38
7 BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Landasan Teoritis 1.1.1 Pajak 1.1.1.1 Pengertian Pajak Menurut pasal 4 ayat 1 Undang undang No. 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat di pakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Menurut Mardiasmo (2016:1) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengertian pajak menurut Andriani (2016:2) adalah iuran kepada Negara yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan mendapat prestasi kembali, yang langsung ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintah.

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

7

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

1.1 Landasan Teoritis

1.1.1 Pajak

1.1.1.1 Pengertian Pajak

Menurut pasal 4 ayat 1 Undang – undang No. 36 Tahun 2008 disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari

Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat di pakai untuk konsumsi atau

untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan

dalam bentuk apapun.

Menurut Mardiasmo (2016:1) “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas

negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Pengertian pajak menurut Andriani (2016:2) adalah iuran kepada Negara

yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut

peraturan, dengan mendapat prestasi kembali, yang langsung ditunjuk dan yang

gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas

negara untuk menyelenggarakan pemerintah.

Page 2: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

8

Sedangkan menurut Resmi (2014:1), pajak sebagai suatu kewajiban

menyerahkan sebagian dari kekayaan kekas negara yang disebabkan suatu

keadaan , kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi

bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta

dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung,

untuk memelihara kesejahteraan umum.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) “ Pajak adalah kontribusi

wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”.

Jadi berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan pengertian pajak

penghasilan adalah suatu pungutan atau iuran resmi yang ditujukan kepada

masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterimanya dalam

tahun pajak yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum berhubungan dengan tugas negara. Pajak dipungut berdasarkan undang-

undang serta aturan pelaksanaannya yang bersifat dapat dipaksakan. Dalam hal

pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan kontraprestasi individual oleh

pemerintah.

Page 3: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

9

2.1.1.2 Fungsi, Syarat, dan Tata Cara Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2016:1-2) Ada dua fungsi pajak yaitu sebagai

berikut:

1. Fungsi Budgeter

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya.

2. Fungsi Mengatur (Regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan

pemerintah dibidang social dan ekonomi.

Selain itu Mardiasmo (2016:2) juga menyebutkan bahwa, agar

pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, pemungutan

pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.

Mardiasmo (2016:6-7) juga menyebutkan, tata cara pemungutan pajak

dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel sebagai berikut:

1. Stelsel Nyata (Riel Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata),

sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,

yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.

2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh

undang-undang.

3. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel

anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu

anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan

dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut

kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib

Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya

dapat diminta kembali.

Page 4: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

10

2.1.1.3 Pengelompokan dan Sistem Pemungutan Pajak

Pengelompokkan pajak menurut Mardiasmo (2016:5) dikelompokkan

dalam tiga tinjauan, yaitu :

1. Menurut golongannya :

a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak

dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan

atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut sifatnya :

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh : Pajak Penghasilan

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri wajib pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang

mewah.

3. Menurut lembaga pemungutnya :

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan,dan Bea

Meterai.

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak Daerah terdiri atas :

(1) Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak

Bahan Bakar kendaraan Bermotor.

(2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan

Pajak Hiburan.

Menurut Resmi (2014:7), terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat

dikelompokan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut

sifat, dan menurut lembaga pemungutnya yaitu akan dijabarkan seperi dibawah

ini:

1. Menurut Golongan

Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu :

1. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri

oleh Wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada

Page 5: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

11

orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang

bersangkutan, misalnya pajak penghasilan (PPh).

2. Pajak Tidak Langsung

Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada

orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat

suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan

terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa,

misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Menurut Sifat

Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu :

a. Pajak Subjektif

Pajak Subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan

keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan

keadaan subjeknya, misalnya Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Objekif

Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan

objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan , atau peristiwa yang

mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa peristiwa

yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa

memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun

tempat tinggal, misalnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB).

3. Menurut Lembaga Pemungut

Pajak dikelompokan menjadi dua, yaitu :

a. Pajak Negara (Pajak Pusat)

Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada

umumnya, misalnya PPh, PPN dan PPnBM.

b. Pajak Daerah

Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik

daerah tingkat 1 (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak

kabupaten /kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah

masing – masing, misalnya Pajak kendaraan bermotor, pajak hotel,

pajak restoran, pajak air tanah, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan.

Page 6: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

12

Selain itu, menurut Mardiasmo (2016:7) terdapat 3 (tiga) sistem

pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah, yaitu :

1. Official Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak

yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

b. Wajib pajak bersifat pasif.

c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

fiskus.

2. Self Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya

pajak yang terutang.

Ciri-cirinya :

a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib

Pajak sendiri.

b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.

c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. With Holding System, adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang

bersangkutan ) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh

Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada

pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

Resmi ( 2014:11) Dalam memungut pajak dikenal 3 sistem pemungutan

pajak yaitu:

1. Offocial Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan

untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai

dengan peraturan perundang – undangan perpajakan yang berlaku. Dalam

sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak

sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian,

berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung

pada aparatur perpajakan (peranan dominan ada pada aparatur perpajakan).

2. Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak dalam

menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesui

dengan peraturan perundang – undangan perpajakan yang berlaku. Dalam

Page 7: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

13

sistem ini, inisiatif sera kegiatan menghitung dan memungut pajak

sepenuhnya berada ditangan wajib pajak. Wajib Pajak dianggap mampu

menghitung pajak, mampu memahami undang – undang perpajakan yang

sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta meyadari akan

arti pentingnya membayar pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi

kepercayaan untuk :

a. Menghitung sendiri pajak yang terutang;

b. Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;

c. Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;

d. Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang;

e. Mempertanggungjawabkan pajak yang teruang.

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak

banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada

Wajib Pajak).

3. With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga

yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib

Pajak sesuai dengan peraturan perundang perpajakan yang berlaku.

Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang –

undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk

memotong dan memungut pajak, menyetor, dan mempertanggung jawabkan

memlalui sarana perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya

pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang

ditunjuk.

2.1.1.4 Tarif Pajak

Menurut Suparmono (2016:7), Tarif pajak digunakan dalam perhitungan

besarnya pajak terutang. Dengan kata lain, tarif pajak merupakan tarif yang

digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. Secara umum,

tarif pajak dinyatakan dalam bentuk persentase. Tarif pajak terdiri dari :

1. Tarif pajak proporsional/sebanding

Adalah persentase pengenaan pajak yang tetap atas berapa pun dasar

pengenaan pajaknya. Contohnya, PPN akan dikenakan tarif sebesarnya 10%

atas berapa pun penyerahan barang/jasa kena pajak.

2. Tarif pajak tetap

Adalah jumlah nominal pajak yang tetap terhadap berapa pun yang menjadi

dasar pengenaan pajak. Contohnya, tarif atas bea materai.

Page 8: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

14

3. Tarif pajak degresif

Adalah persentase pajak yang menurun seiring dengan peningkatan dasar

pengenaan pajaknya.

4. Tarif Pajak Progresif

Adalah presentase pajak yang bertambah seiring dengan peningkatan dasar

pengenaan pajaknya. Contohnya, Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak

Orang Pribadi, setiap terjadi peningkatan pendapatan dalam level tertentu

maka tarif yang dikenakan juga akan meningkat.

2.1.2 Pajak Pertambahan Nilai

Secara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari dua komponen yaitu

Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Menurut UU PPN No. 42 tahun 2009 Pasal 1 ayat

24 dan 25 mengatakan bahwa Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang

seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena

Pajak dan/atau Penerimaan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak

tidak berwujud dari luar lingkungan PT. Pasha Jaya Banda Aceh dan/atau impor

Barang Kena Pajak, sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang

wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena

Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor barang Kena Pajak Berwujud, ekspor

Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak”.

2.1.2.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2015:231) “Pajak Pertambahan Nilai adalah

Pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang timbul

akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan dalam

menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau

pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. Pajak Pertambahan Nilai

merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. hal ini disebabkan karena Pajak

Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat

dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk

meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan

Page 9: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

15

pajak. Menurut Waluyo (2016:2) “Pajak Pertambahan Nilai (baik barang ataupun

jasa) adalah Pajak dikenakan atas konsumsi didalam negeri (didalam pabean) baik

konsumsi barang maupun Konsumsi jasa”.

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut Mardiasmo (2016:270)

“Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan

nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Subjek

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu orang

pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan

barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,

memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Lingkungan PT. Pasha Jaya Banda

Aceh, yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa

kena pajak di dalam Lingkungan PT. Pasha Jaya Banda Aceh dan atau melakukan

ekspor barang kena pajak, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang

memilih untuk ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak”.

Dari Pengertian tersebut, maka pengertian Pajak Pertambahan Nilai menurut

penulis adalah pajak tidak langsung yang dikenakan pada setiap pertambahaan nilai

atau transaksi penyerahan barang dan atau jasa kena pajak dalam

pendistribusiannya dari produsen dan konsumen dalam lingkungan PT. Pasha Jaya

Banda Aceh. Dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya adalah

untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi,

yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen. Pajak ini

dikenakan kepada pengusaha yang menyerahkan barang atau jasa kepada

Page 10: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

16

konsumen, sehingga pengusaha yang menyerahkan barang atau jasa akan

memperhitungkan pajaknya di dalam harga jualnya.

Menurut UU Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 pasal 1 angka (3)

barang kena pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat

berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak

berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang.

2.1.2.2 Dasar Hukum

Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu berlakunya UU Pajak

Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas UU No. 8

Tahun 1983 kemudian diubah menjadi UU No. 11 Tahun 1994, dan yang terakhir

diubah lagi dengan UU No. 18 Tahun 2000 tentang pajak pertambahan nilai (PPN)

barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah. Aturan pelaksanaan

terakhir diatur pada UU Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009.

2.1.2.3 Karakter Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai No. 42 Tahun 2009 pasal

1angka (6) JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatanatau

perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas ataumemberi

kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yangdilakukan untuk

menghasilkan barang karena pesanan dan bahan danpetunjuk pemesan. Menurut

Rahayu (2015:2), karakteristik Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut:

Page 11: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

17

1. Pajak Tidak Langsung

Secara ekonomis beban Pajak Pertambahan Nilai dapat dialihkan kepada pihak

lain. Tanggung jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang

menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung beban pajak

berada pada penanggung pajak (pihak yang memikul beban pajak).

2. Pajak Objektif

Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek

pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak dipertimbangkan.

3. Multi-Stage Tax

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai

jalur produksi dan distribusi (dari pabrikan sampai ke peritel).

4. Non Kumulatif

Pajak Pertambahan Nilai tidak bersifat kumulatif (nonkumulatif) meskipun

memiliki karakteristik multistage tax, karena Pajak Pertambahan Nilai

mengenal adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan. Oleh karena itu,

Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar bukan unsur dari harga barang dan jasa.

5. Tarif Tunggal

Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia hanya mengenal satu jenis tarif (single

tarif), yaitu 10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0% untuk ekspor Barang

Kena Pajak.

6. Credit Method / Invoice Method / Indirect substruction Method

Metode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang diperoleh dari

hasil pengurangan pajak yang dipungut atau dikenakan pada saat penyerahan

Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak yang disebut Pajak Keluaran (output tax)

dengan pajak yang dibayar pada saat pembelian barang atau penerimaan jasa

yang disebut Pajak Masukan (input tax).

7. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri

Atas impor Barang Kena Pajak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sedangkan

atas ekspor Barang Kena Pajak tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan (destination principle), yaitu

pajak dikenakan ditempat barang atau jasa akan dikonsumsi.

8. Consumption Type Value Added Tax (VAT)

Dalam Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia, Pajak Masukan atas pembelian

dan pemeliharaan barang modal dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang

dipungut atas penyerahan barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak.

Page 12: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

18

2.1.2.4 Subjek Pajak Pertambahan Nilai

Adapun subjek pajak pertambahan nilai adalah sebagai berikut (Rahayu,

2015:7):

1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

penyerahan Jasa Kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-

Undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk Pengusaha Kecil. Pengusaha

dikatakan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila melakukan penyerahan

Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto melebihi

Rp.600.000.000,- dalam satu bulan dan/atau Rp.4.800.000.000,- dalam satu

tahun. Yang termasuk dalam Pengusaha Kena Pajak adalah sebagai berikut :

a. Pabrikan atau produsen;

b. Importir;

c. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewah dengan pabrikan atau

importir;

d. Agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importir;

e. Pemegang hak paten atau merk dagang Barang Kena Pajak;

f. Pedagang besar (Distributor);

g. Pengusaha yang melakukan hubungan penyerahan dengan barang;

h. Pedagang eceran (peritel). 2. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

pajak. Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku

melakukan penyerahan Barang Kena pajak / jasa Kena Pajak dengan jumlah

peredaran bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah)

dalam satu bulan. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban

sebagaimana halnya Pengusaha Kena Pajak. 3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak / Jasa Kena

Pajak. 4. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri

dengan persyaratan tertentu. Orang pribadi atau badan yang melakukan

pembangunan rumahnya sendiri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Luas bangunan lebih atau sama dengan 200 meter persegi

b. Bangunan diperuntukan sebagai tempat tinggal atau tempat usaha

c. Bangunan bersifat permanen

d. Tidak dibangun dalam lingkungan real estate

e. Pembangunan dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau

pekerjaan.

Page 13: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

19

5. Pemungutan pajak oleh pemerintah.

Pemungutan pajak yang ditunjukkan oleh pemerintah terdiri atas Kantor

Perbendaharaan Negara Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah termasuk

Bendaharawan Proyek.

2.1.2.5 Objek Pajak Pertambahan Nilai

Sesuai dengan pasal 4, pasal 16C, dan Pasal 16D Undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas (Rahayu, 2015:6):

1. Penyerahan Barang kena Pajak didalam daerah pabean yang dilakukan oleh

pengusaha kena pajak.

2. Impor Barang Kena Pajak.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam daerah pabean oleh

Pengusaha Kena Pajak..

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean.

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean.

6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau

pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau

digunakan pihak lain.

8. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula

aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada

saat perolehannya dapat dikreditkan.

2.1.2.6 Penyerahan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 42 tahun 2009

penyerahan tidak terutang pajak pertambahan nilai adapun sebagai berikut Resmi

(2015:15):

1. Jenis barang yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai.

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil lansung

dari sumbernya, meliputi:

(1) Minyak mentah;

(2) Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap

dikonsumsi langsung oleh masyarakat;

Page 14: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

20

(3) Panas bumi,

(4) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu

permata, bentofit, felpar (feldspar), garam batu (halite), grafit,

granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer,

nitrat, opsiden, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat

(phosphate), talk, tanah scrap (full earth), tanah diatome, tanah liat,

tawas (alum), tras yarosif, zeolite, basal dan trakkit;

(5) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara;

(6) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih

perak serta bijih bauksit.

b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat

banyak, meliputi:

(1) Beras;

(2) Gabah;

(3) Jagung;

(4) Sagu;

(5) Kedelai;

(6) Garam, baik yang beryodium maupun tidak beryodium;

(7) Daging, yaitu segar yang tanpa diolah namun telah melalui proses

disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas, atau

tidak dikemas, digarami, dikapuri, diasamkan, diawetkan, dengan cara

lain, dan/atau direbus;

(8) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan,

diasinkan, atau dikemas;

(9) Susu, yaiut susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan

maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan

lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;

(10) Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah

melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading

dan/atau dikemas atau tidak dikemas;

(11) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan,

dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang

dicacah.

c. Makanan dan minuman yang disajikan dihotel, restoran, rumah makan,

warung, dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang

dikonsumsi ditempat maupun tidak. Tidak termasuk makanan dan

minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.

d. Uang, emas batangan dan surat-surat berharga.

2. Jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

a. Jasa dibidang pelayanan medis, meliputi;

(1) Jasa dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi;

(2) Jasa dokter hewan;

(3) Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi dan

fisioterapi;

Page 15: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

21

(4) Jasa kebidanan dan dukun bayi;

(5) Jasa paramedis dan perawat;

(6) Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboraturium

kesehatan dan sanatorium;

(7) Jasa pisikolog dan psikiater; dan

(8) Jasa pengobatan alternative, termasuk yang dilakukan paranormal.

b. Jasa dibidang pelayanan sosial, meliputi:

(1) Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;

(2) Jasa pemadam kebakaran;

(3) Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;

(4) Jasa lembaga rehabilitasi;

(5) Jasa penyedia rumah duka dan jasa pemakaman, termasuk

krematorium; dan

(6) Jasa dibidang olahraga, kecuali yang bersifat komersial.

c. Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat

dengan menggunakan perangko temple dan menggunakan cara lain

pengganti perangko temple.

d. Jasa keuangan, meliputi:

(1) Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito

berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lain yang

dipersamakan dengan itu;

(2) Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana

kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi

maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

(3) Jasa pembiayaan termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,

berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang, usaha kartu

kredit, dan/atau pembiayaan konsumen;

(4) Jasa penyalur pinjaman atas dasar hokum gadai, termasuk gadai

syariah dan fidusia; dan

(5) Jasa pinjaman.

e. Jasa asuransi; jasa asuransi adalah jasa pertanggungan yang meliputi

asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi yang dilakukan oleh

perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa

penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi dan

konsultan asuransi.

f. Jasa keagamaan, meliputi:

(1) Jasa pelayanan rumah ibadah;

(2) Jasa pemberian khotbah atau dakwah;

(3) Jasa penyelenggaraan kegiatan dan;

(4) Jasa lainnya dibidang keagamaan.

Page 16: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

22

g. Jasa pendidikan, meliputi:

(1) Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa

penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan

luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan

akademik dan pendidikan profesional; dan;

(2) Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.

h. Jasa kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh

pekerja seni dan hiburan.

i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau

televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang bukan

bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.

j. Jasa angkutan umum didarat dan diair serta jasa angkutan udara dalam

negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan

udara luar negeri. Ketentuan tersebut ditegaskan dengan Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 bahwa:

(1) Penyerahan jasa angkutan umum diair dan didarat pada prinsipnya

tidak terutang pajak;

(2) Jasa angkutan umum didarat adalah angkutan umum dijalan dan

angkutan kereta api;

(3) Jasa angkutan umum diair adalah angkutan umum dilaut, sungai,

danau dan peyebrangan;

(4) Penyerahan yang terutang pajak pertambahan nilai adalah ada

perjanjian lisan atau tulisan, waktu dan/atau tempat pengangkutan

telah ditentukan sesuai dengan perjanjian, kenderaan angkutan

digunakan hanya untuk mengangkut muatan milik satu pihak dan/atau

untuk mengangkut orang, yang terikat perjanjian dengan pengusaha

angkutan umum dalam satu perjalanan atau trip.

(5) Tidak termasuk perjanjian adalah karcis, tiket, bill of lading (B/L),

konosemen, dokumen pengangkutan atau bukti pembayaran jasa.

k. Jasa tenaga kerja, meliputi:

(1) Jasa tenaga kerja;

(2) Jasa penyedia tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja

tidak bertanggung jawab atas hasil dari tenaga kerja tersebut dan;

(3) Jasa penyelenggara pelatihan bagi tenaga kerja.

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-05/PJ.53/2003 tentang

Penyerahan Jasa Dibidang Tenaga Kera yang Tidak Terutang Pajak

Pertambahan Nilai terdapat tambahan ketentuan sebagai berikut;

(1) Jasa tenaga kerja adalah jasa yang diserahkan oleh tenaga kerja kepada

pengguna jasa tenaga kerja dengan menerima imbalan dalam bentuk

gaji, upah, honorarium, tunjangan dan sejenisnya. Tenaga kerja

tersebut bertanggung jawab langsung kepada pengguna jasa tenaga

kerja atas tenaga kerja yang diserahkannya;

Page 17: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

23

(2) Jasa penyediaan tenaga kerja adalah jasa yang diserahkan oleh

pengusaha kepada pengguna tenaga kerja, dimana pengusaha

dimaksud semata-mata hanya menyerahkan jasa penyediaan tenaga

kerja. Penyediaan tenaga kerja dimaksud tidak terkait dengan

pemberian jasa kena pajak lainnya, seperti jasa teknik, manajemen,

konsultasi, pengurusan perusahaan, bongkar muat dan lain-lain;

(3) Penyerahan dibidang tenaga kerja selain yang telah disebutkan

dikenakan pajak pertambahan nilai termasuk outsourcing. Outsourcing

merupakan kegiatan memberikan jasa dalam suatu bidang usaha,

kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pemberi jasa

dengan disertai keterlibatan langsung tenaga kerja dalam

pelaksanaannya.

l. Jasa perhotelan, meliputi:

(1) Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya dihotel, rumah

penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan

kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan

(2) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan dihotel,

rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.

m. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan

pemerintah secara umum; meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh

instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), pemberian Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk

(KTP). Berdasarkan SE-54/PJ.53/2002, yang dimaksud dengan jasa yang

disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan

secara umum adalah semua jenis jasa yang berasal dari semua kegiatan

pelayanan yang hanya bias dilakukan oleh instansi pemerintah (meliputi

Departemen dan Lembaga Nondepartemen) dan tidak dapat dilakukan

dalam bentuk lain. Apabila jasa yang disediakan oleh instansi pemerintah

tersebut juga dapat dilakukan oleh bentuk usaha lain, maka jasa tersebut

dikenakan pajak pertambahan nilai, sepanjang tidak termasuk jasa yang

dibebaskan dari pajak pertambahan nilai.

n. Jasa penyediaan tempat parkir;

Merupakan jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik

tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan

dipungut bayaran.

o. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;

p. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos;

q. Jasa boga atau katering.

Page 18: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

24

2.1.2.7 Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 42 Tahun 2009 Pasal 7

tarif pajak pertambahan nilai sebagai berikut Resmi (2015:22):

1. Tarif PPN sebesar 10% (sepuluh persen)

Tarif 10% dikenakan atas setiap penyerahan barang kena pajak didalam daerah

pabean/impor barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak didalam

daerah pabean atau pemanfaatan jasa kena pajak barang tidak kena pajak tidak

berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean atau pemanfaatan jasa

kena pajak dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.

Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan

kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang menguubah

tarif PPN menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima

belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan tariff

dikemukakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pembahasan dan

penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

2. Tarif PPN sebesar 0% (nol persen)

Tarif 0% dikenakan atas ekspor barang kena pajak berwujud atau ekspor jasa

kena pajak. Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari

pengenaan pajak pertambahan nilai. Dengan demikian, pajak yang telah

dibayar untuk perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang

berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.

2.1.2.8 Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, Dasar Pengenaan Pajak

(DPP) pajak pertambahan nilai sebagai berikut:

1. Harga jual

Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta

oleh pengusaha karena penyerahan barang kena pajak, tidak termasuk pajak

pertambahan nilai yang dipungut berdasarkan Undang-undang pajak

pertambahan nilai dan potongan harga yang dicantumkan didalam faktur pajak.

Harga jual dapat diperoleh dengan menjumlahkan harga pembelian bahan baku,

bahan pembantu, alat-alat pelengkap lainnya ditambah dengan biaya-biaya

seperti penyusutan barang modal, bunga pinjaman dari bank, gaji dan upah

tenaga kerja, manajemenn serat laba usaha yang diharapkan.

2. Penggantian

Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta

oleh pemberi jasa karena penyeraha jasa kena pajak, tidak termasuk pajak

Page 19: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

25

pertambahan nilai dan potongan harga yang dicantumkan didalam faktur pajak.

Nilai penggantan merupakan taksiran biaya untuk mengganti biaya yang

dikeluarkan guna mendapatkan profesi, keterampilan dan pengalaman yang

memberikan kegiatan pelyanan dalam jasa tersebut. Jika nilai penggantian

menggunakan mata uang asing, maka harus dikonversi ke dalam mata uang

rupiah sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan mengenai kurs yang

berlaku pada saat itu.

3. Nilai impor

Nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah

pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan pabean untuk impor barang kena pajak, tidak termasuk

pajak pertambahan nilai yang dipungut berdasarkan undang-undang pajak

pertambahan nilai. Penentuan nilai impor barang kena pajak didasarkan pada

undang-undang pabean yang menggunakan dasar pengenaan bea masuk, yaitu

cost (harga faktur), insurance (biaya asuransi antar daerah pabean) dan freight

(ongkos angkut atau pengapalan antar daerah pabean) atau disingkat dengan

CIF (cost,insurance,freight). Formulasi menghitung nilai impor sebagai dasar

pengenaan pajak adalah:

Nilai Impor = CIF + Bea Masuk + Pungutan Lain yang sah

4. Nilai ekspor

Nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta

oleh eksportir. Nilai eksportir tercantum didalam dokumen tertentu yang dapat

dijadikan sebagai faktur pajak untuk ekspor, yaitu Pemberitahuan Ekspor

Barang (PEB), yang tidak difiat muat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Berapa pun nilai ekspor yang tercantum didalam dokumen ekspor (PEB), tidak

ada perhitungan pajak pertambahan nilai karena tariff pajak pertambahan nilai

untuk barang ekspor adalah 0% (nol persen). Dengan tariff 0% maka

pengusaha kena pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan

pembayaran (restitusi) pajak pertambahan nilai dalam rangka ekspor barang

kena pajak.

5. Nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak pertambahan nilai

Jumlah yang ditetapkan sebagai dasar pengenaan pajak. Berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor: 38/PMK.011/2013 nilai lain tersebut diuraikan

paada table 2.1 sebagai berikut:

Page 20: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

26

Table 2.1

Nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak

No Jenis Penyerahan Nilai lain sebagai Dasar

Pengenaan Pajak

1 Pemakaian sendiri barang kena pajak dan/atau jasa

kena pajak

Harga jual atau penggantian

setelah dikurangi laba kotor

2 Untuk pemberian cuma-cuma barang kena pajak dan/

atau jasa kena pajak

Harga jual atau penggantian

setelah dikurangi laba kotor

3 Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah

perkiraan

Harga jual rata-rata

4 Penyerahan film cerita (tidak termasuk film cerita

impor)

Perkiraan hasil rata-rata per

judul film

5 Penyerahan produk asli tembakau Harga jual eceran

6

Barang kena pajak berupa persediaan dan/atau aktiva

yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat

pembubaran perusahaan

Harga pasar wajar

7

Penyerahan barang kena pajak dari pusat ke cabang

atau sebaliknya dan/atau penyerahan barang kena

pajak antar cabang

Harga pokok penjualan atau

harga perolehan

8 Penyerhan barang kena pajak melalui pedagang

perantara

Harga yang disepakati antara

pedagang perantara dan pembeli

9 Penyerahan barang kena pajak melalui juru lelang Harga lelang

10

Penyerahan jasa pengiriman paket Sebesar 10% (sepuluh persen)

dari jumlah yang ditagih atau

jumlah yang seharusnya ditagih

11

Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro

parawisata

Sebesar 10% (sepuluh persen)

dari jumlah tagihan atau jumlah

yang seharusnya ditagih

12

Penyerahan emas perhiasan termasuk penyerahan jasa

perbaikan dan modifikasi emas perhiasan serta jasa-

jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasan

Sebesar 20% (dua puluh persen)

dari harga jual emas perhiasan

atau nilai penggantian

13

Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight

forwarding) yang didalam tagihan jasa pengurusan

transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight

charges)

Sebesar 10% (sepuluh persen)

dari jumlah yang ditagih atau

seharusnya ditagih

Page 21: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

27

Pajak masukan yang berhubungan dengan penyerahan berikut ini tidak dapat

dikreditkan Resmi (2015:24):

a. Penyerahan jasa pengiriman paket yang dilakukan oleh pengusaha jasa

pengiriman paket;

b. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata yang dilakukan oleh

pengusaha jasa biro perjalanan atau pengusaha jasa biro pariwisata;

c. Penyerhan emas perhiasana termasuk penyerahan jasa perbaikan dan

modifikasi emas perhiasan serta jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas

perhiasan, yang dilakukan oleh pengusaha pabrikan emas;

d. Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang didalam

tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi

(freight charges) yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengurusan transportasi.

2.1.2.9 Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai

Pajak pertambahan nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan

tarif dengan dasar pengenaan pajak. Perhitungan tersebut diformulasikan sebagai

berikut Resmi (2015:25):

PPN = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Perhitungan pajak pertambahan nilai dengan mekanisme kredit pajak

masukan dilakukan dengan pajak keluaran dikurangi pajak masukan. Selisih pajak

keluaran dan pajak masukan dinamakan pajak pertambahan nilai yang kurang atau

lebih disetor Resmi (2015:26).

1. Pajak keluaran

Pajak pertambahan nilai yang wajib dipungut oleh pengusaha kena pajak yang

melakukan penyerahan barang kena pajak, jasa kena pajak atau ekspor barang

kena pajak.

Pajak Keluaran = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Tarif pajak keluaran adalah sebesar 10% (sepuluh persen) untuk

penyerahan barang kena pajak didalam daerah pabean atau penyerahan jasa

kena pajak didalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak. Tarif 0% (nol

Page 22: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

28

persen) untuk ekspor barang kena pajak berwujud atau ekspor barang kena

pajak tidak berwujud atau ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

Dasar pengenaan berupa harga jual, penggantian atau nilai ekspor

sebelum dikalikan dengan tarif, dasar pengenaa pajak merupakan harga atau

nilai yang tidak termasuk pajak pertambahan nilai. Apabila dalam sebuah harga

atau nilai termasuk pajak pertambahan nilai, besarnya dasar pengenaan pajak

dihitung terlebih dahulu dengan formulasi berikut:

Pajak keluaran yang disertai dengan faktur pajak dilaporkan didalam

Surat Pemberitahuan (SPT) masa pajak pertambahan nilai pada Formulir 1111

A1 dan Formulir 1111 A2.

2. Pajak Masukan

Pajak pertambahan nilai yang dibayar oleh pengusaha kena pajak karena impor

barang kena pajak/perolehan barang kena pajak/penerimaan jasa kena

pajak/pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah

pabean/pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean.

Pajak Masukan = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Tarif pajak masukan adal 10% (sepuluh persen). Dasar pengenaan pajak

berupa nilai impor, harga beli (sama dengan harga jual bagi penjual), nilai

penggantian atau nilai lain. Pajak masukan dilaporkan didalam Surat

Pemberitahuan (SPT) masa pajak pertambahan nilai pada Formulir 1111 B1

atas impor barang kena pajak dan pemanfaatan barang kena pajak tidak

berwujud/jasa kena pajak dari luar daerah pabean. Pajak masukan yang dapat

dikreditkan atas perolehan barang kena pajak/jasa kena pajak dalam negeri

dilaporkan dalam Formulir 1111 B2, dan pajak masukan yang dapat

dikreditkan atau yang mendapat fasilitas dilaporkan dalam Formulir 1111 B3.

3. Pajak pertambahan nilai kurang atau lebih disetor

Pajak pertambahan nilai yang harus dibayar ke kas Negara dihitung

menggunakan indirect substruction method/cash method/invoice method

Sukardji:2009). Artinya pajak pertambahan nilai yang dipungut oleh pengusaha

kena pajak penjualan tidak secara otomatis wajib dibayarkan ke kas negara.

Pajak pertambahan nilai yang wajib dibayarkan ke kas negara merupakan pajak

pertambahan nilai yang dipungut oleh pengusaha kena pajak pada saat

melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak (disebut

pajak keluaran) dikurangi dengan pajak pertambahan nilai yang telah dibayar

oleh pengusaha kena pajak pada saat perolehan barang kena pajak dan/atau jasa

kena pajak (disebut pajak masukan).

Page 23: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

29

Pasal 9 undang-undang pajak pertambahan nilai menyebutkan bahwa

pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan dengan pajak

keluaran dalam masa pajak yang sama dengan disertai bukti berupa faktur

pajak. Pemungutan pajak pertambahan nilai tersebut dinamakan mekanisme

pengkreditan pajak masukan, yang diformulasikan sebagai berikut:

Keterangan :

a. Apabila pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, selisihnya dinamakan PPN kurang disetor;

b. Apabila pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan, selisihnya

dinamakan PPN lebih disetor;

c. Apabila pajak keluaran sama dengan pajak masukan, dinamakan nihil.

Pajak pertambahan nilai kurang disetor wajib dibayar oleh pengusaha

kena pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya sebelum penyampaian

Surat Pemberitahuan (SPT) masa pajak pertambahan nilai. Pajak pertambahan

nilai lebih disetor dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya atau

dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi) pada akhir tahun.

4. Restitusi

Kelebihan pembayaran pajak masukan dibandingkan pajak keluaran dapat

terjadi karena:

a. Jumlah pajak masukan lebih besar dari pada jumlah pajak keluaran dalam

suatu masa pajak karena:

(1) Pembelian barang kena pajak atau perolehan jasa kena pajak yang

dilakukan sebelum usaha dimulai atau usaha pada saat awal usaha

dimulai;

(2) Pengusaha kena pajak melakukan kegiatan ekspor barang kena pajak;

(3) Pengusaha kena pajak menyerahkan barang kena pajak dan/atau jasa

kena pajak sehubungan dengan proyek milik pemerintah yang dananya

berasal dari bantuan luar negeri baik berupa hibah maupun pinjaman;

(4) Pengusaha kena pajak penyerahan barang kena pajak untuk diolah

lebih lanjut atau bahan pengemas di kawasan berikat.

b. Kesalahan pemungutan pajak yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak.

Pengusaha kena pajak melakukan kesalahan memungut pajak dan pajak

yang salah dipungut tersebut telah dilaporkan melalui Surapt

Pemberitahuan (SPT) masa pajak pertambahan nilai. Didalam keadaan

seperti ini pengusaha kena pajak yang memungut pajak tersebut tidak

Page 24: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

30

dapat meminta kembali pajak yang salah dipungut. Namun, pajak yang

tersebut dapat diminta kembali oleh pihak terpungut sepanjang pajak yang

dibayar tersebut belum dikreditkan atau belum dibebankan sebagai biaya.

Pasal 9 ayat (4a) undang-undang pajak pertambahan nilai menyebutkan

bahwa apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang dikreditkan lebih

besar dari pada pajak keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang

dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Kelebihan pajak masukan juga

dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi) pada akhir tahun buku.

Dalam kondisi tertentu, kelebihan pajak masukan atas pajak keluaran dapat

diajukan permohonan pengembalian pada setiap masa pajak oleh:

a. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor barang kena pajak

berwujud;

b. Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak

dan/atau penyerahan jasa kena pajak kepada pemungut pajak pertambahan

nilai;

c. Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak

dan/atau penyerahan jasa kena pajak yang pajak pertambahan nilainya

tidak dipungut;

d. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor barang kena pajak tidak

berwujud;

e. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor jasa kena pajak tidak

berwujud;

f. Pengusaha kena pajak dalam tahap belum berproduksi.

Deasy (2009:26) menyatakan untuk menghitung besarnya pajak

pertambahan nilai yang terutang, dikenal 3 metode:

1. Addition method

Pada metode ini pajak pertambahan nilai terutang dihitung dari penjumlahan

seluruh unsur nilai tambaah dikalikan dengan tarif pajak pertambahan nilai

yang berlaku. Nilai tambah merupakan unsur yang paling penting dalam

mekanisme pemungutan pajak pertambahan nilai dalam metode ini. Nilai

tambah dapat dirimuskan dengan formulasi sebagai berikut:

Nilai tambah = Biaya produksi + Laba

Page 25: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

31

Kemudian besarnya pajak pertambahan nilai dapat diformulasikan sebagai

berikut:

PPN = Tarif (10%) x Nilai tambah

Pada metode ini disyaratkan bahwa setiap pengusaha kena pajak harus

mempunyai pembukuan yang tertib dan rinci atas semua biaya yang

dikeluarkan..

2. Substraction method

Pada metode ini pajak pertambahan nilai yang terutang dihitung dari tarif pajak

pertambahan nilai dikalikan dengan selisih harga jual barang dan harga beli

barang. Adapun perhitungan pajak pertambahan nilai yang terutang dapat

diformulasikan sebagai berikut:

PPN = Tarif (10%) x (Harga jual-Harga beli)

3. Credit method

Metode ini hamper sama dengan substraction method. Pada metode ini harus

mencari selisih antara pajak yang dibayar saaat pembelian (pajak masukan)

dengan pajak yang dipungut saat melakukan penjualan (pajak keluaran).

Adapun mekanisme perhitungannya sebagai berikut:

Harga jual xxx

Pajak Keluaran = Harga jual x 10% xxx

Harga beli xxx

Pajak Masukan = Harga beli x 10% xxx

PPN Terutang xxx

2.1.2.10 Faktur Pajak

Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena

pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan kena pajak

Resmi (2015:48).

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014

menetapkan pengusaha kena pajak wajib menerbitkan faktur pajak berbentuk

electronic atas brang kena pajak atau jasa kena pajak mulai tanggal 14 Juli 2016.

Page 26: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

32

Faktur pajak mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. Sebagai bukti pemungutan pajak pertambahan nilai yang dibuat oleh pengusaha

kena pajak atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, baik karena penyerahan

barang kena pajak atau jasa kena pajak maupun impor barang kena pajak.

2. Sebagai bukti pembayaran pajak pertambahan nilai yang telah dilakukan oleh

pemberli barang kena pajak atau pembeli jasa kena pajak kepada pengusaha kena

pajak atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

3. Sebagai sarana pengawasan kewajiban perpajakan.

Petunjuk pengisian faktur pajak yang sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak

Nomor PER 24/PJ/2012 sebagai berikut:

1. Kode dan nomor seri faktur pajak

2. Diisi dengan kode dan nomor seri faktur pajak yang telah diajukan

permohonanya disitem elektronik nomor faktur (e-nofa) yang bisa diakses

melalui laman https://efaktur.pajak.go.id/ ;

3. Identitas pengusaha kena pajak

Diisi dengan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

4. Pengisian tentang barang kena pajak atau jasa kena pajak yang diserahkan:

a. Nomor urut dari barang kena pajak atau jasa kena pajak;

b. Nama barang kena pajak atau jasa kena pajak yang diserahkan yang

menggambarkan keadaan sebenarnya atau sesungguhnya:

(1) Dalam hal diterima uang muka atau termin atau cicilan, kolom nama

barang atau jasa kena pajak dengan keterangan, minsalnya uang muka

atau termin atau angsuran atas pembelian barang atau jasa kena pajak;

(2) Dalam hal diketahui jumlah unit atau satuan tertentu lainnya, pengusaha

kena pajak harus menambahkan keterangan jumlah unit satuan tertentu

lainnya tersebut atas barang atau jasa kena pajak yang diserahkan.

c. Harga jual/penggantian/uang muka/termin:

(1) Diisi dengan harga jual atau penggantian atas barang atau jasa kena

pajak yang diserahkan sebelum dikurangi uang muka atau termin;

(2) Dalam hal diterima uang muka atau termin, maka yang menjadi dasar

perhitungan pajak pertambahan nilai adalah jumlah uang muka atau

termin yang bersangkutan;

(3) Dalam hal pembayaran harga jual / penggantian / uang muka / termin

dilakukan dengan mata uang asing, maka hanya baris dasar pengenaa

pajak dan PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak yang harus dikonversi

ke dalam mata uang rupiah menurut kurs Kementerian Keuangan;

(4) Dalam hal keterangan nama barang atau jasa kena pajak yang

diserahkan tidak dapat ditampung dalam satu faktur pajak maka

pengusaha kena pajak dapat membuat leboh dari 1 faktur pajak masing-

masing harus menggunakan kode, nomor seri, dan tanggal faktur pajak

yang sama serta ditanda tangani dan diberi nomor halaman pada setiap

lembarnya.

Page 27: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

33

d. Jumlah harga jual/penggantian/uang muka/termin diiisi dengan penjumlahan

dari angka-angka dalam kolom harga jual/penggantian/uang muka/termin;

e. Potongan harga diisi dengan total nilai potongan harga barang atau jasa kena

pajak yang diserahkan dalam hal terdapat potongan harga yang diberikan;

f. Uang muka yang telah diterima diisi dengan uang muka yang telah diterima

dari penyerahan barang atau jasa kena pajak;

g. Dasar pengenaan pajak diisi dengan jumlah harga jual / penggantian / uang

muka / termin dikurangi dengan potongan harga dan uang muka yang telah

diterima atau diisi dengan dasar pengrnaan pajak nilai lain sesuai dengan

ketentuan udang-undang pajak pertambahan nilai;

h. PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak diisi dengan jumlah pajak

pertambahan nilai yang terutang sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak;

i. Pajak penjualan atas barang mewah hanya diisi apabila ada penyerahan

barang atau jasa kena pajak yang tergolong mewah yaiut sebesar tarif pajak

pertambahan nilai atas barang mewah dikali dengan dasar pengenaan pajak

yang menjadi dasar perhitungan pajak penjualan atas barang mewah;

j. Tanggal diisi dengan tempat dan tanggal faktur pajak dibuat;

k. Nama dan tanda tangan diisi pengusaha kena pajak atau pejabat yang telah

ditunjuk oleh pengusaha kena pajak untuk menandatangani faktur pajak.

2.1.2.11 Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai

Penyetoran pajak pertambahan nilai oleh pengusaha kena pajak harus

dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan

sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) masa pajak pertambahan nilai disampaikan.

Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 05 /PJ/2017 tentang

pembayaran pajak secara elektronik menetapkan:

1. Untuk membayar atau menyetor Pajak Pertambahan Nilai menggunakan Surat

Setoran Elektronik (SSE) yang dapat diakses diaplikasi e-billing Direktorat

Jenderal Pajak;

2. Pembayaran atau penyetoran pajak secara elektronik melalui sistem e-billing

meliputi pembayaran dalam mata uang Rupiah dan Dollar Amerika serikat;

3. Transaksi pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan melaui:

a. Teller Bank/Pos Persepsi;

b. Anjungan Tunai Mandiri (ATM);

c. Internet Banking:

d. Mobile Banking:

e. Electronic Data Capture (EDC); atau

f. Sarana lainnya.

4. Atas pembayaran atau penyetoran pajak wajib pajak menerima Bukti Penerimaan

Negara (BPN) sebagai bukti penyetoran.

Page 28: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

34

5. Bukti Penerimaan Negara sekurang-kurangnya mencantumkan elemen-elemen

sebagai berikut:

a. NTPN;

b. NTB atau NTP;

c. Kode e-billing;

d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

e. Nama Wajib Pajak

f. Alamat Wajib Pajak, kecuali untuk Bukti Penerimaan Negara yang

diterbitkan melalui ATM dan EDC;

g. Nomor Objek Pajak (NOP) bila ada;

h. Kode Akun Pajak;

i. Masa pajak;

j. Tahun pajak;

k. Nomor ketetapan pajak, bila ada;

l. Uraian pembayaran, bila ada;

m. NPWP penyetor, bila ada;

n. Nama penyetor, bila ada;

o. Tanggal bayar; dan

p. Jumlah nominal pembayaran.

6. Kode e-billing berlaku selama 720 (tujuh ratus dua puluh) jam atau 30 x 24

(tiga puluh kali dua puluh empat) jam atau 30 hari sejak kode e-billing

diterbitkan.

2.1.2.12 Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

Menurut Suparmono (2016:9), Pemungut pajak pertambaan nilai wajib

melaporkan pajak pertambahan nilai yang telah disetor ke kas negara paling lama

akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Tata cara melaporkan SPT Masa

untuk masing-masing pemungut adalah sebagai berikut:

1. Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

a. Pelaporan dengan menggunakan formulir 1107 PUT.

b. Bendaharawan pemerintah dan KKPN harus tetap melaporkan formulir 1107

PUT apabila dalam satu bulan tidak terdapat pemungutan/penyetoran

(NIHIL).

c. Apabila Bank Pemerintah atau Bank Pembangunan Daerah bertindak

sebagai ―kasir‖ dari Bendahara Pemerintah (misalnya proyek inpres),

maka Faktur Pajak dan SSP diteruskan ke Bank yang bersangkutan melalui

Bendahar. Yang diwajibkan untuk memungut dan melapor adalah Bank

yang bersangkutan.

2. Kontraktor kontrak kerja sama pengusaha minyak dan gas bumi, dan kontraktor

atau pemegang kuasa /pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi.

Page 29: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

35

a. Pelaporan dengan menggunakan formulir 1107 PUT dan melampirkan

Faktur Pajak lemmbar ke 3 dan SSP lembar ke 5.

b. KKKS harus tetap melaporkan formulir 107 PUT apabila dalam satu bulan

tidak terdapat pemungutan/penyetoran (NIHIL)

3. Badan Usaha Milik Negara

a. Pelaporan dengan menggunakan formulir ―SPT Masa PPN bagi

Pemungutan PPN‖ (SPT 1107 PUT yang wajib disampaikan dalam bentuk

elektronik (e-SPT).

b. BUMN wajib melampirkan daftar nominative Faktur Pajak dan Surat

Setoran Pajak.

c. Apabila SPT dilaporkan NIHIL karena Pemungutan PPN tidak melakukan

pemungutan PPN atau PPBM, maka BUMN tetap harus menyampaikan

induk SPT 1107 PUT dan mengsi dengan angka 0 (nol) tanpa disertai

Lampiran SPT.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 09/PMK.03/2018 tentang

Surat Pemberitahuan (SPT) wajib menyapaikan pelaporan pajaknya melalui sistem e-

filling Direktorat jenderal pajak mulai 01 April 2018.

Langkah awal sebelum melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) masa pajak

pertambahan nilai adalah dengan melakukan aktivasi Electronic Filling Identification

(EFIN) bagi wajib pajak terdaftar diwiliyah Kantor Pelyanan Pajak Pratama (KPP)

sewaktu pengusaha kena pajak dikukuhkan, adapun syarat yang harus dipenuhi

sebgai berikut:

a. Mengisi Formulir permohonan aktivasi Electronic Filling Identification

(EFIN);

b. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan atau surat keterangan

terdaftar wajib pajak badan (SKT);

c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) direktur atau surat keterangan

terdaftar wajib pajak direktur (SKT);

d. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direktur;

e. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pengurus atau surat

keterangan terdaftar wajib pajak pengurus (SKT);

f. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengurus;

g. Surat kuasa penunjukan pengurus yang mewakili dari wajib pajak badan;

h. Fotokopi Akta pendirian atau Akta terakhir badan;

i. Menyiapkan alamat Email aktif untuk proses verifikasi;

Page 30: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

36

Setelah mendapatkan Electronic Filling Identification (EFIN) langkah

selanjutnya adalah melakukan aktivasi disistem Direktorat Jenderal Pajak Online

dengan dengan langkah sebagai berikut:

a. Membuka website DJP Online https://djponline.pajak.go.id/account/login;

b. Kemudian klik menu daftar;

c. Selanjutnya mengisi Nomor Pokok Wajib Pajak badan dan nomor EFIN

yang diperoleh;

d. Dengan otomatis wajib pajak akan dibawa ke halaman dimana nama wajib

pajak secara otomatis akan terisi dan wajib pajak harus tetap mengecek

informasi yang muncul sesuai dengan identitas wajib pajak;

e. Lanjutkan dengan mengisi alamat email aktif dan nomor telepon/ponsel

seluler wajib pajak.

f. Kemudian buatlah password dengan kombinasi angka dan huruf untuk

memperkuat akun wajib pajak dan klik simpan;

g. Langkah berikutnya buka kotak masuk email wajib pajak yang telah

didaftarkan;

h. Klik tautan yang tersedia didalam email yang dikirim oleh Direktorat

Jenderal Pajak Online untuk aktivasi akun.

i. Dengan otomatis wajib pajak dibawa ke halaman login Direktorat Jenderal

Pajak;

j. Langkah terakhir login dengan memasukkan Nomor Pokok Wajib Pajak

badan, password dan kode keamanan yang tertera.

Berikut tata cara pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) masa pajak

pertambahan nilai melalui sistem e-filling:

a. Menyiapkan Comma Separated Values (CSV) yang telah disimpan dari

aplikasi e-faktur;

b. Merubah nama file softcopy Surat Pemberitahuan (SPT) masa pajak

pertambahan nilai yang telah dikopi dalam bentuk pdf dengan mengkopi

nama Comma Separated Values (CSV);

c. Membuka website Dirjen Pajak Online

https://djponline.pajak.go.id/account/login dan login menggunakan Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan, password dan kode keamanan yang

tertera ;

d. Pilih menu e-filling, klik buat SPT, klik browse file csv dan cari tempat

penyimpan file csv diperangkat wajib pajak.

e. Pilih menu browse file pdf dan cari tempat penyimpan file pdf diperangkat

wajib pajak;

f. Kemudian klik start upload;

g. Klik tombol “OK” ketika proses upload telah selesai;

h. Cek kolom status pengiriman pastikan statusnya “siap dikirim”;

Page 31: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

37

i. Lanjutkan dengan proses pengambilan kode verifikasi di email yang telah

dikirimkan oleh Direktorat Jenderal Pajak Online;

j. Lalu isi kode verifikasi dan klik “kirim SPT”;

k. Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) akan dikirimkan ke email wajib pajak.

2.1.2.13 Surat Pemberitahuan (SPT)

Definisi atau pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Pasal 1,

angka 11 Undang-Undang Nomer 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum

Dan Tata Cara Perpajakan adalah:“Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat oleh

Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran

pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”

Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan

Tahunan maupun Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak

menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%

(dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh

tempo pembayaran samapai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan

dihitung penuh 1 (satu) bulan (Mardiasmo,2016:33).

Menurut Pasal 8 angka 2 Undang-undang 28 Tahun 2007 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan walapun telah

dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan Wajib Pajak, terhadap

ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan

apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapan ketidakbenaran

perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah

Page 32: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

38

pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar

150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

2.1.14 Sanksi Admnistrasi dan Sanksi Pidana Surat Pemberitahuan (SPT)

Menurut Pasal 7 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa apabila Surat

Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan

atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan, dikenai sanksi

administrasi berupa denda sebesar:

1. Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Pertambahan Nilai,

2. Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya,

3. Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan Wajib Pajak badan

4. Rp 100.000,(seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.

2.2. Penelitian Sebelumnya

Penelitian dari Syahfitri (2018) dengan judul Analisis Perhitungan Penyetoran

Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Tiga Mutiara Nusantara Dolok

Merawan. Hasil penelitian ini yaitu Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai PT.Tiga

Mutiara Nusantara dikarenakan setiap akhir bulan berikutnya melakukan pelaporan

sehingga mengalami keterlambatan Pelaporan PPN ke Kantor Pelayanan Pajak.

Akibatnya PT.Tiga Mutiara Nusantara dikenakan denda sesuai dengan UU KUP Pasal

7 ayat 1.

Page 33: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

39

Kemudian penelitian dari Fransiska (2017) dengan Analisis Perhitungan Pajak

Pertambahan Nilai Pada PT. Garuda Express Delivery Cabang Semarang. Hasil

penelitian bahwa perusahaan masih belum sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan

Nomor 42 Tahun 2009, sehingga laba yang diperoleh lebih sedikit karena Perusahaan

belum meghitung Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sehingga Laba yang

diperoleh lebih sedikit dan tarif pajak lebih besar.

Selanjutnya penelitian dari Srirahayu (2017) dengan judul Analisis Perhitungan,

Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Sesuai Dengan Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pada PT. Indosari Mitrajaya Tahun 2015. Dari basil

penelitian dapat disimpulkan bahwa omset yang dihasilkan akan menjadi acuan untuk

melihat laporan keuangan, sehingga prosedur yang diterapkan telah sesuai dengan

prinsip-prinsip akuntansi dan peraturan perpajakan yang berlaku. Perusahaan telah

melaporkan seluruh pengkreditan pajak keluaran dan pajak masukan dengan

menggunakan SPT Masa PPN dan dalam bentuk formulir 1111 beserta lampiran SPT

Masa PPN dan tidak melebihi batas waktu yang ditetapkan. Jadi PT. Indosari

Mitrajaya sudah tepat dalam menghitung, melaporkan dan menyetorkan Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan undang-undang nomor 42 tahun 2009.

Penelitian dari Putra dan Faridah (2016) Analisis Perhitungan Dan Pelaporan

Pajak Pertambahan Nilai Pada PT. Fajar Mas Karyatama. Hasil penelitian bahwa

Hampir tiap bulan perusahaan membuat pembetulan atas SPT Masa PPN karena

adanya keterlambatan pemberian Faktur Pembelian dari Pimpinan Cabang ke staf yang

menangani Pajak. Perusahaan dalam melakukan penjualan Barang Kena Pajak tidak

Page 34: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

40

menerbitkan Faktur Pajak Keluaran, kecuali jika costumer atau pembeli membutuhkan

Faktur atas pembelian yang dilakukan.

Tabel 2.2

Penelitian Sebelumnya

No

Judul dan

Nama

Penelitian

Model

Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

1.

Analisis

Perhitungan

Penyetoran

Dan

Pelaporan

Pajak

Pertambahan

Nilai Pada

PT. Tiga

Mutiara

Nusantara

Dolok

Merawan.

(Syahfitri,

2018)

Penelitian kualitatif

Hasil penelitian ini yaitu

Perhitungan Pajak

Pertambahan Nilai PT.Tiga

Mutiara Nusantara

dikarenakan setiap akhir

bulan berikutnya

melakukan pelaporan

sehingga mengalami

keterlambatan Pelaporan

PPN ke Kantor Pelayanan

Pajak. Akibatnya PT.Tiga

Mutiara Nusantara

dikenakan denda sesuai

dengan UU KUP Pasal 7

ayat 1.

Sama-sama menggunak

an judul

penelitian

tentang

perhitungan

, penyetoran

dan

pelaporan

pajak

pertambaha

n nilai

Tempat penelitian

Tahun

penelitian

Analisis data

2.

Analisis

Perhitungan

Pajak

Pertambahan

Nilai Pada

PT. Garuda

Express

Delivery

Cabang

Semarang

(Fransiska,

2017)

Penelitian

kualitatif

Hasil penelitian bahwa

perusahaan masih belum

sesuai dengan Undang-

Undang Perpajakan Nomor

42 Tahun 2009, sehingga

laba yang diperoleh lebih

sedikit karena Perusahaan

belum meghitung Barang

Kena Pajak atau Jasa Kena

Pajak sehingga Laba yang

diperoleh lebih sedikit dan

tarif pajak lebih besar.

Sama-sama

menggunak

an judul

penelitian

tentang

Perhitungan

, penyetoran

dan

pelaporan

pajak

pertambaha

n nilai

Kemampuan

keuangan

Tahun

penelitian

Analisis data

Tempat

penelitian

Page 35: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

41

No

Judul dan

Nama

Penelitian

Model

Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

3.

Analisis

Perhitungan,

Penyetoran

Dan

Pelaporan

Pajak

Pertambahan

Nilai (PPN)

Sesuai

Dengan

Undang-

Undang

Nomor 42

Tahun 2009

Pada PT.

Indosari

Mitrajaya

Tahun 2015

(Srirahayu ,

2017)

Penelitian kualitatif

Dari basil penelitian dapat

disimpulkan bahwa omset

yang dihasilkan akan

menjadi acuan untuk

melihat laporan

keuangan, sehingga

prosedur yang diterapkan

telah sesuai dengan

prinsip-prinsip akuntansi

dan peraturan perpajakan

yang berlaku. Perusahaan

telah melaporkan seluruh

pengkreditan pajak

keluaran dan pajak

masukan dengan

menggunakan SPT Masa

PPN dan dalam bentuk

formulir 1111 beserta

lampiran SPT Masa PPN

dan tidak melebihi batas

waktu yang ditetapkan.

Sama-sama meneliti

tentang

Perhitungan

,

penyetoran

dan

pelaporan

pajak

pertambaha

n nilai

Tempat penelitian

Tahun

penelitian

Analisis data

4.

Analisis

Perhitungan

Dan Pelaporan

Pajak

Pertambahan

Nilai Pada PT.

Fajar Mas

Karyatama

(Putra dan

Faridah, 2016)

Penelitian

Kualitatif

Hasil penelitian bahwa

hampir setiap bulan

perusahaan membuat

pembetulan atas SPT

Masa PPN karena adanya

keterlambatan pemberian

Faktur Pembelian dari

Pimpinan Cabang ke staf

yang menangani Pajak.

Perusahaan dalam

melakukan penjualan

Barang Kena Pajak tidak

menerbitkan Faktur Pajak

Keluaran, kecuali jika

costumer atau pembeli

membutuhkan Faktur atas

pembelian yang

dilakukan.

Sama-sama

menggunak

an judul

penelitian

tentang

Perhitungan

,

penyetoran

dan

pelaporan

pajak

pertambaha

n nilai

Tempat

penelitian

Lanjutan Tabel 2.2

Page 36: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

42

2.3 Kerangka Pemikiran

Menurut Sugiyono (2018:93) mengemukakan bahwa ”kerangka berpikir

merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai

faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”. Untuk bisa meninjau

penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Banda Aceh dibutuhkan data rencana dan realisasi penerimaan Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) periode tahun 2016-2018. Dari data tersebut terdapat kenaikan dan

penurunan yang kemudian dicari faktor-faktor penyebabnya dan upaya-upaya untuk

mengantisipasinya. Data-data tersebut juga digunakan untuk menilai apakah antara

rencana dan realisasi terdapat perbedaan dan apakah penerimaan Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) sudah dapat dikatakan baik ataukah belum.

Pajak Pertambahan Nilai itu sendiri timbul karena adanya faktor-faktor produksi

dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau

pemberian jasa kepada para konsumen. Barang kena pajak adalah barang yang

berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat bersifat barang bergerak atau

barang tidak bergerak maupun barang yang tidak berwujud yang dikenakan pajak

berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Menurut Mardiasmo (2015:279) “tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10%.

Sedangkan tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0%”. Pengenaan tarif 0%

bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi Pajak Masukan yang telah

dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan.

Page 37: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

43

Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan

kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat

diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tingginya 15% dengan tetap memakai

tarif tunggal.

Untuk lebih jelasnya akan disajikan kerangka konseptual yang dapat

didikemukakan melalui gambar berikut ini :

Page 38: BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

44

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

PT. Pasha Jaya Banda Aceh

Faktur Keluaran

Kesimpulan

Perhitungan

Penyetoran

Pelaporan

Faktur Masukan

e-billing system

(Surat Setoran Elektronik)

e-filling system

(Pelaporan Elektronik)

Bank Persepsi/

Kantor Pos

Bukti Penyetoran

e-faktur system

(Elektronik Faktur Pajak)

Bukti Pelaporan

.

Pajak Pertambahan Nilai

SPT (Surat Pemberitahuan

Pajak) masa PPN