26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi 2.1.1 Definisi Hipertensi Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik menjadi sama atau lebih dari 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik menjadi sama atau lebih dari 90 mmHg. Dalam rekomendasi penatalaksanaan hipertensi yang semuanya didasarkan atas bukti penelitian (evidence based) antara lain di keluarkan oleh The Seventh Report of The Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) 2003, World Health Organization / International Society of Hypertension (WHO-ISH) 1999, definisi hipertensi sama untuk semua golongan umur. Pengobatan juga didasarkan bukan atas umur akan tetapi pada tingkat tekanan darah dan adanya risiko kardiovaskular yang ada pada pasien. 6

Bab II hipertensi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hipertensi

Citation preview

Page 1: Bab II hipertensi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik

menjadi sama atau lebih dari 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik

menjadi sama atau lebih dari 90 mmHg.

Dalam rekomendasi penatalaksanaan hipertensi yang semuanya

didasarkan atas bukti penelitian (evidence based) antara lain di keluarkan

oleh The Seventh Report of The Joint National Committe on Prevention,

Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)

2003, World Health Organization / International Society of Hypertension

(WHO-ISH) 1999, definisi hipertensi sama untuk semua golongan umur.

Pengobatan juga didasarkan bukan atas umur akan tetapi pada tingkat

tekanan darah dan adanya risiko kardiovaskular yang ada pada pasien.

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan Hasil Konsensus

Perhimpunan Hipertensi Indonesia yang di adopsi dari JNC VII

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80

Pre hipertensi 120-139 dan / atau 80-89

Hipertensi tahap I 140-159 dan / atau 90-99

Hipertensi tahap II ≥ 160 dan / atau ≥ 100

Hipertensi Sistolik

Terisolasi≥ 140

dan< 90

6

Page 2: Bab II hipertensi

7

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan WHO – ISH

Kategori Tekanan darah sistol Tekanan darah diastol

Derajat 1 (Ringan) 140-159 90-99

Derajat 2 (Sedang) 160-179 100-109

Derajat 3 (Berat) ≥ 180 ≥ 110

Menurut The European Society of Hypertension (ESH) dan The

European Society of Cardiology (ESC) 2013, hipertensi adalah

peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau peningkatan

tekanan darah diastolik ≥ 90mmHg.

Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan ESH / ESC 2013

Kategori Sistolik Diastolik

Optimal <120 dan <80

Normal 120 - 129 dan / atau 80 - 84

Normal tinggi 130 - 139 dan / atau 85 - 89

Hipertensi Grade 1 140 - 159 dan / atau 90 - 99

Hipertensi Grade 2 160 - 179 dan / atau 100 - 109

Hipertensi Grade 3 ≥ 180 dan / atau ≥ 110

Hipertensi Sistolik Terisolasi ≥ 140 dan < 90

Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular.

Diperkirakan telah menyebabkan 4,5% dari beban penyakit secara global,

dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di

negara maju. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama

gangguan jantung. Pada umumnya, hipertensi merupakan pedisposisi bagi

individu untuk terjadinya gagal jantung, stroke, gagal ginjal, penyakit

arteri koroner, dan retinopati hipertensi.

Hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya

penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum

memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi juga dikenal sebagai

Page 3: Bab II hipertensi

8

heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari

berbagai kelompok umur dan kelompok sosial ekonomi.

2.1.2 Epidemiologi Hipertensi

Jumlah penduduk berusia lebih dari 60 tahun di Indonesia pada

tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 400%, sehingga jumlahnya lebih

dibawah lima tahun (balita). Usia lanjut membawa konsekuensi

meningkatnya morbiditas dan mortalitas berbagai penyakit kardiovaskular.

Tekanan darah sistolik (TDS) meningkat sesuai dengan

peningkatan usia, akan tetapi tekanan darah diastolik (TDD) meningkat

seiring dengan TDS sampai sekitar usia 55 tahun, yang kemudian menurun

akibat terjadinya proses kekakuan arteri akibat aterosklerosis.

Hipertensi mengenai seluruh bangsa di dunia dengan insidensi

yang bervariasi. Akhir-akhir ini insidensi dan prevalensi meningkat

dengan makin bertambahnya usia harapan hidup. Di negara maju saat ini

tekanan darah yang terkontrol (TDS < 140, TDD < 90 mmHg) hanya

terdapat pada 20% pasien hipertensi. Di Amerika Serikat dikatakan bahwa

pada populasi kulit putih usia 50 – 69 tahun prevalensinya sekitar 35%

yang meningkat menjadi 50% pada usia di atas 69 tahun. Penelitian pada

300.000 populasi berusia 65 – 115 tahun (rata-rata 82,7 tahun) yang

dirawat di institusi lanjut usia didapatkan prevalensi hipertensi pada saat

mulai dirawat sebesar 32%. Dari penderita ini 70% diberikan obat anti

hipertensi dan sudah mengalami komplikasi akibat penyakitnya,

diantaranya penyakit jantung koroner (26%), penyakit jantung kongestif

(22%) dan penyakit serebrovaskuler (29%)

Pada usia lanjut, prevalensi gagal jantung dan stroke tinggi, yang

keduanya merupakan komplikasi hipertensi. Oleh karena itu, pengobatan

hipertensi yang optimal penting sekali dalam mengurangi morbiditas dan

mortalitas kardiovaskular.

Page 4: Bab II hipertensi

9

2.1.3 Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu

hipertensi essensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder.

Hipertensi essensial atau hipertensi primer adalah jenis hipertensi yang

penyebabnya masih belum dapat diketahui, disebut juga hipertensi

idiopatik. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan sebagai

akibat dari adanya penyakit lain atau dengan kata lain penyebabnya sudah

diketahui.

Hipertensi essensial (primer) mengenai sekurangnya 95% dari kira-

kira 50 juta orang yang menderita hipertensi. Banyak faktor yang

mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf

simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam eksresi Na, peningkatan

Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko,

seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal mengenai sekurangnya

5% dari kasus hipertensi. Aterosklerosis merupakan penyebab tersering

pada golongan lanjut usia, adanya lesi aterosklerotik arteri ginjal

diperkirakan sebagai penyebab kedua yang paling sering terjadi. Penyakit

hormonal seperti penyakit tiroid, penyakit kalsemia,dan aldosteronisme

juga dapat berperan sebagai penyebab hipertensi pada usia lanjut.

2.1.4 Faktor Risiko

Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan tekanan darah tidak

hanya berasal dari dalam tetapi terdapat pula faktor-faktor demografi,

antara lain : umur, jenis kelamin, ras, status pendidikan, riwayat penyakit

keluarga, riwayat pekerjaan, kebiasaan merokok, diet tinggi natrium dan

obesitas.

Dari data studi epidemiologi, dapat diketahui beberapa faktor pada

individu yang mempengaruhi hipertensi. Faktor-faktor tersebut yaitu :

Page 5: Bab II hipertensi

10

1. Genetik

Faktor genetik terbukti menjadi predisposisi bagi seorang individu

untuk menderita hipertensi. Peningkatan tekanan darah lebih

menonjol pada individu yang mempunyai faktor genetik dari pada

yang tidak memiliki faktor genetik. Bila seseorang mempunyai

orangtua yang salah satunya atau keduanya menderita hipertensi,

maka kemungkinannya untuk menderita hipertensi lebih besar.

Selain itu, prevalensi hipertensi lebih tinggi pada kembar

monozigot dari pada heterozigot.

Faktor genetik yang mungkin diturunkan adalah defek transport

natrium pada membrane sel, defek eksresi natrium dan peningkatan

aktivitas saraf simpatis.

2. Ciri individu

Faktor-faktor pada individu yang dapat menjadi penyebab untuk

timbulnya hipertensi adalah umur, jenis kelamin dan ras.

Peningkatan tekanan darah seiring dengan bertambahnya umur dan

tekanan sistolik meningkat lebih besar dari pada tekanan diastolik

pada usia di atas 55 tahun. Pada usia 50 tahun tekanan darah pada

pria lebih tinggi daripada wanita dan prevalensi hipertensi pada

kulit hitam lebih besar dua kali lipat dari pada orang kulit putih.

3. Asupan tinggi Natrium

Hubungan antara asupan garam dengan hipertensi telah dibuktikan

secara klinis dan eksperimental. Hipertensi hampir tidak terdapat

pada orang dengan asupan garam minimal. Peningkatan tekanan

darah akan di ikuti dengan penambahan eksresi garam dan air oleh

ginjal, supaya tekanan darah kembali normal. Mekanisme ini

disebut natriuresis. Pada pasien hipertensi essensial mekanisme

inilah yang terganggu.

Page 6: Bab II hipertensi

11

4. Stres

Peranan stres terhadap hipertensi sukar dinilai. Namun, ada yang

berpendapat tingginya angka kejadian hipertensi pada kulit hitam

karena stres dan rasa tidak puas. Hal ini juga terjadi pada golongan

sosioekonomi rendah dari semua ras dan pada pekerjaan yang

dibawah tekanan. Stres mempengaruhi hipertensi diduga melalui

aktivitas saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis

mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara tidak menentu.

5. Obesitas

Banyak penelitian yang menunjukkan korelasi positif antara

hipertensi dan obesitas pada anak-anak, remaja dan dewasa.

Obesitas terkait dengan pola makan yang banyak lemak dan

biasanya terjadi pada golongan sosioekonomi atas.

6. Faktor lainnya

Selain faktor di atas, ada beberapa faktor yang juga dapat

mempengaruhi hipertensi, yaitu kalsium, merokok, alkohol dan

logam tertentu.

Defek metabolisme kalsium dan kebocoran kalsium sekunder akan

meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga terjadi vasokontriksi

yang akan menyebabkan hipertensi. Merokok akan merangsang

sistem adrenergik yang dapat meningkatkan tekanan sistol dan

diastol. Alkohol akan meningkatkan tekanan darah melalui

peningkatan sintesis katekolamin. Logam-logam tertentu seperti

cadmium, plumbum, zink, dan magnesium berperan dalam

peningkatan tekanan darah tetapi mekanismenya belum diketahui.

Page 7: Bab II hipertensi

12

2.1.5 Patofisiologi

Selain kemampuan ginjal untuk mengatur tekanan arteri melalui

perubahan volume cairan ekstrasel, ginjal juga memiliki mekanisme yang

kuat lainya untuk mengatur tekanan. Mekanisme ini adalah sistem renin-

angiotensin.

Renin adalah suatu enzim protein yang dilepaskan oleh ginjal bila

tekanan arteri turun sangat rendah. Kemudian, enzim ini meningkatkan

tekanan arteri melalui beberapa cara, jadi membantu mengoreksi

penurunan awal tekanan.

Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut

prorenin di dalam sel-sel jukstaglomerular (sel JG) di ginjal. Sel JG

merupakan modifikasi dari sel otot polos yang terletak di dinding arteriol

aferen, tepat di proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri turun, reaksi

intrinsik di dalam ginjal itu sendiri menyebabkan banyak molekul prorenin

didalam sel JG terurai dan melepaskan renin. Sebagian besar renin

memasuki aliran darah ginjal dan kemudian meninggalkan ginjal untuk

bersirkulasi ke seluruh tubuh. Walaupun demikian, sejumlah kecil rennin

tetap berada dalam cairan lokal ginjal dan memicu beberapa fungsi

intrarenal.

Renin itu sendiri merupakan enzim. Renin bekerja secara enzimatik

pada protein plasma lain, yaitu suatu globin yang disebut susbtrat renin

atau angiotensinogen, untuk melepaskan peptida atau asam amino-10,

yaitu angiotensin I. Dalam beberapa detik hingga beberapa menit setelah

pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam amino tambahan yang

dipecah dari angiotensin I untuk membentuk angiotensin II peptida asam

amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi di paru, sementara darah

yang mengalir melalui pembuluh kecil paru dikatalis oleh suatu enzim,

yaitu enzim pengubah yang terdapat di detolium pembuluh paru.

Angiotensin II hanya menetap di darah hanya selama 1 jam atau 2

menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai

Page 8: Bab II hipertensi

13

enzim darah dan jaringan yang bersama-sama angiotensinase. Selama

angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua

pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh

pertama yaitu vasokontriksi di berbagai daerah di tubuh, timbul dengan

cepat. Vasokontriksi terutama terjadi di arteriol dan jauh lebih lama di

vena. Kontriksi di arteriol akan meningkatkan tekanan perifer total dan

akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri. Kontriksi ringan di vena-

vena juga akan meningkatkan aliran balik dari vena ke jantung, sehingga

membantu jantung untuk melawan kenaikan tekanan.

Cara utama kedua yang membuat angiotensin II meningkatkan

tekanan arteri adalah dengan menurunkan eksresi garam dan air oleh

ginjal. Hal ini perlahan-lahan akan meningkatkan volume cairan ekstrasel,

yang kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan

berhari-hari berikutnya. Efek jangka panjang ini, yang bekerja melalui

mekanisme volume cairan ekstrasel, bahkan lebih kuat daripada

mekanisme vasokontriktor akut dalam menyebabkan peningkatan tekanan

arteri.

Angiotensin menyebabkan ginjal meretensi garam dan air melalui

dua cara utama, yaitu bekerja secara langsung pada ginjal untuk

menimbulkan retensi garam dan air, dan angiotensin menyebabkan

kelenjar-kelenjar adrenal menyekresi aldosteron, dan kemudian aldosteron

meningkatkan reabsorpsi garam dan air oleh tubulus ginjal.

Sehingga, kapan pun terdapat angiotensin dalam jumlah yang

berlebihan di dalam sirkulasi darah, seluruh mekanisme cairan tubuh di

ginjal jangka panjang untuk pengaturan tekanan arteri secara otomatis

menjadi terpasang pada nilai tekanan arteri yang lebih tinggi daripada

normal.

Patofisiologi Hipertensi Usia Lanjut

Page 9: Bab II hipertensi

14

Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan

peningkatan usia terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan

meregang pada arteri besar. Tekanan aorta meningkat sangat tinggi dengan

penambahan volume intravaskuler yang sedikit menunjukan kekakuan

pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi sistolik

ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri besar resistensi perifer

yang tinggi pengisian diastolik abnormal dan bertambah masa ventrikel

kiri. Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan arteri

besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia dengan

hipertensi sistolik dan diastolik output jantung, volume intravaskuler,

aliran darah keginjal aktivitas plasma renin yang lebih rendah dan

resistensi perifer.

Perubahan aktivitas sistem saraf simpatik dengan bertambahnya

norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor

beta adrenergik pada arteri sedangkan diketahui bahwa beta adrenergik

berfungsi untuk relaksasi otot pembuluh darah sehingga akan terjadi

penurunan kemampuan relaksasi otot pembuluh darah

Faktor yang berperan pada usia lanjut terutama adalah :

Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat

proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi

glomerulo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.

Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Makin lanjutnya

usia makin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.

Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua

akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang pada akhirnya

akan mengakibatkan hipertensi sistolik saja

Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi

endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi

kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbsi natrium di tubulus

ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan

lain yang berakibat pada kenaikan tekanan darah.

Page 10: Bab II hipertensi

15

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis hipertensi didasarkan pada pengukuran berulang-ulang

dari tekanan darah yang meningkat. Diagnosis hipertensi bertujuan untuk

menilai pola hidup dan identifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular

lainnya atau menilai adanya penyakit penyerta yang mempengaruhi

prognosis dan menentukan pengobatan, mencari penyebab kenaikan

tekanan darah, menentukan ada tidaknya kerusakan target organ dan

penyakit kardiovaskular. Hal yang perlu diingat bahwa diagnosis

hipertensi ditegakkan berdasarkan tekanan darah dan bukan dari gejala

yang dilaporkan pasien, karena kenyataannya hipertensi sering tidak

menimbulkan gejala (asimptomatik) sampai kerusakan organ target hampir

atau telah terjadi.

Diagnosis pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamnesis

tentang keluhan pasien, riwayat penyakit terdahulu dan penyakit keluarga,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

2.1.6.1 Anamnesis

Seperti semua penyakit degeneratif pada usia lanjut, hipertensi

biasanya tidak memberi gejala apapun. Seringkali yang terlihat adalah

gejala akibat penyakit, komplikasi, atau penyakit yang menyertai. Hal-hal

yang dapat ditanyakan untuk mendapatkan informasi penyakit hipertensi

meliputi lama pasien menderita hipertensi dan tinggi tekanan darahnya.

Pada hipertensi primer, kadang-kadang peninggian tekanan darah

tanpa di ikuti oleh gejala. Gejala baru muncul setelah timbul komplikasi

pada organ lain seperti ginjal, mata, otak dan jantung.

Pada survei yang dilakukan di Indonesia tercatat berbagai keluhan

yang berhubungan dengan hipertensi, seperti sakit kepala, epistaksis, susah

tidur, telinga berdengung, sesak nafas, rasa berat ditengkuk, kaki bengkak,

pusing dan mata berkunang-kunang.

Page 11: Bab II hipertensi

16

2.1.6.2 Pemeriksaan Fisik

Diagnosis seringkali juga didapatkan pada waktu mengadakan

asesmen geriatri atau general check-up. Yang penting apabila adanya

hipertensi sudah terdeteksi dengan tatacara pemeriksaan yang baik dan

benar, pemeriksaan menyeluruh (asesmen geriatrik) pada penderita harus

dikerjakan (fisik, sosial-ekonomi, psikologik dan lingkungan) sehingga

penatalaksanaan berkesinambungan pada penderita dapat dikerjakan.

Adapun cara pengukuran tekanan darah menurut Riskesdas, antara

lain :

1. Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, responden sebaiknya

menghindari aktivitas fisik serta kegiatan, seperti olahraga, merokok,

meminum kopi dan makan minimal 30 menit sebelum pengukuran.

Dan juga duduk beristirahat setidaknya 5-15 menit sebelum

pengukuran.

2. Pastikan sebelum dilakukan pemeriksaan, kandung kemih responden

dalam keadaan kosong karena akan mempengaruhi hasil pengukuran.

3. Hindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres. Pengukuran

sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang tenang dan dalam kondisi

tenang dan posisi duduk.

4. Pastikan responden duduk dengan posisi kaki tidak menyilang tetapi

kedua telapak kaki datar menyentuh lantai. Letakkan lengan kanan

responden di atas meja sehingga manset yang sudah di pasang sejajar

dengan jantung responden.

5. Singsingkan lengan baju pada lengan bagian kanan responden dan

memintanya untuk tetap duduk tanpa banyak bergerak, dan tidak

berbicara pada saat pengukuran. Apabila responden menggunakan baju

berlengan panjang, singsingkan lengan baju ke atas tetapi pastikan

lipatan baju tidak terlalu ketat sehingga tidak menghambat aliran darah

di lengan.

6. Pengukuran tekanan darah secara indirek dengan sfigmomanometer

pada arteri brakialis.

Page 12: Bab II hipertensi

17

7. Manset di pompa 20-30 mmHg lebih tinggi dari tekanan aliran darah

maksimal (dalam keadaan ini tidak teraba denyut dibagian distal

manset).

8. Tekanan udara dalam manset kemudian dikempiskan perlahan-lahan

dengan menurunkan tekanan dalam manset 2-3 mmHg perdetik dan

darah mengalir kembali.

9. Stetoskop diletakkan tepat di distal dari manset.

10. Tekanan darah sistolik diambil pada ketinggian tekanan pada

manometer pada saat bunyi pertama terdengar (bunyi awal fase I pada

saat awal mengalirnya darah ke distal dari manset).

11. Tekanan diastolik diambil pada ketinggian tekanan pada manometer

pada saat bunyi yang terdengar hilang (fase V).

12. Pengukuran dilakukan dua kali untuk setiap posisi dengan sela 1 ± 5

menit.

13. Pengukuran dilakukan dalam dua posisi, yaitu duduk dan berdiri.

2.1.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai

terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain

atau mencari penyebab hipertensi. Berbagai pemeriksaan penunjang dan

laboratorium yang penting misalnya fungsi ginjal dan saluran kemih

(diantaranya ada-tidaknya pembesaran prostat), jantung, fungsi hati, paru,

kadar elektrolit darah, disamping pemeriksaan laboratorium rutin.

2.1.7 Tatalaksana

Pengobatan penderita hipertensi dapat dilakukan melalui dua cara

yaitu nonfarmakologis dan farmakologis. Pengobatan nonfarmakologis

lebih menekankan pada perubahan gaya hidup. Terapi nonfarmakologis

Page 13: Bab II hipertensi

18

meliputi penurunan berat badan, penghentian obat yang memicu

peningkatan tekanan darah, pengurangan asupan garam, tidak merokok

dan minum alkohol, menghindari stres dan hiperlipidemia, olahraga dan

relaksasi seperti meditasi. Sedangkan terapi farmakologis yaitu terapi yang

menggunakan obat-obatan. Beberapa obat yang sering digunakan yaitu

diuretik, penyekat beta, golongan penghambat simpatetik, vasodilator,

ACE inhibitor, antagonis reseptor angiotensin II, obat yang bekerja secara

sentral dan antagonis kalsium.

Pengelolaan hipertensi pada dasarnya sama pada setiap tingkatan

usia. Direkomendasikan agar tekanan darah dapat mencapai kurang dari

140/90 mmHg. Khusus pada usia lanjut diatas 80 tahun, target tekanan

darah berdasarkan studi Hypertension in the Very Elderly Trial (HYVET)

adalah 150/80 mmHg. Sedangkan pada hipertensi diastolik target tekanan

darah adalah 85-90 mmHg, pada hipertensi sistolik terisolasi adalah

tekanan darah sistolik < 140 mmHg.

Pada usia lanjut penurunan berat badan (pada obesitas) dan

mengurangi asupan garam sangat penting dalam pengelolaan hipertensi.

Dalam studi trial of nonpharmacologicic interventions in the elderly

(TONE), pengurangan asupan garam sampai 2 gram sehari, berhasil

menurunkan tekanan darah selama lebih dari 30 bulan bahkan 40% pasien

dapat menghentikan penggunaan obat hipertensi. Apabila disertai dengan

penurunan berat badan didapatkan peurunan tekanan darah lebih lanjut.

Selain itu, dianjurkan melakukan latihan atau aktivitas fisik secara teratur

dan menghentikan konsumsi alkohol.

National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE/BHS,

2006) merekomendasikan untuk memulai intervensi medikamentosa

antihipertensi bila : tekanan darah diatas 160/100 mmHg ; atau hipertensi

sistolik terisolasi (TDS > 160 mmHg) ; atau tekanan darah > 140 mmHg

dan disertai risiko kardiovaskular (+) atau kerusakan organ target atau

risiko kardiovaskular (dalam) 10 tahun minimal 20%.

Page 14: Bab II hipertensi

19

Pengobatan hipertensi harus dimulai sejak dini untuk mencegah

kerusakan organ sasaran , tanpa memandang usia. Diuretika dianjurkan

sebagai pengobatan pertama hipertensi sistolik terisolasi. Pada usia lanjut

penurunan tekanan darah harus dilakukan hati-hati dengan memperhatikan

apakah terdapat hipertensi berat yang lama. Pada hipertensi resisten

diperlukan waktu yang cukup untuk mencapai sasaran.

Oleh karena hipertensi merupakan penyakit sistemik yang tidak dapat

disembuhkan dan hanya dapat dikontrol, maka penting sekali peran

keluarga dan lingkungan penderita dalam membantu pengobatan dan

penciptaan lingkungan yang baik bagi penderita sehingga kualitas hidup

penderita menjadi lebih baik. Kontrol pada penderita hipertensi sebaiknya

dilakukan secara teratur, setiap bulan, setengah bulan atau seminggu,

tergantung pada derajat hipertensinya. Dengan kontrol yang teratur,

peningkatan tekanan arah dapat segera diketahui, sehingga usaha-usaha

untuk mencegah komplikasi dapat segera dilakukan.

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi hipertensi biasanya terjadi bila tekanan diastol ≥ 130

mmHg atau pada peningkatan tekanan darah yang tinggi dan mendadak.

Page 15: Bab II hipertensi

20

Setiap negara mempunyai pola komplikasi yang berbeda. Di Indonesia,

komplikasi jantung dan serebrovaskular paling sering ditemukan.

Komplikasi hipertensi yakni gangguan penglihatan, gangguan

neurologi, gangguan fungsi ginjal dan gagal jantung. Hipertensi

menyebabkan aterosklerosis dan trombosis sehingga terjadi penyumbatan

pembuluh darah. Jika peyumbatan terjadi di otak maka akan menyebabkan

stroke. Pada mata, hipertensi dapat menyebabkan retinopati hipertensi dan

kebutaan. Pada jantung, hipertensi akan menyebabkan penyakit jantung

koroner, gagal jantung dan infark jantung, sedangkan pada ginjal

hipertensi menyebabkan gagal ginjal kronik dan gagal ginjal terminal.

2.2 Kerangka Teori

Page 16: Bab II hipertensi

21

ff

2.3 Kerangka Konsep

Usia Jenis Kelamin

Diagnosis

Asupan Na meningkat

Perubahan Genetik

Stres Faktor Genetik

Obesitas

Retensi Na di ginjal

Luas infiltrat menurun

Aktivitas Simpatis Meningkat

Renin Angiotensin meningkat

Perubahan membran sel

Hiper-insulinemia

Volume cairan meningkat

Konstriksi Vena

Preload meningkat

Kontraktilitas meningkat

Konstriksi Fungsional

Hipertropi struktural

Curah Jantung Meningkat Tahanan Perifer Meningkat

Hipertensi

Komplikasi Organ Target

Otak

Stroke

Mata Jantung Ginjal

Retinopati Hipertensi

Kebutaan PJK Gagal jantung

GGK GGT

Page 17: Bab II hipertensi

22

Anamnesis :

Sakit Kepala

Rasa berat ditengkuk

Epistaksis

Susah tidur

Mata berkunang-kunang

Pemeriksaan fisik :

Pengukuran tekanan

darah

HipertensiTidak hipertensi

Komplikasi organ

target

Tidak ada

komplikasi

Gagal GinjalGagal JantungStrokePenyakit Jantung

Koroner (PJK)

Retinopati Hipertensi