29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penyakit Degeneratif Penyakit degeneratif adalah penyakit yang mengiringi proses penuaan penyakit ini terjadi seiring bertambahnya usia. Penyakit degeneratif merupakan istilah yang secara medis digunakan untuk menerangkan adanya suatu proses kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari keadaan normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk. Penyebab penyakit sering tidak diketahui, termasuk diantaranya kelompok penyakit yang dipengaruhi oleh faktor genetik atau paling sedikit terjadi pada salah satu anggota keluarga (faktor familial) sehingga sering disebut penyakit heredodegeneratif. Dengan berkembangnya ilmu, memang banyak penyakit yang dulu penyebabnya tidak diketahui akhirnya diketahui sehingga tidak termasuk penyakit degeneratif. Sedangkan penyakit yang penyebabnya tidak diketahui dan mempunyai kesamaan dimana terdapat disintegrasi yang berjalan progresif lambat dari sistem susunan saraf dimasukkan ke dalam golongan ini. Istilah yang agak membingungkan yaitu pemakaian yang tidak konsisten dari istilah atrofi dan degeneratif, dua istilah ini 7

5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hipertensireferattinjauan pustaka

Citation preview

Page 1: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Penyakit Degeneratif

Penyakit degeneratif adalah penyakit yang mengiringi proses penuaan

penyakit ini terjadi seiring bertambahnya usia. Penyakit degeneratif merupakan

istilah yang secara medis digunakan untuk menerangkan adanya suatu proses

kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari keadaan

normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk. Penyebab penyakit sering tidak

diketahui, termasuk diantaranya kelompok penyakit yang dipengaruhi oleh faktor

genetik atau paling sedikit terjadi pada salah satu anggota keluarga (faktor

familial) sehingga sering disebut penyakit heredodegeneratif.

Dengan berkembangnya ilmu, memang banyak penyakit yang dulu

penyebabnya tidak diketahui akhirnya diketahui sehingga tidak termasuk penyakit

degeneratif. Sedangkan penyakit yang penyebabnya tidak diketahui dan

mempunyai kesamaan dimana terdapat disintegrasi yang berjalan progresif lambat

dari sistem susunan saraf dimasukkan ke dalam golongan ini. Istilah yang agak

membingungkan yaitu pemakaian yang tidak konsisten dari istilah atrofi dan

degeneratif, dua istilah ini digunakan pada penyakit degeneratif. Spatz

mengatakan bahwa gambarannya secara histopatologis berbeda. Atrofi gambaran

khasnya berupa proses pembusukan dan hilangnya neuron dan tidak dijumpai

produk degeneratif, hanya jarak antar sel yang melebar dan terjadi fibrous gliosis.

Degeneratif menunjukkan proses yang lebih cepat dari kerusakan neuron, mielin

dan jaringan dengan akibat timbulnya produk-produk degeneratif dan reaksi

fagositosis yang hebat dan gliosis selular. Jadi perbedaan atrofi dan proses

degeneratif yaitu pada kecepatan terjadinya dan tipe kerusakannya. Banyak

penyakit yang merupakan proses degeneratif ternyata diketahui kemudian

penyebabnya adalah proses metabolik. Tetapi ternyata pada kejadian atrofi, ada

beberapa yangdasarnya adalah gangguan metabolik juga.

7

Page 2: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

2.2. Jenis – jenis Penyakit Degeneratif

Penyakit degeneratif sangat banyak jenisnya. Berbagai referensi

menyebutkan lebih dari 50 jenis penyakit degeneratif. Berikut adalah beberapa

jenis penyakit degeneratif yang berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik dan

konsumsi makanan atau zat gizi tertentu:

2.2.1. Hipertensi

2.2.1.1. Pengertian Hipertensi

Tekanan Darah terjadi jika jantung menguncup (kontraksi), darah dengan

pesat dipompa kedalam pembuluh nadi besar (aorta) dengan tekanan agak tinggi.

Dari sini darah dialirkan berangsur-angsur kedalam arteri dan arteriole lainnya

dengan tekanan semakin berkurang. Tekanan ini diperlukan agar darah mencapai

seluruh organ dan jaringan dan kemudian untuk bisa mengalir kembali ke jantung

melalui vena.

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.

( Smith Tom, 1995 ) Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan

tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan

diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).

Klasifikasi tekanan darah orang dewasa (WHO)

Klasifikasi Sistolis (mmHg) Diastolis (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Normal tinggi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tingkat I 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tingkat II ≥ 160 Atau ≥ 100

2.2.1.2. Etiologi Hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan

besar yaitu : (Lany Gunawan, 2001 )

8

Page 3: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya

2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit

lain

a. Penyakit ginjal

b. Penciutan aorta /arteri ginjal

c. Tumor anak ginjal (efek overproduksi hormon tertentu yang

sebabkan peningkatan TD (feochromacytoma) )

d. Dll.

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi,

sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun

hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian

telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.

Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

a. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan

lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita

hipertensi

b. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur

( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih

tinggi dari perempuan ) dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit

putih )

c. Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah

- Konsumsi garam yang tinggi ( Melebihi dari 30 gr)

Ion natrium mengakibatkan retensi air sehingga volume darah bertambah

dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek

vasokonstriksi noradrenalin)

- Kegemukan atau makan berlebihan

9

Page 4: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

- Stress (Dapat meningkatkan TD untuk sementara akibat pelepasan adrenalin

dan noradrenalin (hormon stress) yang bersifat vasokonstriktif)

- Merokok

Nikotin dalam rokok berkhasiat vasokonstriksi dan meningkatkan TD

- Minum alcohol

- Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

- Pil antihamil

Mengandung hormon estrogen yang juga bersifat retensi garam dan air

- Kehamilan

Bila uterus diregangkan terlalu banyak (oleh janin) dan menerima kurang

darah, maka dilepaskannya zat-zat yang meningkatkan TD

2.2.1.3. Tanda dan Gejala Hipertensi

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung,

1995 )

1. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang

memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa

jika tekanan arteri tidak terukur.

2. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi

nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala

terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

2.2.1.4.Penatalaksanaan Hipertensi

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas

akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan

pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan

penyakit hipertensi meliputi :

10

Page 5: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

1. Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan

sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat

ini meliputi :

A. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

- Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr

Bila kadar Na difiltrat glomeruli rendah maka lebih banyak air akan

dikeluarkan untuk menormalisasi kadar garam dalam darah. Akibat

pengeluaran ekstra air tersebut TD akan turun

- Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

- Penurunan berat badan

BB berlebihan (kegemukan) menyebabkan bertambahnya volume darah

dan perluasan sistem sirkulasi.

- Penurunan asupan alkohol

- Menghentikan merokok

Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja jantung dan

menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah berkurang dan TD

meningkat. CO2 dalam asap mengikat hemoglobin lebih cepat dan lebih

kuat daripada oksigen hingga penyerapan O2 diparu-paru sangat

dikurangi. Ter dalam asap bersifat karsinogen dan pada jangka panjang

dapat merusak dinding pembuluh dengan efek atherosklerosis.

- Diet tinggi kalium

- Membatasi minum kopi

Kafein dalam kopi dapat menciutkan pembuluh yang secara akut dapat

meningkatkan TD dengan terjadinya gangguan ritme (sementara)

- Membatasi minum alkohol

Khasiat alkohol adalah vasodilatasi, peningkatan HDL-kolesterol

fibrinolitis dan mengurangi kecondongan beku darah , tetapi minum lebih

dari 40g sehari dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan tensi

diastolis sampai 0,5 mm per 10 g alkohol.

11

Page 6: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

- Cukup istirahat dan tidur

Selama periode ini TD menurun, mengurangi stress, latihan relaksasi

mental (yoga, mediasi transdental, chi kung, biofeedback) berguna sekali

menurunkan TD

A. Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan

untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat

prinsip yaitu :

a) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,

jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain

b) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas

aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut

zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan

rumus 220 – umur

c) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam

zona latihan

d) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x

perminggu

B. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan

pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien

dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih

lanjut.

2. Terapi dengan obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja

tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita

dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur

hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli

Hipertensi menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis

kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama

12

Page 7: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada

penderita.

- Diuretika tiazida

- Beta-blocker

- Antagonis Ca

- ACE-inhibitors

- ATII reseptorblockers

Pilihan obat hipertensi pada penderita dengan gangguan lain dan beberapa

kombinasi yang dianjurkan.

Bila hipertensi disertai Obat yang dianjurkan

Diabetes Melitus tipe-2 : ACE-inhibitor + beta-blocker

Gagal jantung : diuretika, beta-blockers atau ACE-

inhibitors

Angina pectoris : beta-blocker atau antagonis-Ca

Retionpati fiabetis : ACE-inhibitors atau ATII-reseptor-

blockers

Setelah infark jantung : beta-blockers atau ACE-inhibitors

Lansia dengan TD sistolis tinggi : terapi standar sama, tetapi dengan

dosis awal

Kombinasi yang dianjurkan :

- Diuretikum tiazida+beta blocker, ACE-inhibitor atau ATII-reseptor-

blocker

- Antagonis-Ca (dihidropiridin) + beta-blocker, ACE-inhibitor atau ATII-

reseptor-blocker

Mekanisme kerjanya :

- Meningkatkan pengeluaran air dari tubuh : diuretika

- Memperlambat kerja jantung : beta-blockers

- Memperlebah pembuluh darah: vasodilator langsung (dihidralazin,

monoxidil), antagonis kalsium, penghambat ACE dan AT-II-reseptor

blockers

13

Page 8: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

- Menstimulasi SSP : agonis alfa-2 sentral seperti klonidin dan moxonidin,

metildopa, guanfasin dan reserpin

- Mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh darah, yakni :

o Alfa-1- blocker derivat quinazolin, prazosin, doxazosin, alfuzosin,

tamsulosin), ketanserin (ketansin)

o Alfa-1 dan -2-blockers fentolamin

o Beta-blocker propanolol, atenolol, metoprolol, pindolol, bisoprolol,

timolol, dll

o Alfa/beta-blockers labetolol dan carvedilol.

2.2.2.Gout Artritis

2.2.2.1. Pengertian Gout Artritis

Gout Artritis adalah penyakit yang diakibatkan oleh deposisi monosodium

urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstrasel.

manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut, akumulasi kristal pada

jaringan yang merusak tulang (tophus), batu asam urat, dan dapat terjadi gagal

ginjal/gout nephropathy (jarang). Kadar asam uratyang normal pada pria dibawah

7 mg/dl sedang pada wanita dibawah 6 mg/dl

Gambar 1. Gout Artritis

14

Page 9: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

2.2.2.2. Gejala Klinis Gout Artritis

1. Stadium arthritis gout akut :

Radang sendi yang terjadi timbul dalam waktu cepat, contohnya : pasien

dapat tidur tanpa gejala apa-apa dan terbangun dengan rasa sakit yang

hebat dan tidak dapat berjalan.

Biasanya bersifat monoartikuler, terasa nyeri, bengkak, hangat,

merah. Gejala sistemik berupa demam, mengigil, terasa lelah.

Lokasi tersering : MTP 1/metatarsophalangeal 1 (podagra). Dapat juga

terjadi di pergelangan tangan/kaki, lutut dan siku.

Gejala dapat sembuh dalam beberapa hari, jika tidak diobati dapat rekuren.

Faktor pencetus : trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress,

tindakan operasi, pemakaian obat diuretik atau penurunan dan peningkatan

asam urat.

2.  Stadium interkritikal :

Kelanjutan stadium pertama, tidak didapatkan tanda radang akut, tapi pada

aspirasi sendi ditemukan kristal urat.

3. Stadium artritis gout menahun :

Terdapat banyak tophus. Tophus ini dapat pecah dan sulit sembuh dengan

obat, dapat juga terjadi infeksi sekunder.

Lokasi tophus tersering : cuping telinga, MTP 1, olecranon, tendon

Achilles, dan jari tangan.

Poliartikuler

Kadang dapat ditemukan batu saluran kemih sampai penyakit ginjal

menahun.

2.2.2.3. Faktor Resiko Gout Artritis

a) Riwayat Keluarga (18%)

b) Penyakit yang sering berhubungan dengan hiperurisemia misalnya; DM,

obesitas, penyakit ginjal, hipertensi, dislipidemia, dsb.

c) Konsumsi Alkohol

15

Page 10: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

d) Obat-obatan yang mempengaruhi terjadinya hiperurisemia misalnya;

diuretik, aspirin.

e) Konsumsi diet tinggi purin

Tabel 1. Golongan Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh Diberikan pada Gout Artritis

Tabel 2. Kadar Purin pada Makanan

16

Page 11: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

2.2.2.4. Penatalaksanaan Gout Artritis

1. Edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi

2. Obat-obatan :

Kolkisin : 0,5-0,6mg/hr selama 3-4x/hari, dosis max 6mg

OAINS –> indometasin 150-200mg/hr selama 2-3 hari; dilanjutkan 75-

100mg/hr sampai minggu berikutnya, atau sampai nyeri berkurang.

Kortikosteroid –> jika poliarthritis

Obat alopurinol  dan urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut, karena

penurunan kadar asam urat yang mendadak akan membuat pasien semakin nyeri.

Tapi jika pasien telah rutin memakan obat penurun asam urat, sebaiknya tetap

diberikan.

2.2.3. Dislipidemia

2.2.3.1. Definisi Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan

peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang

utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida

serta penurunan kadar kolesterol HDL.

Tabel 3. Kadar Lemak Dalam Tubuh

2.2.3.2. Epidemiologi Dislipidemia

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudijanto Kamso dkk. (2004)

terhadap 656 responden di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung,

17

Page 12: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

Yogyakarta, dan Padang) didapatkan keadaan dislipidemia berat (total kolesterol

>240 mg/dL) pada orang berusia diatas 55 tahun didapatkan paling banyak di

Padang dan Jakarta (>56%), diikuti oleh mereka yang tinggal di Bandung (52,2%)

dan Yogyakarta (27,7%). Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa prevalensi

dislipidemia lebih banyak didapatkan pada wanita (56,2%) dibandingkan pada

pria (47%). Dari keseluruhan wanita yang mengidap dislipidemia tersebut

ditemukan prevalensi dislipidemia terbesar pada rentang usia 55-59 tahun (62,1%)

dibandingkan yang berada pada rentang usia 60-69 tahun (52,3%) dan berusia

diatas 70 tahun (52,6%).

2.2.3.3. Faktor Resiko Dislipidemia

Kadar lipoprotein, terutama kolesterol LDL, meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia. Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih tinggi,

tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita mulai meningkat.

Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (misalnya

VLDLdan LDL) adalah:

Riwayat keluarga dengan dislipidemia

Obesitas

Diet kaya lemak

Kurang melakukan olahraga

Penggunaan alkohol

Merokok

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik

18

Page 13: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

Tabel 4. Daftar Kandungan Kolesterol per 100 Gram Makanan

2.2.3.4. Penatalaksanaan Dislipidemia

a. Umum

Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya non farmakologis yang

meliputi modifikasi diet, latihan jasmani, sertapengelolaan berat badan. Tujuan

terapi diet adalah menurunkan resikopenyakit jantung koroner dengan mengurangi

asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan keseimbangan kalori,

sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya

memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta

pembatasan asupan kalori (Waspadji, 2007)

19

Page 14: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

b. Upaya non farmakologis

1. Terapi diet

Dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi makanan

yang mengandung banyak lemak jenuh dan kolesterol serta seberapa sering

keduanya dikonsumsi.

2. Latihan jasmani

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan

kadar HDL, menurunkan trigliserida, menurunkan LDL dan menurunkan berat

badan.

c. Farmakologis

Apabila terapi non farmakologi tidak berhasil maka, dapat diberikan

bermacam-macam obatan (Anwar bahri, 2004) Tujuan dari pengelolaan

dislipidemia dalam jangka pendek adalah untuk mengontrol kadar LDL dan HDL

dalam darah, dan menghilangkan keluhan maupun gejala yang terjadi pada

penderita dislipidemia. Tujuan jangka panjang untuk mencegah terjadinya jantung

koroner. Cara penanganannya dengan menormalkan kadar kolesterol LDL dan

HDL dalam darah.

2.2.3.5. Komplikasi Dislipidemia

Apabila dislipidemia tidak segera diatasi, maka dapat terjadi berbagai

macam

komplikasi, antara lain:

1. Atherosklerosis

2. Penyakit jantung koroner

3. Penyakit serebrovaskular seperti strok

4. Kelainan pembuluh darah tubuh lainnya

5. Pankreatitis akut

20

Page 15: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

2.2.4. Diabetes Melitus

2.2.4.1. Definisi Diabetes MellitusMenurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes Melitus (DM)

merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya.

2.2.4.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

1. DM Tipe 1 (IDDM)

2. DM Tipe 2 (NIDDM)

3. Diabetes Gestasional (DM Karena Kehamilan)

4. DM Tipe Lain

2.2.4.3. Faktor Resiko Diabetes Mellitus

Faktor genetik

Kelompok usia dewasa tua (>45 th)

Gaya hidup pola makan yang salah

Kurang aktivitas

Obesitas

Penderita hipertensi

Riwayat kehamilan dengan berat badan bayi waktu lahir >4 kg

Gangguan lemak darah, HDL <35 mg/dl atau trigliserida >250 mg/dl

2.2.4.4. Gejala Diabetes Mellitus

Penurunan berat badan dan rasa lemah

Banyak kencing, minum, lapar ( poliuri, polidipsi,polifagi)

Kesemutan atau nyeri terutama pada kaki

Gangguan penglihatan

Gangguan ereksi

Kepuitihan

21

Page 16: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

2.2.4.5. Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa poliuria,

polidipsia,polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu

(GDS) ≥ 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan

Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl juga dapat digunakan untuk pedoman

diagnosis DM. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa

darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.

Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu GDP ≥ 126 mg/dl, GDS ≥ 200 mg/dl

pada hari yang lain atau hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl.

Langkah Diagnostik Diabetes Melitus Tipe 2

Gambar 2. Alur Diagnosis Diabetes Mellitus

22

Page 17: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

Bukan DM Belum Pasti DM DMSewaktu/ Acak- Darah Vena- Darah Kapiler

< 110< 90

110 - 19990 - 199

≥ 200≥ 200

Puasa (10 jam)- Darah Vena- Darah Kapiler

< 11090

110 -12590 - 109

≥ 126≥110

Tabel 5. Kadar Gula Darah (mg/dl)

2.2.4.6. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2,

dan sebagian besar mengenaiorgan vital yang dapat fatal, maka tatalaksanaDM

tipe-2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali

faktor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM

tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan

pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan

jasmani dan intervensi farmakologis.

a. Edukasi

Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang

memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi

dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien

untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung

usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya

dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin

timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan

pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan

yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa

mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok,

meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.

b. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang

seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu , dengan

memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi

23

Page 18: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%,

protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.

c. Latihan Jasmani

Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama

kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic seperti

berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk

menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan

sensitifitas insulin.

d. Intervensi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan

pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari

obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara lain:

Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Pemicu sekresi insulin:

a. Sulfonilurea

• Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas

• Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang

• Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati

dan ginjal serta malnutrisi

b. Glinid

• Terdiri dari repaglinid dan nateglinid

• Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi

insulin fase pertama.

• Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemiapostprandial

Peningkat sensitivitas insulin:

a. Biguanid

• Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin.

• Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja

insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi

glukosa hati.

24

Page 19: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

• Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai

dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.

b. Tiazolidindion

• Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut

glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer.

• Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan

retensi cairan.

Penghambat glukoneogenesis:

Biguanid (Metformin).

• Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi produksi

glukosa hati.

• Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin

serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan

hipoksemia seperti pada sepsis

• Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan

sulfonilurea.

• Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa

diatasi dengan pemberian sesudah makan.

Penghambat glukosidase alfa :

Acarbose

• Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosadi usus halus.

• Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan

sulfonilurea.

• Acarbose mempunyai efek samping pada saluran

cerna yaitu kembung dan flatulens.

• Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like peptide-1 (GLP-1)

merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus.

Peptida ini disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan

perangsang kuat bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara

25

Page 20: 5. BAB II Tinjauan Pustaka Hipertensi

cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat

DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan menghambat penglepasan

glukagon.

Insulin

a. Insulin kerja cepat

b. Insulin kerja pendek

c. Insulin kerja menengah

d. Insulin kerja panjang

e. Insulin campuran tetap

2.2.4.7. Komplikasi

Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut

maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun

makroangiopati. Di Amerika Serikat, DM merupakan penyebab utama dari end-

stage renal disease

(ESRD), nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness.

Komplikasi kronis yang dapat terjadi antara lain:

- Kerusakan saraf (neuropati)

- Kerusakan ginjal (nefropati)

- Kerusakan mata (retinopati)

- Penyakit jantung koroner

- Stroke

- Penyakit pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease)

- Infeksi

26