Upload
rizky-sepsarianto
View
44
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hipertensireferattinjauan pustaka
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Penyakit Degeneratif
Penyakit degeneratif adalah penyakit yang mengiringi proses penuaan
penyakit ini terjadi seiring bertambahnya usia. Penyakit degeneratif merupakan
istilah yang secara medis digunakan untuk menerangkan adanya suatu proses
kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari keadaan
normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk. Penyebab penyakit sering tidak
diketahui, termasuk diantaranya kelompok penyakit yang dipengaruhi oleh faktor
genetik atau paling sedikit terjadi pada salah satu anggota keluarga (faktor
familial) sehingga sering disebut penyakit heredodegeneratif.
Dengan berkembangnya ilmu, memang banyak penyakit yang dulu
penyebabnya tidak diketahui akhirnya diketahui sehingga tidak termasuk penyakit
degeneratif. Sedangkan penyakit yang penyebabnya tidak diketahui dan
mempunyai kesamaan dimana terdapat disintegrasi yang berjalan progresif lambat
dari sistem susunan saraf dimasukkan ke dalam golongan ini. Istilah yang agak
membingungkan yaitu pemakaian yang tidak konsisten dari istilah atrofi dan
degeneratif, dua istilah ini digunakan pada penyakit degeneratif. Spatz
mengatakan bahwa gambarannya secara histopatologis berbeda. Atrofi gambaran
khasnya berupa proses pembusukan dan hilangnya neuron dan tidak dijumpai
produk degeneratif, hanya jarak antar sel yang melebar dan terjadi fibrous gliosis.
Degeneratif menunjukkan proses yang lebih cepat dari kerusakan neuron, mielin
dan jaringan dengan akibat timbulnya produk-produk degeneratif dan reaksi
fagositosis yang hebat dan gliosis selular. Jadi perbedaan atrofi dan proses
degeneratif yaitu pada kecepatan terjadinya dan tipe kerusakannya. Banyak
penyakit yang merupakan proses degeneratif ternyata diketahui kemudian
penyebabnya adalah proses metabolik. Tetapi ternyata pada kejadian atrofi, ada
beberapa yangdasarnya adalah gangguan metabolik juga.
7
2.2. Jenis – jenis Penyakit Degeneratif
Penyakit degeneratif sangat banyak jenisnya. Berbagai referensi
menyebutkan lebih dari 50 jenis penyakit degeneratif. Berikut adalah beberapa
jenis penyakit degeneratif yang berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik dan
konsumsi makanan atau zat gizi tertentu:
2.2.1. Hipertensi
2.2.1.1. Pengertian Hipertensi
Tekanan Darah terjadi jika jantung menguncup (kontraksi), darah dengan
pesat dipompa kedalam pembuluh nadi besar (aorta) dengan tekanan agak tinggi.
Dari sini darah dialirkan berangsur-angsur kedalam arteri dan arteriole lainnya
dengan tekanan semakin berkurang. Tekanan ini diperlukan agar darah mencapai
seluruh organ dan jaringan dan kemudian untuk bisa mengalir kembali ke jantung
melalui vena.
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.
( Smith Tom, 1995 ) Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan
tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan
diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).
Klasifikasi tekanan darah orang dewasa (WHO)
Klasifikasi Sistolis (mmHg) Diastolis (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Normal tinggi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tingkat I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tingkat II ≥ 160 Atau ≥ 100
2.2.1.2. Etiologi Hipertensi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu : (Lany Gunawan, 2001 )
8
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit
lain
a. Penyakit ginjal
b. Penciutan aorta /arteri ginjal
c. Tumor anak ginjal (efek overproduksi hormon tertentu yang
sebabkan peningkatan TD (feochromacytoma) )
d. Dll.
Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi,
sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian
telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur
( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih
tinggi dari perempuan ) dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit
putih )
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
- Konsumsi garam yang tinggi ( Melebihi dari 30 gr)
Ion natrium mengakibatkan retensi air sehingga volume darah bertambah
dan menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek
vasokonstriksi noradrenalin)
- Kegemukan atau makan berlebihan
9
- Stress (Dapat meningkatkan TD untuk sementara akibat pelepasan adrenalin
dan noradrenalin (hormon stress) yang bersifat vasokonstriktif)
- Merokok
Nikotin dalam rokok berkhasiat vasokonstriksi dan meningkatkan TD
- Minum alcohol
- Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
- Pil antihamil
Mengandung hormon estrogen yang juga bersifat retensi garam dan air
- Kehamilan
Bila uterus diregangkan terlalu banyak (oleh janin) dan menerima kurang
darah, maka dilepaskannya zat-zat yang meningkatkan TD
2.2.1.3. Tanda dan Gejala Hipertensi
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung,
1995 )
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa
jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
2.2.1.4.Penatalaksanaan Hipertensi
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan
penyakit hipertensi meliputi :
10
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat
ini meliputi :
A. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
- Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
Bila kadar Na difiltrat glomeruli rendah maka lebih banyak air akan
dikeluarkan untuk menormalisasi kadar garam dalam darah. Akibat
pengeluaran ekstra air tersebut TD akan turun
- Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
- Penurunan berat badan
BB berlebihan (kegemukan) menyebabkan bertambahnya volume darah
dan perluasan sistem sirkulasi.
- Penurunan asupan alkohol
- Menghentikan merokok
Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja jantung dan
menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah berkurang dan TD
meningkat. CO2 dalam asap mengikat hemoglobin lebih cepat dan lebih
kuat daripada oksigen hingga penyerapan O2 diparu-paru sangat
dikurangi. Ter dalam asap bersifat karsinogen dan pada jangka panjang
dapat merusak dinding pembuluh dengan efek atherosklerosis.
- Diet tinggi kalium
- Membatasi minum kopi
Kafein dalam kopi dapat menciutkan pembuluh yang secara akut dapat
meningkatkan TD dengan terjadinya gangguan ritme (sementara)
- Membatasi minum alkohol
Khasiat alkohol adalah vasodilatasi, peningkatan HDL-kolesterol
fibrinolitis dan mengurangi kecondongan beku darah , tetapi minum lebih
dari 40g sehari dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan tensi
diastolis sampai 0,5 mm per 10 g alkohol.
11
- Cukup istirahat dan tidur
Selama periode ini TD menurun, mengurangi stress, latihan relaksasi
mental (yoga, mediasi transdental, chi kung, biofeedback) berguna sekali
menurunkan TD
A. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat
prinsip yaitu :
a) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain
b) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut
zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan
rumus 220 – umur
c) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam
zona latihan
d) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x
perminggu
B. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien
dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih
lanjut.
2. Terapi dengan obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita
dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur
hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis
kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama
12
dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.
- Diuretika tiazida
- Beta-blocker
- Antagonis Ca
- ACE-inhibitors
- ATII reseptorblockers
Pilihan obat hipertensi pada penderita dengan gangguan lain dan beberapa
kombinasi yang dianjurkan.
Bila hipertensi disertai Obat yang dianjurkan
Diabetes Melitus tipe-2 : ACE-inhibitor + beta-blocker
Gagal jantung : diuretika, beta-blockers atau ACE-
inhibitors
Angina pectoris : beta-blocker atau antagonis-Ca
Retionpati fiabetis : ACE-inhibitors atau ATII-reseptor-
blockers
Setelah infark jantung : beta-blockers atau ACE-inhibitors
Lansia dengan TD sistolis tinggi : terapi standar sama, tetapi dengan
dosis awal
Kombinasi yang dianjurkan :
- Diuretikum tiazida+beta blocker, ACE-inhibitor atau ATII-reseptor-
blocker
- Antagonis-Ca (dihidropiridin) + beta-blocker, ACE-inhibitor atau ATII-
reseptor-blocker
Mekanisme kerjanya :
- Meningkatkan pengeluaran air dari tubuh : diuretika
- Memperlambat kerja jantung : beta-blockers
- Memperlebah pembuluh darah: vasodilator langsung (dihidralazin,
monoxidil), antagonis kalsium, penghambat ACE dan AT-II-reseptor
blockers
13
- Menstimulasi SSP : agonis alfa-2 sentral seperti klonidin dan moxonidin,
metildopa, guanfasin dan reserpin
- Mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh darah, yakni :
o Alfa-1- blocker derivat quinazolin, prazosin, doxazosin, alfuzosin,
tamsulosin), ketanserin (ketansin)
o Alfa-1 dan -2-blockers fentolamin
o Beta-blocker propanolol, atenolol, metoprolol, pindolol, bisoprolol,
timolol, dll
o Alfa/beta-blockers labetolol dan carvedilol.
2.2.2.Gout Artritis
2.2.2.1. Pengertian Gout Artritis
Gout Artritis adalah penyakit yang diakibatkan oleh deposisi monosodium
urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstrasel.
manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut, akumulasi kristal pada
jaringan yang merusak tulang (tophus), batu asam urat, dan dapat terjadi gagal
ginjal/gout nephropathy (jarang). Kadar asam uratyang normal pada pria dibawah
7 mg/dl sedang pada wanita dibawah 6 mg/dl
Gambar 1. Gout Artritis
14
2.2.2.2. Gejala Klinis Gout Artritis
1. Stadium arthritis gout akut :
Radang sendi yang terjadi timbul dalam waktu cepat, contohnya : pasien
dapat tidur tanpa gejala apa-apa dan terbangun dengan rasa sakit yang
hebat dan tidak dapat berjalan.
Biasanya bersifat monoartikuler, terasa nyeri, bengkak, hangat,
merah. Gejala sistemik berupa demam, mengigil, terasa lelah.
Lokasi tersering : MTP 1/metatarsophalangeal 1 (podagra). Dapat juga
terjadi di pergelangan tangan/kaki, lutut dan siku.
Gejala dapat sembuh dalam beberapa hari, jika tidak diobati dapat rekuren.
Faktor pencetus : trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress,
tindakan operasi, pemakaian obat diuretik atau penurunan dan peningkatan
asam urat.
2. Stadium interkritikal :
Kelanjutan stadium pertama, tidak didapatkan tanda radang akut, tapi pada
aspirasi sendi ditemukan kristal urat.
3. Stadium artritis gout menahun :
Terdapat banyak tophus. Tophus ini dapat pecah dan sulit sembuh dengan
obat, dapat juga terjadi infeksi sekunder.
Lokasi tophus tersering : cuping telinga, MTP 1, olecranon, tendon
Achilles, dan jari tangan.
Poliartikuler
Kadang dapat ditemukan batu saluran kemih sampai penyakit ginjal
menahun.
2.2.2.3. Faktor Resiko Gout Artritis
a) Riwayat Keluarga (18%)
b) Penyakit yang sering berhubungan dengan hiperurisemia misalnya; DM,
obesitas, penyakit ginjal, hipertensi, dislipidemia, dsb.
c) Konsumsi Alkohol
15
d) Obat-obatan yang mempengaruhi terjadinya hiperurisemia misalnya;
diuretik, aspirin.
e) Konsumsi diet tinggi purin
Tabel 1. Golongan Makanan yang Boleh dan Tidak Boleh Diberikan pada Gout Artritis
Tabel 2. Kadar Purin pada Makanan
16
2.2.2.4. Penatalaksanaan Gout Artritis
1. Edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi
2. Obat-obatan :
Kolkisin : 0,5-0,6mg/hr selama 3-4x/hari, dosis max 6mg
OAINS –> indometasin 150-200mg/hr selama 2-3 hari; dilanjutkan 75-
100mg/hr sampai minggu berikutnya, atau sampai nyeri berkurang.
Kortikosteroid –> jika poliarthritis
Obat alopurinol dan urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut, karena
penurunan kadar asam urat yang mendadak akan membuat pasien semakin nyeri.
Tapi jika pasien telah rutin memakan obat penurun asam urat, sebaiknya tetap
diberikan.
2.2.3. Dislipidemia
2.2.3.1. Definisi Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida
serta penurunan kadar kolesterol HDL.
Tabel 3. Kadar Lemak Dalam Tubuh
2.2.3.2. Epidemiologi Dislipidemia
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudijanto Kamso dkk. (2004)
terhadap 656 responden di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung,
17
Yogyakarta, dan Padang) didapatkan keadaan dislipidemia berat (total kolesterol
>240 mg/dL) pada orang berusia diatas 55 tahun didapatkan paling banyak di
Padang dan Jakarta (>56%), diikuti oleh mereka yang tinggal di Bandung (52,2%)
dan Yogyakarta (27,7%). Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa prevalensi
dislipidemia lebih banyak didapatkan pada wanita (56,2%) dibandingkan pada
pria (47%). Dari keseluruhan wanita yang mengidap dislipidemia tersebut
ditemukan prevalensi dislipidemia terbesar pada rentang usia 55-59 tahun (62,1%)
dibandingkan yang berada pada rentang usia 60-69 tahun (52,3%) dan berusia
diatas 70 tahun (52,6%).
2.2.3.3. Faktor Resiko Dislipidemia
Kadar lipoprotein, terutama kolesterol LDL, meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih tinggi,
tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita mulai meningkat.
Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (misalnya
VLDLdan LDL) adalah:
Riwayat keluarga dengan dislipidemia
Obesitas
Diet kaya lemak
Kurang melakukan olahraga
Penggunaan alkohol
Merokok
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
18
Tabel 4. Daftar Kandungan Kolesterol per 100 Gram Makanan
2.2.3.4. Penatalaksanaan Dislipidemia
a. Umum
Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya non farmakologis yang
meliputi modifikasi diet, latihan jasmani, sertapengelolaan berat badan. Tujuan
terapi diet adalah menurunkan resikopenyakit jantung koroner dengan mengurangi
asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan keseimbangan kalori,
sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya
memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta
pembatasan asupan kalori (Waspadji, 2007)
19
b. Upaya non farmakologis
1. Terapi diet
Dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi makanan
yang mengandung banyak lemak jenuh dan kolesterol serta seberapa sering
keduanya dikonsumsi.
2. Latihan jasmani
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan
kadar HDL, menurunkan trigliserida, menurunkan LDL dan menurunkan berat
badan.
c. Farmakologis
Apabila terapi non farmakologi tidak berhasil maka, dapat diberikan
bermacam-macam obatan (Anwar bahri, 2004) Tujuan dari pengelolaan
dislipidemia dalam jangka pendek adalah untuk mengontrol kadar LDL dan HDL
dalam darah, dan menghilangkan keluhan maupun gejala yang terjadi pada
penderita dislipidemia. Tujuan jangka panjang untuk mencegah terjadinya jantung
koroner. Cara penanganannya dengan menormalkan kadar kolesterol LDL dan
HDL dalam darah.
2.2.3.5. Komplikasi Dislipidemia
Apabila dislipidemia tidak segera diatasi, maka dapat terjadi berbagai
macam
komplikasi, antara lain:
1. Atherosklerosis
2. Penyakit jantung koroner
3. Penyakit serebrovaskular seperti strok
4. Kelainan pembuluh darah tubuh lainnya
5. Pankreatitis akut
20
2.2.4. Diabetes Melitus
2.2.4.1. Definisi Diabetes MellitusMenurut American Diabetes Association (ADA) 2010, Diabetes Melitus (DM)
merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
2.2.4.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
1. DM Tipe 1 (IDDM)
2. DM Tipe 2 (NIDDM)
3. Diabetes Gestasional (DM Karena Kehamilan)
4. DM Tipe Lain
2.2.4.3. Faktor Resiko Diabetes Mellitus
Faktor genetik
Kelompok usia dewasa tua (>45 th)
Gaya hidup pola makan yang salah
Kurang aktivitas
Obesitas
Penderita hipertensi
Riwayat kehamilan dengan berat badan bayi waktu lahir >4 kg
Gangguan lemak darah, HDL <35 mg/dl atau trigliserida >250 mg/dl
2.2.4.4. Gejala Diabetes Mellitus
Penurunan berat badan dan rasa lemah
Banyak kencing, minum, lapar ( poliuri, polidipsi,polifagi)
Kesemutan atau nyeri terutama pada kaki
Gangguan penglihatan
Gangguan ereksi
Kepuitihan
21
2.2.4.5. Diagnosis Diabetes Mellitus
Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa poliuria,
polidipsia,polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu
(GDS) ≥ 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan
Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl juga dapat digunakan untuk pedoman
diagnosis DM. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa
darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu GDP ≥ 126 mg/dl, GDS ≥ 200 mg/dl
pada hari yang lain atau hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl.
Langkah Diagnostik Diabetes Melitus Tipe 2
Gambar 2. Alur Diagnosis Diabetes Mellitus
22
Bukan DM Belum Pasti DM DMSewaktu/ Acak- Darah Vena- Darah Kapiler
< 110< 90
110 - 19990 - 199
≥ 200≥ 200
Puasa (10 jam)- Darah Vena- Darah Kapiler
< 11090
110 -12590 - 109
≥ 126≥110
Tabel 5. Kadar Gula Darah (mg/dl)
2.2.4.6. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2,
dan sebagian besar mengenaiorgan vital yang dapat fatal, maka tatalaksanaDM
tipe-2 memerlukan terapi agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali
faktor risiko kardiovaskular. Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM
tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan
pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan
jasmani dan intervensi farmakologis.
a. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi
dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien
untuk memiliki perilaku sehat. Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung
usaha pasien penyandang diabetes untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya
dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan/ komplikasi yang mungkin
timbul secara dini/ saat masih reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan
pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan
yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok,
meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.
b. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang
seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu , dengan
memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi
23
makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%,
protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.
c. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama
kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic seperti
berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan
sensitifitas insulin.
d. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan
pasien, pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari
obat oral dan bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara lain:
Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Pemicu sekresi insulin:
a. Sulfonilurea
• Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
• Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
• Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati
dan ginjal serta malnutrisi
b. Glinid
• Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
• Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi
insulin fase pertama.
• Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemiapostprandial
Peningkat sensitivitas insulin:
a. Biguanid
• Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin.
• Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja
insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi
glukosa hati.
24
• Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai
dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.
b. Tiazolidindion
• Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer.
• Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena meningkatkan
retensi cairan.
Penghambat glukoneogenesis:
Biguanid (Metformin).
• Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi produksi
glukosa hati.
• Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin
serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia seperti pada sepsis
• Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan
sulfonilurea.
• Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa
diatasi dengan pemberian sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa :
Acarbose
• Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosadi usus halus.
• Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan
sulfonilurea.
• Acarbose mempunyai efek samping pada saluran
cerna yaitu kembung dan flatulens.
• Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like peptide-1 (GLP-1)
merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus.
Peptida ini disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan
perangsang kuat bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara
25
cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat
DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan menghambat penglepasan
glukagon.
Insulin
a. Insulin kerja cepat
b. Insulin kerja pendek
c. Insulin kerja menengah
d. Insulin kerja panjang
e. Insulin campuran tetap
2.2.4.7. Komplikasi
Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati. Di Amerika Serikat, DM merupakan penyebab utama dari end-
stage renal disease
(ESRD), nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness.
Komplikasi kronis yang dapat terjadi antara lain:
- Kerusakan saraf (neuropati)
- Kerusakan ginjal (nefropati)
- Kerusakan mata (retinopati)
- Penyakit jantung koroner
- Stroke
- Penyakit pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease)
- Infeksi
26