46
24 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan lingkungan merupakan usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Pengelolaan lingkungan memiliki sifat lentur, karena melihat situasi dan kondisi yang ada disekitar lingkungan masyarakat dari hari ke hari mengalami perubahan. Persepsi mengenai kebutuhan dasar dalam kelangsungan hidup secara manusiawi tidak sama dari setiap golongan masyarakat. Kelenturan dalam mengelola lingkungan diperlukan agar pengelolaan lingkungan bisa masuk disetiap waktu dan kepada semua golongan masyarakat. (Otto soemarwoto, 2001 : 76) Pengelelolaan lingkungan sebagai usaha untuk mengubah keseimbangan lingkungan yang ada pada mutu lingkungan yang rendah ke keseimbangan lingkungan baru pada tingkat mutu lingkungan yang tinggi diusahakan agar lingkungan tetap dapat mendukung mutu hidup yang lebih tinggi. Sehingga usaha pengelolaan lingkungan merupakan usaha yang digunakan untuk menopang secara berkelanjutan kelangsungan hidup manusia. Kehidupan manusia sampai anak cucunya dapat terjamin pada tingkat mutu hidup yang baik.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

24

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pengelolaan lingkungan merupakan usaha secara sadar untuk

memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar

manusia dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Pengelolaan

lingkungan memiliki sifat lentur, karena melihat situasi dan kondisi yang

ada disekitar lingkungan masyarakat dari hari ke hari mengalami

perubahan. Persepsi mengenai kebutuhan dasar dalam kelangsungan

hidup secara manusiawi tidak sama dari setiap golongan masyarakat.

Kelenturan dalam mengelola lingkungan diperlukan agar pengelolaan

lingkungan bisa masuk disetiap waktu dan kepada semua golongan

masyarakat. (Otto soemarwoto, 2001 : 76)

Pengelelolaan lingkungan sebagai usaha untuk mengubah

keseimbangan lingkungan yang ada pada mutu lingkungan yang rendah

ke keseimbangan lingkungan baru pada tingkat mutu lingkungan yang

tinggi diusahakan agar lingkungan tetap dapat mendukung mutu hidup

yang lebih tinggi. Sehingga usaha pengelolaan lingkungan merupakan

usaha yang digunakan untuk menopang secara berkelanjutan

kelangsungan hidup manusia. Kehidupan manusia sampai anak cucunya

dapat terjamin pada tingkat mutu hidup yang baik.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

25

Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya menjadi

bagian yang sangat penting. Sehingga dapat dikatakan bahwa

pengelolaan lingkungan merupakan bagian dari kebudayaan manusia.

Dan keserasian merupakan unsur pokok dalam kebudayaan manusia.

Manusia diajarkan untuk hidup serasi dengan alam sekitar, dengan

sesama manusia dan dengan tuhan yang menciptakan manusia dan alam.

Manusia dan alam merupakan bagian yang holistik tidak dapat

terpisahkan. Oleh sebab itu keselamatan dan kesejahteraan manusia

tergantung dari keutuhan ekosistem tempat hidupnya. Jika terjadi

kerusakan pada ekosistemnya, maka manusia bisa terusik dan menderita

(Otto soemarwoto, 2001 : 82).

Permasalahan lingkungan berjalan secara progresif dan membuat

lingkungan bumi semakin tidak sesuai dengan peruntukannya, bahkan

apabila kerusakan tidak segera disudahi dan ditemukan solusinya, maka

akan membuatnya tidak sesuai lagi untuk kehidupan manusia. Oleh sebab

itu untuk mengatasi masalah yang terjadi akibat kerusakan lingkungan,

maka diperlukan pengembangan SDM atau pengelola lingkungan yang

handal. Dan syarat utama untuk kehandalan itu ialah bahwa SDM itu

sadar lingkungan yang berpandangan holistik, sadar hukum dan

mempunyai komitmen terhadap lingkungan. Tanpa adanya SDM yang

handal, penguasaan teknologi yang paling canggih pun tidak akan banyak

gunanya (Otto soemarwoto, 2001 : 86).

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

26

2.1.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir

Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang No, 27 tahun 2007 tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dinyatakan bahwa

“ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup

wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil laut

diukur dari garis pantai”. Sehingga ruang lingkup untuk pengaturan

berdasarkan Undang-Undang tersebut meliputi wilayah pesisir, yakni

ruang daratan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan di daratan dan ruang

daratan yang masih terasa pengaruh lautnya serta pulau-pulau kecil dan

perairan sekitarnyayang merupakan satu kesatuan dan mempunyai

potensi cukup besar dimana pemanfaatannya beberbasis sumberdaya,

lingkungan dan masyarakat.

Pengelolaan terpadu dan pembangunan wilayah pesisir dan laut,

termasuk zona ekonomi ekslusif (ZEE) memiliki 5 zona wilayah utama

yang diidentifikasi di spektrum pesisir laut yaitu :

1. Inland areas, yang mempengaruhi laut utamanya melalui sungai

dan “nonpint source of pollution”.

2. Coastal lands – wetlands, marshes dan sejenisnya – dimana

aktivitas manusia terkonsentrasi dan secara langsung

mempengaruhi perairan sekitar.

3. Coastal waters – umumnya estuari, lagoon dan perairan dangkal

dimana pengaruh aktivitas di darat sangat dominan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

27

4. Offshore waters, umumnya diluar batas / ujung yuridiksi nasional

(200 mil lepas pantai)

5. High seas, diluar batas yuridiksi nasional.

Dari kelima wilayah tersebut, pengelolaan terpadu yang perlu

berdasarkan keputusan menteri kelautan dan perikanan yang perlu

diperhatikan meliputi:

1. Tahap Persiapan

2. Tahap Inisiasi

3. Tahap Pengembangan

4. Tahap Sertifikasi

5. Tahap Pelaksanaan

6. Tahap Kelembagaan

Sedangkan dari tahap tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman

Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu dijelaskan prinsip

dasar/asas pengelolaan pesisir terpadu meliputi :

1. Asas Keberlanjutan

2. Asas Konsistensi

3. Asas Keterpaduan

4. Asas Kepastian Hukum

5. Asas Kemitraan

6. Asas Pemerataan

7. Asas Peran Serta Masyarakat

8. Asas Keterbukaan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

28

9. Asas Desentralisasi

10. Asas Akuntabilitas

11. Asas Keadilan

2.1.3 Co-Management

a. Definisi co-management

Co-Management atau pengelolaan bersama merupakan

paradigma yang sedang berkembang dengan pesat dalam

pengelolaan sumber daya alam dimana Ruang terbuka hijau

merupakan lahan konservasi yang perlu pengelolaan bersama

(kemitraan) antara pemerintah, masyarakat dan stakeholder. Co-

management juga dinamakan pengelolaan kolaboratif, pengelolaan

partisipatif atau pengelolaan berbasis masyarakat.

Pengelolaan partisipatif didasarkan pada tiga bagian utama

(Wells, et al.,1992 dalam Bambang, 2006): 1) Semua pemangku

kepentingan (stakeholder) diberi kesempatan untuk terlibat aktif

dalam pengelolaan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin komitmen

dan partisipasi mereka dan untuk menampung pengetahuan, aspirasi

dan pengalaman mereka dalam pengelolaan; 2) Pembagian peran

dan tanggung jawab di dalam pengelolaan berbeda-beda tergantung

kondisi khusus dari tiap kawasan. Dalam beberapa kasus,

kewenangan lebih banyak pada lembaga masyarakat, pada kasus

yang lain kewenangan lebih banyak pada instansi pemerintah; 3)

Kerangka kerja pengelolaan tidak hanya untuk tujuan ekologis

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

29

konservasi, melainkan juga mencakup tujuan-tujuan ekonomi, social

dan budaya. Perhatian khusus perlu diberikan terhadap kebutuhan

mereka yang tergantung terhadap sumberdaya, keseimbangan dan

partisipasi.

b. Manfaat Adanya Co-Management

Manfaat adanya co-management menurut Wiyanto (2004)

dalam Bambang (2006:28) akan terwujud bila selaras dengan proses

dan tujuannya, yaitu:

1. Untuk pengembangan ekonomi dan sosial yang bertumpu pada

prakarsa dan kemampuan masyarakat

2. Untuk mengalihkan kewenangan dalam menetapkan keputusan

pengelolaan sumber daya alam

3. Sebagai cara untuk mengurangi terjadinya perselisihan melalui

keikutsertaan seluruh pihak yang terlibat secara demokratis.

Pemanfaat sumber daya menerima manfaat dengan ikut serta

dalam menetapkan keputusan dalam pengelolaan yang

mempengaruhi kesejahteraan mereka, sedangkan pemerintah

menerima manfaat dari berkurangnya kewenangan. Pemerintah juga

akan menetapkan hak dan kewenangan atas hukum yang setara dan

mengalihkan sebagian kewenangannya.

c. Ciri-Ciri Co-Management

Menurut Wiyanto (2004) dalam Bambang (2006:29) bahwa

ciri-ciri dari co-management adalah:

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

30

1. Sebagai jalan tengah antara pengelolaan secara terpusat

sepenuhnya oleh pemerintah dengan tujuan efisiensi dan

pemerataan serta pengelolaan sepenuhnya oleh masyarakat

setempat dengan tujuan untuk mengelola dan mengatur diri

sendiri dan ikut serta secara aktif.

2. Sebagai proses pengelolaan sumber daya, dengan melakukan

penyesuaian/ perubahan dari waktu ke waktu, yang mencakup

segi pemberdayaan masyarakat, pengalihan kewenangan,

pembagian kekuasaan dan kesetaraan (demikratisasi)

3. Sebagai strategi pengelolaan yang luwes, yang merupakan

wahana untuk ikut serta, membuat aturan, mengatasi

perselisihan, membagi kewenangan, kepemimpinan, dialog,

membuat keputusan, menambah dan membagi pengetahuan,

belajar serta pembinaan diantara para pemanfaat sumber

dayapemangku kepentingan dan pemerintah.

d. Peran Pemerintah dalam Co-Management

Peran Pemerintah dalam co-management sangat besar sekali

menurut Wiyanto (Pemberdayaan Masyarakat Pasca Proyek,2004),

bahwa peran tersebut antara lain: 1) menyediakan

peraturan/kebijakan seperti desentralisasi kekuasaan/ kewenangan;

2) Mendorong keikutsertaan dan melakukan dialog dengan

masyarakat; 3) Mengakui/mengesahkan hak-hak masyarakat; 3)

Melakukan prakarsa; 4) Melakukan penegakan hukum; 6) Mengatasi

masalah yang berada di luar kewenangan masyarakat; 7)

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

31

Memadukan kegiatan pada berbagai tingkatan pemerintah; 8)

Menyediakan bantuan dan layanan teknis, adminstrasi dan keuangan

untuk menunjang lembaga kemasyarakatan setempat.

Pengelolaan co-management mensyaratkan adanya

kelompok pemangku kepentingan untuk bersama-sama berbagi

peran dalam pengelolaan.

2.1.4 Peran Serta Stakeholders

Peran stakeholder dalam pengelolaan lingkungan hidup

dipertegas dalam pasal 9 ayat 2 UU No. 23/1997 tentang pengelolaan

lingkungan hidup yang menyebutkan bahwa pengelolaan lingkungan

hidup dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah, masyarakat

dan pelaku pembangunan. Kerjasama antar stakeholder merupakan suatu

jalinan berbagai pihak/actor (terkait dengan pengelolaan lingkungan

yaitu: unsur pemerintah, swasta dan masyarakat) dalam mewujudkan

menempatkan diri sesuai dengan fungsi dan kemampuannya dalam

system kerjasama.

Terdapat beberapa stategi pendekatan dalam partisipasi dan

kemitraan menurut Schubeler (1966) dalam Bambang (2006) antara lain:

a. Community-based Approach (partisipasi masyarakat)

Konsep ini menjelaskan bahwa masyarakat sebagai pihak

yang terlibat langsung dalam manajemen proyek, sedangkan swasta

dan pemerintah turut berpartisipasi tidak langsung (memberikan

support/dorongan). Peran pemerintah juga mengkoordinasikan/

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

32

membantu dalam konsultasi. Basis strateginya dari kelompok

masyarakat itu sendiri.

b. Area-based Approach (berdasar area)

Pemerintah berperan langsung dalam manajemen,

sedangkan masyarakat dan swasta ikut berperan dalam bentuk

partisipasi/lebih sebagai pendorong. Ini umumnya terjadi pada area

pemukiman, dalam penyediaan infrastruktur melibatkan pengguna

agar program pengembangan infrastruktur dapat berjalan efektif.

Masyarakat sebagai pengguna dapat memberi masukan kepada

pemerintah pada proses pembangunannya. Hal ini meliputi proses

pada saat program dibuat Implementasi serta pengelolaannya.

c. Fuctoinally-based Approach (berdasar fungsi)

Pemerintah terlibat langsung/ memanajemen masyarakat dan

swasta dapat terlibat langsung namun dengan koordinasi dari

pemerintah. Disini lebih kepada pelayanan fungsi serta kolaborasi

antara pengguna dengan kelompok masyarakat dengan dasar yang

jelas dan koordinasi antara pengguna tugas serta tanggung jawab

yang jelas pula. Orientasi kemitraannya pada koordinasi intern dari

masing-masing stake holder dalam manajemen aktifitasnya masing-

masing. Cakupan manajemen partisipasinya mulai dari rencana,

program, implementasi serta pengelolaan.

d. Process-based Approach (berdasarkan proses)

Pemerintah berperan sebagai pihak langsung dalam

manajemen. Ini merupakan proses pengelolaan dengan pemusatan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

33

fungsi manajemen untuk meningkatkan respon terhadap permintaan

pihak swasta yang terpilih agar terjadinya fungsi pelayanan secara

timbale balik antara swasta dan pemerintah. Pengguna dan

masyarakat memberikan masukan kepada pemerintah pada proses

dasar. Hal ini meliputi saat membuat kebijakan pada saat rencana,

program, implementasi dan pengelolaan serta monitoring dan

evaluasi Stake holders adalah pihak-pihak yang berkepentingan

dalam suatu proses pembangunan.

Stakeholder merupakan pihak atau aktor yang terlibat dalam

suatu proses baik dalam hal perencanaan, proses pembangunan atau

proses pengelolaan. Ketika berhadapan dengan lingkungan alam

(natural Environment) maka baik pemerintah, masyarakat umum

dan masyarakat pelaku pembangunan (pihak pengusaha) sama-sana

merupakan suatu stake holder.

2.1.5 Hutan Mangrove dan Manfaatnya

a. Definisi Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove didefinisikan segala tumbuhan yang

khas terdapat disepanjang pantai atau mutiara sungai yang

dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang saling berinteraksi

dengan lingkungannya baik yang bersifat biotik maupun abiotik.

Dari sisi etimologi “kata mangrove merupakan kombinasi antara

bahasa mangue dan bahasa Inggris grove. Secara alami, mangrove

memiliki fungsi sebagai pelindung pantai dari terpaan gelombang

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

34

pasang, badai, tsunami, penahan lumpur dan aliran air tawar dari

daratan ke laut sehingga ekosistem padang lamun dan terumbu

karang yang berada di depannya aman dari lumpur dan air tawar.

(Robert Siburian & Jhon Haba, 2016)

Rusila Noor (1999) dalam Farid Kamal M (2012) hutan

mangrove pada umumnya terdiri atas beberapa zona mengikuti

tingkat kadar garam yang berada di wilayah pesisir. Zona bagian

depan adalah tanaman mangrove yang lebih tahan terhadap

lingkungan asin, seperti mangrove dari jenis pohon api-api.

Sedangkan lapisan yang lebih menjorok ke daratan merupakan jenis

pohon mangrove yang kurang tahan terhadap air asin. Sehingga

kenaikan paras muka air laut beradampak terhadap dua hal yaitu

pohon mangrove yang kurang tahan terhadap air asin tadi terdesak

ke arah darat, kemudian pohon mangrove itu mati karena tidak

menemukan habitat yang sesuai bagi pertumbuhannya.

b. Zonasi Hutan Magrove

Zonasi Mangrove Kawasan mangrove di Asia Pasifik

umumnya memiliki zonasi yang serupa. Zona terdepan, yaitu zona

yang paling dekat dengan laut, didominasi oleh jenis mangrove yang

memiliki pneumatophore yaitu Avicennia spp dan Sonneratia spp,

dibelakangnya berturut-turut adalah zona Rhizophora spp,

Bruguiera spp dan mangrove asosiasi. Disebutkan bahwa mangrove

umumnya tumbuh dalam 4 zona yaitu:

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

35

1. Mangrove daratan (zona belakang) Merupakan zona terdalam

dibelakang zona mangrove sejati. Pada zona ini dapat dijumpai

jenis-jenis mangrove asosiasi.

2. Mangrove tengah Zona ini terletak dibelakang zona terbuka,

umumnya didominasi oleh Rhizophora namun Bruguiera juga

sering tumbuh pada zona ini.

3. Mangrove terbuka Zona ini berada di bagian yang berhadapan

dengan laut dan didominasi oleh Sonneratia dan Avicennia.

Kadang Rhizophora juga terdapat pada zona ini.

4. Mangrove payau Zona ini berada di sepanjang sungai berair

payau hingga hampir tawar. Zona ini biasanya didominasi oleh

komunitas Nypa atau Sonneratia

Gambar 2.1 Pola Zonasi Mangrove di Kawasan Asia -

Pasifik

Sumber : Farid Kamal Muzaki, 2012

c. Manfaat Hutan Mangrove

Kawasan hutan mangrove memiliki enam manfaat dari sisi

fisik (Robert Melchior Figueroa, 2016:7), yaitu :

1. menjaga agar garis pantai tetap stabil;

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

36

2. melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan abrasi;

3. menahan badai atau angin kencang dari laut;

4. menahan hasil proses penimbunan lumpur sehingga

memungkinkan terbentuknya lahan baru;

5. menjadi wilayah penyangga serta berfungsi menyaring air laut

menjadi air daratan yang tawar;

6. mengolah limbah beracun, penghasil O2 dan menyerap CO2.

Sedangkan manfaat dari sisi biologis, mangrove, yaitu:

1. menghasilkan bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan

penting bagi plankton sehingga penting pula bagi keberlanjutan

rantai makanan;

2. tempat memijah dan berkembangbiaknya ikan-ikan, kerang,

kepiting dan udang;

3. tempat berlindung, bersarang dan berkembang biak burung-

burung serta satwa liar;

4. sumber plasma nutfah dan sumber genetik;

5. serta habitat alami berbagai jenis biota.

Sedangkan manfaat mangrove dari segi penguatan ekonomi

yaitu:

1. sebagai penghasil kayu untuk kayu bakar;

2. bahan baku arang dan bahan bangunan;

3. penghasil bahan baku industri: pulp, kertas, tekstil, makanan,

obat-obatan, kosmetik;

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

37

4. penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bendeng malalui

pola tambak silvofishery;

5. tempat berwisata, dsb.

Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia sekitar 3,7

juta hektar dengan luas kawasan yang berpotensi ditanami mangrove

sekitar 7,8 juta hekatar. Namun sebagian besar sekitar 69% dari kawasan

mangrove itu dalam kondisi rusak/terdegradasi. Oleh sebab itu

dibutuhkan upaya konservasi agar hutan mangrove dapat pulih dan bisa

kembali menjalankan fungsi nya.

2.1.6 Pengelolaan Ekowisata

a. Konsep Ekowisata

Menurut Ceballos Lascurain (1996) dalam Robert (2016)

mendefinisikan ulang kembali dari definis yang ada pada World

Conservation Union (IUCN) bahwa ekowisata merupakan sebuah

konsep wisata dimana para aktor harus bertanggung jawab terhadap

lingkungan dan melakukan kunjungan yang tidak menimbulkan

dampak negatif (mengganggu) kawasan alam secara relatif. Untuk

menikmati dan menghargai alam (termasuk budaya yang

menyertainya, baik di masa lampau maupun masa sekarang), serta

mengajak untuk melakukan konservasi, sehingga kemungkinan

mengurangi dampak negatif dari adanya pengunjung. Disisi lain,

konsep ini akan memberikan peningkatan / kekebalan ekonomi dan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

38

sosial yang menguntungkan pada masyarakat lokal. (Robert Melchior

Figueroa, 2016:7)

Ekowisata merupakan jenis pariwisata yang berwawasan

lingkungan yang melalui aktivitas yang berkaitan dengan alam,

wisatawan diajak melihat alam dari dekat, menikmati keaslian alam

dan lingkungannya sehingga membuatnya tergugah untuk mencintai

alam (back to nature). Berbeda dengan pariwisata pada umumnya,

ekowisata dalam penyelenggaraannya tidak menuntut fasilitas

akomodasi yang modern atau glamour yang dilengkapi dengan

peralatan yang serba modern atau bangunan artifisial yang

berlebihan. (Oka A. Yoeti, 2000 : 14)

Ekowisata bukan jenis pariwisata yang semata-mata

menghamburkan uang atau pariwisata glamour, melainkan jenis

pariwisata yang dapat meningkatkan atau menambah

pengetahuan/wawasan serta mempelajari sesuatu dari alam, flora dan

fauna atau sosial budaya etnis setempat. Ekowisata merupakan

konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan

untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya)

dan meningkatakan partisispasi masyarakat dalam pengelolaan

sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan

pemerintah setempat.

Meskipun ada banyak definisi yang berbeda – beda terkait

ekowisata, yang paling mendominasi atau populer adalah yang

didefinisikan oleh International Ecotourism Society (TIES),

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

39

bahwasannya ekowisata merupakan suatu konsep pariwisata dimana

aktor harus mempunyai rasa bertanggung jawab terhadap lingkungan

alam, melakukan pelestarian lingkungan dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat setempat. Mengembangkan definisi dari

TIES, Martha Honey menjelaskan bahwa terdapat tujuh karakteristik

penting di dalam pengembangan ekowisata, yaitu :

1. Melibatkan perjalanan ke tempat tempat yang masih alami

2. Meminimalkan dampak lingkungan

3. Membangun kesadaran lingkungan melalui pendidikan

4. Memberikan keuntungan pelestarian secara finansial

5. Memberi manfaat dan memberdayakan masyarakat setempat

6. Menghormati budaya lokal

7. Mendukung gerakan hak asasi manusia dan demokrasi

Dari tujuh karakteristik tersebut, telah menunjukkan

bahwasannya ekowisata merupakan suatu model pengelolaan wisata

yang mengedepankan nilai nilai ekologi, sosial-budaya dan ekonomi.

Ekowisata jauh berbeda dengan konsep pariwisata

konvensional (umumnya), dalam konsepannya, peyelenggaraannya

ekowisata tidak menuntut tersedianya fasilitas akomodasi yang

modern atau glamour yang dilengkapi dengan peralatan yang serba

mewah atau bangunan artifisial. Sedangkan dilihat dari aktivitas yang

dilakukan pada ekowisata dalam penyelenggaraannya dilakukan

dengan kesederhanaan, memelihara keaslian alam dan lingkungan,

memelihara keaslian seni dan budaya, adat istiadat, kebiasaan hidup

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

40

(the way of live), menciptakan ketenangan, kesunyian, memelihara

flora dan fauna, serta terpeliharanya lingkungan hidup sehingga

tercipta keseimbangan antara kehidupan manusia dengan alam

sekitarnya. Oleh karenanya dalam ekowisata, wisatan yang datang

tidak semata0mata untuk menikmati alam sekitarnya tetapi juga

mempelajarinya sebagai peningkatan pengetahuan mereka serta

pengalaman. Dengan begitu selaraslah arti ekowisata sebagai wisata

yang bertanggung jawab.

Kebijaksanaan pengembangan ekowisata pada dasarnya

menganjurkan agar pelaku ekowisata dapat memenuhi beberapa

aspek dasar, yaitu :

a. Aspek Pembangunan, sarana dan prasarana sangat dianjurkan

dilakukan sesuai kebutuhan saja sehingga tidak ada

perilakukan berlebihan dan menggunnakan bahan yang

terdapat di daerah tersebut.

b. Usaha untuk menggunakan teknologi dan fasilitas modern

seminimal mungkin.

c. Pembangunan masyarakat setempat dihimbau agar tetap

memelihara adat dan kebiasaannya sehari-hari tanpa

terpengaruh kedatangan wisatawan yang berkunjung

d. Masyarakat setempat dihimbau agar tetap memelihara adat dan

kebiasaaannya sehari-hari tanpa terpengaruh kedatangan

wisatawan yang berkunjung

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

41

e. Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan atau pengelolaa

suatu kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata

Ekowisata yang baik harus memperhatikan 5 unsur yang

dianggap paling menentukan (Ceballos Lescurain, 1998 dalam

Parikesit, 2007) yaitu :

1. Pendidikan (Education)

Aspek pendidikan merupakan bagian penting dan

utama dalam mengelola ekowisata. Pendidikan membawa misi

sosial untuk menyadarkan masyarakat akan keberadaannya,

lingkungan dan akibat yang mungkin akan ditimbulkan bila

terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam manajemen

pemberdayaan lingkungan.

2. Perlindungan atau Pembelaan (Advocacy)

Pengelolaan ekowisata memerlukan integritas kuat

karena nilai pendidikan dari maksud diadakannya ekowisata

menjadi salah arah. Sarana dan prasarana yang dibuat

hendaknya mampu memeberikan nilai-nilai yang berwawasan

lingkungan dan menggunakan bahan-bahan disekitar obyek

tersebut walaupun kelihatan sangat sederhana. Dengan cara

tersebut, keaslian dapat dipertahankan karena dengan

kesederhanaan tersebut, masyarakat sekitar kawasan mampu

mengelola dan mempertahankan kelestarian alam dengan

sendirinya tanpa mengada-ada.

3. Keterlibatan Komunitas Setempat (Community Involvement)

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

42

Peran serta masyarakat sekitar dalam mengelola

kawasan ekowisata tidak bisa diabaikan. Mereka lebih tahu dari

pendatang yang punya proyek karena keterlibatan mereka

dalam persiapan dan pengelolaan kawasan sangat diperlukan.

4. Pengawasan (Monitoring)

Pegelolaan ekowisata, sering ditemui adanya

pergeseran yang berakibat pada hilangnya kebudayaan asli atau

keaslian ekosistem setempat. Oleh sebab itu diperlukan

pengawasan yang bekesinambungan sehingga maslah

integritas, loyalitas atau kualitas dan kemampuan untuk

mengelola akan sangat menentukan untuk mengurangi dampak

yang mungkin timbul.

5. Konservasi (Conservation)

Ekowisata bertujuan untuk terbentuknya wisata

berbasis alam yang berkaitan dengan pendidikan dan

pemhaman lingkungan alam dan dikelola dengan prinsip

berkelanjutan. Sehingga wisatawan yang mengunjungi suatu

kawasan ekowisata harus menyadari tujuan pengembangan

kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi dengan

memperhatikan kesejahteraan dan mempertahankan

kelestarian lingkungan kawasan itu sendiri. Konsep ekowisata

dilaksanakan karena memiliki beberapa dampak positif yaitu

dampak secara umum, dampak sosial budaya, dampak

lingkungan dan dampak ekonomi.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

43

Dampak positif dari kegiatan ekowisata menurut Ambo

Tuwo (2011) yaitu :

a. Peningkatan penghasilan dan devisa negara

b. Tersedianya kesempatan kerja baru

c. Berkembangnya usaha-usaha baru

d. Meningkatnya kesadaran masyarakat dan wisatawasan tentang

pentingnya konservasi sumber daya alam

e. Peningkatan partisipasi masyarakat

f. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal

b. Tahapan Pengembangan Program Ekowisata

Pengembangan ekowisata yang ideal memerlukan tahapan –

tahapan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Tahapan yang

perlu dilakukan oleh aktor pengembangan ekowisata sesuai yang

dipaparkan oleh Siti Fatimah H (2013) yaitu :

a. Identifikasi Potensi Lokasi ekowisata

b. Penentuan tujuan ekowisata

c. Penentuan strategi ekowisata

d. Penyusunan zonasi dan regulasi ekowisata

e. Penyediaan infrastruktur dan fasilitas pendukung

f. Strategi pemasaran/promosi

g. Analisis biaya

h. Edukasi

Diharapkan setiap pengelola ekowisata dapat menempuh

kedelapan tahapan di atas. Namun tahapan kembali pada situasi dan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

44

kondisi di lokasi ekowisata ataupun pengelola ekowisata itu sendiri.

Setelah kedelapan tahapan dilakukan maka perlu dihitu profit

sharing dengan stakeholder dan cara memonitor dan mengevaluasi

program.

c. Stakeholder dalam Pengelolaan Ekowisata

Ekowisata mempertemukan dua atau lebih budaya yang

berbeda. Pengunjung atau wisatawan akan memperoleh pengalaman

berharga dari budaya lokal yang ada, sementara masyarakat lokal

memainkan proses edukasi mengenai lingkungan lokal yang lebih

spesifik dan mendapatkan penghasilan.

Tabel 2.1 Motivasi-motivasi Stakeholder Ekowisata

No. Stakeholder Motivasi

1 Penduduk lokal

dan masyarakat

lebih luas

- Redistribusi pendapatan dan

kesejahteraan.

- Peluang bisnis lokal dari sumber

daya lokal, tenaga kerja dan ekspor.

- Peningkatan kualitas hidup dan

kesehatan.

- Konservasi alam (flora fauna), nilai-

nilai sosial, warisan dan identitas

budaya.

- Peningkatan kesadaran masyarakat,

pembelajaran, global awarness.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

45

- Pengembangan masyarakat.

2 Penduduk lokal

lebih spesifik

- Jaminan tambahan income.

- Sumber lapangan kerja.

- Mendorong apresiasi terhadap

lingkungan lokal, nilai budaya dan

tradisi.

- Akses ke pelayanan dan

infrastruktur.

- Meningkatkan harga dan

kepercayaan diri.

3 Pakar dan

manajer

- Pengembangan konservasi dan

warisan budaya.

- Memperoleh revenue.

- Penciptaan lapangan kerja.

- Kemitraan dengan penduduk lokal

- Saling bertukar informasi dan

belajar.

- Mengembangankan pengelolaan

sumber daya alam dan manfaat

ekonomi yang berkelanjutan.

- Mendorong dan memperkuat

kegiatan penelitian.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

46

- Meningkatkan tingkat kunjungan

dan menyajikan pengalaman yang

sensasional.

4 Operator wisata - Menghasilkan keuntungan.

- Mengidentifikasi dan

mengembangkan permintaan pasar.

- Mengembangkan kreativitas produk

dan layanan.

- Membantu pemahaman pengunjung

terhadap sumberdaya alam.

5 Pengunjung - Memperoleh pengalaman (kognitif,

afektif dan psikomotorik).

- Memperoleh kepuasan individu,

manfaat kesehatan.

- Partisipasi dalam social experience

: : dengan penduduk lokal, sesama

pengunjung, team building, ikatan

persaudaraan.

- Berpromosi perihal konservasi dan

perlindungan.

- Memperoleh pengetahuan tentang

tata nilai, penghargaan dan nilai-

nilai sejarah.

Sumber : Egles et al (2002) dalam Iwan Nugroho (2015 : 81)

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

47

Diperlukan adanya komitmen yang kuat kepada semua

stakeholder untuk merealisasikan sektor ekowisata yang baik

dengan berbagai macam motivasi di dalamnya. Ketika semua fungsi

dari setiap stakeholder berjalan dengan baik, maka akan cepat

diperoleh tujuan tersebut. Terjalinnya suatu hubungan kerjasama

yang saling menghubungkan antar stakeholder akan membantu

tercapainya suatu tujuan. Adapun hubungan antar stakeholder pada

sektor ekowisata dijelaskan pada gambar tersebut.

Gambar 2.2 Hubungan antar Stakeholder Pada Sektor Ekowisata

(keterangan: 1=kebijakan; 2=pengunjung dan manfaat ekonomi; 3=pajak

atau saran kebijakan; 4=partisipasi dan kenyamanan; 5=saran kebijakan)

Sumber : Eagles et al (2002) dalam iwan nugroho (2015 : 82)

Setiap stakeholder satu dan yang lainnya memiliki hubungan

timbal balik. Mulai dari peranan dalam hal kebijakan,

kebermanfaatan ekonomi, pajak, partisipasi dan kenyamanan.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

48

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang telah dilakukan peneliti merupakan hasil dari lanjutan

penelitian terdahulu. Peneliti telah mengambil sebanyak 4 penelitian terdahalu

yang sesuai dengan topik penelitian ini. Topik utama berkaitan dengan Co-

management untuk pengelolaan sumber daya alam. Peneliti telah

menggambarkan bagan untuk penelitian terdahulu yang dipilih.

Berdasarkan penelitian terdahulu, telah dijelaskan bahwa co-

management sangat penting untuk digunakan dalam pengelolaan sumber daya

alam. Pelaksanaan dari co-management juga harus didukung dari semua

stakeholder baik dari pihak pemerintahan, swasta maupun masyarakat yang

ikut terlibat dalam co-management. Adanya co-management diharapkan dapat

meminimalisir konflik pengelolaan sumber daya alam yang sering terjadi.

Perbedaan kepentingan dan minimnya koordinasi dari stakeholder menjadikan

pengelolaan sumber daya alam tidak maksimal dan timbul berbagai konflik.

Gambar 2.3 Bagan Penelitian Terdahulu (Co-management dalam

Pengelolaan Sumber Daya Alam)

Sumber : Data peneliti

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

49

Dari berbagai permasalahan pengelolaan sumber daya alam yang

dialami oleh stakeholder, konsep co-management merupakan alat yang

diharapkan dapat meminimalisir terjadinya permasalahan antar

stakeholder. Rachmad (2013) menjelaskan bahwa terdapat unsur dyang

sangat membantu keberhasilan pencapaian tujuan dari konteks co-

management. Delapan karakteristik / unsur tersebut meliputi:

1. Komunikasi terbuka

2. Partisipasi luas

3. Berfikir yang tidak dibatasi

4. Konflik konstruktif

5. Struktur demokratis

6. Sumber-sumber pengetahuan

7. Keterlibatan luas

8. Fasilitasi

Sedangkan menurut Bambang (2006) bahwa penerapan konsep co-

management harus melihat terlebih dahulu tanggapan-tanggapan dari

stakeholder terhadap pengelolaan sumber daya alam. Sehingga ketika

respon atau tanggapan sudah dimunculkan, akan dapat diketahui

bagaimana konsep kemitraan yang dapat dijalin antar seluruh stakeholder.

Adanya tanggapan sangat berkaitan dengan keterlibatan stakeholder. Dari

aspek bentuk pelibatan hasil, kurangnya akses khususnya masyarakat

terhadap forum/wadah peran serta yang kondusif diindikasikan oleh

beberapa hal seperti :

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

50

1. Kurangnya Komitmen Pemerintah untuk melibatkan dan

mendayagunakan forum lokal yang ada sebagai wadah pelibatan,

sekalipun forum- forum tersebut telah memenuhi syarat dan potensi

untuk dilibatkan dalam aktifitas perencanaan dan pengelolaan.

2. Belum adanya kesinambungan dan sifat saling melengkapi antara

pelibatan secara perorangan dan kelompok demi mewujudkan

keterlibatan aktif masyarakat, dibuktikan dengan prosentase

pemahaman masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya alam.

3. Belum terpenuhinya representasi keterlibatan masyarakat yang

disyaratkan. Hal ini diindikasikan oleh proses seleksi wakil

masyarakat secara sepihak oleh pemerintah dalam aktifitas

perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam.

4. Belum dilakukannya bimbingan teknis/ pendampingan bagi

masyarakat karena kurang seriusnya pemerintah mengelola sumber

daya alam.

Diperlukan adanya pegelolaan kombinasi top-down dan bottom-up ,

dimana ide dan masalah pengelolaan dari masyarakat dan Pemerintah

dipertemukan/ di komunikasikan agar tercapai kesepahaman bersama

terhadap masalah perencanaan dan solusinya secara komprehensip.

Sejalan dengan Bambang, Rudianto menjelaskan bahwa sumber

daya alam dapat dikelola dengan adanya peran serta stakeholder yang

bersama-sama menjalankan tujuan yang sama. Diperlukan adanya

kolaborasi disertai dengan strategi antara masyarakat, pemerintah dan

swasta untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam. Pembentukan

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

51

kelembagaan merupakan strategi dari proses kolaborasi. visi, misi dan

prioritas Model pengelolaan sumber daya alam dengan menggunakan

model co-management mengutamakan 3 (tiga) hal pokok dari masyarakat

yaitu:

1. Kesadaran masyarakat

2. Kemampuan masyarakat

3. Pendapatan masyarakat.

Pihak pemerintah diperlukan ada kemauan pemerintah

mendesentralisasikan tanggung jawab dan wewenang, termasuk perlu

dukungan kepada masyarakat dan swasta baik secara legalitas, iklim yang

kondusif bagi usaha swasta yang berwawasan lingkungan dan

berkelanjutan. Bantuan pendanaan bagi aktivitas masyarakat melakukan

upaya pengelolaan secara terpadu.

Model co-management sangat perlu dibangun sistemnya dengan

para pemangku kepentingan terkait (system establishment) sehingga dapat

menjadi acuan dalam merumuskan policy statement dan policy

recommendation. Memperluas pengenalan model restorasi ekosistem

terpadu ke kabupaten lainnya untuk mengetahui lebih lanjut

implementtasinya dilapang, sebagai pilot project. Mengintensifkan

komunikasi/koordinasi/konsultasi dengan pemerintah provinsi dan

pemerintah pusat juga sangat diperlukan guna penyusunan kebijakan yang

sesuai.

Kesamaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan

penelitian yang terdahulu yaitu adalah topik utama yang menjadi bahasana

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

52

penelitian, yaitu mengenai co-management dalam pengelolaan sumber

daya alam. Penelitian yang melihat bagaimana penerapan co-management

dijalankan oleh para stakeholder di lapangan.

Adapun perbedaan antara penelitian yang peneliti lakukan dengan

penelitian terdahulu yaitu subjek penelitian, informan, lokasi, kondisi dan

tempat. Selain itu juga peneliti ingin lebih melihat penerapan co-

management yang fokusnya lebih ke sumber daya alam hutan mangrove.

Pengelolaan hutan mangrove yang juga digunakan untuk pengembangan

ekowisata (edukasi, konservasi, pengawasan, kelembagaan).

2.3 Landasan Teori

Landasan teori merupakan sebuah teori baik itu grand theory maupun

subtantive theory yang digunakan dalam setiap penelitian guna menunjang

penelitian agar tidak keluar dari topik/bahasan yang diteliti. Dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan teori dan konsep tentang co-management.

2.3.1 Pentingnya Co-management (Teori dan Konsep)

Co-management telah menjadi terkenal karena perannya yang

berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam partisipatif.

Sementara perkembangan teoritis mengajukan tantangan awal, ia telah

menjadi bagian integral dari literatur manajemen bersama. Elemen utama

teori (konsep, variabel dan proposisi relasional) dijelaskan dan tipologi

pernyataan teoritis (format) dikonseptualisasikan. Teori co-management

kemudian dipetakan sesuai dengan empat skema (pemodelan,

proposisional, analitis dan meta-teoritis) yang merupakan tipologi.

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

53

Mengingat sifat kedewasaan literatur manajemen bersama dan tidak

adanya skema meta-teoritis, maka co-management dapat dianalisis

melalui asumsi dasar dan dasar kerja sama sains sosiobiologi. Teori meta

ini memperkaya pemahaman tentang pengelolaan bersama, memberikan

panduan untuk skema teoritis lainnya, dan menawarkan dasar dasar untuk

membangun konstruksi prediksi yang bagus.

2.3.2 Co-management di Indonesia

Awalnya, masyarakat masih kurang koordinasi dengan negara

dan pasar, pengelolaan kawasan yang perlu dilindungi di negara-negara

berkembang telah menghadapi beberapa masalah, termasuk trend

desentralisasi yang menghadirkan tantangan baru. (Lutz dan Caldecott,

1996; Wyckoff-Baird et al., 2000; Anderson dan Gibson, 2004).

Pemerintah daerah yang telah melihat kawasan perlindungan di

daerahnya merupakan hambatan bagi pendapatan pemerintah daerah.

Dengan demikian mereka tidak ingin berpartisipasi dalam upaya

konservasi karena sangat mahal dan mereka tidak memiliki insentif untuk

terlibat di dalamnya (lihat Griffiths et al, 2002). Selain itu, pemerintah

daerah dan daerah ini seringkali tidak memiliki kepedulian nasional dan

internasional untuk konservasi keanekaragaman hayati (McCarthy, 2000,

mengutip Kaimowitz et al 1998).

Berbicara mengenai co-management, konsep tersebut mulai trend

di kalangan masyarakat Indonesia sejak pemerintahan presiden Soeharto

lengser. Pemerintahann Soeharto yang mengedepankan pembangunan

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

54

yang sentralistik tidak memungkinkan untuk terjadinya pembangunan-

pembangunan desentralistik. Konsep co-management co-management

yang biasanya bersifat buttom-up sulit untuk dikembangkan di Indonesia.

Pada waktu pemerintahan Soeharto lengser akhirnya, mulai

meningkatnya aspirasi dari masyarakat dan daerah untuk mulai

melakukan pembangunan.

Model co-management mulai menyebar dari tahun 1999 sampai

sekarang, fase ini ditandai dengan perubahan yang lebih substansial

dalam kebijakan kehutanan sosial formal, walaupun filsafat kehutanan

negara sentral masih terjaga dengan baik. Ini bergantung pada keyakinan

bahwa negara adalah pengelola hutan tertinggi dan pelayan. Kasus ini

dimulai dengan kasus di Krui, Ibukota Kabupaten Pesisir Barat, dimana

sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Lampung Barat. Krui

memiliki potensi wisata pantai yang sudah terkenal sampai mancanegara.

Keputusan pertama adalah keputusan menteri No.47 / 1998 dari

Kawasan Tujuan Khusus Krui (Krui Kawasan dengan Tujuan Istimewa).

Peraturan ini menandai isyarat awal pemerintah untuk secara legal

mengakui pengelolaan hutan asli setempat. Menteri mengakui bahwa

dengan mengesahkan KDTI pada bulan Januari 1998, dia mengambil

risiko politik karena hutan kemasyarakatan tidak memiliki ukuran dasar

hukum yang jelas, yang terbaik yang dapat dia lakukan adalah

memberikan kepada masyarakat Krui atas hak- hak penggunaan hutan

dengan hutan yang masih tersisa dibawah situasi politik.

(Suryohadikusumo, 1998). Gerakan cepat ini secara tidak langsung

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

55

difasilitasi oleh sitiuasi politik dimana Soeharto disibukkan dengan

ancaman IMF dan memburuknya minat ekonomi di Krui untuk Soeharto

dan para pendukungnya juga merupakan faktor yang sangat penting

Semenjak saat itu, pembangunan dari daerah dimulai. Berbagai

macam lembaga dan lsm mulai bergerak untuk ikut berpartisipasi dalam

melakukan pembangunan. Pembangunan baik dalam pengelolaan

sumber daya alam maupun yang lainnya.

2.3.3 Konsep Co-management

Grazia Borrini Feyerabend, dkk. (2007) menjelaskan secara

gamblang tentang konsep co-management yang digunakan untuk

melihat, memahami dan mempraktekkan suatu pengelolaan kolaboratif.

Beberapa konsep co-management tersebut yaitu:

- Pendekatan majemuk untuk mengelola sumber daya alam (SDA),

menggabungkan berbagai mitra dalam berbagai peran, umumnya

sampai tujuan akhir pelestarian lingkungan hidup, berkelanjutan

dalam penggunaan SDA dan pembagian yang adil atas manfaat dan

tanggung jawab terkait sumber daya

- Proses politik dan kebudayaan yang : mencari keadilan sosial dan

"demokrasi" dalam pengelolaan sumber daya alam

- Sebuah proses yang memerlukan beberapa kondisi dasar untuk

dikembangkan, di antaranya adalah: akses penuh ke Informasi tentang

isu dan pilihan yang relevan, kebebasan dan kapasitas untuk

berorganisasi, kebebasan untuk mengungkapkan kebutuhan dan

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

56

keprihatinan, lingkungan sosial yang tidak diskriminatif, kemauan

mitra kerja untuk bernegosiasi, percaya diri dalam menghormati

kesepakatan, dll.

- Proses yang kompleks, seringkali panjang dan kadang-kadang

membingungkan, sering melibatkan perubahan, kejutan, terkadang

informasi yang kontradiktif, dan kebutuhan untuk menelusuri kembali

langkahnya sendiri

- Ekspresi masyarakat dewasa, yang mengerti bahwa tidak ada solusi

"unik dan obyektif" untuk mengelola sumber daya alam tapi, lebih

tepatnya, keragaman pilihan yang berbeda yang kompatibel dengan

pengetahuan asli dan ilmu ilmiah yang ampu memenuhi kebutuhan

konservasi dan pembangunan (dan itu juga ada banyak pilihan negatif

atau bencana bagi lingkungan dan pembangunan)

Grazia juga menjelaskan bahwa sejarah atas co-management

berakar pada dekade berbasis lapangan dan upaya teoritis oleh individu

dan kelompok yang terkait dengan:

- keadilan sosial dan keadilan;

- pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan;

- community based dan run community initiatives

Pelaksanaan co-management memiliki beberapa fase/tahapan

yang dilaksanakan oleh stakeholder. Adapun tiga fase utama dalam

proses co-management (Grazia, dkk, 2007) yaitu :

1. Mempersiapkan kemitraan (organizing)

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

57

2. Negosiasi rencana pengelolaan bersama dan kesepakatan

3. Melaksanakan dan merevisi rencana dan kesepakatan (learning by

doing)

Gambar 2.4 Skema Sistematis dalam Memahami Konsep, Pendekatan

dan Nilai dalam Proses Co-Management

Sumber : Grazia, dkk, (2007)

Gracia, et al (2007) menyatakan bahwa dalam praktik

pengelolaan kolaboratif setidak-tidaknya terdapat prinsip- prinsip

sebagai berikut:

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

58

a. Mengakui perbedaan nilai, kepentingan dan kepedulian para pihak

yang terlibat dalam mengelola wilayah atau kesatuan sumber daya

alam, baik di luar maupun di dalam komunitas lokal.

b. Terbuka bagi berbagai model hak pengelolaan sumber daya alam

selain pengelolaan yang secara legal telah ada dimiliki pemerintah

atau pihak.

c. Mengusahakan terciptanya transparansi dan kesetaraan dalam

pengelolaan sumber daya alam

d. Memperkenankan masyarakat sipil untuk mendapatkan peranan dan

tanggung-jawab yang lebih punya arti

e. Mendayagunakan dengan saling memperkuat kapasitas dan

keunggulan komparatif dari berbagai aktor kelembagaan yang

terlibat. Menghubungkan keterkaitan hak dengan tanggung-jawab

dalam konteks pengelolaan sumber daya alam

f. Lebih menghargai dan mementingkan proses ketimbang hasil

produk fisik jangka pendek

g. Meraih petikan pelajaran melalui kaji ulang terus menerus dan

perbaikan pengelolaan sumber daya alam

Tadjudin (2009) menyebutkan bahwa hal yang penting dalam

manajemen kolaboratif adalah bahwa masyarakat dilibatkan secara aktif

dalam seluruh daur kegiatan. Hak-hak masyarakat dihargai dalam setiap

proses pengambilan keputusan, sehingga dapat diperoleh rumusan

terbaik cara pengelolaan sumberdaya hutan.

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

59

Adapun konsep yang digunakan untuk pendekatan dalam

memahami dan mempraktekkan co-management yaitu managemen

adaptif, kemajemukan, pemerintahan, patrimoni, pengelolaan konflik,

dan komunikasi sosial.

a. Manajemen adaptif

Pendekatan pengelolaan adaptif didasarkan pada temuan

ilmiah tentang ekosistem alami dan pengalaman berbasis lapangan

yang diperoleh di beberapa lingkungan. Hal ini menyebabkan

mengakui kurangnya pengetahuan pasti dan definitif tentang

bagaimana ekosistem bekerja, dan ketidakpastian yang

mendominasi interaksi kita dengan mereka. Prinsip utama

manajemen adaptif adalah sikap terbuka, investigatif dan analitis.

Aktivitas pengelolaan sumber daya alam adaptif menyatakan secara

eksplisit apa yang ingin dicapai, menentukan indikator dan metode

pemantauan dan evaluasi serta dimodifikasi saat pembelajaran

dilanjutkan (lihat Holling 1978, dan Wilston 1986).

Unsur Dasar Pengelolaan Adaptif, diantaranya yaitu :

• Tujuan pengelolaan sumber daya alam eksplisit dan hipotesis

eksplisit tentang bagaimana pencapaiannya (termasuk indikator

pemantauan),

• pengumpulan data yang cepat (indikator pemantauan),

• evaluasi data monitoring dan hasil pengelolaan sumber daya yang

sedang berjalan,

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

60

• Perubahan yang koheren dalam latihan pengelolaan sumber daya

sesuai dengan hasil yang diperoleh dan pelajaran yang dipetik.

b. Kemajemukan

Pendekatan pluralis berfokus pada pengenalan, pengakuan dan

keterlibatan berbagai aktor, minat, perhatian dan nilai-nilai yang ada

dalam masyarakat manapun yang berkaitan dengan hampir semua

subjek. Khususnya:

- Ada berbagai kategori aktor sosial - misalnya kelompok

pemerintah dan non-pemerintah, kelompok dan perorangan,

masyarakat lokal dan pihak luar dengan hak atas sumber daya lokal

yang memiliki kapasitas pelengkap penting untuk pengelolaan

sumber daya alam.

- Masyarakat adalah aktor sosial dalam diri mereka sendiri dan

menyediakan unit identitas, integrasi dan pertahanan yang paling

alami dan efektif bagi banyak kelompok dan individu yang kurang

beruntung (lihat Farvar, 1999). Namun, masyarakat bukanlah

entitas yang homogen, dan subdivisi internal mereka harus diakui.

Dengan kata lain, sambil menjaga kohesi dan identitas dasar

mereka, sejumlah nilai, kepentingan dan keprihatinan harus diakui

di dalam komunitas lokal manapun (lihat Agrawal, 1997).

Banyaknya pandangan dan suara dalam proses negosiasi

adalah kondisi awal yang mendasar untuk keadilan dan keadilan.

Namun, tidak mengikuti dari sini bahwa semua pandangan dan suara

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

61

sama, bahwa mereka semua memiliki bobot yang sama atau sama-

sama berhak berpartisipasi dalam negosiasi rencana pengelolaan

bersama dan kesepakatan.

c. Pemerintahan

Tata pemerintahan yang baik bergantung pada legitimasi

sistem politik dan atas rasa hormat yang ditunjukkan oleh

masyarakat atas institusi-institusinya. Hal ini juga tergantung pada

kapasitas institusi tersebut untuk menanggapi masalah, dan untuk

mencapai konsensus sosial melalui kesepakatan dan kompromi.

Pemerintahan:

- bukanlah sistem peraturan atau aktivitas; Itu adalah sebuah proses

- tidak didasarkan pada dominasi namun berkompromi

- melibatkan aktor swasta dan publik

- tidak harus diformalkan, dan umumnya didasarkan pada interaksi

yang sedang berlangsung (Smouts, 1998)

d. Patrimoni

Patrimoni merupakan kompendium semua unsur material

dan immaterial yang membantu memelihara dan mengembangkan

identitas dan otonomi pemiliknya, melalui ruang dan waktu, dengan

menyesuaikan diri dengan konteks evolusionernya (Ollagnon,

1991). Representasi patrimonial suatu wilayah, wilayah atau

kumpulan sumber daya.

- Menghubungkan pimpinan masa lalu, sekarang dan masa depan;

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

62

- Berfokus pada kewajiban pemilik lebih dari pada hak pemilik;

- Mempromosikan visi bersama tentang keberlanjutan yang

memihak pada kebutuhan dan pendapat berbagai aktor.

e. Pengelolaan konflik

Manajemen konflik adalah proses tanpa kekerasan yang

mendorong dialog dan negosiasi. Co-management membimbing

konflik menuju hasil yang konstruktif dan bukannya destruktif.

Ini berarti :

- mengurus perselisihan sebelum menimbulkan permusuhan

- membantu aktor institusi untuk mengeksplorasi beragam pilihan

untuk kesepakatan dan kemudian memilih opsi yang dapat dimiliki

setiap orang

- Mengakui dan mengintervensi penyebab konflik yang mendasar,

dengan maksud untuk mencegahnya di masa depan

Proses manajemen konflik yang modern cukup dekat dengan

proses yang digunakan untuk menegosiasikan kesepakatan

pengelolaan bersama; Keduanya mengungkapkan nilai yang sama

(dialog, transparansi, pluralisme, keadilan, dll.), Memiliki unsur

utama yang sama dan dapat difasilitasi dengan cara yang sama.

Konstituen utama dalam pendekatan manajemen konflik

modern diantaranya yaitu:

- aktor sosial yang bersangkutan

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

63

- area minat yang sama dan beberapa titik konflik (perbedaan nilai,

minat, dan kebutuhan berbagai aktor yang terlibat)

- sebuah forum untuk negosiasi dan beberapa peraturan dasar yang

menyediakan kerangka bagi aktor yang bersangkutan untuk

bertemu dan mendiskusikan masalah bersama

- beberapa data yang dapat diandalkan mengenai titik-titik konflik

- berbagai pilihan tindakan yang ditimbulkan oleh aktor yang

bersangkutan dan dibahas di antara mereka sendiri

- kesepakatan tertulis pada salah satu opsi ini

- legitimasi kesepakatan

- pelaksanaan kesepakatan

f. Komunikasi sosial

Co-management yang di dalamnya memuat komuniasi

sosial, dilakukan oleh orang-orang yang membawa pembangunan

dan pengelolaan sumber daya alam. Tidak ada perubahan yang lebih

baik tanpa melibatkan orang-orang tersebut, memobilisasi kapasitas

dan energi serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

mereka. Komunikasi melayani semua dimensi manusia dan sangat

penting untuk aktivitas apa pun, dimana partisipasi masyarakat lokal

dipertimbangkan dan dicari. Selain itu, komunikasi yang efektif

umumnya memiliki efek pribadi yang luar biasa, seperti

meningkatkan moral, meningkatkan rasa, nilai dan martabat

seseorang, serta dapat menunjukkan solidaritas dan kolaborasi

sosial.

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

64

Komunikasi bisa bersifat pribadi (satu lawan satu), antar

pribadi (di antara beberapa individu) dan sosial (bila melibatkan

kelompok sosial, seperti masyarakat setempat). Komunikasi sosial

untuk inisiatif pengelolaan bersama adalah tentang pengambilan

keputusan berdasarkan informasi di masyarakat, yaitu membina

pembagian informasi dan diskusi tentang masalah, peluang dan

pilihan tindakan alternatif. Ini adalah fenomena umum yang

kompleks, termasuk berbagai jalan, dari dialog satu lawan satu dan

pertemuan kelompok (yaitu aspek pribadi dan interpersonal)

terhadap penggunaan media massa seperti radio, TV atau Internet.

2.3.4 Co-management Pengelolaan Sumber Daya Alam

Pengelolaan sumber daya alam sangat penting untuk

dilaksanakan oleh setiap manusia, karena hal tersebut mempengaruhi

kehidupan masyarakat. Begitupun pengelolaan sumber daya alam juga

ditentukan oleh struktur sosial dan sistem sosial yang berlaku di di

masyarakat. Thomas F. Homer Dixon (1999) dalam Rachmad (2013)

menyatakan bahwa konflik, ketengangan dan damai yang terjadi di

masyarakat tergantung kondisi lingkungan dan pendekatan ekonomi

politik yang dilakukan negara. Pengelolaan sumber daya alam secara

sentralistik rentan menyebabkan konflik, sedangkan desentralisasi

mampu mengurangi konflik.

Co-management merupakan konsep pengelolaan sumber daya

alam tanpa kritik. Namun co-management sebagai salah satu konsep

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

65

dimana mampu mengurangi atau meminimalisir konflik yang terjadi

antar stakeholder. Model co-management yang menekankan kemitraan

antara stakeholder menekankan adanya negoisasi kolektif, persetujuan,

penjaminan dan pelaksanaan pembagian fungsi manajemen,

keuntungan dan tanggung jawab secara adil sumber daya alam tertentu.

Carlsson & Barkes (2005) dalam Rachmad (2013) menjelaskan

tentang tiga perspektif untuk melihat co-management, yaitu: 1) co-

management sebagai sistem pertukaran; 2) co-management sebagai

jaringan dan; 3) co-management sebagai tata kelola pemerintahan

(governance).

a. Co-management sebagai sistem pertukaran

Co-management sebagai sistem pertukaran merupakan salah

satu jenis co-management yang berkembang, meliputi co-

management sebagai sistem pertukaran, co-management sebagai

organisasi yang bergabung, co-management sebagai sistem yang

bertempat di negara (co-management as state nested system) dan

co-management sebagai sistem yang bertempat pada komunitas.

Gambar 2.5 Co-management sebagai sistem pertukaran

chgjhgg C S

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

66

Pada gambar diatas menunjukkan co-management merupakan

hubungan antar wilayah dominasi terpisah (komunitas dan negara),

namun bersahabat satu dengan yang lain. Hubungan ini menunjukkan

bahwa stakeholder melakukan perubahan-perubahan melalui

pertukaran seperti informasi, barang dan jasa. State (S) tidak

dibedakan apakah pemerintah lokal, regional maupun nasional,

sedangkan community (C)

1. Co-management sebagai Organisasi yang Bergabung

Co-management sebagai organisasi yang bergabung merupakan

konsep co-management dimana antara community dan state

melakukan penggabungan baik itu saling tumpang tindih maupun

saling menangkap.

Gambar 2.6 Co-management sebagai Organisasi yang Bergabung

Co-management yang dapat digambarkan dari konsep tersebut

merupakan pembentukan arena formal untuk kerja sama, yang

biasanya membentuk organisasi non-pemerintah dimana batasan

antaraktor menjadi tidak jelas.

chgjhgg chgjhgg C S

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

67

Gambar 2.7 Co-management sebagai Sistem yang Bertempat

Pada Negara

Co-management jenis ini merupakan gamabaran umum dimana

S memegang semua hak legal wilayah tertentu yang merupakan

tempat sumber daya yang dikelola bersama. C dipercayai dengan

pemberian hak mengelola, tetapi kepemilikan sumber daya tetap pada

negara. C membentuk unit organisasional independen yang memiliki

tingkat kebebasan tertentu.

Gambar 2.8 Co-management sebagai Sistem yang

Bertempat Pada Komunitas

Co-management tersebut berbanding terbalik dengan co-

management sebelumnya. Negara beroperasi dalam wilayah non-

publik dan pengguna sumber daya menggunakan semua hak legal

berhubungan dengan wilayah atau sistem sumber daya. Negara

membentuk instansi untuk mengatur dan melakukan koordinasi. Pada

praktiknya, tidak ada bentuk co-management yang mendasarkan pada

chgjhgg chgjhgg C S

chgjhgg chgjhgg S C

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

68

satu model saja. Yang banyak terjadi di lapangan adalah model

kombinasi yang menggabungkan lebih dari satu. Hal tersebut

disebabkan karena banyak variasi hubungan yang di dalamnya juga

terdapat perkembangan fase-fase tertentu yang membuat model-

model menjadi semakin dinamis/berubah.

b. Co-management sebagai Jaringan

Konsep co-management ini merupakan konsep dimana negara

terfragmentasi dan memiliki banyak lebih dari satu wajah dan memilik

banyak otoritas. Kemudian agen-agen yang bergabung dengan

kelompok-kelompok berbeda. Dari agen-agen yang tergabung

memiliki fungsi dalam sistem sumber daya yang berhubungan dengan

negara. Disini negara sebagai kesatua, bukan melihat sebagai struktur

ataupun fungsi. Dengan demikian co-management dilihat sebgai

jaringan hubungan dan perjanjian yang kompleks terhubung dengan

bagian-bagian pelaku sektor publik yang berbeda dalam wilayah yang

sama atau sistem sumber daya yang sama.

Jaringan sosial yang terbentuk pada konsep ini menunjukkab

vahwa kegiatan-kegiatan bagian yang berbeda secara formal dapat

dikoordinasikan pihak ketiga. Dalam co-management terdapat lebih

dari satu jaringan sosial. Jaringan sosial terdiri dari lapisan lapisan dan

jaringan lokal terintegrasi dalam jaringan yang lebih besar (baik

regional maupun nasional. Co-management akan mencapai

keberhasilan bergantung seberapa jauh jaringan sosial menjalankan

fungsi informatif, koordinatif, katalisator dan akses.

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengelolaan ...eprints.umm.ac.id/44258/3/jiptummpp-gdl-sucirahmac-53158-3-babii.… · 2.1.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan

69

c. Co-management dilihat sebagai Tata Kelola Pemerintahan

Konsep co-management ini merupakan konsep dimana tata

kelola pemerintahan (governance) merupakan konsep netral yang

terdiri dair mekanisme-mekanisme, proses-proses, hubungan-

hubungan dan lembaga-lembaga lewat mana warga dan kelompok-

kelompok mengartikulasikan kepentingan-kepentingan mereka,

menggunakan hak dan kewajiban dan mendamaikan perbedaan-

perbedaan.

Berbagai keberhasilan dari pelaksanaan konsep co-management

dalam pengelolaan sumber daya alam merupakan salah satu penunjuk bagi

stakeholder. Walaupun co-management merupakan konsep yang tidak cacat

dari kritik, namun co-management adalah salah satu strategi yang mampu

untuk meminimalisir berbagai permasalahan pengelolaan sumber daya alam

bersama, termasuk konflik antar stakeholder. Dengan model co-

management pembangunan lebih egaliter, demokratis dan memperhatikan

kepentingan semua pihak yang terlibat dalam pembangunan. Model ini bisa

menjadi bagian dari resolusi konflik sebab pada saat konflik atau sengketa

semakin menguat, masing-masing pihak memiliki wadah untuk melakukan

akomodasi dengan mengendurkan kepentingan masing-masing. Untuk

mencapai harapan dan tujuan di atas dibutuhkan proses yang memakan

waktu panjang. Kesediaan belajar dan sharing pengalaman dari semua

stakehokder akan membuat pengelolaan kolaboratif yang mendorong

proses-proses ini dapat dijalankan dengan baik.