terhadap perusahaan.
5) Creativity
Apa yang ingin disampaikan melalui kampanye citra perusahaan, apa yang menjadi
daya tarik perusahaan yang mudah untuk diingat.
6) Consistency
Apabila tidak peduli dengan seberapa fokus dan kreatif, tanpa konsistensi maka
seluruh investasi perusahaan dalam membangun citra yang positif akan sia-sia.
Suatu kegiatan perusahaan tidak akan terlepas dari berbagai risiko maupun
kemungkinan krisis yang terjadi dalam perusahaan yang diakibatkan oleh situasi
persaingan maupun faktor-faktor perubahan lingkungan lainnya. Berbagai
permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan perusahaan pasti akan
menimbulkan perhatian dan penilaian dari berbagai lapisan masyarakat terutama
untuk perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan produk untuk pasar yang bersifat
massal. Penilaian-penilaian yang muncul pada akhirnya akan mempengaruhi nama
baik atau citra perusahaan tersebut. Agar permasalahan yang muncul tidak
menimbulkan penilaian yang merugikan perusahaan, maka harus dilakukan
berbagai cara untuk mengatasinya.
Menurut Rosady Ruslan (1999:76) pada saat krisis melanda perusahaan atau
organisasi, sebagai tindakan korektif ada beberapa tahapan langkah strategi atau
kiat penanggulangan krisis adalah sebagai berikut.
1) Mengidentifikasi krisis
58
Langkah ini merupakan penetapan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya
krisis.
2) Menganalisis krisis
Langkah menganalisis krisis dilakukan dengan pendekatan 5W+1H, yaitu what
why, where, when, who dan how.
3) Mengatasi dan Menanggulangi krisis
Mengatasi dan menaggulangi krisis dilakukan untuk jangka pendek dan jangka
panjang. Penanggulangan jangka pendek dinaksudkan untuk membatasi masalah
dan penanggulangan jangka panjang dimaksudkan agar permasalahan yang terjadi
tidak berkembang dan dapat dicegah agar tidak terulang lagi. Cara yang dapat
ditempuh adalah dengan memberikan informasi yang jelas dan benar kepada
masyarakat, serta dengan melibatkan pihak ketiga seperti pemerintah dan tokoh-
tokoh masyarakat.
a. Mengevaluasi krisis
Mengevaluasi krisis bertujuan untuk melihat sejauh mana perkembangan suatu
masalah dalam masyarakat.
Citra perusahaan haruslah disampaikan secara akurat dan
berkesinambungan kepada para pegawai perusahaan dan diperkuat dalam setiap
komunikasi dengan mereka. Hal itu akan membuat mereka merasa nyaman tentang
tempat mereka bekerja dan bergembira dimana teman-teman, tetangga dan keluarga
dan keluarga mereka mengetahui kepentingan, kekuatan dan nilai dari perusahaan.
Hal ini penting karena sebagian pegawai perusahaan merupakan jembatan antara
perusahaan dengan konsumen.
59
Dalam Kotler dan Keller (2009) diuraikan bahwa citra mempunyai beberapa
elemen yang terdiri atas: lambang, ruang fisik, even dan media.
1. Lambang
Citra dapat dibangun dengan menggunakan simbol, slogan, logo yang kuat.
Perusahaan dapat memilih simbol atau juga memilih warna yang dapat membuat
perusahaan tersebut mempunyai ciri yang khas dibanding perusahaan lainnya.
Sehingga konsumen dapat dengan mudah mengenali perusahaan tersebut. Unsur-
unsur tersebut biasanya dapat dengan mudah dikenali konsumen di mana saja.
Sehingga pengenalan konsumen akan produk perusahaan maupun perusahaan itu
sendiri bisa dibentuk dengan cepat. Oleh karena itulah, nama, simbol, slogan, logo
perusahaan harus mendapat perhatian sehingga dapat mewakili perusahaan dan
produknya dengan cepat serta mudah dikenali oleh pasar sasaran.
2. Ruang Fisik
Ruang fisik perusahaan bisa merupakan pencipta citra yang kuat. Misalnya dengan
memilih rancangan gedung, rancangan interior, tata letak, warna gedung, material
dan perabotan yang tepat. Sehingga konsumen yang datang dapat merasa nyaman
dan mendapatkan pelayanan yang baik.
3. Event (acara) / Pensponsoran
Perusahaan dapat membangun citranya dengan menciptakan atau mensponsori
berbagai event atau peristiwa. Perusahaan-perusahaan mencari cara yang lebih baik
untuk meningkatkan keuntungan dari pensponsoran dan mereka menuntut
akuntabilitas yang lebih besar dari pemilik dan pengorganisasi event.
4. Media
60
Perusahaan dalam meningkatkan citranya dan mempromosikan produknya dengan
menggunakan suatu media baik media visual maupun audiovisual. Dengan begitu
perusahaan dapat dengan mudah memperkenalkan produk dan layanannya agar
dapat menarik perhatian konsumen.
Sementara Polat (2010) menyatakan dimensi citra meliputi citra kualitas,
citra program, citra infrastruktur.
Berdasarkan beberapa konsep citra perusahaan, maka dapat disusun
rekapitulasi konsep sebagai berikut.
Tabel 2.6 Rekapitulasi Konsep Citra Perusahaan
No Penulis Konsep
1 Zeithaml &
Bitner (2011)
Organizational image as perception of an
organization reflected in association held in consumer
memory
2 Gregory dan
Wiechmann
(1993)
Keberhasilan mengkomunikasikan citra perusahaan
mencakup aspek : Perception is what counts,
direction, know their self, focus, creativity, consistency
3 Kotler dan
Keller (2009)
Citra mempunyai beberapa elemen yaitu ; lambang,
ruang fisik, even dan media.
4 Polat (2010) Organizational image mencakup aspek seperti:
Quality image, Programme image, Infrastructure
image,
Sumber: hasil olahan
Arendt dan Malte (2010) menguji efek dari CSR terhadap identitas
perusahaan, corporate image dan kinerja perusahaan dalam pengaturan multi-
industri, dalam rangka mendukung bukti bahwa efek dari CSR berbeda untuk setiap
industri. Pengertian corporate image dalam makalah ini adalah “adalah hasil dari
61
semua pengalaman, kesan, keyakinan, perasaan, dan pengetahuan dari semua orang
yang telah diperoleh terkait dengan aktivitas perusahaan (Worcester, 2009).
Menurut Boonpattarakan (2012), citra perusahaan merupakan faktor kunci
dalam meningkatkan kinerja perusahaan dikarenakan citra perusahaan adalah
respon konsumen terhadap apa yang dikorbankan dan dapat dianggap sebagai
jumlah dari keyakinan, ide, dan tayangan yang publik memiliki terhadap suatu
organisasi. dimana sering dikaitkan dengan kualitas yang dirasakan dari produk
atau jasa yang dihasilkan (Nguyen dan Leblanc, 2001). Citra perusahaan memiliki
dua komponen utama: fungsional dan emosional. Komponen fungsional berkaitan
dengan atribut yang nyata yang dapat dengan mudah diukur, sedangkan komponen
emosional berkaitan dengan dimensi psikologis yang dimanifestasikan oleh
perasaan dan sikap terhadap organisasi (Weiwei, 2007). Konsep citra perusahaan
telah dipelajari secara ekstensif di masa lalu. dan telah ditetapkan sebagai evaluasi
konsumen terhadap atribut yang menonjol, yang bisa berwujud dan tidak berwujud
atau fungsional dan psikologis (Thompson dan Chen, 1998). oleh karena itu, citra
perusahaan merupaka hasil dari proses agregat, dimana pelanggan membandingkan
berbagai atribut organisasi.
Dalam lingkungan yang kompetitif saat ini, citra perusahaan dianggap
memiliki nilai strategis bagi perusahaan dan menjadi elemen strategis dimana dapat
meningkatkan kinerja perusahaan dan persepsi masyarakat. Selain itu, citra
perusahaan dianggap memiliki efek potensial terhadap loyalitas pelanggan terhadap
perusahaan (Andreassen dan Lindestad, 1998; Romaniuk dan Sharp, 2008).
62
Sebagai salah satu cara agar dapat meningkatkan citra perusahaan adalah
dengan kemitraan, hasil penelitian LaFrance dan Lehmann (2005) menyebutkan
bahwa kemitraan dapat dijadikan sarana oleh perusahaan untuk memperkuat citra
perusahaan dengan cara memberikan berkontribusi terhadap hubungan dengan
keahlian teknis dan sumber daya keuangan, perusahaan memanfaatkan
pengalaman, jaringan, pengetahuan dan legitimasi yang terkait dengan sektor
publik. Namun, kemitraan hanya dapat dibentuk melalui pengembangan hubungan
sosial, melalui komitmen dan saling percaya dan melalui pembentukan saling
pengertian dan pertimbangan (Grabher, 1993; Kjaer et al, 2003; Schaltegger et al,
2003 ). Kemitraan pada gilirannya dapat digunakan oleh perusahaan sebagai salah
satu cara untuk memperkuat citra perusahaan secara positif yang mempengaruhi
kinerja sosial dan ekonomi.
Kaur and Soch (2012 : 51) mengemukakan konsep citra perusahaan sebagai
sebagai faktor penting dalam penilaian pelayanan dan perusahaan (Gronross, 1984;
Andreassen dan Lindestad , 1998). SedangkanNguyen (2006) mendefinisikan citra
perusahaan sebagai respon konsumen terhadap total yang mereka korbankan dan
berhubungan dengan nama bisnis, arsitektur, berbagai produk / jasa, tradisi,
ideologi, dan kesan kualitas yang dikomunikasikan oleh setiap orang yang
berinteraksi dengan suatu organisasi .
Lin dan Lu (2010:16) melakukan penelitian mengenai pengaruh citra
perusahaan dan hubungan pemasaran pada kepercayaan, dampak kepercayaan pada
niat beli konsumen, dan moderator efek word-of-mouth antara pengaruh
kepercayaan terhadap niat beli konsumen. Temuan utama dalam penelitian Lin dan
63
Lu (2010:16) adalah citra perusahaan memiliki pengaruh positif signifikan
terhadap kepercayaan, dan citra dari suatu produk/jasa memiliki pengaruh paling
signifikan pada kepercayaan ,yang diikuti oleh image fungsional dan citra institusi
; selain itu, struktural dan keuangan, hubungan pemasaran juga berpengaruh positif
secara signifikan pada kepercayaan , dimana hubungan struktural pemasaran
memiliki pengaruh yang lebih besar pada kepercayaan dibandingkan dengan
keuangan; sedangkan kepercayaan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap
niat beli konsumen; yang diperkuat oleh word of mouth yang positif memiliki efek
moderasi antara pengaruh kepercayaan pada niat beli konsumen.
Bahwa citra perusahaan memiliki pengaruh positif secara signifikan
terhadap kepercayaan, dan citra komoditas memiliki pengaruh yang paling
signifikan terhadap kepercayaan, diikuti oleh citra fungsional dan citra institusi,
pemasaran hubungan struktural dan keuangan berpengaruh positif secara signifikan
terhadap kepercayaan, dan pemasaran hubungan struktural memiliki pengaruh lebih
besar terhadap kepercayaan dibandingkan dengan pemasaran hubungan keuangan,
kepercayaan memiliki pengaruh positif secara signifikan terhadap niat beli
konsumen, dan word-of-mouth yang positif memiliki efek moderator antara
pengaruh kepercayaan terhadap niat beli konsumen.
Berdasarkan uraian di atas dan menyesuaikan dengan situasi industri TPT
di Jawa Barat, maka konstruk citra dalam penelitian adalah persepsi publik terkait
kualitas produk/jasa, program, dan fasilitas berdasarkan hasil pengalaman atas
aktivitas perusahaan.
64
2.1.3.2 Pengukuran Variabel Citra Perusahaan
Berdasarkan penelusuran literatur ditemukan komparasi dimensi citra
perusahaan berikut ini :
Tabel 2.7 Komparasi Dimensi Citra Perusahaan
Kotler &
Keller (2009)
Alimen & Cerit
(2009)
Polat (2010) Peneliti (2016)
- Lambang - Uniqueness
brand
association
- Quality image
- Quality
image
- Ruang
fisik
- Favourable of
brand
association
- Programme
Image
- Programme
Image
- Even - Strength of
brand
association
- Infrastructure
image
- Infrastructure
image
- Strength of
brand
association
Berdasarkan proses metode deduktif dan induktif, yakni penelusuran konsep
Kinerja perusahaan yang ada dalam beberapa referensi serta didukung oleh proses
induktif melalui diskusi dengan para pelaku usaha industri dan para pakar dibidang
tersebut, maka dimensi variabel citra perusahaan pada penelitian ini terdiri dari:
dimensi quality image (diukur dari kualitas citra perusahaan), dimensi programme
image (diukur dari kualitas program), serta dimensi infrastructure image (diukur
dari kualitas citra infrastruktur perusahaan). Dimana penentuan ketiga dimensi
tersebut didasarkan kepada pertimbangan unit analisis dalam penelitian ini adalah
industri tekstil yang cenderung telah mencakup indikator – indikator dari penelitian
yang sebelumnya dan lebih komprehensif dalam menilai citra perusahaan. Selain
65
itu juga kondisi saat ini industri TPT cenderung masih memiliki kelemahan pada
ketiga aspek tersebut.
2.1.4 Daya Saing (Competitiveness)
2.1.4.1 Pengertian Daya Saing (Competitiveness)
Casadesus-Masanell dan Ricart (2010) mengungkapkan bahwa daya saing
suatu perusahaan terkait dengan seberapa baik model bisnis berinteraksi dengan
lingkungannya untuk menghasilkan penawaran yang memberikan nilai tambah.
Terdapat tiga elemen penting dalam ide ini. Pertama, nilai tambah, berarti bahwa
penghapusan perusahaan dan penawarannya akan mengurangi ukuran keseluruhan
"nilai pie." Kedua, model bisnis suatu perusahaan merupakan penentu utama dari
kemampuannya untuk menambah nilai. Menambahkan nilai tergantung pada
perusahaan yang memiliki model bisnis yang dapat menciptakan nilai, dan ini, pada
gilirannya, merupakan prasyarat bagi perusahaan untuk dapat menangkap nilai
(Brandenburger dan Stuart, 1996) untuk mempertahankan eksistensi mereka.
Ketiga, model bisnis tidak bertindak dalam isolasi, melainkan berinteraksi dengan
orang-orang dari peserta industri lainnya pelanggan, pemasok, pesaing, dan
produsen pengganti dan produk komplementer .
Menurut Castro et al (2004), agar suatu perusahaan dianggap memiliki daya
saing dari sudut pandang operatif, maka perusahaan harus mendesain strategi untuk
melengkapi kondisi : harga yang kompetitif, produk dengan kualitas unggul,dan
pelayanan tingkat tinggi kepada pelanggan (speed and variety). Sementara menurut
Hitt, Ireland, dan Hoskisson (2013) bahwa pencapaian daya saing strategik
66
memerlukan kesuksesan suatu perusahaan dalam memformulasikan dan
melaksanakan suatu strategi kreasi nilai.
Nordås and Kim (2013) menggunakan tiga indikator daya saing yaitu
tingkat diferensiasi produk, harga satuan yang diperoleh di pasar ekspor, dan durasi
perdagangan.
Menurut Kumar dan Arbi (2008) dalam Jin Su dan Gargeya (2012) dalam
rantai pasok tekstil dan pakaian AS, salah satu metode untuk meningkatkan daya
saing suatu perusahaan adalah melalui pendekatan strategis dari pemasok di seluruh
dunia. Selanjutnya dikatakan bahwa, penyesuaian tuntutan dari konsumen dan
kebutuhan untuk "merespon cepat" pasar yang berubah dengan cepat membuat
semakin banyak perusahaan mengakui peran strategis sumber daya dalam
mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dan meningkatkan kinerja
keuangan. Pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa kondisi daya saing
(competitiveness) di antaranya terpenuhi apabila perusahaan memiliki kecepatan
respon dan memiliki sumber daya yang strategis.
Casadesus, Masanell dan Ricart (2010) mengukur daya saing
(competitiveness) dari dimensi produktif, teknologi, manusia, modal komersial,
relasional, dan kewirausahaan.
Berdasarkan uraian konsep di atas, dapat disusun rekapitulasi konsep daya
saing sebagaimana termuat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.8 Rekapitulasi Konsep Daya Saing
No Penulis Konsep
67
1 Casadesus-Masanell
dan Ricart (2010)
Daya saing suatu perusahaan terkait dengan seberapa baik
model bisnis berinteraksi dengan lingkungannya untuk
menghasilkan penawaran yang memberikan nilai tambah.
2 Castro et al (2004) Agar suatu perusahaan dianggap memiliki daya saing dari
sudut pandang operatif, maka perusahaan harus mendesain
strategi untuk melengkapi kondisi : harga yang kompetitif,
produk dengan kualitas unggul,dan pelayanan tingkat
tinggi kepada pelanggan (speed & variety)
3 Hitt, Ireland, and
Hoskisson (2013)
Strategic competitiveness is achieved when a firm
succesfully formulates and implements a value-creating
strategy
Sumber: hasil olahan
Penelitian yang dilakukan oleh Depperu dan Cerrato (2015) menyatakan
bahwa tingkat daya saing perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
merancang, memproduksi dan memasarkan produk yang lebih unggul
dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh pesaing.
Dari sudut pandang empiris, penelitian tentang pengaruh daya saing
terhadap kinerja perusahaan dan industri menunjukkan bahwa adanya persentase
yang relevan dalam profitabilitas yang dapat dikaitkan dengan variabel tingkat
kinerja perusahaan (Schmalensee, 1985; Wernerfelt, Montgomery, 1988; Rumelt,
1991; McGahan dan Porter, 1997). Secara teoritis, menurut para peneliti
berpendapat bahwa sumber keunggulan kompetitif perusahaan bergantung pada
sejumlah sumber daya yang unik dan berbeda yang dimiliki oleh perusahaan
(Wernerfelt, 1984; Barney, 1991; Peteraf, 1993).
Lebih lanjut Abidin, Adros dan Hassan (2014) dalam penelitian daya saing
pada indutri konstruksi malaysia dimana disimpulkan bahwa Daya Saing dalam
konteks perusahaan konstruksi dapat didefinisikan sebagai kemampuan dari
68
perusahaan konstruksi untuk merancang, membangun, perencanaan keuangan,
mengoperasikan, memelihara dan / atau mengelola salah satu atau semua kegiatan
di atas lebih baik dari pesaingnya (Ambastha dan Momaya, 2004; Banwet, Momaya
dan Shee, 2003). Sehingga adanya persaingan yang sehat antara perusahaan
mendorong perubahan yang efektif dalam strategi dan budaya perusahaan (Yisa,
Ndekugri dan Ambrose, 1996) dengan penekanan pada sikap "survival of the
fittest" (Elmualim et al., 2006). Dimana daya saing perusahaan konstruksi lebih
banyak dipengaruhi oleh situasi ekonomi baik nasional dan internasional (Kazaz
dan Ulubeyli, 2009).
Dalam hubungannya dengan kinerja lingkungan dalam hal ini CSR,
penelitian yang Turyakira Venter dan Smith (2013) terhadap UKM di beberapa
negara Eropa, walaupun penelitian kuantitatif dan kualitatif terhadap CSR di UKM
masih terbatas, terutama di negara-negara berkembang (Liu dan Fong, 2010: 34).
Namun dapat disumpulkan bahwa adanya efek positif yang dirasakan dalam praktik
CSR pada UKM, dalam kaitannya dengan daya saing UKM dikarenakan daya saing
mengacu pada kemampuan bisnis untuk mempertahankan kinerja jangka panjang
yang lebih baik dibandingkan pesaingnya di pasar, seperti yang ditunjukkan oleh
profitabilitas, pangsa pasar, penjualan dan tingkat pertumbuhan,dimana Turyakira
Venter dan Smith (2013) merekomendasikan agar dilakukan suatua kegiatan
terpadu untuk meningkatkan daya saing baik melalui produk ataupun proses guna
membantu UKM untuk secara efektif mengelola kegiatan bisnis mereka yang
ramah lingkungan sehingga dapat mengakibatkan peningkatan daya saing dan
kinerja UKM di masyarakat.
69
Selain itu kemitraan bisnis dapat meningkatkan daya saing melalui
kemampuan manajemen dalam menghadapi tantangan perusahaan kedepannya,
dimana dengan kemitraan akan terbentuknya suatu gagasan dan ide baru
dikarenakan adanya keterbatasan suatu perusahaan menghadapi berbagai masalah
internal maupun ekternal yang ada (lebih lanjut : Rosu, Dragoi, dan Pavaloiu (2014
dan 2011)
Penelitian yang dilakukan oleh Castro, Castro, Miron dan Martinez (2003)
dalam daya saing industri pakaian di kuba menyimpulkan bahwa adaya daya saing
yang berbeda dan unik dari suatu perusahaan akan dapat meningkatkan
produktivitas tenaga kerja, mengurangi proses inventori dan dapat mengurangi
biaya ekonomi yang dapat meningkatkan performa perusahaan dikarenakan
menurunnya biaya pembuatan suatu pakaian, sejalan dengan itu penelitian Hao Ma,
(2000) juga menyimpulkan hal yang sama bahwa keunggulan daya saing yang
kompetitif mengarah kepada kinerja yang unggul dari suatu organisasi atau
perusahaan, serta penelitian Nita dan Dura pada Multinational Company (MNC) di
Romania yang menyimpulkan bahwa daya saing perusahaan akan menentukan
posisi perusahaan di pasar global.
Berdasarkan uraian konsep di atas, daya saing dalam penelitian ini disusun
ke dalam sebuah konstruk yaituposisi perusahaan yang mampu berinteraksi dengan
lingkungannya dengan memberikan harga produk yang kompetitif, memiliki
produk yang unggul dibandingkan pesaingnya, mampu memberikan pelayanan
yang cepat kepada pelangganya serta mampu mengikuti dan mengantisipasi
perubahan dengan cepat sehingga menghasilkan kinerja perusahaan yang tinggi.
70
Mempertimbangkan berbagai teori di atas serta menyesuaikan dengan
karakteristik industri TPT di Jawa Barat yang menjadi objek penelitian, maka daya
saing dalam penelitian ini disusun ke dalam sebuah konstruk yaitu posisi
perusahaan yang mampu berinteraksi dengan lingkungannya dengan memberikan
harga produk yang kompetitif, memiliki produk yang unggul dibandingkan
pesaingnya, mampu memberikan pelayanan yang cepat kepada pelangganya serta
mampu mengikuti dan mengantisipasi perubahan dengan cepat sehingga
menghasilkan kinerja perusahaan yang tinggi.
2.1.4.2 Pengukuran Variabel Daya Saing
Berdasarkan uraian konsep daya saing dan pengungkapan penelitian
sebelumnya, berikut perbandingan penentuan dimensi daya saing.
Tabel 2.9. Pengukuran Dimensi Variabel Daya Saing
No Casadesus,Ma
sanell &
Ricart (2010)
Nordås and Kim
(2013)
Castro et al (2004) Peneliti (2016)
1 Produktif The degree of
product
differentiation
Harga yang kompetitif
Harga yang kompetitif
2 Teknologi Unit prices obtained
in export markets,
Produk dengan
kualitas unggul
Produk dengan
kualitas unggul
3 Manusia The duration of
trade.
Pelayanan yang cepat Pelayanan yang cepat
4 Modal
komersial
71
5 Relasional
Berdasarkan komparasi dimensi daya saing tersebut, maka variabel daya
saing dalam penelitian ini tersusun atas konstruk dimensi: harga yang kompetitif,
produk dengan kualitas unggul,dan pelayanan yang cepat, hal ini merujuk ke[ada
pengungkapan berdasarkan strategi bersaing industri TPT yang dapat dilakukan
dengan cara melakukan pengembangan dalam strategi bersaing yang mana ketiga
dimensi tersebut terbentuk berdasarkan kepada kondisi fenomena masalah yang
cenderung sama dengan ketiga dimensi tersebut,
Dimensi harga yang kompetitif meliputi :
1. Harga produk yang lebih murah dibanding produk sejenis dari pesaing
2. Biaya operasional yang efisien
Dimensi ini meliputi :
1. Produk dengan bahan yang berkualitas tinggi
2. Produk dengan desain yang unik
3. Produk yang variative.
Dimensi ini meliputi :
1. Respon yang cepat atas pesanan pelanggan
2. Delivery pesanan yang tepat waktu
Pada industri TPT variabel harga sangat menjadi faktor yang diperhatikan
oleh konsumen dimana harga didapatkan dengan melakukan efisiensi pada beban
serta penggunaan metodologi atau teknologi yang baru untuk menghemat biaya
72
yang dikeluarkan, hal ini tentunya mendukung kualitas produk yang dihasilkan,
dimana pelayanan terhadap produk yang dihasilkan menjadi bagian penting dalam
penilain konsumen, dengan adanya harga yang murah dengan kualitas produk yang
tinggsi serta pelayanan yang cepat atau responsif dapat menciptakan suatu daya
saing bagi perusahaan TPT di Indonesia.
2.1.5 Kinerja Perusahaan
2.1.5.1 Pengertian Kinerja Perusahaan
Konsep kinerja bisnis menurut Best (2009) merupakan output atau hasil dari
penerapan segala aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan bisnis. Pengukuran
kinerja korporasi berbeda dengan kinerja bisnis, pengukuran kinerja korporasi
menitikberatkan pada aspek portofolio bisnis, sedangkan kinerja bisnis
indikatornya adalah pertumbuhan penjualan dan profitabilitas. Hubbard dan
Beamish (2011). Sementara menurut Wheelen dan Hunger (2012) bahwa kinerja
bisnis dapat diukur dari penjualan, pangsa pasar dan profitabilitas,.
Pada dasarnya Kinerja Bisnis merupakan output atau hasil dari penerapan
segala aktivitas yang berhubungan dengan pemasaran. Biasanya, kinerja pemasaran
hanya dilihat melalui kinerja keuangan perusahaan. Namun, menurut Best (2009),
untuk melengkapi kinerja keuangan bisnis, perusahaan memerlukan serangkaian
pengukuran yang paralel untuk mengikuti kinerja pemasaran. Walaupun
pengukuran tersebut tidak memiliki elegansi dari akuntansi keuangan, secara
individu dan kolektif menyediakan pandangan kinerja pemasaran yang berbeda dan
lebih strategis. Dalam laporan kinerja pemasaran terdapat informasi mengenai
73
pertumbuhan pasar, pangsa pasar, retensi konsumen, pelanggan baru, pelanggan
yang tidak puas, kualitas produk relatif, kualitas layanan relatif dan penjualan
produk baru relatif.
Penilaian kinerja bisnis dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi keuangan dan
sisi non keuangan. Dalam penelitian ini kinerja lebih ditekankan pada kinerja
keuangan. Penilaian kinerja keuangan merupakan sesuatu yang penting karena
merupakan konsekuensi dari suatu keputusan ekonomi yang diambil dan suatu
tindakan ekonomi. Kinerja keuangan menunjukkan perencanaan, implementasi
serta evaluasi pelaksanaan strategi yang tercermin dari sasaran yang dapat diukur
seperti ROI, ROE ataupun ROA.
Penelitian ini menggunakan ukuran kemampulabaan, yang bermaksud untuk
mengetahui kemampuan bisnis dalam menghasilkan laba atau seberapa jauh bisnis
dapat dikelola secara efektif dan efisien. ROA digunakan untuk mengukur
kemampuan bisnis menghasilkan laba dengan mengunakan total aset yang dipunyai
bisnis setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut. ROA
bisa diinterprestasikan sebagai hasil dari serangkaian kebijakan bisnis dan pengaruh
dari faktor-faktor lingkungan. ROA (Return on Assets) diukur dari net income
dibagi dengan total aktiva rata-rata. ROI (Return on Investment) dihitung dari laba
operasi dibagi dengan aktiva operasi rata-rata. Laba operasi merupakan laba
sebelum bunga dan pajak. Aktiva operasi adalah seluruh aktiva yang digunakan
untuk menghasilkan laba operasi, termasuk kas, piutang, aktiva, persediaan, tanah,
gedung dan peralatan.
74
ROE (Return of Equity) diukur dari keuntungan netto sesudah pajak dibagi
dengan jumlah modal sendiri. Biasanya investor yang ingin membeli saham akan
tertarik dengan ukuran profitabilitas ini, karena pemegang saham mempunyai klaim
residual atas keuntungan yang diperoleh.
Ada berbagai metode penilaian kinerja yang digunakan selama ini,sesuai
dengan tujuan perusahaan yaitu mencari laba, maka hampir semua perusahaan
mengukur kinerjanya dengan ukuran keuangan. Disini pihak manejemen
perusahaan cendrung hanya ingin memuaskan shareholders, dan kurang
memperhatikan ukuran kinerja yang lebih luas yaitu kepentingan stakeholders.
Atkinson, et. Al. (1995) menyatakan pengukuran kinerja merupakan suatu sistem
penilaian kinerja yang efektif yang sebaiknya mengandung indikator kinerja, yaitu:
(1) memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan menekankan pada perspektif
pelanggan, (2) menilai setiap aktivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang
mengesahkan pelanggan, (3) memperhatikan semua aspek aktivitas kinerja secara
komprehensif yang mempengaruhi pelanggan, dan (4) menyediakan informasi
berupa umpan balik untuk membantu anggota organisasi mengenali permasalahan
dan peluang untuk melakukan perbaikan
Pada perspektif penilaian kinerja yang lebih luas, Hansen dan Mowen
(1997) menyatakan sebagai bahwa aktivitas penilaian kinerja terdapat dua jenis
pengukuran yaitu; keuangan dan non keuangan. Pengukuran ini dirancang untuk
menaksir bagaimana kinerja aktivitas dan hasil akhir yang dicapai. Ada juga
penilaian kinerja yang dirancang untuk menyingkap jika terjadi kemandekan
75
perbaikan yang akan dilakukan. Penilaian kinerja aktivitas pusat dibagi kedalam
tiga dimensi utama, yaitu: (1) effisiensi, (2) kualitas, (3) waktu.
Menurut Dess dan Lumpkin (2003) ada 2 pendekatan yang digunakan untuk
menilai kinerja perusahaan yaitu; pendekatan yang pertama analisis ratio keuangan
(financial ratio analysis) dan pendekatan yang kedua dilihat dari perspektif pihak-
pihak yang berkepentingan (stakeholder perspective). Dalam financial ratio
analysis dapat dibedakan atas 5 tipe yaitu; (1)Short- term solvency or liquidity, (2)
Long-term solvency measures, (3) Asset management (or turn over), (4)
Profitability, (5) Market value
Tabel 2.10 Rekapitulasi Konsep Kinerja Perusahaan
No Penulis Konsep
1 Best (2009) Output atau hasil dari penerapan segala aktivitas yang
berhubungan dengan kegiatan bisnis.
2 Wheelen dan Hunger
(2012)
Kinerja bisnis dapat diukur dari penjualan, pangsa
pasar dan profitabilitas
3 Hubbard dan Beamish
(2011)
Pengukuran kinerja korporasi berbeda dengan kinerja
bisnis, pengukuran kinerja korporasi menitikberatkan
pada aspek portofolio bisnis, sedangkan kinerja bisnis
indikatornya adalah pertumbuhan penjualan dan
profitabilitas.
4 Kaplan dan Norton
(1995)
Empat perspektif: keuangan, customer, proses
bisnis/intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan
5 Dess dan Lumpkin
(2003)
financial ratio analysis dan stakeholder perspective
6 Hansen dan Mowen
(1997)
keuangan dan non keuangan (1) effisiensi, (2)
kualitas, (3) waktu.
76
Haat, Rahman, dan Mahenthiran (2008) menguji pengaruh praktik tata
kelola perusahaan yang baik mengenai transparansi perusahaan dan kinerja emiten
Malaysia. Penelitian ini menguji hubungan antara mekanisme corporate
governance, transparansi dan kinerja. Faktor tata kelola perusahaan diprediksi
memiliki pengaruh kuat pada kinerja perusahaan, terutama karena pemantauan
hutang dan kepemilikan asing. Namun, ada hubungan negatif yang signifikan antara
kualitas audit dan kinerja. Hasil penelitian menemukan bahwa kinerja tidak terkait
dengan tingkat pengungkapan dan pelaporan yang tepat. Hasil menunjukkan bahwa
pengungkapan dan ketepatan waktu tidak signifikan dalam hubungan antara tata
kelola perusahaan dan kinerja pasar. Data ini berlaku untuk masa satu tahun 2002
saja. Penelitian ini hanya membahas kausalitas satu arah berjalan dari mekanisme
corporate governance terhadap kinerja, meskipun, ada bukti terbalik arah dan
kausalitas dua arah dalam literatur pemerintahan. Makalah ini menunjukkan bahwa
mekanisme tata kelola internal bukanlah penentu penting untuk kinerja perusahaan,
melainkan tata kelola dalam bentuk pemantauan hutang dan kepemilikan asing
yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Transparansi (yaitu
pengungkapan dan ketepatan waktu pelaporan) bukan merupakan variabel mediasi
yang signifikan antara tata kelola perusahaan dan kinerja. Berbeda dari penelitian
empiris sebelumnya sebagai tingkat pengungkapan yang diukur dengan
menggunakan indeks tata kelola perusahaan yang dirancang sendiri. Terlepas dari
studi yang dilakukan dalam pengaturan Asia Malaysia, studi ini juga menguji
transparansi sebagai variabel mediasi antara tata kelola perusahaan dan kinerja.
Pengukuran kinerja perusahaan menggunakan Tobin Q dikarenakan untuk
77
membandingkan kinerja suatu perusahaan dengan perusahaan lain, Tobin Q dapat
memberikan gambaran kinerja yang baik dengan memperhitungkan nilai
perusahaan
Ghazali (2010) mengevaluasi dampak dari penerapan peraturan baru terhadap
kinerja perusahaan. Penelitia ini menggunakan Analisis regresi dilakukan untuk
meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Struktur
kepemilikan diwakili oleh kepemilikan, kepemilikan asing dan kepemilikan
pemerintah, dan tata kelola perusahaan yang diproksikan dengan ukuran direksi dan
kemandirian. Kinerja perusahaan diukur dengan Tobin Q. Dengan menggunakan
data dari laporan tahunan dari 87 perusahaan yang terdaftar non-keuangan termasuk
dalam indeks komposit tahun 2001, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
variabel tata kelola perusahaan yang secara statistik signifikan dalam menjelaskan
kinerja perusahaan. Meskipun demikian, dua variabel kepemilikan, yakni
pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas dan kepemilikan asing, secara
statistik signifikan berhubungan dengan Tobin Q.
Aras, Aybars, Kutlu (2010) Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan
hal penting dan mendasar bagi kelangsungan operasional perusahaan. Demikian
pula kinerja keuangan tidak diragukan lagi merupakan hal mendasar mendasar bagi
operasi setiap perusahaan. Makalah ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan
antara tanggung jawab sosial perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan.
Hubungan antara CSR dan kinerja keuangan secara empiris diteliti antara tahun
2005 dan 2007 dengan pendekatan dan metode pengukuran yang berbeda.
Berdasarkan studi empiris sebelumnya, penelitian ini melakukan analisis
78
didasarkan pada asumsi bahwa mungkin ada hubungan antara ukuran perusahaan,
profitabilitas, tingkat resiko dan CSR. Dalam melakukan analisis ini penulis
menemukan hubungan antara ukuran perusahaan dan tanggung jawab sosial
perusahaan. Namun penulis tidak dapat menemukan hubungan yang signifikan
antara tanggung jawab sosial perusahaan dan kinerja keuangan / profitabilitas.
Huang (2010) mengeksplorasi secara empiris keterkaitan antara Corporate
Governance, CSR, kinerja keuangan (FP) dan Kinerja Sosial Perusahaan (CSP)
menggunakan sampel dari 297 perusahaan elektronik yang beroperasi di Taiwan,
ekonomi Asia industri baru. Hasil menunjukkan bahwa model CG yang terdiri dari
direktur independen dan yang memiliki karakteristik kepemilikan tertentu memiliki
dampak positif yang signifikan pada FP dan CSP, sedangkan FP sendiri tidak
mempengaruhi CSP. Kehadiran direksi luar yang independen di perusahaan
memiliki dampak terbesar pada kinerja sosial pekerja, pelanggan, pemasok,
komunitas dan dimensi sosial perusahaan. Pemegang saham pemerintah
meningkatkan kinerja sosial perusahaan karena pemegang saham pemerintah akan
lebih mungkin untuk meminta agar perusahaan memenuhi tanggung jawab sosial
mereka. Pemegang saham pemerintah hanya positif dan signifikan berhubungan
dengan kinerja lingkungan perusahaan. Selanjutnya, pemegang saham institusi
asing membantu meningkatkan kerja dan kinerja pemasok dengan lebih
memperhatikan kebijakan karyawan dan hubungan rantai suplai. Akhirnya, direksi
luar yang independen, pemegang saham institusi asing dan pemegang saham
institusional keuangan domestik berpengaruh untuk meningkatkan kinerja
79
keuangan. Dalam penelitian ini kinerja korporasi diukur melalui kinerja keuangan,
kinerja sosial, dan kinerja lingkungan.
Al-Hussain (2010) dalam studi tentang struktur tata kelola perusahaan di
sektor perbankan merupakan komponen penting dalam peningkatan efisiensi dan
kinerja bank. Studi ini meneliti hubungan antara arus efisiensi struktur tata kelola
perusahaan dan kinerja perbankan. Sampel ini terdiri dari sembilan bank yang
tercatat di Bursa Efek Saudi. Sampel menunjukkan dukungan keseluruhan dimana
blockholders memainkan peran penting dalam peningkatan efisiensi struktur tata
kelola perusahaan bank. Hasil penelitian mencerminkan bahwa ada hubungan yang
kuat antara efisiensi struktur tata kelola perusahaan dan kinerja perbankan saat
menggunakan Return On Asset sebagai ukuran kinerja dengan satu pengecualian
bahwa kelompok-kelompok kepemilikan pemerintah lokal tidaklah signifikan.
Namun, bila menggunakan return saham sebagai ukuran kinerja, ada hubungan
positif yang lemah antara efisiensi struktur tata kelola perusahaan dan kinerja
perbankan. Dimensi penelitian dalam makalah yakni kepemilikan blockholders dan
belanja modal; dan dimensi kinerja perusahaan: investasi dan pertumbuhan
Laurent Weill (2007) Makalah ini bertujuan untuk memberikan bukti
empiris baru pada masalah utama tata kelola perusahaan: hubungan antara leverage
dan kinerja perusahaan. Weill mengusulkan dua Temuan utama dengan
menerapkan teknik efisiensi frontier untuk mengukur kinerja perusahaan menengah
dari tujuh negara Eropa. Prosedur kemungkinan maksimum digunakan untuk
memperkirakan perbatasan biaya stochastic dan parameter persamaan terkait biaya
inefisiensi untuk dimanfaatkan secara bersamaan. Ditemukan bahwa hubungan
80
antara leverage dan kinerja perusahaan bervariasi di setiap negara, yang cenderung
dipengaruhi faktor institusional pada hubungan ini. Pengukuran kinerja korporasi
dalam penelitian ini menggunakan rasio akunting dasar dan indikator
produktivitas.
Berdasarkan komparasi konsep yang disampaikan oleh para penulsi
sebelumnya, serta disesuaikan dengan unit analisis industri tekstil di Jawa Barat,
maka kinerja perusahaan pada penelitian ini disusun ke dalam suatu konstruk yaitu
output atau hasil dari penerapan segala aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan
bisnis dengan menggunakaan empat persepktif keuangan, customer, proses
bisnis/intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan yang dikenal juga dengan
balance score card dikarenakan keempat persepketif ini telah menrangkum semua
kinerja perusahaan baik keuangan dan keuangan sehingga dapat menggambarkan
keadaaan perusahaan dimana perusahaan didorong untuk tidak hanya memberikan
perhatian pada proses yang ada, tetapi berusaha mencari metode proses baru yang
memberikan value lebih baik bagi pelanggan dan pemegang saham untuk strategi
yang telah direncanakan.
Berdasarkan komparasi konsep yang disampaikan oleh para peneliti
sebelumnya, serta disesuaikan dengan unit analisis industri tekstil di Jawa Barat,
maka kinerja perusahaan pada penelitian ini disusun ke dalam suatu konstruk yaitu
output atau hasil dari penerapan segala aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan
bisnis dengan menggunakaan empat persepktif keuangan, customer, proses
bisnis/intern, dan pembelajaran dan pertumbuhan yang dikenal juga dengan
balance score card, dikarenakan keempat perspeketif ini telah merangkum semua
81
kinerja perusahaan baik keuangan dan keuangan, sehingga dapat menggambarkan
keadaaan perusahaan dimana perusahaan didorong untuk tidak hanya memberikan
perhatian pada proses yang ada, tetapi berusaha mencari metode proses baru yang
memberikan value lebih baik bagi pelanggan dan pemegang saham untuk strategi
yang telah direncanakan.
2.1.5.2 Pengukuran Variabel Kinerja Perusahaan
Berdasarkan hasil pengungkapan konsep kinerja bisnis di atas, maka di
bawah ini terungkap tentang perbandingan dimensi dari kinerja bisnis dari berbagai
sumber, dimana dalam hal ini penulis mencoba mengungkapkan konstrak dari
dimensi kinerja perusahaan untuk industri tekstil .
Tabel 2.11 Dimensi Kinerja Perusahaan
N
No
Aeker
(2004)
Walker,
Boyd
dan
Larreche
(2008)
Hitt,
Ireland
dan
Hoskisson,
(2009)
Whelen
dan
Hunger
(2009)
Kaplan
(1995)
Peneliti
(2016)
1
1
Volume
Penjualan
Volume
Penjualan
Profitabilita
s
Perusahaan
Sales
Volume
Keuangan Ratio
Keuangan
2
2
Market
Share
Market
Share
Volume
Penjualan
Market
Share
Konsumen Konsumen
3
3
Profitabilit
y
Profitabilit
y
Proses bisnis
internal
Proses
bisnis
internal
4
4
pembelajaran
dan
pertumbuhan
pembelajara
n dan
pertumbuha
n
Sumber : hasil olahan
Berdasarkan proses metode deduktif dan induktif, yakni penelusuran
konsep Kinerja perusahaan yang ada dalam beberapa referensi serta didukung oleh
82
proses induktif melalui diskusi dengan para pelaku usaha industri dan para pakar
dibidang tersebut, dimana pengukuran disesuaikan dengan unit organisasi dan
tujuan yang hendak dicapai yang telah dirumuskan sebagai bagian dari proses
manajemen strategi, maka diperoleh konstrak dari variabel Kinerja perusahaan
seperti di atas, dimana indikator yang digunakan merupakan pendekan balance
scorecard yang dirasa lebih komprehensif dalam menilai kinerja perusahaan
dibandingkan dengan indikator lainnya yang hanya menekankan kepada indikator
keuangan, balance scorecard setidaknya dapat mengukur kinerja perusahaan dari
sisi profitabilitas termasuk pertumbuhan penjualan, pangsa pasar dan pengurangan
biaya, adapun indikator dari masing-masing sub variabel tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Perspektif Keuangan
Ukuran keuangan ini menunjukkan adanya perencanaan, Implementasi. serta
evaluasi dari pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan. Evaluasi ini akan
tercermin dari sasaran yang secara khusus dapat diukur melalui keuntungan yang
diperoleh, seperti contohnya ROI, GPM, ROE, NPM dan sebagainya.
2) Perspektif Pelanggan
Kaplan (1996) mejelaskan bahwa dari sisi perusahaan kinerja pelanggan terdiri dari
pangsa pasar, tingkat perolehan konsumen, kemampuan mempertahankan
pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, dan tingkat profitabilitas pelanggan,
selanjutnya dijelaskan bahwa kinerja pelanggan ini akan saling berintreraksi antara
satu dengan yang lainnya.
3) Perspektif Bisnis Internal
83
Tolok ukur yang dipakai dalam menentukan kinerja proses inovasi diantaranya
adalah a) Banyaknya produk yang dihasilkan dan dikembangkan secara relatif;
b) Besarnya jumlah penjualan produk baru dan lama waktu pengembangan produk
secara relatif; c) Lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan
dalam mencapai penjualan produk baru tersebut; d) Besarnya biaya pengembangan
produk baru. Frekuensi modifikasi atas produk- produk yang dikembangkan.
4) Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari tiga prinsip yaitu people, system
dan organizational procedure Tolok ukur yang dapat digunakan untuk ini adalah
a) tingkat kepuasan pekerja pegawai b) tingkat perputaran tenaga kerja dan 3)
besarnya pendapatan perusahaan.
2.2 Posisi Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian – penelitian terdahulu yang juga telah dipaparkan
diatas sebelumnya berikut disajikan beberapa penelitian terdahulu yang
berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat jelas dilihat bagaimana
perbedaan antar penelitian dan posisi penelitian yang dilakukan.
Tabel 2.12 Resume Penelitian Terdahulu
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
1 Som Sekhar,
Bhattacharyya,
Arunditya Sahay,
Ashok Pratap Arora and
Abha Chaturvedi
A toolkit for designing
firm level strategic
Untuk mengembangkan
sebuah kerangka kerja yang
akan membantu manajer
mendesain CSR tingkat
perusahaan dan inisiatif sosial yang dapat menjadi
Membahas
bagaimana teori
dan Kinerja CSR
pada perusahaan
serta penerapan strateginya
-Metode penelitian
yangterbatas pada
mereview konsep
CSR yakni studi
literatur
84
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
corporate social
responsibility (CSR)
initiatives
2008
kepentingan strategis bagi
organisasi.
Metode : Reviu konsep
Manajemen strategik dan
CSR.
Variabel : CSR
-Variabel penelitian
hanya terbatas pada
variabel CSR
2 Jie Wang, Sheng Qin,
Yanjuan Cui
Problems and
Prospects of CSR
System Development in
China
2010
Analisis masalah dan
pengembangan CSR di Cina
Objek :
Beberapa Perusahaan Cina
Variabel :
Pelaksanaan CSR
Membahas
keterkaitan antara
variabel CSR
-Metode penelitian
berupa studi literatur
menganai CSR
-Variabel penelitian
hanya terbatas pada
variabel CSR
- Bidang industri yang
diteliti masih secara
umum yang
menerapkan CSR di
Cina
3 Liangrong Zu, Lina
Song
Determinants of
Managerial Values on
Corporate
Social Responsibility:
Evidence from China
2008
Meneliti bagaimana para
eksekutif dan manajer Cina
memandang dan
menafsirkan tanggung
jawab sosial perusahaan
(CSR), sampai sejauh mana
karakteristik produktif
perusahaan mempengaruhi
sikap manajer terhadap
rating CSR mereka, dan
apakah nilai-nilai mereka
dalam mendukung
CSR tersebut berkorelasi
positif dengan kinerja
ekonomi perusahaan
Objek :
Perusahaan Cina
Variabel : CSR
Membahas
kinerja dan
penggunaan CSR
di Perusahaan
-Metode penelitian
berupa studi literatur
menganai CSR
-Variabel penelitian
hanya terbatas pada
variabel CSR
- Bidang industri yang
diteliti masih secara
umum yang
menerapkan CSR di
Cina
4 Ilona Bucˇiuniene˙
Dan Ruta Kazlauskaite
Untuk meneliti mengenai
CSR, manajemen SDM dan
Membahas
kinerja CSR dan
- Pengolahan data dari
survei yang dilakukan
85
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
The linkage between
HRM,
CSR and performance
outcomes
2012
perkembangan masyarakat
di Lithuania dan untuk
mempelajari hubungan
antara CSR, HRM dan hasil
kinerja organisasi
Objek :
119 perusahaan menengah
dan besar di Lithuania
Variabel :
CSR
Human Resources
Management (HRM)
Kinerja organisasi
dampaknya
terhadap
perusahaan/organi
sasi
Menggunanakan
metode survei
-Variabel penelitian
lebih ditekankan
kepada kinerja SDM
- Bidang industri yang
diambil tidak spesifik
5 Huang, Chi-Jui
Corporate Governance
Corporate Social
Responsibility
and Corporate
Performance
2010
Untuk mengeksplorasi
secara empiris keterkaitan
antara CG, CSR, kinerja
keuangan (FP) dan Kinerja
Sosial Perusahaan (CSP)
Metode : Analisis
menggunakan least-squares
procedure
Objek :
297 perusahaan elektronik
yang beroperasi di Taiwan
Variabel :
- Tata kelola perusahaan
- CSR
- Kinerja perusahaan :
kinerja sosial
perusahaan, kinerja
lingkungan perusahaan,
kinerja keuangan
perusahaan
Membhasa
kinerja CSR
dalam
hubungannya
dengan
Perusahaan
-Metode penelitian
yang menggunakna
data sekunder dan
menggunakan least-
squares procedure
-Variabel penelitian
menitikberatkan
kepada Tata Kelola
Perusahaan serta
Kinerja secara
Keuangan dan sosial
- Bidang industri yang
diteliti berupa
perusahaan elektronik
6 Robert Half
Business partnering
Optimising corporate
performance
Melaporkan kemajuan yang
dicapai perusahaan di Belgia dan negara-negara
lain di seluruh Eropa yang
Membahas
keterkaitan Kemitraan dengan
kinerja
perusahaan
-Metode penelitian
yang digunakan berupa studi kasus
86
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
2013 telah mengembangkan
kemitraan bisnis keuangan
Objek :
Perusahaan di Belgia
Variabel :
Kemitraan
-Variabel penelitian
terbatas hanya
Kemitraan
- Bidang industri yang
diteliti secara umum
2 Julie LaFrance,
Martin Lehmann
Corporate Awakening –
Why (Some)
Corporations Embrace
Public–Private
Partnerships
2005
Meneliti driver yang
mendasari perilaku
organisasi perusahaan dari
perspektif teoritis mengenai
legitimasi dan kebutuhan
stakeholder, dan
mendiskusikan tantangan
untuk mendapatkan
wawasan mengapa
perusahaan menjalankan
kemitraan publik-swasta
Metode :
Studi Kasus
Objek :
Perusahaan di Myanmar
Variabel :
- Public-privat
partnership
- Corporate image
Membahas kinerja
Kemitraan serta
hubungannya
dengan citra
perusahaan
-Metode penelitian
menggunakan model
studi kasus
-Variabel penelitian
terbatas hanya antara
Kemitraan (berupa
PPP) dan Citra
Perusahaan belum
memperlihatkan
hubungan terhadap
kinerja perusahaan
- Bidang industri yang
secara umum yang
melakukan PPP
7 Flanagan, Alan; Grant,
Nicola
Finance Business
Partnering Turning
Heads
2013
Mereview mengenai finance
business partnering yang
diterapkan pada perusahaan
MNC di berbagai dunia
yang diterapkan oleh
Deloitte
Metode :
Reviu literatur
Variabel :
Finance business partnering
Membahas
kinerja variabel
kemitraan Yang
diterapkan pada
perusahaan
-Metode penelitian
yang digunakan
berupa studi literatur
-Variabel penelitian
terbatas pada
kemitraan yang khusus
pada keuangan
- Penelitian dilakukan
diberbagai negara
yang terbatas hanya
87
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
pada perusahaan yang
berkerja sama dengan
deloitte
8 Murray, Maureen S.
The nature of the liaison
in developing and
sustaining
successful business
partnerships with high
schools
2010
Meneliti kemitraan bisnis
antara perusahaan dengan
sekolah di Amerika Serikat
Metode :
Studi kasus dengan
wawancara mendalam
Objek :
Sekolah AS
Variabel :
Kemitraafn bisnis
Membahas
keterkaitan antara
variabel
kemitraan pada
perusahaan
-Metode penelitian
menggunakan studi
kasus dan wawancara
-Variabel penelitian
terbatas pada
kemitraan
-Peneilitian Kemitraan
dihubungkan dengan
Sekolah
9 Savarese, John Robert
The business
partnerships between
Microsoft and "Working
Connections"
community colleges
2002
Tinjauan atas Program
Microsoft's partnership
program Working
Connections
Metode :
Studi ini termasuk data
survei, data arsip, dan
wawancara melalui telepon,
yang dimanfaatkan baik
penelitian kuantitatif dan
kualitatif
Objek :
Administrasi kampus,
dosen, mahasiswa, dan
bisnis kampus
Variabel :
Program business
partnership
Membahas kinerja
dan dampak
kemitraan
-Objek penelitian di
Universitas/sekolah
berupa mahasiswa
dan dosen
-Variabel penelitian
hanya terbatas
terhadap kemitraan
- Penilitian terbatas
terhadap impact
program Microsoft
terhadap kalangan
universitas
10 Arendt, Sebastian;
Brettel, Malte
untuk menguji efek dari
CSR terhadap
Membahas
keterkaitan antara
variabel CSR,
- Metode penelitian
Hanya
menitikberatkan
88
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
Understanding the
influence
of coprorate social
responsibility on
coprorate identity,
image, and
firm performance
2010
identitas perusahaan,
corporate image dan kinerja
perusahaan dalam
pengaturan multi-industri,
dalam rangka mendukung
bukti bahwa efek dari CSR
berbeda untuk setiap
industry
Metode :
Studi berdasarkan skala CSR
Objek :
389 perusahaan Eropa
Variabel :
- CSR
- Identitas korporasi
- Corporate image
attractiveness
- Kinerja perusahaan
Citra Perusahaan
dan Kinerja
perusahaan
kepada skala CSR
yang terapkan yang
dihubungkan terhadap
variabel lainnya
Objek penelitian
menggunakan
perusahaan di Eropa
dari berbagai Industri
yang dipilih
Kinerja perusahaan
terbatas terhadap
kinerja keuangan
11 Apicha Boonpattarakan
Competitive
Capabilities of Thai
Logistics Industry:
Effects on Corporate
Image and Performance
2012
Mempelajari efek dari
elemen strategis yang terkait
dengan kemampuan
kompetitif
pada citra perusahaan,
profitabilitas, dan
pertumbuhan
Objek :
Populasi : 15244 responden
Sampel : 1200
Perusahaan logistik Thailand
Variabel :
- Kapabilitas
kompetitif
- Corporate image
- Kinerja korporasi
Membahas
keterkaitan antara
variabel Citra
perusahaan dan
Kinerja
perusahaan
- Metode penelitian
menggunakan metode
survei dan diolah
menggunakan
korelasi/hubungan
kepada variabel lainya
- Perusahaan yang
digunakan berupa
perusahaan spesifik
berupa perusahaan
logistik
89
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
12 Julie LaFrance,
Martin Lehmann
Corporate Awakening –
Why (Some)
Corporations Embrace
Public–Private
Partnerships
2005
Meneliti driver yang
mendasari perilaku
organisasi perusahaan dari
perspektif teoritis mengenai
legitimasi dan kebutuhan
stakeholder, dan
mendiskusikan tantangan
untuk mendapatkan
wawasan mengapa
perusahaan menjalankan
kemitraan publik-swasta
Metode :
Studi Kasus
Objek :
Perusahaan di Myanmar
Variabel :
- Public-privat
partnership
- Corporate image
Membahas kinerja
Kemitraan serta
hubungannya
dengan citra
perusahaan
-Metode penelitian
menggunakan model
studi kasus
-Variabel penelitian
terbatas hanya antara
Kemitraan (berupa
PPP) dan Citra
Perusahaan belum
memperlihatkan
hubungan terhadap
kinerja perusahaan
- Bidang industri yang
secara umum yang
melakukan PPP
13 Harsandaldeep Kaur
and Harmeen Soch
Validating Antecedents
of Customer
Loyalty for Indian Cell
Phone Users
Menjelaskan anteseden
loyalitas pelanggan terhadap
kinerja citra perusahaan
Dengan menggunakan
metode studi empiris
Membahas
bagaimana
dampak
pelanggan
terhadap citra
perusahaan
- Metode penelitian
menggunakan studi
empiris dan belum
menggunakan
perhitungan kuantitatif
dan kualitatif
- Variabel penelitian
terbatas terhadap
customer loyality dan
citra perusahaan
90
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
- Bidang industri yang
dipilih terbatas berupa
perusahaan
telekomunikasi/seluler
14 Long-Yi, Lin; Ching-
Yuh Lu.
The influence
of corporate image,
relationship marketing,
and trust on purchase
intention: the
moderating effects of
word-of-mouth
2010
untuk menyelidiki pengaruh
citra perusahaan dan
hubungan pemasaran pada
kepercayaan, dampak
kepercayaan pada niat beli
konsumen, dan moderator
efek word-of-mouth antara
pengaruh kepercayaan
terhadap niat beli konsumen
Metode :
survei
Objek :
Konsumen travel agency di
Taiwan dengan usia di atas
18 tahun
Variabel :
- Corporate image
- Relationship marketing
- Trust
- Purchase intention
Membahas
keterkaitan antara
variabel citra
perusahaan
- Metode penelitian
yang digunakan
berupa survei
- Variabel penelitian
terbatas terhadap citra
perusahaan daalam
hubungannya dengan
konsumen secara
langusng
- Bidang industri yang
digunakna berupa
perusahaan travel
agency
15 Depperu dan Cerrato
Analyzing international
competitiveness at the
firm
Level:concepts and
measures
2015
Makalah ini membahas
beberapa "pertanyaan
terbuka" yang berkaitan
dengan analisis dan
pengukuran daya saing pada
tingkat perusahaan terutama
bagi daya saing
internasional
Objek :
Perusahaan Multinasional
Variabel :
Daya saing
Membahas
konsep dan teori
daya saing
perusahaan
terutama dalam
menganalisa
pengukuran daya
saing
- Variabel penelitian
hanya terbatas
terhadap daya saing
- Metode Penelitian
yang digunakan
berupa literatur rivew
Objek peneilitian
berupa perusahaan
MNC
91
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
16
Abidin, Adros dan
Hassan
Competitive Strategy
and Performance of
Quantity Surveying
Firms in Malaysia
2014
Penelitian ini berfokus pada
penerapan strategi
kompetitif perusahaan
selama periode gejolak
ekonomi di Malaysia
Objek :
Perusahaan Konstruksi
Malaysia
Variabel :
- Characteristics,
- Events
- Situations
Membahas
konsep dan
strategi daya
saing pada
perusahaan
perusahaan
- Variabel penelitian
berupa daya saing
yang terbagi atas
karakteriktik, event
dan situasi yang
dihadai
- Metode Penelitian
berupa kuantitatif
survei
- Penelitian dilakukan
di perusahaan spesifik
berupa perusahaan
konstruksi
17 Turyakira Venter dan
Smith
The Impact Of
Corporate Social
Responsibility
Factors on the
Competitiveness Of
Small And
Medium-sized
enterprises
2013
Melihat hubungan antara
kegiatan CSR UKM dan
daya saing dalam perspektif
jangka panjang
Metode :
Anova Analysis dan SEM
Objek :
Industri yang berbeda di
Uganda
Variabel :
- Workforceoriented
- Society-oriented
- Market-oriented
- Environmentally
Oriented
- Competitivenes
Membahas
keterkaitan antara
variabel CSR dan
Daya saing dan
metode penelitian
yang digunakan
- Variabel penelitian
yang berbeda dalam
pengungkaoan daya
saing dan CSR
- Bidang industri yang
digunakan masih
secara umum dan
tidak spesifik
18 Panagiotis Liargovas
dan Konstantinos
Skandalis
Factors Affecting Firm
Competitiveness: The Case of Greek Industry
2010
Melihat bagaimana variabel
kinerja perusahaan
(keuangan dan non
keuangan ) dapat
meningkatkan
Daya saing perusahaan
Objek :
Perusahaan di Yunani
Membahas
keterkaitan antara
variabel kinerja
perusahaan dan
Daya saing
- Data penelitian yang
digunakan berupa data
sekunder
- Metode Penelitian
menggunakan regresi
OLS
92
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
Variabel :
- Leverage,
- Export activity,
- Location,
- Size
- The index for
management competence
competitivenes
19 M. D. Ungureanu, g.
Dobrotă, g. Bălan
Competitiveness and
economic-financial
performance in the
metallurgical industry
companies in romania
2015
Penelitian ini menyajikan
tingkat dan evolusi indikator
untuk menentukan tingkat
daya saing dalam industri
metalurgi di Rumania
Objek :
Perusahaan metalurgi di
Rumania
Variabel :
- Competitiveness
- Value Added
- Labor Productivity
- Material costs
- Economic-financial
Performance
- Cost of employees
- Cash flow
- Net income
Membahas
keterkaitan antara
variabel kinerja
perusahaan dan
Daya saing
- Variabel penelitian
yang digunakan lebih
spesik kepada kinerja
yang diukur dengan
data sekunder
- Bidang industri yang
diteliti spesifik berupa
perusahaan metalurgi
- Metode Penelitian
yang digunakna masih
berpa deskriptif
93
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
20 Castro, Castro, Miron
dan Martinez
Modular
manufacturing: an
alternative to improve
the competitiveness in
the clothing industry
2003
Bagaimana daya saing dapat
diterapkan didalam proses
produksi sehingga dapat
meningkkatkan
produktivitas
Metode :
Analysis Deskriptif
Objek :
Industri Pakaian di Kuba
Variabel :
- Production per week
- Productivity manpower
- Time of leads
- Inventory
- Quality demand
Membahas
keterkaitan Daya
saing dalam
meningkatkan
kinerja
perusahaan
- Bidang industri
yang diteliti
berupa industri
pakaian
- Variabel penelitian
yang digunakan
spesifik dalam
produktivitas
- Metode Penelitian
yang digunakan masih
berupa analisis
deskriptif
21 Mohd Hassan Che
Haat; Rashidah Abdul
Rahman;
Mahenthiran, Sakthi
Corporate governance,
transparency and
performance of
Malaysian companies
2008
Menguji pengaruh praktik
tata kelola perusahaan yang
baik mengenai transparansi
perusahaan dan kinerja
emiten Malaysia
Metode :
Survei dengan
menggunakan metode
pengambilan sampel
“matched-sampling
method”
Objek :
868 perusahaan yang
terdaftar di BMB
(sebelumnya dikenal
sebagai KLSE) pada
31 Desember 2002.
Variabel :
- Tata kelola perusahaan
- Transparansi
- Kinerja perusahaan
Membahas
keterkaitan antara
variabel kinerja
perusahaan dalam
meningkatkan
Daya saing
- Variabel penelitian
lebih ditekankan
kepada transprasansi
dan tata kelola
- Bidang industri yang
diteliti masih secara
umum yang diambil
dari bursa saham
- Metode Penelitian
menggunakan metode
survei
94
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
22 Nazli Anum Mohd
Ghazali
Ownership
structure, corporate go
vernance and corporate
performance in
Malaysia
2010
mengevaluasi dampak dari
penerapan peraturan baru
terhadap kinerja perusahaan
Metode :
Objek :
dari 87 perusahaan yang
terdaftar non-keuangan
termasuk dalam indeks
komposit tahun 2001 di
Malaysia
Variabel :
- Struktur kepemilikan
- Tata kelola perusahaan
- Kinerja korporasi
Membahas
tentang kinerja
perusahaan
- Variabel penelitian
hanya terbatas
terhadap tata kelola
dan kinerja keuangan
- Bidang industri yang
diteliti berupa
perusahaan non
keuangan dalam
indeks Bursa Saham
- Metode Penelitian
menggunakan
Pengukuran analisis
regresi
23 Güler Aras; Aybars,
Asli; Kutlu, Ozlem.
Managing corporate
performance:
Investigating the
relationship
betweencorporate socia
l responsibility and
financial performance i
n emerging markets
2010
untuk menyelidiki hubungan
antara tanggung jawab sosial
perusahaan dan kinerja
keuangan perusahaan
Objek :
100 perusahaan indeks di
Bursa Efek Istanbul (ISE)
Variabel :
Kinerja korporasi
CSR
Membahas
keterkaitan antara
variabel kinerja
perusahaan dan
CSR
- Metode penelitian
yangdigunakan hanya
sebatas studi Analisis
literatur
- Bidang industri yang
diteliti terdiri dari
berbagai industri yang
terdagtar di ISE
- Variabel Penelitian
terbatas pada Kinerja
Keuangan Perusahaan
24 Huang, Chi-Jui
Corporate governance,
corporate social
responsibility
and corporate
performance
2010
untuk mengeksplorasi
secara empiris keterkaitan
antara CG, CSR, kinerja
keuangan (FP) dan Kinerja
Sosial Perusahaan (CSP)
Objek :
297 perusahaan elektronik
yang beroperasi di Taiwan
Variabel :
- Tata kelola perusahaan
Membahas
kinerja
perusahaan, dan
CSR
- Variabel penelitian
yang hanya terdiri dari
Kinerja Sosial dan
Kinerja Keuangan
- Bidang industri yang
diteliti spesifik untuk
perusahaan elektronik
- Metode Penelitian
Analisis menggunakan
least-squares
procedure
95
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
- Corporate social
responsibility
- Kinerja perusahaan :
kinerja sosial
perusahaan, kinerja
lingkungan perusahaan,
kinerja keuangan
perusahaan
25 Al-Hussain, Adel H;
Johnson, Robert L.
Relationship
between Corporate Gov
ernance Efficiency and
Saudi
Banks'Performance
2009
Meneliti hubungan antara
efisiensi tata kelola
perusahaan dengan kinerja
perbankan
Objek :
sembilan bank yang tercatat
di Bursa Efek Saudi
Variabel :
- Efisiensi tata kelola
perusahaan
- Kinerja bank
Membahas
keterkaitan antara
variabel kinerja
perusahaan
terutama efisiensi
- Variabel penelitian
menitikberakan
kepada efisiensi tata
kelola
- Bidang industri yang
diteliti berupa
perusahaan perbankan
- Metode Penelitian
yang digunkan
menggunakan metode
DEA
26 Weill, Laurent.
Leverage
and Corporate
Performance: Does
Institutional
Environment Matter?
2008
Memberikan bukti empiris
baru pada masalah utama
tata kelola perusahaan:
hubungan antara leverage
dan kinerja perusahaan.
Objek :
sampel mencakup sekitar
11836 perusahaan
manufaktur dari 7 negara
Eropa: 1279 dari Belgia,
3029 dari Perancis, 314 dari
Jerman, 4403 dari Italia, 409
dari Norwegia,
90 dari Portugal dan 2312
dari spanyol
Variabel :
- Leverage
Kinerja korporasi
Membahas
keterkaitan antara
variabel kinerja
perusahaan dan
Daya saing
- Variabel penelitian
menitikberakna
kepada tatakelola
terutama leverage
perusahaan
- Metode Penelitian
menggunakan The
stochastic cost
frontier
Methodology
-Penilitian dilakukan
spesifik untuk
perusahaan
manufaktur
96
No Peneliti, Judul, Tahun
penelitian
Tujuan dan Objek
Penelitian
Persamaan
Penelitian
Perbedaan Penelitian
27 Sabah M. Al-Najjar dan
Khawla H. Kalaf
Designing a Balanced
Scorecard to M
easure a Bank's
Performance: A Case
Study
2012
Untuk mengetahui dan
melihat bagaimana
balancescorecard diterapkan
pada bank – bank besar di
timur tengah terutama di
Irak
Metode
Menggunakan metode
balancescore card
Dan data performa
perbankan
Objek
Perbankan di timur tengah
terutama di Irak
Variabel
- Financial perspective
- Internal Processes
Perspective
- Customer Perspective
- Learning and Growth
Membahas
keterkaitan antara
variabel kinerja
perusahaan dan
Daya saing
Dengan
menggunakan
metode
balancescore
card
- Variabel penelitian
terbatas terhadap
pengukuran
balancescore card
- Bidang industri yang
diteliti spesif terhadap
perusahaan keuangan
Berdasarkan hasil kajian dan penelusuran hasil-hasil penelitian sebelumnya,
penulis mengungkapkan state of the art: bahwa fakta masalah yang berawal dari
kinerja perusahaan industri tekstil yang dipengaruhi oleh daya saing dan citra
perusahaan sebagai intervening variable serta CSR dan kemitraan sebagai exogent
variable, menunjukkan bahwa topik penelitian ini belum pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya. Dengan demikian penulis berkeyakinan bahwa penelitian ini
memiliki originalitas yang tinggi.
97
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini diartikan sebagai jalan berfikir
menurut kerangka logis atau kerangka konseptual yang relevan untuk menjawab
penyebab terjadinya fenomena. Oleh karena itu, untuk membuktikan kecermatan
penelitian, teori dasar diperkuat dengan hasil penelitian terdahulu yang relevan
Kerangka pemikiran merupakan serangkaian konsep yang menjelaskan
hubungan antar konstruk yang telah dirumuskan dengan berdasarkan pada tinjauan
literatur dan teori yang telah disusun serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait
dengan fenomena yang sedang diteliti. Selain itu, digunakan sebagai dasar untuk
menjawab pertanyaan penelitian.
Industri tekstil merupakan salah satu industri yang diprioritaskan oleh
pemerintah untuk dapat dikembangkan dikarenakan peran strategis dalam
perekonomian nasional yang besar terhadap nilai PDB dan perolehan devisa, agar
dapat mendatangkan devisa ekspor yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.
Selain itu, sektor ini juga berperan dalam mengurangi angka pengangguran dengan
menyerap tenaga kerja , namun demikian masih dengan semakin banyaknya prosuk
tekstil yang berasal dari negara pesaing seperti Cina dan India yang memasuki pasar
Indonesia dengan harga yang bersaing menjadi salah satu faktor pendorong yang
berakibat kepada pada posisi tekstil Indonesia tidak banyak mengalami perubahan,
yadan kalah bersaing yang ditambahlagi dengan kemampuan mesin serta teknologi
yang dipakai telah berusia tua sehingga menimbulkan berbagai masalah
diantaranya adanya pencemaran lingkungan serta produktivitas yang kian menurun.
98
Masih belum optimalnya kinerja perusahaan tekstil, diduga karena pihak
perusahaan masih memiliki kelemahan dalam pengembangan daya saing
perusahaan, yang diindikasikan dengan produk yang relatif belum variatif jika
dibandingkan dengan produk dari impor. Selain itu masyarakat lebih percaya akan
kualitas bahan impor yang diperparah dengan citra perusahaan industri tekstil yang
masih relatif terpuruk karena sebagai efek dari kondisi awal tahun tahun 2000 yang
diposisikan sebagai sunset industry.
Konstruk Corporate Social Responsibility pada industri tekstil sebagai upaya
pengembangan aktivitas dan budaya perusahaan yang berkelanjutan dalam tiga
aspek yaitu Economic Aspects, Social Aspects, dan Environmental and Ecological
Aspects. Dimensi yang akan diteliti untuk mengukur CSR pada industri tekstil di
Jawa Barat adalah Economic aspects, Social aspects, dan Environmental aspects.
Dimensi Economic Aspect diukur dari dampak ekonomi dari operasi
perusahaan terhadap ekonomi masyarakat sekitar. Indikator yang digunakan untuk
mengukur dimensi social aspects adalah Tanggung jawab terhadap Pelanggan,
Tanggung jawab terhadap Karyawan, Tanggung jawab terhadap Masyarakat.
Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi Environmental aspects adalah
Dampak lingkungan.
CSR dapat menjadi suatu sarana untuk mendapatkan mitra bisnis yang tepat.
Dimana kemitraan mencakup Internal Partnership, Supplier Relationship,
Customer Relationship dan Lateral Partnership dimana keempat dimensi ini
cenderung sangat relevan dengan objek penelitian industri tekstil di Jawa
Barat.dimensi Internal Partnership meliputi Penciptaan sinergitas antarbagian di
99
dalam perusahaan untuk melayani kebutuhan pelanggan, dan Kolaborasi
antarbagian untuk saling melengkapi dalam memecahkan masalah dalam
meningkatkan layanan. Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi
Supplier Relationship meliputi Program kemitraan dengan supplier, Berpartner
dengan supplier sesuai dengan kebutuhan, Kontrak jangka panjang yang saling
menguntungkan dengan supplier. Indikator yang digunakan untuk mengukur
dimensi buyer Relationship meliputi: Pelayanan sesuai harapan pelanggan, dan
Fasilitas transaksi pembayaran sistem perbankan. Indikator yang digunakan untuk
mengukur dimensi Lateral Partnership ialah bermitra dengan perusahaan terkait,
dan bermitra dengan lembaga intermediasi pemerintah.
Sinergitas antara CSR dengan kemitraan yang tepat diharapkan dapat
meningkatkan citra perusahaan. Konsep citra perusahaan pada industri tekstil
diusulkan ke dalam suatu konstruk yaitu persepsi publik mengenai perusahaan yang
terefleksi melalui quality image, programme image, dan infrastructure image.
Dimensi quality imagediukur dari kualitas citra perusahaan. Dimensi programme
image diukur dari kualitas program. Dimensi infrastructure image diukur dari
kualitas citra infrastruktur perusahaan.
Implementasi CSR dan pengembangan citra perusaaan merupakan suatu
sarana untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Daya saing dalam penelitian
ini disusun ke dalam sebuah konstruk yaitu posisi perusahaan yang mampu
berinteraksi dengan lingkungannya dengan memberikan harga produk yang
kompetitif, memiliki produk yang unggul dibandingkan pesaingnya, mampu
memberikan pelayanan yang cepat kepada pelanggannya serta mampu mengikuti
100
dan mengantisipasi perubahan dengan cepat sehingga menghasilkan kinerja
perusahaan yang tinggi. Variabel daya saing dalam penelitian ini tersusun atas
konstruk dimensi : harga yang kompetitif, produk dengan kualitas unggul,dan
pelayanan yang cepat. Dimensi harga yang kompetitif meliputi indikator harga
produk yang lebih murah dibanding produk sejenis dari pesaing dan biaya
operasional yang efisien. Dimensi produk dengan kualitas unggul meliputi Produk
dengan bahan yang berkualitas tinggi, Produk dengan desain yang unik, Produk
yang variatif. Dimensi Pelayanan yang cepat meliputi Respon yang cepat atas
pesanan pelanggan, dan Delivery pesanan yang tepat waktu.
Dalam melihat hubungan antara setiap variabel penelitian maka berikut ini
disajikan telaah jurnal mengenai hubungan antara variabel yang diteliti sehingga
dapat diliaht lebih jelas bagaimana hubungan antar variabel:
2.3.1 Keterkaitan Korelasi antara variabel CSR dan Kemitraan
CSR memiliki pengaruh yang luas dalam membantu untuk upaya
penanggulangan kemiskinan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
lainnya sehingga perusahaan dapat memanfaatkan potensi ini untuk stabilitas
perusahaaan kedepannya
Huang (2010) meneliti mengenai keterkaitan antara corporate
governance, CSR, kinerja korporasi, dan kinerja sosial perusahaan. CSR
didefinisikan sebagai kewajiban perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap
lingkungan dan stakeholdernya dengan cara yang melampaui tujuan keuangan
(Gossling dan Vocht, 2007).
101
CSR dapat dihubungkan untuk dapat meningkatakan potensi Kemitraan
perusahaan dengan berbagai pihak seperti konsep kemitraan antara perusahaan
dengan pemerintah merupakan upaya pelayanan terhadap masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dilakukan secara bersama antara
pemerintah dengan perusahaan melalui sinergi program yang beririsan.
Sebagaimana pandangan Hill bahwa Stakeholders dalam pelayanan sosial meliputi
negara, sektor privat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat,
dalam kasus program CSR keseluruhan entitas tersebut terlibat secara bersama-
sama
Hal ini didukung oleh Waddock (1989) yang mengemukakan tentang
perlunya studi lebih lanjut tentang proses interaksi antar organisasi atau perusahaan
dari berbagai sektor yang ada, selain itu, Clarke (2007) juga menyimpulkan hasil
studi yang sama dengan tetap terus berlanjut
Penelitian yang dilakukan oleh Bendel dan Murphy (2000) juga
menyinggung hal yang sama dimana pada praktek Kemitraan yang dilakukan
perusahaan akan dapat lebih maksimal dengan menggunakan potensi CSR
perusahaan
CSR Kemitran
Gossling & Vocht (2007) Waddock (1989)
Clarke (2007)
Bendel dan Murphy (2000) Bueble (2008)
Bendel dan Murphy (2000)
102
2.3.2 Keterkaitan antara variabel Citra Perusahaan dan Daya Saing
Citra merek yang dibangun dapat menjadi daya saing dan cerminan dari
visi, keunggulan standar kualitas, pelayanan dan komitmen dari pelaku usaha atau
pemiliknya dan dapat menimbulakan minat beli pada pelanggan
Michel E. Porter (2000) yang mengatakan bahwa persaingan sangat penting
bagi keberhasilan atau kegagalan perusahaan. Oleh karena itu, untuk mengahadapi
persaingan yang semakin ketat, maka setiap perusahaan harus mampu memiliki
daya saing
Kemampuan bersaing perusahaan bisa dilihat dari pangsa pasar yang
dimiliki dalam suatu industri yang dapat memberikan keuntungan yang tinggi bagi
perusahaan yang bersangkutan. Pangsa pasar yang luas menunjukan bahwa
perusahaan tersebut mampu menarik pelanggan dan memasarkan produknya agar
pelanggan mempunyai minat beli pada produk yang ditawarkan hal ini tentunya
juga ditunjang dari citra perusahaan yang tertanam juga dalam citra produk
perusahaan yang digunanakan oleh pelanggan yang mana dapat terlihat dari adanya
faktor kepercayaan oleh pelanggan terhadap suatu perusahaan sehingga
mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian. Minat beli diperoleh dari
suatu proses belajar dan proses pemikiran yang akan membentuk suatu persepsi.
Minat yang muncul dalam melakukan pembelian menciptakan suatu motivasi yang
terus terekam dalam benaknya dan menjadi suatu kegiatan yang sangat kuat dan
yang pada akhirnya ketika seorang konsumen harus memenuhi kebutuhannya,
maka konsumen akan mengaktualisasi apa yang ada dalam benaknya tersebut
103
Menurut Boonpattarakan (2012), citra perusahaan merupakan faktor kunci
dalam meningkatkan kinerja perusahaan dikarenakan citra perusahaan adalah
respon konsumen terhadap apa yang dikorbankan dan dapat dianggap sebagai
jumlah dari keyakinan, ide, dan tayangan yang publik memiliki terhadap suatu
organisasi. dimana sering dikaitkan dengan kualitas yang dirasakan dari produk
atau jasa yang dihasilkan (Nguyen dan Leblanc, 2001).
Pada akhirnya citra perusahaan dapat mendukung daya perusahaan
dengan memberikan loyalitas stakeholder dari pencitraan perusahaan, selain juga
peningkatan profit, terciptanya peluang ekspansi dikarenakan dengan Dengan
memanfaatkan citra perusahaan perusahan dapat memperluas ke pasar baru,serta
konsep dari produk sehingg dapat meningkatkan arus pendapatan Anda, serta selain
itu juga aakn berdampak terhadap kekuatan tawar menawar dikarenakan kekuatan
citra perusahaan dimata pihak ketiga.
Dalam penelitian Craig at.al. (2007) juga membuktikan bahwa Citra
Perusahaan yang baik akan mendorong pelanggan untuk dapat merespon lebih
positif produk – produk yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga lebih dapat
memningkatkan pendapatan perusahaan, sedangkan Davis, S. M. (2000)
menyatakan bahwa kekuatan suatu citra perusahaan akan berdampak terhadap
penciptaan daya perusahaan, dimana keputusan daya saing perusahaan ini
menyangkut strategi yang dibuat oleh perusahaan berdasarkan posisi perusahaan di
pasar, hal yang serupa juga disampaikan oleh Zeithaml dan Bitner (2011)
mengemukakan bahwa citra perusahaan dapat mempengaruhi perilaku, kepuasan,
104
loyalitas, kreativitas dan merek perusahaan secara keseluruhan dan merupakan aset
yang sangat berharga sehingga dapat mempengaruhi daya saing perusahaan.
2.3.3 Keterkaitan antara Variabel CSR dan Citra Perusahaan
Bhattacharyyaet al (2008) dalam jurnalnya mengemukakan hubungan antara
CSR dan corporate image”. CSR dapat meningkatan kredibilitas perusahaan,
termasuk pengakuan dan visibilitas baik dari stakeholder internal dan eksternal
kunci (Burke dan Logsdon, 1996). CSR membangun citra perusahaan dan dengan
demikian dapat membantu keputusan kebijakan pemerintah, seperti adanya akses
yang mudah dan menguntungkan untuk pendanaan, menguntungkan perhatian
media, lingkungan sosial yang sehat untuk perusahaan beroperasi. Adanya inisiatif
CSR juga dapat mengurangi citra perusahaan yang negatif yang disebabkan oleh
perilaku buruk masa lalu sehingga membantu dalam melindungi perusahaan dari
reputasi negatif. Lebih lanjut CSR dapat membantu perusahaan untuk melindungi
dari investigasi pemerintah yang lebih ketat.
Yoon (2003) mengemukakan mengenai peranan CSR terhadap citra
perusahaan yaitu untuk mengatasi masalah sosial konsumen, menciptakan citra
perusahaan yang menguntungkan dan mengembangkan hubungan positif dengan
konsumen dan stakeholder lainnya.
Citra Perusahaan Daya Saing
Craig at.al. (2007)
Davis, S. M. (2000)
Boonpattarakan (2012), (Nguyen & Leblanc, 2001) Zeithaml & Bitner (2011)
105
Penelitian Caterina dan Lorenzo-Molo (2008) mengemukakan bahwa CSR
yang terintegrasi salah satunya akan mempengaruhi citra perusahaan, dengan
harus memberikan jenis legitimasi yakni: (1) dengan menyimpan dana pemasaran,
sebagai satu cara apabila terjadi efek dari CSR yang tidak sesuai dari retorika
pemasaran yang diharapkan ; (2) adanya dana yang diperuntukkan bagi penanganan
manajemen krisis; dan (3) membuat citra perusahaan identik dengan identitas, yang
harus terdiri esensi dan sifat dari suatu perusahaan.
Wang, Qin, dan Cui (2010) dalam jurnalnya menyatakan bahwa satu tujuan
penting dari penerbitan laporan CSR perusahaan adalah untuk membangun citra
perusahaan dan mendapatkan pemahaman hal iniakan meningkatkan kredibilitas
laporan, dimana bermanfaat bagi perusahaan sebagai suatu pertanggungjawaban
kepada publik.
2.3.4 Keterkaitan antara Variabel CSR dan Daya Saing Perusahaan
Berbagai penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara CSR dan
daya saing termasuk didalamnya keuggulan kompetitif menyatakan bahwa CSR
dapat meningkatkan keunggulan dan daya saing kompetitif dar sebuah perusahaan.
Zu dan Song (2008) dalam jurnalnya menyatakan keterkaitan antara CSR
dan daya saing dimana Konsep tanggung jawab sosial perusahaan Telah
dikonseptualisasikan sebagai nilai-nilai bisnis tradisional yang dapat
CORPORATE
SOCIAL
RESPONSIBILITY
(CSR)
CITRA
PERUSAHAAN
Bhattacharyya et al (2008)
Wang, Qin , dan Cui (2010) Yoon (2003)
Caterina dan Lorenzo-Molo (2008)
106
memaksimalkan keuntungan ekonomi perusahaan hal ini dipengaruhi juga oleh
eksekutif dan manajer di Cina memandang dan menafsirkan CSR sehingga CSR di
Cina dapat berkorelasi positif dengan kinerja dan daya saing perusahaan
Penelitian Filho, et al., (2010) menemukan bahwa ada hubungan yang intens
antara tanggung jawab sosial, strategi perusahaan dan daya saing. Demikian pula,
Shuili, et al., (2007) meneliti pengaruh moderasi dari sejauh mana inisiatif sosial
suatu merek diintegrasikan ke posisi daya saing dan kompetitif pada reaksi
konsumen terhadap CSR. Para peneliti menemukan bahwa CSR positif yang
dimiliki oleh konsumen tidak hanya terkait dengan kemungkinan pembelian yang
lebih besar tetapi juga dengan loyalitas dan advokasi perilaku jangka panjang.
(Nasieku, Togun dan Olubunmi, 2014).
2.3.5 Keterkaitan antara Variabel CSR dan Kinerja Perusahaan
Zu dan Song (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa orientasi CSR
para manajer secara positif berhubungan dengan kinerja perusahaan dimana hal ini
senada dengan hasil penelitian Bucˇiuniene˙ dan Kazlauskaite (2012) yang
menunjukkan korelasi antara CSR dan kinerja yang positif antara praktek HRM
terkait CSR tertentu dan hasil kinerja. Secara khusus, pengaturan kerja yang
fleksibel, komunikasi tentang strategi dan hasil kinerja kepada karyawan dan
CORPORATE
SOCIAL
RESPONSIBILITY
(CSR)
DAYA SAING
Zu & Song (2008)
Filho, et al., (2010)
Shuili, et al., (2007)
Nasieku, Togun dan
Olubunmi, (2014)
107
penggunaan metode bagi karyawan untuk berkomunikasi bagaimana pandangan
mereka kepada manajemen yang berhubungan dengan kualitas pelayanan dan
masalah lingkungan.
Huang (2010) Tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara empiris
keterkaitan antara Corporate Governance (CG), CSR, kinerja keuangan (FP) dan
Kinerja Sosial Perusahaan (CSP) menggunakan sampel dari 297 perusahaan
elektronik yang beroperasi di Taiwan, ekonomi Asia industri baru. Hasil
menunjukkan bahwa model CG yang terdiri dari direktur independen dan yang
memiliki karakteristik kepemilikan tertentu memiliki dampak positif yang
signifikan pada FP dan CSP, sedangkan FP sendiri tidak mempengaruhi CSP.
2.3.6 Keterkaitan antara variabel Kemitraan dan Citra Perusahaan
Dalam jurnal LaFrance dan Lehmann (2005) dikatakan bahwa kemitraan
dapat dijadikan sarana oleh perusahaan untuk memperkuat corporate image-nya,
Dengan berkontribusi terhadap keahlian teknis serta sumber daya keuangan.
Perusahaan dapat memanfaatkan pengalaman, jaringan, pengetahuan dan legitimasi
yang terkait dengan sektor publik. Namun, kemitraan nyata hanya dapat dibentuk
melalui pengembangan hubungan sosial, melalui komitmen dan saling percaya dan
melalui pembentukan saling pengertian dan pertimbangan (lihat, misalnya,
CORPORATE
SOCIAL
RESPONSIBILITY
(CSR)
KINERJA
PERUSAHAAN
Zu & Song (2008)
Buciuniene dan Kazlauskaite (2011)
Huang (2010)
Arregle et al., 2007; Burt, 2007; Leana and Pil, 2006;
Mauer and Ebers, 2006;
Moran, 2005
108
KEMITRAAN CITRA
PERUSAHAAN
LaFrance & Lehmann (2005)
Grabher, (1993)
Kjaer et al, (2003)
Schaltegger et al, (2003)
Grabher, 1993; Kjaer et al, 2003; Schaltegger et al, 2003 ). Selain itu Kemitraan
dapat juga digunakan oleh perusahaan sebagai kendaraan untuk memperkuat citra
perusahaan sehingga mempengaruhi kinerja sosial dan ekonomi perusahaan.
2.3.7 Keterkaitan antara Variabel Kemitraan dan Daya Saing
Penelitian Wu, Lin, Chien, Hung (2011) menemukan bahwa
kemampuan pemasok dan kemampuan kemitraan mempunyai hubungan
yang signifikan positif dengan keunggulan kompetitif. Disimpulkan bahwa
industri semikonduktor harus memberikan perhatian pada evaluasi
kemampuan pemasok dengan memperhitungkan kemampuan keseluruhan
pemasok dan integrasi sumber daya, khususnya inovasi dan kualitas, untuk
meningkatkan kemitraan, dan untuk membangun kompetensi inti rantai
pemasok melalui kerja sama teknis dan aliansi strategis, serta semua upaya
yang dapat membantu organisasi mencapai keunggulan kompetitif yang lebih
tinggi dan pertumbuhan konstan kinerja operasional.
Penelitian yang dilakukan oleh Mitrea, Rosu, Pavaloiu dan Drăgoi (2015)
bagaimana kemitraan dapat meningkatkan daya saing UMKM di Romania
menyimpulkan bahwa Ada banyak contoh perusahaan yang sukses dengan adanya
kemitraan dimana Kemitraan ini dapat mendukung dicapai visi dan misi, serta
109
antusiasme perusahaan, dimana hal ini dapat tercapai dengan menggabungkan
sumber daya dan kegiatan dalam rangka untuk memiliki layanan baru atau
meningkatkan layanan yang sudah ada kearah yang lebih baik sehingga dapat
memecahkan masalah kompleks yang dihadapi, seperti melakukan kolaborasi, kerja
sama dan kerja sama tim untuk menghadapi Beberapa hambatan seperti
ketidakstabilan politik, faktor budaya dan infrastruktur yang tidak memadai,
birokrasi yang berlebihan, biaya administrasi dan kurangnya sistem transparansi.
Selain itu kemitraan dapat meningkatkan daya saing melalui kemampuan
manajemen dalam menghadapi tantangan perusahaan kedepannya, dimana dengan
kemitraan akan terbentuknya suatu gagasan dan ide baru dikarenakan adanya
keterbatasan suatu perusahaan menghadapi berbagai masalah internal maupun
ekternal yang ada (lebih lanjut : Rosu, Dragoi, dan Pavaloiu (2014 dan 2011)
Bekerja secara kolaboratif dengan mitra bisnis pada New Product
Development (NPD) telah menjadi mekanisme baru untuk memenuhi kebutuhan
pasar global. Kolaborasi Pembeli-pemasok dalam hal ini merupakan suatu
kemitraan merupakan strategi penting dari NPD dalam menanggapi persaingan
global yang ketat dalam beberapa tahun terakhir (Lau, 2005;. Petersen et al, 2005).
Pembeli mengadopsi strategi outsourcing untuk memungkinkan mereka fokus pada
kompetensi inti mereka sendiri dan untuk melakukan outsourcing produk dan jasa
non-inti untuk pemasok mereka. Pembeli dapat memanfaatkan kompetensi
pemasok mereka dan mendapatkan manfaat yang signifikan dari hubungan antar-
perusahaan ini (Chen, 2005; Petersen et al, 2005;. Takeishi, 2001; Tan et al, 2002;
Van Echtelt et al, 2006). Dengan mendirikan kemitraan, perusahaan dapat
110
menghasilkan produk yang lebih inovatif dengan lead time yang lebih pendek untuk
menangkap kepentingan pasar terbaik. Adanya kemitraan dan kolaborasi
memungkinkan keterlibatan awal dan luas dari pemasok dalam proses desain dan
pengembangan produk sehingga meningkatkankan daya saing produk perusahaan.
2.3.8 Keterkaitan antara variabel Kemitraan dan Kinerja Perusahaan
Robert Half (2013) dalam hasil risetnya menyatakan bahwa manfaat utama
dari kemitraan adalah meningkatkan kinerja korporasi sebesar 38%, manajemen
resiko sebesar 30% yang lebih baik, dan pengurangan biaya dalam fungsi keuangan
sebesar 28%, sedangkan menurut Richard, Yam and Chan (2014) menyatakan
bahwa Kemitraan dapat meningkatkan kinerja dan proforma perusahaan dan
organisasi melalui jaringan perusahaan, teknologi dan orang sehingga dapat
diintegrasikan dengan baik untuk menciptakan produk bernilai tinggi dengan waktu
yang lebih singkat, mengurangi biaya pengembangan dan meningkatkan kualitas
produk dan manufakturabilitas, hal ini juga disimpulkan dari penelitian Clark dan
Fujimoto (1991) dan Bonaccorsi dan Lipparini (1994).
KEMITRAAN DAYA SAING
Wu,Lin, Chien, Hung (2011)
Mitrea, Rosu, Pavaloiu dan Drăgoi
(2015)
Rosu, Dragoi, dan Pavaloiu (2014)
Chen, 2005; Petersen et al, 2005;.
Takeishi, 2001; Tan et al, 2002;.. Van
Echtelt et al, 2006
111
2.3.9 Keterkaitan antara variabel Citra Perusahaan dan Kinerja Perusahaan
Dalam Arentd dan Brettel (2010) dikatakan bahwa citra perusahaan
memiliki pengaruh terhadap kinerja suatu organisasi dalam hal meningkatkan
loyalitas pelanggan dan pola konsumsi mereka (Bhattacharya and Sen, 2003).
Peranan citra perusahaan sebagai faktor kunci dalam meningkatkan kinerja
perusahaan dikemukakan dalam Boonpattarakan (2012) dimana citra perusahaan
adalah suatu respon konsumen dari keyakinan, ide, dan tayangan yang dimiliki oleh
publik terhadap suatu organisasi. Dimana Hal ini sering juga dikaitkan dengan
kualitas yang dirasakan dari produk atau jasa yang diproduksi (Nguyen dan
Leblanc, 2001). citra perusahaan dapat dianggap sebagai fungsi dari akumulasi
pengalaman konsumsi yang memiliki dua komponen utama: fungsional dan
emosional. Komponen fungsional berkaitan dengan atribut yang nyata yang dapat
dengan mudah diukur, sedangkan komponen emosional berkaitan dengan dimensi
psikologis yang dimanifestasikan oleh perasaan dan sikap terhadap suatu organisasi
(Weiwei, 2007).
Konsep suatu citra perusahaan telah dipelajari secara ekstensif dan
ditetapkan sebagai evaluasi konsumen terhadap suatu atribut yang menonjol, yang
bisa berwujud dan tidak berwujud atau fungsional dan psikologis (Thompson dan
Chen, 1998). Sehingga citra perusahaan dapat dikatakan sebagai hasil dari proses
agregat dimana pelanggan membandingkan berbagai atribut yang diproduksi dari
KEMITRAAN KINERJA
PERUSAHAAN
Robert Half (2013)
Richard, Yam and Chan (2014)
Clark dan Fujimoto (1991)
Bonaccorsi dan Lipparini (1994)
112
CITRA
PERUSAHAAN
KINERJA
PERUSAHAAN
Wu,Lin, Chien, Hung (2011)
Bhattacharya & Sen (2003)
Nguyen & Leblanc (2001)
Arentd & Brettel (2010)
Boonpattarakan (2012)
suatu organisasi. Dalam lingkungan yang kompetitif saat ini, citra perusahaan
dianggap memiliki nilai strategis bagi perusahaan dan menjadi elemen strategis
dimana hal ini dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan persepsi masyarakat.
Selain itu, citra perusahaan dianggap memiliki efek potensial terhadap loyalitas
pelanggan terhadap perusahaan (Andreassen dan Lindestad, 1998; Romaniuk dan
Sharp, 2008).
2.3.10 Keterkaitan antara variabel Daya Saing dan Kinerja Perusahaan
Agic, Kurtović, Čičić (2010) menyimpulkan bahwa sesuai dengan kriteria
posisi kompetitif, perusahaan dapat dikelompokan menjadi tiga kategori dasar.
Kategori pertama meliputi perusahaan yang menawarkan kualitas tertinggi, dengan
harga yang sama tinggi. Perusahaan-perusahaan ini menargetkan segmen pasar
eksklusif yang sesuai dan sebagian besar menggunakan strategi diferensiasi.
Perusahaan dari kelompok kedua ditandai dengan cakupan pasar yang luas; mereka
fokus pada promosi, dan hampir tidak pernah menggunakan harga sebagai faktor
keunggulan kompetitif. Kelompok terakhir perusahaan diposisikan dengan
menawarkan produk standar kualitas agak rendah dan dengan harga yang jauh lebih
rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan statistik yang
113
relevan antara kinerja bisnis perusahaan yang menawarkan strategi posisi
kompetitif yang berbeda.
Penelitian yang dilakukan oleh Castro, Castro, Miron dan Martinez (2003)
dalam daya saing industri pakaian di kuba menyimpulkan bahwa adaya daya saing
yang berbeda dan unik dari suatu perusahaan akan dapat meningkatkan
produktivitas tenaga kerja, mengurangi proses inventori dan dapat mengurangi
biaya ekonomi yang dapat meningkatkan performa perusahaan dikarenakan
menurunnya biaya pembuatan suatu pakaian, sejalan dengan itu penelitian Hao Ma,
(2000) juga menyimpulkan hal yang sama bahwa keunggulan daya saing yang
kompetitif mengarah kepada kinerja yang unggul dari suatu organisasi atau
perusahaan, serta penelitian Nita dan Dura pada Multinational Company (MNC) di
Romania yang menyimpulkan bahwa daya saing perusahaan akan menentukan
posisi perusahaan di pasar global.
Daya saing yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Indikator dari kinerja perusaahan adalah Sales Growth dan Profitabilitas Bisnis.
Berdasarkan pemaparan konsep dan telaah jurnal penelitian terdahulu, maka
disusun kerangka pemikirian yang tergambar dalam paradigma penelitian berikut
ini:
DAYA SAING KINERJA
PERUSAHAAN
Agic, Kurtović, Čičić (2010)
Castro, Castro, Miron dan
Martinez (2003)
Hao Ma, (2000)
Nita & Dura (2011)
114
Gambar 2.3. Paradigma Penelitian
2.3 Hipotesis Penelitian
1. Kinerja CSR, kemitraan, citra perusahaan, daya saing dan kinerja
perusahaan industri tekstil di Jawa Barat dikelola dengan baik.
2. CSR dan kemitraan berpengaruh terhadap citra perusahaan pada industri
tekstil Jawa Barat, baik secara simultan dan parsial.
115
3. CSR dan kemitraan berpengaruh terhadap daya saing perusahaan pada
industri tekstil Jawa Barat, baik secara simultan dan parsial.
4. CSR dan kemitraan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pada industri
tekstil Jawa Barat, baik secara simultan dan parsial.
5. Citra dan daya saing berpengaruh terhadap kinerja perusahaan pada industri
tekstil Jawa Barat, baik secara simultan dan parsial.
6. CSR dan kemitraan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan melalui citra
perusahaan pada industri tekstil Jawa Barat .
7. CSR dan kemitraan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan melalui daya
saing perusahaan pada industri tekstil Jawa Barat.
8. CSR dan kemitraan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, baik secara
langsung atau tidak langsung, melalui citra perusahaan dan daya saing
perusahaan pada industri tekstil Jawa Barat.