Click here to load reader
Upload
azar23
View
12
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jkkk
Citation preview
BAB I
PENGANTAR
Di dalam kehidupannya manusia membutuhkan pendidikan yang merupakan
usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses
pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 31 Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan, Ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan Undang-Undang.
Pada bagian pertama ini akan dibicarakan dasar pemikiran pendidikan
kewarganegaraan, pengelompokan mata kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi,
terutama kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MPK), yang di dalam
kelompok tersebut terdapat mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian
akan ditinjau pula perkembangan / perubahan yang terjadi pada mata kuliah
pendidikan kewarganegaraan di perguruaan tinggi.
Setelah mempelajari bagian pertama ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan landasan yuridis MPK Pendidikan Kewarganegaraan
2. Menjelaskan gejala fenomena patologi sosial dalam masyarakat Indonesia dewasa
ini.
3. Menjelaskan pengelompokkan mata kuliah serta fungsi masing-masing kelompok
dalam kurikulum perguruan tinggi, terutama fungsi mata kuliah pengembangan
kepribadian.
4. Menjelaskan visi, misi, dan kompetensi pendidikan kewarganegaraan.
5. Menjelaskan perkembangan/perubahan yang terjadi pada mata kuliah pendidikan
kewarganegaraan serta latar belakang dari perubahan itu.
Untuk membantu mahasiswa agar menguasai kemampuan di atas, dalam
bagian pertama ini akan disajikan pembahasan tentang :
a. Latar belakang dan pengertian pendidikan kewarganegaraan.
b. Pendidikan kewarganegaraan dalam kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian (MPK).
c. Sejarah pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi.
Pengantar 1
A. Latar Belakang dan Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan.
Perjalanan bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama
penjajahan, kemudian berlanjut ke-era merebut dan mempertahankan kemerekaan,
hingga era pengisian kemerdekaan, berhadapan dengan kondisi dan tuntutan yang
berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda itu ditanggapi
oleh bangsa Indonesia dengan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang dilandasi
oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan, yang kemudian menjadi kekuatan
pendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam wadah
nusantara.
Nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia sejak perjuangan fisik merebut dan
mempertahankan kemerekaan hingga mengisi kemerdekaan telah mengalami pasang
surut sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyaakat, berbangsa dan bernegara.
Salah satu penyebab menurunnya semangat perjuangan ini adalah pengaruh
globalisasi. Globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga
kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur perpolitikan,
perekonomian sosial budaya dan pertahanan keamanan global. Disamping itu isu
global yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup turut
mempengaruhi keadaan nasional. Kondisi ini menumbuhkan berbagai konflik
kepentingan baik antara negara maju dengan negara berkembang, antara negara
berkembang dengan lembaga internasional, maupun ssama negara berkembang. Isu
globalisasi yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup
turut pula mempengaruhi keadaan nasional.
Pesatnya perkembangan ilmu pemgetahuann dan teknologi, khususnya di
bidang informasi, komunikasi dan transformasi, menjadikan dunia semakin transparan
tanpa batas antar negara. Kondisi ini menciptakan struktur global yang berpengaruh
terhadap struktur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang
akhirnya akan mempengaruhi pola pikir, sikap, tindakan, serta kondisi mental spiritual
bangsa Indonesia.
Dalam menghadapi globalisasi menuju masa depan untuk mengisi
kemerdekaan, kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang profesi
masing-masing dan perjuangan ini tetap harus dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan
bangsa Indonesia. Kita harus memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan
Pengantar 2
prilaku yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa demi
tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berkaitan dengan pemupukan nilai, sikap, dan kepribadian tersebut peran
pendidikan sangat diperlukan. Pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita
kehidupan global sebagai perubahan kehidupan yang penuh dengan paradoks dan
ketakterdugaan. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara Kesatuan
Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganaisis, dan menjawab
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa, dan negara. Mahasiswa
sebagai calon cendikiawan dan generasi penerus, diharapkan akan mampu
mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah.
Gerakan reformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip
demokrasi, disentralisasi dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Tuntutan tersebut menyangkut pembaharuan sistem
pendidikan, diantaranya pembaharuran kurikulum termasuk di dalamnya penyusunan
standar kompetensi lulusan yang berlaku secara nasional dan daerah.
Munculnya gelombang reformasi pada akhir dekade 1990-an pada dasarnya
membawa harapan baru bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, namun dibalik
tuntutan reformasi yang begitu deras, ternyata memunculkan efek negatif berupa
persoalan-persoalan patologi sosial masa transisi akibat euphoria politik. Bagi
Indonesia yang sedang tumbuh menuju demokratis, peran dunia pendidikan semakin
penting. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan civic culture, dibutuhkan upaya
yang sistematis dan integralistis agar generasi muda yang tumbuh dan berkembang
dapat benar-benar memahami dan sadar akan nilai-nilai yang diperlukan untuk
menyangga, memelihara dan melestarikan demokrasi.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dalam Pasal 3 dijelaskan Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selanjutnya Pasal 37 ayat 2 menjelaskan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib
memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa. Cara paling
strategis untuk membangun masyarakat demokratis adalah melalui Pendidikan
Pengantar 3
Kewarganegaraan yang di dalamnya terkandung makna sosialisasi, diseminasi dan
aktualisasi konsep, sistem, nilai, budaya, serta praktek demokrasi yang berkeadaban.
Asykuri ibn Chamin dkk. (2000), mengemukakan 8 (delapan) gejala fenomena
patologi sosial yang diharapkan dapat dieliminasi melalui upaya pendidikan
kewarganegaraan, yaitu :
1. Hancurnya Nilai-nilai Demokrasi dalam Masyarakat
Melemahnya kontrol negara sebagai penegak hukum dan keadilan masyarakat
akhirnya semakin mengikis kepercayaan masyarakat pada penegakkan hukum di
negeri ini. Hilangnya keberpihakan negara pada nilai-nilai keadilan dan pudarnya
ketaatan pada hukum menjadi salah satu persoalan serius bagi keberlangsungan
demokrasi di negeri ini. Rendahnya kesadaran representativeness di kalangan
masyarakat dan anggota parlemen , mengakibatkan kesadaran sistemik demokratis
akhirnya kurang bisa berjalan secara optimal. Kuatnya hegemoni partai politik atas
anggota parlemen semakin mendistorsi makna anggota parlemen sebagai wakil
rakyat. Kesadaran masyarakat untuk memilih wakil rakyat secara rasional masih
rendah. Masyarakat seakan berjuang sendiri untuk memperjuangkan aspirasinya.
2. Memudarnya Kehidupan Kewargaan dan Nilai-Nilai Komunitas
Pelanggaran atas hak-hak individual, penjarahan atas hak milik orang lain dan
penjarahan tanah adat secara sistematis merupakan kasus yang semakin banyak
dijumpai di negeri ini. Problem mental yang sangat serius mengancam kepentingan
bersama masyarakat, yaitu tanggung jawab atas pemeliharaan fasilitas-fasilitas umum.
Berbagai kasus kekecewaan sosial di negeri ini sering berujung pada perusakan
fasilitas-fasilitas umum, seperti anarkhisme demonstrasi dan aksi masa, pembakaran
milik orang lain dan sebagainya.
3. Kemerosotan Nilai-nilai Toleransi dalam Masyarakat
Penyeragaman yang selama ini dilakukan rezim otoriter membuat akibat buruk
pada harmonitas masyarakat yang plural, sehingga nilai-nilai lokal – tradisional
termarginalisasi secara sistematis. Pada saat kontrol negara mulai melemah maka
keberagaman sosial yamg dahulu yang dimarginalisasikan akhirnya menguat secara
chauvinistic, sehingga mengancam harmoni dalam pluralistik di negeri ini. Intoleransi
semakin menggejala dalam konteks interaksi antar agama, antar daerah, antar etnis,
antar partai politik dan lain-lain sehingga sering terjadi pertikaian. Kencenderungan
untuk memaksakan kehendak suatu kelompok sosial juga semakin sering terjadi
dalam transisi masyarakat menuju demokratisasi.
Pengantar 4
4. Memudarnya Nilai-nilai Kejujuran, Kesopanan, dan Rasa Tolong-menolong
Nilai-nilai kejujuran, kesopanan, sikap tenggang rasa, saling tolong-menolong, dan
ketundukan pada hukum semakin menipis. Maraknya tindakan asusila, perjudian,
peredaran narkotika, perkelahian pelajar, pesta sex di tempat terbuka dan sebagainya
seakan menjadi fenomena keseharian yang muncul di media massa.
5. Melemahnya Nilai-nilai dalam Keluarga
Melemahnya nilai-nilai dalam keluarga merupakan akibat saling pengaruh antar
faktor eksternal dan faktor internal keluarga. Kekerasan terhadap anak dan eksploitasi
anak untuk bekerja mencukupi kebutuhan hidup terutama di kalangan keluarga miskin
merupakan fenomena yang menggejala di perkampungan-perkampungan kumuh
perkotaan akibat krisis ekonomi. Upaya pendidikan melalui keluarga juga semakin
memprihatinkan, orang tua harus bekerja lebih keras dan menghabiskan waktu untuk
pekerjaan guna mencukupi kebutuhan keluarga.
6. Praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat korupsi yang paling buruk di
muka bumi. Akses masyarakat terhadap informasi dan transparansi penyelenggaraan
pemerintahan banyak terhambat yang akhirnya memberikan peluang praktek Korupsi
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Penegakkan hukum terhadap penjarah uang negara dan
rakyat juga sering terabaikan. Pelayanan publik seperti KTP, SIM, STNK, dan
sebagainya juga sering kali masih bersifat kolusif dan tidak transparan. Kesadaran
kontrol masayarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari KKN
juga belum terlalu tinggi.
7. Kerusakan Sistem dan Kehidupan Ekonomi
Kerusakan sistem ekonomi ditandai dengan merebaknya monopoli yang
bersembunyi dengan istilah tata niaga, hilangnya kompetisi yang sehat dalam dunia
usaha dan ketertutupan dari tuntutan pasar bebas. Rendahnya indeks kewirausahaan di
kalangan masyarkat merupakan kendala pembangunan ekonomi, terutama bagi
kalangan pribumi. Pola hidup konsumtif juga cukup menggejala di kalangan
masyarakat.
8. Pelanggaran Terhadap Nilai-nilai Kebangsaan
Fenomena gerakan separatisme di Indonesia akhir-akhir ini cukup menggejala
seperti Aceh, Papua, Maluku. Banyak faktor penyebab disintegrasi bangsa ini, baik
faktor ekonomi, politik, keamanan maupun budaya. Keragaman dalam satu bangsa
(Bhineka Tunggal Ika) seakan mulai terkikis, solidaritas kebangsaan seakan tersumbat
Pengantar 5
oleh berbagai keterbatasan dan kentalnya kepentigan untuk memisahkan diri. Oleh
karenanya perlu ada upaya untuk reorientasi National Building untuk kembali
merekatkan ikatan-ikatan kebangsaan yang beragam menjadi satu bangsa.
Reformasi menuju warga negara yang baik (good citizen) bagi Indonesia
bukanlah hal yang mudah karena luasnya wilayah, beragamnya suku, tingkat
pendidikan, kesenjangan ekonomi, serta jumlah penduduk yang sangat besar. Secara
teoritis dan dan praktis, lembaga pendidikan memegang peranan penting dalam usaha
mengubah masyarakat menuju good citizen. Hal ini disebabkan karena prosesnya
yang sistematis, kurikulum yang terencana, tahapan proses yang jelas, serta pendidik
yang terlatih. Istilah pembentukan good citizen melalui pendidikan inilah yang
kemudian dikenal sebagai Pendidikan Kewarganegaraan.
Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui
visi, misi, dan strategi pembangunan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visi
terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang
berkualitas, sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang terus
berubah.
Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab II Pasal 2 dan 3 menyebutkan : Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Tahun 45. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehubungan dengan dasar,
fungsi, dan tujuan pendidikan nasional diatas maka setiap jenjang pendidikan
diwajibkan memuat Pendidikan Kewarganegaraan (Pasal 37). Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (Penjelasan pasal 37).
Dalam istilah civic education, Pro. Dr. Achmad Sanusi, SH. MPA. Yang
dikutip C.S.T. Kansil mengatakan bahwa civic telah memilih orientasinya pada fungsi
pendidikan dalam arti “Usaha-usah dan proses pembinaan warga negara”. Studi
civic yang smula berorientsi pada ilmu politik, kemudian bergeser dan berkembang
menjadi program pendidikan. Tujuan pendidikan kewarganegaraan dalah untuk
Pengantar 6
membentuk watak dan karakteistik warga negara yang baik yaitu warga negara
yang tahu, mau dan mampu berbuat baik. Warga negara yang baik adalah warga
negara yang mengetahui dan menyadari serta melaksanakan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara (Winata Putra, 1978).
B. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kelompok Mata Kuliah Pengembanga
Kepribadian (MPK).
Dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232 / U / 2000
ditegaskan bahwa jenis kurikulum terdiri dari : (1) Kurikulum inti; (2) Kurikulum
Institusional. Kurikulum inti merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran yang
harus dicakup dalam suatu program studi yang dirumuskan dalam kurikulum yang
berlaku secara nasional.
Kurikulum inti program sarjana dan program diploma terdiri atas :
No.Kelompok Mata
KuliahDeskripsi
1.
2.
3.
4.
Pengembangan
Kepribadian (MPK).
Keilmuan dan
Keterampilan
(MKK).
Keahlian Berkarya
(MKB).
Perilaku Berkarya
(MPB).
Kelompok bahan kajian dan pelajaran untuk
mengembangakan masyarakat Indonesia yang beriman
dan bertakwa terhadap Tuhan YME. Dan berbudi
pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri
serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.
Kelompok bahan kajian dan pelajaran yang ditujukan
terutama untuk memberikan landasan penguasaan ilmu
dan keterampilan tertentu.
Kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan
menghasilkan tenaga ahli dengan kekaryaan
berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan yang
dikuasai.
Kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan
untuk membentuk sikap dan perilaku yang diperlukan
seseorang dalam berkarya menurut tingkah keahlian
berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan yang
dikuasai.
Pengantar 7
5. Berkehidupan
Bermasyarakat
(MBB).
Kelompok bahan kajian dan pelajaran yang diperlukan
seseorang untuk dapat memahami kaidah kehidupan
bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam
berkarya.
Berdasarkan pengelompokan mata kuliah dalam kurikulum inti diatas, terlihat
bahwa kompetensi lulusan yang diharapkan sangat lengkap. Ia merupakan
kepribadian yang utuh serta unggul yang menguasai landasan keilmuan serta kekhlian
tertentu, memiliki sikap dan perilaku yang mendukung keakhlian tersebut, dan
akhirnya mampu menggunakan dan memanfaatkan keahlian yang dimilikinya untuk
kepentingan dirinya, masyarakat, dan bangsanya.
Pendidikan kewarganegaraan adalah salah satu mata kuliah yang termasuk
dalam kelompok mata kulian Pengembangan Kepribadian (MPK). Kelompok ini
memiliki fungsi strategis dalam kurikulum secara keseluruhan, dengan sasaran
pengembangan munusia beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian mantap, mandiri, serta bertanggung jawab terhadap
masyarakat dan bangsa. Sasaran yang lengkap tersebut merupakan kepribadian unggul
yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa. Dengan memiliki kepribadian unggul
tersebut akan memberi kontribusi pada pencapaian kelompok mata kuliah yang lain.
Dengan kepribadian mantap dan mandiri, maka ia akan selalu berupaya untuk
mengembangkan penguasaan terhadap keakhlian tertentu. Dengan iman, takwa dan
ahlak mulia maka ia akan menjadi seorang profesional yaitu ahli dibidangnya,
bertanggung jawab pada keakhlian yang dimilikinya, digunakan untuk kepentingan
dirinya, masyarakatnya dan bangsanya serta menghindari perbuatan-perbuatan tercela,
seperti menyalahgunakan keahliannya.
Sejak memasuki priode reformasi ada beberapa Surat Keputusan Direktur
Jendral pendidikan Tinggi yang mengatur tentang pedoman atau rambu-rambu
pelaksanaan Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), yaitu SK. Nomor
267/DIKTI/Kep/2000 , SK. Nomor 38/DIKTI/Kep/2002, dan SK. Nomor : 43 /
DIKTI / Kep / 2006 yang berlaku sekarang. Dalam setiap surat keputusan tersebut
terdapat perkembangan/perubahan terutama pada substansi kajian. Perubahan dan
perkembangan itu dimaksudkan sebagai tanggapan terhadap perubahaan situasi dan
kondisi bangsa yang begitu pesat di era repormasi ini.
Berikut ini dikutipkan SK. Dirjen Dikti Nomor 43/DIKTI/Kep/2006
Pengantar 8
1. Visi kelompok MPK di Perguruan Tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman
dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna menghantarkan
mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya.
2. Misi kelompok MPK di Perguruan Tinggi membantu mahasiswa memantapkan
kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai dasar keagamaan
dan kebudayaan, rasa kebangsaan dan cinta tanah air sepanjang hayat dalam
menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni yang dimilikinya dengan rasa tanggung jawab.
3. Standar kompetensi kelompok MPK yang wajib dikuasai mahasiswa meliputi
pengetahuan tentang nilai-nilai agama, budaya dan kewarganegaraan, serta mampu
menerapkan nilai-nilai tersebut Dalam Kehidupan sehari-hari; memiliki
kepribadian yang mantap; berpikir kritis, bersikap rasional, etis, estetis, dan
dinamis; berpandangan luas; dan bersikap demokratis yang berkeadaban
4. Kompetensi dasar Pendidikan Kewargnegaraan adalah menjadi ilmuan dan
profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis yang
berkeadaban, menjadi arga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, dan
berpartisifasi aktip dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem
nilai Pancasila.
5. Substansi Kajian :
a) Filsafat Pancasila
b) Identitas Nasional
c) Hak dan Kewajiban Warga Negara
d) Negara dan Konstitusi
e) Demokrasi Indonesia
f) Hak Asasi Manusia dan Rule of Law
g) Geopolitik Indonesia
h) Geostrategi Indonesia
Mengenai substansi kajian ini, sekarang sudah ada perubahan dan penyesuaian
lagi. Materi Pancasila yang semula ada yang hanya dimasukkan atau bagian dari
materi mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, sekarang edaran Dirjen Dikti
mewajibkan Pancasila diberikan dalam mata kuliah tersendiri. Kondisi masyarakat
kita dewasa ini dinilai sudah melupakan nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai moral
Pancasila yang merupakan nilai luhur bangsa kita ada kecendrungan memudar
tergusur oleh pengaruh globalisasi.
Pengantar 9
6. Metode Pembelajaran MPK
a. Proses pembelajaran diselengarakan secara interktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian dengan
menempatkan mahasiswa sebagai subyek pendidikan, mitra dalam proses
pembelajaran, dan sebagai umat, anggota keluarga, masyarakat, dan warga
negara.
b. Pembelajaran yang diselenggarakan merupakan proses yang memndidik yang
didalamnya terjadi pembahasan kritis, analitis, induktif, deduktif dan reflektif
melalui dialog kreatif, partisipatori untuk mencapai pemahaman tentang
kebenaran substansi dasar kajian, berkarya nyata dan untuk menumbuhkan
motivasi belajar sepanjang hayat
c. Bentuk aktivitas proses pembelajaran : kuliah tatap muka, ceramah, diskusi
interaktif, studi kasus, penugasan mandiri, tugas seminar kecil dan kegiatan
kokurikuler.
d. Menumbuhkan kesadaran bahwa pembelajaran pengembangan kepribadian
merupakan kebutuhan hidup untuk dapat eksis alam masyarakat global.
Landasan Yuridis MPK Pendidikan Kewarganegaran
a. Pembukaan UUD 1945 alenia II dan IV, sebagai cita-cita dan tujuan nasional
bangsa Indonesia.
b. Batang Tubuh UUD 1945 Pasal 30 ayat (1 dan 5), Pasal 31 ayat (1 sampai 5)
c. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 30 Ayat 2 tentang Kurikulum
Pendidikan Tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, dan Bahasa
d. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
e. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti
Pendidikan Tinggi.
f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan
g. SK Dirjen Dikti Nomor 43/Dikti/Kep/2006 tentang Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK)
Pengantar 10
C. Sejarah Pendidikan Kearganegaran di Perguruan Tinggi
Menyadari pentingnya segi kualitas sumber daya manusia, upaya pembinaan
harus dilakukan terus menerus dan berkesinambungan. Pembinaan sumber daya
manusia ditujukan untuk membentuk kepribadian utuh yang disatu pihak harus dapat
menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan
nasional, dilain pihak harus juga mewadahi identitas / jati diri bangsa.
Pembinaan kesadaran berbangsa, bernegara, kesadaran bela negara,
pembinaan semangat juang bangsa harus terpatri di dalam sistem pembinaan sumber
daya manusia. Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan jauh
sebelumnya pembangunan kualitas bangsa telah menjadi pemikiran pemimpin bangsa.
Disadari bahwa sarana utama membentuk dan membangun kualitas bangsa adalah
melalui jalur pendidikan, oleh karena itu diusahakan agar pendidikan mampu
menjangkau sasaran pokok berdimensi ganda yang mewadahi dimensi intelektual,
sekaligus dimensi-dimensi yang lain secara terpadu dalam pembentukan manusia
seutuhnya. Untuk dapat menghasilkan manusia unggul dengan kepribadian utuh,
dunia pendidikan harus mampu mengobarkan terus semngat kebangsaan, untuk itu
peran pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum pendidikan tinggi sangat
dibutuhkan dalam rangka pengembangan kepribadian Bangsa Indonesia.
Nama mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi baru
muncul pada tahun 2000 setelah ditetapkannya keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia No.232/U/2000. Namun sebelum itu tidak berarti di
perguruan tinggi tidak ada Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi Pendidikan
Kewarganegaraan diberi label Pendidikan Kewiraan dan nama-nama lainnya sesuai
dengan perubahan dan perkembangan yang dibutuhkan oleh situasi dan kondisi
bangsa.
Proses perubahan dan perkembangan itu bisa dilihat pada tahapan-tahapan
berikut:
Masa Perang Kemerdekaan :
Belajar sambil berjuang dan wajib latih tidak hanya bagian dari kurikulum tetapi
merupakan bagian dari kehidupan pelajar dan mahasiswa.
Tahun 1952 :
Masalah pertahanan dimasukkan didalam kurikulum oleh Universitas Gadjah Mada
(Dosen Mayjen TB Simatupang).
Tahun 1954 :
Pengantar 11
Diperkenalkan pendidikan pendahuluan pertahanan rakyat (PPPR) dan wajib latih,
menyusul diundangkannya Undang-undang No. 29 Tahun 1954 tentang pertahanan
Negara Republik Indonesia.
Tahun 1961 :
Dikeluarkan surat keputusan No. NI / 0307 / 1961, tentang latihan kemiliteran di
perguruan tinggi menyusul dikumandangkannya Trikora oleh Menteri Keamanan
Nasional.
Tahun 1963 :
Dikeluarkan surat keputusan bersama (SKB) tentang bentuk pendidikan pertahanan
keamanan negara di lingkungan pendidikan tinggi yaitu :
1. SKB No.M/A/19/1963 tentang penyatuan mata kuliah Pertahanan Negara
kedalam kurikulum perguruan tinggi.
2. SKB No.M/A/20/1963 tentang Wajib Latih Mahasiswa (WALAWA) dan
pembentukan Resimen Mahasiswa (MENWA)
3. SKB No.M/A/21/1963 tentang Pendidikan Perwira Cadangan sebagai Dinas
Pertama Wajib Militer.
Tahun 1973 :
Dikeluarkan keputusan bersama No. 0228/U/1973 dan Kep/B/43/XII /1973 tentang
Pendidikan Kewiraan sebagai pengganti WALAWA dan Pendidikan Perwira
Cadangan. Pendidikan Kewiraan bersifat wajib intra kurikuler dan tanggung jawab
kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Tahun 1974 :
Pendidikan Kewiraan mulai dilaksanakan di tiga perguruan tinggi sebagai proyek
perintis yang selanjutnya diperluas secara bertahap di lima perguruan tinggi,
kemudian di delapan perguruan tinggi dan seterusnya.
Tahun 1977 :
Seluruh Perguruan Tinggi Negeri (40 PTN) telah melaksanakan Pendidikan
Kewiraan, kemudian berangsur-angsur diikuti oleh PTS dan Perguruan Tinggi
Kedinasan.
Tahun 1978 :
Pendidikan Kewiwaraan dilaksanakan tergabung dalam Mata Kuliah Dasar
Umum (MKDU).
Tahun 1980 :
Pengantar 12
Pelaksanaan Sistem Kredit Semester (SKS), Pendidikan Kewarganegaraan diberi
bobot 2 sks.
Tahun 2000 :
Menyusul gerakan reformasi tahun 1988, dikeluarkan surat keputusan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 232/U/2000 tentang pedoman
penyusunan kurikulum pendidikan tinggi dan penilaian hasil belajar mahasiswa.
Dalam pasal 10 ayat 1 keputusan Menteri Pendidikan Nasional tersebut
menyatakan: Kelompok MPK pada kurikulum inti yang wajib diberikan dalam
kurikulum setiap program studi / kelompok program studi terdiri atas Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan
demikian berarti nama mata kuliah Pendidikan Kewiraan yang digunakan
sebelumnya diganti dengan nama Pendidikan Kewarganegaraan dengan substansi
kajian yang tidak jauh berbeda. Dasar subtabsi kajian Pendidikan
Kewarganegaraan dari tahun 2000 sampai sekarang terus mengalami perubahan /
penyesuaian sebagai tanggapan kurikulum terhadap perkembangan yang terjadi di
masyarakat, bangsa, dan negara.
TUGAS :
Untuk mengetahuai pemahaman Saudara terhadap materi BAB I ini, kerjakan
latihan berikut ini. Bagilah kelas Saudara dalam kelompok kecil, masing-masing
kelompok anggotanya 4 sampai 5 orang dan kerjakan tugas berikut ini :
1. Diskusikan secara intensif bagaimana upaya mengatasi 8 gejala fenomena
Patologi Sosial yang dikemukakan Askuri dkk.
2. Jelaskan fungsi kelompok MPK dalam kurikulum Perguruan Tinggi
3. Tuliskan landasan yuridis pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan
4. Prilaku apa yang seharusnya ditunjukkan sebagai tanda tercapainya
kompetensi dasar Pendidikan Kewarganegaraan.
5. Simpulkan perubahan atau perkembangan materi Pendidikan
Kewarganegaraan sejak masa perang kemerdekaan sampai sekarang
Sajikan hasil diskusi kelompok kecil kedalam diskusi kelas untuk mendapat
tanggapan, masukan, dan koreksi dari kelompok lain
Pengantar 13