Upload
vodan
View
217
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada
rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum
yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun (Wikipedia Indonesia).
Menurut Trianto (2013:136-137) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu
kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-
gejala alam, lahir, dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan
eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan
sebagainya.
IPA merupakan pengetahuan yang ilmiah, yaitu pengetahuan yang diperoleh
secara ilmiah (Khalimah, 2010:11). IPA adalah studi mengenai alam sekitar,
dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,
sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan (Trianto, 2013:139).
Cain & Evans dalam Trianto (2013:141) menyatakan bahwa IPA
mengandung empat hal yaitu: kon-ten atau produk, proses atau metode, sikap, dan
teknologi. IPA sebagai konten dan produk mengandung arti bahwa di dalam IPA
terdapat fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang sudah
diterima kebenarannya. IPA sebagai proses atau metode berarti bahwa IPA
merupakan suatu proses atau metode untuk mendapatkan pengetahuan. IPA
sebagai sikap berarti bahwa IPA dapat berkembang karena adanya sikap tekun,
teliti, terbuka, dan jujur. IPA sebagai teknologi mengandung pengertian bahwa
IPA terkait dengan peningkatan kualitas kehidupan. Jika IPA me-ngandung
keempat hal tersebut, maka dalam pendidikan IPA di sekolah seyogyanya siswa
dapat mengalami keempat hal tersebut, sehingga pemahaman siswa terhadap IPA
menjadi utuh dan dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan hidupnya.
11
Secara sistematis, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan
IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari (Trianto, 2013:143).
Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan, dapat di pahami
bahwa pendidikan IPA dapat dimasukkan dalam klasifikasi ilmu pendidikan
karena dimensi pendidikan IPA sangat luas dan sekurang-kurangnya meliputi
unsur-unsur (nilai-nilai) sosial budaya, etika, moral dan agama. Oleh sebab itu,
belajar IPA bukan hanya sekedar memahami konsep ilmiah dan aplikasi dalam
masyarakat, melainkan juga untuk mengembangkan berbagai nilai yang
terkandung dalam dimensi Pendidikan IPA. Sehungga IPA dipandang sebagai
ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang terdapat di alam, baik itu zat
yang terkandung atau gejala yang terdapat di alam.
2. Pembelajaran IPA
Pendidikan IPA adalah IPA lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan
fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA
di sekolah diharapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang mengijinkan
mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan (KTSP, 2006:6).
Menurut teori perkembangan kognitif Piaget (Wiji Suwarno, 2008:58)
bahwa anak membangun sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep
melalui pengalaman-pengalamannya. Piaget membedakan perkembangan kognitif
seorang anak menjadi empat taraf, yaitu 1) taraf sensori motor (0- 2 th), (2) taraf
pra-operasional (2- 7 th), (3) taraf operasional konkrit (7- 11 th), dan (4) taraf
operasional formal (11- 15 th). Walaupun ada perbedaan individual dalam hal
kemajuan perkembangan, tetapi teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa
tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu
berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Perkembangan kognitif sebagian besar
12
bergantung seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan
lingkungan. Piaget (dalam Wiji Suwarno, 2008:58) menyatakan peran guru
sebagai fasilitator, bukan sebagai pemberi informasi.
Dalam pembelajaran IPA Peserta didik diarahkan untuk membandingkan
hasil prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan
menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari didi sendiri dan alam
sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam
kehidupan sehari- hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA
menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan
“berbuat”, hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam (Trianto, 2013:152).
Dari beberapa pendapat para ahli yang telah ditulis, maka dapat dipahami
bahwa, Dalam pendidikan IPA di sekolah, pendidikan berorientasi pada
pengalaman belajar siswa, yakni tindakan siswa untuk dapat mendapatkan,
mengolah dan menemukan gagasan baru. Pada pembelajaran IPA, guru dapat
memberikan kepada siswa atau peserta didik pemahaman yang lebih tinggi,
dengan catatan siswa sendirilah yang harus membangun pengetahuan mereka
sendiri. Tugas guru bukan lagi sebagai pentransfer pengetahuan cara berfikirnya
kepada siswa. Tugas guru berubah menjadi lebih sebagai fasilitator yang
membantu agar siswa sendiri belajar dan menekuni bahan yaitu dengan
menggunakan ketrampilan proses.
Pendidikan IPA di sekolah diperlukan untuk memberi bekal kepada siswa
tentang segala bentuk keadaan dan pemanfaatan lingkungan sekitar dengan
memperhatikan dari unsur produk, proses, yang memepengaruhi sikap, untuk
mendapatkan pengalaman-pengalaman belajar yang baru. Dalam hal ini,
pendidikan IPA disekolah diharapkan mampu menjadi wadah bagi iswa untuk
menuangkan segala kreatifitas belajarnya melalui kegiatan yang bersifat ilmiah
untuk mencari tahu sesuatu yang baru.
13
3. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006, Standar isi mata pelajaran IPA
untuk SD/MI, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA
diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajarai diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari- hari.
Menurut Suyitno, (2002:7) Ilmu pengetahuan alam merupakan mata
pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan,
dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari
pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Pada dasarnya, mempelajari IPA
sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan bagi siswa untuk memahami
alam sekitar secara lebih mendalam.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang
dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan, dan konsep tentang
alam sekitar, yang diperoleh melalui serangkaian proses ilmiah misalnya
penyelidikan, penyusunan, dan penyajian gagasan. IPA merupakan pengetahuan
khusus yaitu dengan melakukan observasi , merumuskan masalah, menyusun
kerangka berfikir, mentyusun hipotesis, menguji hipotesis, dan menarik
kesimpulan.
Lebih lanjut, Sri Sulistyorini (2007:39) mengatakan pendidikan IPA di
arahkan untuk inquiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahamn yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah.
Satndar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/ MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta
didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap Satuan
14
Pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik
untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru. Ruang lingkup pada kajian IPA untuk SD/ MI meliputi
aspek- aspek berikut: 1) Makhluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu manusia,
hewan, tumbuhan, dan interaksi dengan lingkungan, serta kesehatan. 2) Benda/
materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,listrik,
cahaya dan pesawat sederhana. 4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi,
tata surya, dan benda- benda langit lainnya.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli yang telah di uraikan, maka
pembelajaran IPA dapat dipandang sebagai ilmu yang mempelajari peristiwa-
peristiwa yang terjadi di alam dengan melakukan observasi, merumuskan
masalah, menyusun kerangka berfikir, menyusun hipotesis, menguji hipotesis,
dean menarik kesimpulan. Penerapan pembelajarn IPA di SD menekankan pada
usaha membuat siswa mempunyai pengetahuan, gagasan, dan konsepyang
terorganisir tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui
serangkaian proses ilmiah, dengan menerapkan pada Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar IPA di SD/MI yang merupakan standar minimum nasional
yang harus dicapai peserta didik, serta menjadi acuan dalam pengembangan
kurikulum disetiap satuan pendidikan.
2.1.2. Hakikat Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2010:2) secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata
dalam seluruh aspek tingkah laku. Rusman (2013:1) mengatakan bahwa belajar
pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar
individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan
dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses
melihat, mengamati, dan memahami sesuatu (Sudjana, 2011:30).
15
Slameto (2010:2) mengatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Menurut Winkel (Haryanto, 2010:3) Belajar adalah semua
aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan
pemahaman.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat dipahami bahwa belajar
merupakan suatu prose perubahan dalam diri seseorang melalui hasil interaksi
maupun pengalaman dengan lingkungan dimana perubahan tersebutnampak
dalam tingkah laku, kebiasaan, keterampilan, sikap, dan kemampuan berfikirnya.
Berdasarkan pengejelasan dari belajar, maka penggukuran hasil belajar
ditunjukkan untuk mengetahui sejauh mana belajar mencapai tujuan yang
diinginkan.
1. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sudjana, (2011:2) mengatakan bahwa belajar dan mengajar sebagai
suatu proses mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan, yakni tujuan
pengajaran (intruksional), pengalaman (proses) belajar mengajar, dan hasil
belajar. Hasil belajar menurut Winkel (Purwanto, 2011: 45), adalah perubahan
yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.Aspek
perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan
oleh Blom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik (Winkel, 1996: 244).
Gagne dalam Sudjana, (2011:22) membagi lima katagori hasil belajar, yakni
(a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) stratego kognitif, (d) sikap,
(e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan
pendidikan, baik tujuan kulikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membagi
menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
16
1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajarintelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisi, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni (a) gerak refleks, (b) keterampilan gerak dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, (f) gerakan ekspresif dan interpretatif.
Kingsley dalam Suprijono (2011:14) membagi tiga macam hasil belajar,
yakni: keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap
dan cita-cita. Gagne dalam Suprijono (2011:16) membagi lima kategori hasil
belajar, yakni: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap,
dan keterampilan motoris. Berdasarkan sistem pendidikan nasional, rumusan
tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom dalam Sudijono (2008:5).
Klasifikasi hasil belajar Bloom secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah,
yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ranah kognitif
berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Pengetahuan adalah kemampuan
mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya. Pemahaman yaitu
kemampuan untuk mengerti atau mehamami materi pelajaran setelah materi itu
diketahui dan diingat. Aplikasi yaitu kemampuan menafsirkan atau menggunakan
materi yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru dan kongkret. Analisis
merupakan kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam
komponen- komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti.
Sintesis adalah kemampuan menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu
keseluruhan. Evaluasi yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan untuk
membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.
17
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,
yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Penerimaan adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan dari luar
yang datang kepada dirinya. Reaksi merupakan kemampuan untuk
mengikutsertakan diri secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi
terhadapnya dengan salah satu cara. Penilaian yaitu memberikan nilai
terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak
dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Organisasi
berarti mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih
universal, yang membawa kepada perbaikan umum. Internalisasi adalah
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Ranah psikomotoris
berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Dilihat dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi
belajar, sedangkan dari sisi siswa hasil belajar merupakan berakhirnya puncak
proses belajar. Salah satu upaya mengukur hasil belajar siswa dilihat dari hasil
belajar siswa itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan
belajar dan proses belajar adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui tes
atau ulangan harian setelah berakhirnya kegiatan pembelajaran, dalam hal ini yang
diukur adalah pada ranah kognitif siswa.
Pada ranah kognitif, meliputi pengetahuan dan pemahaman secara
intelektual dimana pengetahuan dan pemahaman ini dapat diukur menggunakan
tes tertulis dengan memperhatikan tingkatan intelegensi dalam ranah kognitif.
Menurut Bloom (Sudjana 2011:23) membagi enam tingkatan intelegensi dalam
ranah kognitif, yaitu:
1. Pengetahuan tentang fakta- fakta dan prinsip- prinsip, pemahaman ( memahami fakta-fakta dan ide-ide)
2. Menerapkan fakta dan ide pada situasi baru. 3. Analisis (memecahkan/ membagi konsep dalam bagian-bagianya
kemudian melihat hubungannya satu sama lain). 4. Sintesa (mengumpulkan fakta dan ide) 5. Evaluasi (menentukan nilai dari fakta dan ide)
Diantara ketiga ranah, ranah kognitif paling banyak dinilai oleh para guru di
18
sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi
bahan pengajaran.
Dalam ranah psikomotoris, tampak pada bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Sudjana (2011:30-31) membagi enam tingkat
keterampilan dalam ranah psikomotoris, yaitu:
a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar. b. Keterampilan pada gerakan- gerakan sadar. c. Kemampuan perseptual, termasuk didalamnya membedakan visual,
membedakan auditif, motoris, dll. d. Kemampuan bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan
ketepanan. e. Gerakan- gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai
pada keterampilan yang kompleks. f. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive
seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Berdasarkan pendapat para ahli di uraikan, dapat dipahami bahwa hasil
belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku oleh siswa yang didapat setelah ia
mengalami serangkaian pengalaman belajar yang mencakup ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor. Perubahan tersebut dapat dilihat dari hasil yang
diperoleh siswa dan seberapa besar pengetahuan yang didapat siswa. Akan tetapi,
dalam penelitian akan ditekankan pada ranah kognitif yang merupakan tujuan
utama dari pembelajaran, yaitu pengetahuan dan pemahamn siswa yang dapat di
ukur dengan evaluasi berupa tes. Dengan tes, dapat diketahui sejauh mana
keberhasilan siswa dalam menerima pembelajarn sesuai dengan tujuan
pembelajaran pada mata pelajaran yang ingin dicapai.
3. Pengukuran Hasil Belajar
Sudjana (2005:2) menjelaskan tentang kegiatan penilaian yakni suatu
tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan- tujuan instruksional
telah dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang
diperlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman belajar (proses belajar-
mengajar). Dengan demikian, kegiatan untuk menilai hasil belajar sama artinya
dengan mengukur hasil belajar siswa yang digunakan untuk menentukan tercapai
tidaknya tujuan dalam suatu proses pembelajaran. Dalam kegiatan ini terdapat
19
proses membandingkan antara hasil belajar dengan kemampuan yang dikuasai
siswa untuk mencapai suatu tujuan dalam proses pembelajaran.
Sudjana (2005:5) mengemukakan tentang jenis dan sistem penilaian dilihat
dari fungsinya, yaitu:
Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar- mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar- mengajar itu sendiri. Dengan demikian , penilaian formatif berorientasi kepada proses belajar- mengajar. Dengan penilaianformatif guru dapat memperbaiki program pengajaran dan strategi pelaksanaannya. Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu program catur wulan, akhir semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah melihat hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan- tujuan kurikuler dikuasai oleh para siswa. Penilaian ini berorientasi kepada produk. Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk melihat kelemahan- kelemahan siswa serta faktor penyebabnya. Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remidial (remidial teaching), menentukan kasus-kasus, dll. Penilaian selektif adalah penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya ujian saringan masuk ke lembaga pendidikan tertentu. Penilaian penempatan adalah penilaian yang ditujukan untuk mengetahui keterampilan persyaratan yang diperlukan bagi suatu program belajar dan pengusaan belajar seperti diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk perogram itu.
Dari segi alatnya, penilaian hasil belajardapat dibedakan menjadi tes dan
bukan tes (non tes). Tes ini ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban
secara lisan), ada tes tulisan (menuntut jawaban secara tulisan), dan ada tes
tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Soal- soal tes ada yang
disusun dalam bentuk objektif, ada juga yang dalam bentuk esai atau uraian.
Sedangkan bukan tes (non tes) sebagai alat penilaian mencakup observasi,
kuesioner, wawancara, skala, sosiometri, studi kasus, dll (Sudjana, 2011:5).
Berdasarkan pendapat ahli yang telah dijabarkan, maka penilaian hasil
belajar merupakan proses pemberian nilai terhadap kemampuan belajar yang telah
dicapai oleh siswa dengan kriteria tertentu yang merupakan penjabaran dari ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Dengan demikian, belajar dapat
20
dipandang sebagai suatu proses perubahan tingkah laku, atau memaknai sesuatu
yang diperoleh. Untuk mengetahui hasil belajar tersebut, maka dilakukan
penilaian atau evaluasi. Dalam hal ini, penilaian atau evaluasi diadakan setelah
pembelajaran berlangsung untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu
pembelajaran. Berdasarkan hasil dari evaluasi yang nantinya telah dilakukan, akan
diperoleh gambaran mengenai berhasil atau tidaknya hasil belajar siswa yang
dicapai.
Berdasarkan kutipan yang ditulis, dapat dipahami bahwa keberhasilan dalam
sebuah pengajaran dapat dilihat dari segi hasil belajar. Untuk mengukur hasil
belajar dapat digunakan dengan penilaian. Penilaian tersebut dapat ditinjau dari
segi alat untuk mengukur hasil belajar, yaitu salah satu yang digunakan untuk
menilaian adalah dengan cara tes tertulis.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Slameto (2010:54-60) mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu faktor yang ada pada
diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (intern) dan faktor yang ada
pada luar individu yang disebut dengan faktor ekstern.
Faktor individu atau intern meliputi: faktor biologis, faktor psikologis,
dan faktor kelelahan. Faktor biologis antara lain: kesehatan, gizi, pendengaran dan
penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu maka akan
mempengaruhi hasil belajar. Faktor psikologis meliputi: intelegensi, minat dan
motivasi, serta perhatian ingatan berpikir. Faktor kelelahan meliputi: kelelahan
jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh,
lapar dan haus serta mengantuk. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya
kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan
sesuatu akan hilang.
Faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
masyarakat. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama.
Keluarga juga merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat
menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. Faktor sekolah meliputi:
21
metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa,
dan berdisiplin di sekolah. Faktor masyarakat yaitu bentuk kehidupan masyarakat
sekitar yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Jika lingkungan siswa
adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan terdorong
untuk lebih giat belajar.
Berdasarkan penjelasan di kutipan yang ditulis, beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar siswa diluar diri atau yang disebut faktor ekstern,
salah satunya yang berpengaruh adalah dari faktor sekolah yaitu metode mengajar
guru. Metode yang digunakan guru dalam mengajar penting karena hal ini akan
berpengaruh pada pemerolehan hasil belajar siswa berdasarkan pemahaman dalam
proses belajar siswa. selain itu, lingkungan belajar yang paling dominan dalam
mempengaruhi hasil belajar adalah kualitas pengjaran. Karena hal ini akan
menentukan efektif atau tidaknya proses belajar mengajar mencapai tujuan
belajar.
Jika kualitas pengajaran atau metode yang digunakan guru penting dalam
meningkatkan hasil belajar siswa. Maka penggunaan model Pembelajaran AIR
(Auditory, Intellectually, Repetition) yang merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif merupakan salah satu faktor dominan dilingkungan sekolah
yang meruapakan faktor ekstern dalam diri siswaakan mempengaruhi hasil belajar
dan keaktifan belajarpada mata pelajaran IPA.
2.1.3. Hakikat Model Pembelajaran AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)
1. Pengertian
Model pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition) adalah suatu
model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan belajar siswa, dimana siswa
secara aktif membangun sendiri pengetahuannya secara pribadi maupun
kelompok, dengan cara mengintegrasikan ketiga aspek tersebut (Handayani,
2012:2). Menurut Herdian dalam (wordpres.com, 2009:6) model pembelajaran
AIR mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu
pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara
siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis. Menurut Dedi Rohendi, Heri
22
Sutarno, Lies Puji Lestari( dalam portal junal universitas pendidikan indonesia
volume 4 no 1 Juni 2011) Auditory Intellectually Repetition ( AIR ) adalah model
pembelajaran dimana guru sebagai fasilitator dan siswalah yang lebih aktif.
Model pembelajaran ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa
yang berkaitan dengan Auditory Intellectually dan Repetition. Dimana Auditory
berati bahwa belajar haruslah melalui mendengarkan, menyimak, berbicara,
presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi. Intellectually
berarti bahwa belajar dengan menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan,
memecahkan masalah dan menerapkan. Sedangkan Repetition adalah
pengulangan yang berarti pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara siswa
dilatih melalui pemberian tugas atau kuis.
Berdasarkan penjelasan di dari beberapa kutipan yang ditulis , maka model
pembelajaran AIR, selain memanfaatkan potensi siswa yang telah dimilikinya
dengan melatih atau mengembangkannya, model pembelajaran Auditory
Intelectualy Repetition (AIR) memiliki repetition yaitu pengulangan yang
bermakna, pemanfaatan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau
quiz. Dari semua pengertian di atas bahwa Model pembelajaran Auditory
Intelectualy Repetition (AIR) adalah Memanfaatkan potensi siswa yang telah
dimilikinya dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis. Dalam
hal ini, Model AIR adalah dari kata Auditory, Intellectual dan Repetition. Auditory
berarti bahwa belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak,
berbicara, berprestasi, argumentasi, mengemukakan pendapat dan menanggapi.
Intellectualy bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir
(mind-on), haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya
melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta,
menkonstruksi, memecahkan masalah dan menerapkan. Repetition adalah
pengulangan yang bermakna pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara
siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quiz.
23
2. Langkah Pembelajaran dengan Model Pembelajaran AIR (Auditory,
Intellectualy, Repetition)
Suherman (2012:46) menyatakan langkah-langkah dari model pembelajaran AIR (Auditory, Intellectually, Repetition) adalah seperti pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Langkah-langkah model pembelajaran AIR No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa AIR
1 Pendahuluan Menjelaskan model pembelajaran AIR pada
siswa agar mengerti maksud dan tujuan model pembelajaran ini.
Mendengarkan dan
bertanya.
Auditory
2 Kegiatan Inti Menjelaskan garis besar materi yang akan disampaikan.
Mendengarkan dan
bertanya.
Auditory
Memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi lebih lanjut secara individual maupun kelompok.
Mempelajari materi dan memecahkan masalah.
Intellectually
Mendampingi siswa. Membuat ringkasan dan menemukan ide- ide pokok materi di dalam kelas.
Intellectually
Menghubungkan ide-ide pokok dengan kehidupan nyata atau pelajaran yang pernah dipelajari sebelumnya.
Intellectually
Secara bergantian mempresentasikan tentang materi yang telah mereka pelajari dan siswa
Auditory
24
yang lain menanggapinya.
Penutup
Membimbing siswa membuat kesimpulan materi belajar.
Membuat
kesimpulan.
Auditory dan
Intellectualy
Memberikan tugas atau kuis.
Mengerjakan tugas atau kuis.
Repetition
Mengakhiri pembelajaran Mendengarkan guru.
Auditory
Langkah-langkah model pembelajaran AIR juga diungkapkan oleh Meirawati
(2012:66) dimana langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Tahap Auditory Kegiatan guru yaitu membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil, memberikan LKS kepada siswa untuk dikerjakan secara kelompok, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai soal LKS yang kurang dipahami. Kegiatan siswa adalah siswa menuju kelompoknya masing- masing yang telah dibentuk oleh guru, siswa menerima LKS yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan secara kelompok, dan siswa bertanya mengenai soal LKS yang kurang dipahami kepada guru.
2. Tahap Intellectually Kegiatan guru yaitu membimbing kelompok belajar siswa untuk berdiskusi dengan rekan dalam satu kelompok sehingga dapat menyelesaikan LKS, memberi kesempatan kepada beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya, serta memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya. Kegiatan siswa: mengerjakan soal LKS secara berkelompok dengan mencermati contoh-contoh soal yang telah diberikan, mempresentasikan hasil kerjanya secara berkelompok yang telah selesai mereka kerjakan, siswa dari kelompok lain bertanya dan mengungkapkan pendapatnya, sedangkan kelompok lain yang mempresentasikan menjawab dan mempertahankan hasil kerjanya.
3. Tahap Repetition Kegiatan guru: memberikan latihan soal individu kepada siswa; dengan diarahkan guru, siswa membuat kesimpulan secara lisan tentang materi yang telah dibahas. Kegiatan siswa: mengerjakan soal
25
latihan yang diberikan oleh guru secara individu, serta menyimpulkan secara lisan tentang materi yang telah dibahas.
Pembelajaran yang aktif dan efisien dapat diperoleh siswa jika guru sebagai
fasilitator pembelajaran merancang skenario pembelajaran dengan matang dan
menyenangkan. Seperti yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 32 tahun
2013 pasal 19 ayat (1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, meyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Skenario pembelajaran
terangkum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang secara jelas
dituntut untuk menyajikan pembelajaran yang menumbuhkan rasa senang,
motivasi belajar, keaktifan siswa dan menumbuhkan kreatifitas siswa. Slameto
(2012:67) menuliskan RPP adalah rencana atau program yang disusun oleh guru
untuk satu atau dua pertemuan, untuk mencapai target satu kompetensi dasar. RPP
diturunkan dari silabus yang telah disusun dan bersifat aplikatif di kelas. RPP
berisi gambaran tentang kompetensi dasar yang akan dicapai, yang dijabarkan
pada indikator, tujuan, meteri, skenario pembelajaran tahap demi tahap serta
authentic assesmentnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41 Tahun
2007 tentang Standar Proses menetapkan Pelaksanaan pembelajaran merupakan
implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dijelaskan pula dalam Standar
Proses, dalam kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses
eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
Eksplorasi adalah upaya awal membangun pengetahuan melalui
peningkatan pemahaman atas suatu fenomena. Eksplorasi dalam proses
pembelajaran adalah kegiatan kompleks, kegiatan yang mengharuskan adanya
proses
(1) dialog yang interaktif, (2) adaptif, interaktif dan reflektif, (3) menggambarkan tingkat-tingkat penguasaan pokok bahasan, (4) menggambarkan level kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan
26
ketrampilan menyelesaikan tugas sehingga memperoleh pengalaman yang bermakna.
Teori elaborasi mengajukan tujuh komponen strategi utama, 1) urutan
ekplorasi, 2) urutan prasyarat belajar, 3) ringkasan, 4) sintesis, 5) analogi, 6)
strategi kognitif, 7) kontrol terhadap siswa. Strategi elaborasi berkaitan erat
dengan proses elaborasi yang berkelanjutan, melibatkan siswa dalam
pengembangan ide atau ketrampilan dalam aplikasi praktis. Untuk
meningktkan keyakinan akan kebenaran maka siswa dapat difasilitasi dalam
mengembangkan model struktur seperti pada eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi atau klarifikasi. Sikap keraguan siswa perlu dijawab dengan
mengkonfirmasikan terhadap unsur-unsur yang dapat meningkatkan
kejelasan atas kebenaran suatu informasi (Slameto, 2012:76-80).
Adapun Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41 tahun 2007
menuliskan tantang Pelaksanaan Pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai;
d. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
2. Kegiatan Inti Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
a) Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber.
b) Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain;
c) Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;
d) Melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran; dan
27
e) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan. Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru:
a) Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
b) Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
c) Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa rasa takut;
d) Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
e) Memfasilitasi perserta didik berkompetinsi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
f) Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;
g) Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;
h) Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan;
i) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
a) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,
b) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,
c) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang yang telah dilakukan,
d) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:
1) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;
2) Membantu menyelesaikan masalah; 3) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan
hasil eksplorasi; 4) Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih lanjut; 5) Memberikan motifasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif. 3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
28
a. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran;
b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegaitan yang sudah dilaksanakan secaara konsisten dan terprogram;
c. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran
remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;
e. Menyampaikan rencana pebelajaran pada pertemuan berikutnya.
Adapun penerapan model pembelajaran air (auditory, intellectualy,
repetition) sesuai standar proses, dijabarkan berdasarkan implementasi proses
belajar dengan menggunakan model pembelajaran AIR (Auditoriy, Intellectualy,
Repetation) yang interaktif, inspiratif, menantang, dan memotivasi peserta didik
berpartisipasi aktiv serta memberikan ruang yang cukup untuk kemandirian
belajar (Meier dalam mitraiktar.blogspot. com, 2014:2). Dalam setiap proses
kegiatan pembelajaran atau tatap muka, terdiri atas kegiatan pendahuluan, inti,
dan penutup. Selanjutnya, dalam kegiatan inti peserta didik memiliki potensi
untuk melakukan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Uraian lebih lanjut tentang
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi seperti berikut ini:
A. Ekplorasi 1. Guru menyusun atau menyiapkan skenario pembelajaran yang
akan ditampilkan 2. Melibatkan peserta didik untuk mencari sumber dan mengamati
berbagai literatur yang telah ada melalui berbagai sumber. 3. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang akan dicapai 4. Memberikan penjelasan dan berkomunikasi aktif tentang langkah
– langkah pembelajaran yang akan dilakukan. 5. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran
B. Elaborasi 1. Peserta didik dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang
heterogen. 2. Guru membagikan LKS. 3. Guru mengarahkan dan memberi petunjuk cara penyelesaian
konsep yang ada di LKS dengan cara eksplorasi media pembelajaran (auditory).
29
4. Secara berpasangan peserta didik tampil di depan berbagi ide mendemonstrasikan media untuk memecahkan permasalahan (Intellectualy).
5. Peserta didik mengerjakan lembar permasalahan secara individu dengan cara mengajukan pertanyaan (Intellectualy).
6. Diskusi kelompok (sharing) berbicara, mengumpulkan informasi, membuat model, mengemukakan gagasan untuk memecahkan permasalahan yang diajukan (Intellectualy).
7. Wakil dari kelompok tampil di depan kelas untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok, kelompok lain menanggapi, melengkapi, dan menyetujui kesepakatan (Intellectualy).
8. Seorang peserta didik wakil dari kelompok kawan menyimpulkan (Intellectualy).
9. Kegiatan penutupan peserta didik diberi kuis (Repetition). C. Konfirmasi
1. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulan guru memberikan kesimpulan secara umum
2. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan
3. evaluasi dan Penutup.
Berdasarkan kutipan tentang langkah- langkah model pembelajaran AIR
(Auditory, Intellectually, Repetition), maka ada beberapa hal mengenai model
pembelajaran AIR yang dapat dipahami. Langkah pembelajaran auditory tidak
selalu siswa mendengarkan penjelasan dari guru. Pada langkah auditory,
penjelasan mengenai pembagian kelompok, aturan kerja, soal yang berkaitan
dengan kegiatan siswa, cara komunikasi siswa baik kepada guru dan kepada
sesama siswa, semua dapat dikatagorikan sebagai wujud dari auditory. Untuk
langkah Intellectually, menjurus pada cara kerja siswa mengolah, menganalisis,
dan memunculkan ide dan gagasannya, dalam hal ini, siswa bebas mengeksplor
diri. Poin penting dalam Intellectually adalah cara kerja siswa dan kemampuan
membuat kesimpulan atau menarik ide pokok dari permasalah yang dijadikan
sebagai analisis siswa. Intellectually yang dimaksud ini, tidak terbatas pada gaya
belajar Auditory, adalam kegiatan analisis pada Intellectually, dapat menyentuh
siswa dengan gaya belajar visual ataupun kinestetik. Untuk langkah Repetition,
dalam hal ini berfungsi sebagai salah satu bentuk pengulangan yang bermakna.
Dalam repetition, dapat difungsikan agarpembelajaran yang dilakukan oleh siswa
30
tidak menyimpang dari tujuan pembelajaran. Karenanya, pada langkah repetition
ini cenderung pada pemberian soal atau quis untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman siswa tentang materi dengan cara mereka menganalisis, melihat
sejauh mana hasil belajar sesuai dengan tujuan yang diharapkan dapat tercapai,
salah satu bentuk pengulangan agar siswa dapat mendapatkan pembiasaan
bermakna. Dalam hal ini, penerapan langkah-langkah pembelajaran model
pembelajaran AIR (Auditory, Intellectually, Repetition) dapat diamati pada proses
pengamatan untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan langkah-langkah
model pembelajaran AIR dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran AIR (Auditory,
Intellectualy, Repetition)
Setiap strategi pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga
ketepatan guru dalam memilih strategi pembelajarn sangat diperlukan agar tidak
menjadi kendala yang dapat menghambat pelaksanaan pembelajaran guna
mencapai tujuan pembelajaran. Suherman (2012:38) Kelebihan dari model
pembelajaran AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition) ini antara lain:
1. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya.
2. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara komprehensif.
3. Siswa dengan kemampuan rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
4. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
5. Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan.
Disamping keunggulan, terdapat pula kelemahan yang dapat dijadikan
masukan untuk menghindari kelemahan dari model pembelajaran AIR (Auditory,
Intellectualy, Repetition), (agusjnaibaho.blogspot.com, 2013:08) diantaranya :
1. Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah. Upaya memperkecil Guru harus punya
31
persiapan yang lebih matang sehingga dapat menemukan masalah tersebut.
2. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
3. Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka. Dari pendapat ahli tentang kelebihan model pembelajaran air dan
dengan adanya temuan mengenai kekurangan atau kelemahan dari model
pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition) dapat digunakan
sebagai masukan dalam pelaksanaan model pembelajaran AIR dengan
karakteristik siswa yang akan dikenakan tindakan. Adapun yang menjadi
poin keunggulan yang akan digunakan dalam penelitian tindakan adalah
membuat dan menyiapkan suatu permasalah yang bermakna bagi iswa
harus disesuaikan dengan karakteristik semua siswa di kelas secara umum.
Hal tersebut ditujukan untuk menciptakan suasana homogen dimana siswa
dengan kemampuan tinggi dan rendah dapat bekerja sama dan
berkolaborasi.
Poin penting dari pelaksanaan model pembelajaran AIR (Auditory,
Intellectually, Repetition) dengan memperhatikan keunggulan model
pembelajaran ini adalah siswa harus diberi waktu banyak untuk
berpartisipasi aktif untuk mengemukakakn idenya. Untuk itu, siswa diberi
harus diberi kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan hal- hal terkait
memanfaatkanpengetahuan dan keterampilan. Dalah hal ini, siswa tidak
diberi batasan antara kerjasama atau mandiri. Sedang untuk uji hasil
belajar dapat dilakukan secara mandiri sesuai bentuk tes yang diingikan.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relavan
Ada hasil penelitian yang relavan, yang hampir sama dengan penelitian ini.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Erviana, Tesa (2013:67) tentang
Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Cahaya dan Sifat-sifatnya pada Kelas V
SDN 8 Kandangmas. Memperoleh hasil yang menunjukkan bahwa: (1)
32
Pengelolaan pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran AIR
dapat terlaksana dengan baik, dengan perolehan pada siklus I sebesar 72,8 dengan
kategori baik dan meningkat pada siklus II menjadi 88,8 dengan kategori baik
sekali. (2) Hasil belajar siswa dinyatakan tuntas dengan perolehan persentase pada
siklus I sebesar 65% dengan kategori cukup baik dan mengalami peningkatan
pada siklus II menjadi 95% dengan kategori baik sekali. Sedangkan aktifitas
belajar siswa pada siklus I sebesar 64 dengan kategori cukup baik dan meningkat
pada siklus II menjadi 78 dengan kategori baik. Berdasarkan temuan hasil
penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa kelas V
SDN 8 Kandangmas dapat meningkat dan berhasil dengan baik setelah
diterapkannya model pembelajaran AIR.
Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Purniawati, S. (2013:9) tentang
Implementasi Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) pada
Materi Bangun Datar terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP N 1 Pabelan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil dari implementasi model
pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) pada materi bangun
datar dan pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa. Penelitian ini merupakan
penelitian eksperimen semu yang dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 1
Pabelan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes yang terdiri
dari pretest dan posttest, serta dokumentasi. Teknik analisis data
menggunakan uji beda rata-rata (Mann Whitney U test). Hasil penelitian
menyatakan bahwa hasil belajar siswa pada implementasi model pembelajaran
AIR tidak jauh berbeda atau sama dengan hasil belajar siswa pada model
konvensional. Hal itu ditunjukkan dengan hasil uji beda rata-rata (Mann Whitney
U test ) dimana nilai signifikansi 0,671 > 0,05 dan nilai Z hitung < Z tabel (-
0,424 < 1,645) yang berarti hasil belajar siswa pada model pembelajaran AIR
lebih kecil atau sama dengan hasil belajar pada model konvensional.
Meskipun demikian, implementasi model pembelajaran AIR pada pembelajaran
Matematika kelas VII memberikan hasil yang cukup memuaskan. Rata-rata dan
pencapaian hasil belajar siswa pada kelas VII C (model pembelajaran AIR) lebih
baik daripada kelas VII D (model pembelajaran konvensional), meskipun selisih
33
rata-rata dan pencapaian hasil belajar kedua kelas terlalu kecil. Rata-rata hasil
belajar siswa kelas VII C 79,85 dan pencapaian hasil belajar siswa sebesar 76,5%,
sedangkan rata-rata hasil belajar siswa kelas VII D 79,55 dan pencapaian hasil
belajarnya sebesar 75,8%.
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Erviana, Tesa (2013)
dan Purniawati, S. (2013) ada beberapa poin pokok yang dapat dipahami, yakni
hasil Belajar dapat ditingkatkan dengan model pembelajaran AIR, yang
menggunah minat belajar. Pemberian fasilitas dan dukungan dibutuhkan dalam
meningkatkan daya tari, dimana fasilitas dan dukungan ini merupakan bagian dari
fasilitas belajar. Tindakan guru menjadi poin penting yang mempengaruhi hasil
belajar siswa. Implikasi dari hasil belajar ini berpengaruh pada peningkatan
prestasi belajar siswa. Aspek motivasi, disiplin, inisiatif, percaya diri dan
tanggung jawab, merupakan imbas dari hasil belajar yang menekankan pada aspek
Auditory, Intellectually, Repetition.
Model Pembelajaran AIR digunakan karena merupakan metode yang
cenderung pada penerapan 3 unsur dengan menekankan alur pembelajaran yang
menggugah minat. Metode ini menitik berapkan pada tindakan yang dilakukan
oleh siswa melaluitiga aspek, mulai dari pengamatan sampai pada penemuan
jawaban dan pengujian yang semuanya dilakukan oleh siswa. Dari poin
pengamatan sampai pada pengujian jawaban yang dilakukan oleh siswa, dapat
diamati segala bentuk tindakan yang menjurus pada kemandirian belajar siswa.
Dari 2 hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dipahami bahwa
AIR merupakan metode pembelajaran yang cenderung merumus pada langkah –
langkah pembelajaran yang sistematis yang hampir mirip seperti model
pembelaran sacientific, dimana langkah – langkah pembelajaran dalam model
pembelajaran AIR telah dirumuskan secara terpadu dengan menekankan pada 3
aspek utama. Sedangkan hasil belajar, dapat dilihat dari proses belajar dan
evaluasi pada poin ketiga yakni Repetition menggunakan pengulangan dalam
bentuk tugas dan kuis, untuk memunculkan ide baru yang dapat diamati melalui
ada gagasan baru yang muncul dan dikemukakan.
34
Dari Beberapa hasil penelitian tersebut, penulis mencoba menggunakan
model AIR untuk memingkatkan hasil belajar siswa kelas V. Dalam hal Ini
dikarenakan, model pembelajaran AIR memiliki 3 aspek utama yakni Auditory
yang berhubungan dengan indra pendengaran, Intelectual yang berhubungan
dengan cara menganalisi dan bereksperimen, yang mana pelakunya adalah siswa
dan guru bertindak sebagai pembimbing, dan Repetition yakni pengulangan.
2.3. Kerangka Berfikir
Dalam kegiatan belajar mengajar di SD Sidorejo Lor 06 Salatiga, kondisi
mengajar guru hanya menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan
berbagai informasi dan pengetahuan kepada siswa. Dengan kondisi tersebut,
pembelajaran yang dilakukan cenderung berpusat pada guru saja. Sehingga dalam
proses pembelajaran yang berlangsung siswa tidak terlibat secara langsung dan
menjadi pasif dalam proses pembelajarn sedangkan guru memiliki persentase aktif
lebih tinggi daripada siswa. Dalam proses pembelajaran pun terlihat monoton
yakni, komunikasi dan interaksi hanya terjadi satu arah saja antara guru dan siswa.
Akibat yang timbul dari kondisi ini berpengaruh pada rendahnya pemahaman
siswa, aktivitas dan kreativitas siswa rendah, sehingga hasil belajarnya pun
menurun dan berdampak pada sebagian besar siswa banyak yang tidak mencapai
nilai KKM yang telah ditentukan.
Sebagai solusi inovatif untuk meningkatkan hasil belajar dan mengatasi
kondisi siswa yang pasif, maka penerapan model pembelajaran Auditory,
Intellectually, Repetition diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Dalam hal ini, model pembelajaran AIR memiliki tahapan sesuai dengan namanya.
Dalam pembelajaran dengan model pembelajaran AIR , siswa diberi banyak
kesempatan untuk mengembangkan dan mengeksplor diri sesuai dengan tahapan
pembelajaran. Pada tahap Auditory siswa dapat belajar memahi melalui
menyimak, berbicara, melakukan presentasi, mengemukakan pendapatnya. Pada
tahapan intellectually siswa diberi kesempatan mengembangkan dan mengeksplor
diri dengan berbagai kegiatan seperti berlatih bernalar, mencipta, memecahkan
masalah, mengkonstruksi, dan menerapkan hasil yang didapatkan. Sedangkan
35
pada tahap Repetition siswa dilatih melalui pengerjaan soal, pemberian tugas dan
kuis. Dengan 3 langkah pembelajaran pada model pembelajaran AIR tersebut
siswa menjadi aktiv dan guru dapat bertindak sebagai pembimbing yang tepat.
Dari kegiatan yang bersifat satu arah dan menitik beratkan pada keaktivan
guru, menjadi pembelajaran multi arah dengan siswa dilibatkan secara aktiv
dalam kegiatan pembelajaran, diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat.
Adapun untuk memperjelas jalannya proses pembelajaran, penulis jabarkan alur
kerangka berfikir penulis jelaskan dalam bagan berikut:
Dalam pembelajaran IPA di kelas V guru cenderung menggunakan metode ceramah
Siswa tidak aktif dan hasil belajar siswa rendah serta sebagian besar peserta didik tidak mencapai nilai KKM yang telah ditentukan
Perencanaan tindakan pembelajaran dengan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition
Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran AIR
Auditory Siswa belajar dengan cara
menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi,
dan menanggapi
Intellectually Siswa berlatih bernalar, mencipta, memecahkan
masalah, mengkonstruksi, dan menerapkan
Repetition Siswa dilatih melalui
pengerjaan soal, pemberian tugas dan
kuis
Pembelajaran menyenangkan dan hasil belajar meningkat serta siswa mencapai nilai KKM
36
2.4. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir, dirumuskan suatu Hipotesis
dalam penelitian tindakan kelas ini, sebagai berikut:
1. Jika dalam proses pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
diterapkan model pembelajaran AIR (Auditory Intellectually Repetition),
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada di kelas V SD Sidorejo Lor 06
Salatiga semester II Tahun Ajaran 2013/2014.
2. Pembelajaran AIR dengan langkah- langkah tahap Auditory, Intellectually,
Repetition dapat meningkatkan hasil belajar kelas V SD Negeri Sidorejo Lor
06 Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/ 2014.