14
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Penulis memilih judul "Trust Receipt dalam Mengatasi Persoalan Tidak Dapat Dikuasainya Bill of Lading oleh Importir dalam Perdagangan Internasional", dalam rangka mencari tahu, hakikat dari “jalan” yang bernama Trust Receipt. Lebih jelasnya Penulis ingin mengetahui apakah jalan itu dimungkinkan oleh hukum untuk mengatasi kendala dalam perdagangan internasional terkait dengan tidak dapat “dilepas” -nya barang yang telah dipesan importir sekaligus pengguna jasa pengangkut manakala bank khawatir jika importir tidak melunasi, L/C ( Letter of Credit) yang telah dibukanya guna kepentingan membayar harga barang yang dipesan importir dari eksportir yang berada di luar negeri. Penulis juga menemukan pengertian tentang perdagangan internasional yaitu dalam Trade as engine of growth menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. (Salvatore, 2004)

BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Alasan Pemilihan Judul

Penulis memilih judul "Trust Receipt dalam Mengatasi Persoalan Tidak

Dapat Dikuasainya Bill of Lading oleh Importir dalam Perdagangan

Internasional", dalam rangka mencari tahu, hakikat dari “jalan” yang bernama

Trust Receipt. Lebih jelasnya Penulis ingin mengetahui apakah jalan itu

dimungkinkan oleh hukum untuk mengatasi kendala dalam perdagangan

internasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang telah dipesan

importir sekaligus pengguna jasa pengangkut manakala bank khawatir jika

importir tidak melunasi, L/C (Letter of Credit) yang telah dibukanya guna

kepentingan membayar harga barang yang dipesan importir dari eksportir yang

berada di luar negeri.

Penulis juga menemukan pengertian tentang perdagangan internasional

yaitu dalam Trade as engine of growth menyatakan bahwa perdagangan dapat

menjadi mesin bagi pertumbuhan Jika aktifitas perdagangan internasional adalah

ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya

dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan. (Salvatore, 2004)

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

2

Masalah hukum (legal issue) yang muncul adalah seperti yang telah disinggung di

atas, apa hakikat dari trust receipt1 atau the letter of trust sebagaimana di atas

tersebut? Hal inilah yang menjadi alasan mengapa Penulis memilih judul

sebagaimana telah dikemukakan di atas untuk melakukan penelitian dan akhirnya

menulis sesuatu hasil penelitian dalam bentuk skripsi kesarjanaan yang

disyaratkan oleh Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Perlu pula dikemukakan di sini bahwa penelitian hukum (Law research)

dalam rangka menemukan hakikat dari sudut pandang hukum surat bukti

perwaliamanatan atau Trust Receipt ini adalah merupakan suatu penelitian yang

original sebab Penulis belum menemukan penelitian dan penulisan yang sama

mengenai Trust Receipt yang pernah dilakukan sebelumnya oleh mahasiswa FH-

UKSW Salatiga.

1.2. Latar Belakang Permasalahan

Perlu dikemukakan di sini bahwa dokumen atau kontrak pengangkutan

yang bernama bill of lading (B/L) atau konosemen adalah bukti bahwa sebelum

penerbitan konosemen, ada perjanjian pengangkutan yang diterbitkan oleh

pengangkut untuk orang yang menggunakan jasa angkutan laut. Dalam hal ini,

bisa saja kontrak pengangkutan itu dilakukan antara pengangkut dengan importir

1 Trust Receipt atau disamakan dengan Letter of Trust Penulis artikan dengan Surat Bukti

Perwaliamanatan atau suatu akta yang terdapat dalam transaksi perdagangan internasional dimana

Issuing Bank atau Bank Penerbit Letter of Credit (L /C) memberikan kekuasaan kepada importir

sehingga importir dapat mengambil barang yang dibeli oleh the issuing bank atau importir dari

pengangkut yang mengangkut barang import tersebut atas permintaan pengguna jasa angkutan atau

(pengangkutan laut), atau pembeli.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

3

atau orang yang membeli barang. Secara konsepsional, dokumen-dokumen itu,

kemudian dibeli oleh Bank Penerbit (the issuing bank).

Alhasil, meskipun suatu bill of lading sudah lama diketahui sebagai suatu

dokumen yang menunjukkan bukti kepemilikan atas barang (a document of tittle),

dan hal itu berarti kepemilikan atas barang yang jenis, nama, jumlahnya sudah

tertentu dan ditulis dalam bill of lading itu dapat beralih hanya dengan

mengalihkan dokumen itu2 meskipun demikian kontrak pengangkutan masih tetap

antara pihak pihak yang asli, dalam hal ini antara pengangkut dan pihak yang

menggunakan jasa pengangkutan laut yang ada. Artinya, kontrak pengangkutan

dengan demikian, dengan penyerahan bill of lading tersebut berubah, antar pihak

pengangkut dengan pihak yang menguasai dokumen.

Secara yuridis suatu bill of lading memiliki setidak-tidaknya tiga fungsi3,

yang dikemukakan di bawah ini.

Pertama, konosemen adalah suatu dokumen bukti kepemilikan hak atas

barang-barang impor yang dicantumkan dalam dokumen tersebut. Hal inilah yang

menyebabkan sangat sering, dokumen tersebut kemudian dikirimkan melalui pos

kilat, atau pos udara ke pelabuhan tujuan.

Apabila si pengguna jasa pengangkutan laut, dalam hal ini si pengirim

adalah pembeli (importir) maka ia akan mengirimkan dokumen tersebut kepada

2 Dengan karakteristik dapat dialihkannya Bill of Lading tersebut secara demikian maka ilmu

hukum telah mengategorikan Bill of Lading atau konosemen sebagai surat berharga (negotiable

instrument).

3 Hasil penelitian individual Jeferson Kameo, SH, LLM, PhD tidak dipublikasikan.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

4

dirinya sendiri4, tidak lain maksudnya agar dia, si importir, dapat mengklaim

barang tersebut di pelabuhan tujuan ketika barang - barang itu tiba.

Banyak masalah (dalam pengertian issues hukum) dalam perdagangan

internasional yang berkaitan dengan B/L tidak dapat diselesaikan secara efektif

misalnya bagaimana apabila bank khawatir jika importir tidak melunasi, L/C

(Letter of Credit) yang telah diterbitkan oleh bank penerbit guna kepentingan

membayar harga barang yang dipesan importir yang secara konseptual sebetulnya

adalah bank penerbit itu sendiri dari eksportir.

Dalam kaitan yang baru saja Penulis kemukakan di atas, pembayaran

(financing) adalah sebagai suatu kewajiban kontraktual yang harus dipenuhi oleh

pihak pembeli dalam jual beli, termasuk jual beli di perdagangan internasional.

Penulis berinisiatif untuk memahami Trust Receipt sebagai suatu metode

penyelesaian masalah, atau mengatasi permasalahan seperti di atas sebagaimana

tuntutan hukum (the dictate of law) memberikan kontribusi kepada para pihak

dalam transaksi perdagangan internasional, antara lain dengan mencermati

berbagai issues hukum yang tersurat maupun tersirat dalam kasus pada Putusan

Reg. No. 1887 K/PDT/19865.

Kaitan dengan pembayaran (financing) yang baru saja Penulis kemukakan

di atas, Bank akan membayar harga pembelian import yang seolah-olah dilakukan

4 Dimaksudkan dengan dirinya sendiri adalah Kantor Pusat si Pengirim di negara tujuan barang.

Penelitian Individual Jeferson Kameo SH,LLM,Ph.D, Faculty of Law and Financial Studies

University of Glasgow 2001 – 2005, Glasgow, Scotland the UK. 5 Untuk selanjutnya, skripsi ini, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut Penulis

singkat dengan Putusan 1887.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

5

oleh Bank atas nama importir melalui pinjaman yang disebut letter of credit.

Importir akan dapat menjual isi kargo, dan menggunakan uang hasil penjualan

untuk membayar kembali kredit yang dipinjam dari Bank. Kaitan dengan itu,

hukum berpendapat bahwa hal ini akan menguntungkan importir dalam transaksi

bisnis, juga menguntungkan Bank, dan melancarkan peralihan atau transaksi

barang sampai ke tangan konsumen.6

Sementara itu apabila orang yang menyewa kapal untuk mengapalkan

barang yang ada dicatat dalam konosemen tersebut adalah pihak penjual, maka ia

si penjual akan mengirimkan (bill of lading) tersebut kepada pembeli, atau bisa

juga, mengirimkan bill of lading itu kepada suatu bank untuk diberikan kepada

pembeli apabila si pembeli membeli (L/C) dari bank yang menerbitkan (the

issuing bank) L/C tersebut, bersama-sama dengan dokumen-dokumen lainnya

yang tergabung dalam satu paket bernama documentary credit.

Kedua, bill of lading juga berfungsi sebagai suatu bukti atau surat atau

akta tanda terima (a receipt) hak penguasaan atas barang-barang yang diimpor dan

diangkut oleh pengangkut. Hal ini telah dikemukakan secara singkat di atas.

Ketiga, bill of lading juga mencantumkan dengan rinci semua hak dan

kewajiban para pihak yang membuat kontrak atau perjanjian pengangkutan (the

contract of carriage).

6 Sejalan dengan fungsi-fungsi dalam Kontrak, hukum kontrak dan perikatan yang berkaitan

dengannya adalah untuk memfasilitasi, atau melancarkan, atau memudahkan transaksi bisnis

perdagangan. Lihat Buku Jeferson Kameo SH.LLM.Ph.D, Fakultas Hukum Satya Wacana

Salatiga, hal.5.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

6

Memerhatikan uraian fungsi-fungsi bill of lading sebagaimana telah

dikemukakan di atas, maka khusus mengenai fungsi bill of lading yang pertama

dalam hal apabila pihak yang menyewa perusahaan pengangkutan (pengirim),

menjual bill of lading tersebut kepada bank (issuing bank), maka penguasaan bill

of lading tersebut oleh pihak bank penerbit akan menyulitkan pihak importir atau

pembeli barang apabila si pembeli barang (importir) tersebut belum melunasi

kreditnya kepada the issuing bank 7 Dia (importir) tidak dapat mengambil

barangnya dari pengangkut. Sehingga, persoalannya adalah apakah dengan

demikian bill of lading menjadi semacam “fidusia”8 bagi bank? Memahami legal

karakteristik yang demikian juga merupakan latar belakang penelitian dan

penulisan karya tulis kesarjanaan ini.

Dalam situasi seperti itulah Trust Receipt atau The Letter of Trust dapat

dipergunakan. Mengingat, hal itu memang diijinkan oleh hukum, untuk

memecahkan kebuntuan sebagaimana telah dikemukakan di atas, yaitu keadaan

buntu si importir tidak dapat mengambil barang yang telah dibelinya, dari

perusahaan pengangkutan laut yang mengangkut barang-barang tersebut.

Mengingat belum adanya suatu kajian ilmiah yang mendetail mengenai asas-asas

dan kaedah-kaedah yang mengatur mengenai Trust Receipt inilah yang telah

memicu rasa ingin tahu Penulis untuk mengadakan penelitian dalam rangka

7 Penulis berpendapat bahwa sejatinya the issuing bank dalam kasus pada Putusan 1887 adalah The

Chartered Bank, bukan PT Bank Sejahtera Umum.

8 Apabila jawaban tersebut hendak ditemukan, maka suatu kajian terhadap UU No. 42 tahun 1999

tentang jaminan Fidusia harus dilakukan. hanya saja, ketentuan mengenai Fidusia tersebut adalah

hukum positif Indonesia yang bisa jadi kurang terlalu relevan dalam konteks hukum perdagangan

internasional.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

7

mencari kembali prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah di balik Trust Receipt tersebut

dan pada akhirnya menulis suatu skripsi kesarjanaan menyangkut hal itu.

Suatu contoh problematika yuridis yang perlu ditemukan asas-asas atau

prinsip-prinsip dan kaedah tersebut misalnya di dalam hukum, mengingat bill of

lading yang adalah bukti kepemilikan, apabila telah diserahkan kepada pihak lain,

maka si pemegang bill of lading yang menyerahkan bill of lading tersebut menjadi

kehilangan status kepenguasaan atas barang-barang yang diangkut oleh

pengangkut.

Munculnya Trust Receipt dalam hubungan hukum antara the Issuing Bank

dengan pihak pengirim, apakah dengan demikian (memastikan) prinsip atau

kaedah hukum yang mengesahkan bahwa the Issuing Bank adalah pemilik atas

barang-barang yang telah di impor oleh importir9? Latar belakang seperti ini

adalah contoh permasalahan yang akan Penulis temukan dalam penelitian

penjelasan ilmiah / yuridisnya.

Berikut ini, suatu skenario perhubungan hukum, dalam mana telah terjadi

suatu kendala yaitu kesulitan bagi pihak pengirim mengambil barangnya dari

pihak pengangkut, dan yang disebabkan oleh karena ada penguasaan atas bill of

lading oleh bank yang dianggap telah menerbitkan letter of credit dapat diatasi

dengan mengambil “jalan” sebagaimana dikemukakan di atas sebagai Trust

Receipt.

9 Penulis berpendapat bahwa sejatinya the issuing bank dalam kasus pada Putusan 1887 adalah The

Chartered Bank, bukan PT Bank Sejahtera Umum.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

8

Skenario ini Penulis ambil dari suatu Putusan Pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini Putusan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Pengadilan No. 1887/K/Pdt atau Putusan 1887.

Adapun duduk perkara Putusan 188710, kurang lebih sebagai berikut: Pada

akhir 1982/permulaan tahun 1983, PT. Gespamindo mengimpor/membeli pupuk

dari Phosphate Mining Co., Canberra, Australia, sebanyak 3000 metric ton.

Nilai uang 3000 metric ton pupuk tersebut adalah seharga seluruhnya US.$

195.000,-. Pupuk tersebut sebetulnya adalah pesanan PT. Patra Buana, PT.

Kapuas Dua Belas dan PT. Sinar Mulia Buana, masing-masing memesan 1000

metric ton pupuk. Kemungkinan11, ketiga PT. yaitu PT. Patra Buana, PT. Kapuas

Dua Belas dan PT. Sinar Mulia Buana tidak memiliki izin impor sehingga mereka

menggunakan jasa PT. Gaspamindo sebagai importir atau pembeli.

Ada kesan setelah Penulis membaca Putusan 1887, bahwa untuk

membayar harga 3000 metric ton pupuk impor tersebut kepada penjualnya di

Australia, PT. Gespamindo membuka 3 buah L/C (Letter of Credit) di PT. Bank

Sejahtera Umum (the issuing bank) melalui The Chartered Bank (corresponding

bank) di Jakarta.

Ketiga buah L/C (Letter of Credit) tersebut dibuka untuk dibayarkan

kepada penjual pupuk (Phosphate Mining Co.) tersebut, yang keseluruhannya

10 Gambaran lengkap duduk Perkara Putusan 1887 sebagai suatu Hasil Penelitian Beserta Analisis,

Penulis kemukakan dalam Bab III Karya Tulis Kesarjanaan (Skripsi) ini.

11 Seperti yang juga pernah disinggung oleh Penulis terdahulu yang menjadikan putusan 1887

sebagai objek kajian.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

9

berjumlah US.$ 195.000,- dapat dipandang merupakan bukti-bukti12 perjanjian

kredit antara the issuing bank dengan PT. Gespamindo?13

Pupuk impor yang dibeli dari Phosphate Mining Co Ltd. Australia tersebut

telah dikirim dan diangkut oleh PT. Samudera Indonesia, sesuai Bill of Lading

(B/L) atau Konosemen. Pengiriman dilakukan dari Melbourne tertanggal 24 Maret

1983, menuju pelabuhan (port) tujuannya, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok,

Jakarta.

PT. Bank Sejahtera Umum yang oleh mereka yang awam terhadap hukum

memandang seolah–olah padahal sesungguhnya dialah yang telah membayar

harga pupuk impor tersebut kepada Phosphate Mining Co. Ltd di Australia

melalui The Chartered Bank di Jakarta.

Dengan demikian otomatis wajar apabila PT. Bank Sejahtera Umum ingin

merasa dapat menguasai documentary credit yang mungkin saja dianggap oleh

sementara pihak yang awam telah terjadi di antara dirinya sendiri sebagai the

issuing bank dan PT. Gespamindo, termasuk di dalam paket documentary credit

12 Masalahnya apabila ada perjanjian kredit maka umumnya harus ada perjanjian jaminan yang

mengikutinya (perhatikan ketentuan UU Perbankan yang mengharuskan adanya jaminan).

13 Dalam hubungan dengan itu, UU membenarkan bahwa “dalam rangka memelihara dan

meneruskan pembangunan yang berkesinambungan para pelaku pembangunan baik pemerintah

maupun badan hukum memerlukan dana yang besar seiring dengan meningkatnya kegiatan

pembangunan maka meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana

yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam -

meminjam (Penjelasan atas UU RI No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, umum, Angka (1).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

10

tersebut adalah dokumen/kontrak pengangkutan, dalam hal ini Bill of Lading yang

diterbitkan oleh pengangkut.14

Ternyata, seluruh pupuk impor yang oleh PT. Gespamindo merasa telah

dibeli dari Phospate Mining Co.Ltd., telah diserahkan kepada pemesannya melalui

pengangkut.

Diduga penyerahan dilakukan tanpa Bill of Lading (B/L) atau Konosemen

asli. Padahal L/C (Letter of Credit)15 tersebut di atas belum dilunasi oleh PT.

Gespamindo kepada PT. Bank Sejahtera Umum yang telah membeli

(negotiate)16dokumen itu dari The Chartered Bank di Jakarta senilai total sisa

seluruhnya US.$ 169.000,-.

Berhubung PT. Gespamindo terbukti tidak melakukan pembayaran atas

sisa kewajibannya, maka dalam pandangan PT. Bank Sejahtera Umum, PT.

Gespamindo telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Pengacara PT. Bank Sejahtera Umum juga ”menyeret” pengangkut, dalam

hal ini PT. Samudera Indonesia ke dalam sengketa mereka. Tuduhan pihak PT.

Bank Sejahtera Umum adalah bahwa PT. Samudera Indonesia sebagai pengangkut

terikat dalam perikatan tanggung-menanggung dengan PT. Gespamindo untuk

pelunasan kewajiban mereka kepada PT. Bank Sejahtera Umum.

14 Ada masalah di sini, apakah dengan dimasukkannya dokumen B/L dalam paket documentary

credit tersebut dapat dimaknai sebagai dimulainya kontrak atau perikatan jaminan yang melibatkan

pengangkut dan artinya dimaknai pula sebagai dimulainya suatu perikatan tanggung menanggung.

15 Perjanjian kredit.

16 Menebus kepada.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

11

Hakim yang berhasil diyakinkan oleh penggugat, kemudian menghukum

untuk bertanggung jawab secara renteng PT. Gespamindo dan PT. Samudera

Indonesia. Kedua pihak tersebut oleh hakim dipaksa untuk membayar kepada PT.

Bank Sejahtera Umum secara tunai dan sekaligus, masing-masing setengah bagian

dari US.$ 169.000,- + bunga sebesar US.$ 36.378.72.

Menurut hakim, “adil apabila resiko atas gagal bayar PT. Gespamindo itu

dipikul oleh PT. Gespamindo dan PT. Samudera Indonesia secara bersama-sama.

Kedua belah pihak itu oleh hakim, masing-masing dihukum untuk membayar

kepada PT. Bank Sejahtera Umum uang sejumlah US.$ 84.500,-.”

Penulis berpendapat, seandainya pihak the issuing bank memahami “jalan”

yang tersedia di dalam hukum dalam hal ini Trust Receipt, maka sengketa tersebut

di atas mungkin dapat dihindari.

Pihak PT. Gespamindo tidak harus dihukum karena melakukan perbuatan

melawan hukum. Sebaliknya justru PT. Gespamindo bisa mengambil barang yang

dia beli dari perusahaan ekspor di Australia itu kemudian barang tersebut dijual

atas nama PT. Bank Sejahtera Umum dan hasil penjualan tersebut dapat

dipergunakan oleh PT. Gespamindo untuk melunasi L/C yang dibukanya dari PT.

Bank Sejahtera Umum.

Namun demikian, apakah “jalan” tersebut di atas dapat dibenarkan oleh

prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum yang berlaku dalam sistem hukum

(Perdagangan Internasional)?

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

12

Rasa ingin tahu Penulis itulah yang juga menjadi alasan mengapa Penulis

memilih judul sebagaimana telah dikemukakan di atas untuk penelitian dan

penulisan karya tulis kesarjanaan (skripsi) ini.

1.3. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Trust Receipt atau Akta Kepercayaan antara Importir dan

Bank dalam mengatasi persoalan tidak dapat dikuasainya bill of lading oleh

importir dalam perdagangan internasional ?

Penulis akan menambahkan terlebih dahulu sedikit tentang proses umum

perdagangan internasional, dalam hal ini adalah tentang proses pembiayaan L/C

oleh Bank Penerbit.

Mekanisme Perdagangan Internasional dalam proses pembiayaan jenis L/C

Importir

PT.Gespamindo

Eksportir

Phospate Mining

Cp., Canberra,

Australia

Bank Importir

(Issuing Bank)

PT. Bank Sejahtera

Umum

Bank Koresponden The Chartered

Bank

Indonesia Australia

1

5

8 2

3

7

6 4

PT. Patra Buana

PT. Sinar Mulia Buana

PT. Kapuas Dua Belas

9

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

13

Keterangan :

1. Penandatanganan kontrak jual beli barang antara importir Indonesia (PT.

Gespamindo) dengan eksportir Australia (Phospate Mining Cp., Canberra,

Australia.

2. Permohonan L/C oleh importir disertai dengan setoran jaminan.

3. Permintaan pembukuan L/C oleh issuing bank kepada The Chartered Bank.

4. Pemberitahuan dari The Chartered Bank kepada PT. Bank Sejahtera Umum

kepada eksportir mengenai L/C importir dan jaminan pembayaran.

5. Pengiriman barang kepada importir.

6. Penyerahan dokumen ekspor. Selanjutnya The Chartered Bank melakukan

verifikasi dokumen dan pemeriksaan syarat syarat lain.

7. Pengiriman dokumen dan permintaan pembayaran L/C kepada PT. Bank

Sejahtera Umum.

8. PT. Bank Sejahtera Umum memberitahukan kedatangan dokumen kepada

importir dan permintaan pelunasan L/C.

9. 3 (tiga) PT yang disinyalir tidak mempunyai ijin impor dapat mengambil

barang tanpa mempunyai Bill of Lading atau konosemen (bukti dokumen

kepemilikan).

Ketika PT. Gespamindo sebagai importir ternyata belum melunasi L/C

seharusnya PT. Gespamindo belum bisa mengambil barang pesanan terlebih

dahulu (pengambilan barang melalui 3 (tiga) PT yang disinyalir tidak mempunyai

ijin impor yaitu : PT. Patra Buana, PT. Kapuas Dua Belas dan PT. Sinar Mulia

Buana). Namun dengan fasilitas Trust Receipt Penulis melihat peluang untuk

dapat terselesaikannya permasalahan belum dikuasainya B/L karena belum

terlunasinya L/C.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan bagaimanakah Trust Receipt

dalam mengatasi persoalan tidak dapat dikuasainya bill of lading oleh importir

dalam perdagangan internasional. Perlu Penulis tambahkan disini bahwa konsep

“bagaimana”, baik yang Penulis gunakan dalam perumusan masalah maupun

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3338/2/T1_312007059_BAB I.pdfinternasional terkait dengan tidak dapat “dilepas”-nya barang yang

14

tujuan penelitian ini adalah suatu konsep yang memayungi berbagai macam aspek

hukum, dalam hal ini kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur tentang

Trust Receipt.

1.5. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum yaitu bahwa apa yang selalu dicari

dalam setiap penelitian hukum adalah kaedah-kaedah dan prinsip-prinsip hukum.

Oleh sebab itu maka sama dengan penelitian hukum pada umumnya namun

penelitian hukum ini hanya akan meneliti dan hanya akan menemukan prinsip-

prinsip dan kaedah hukum yang mengatur menguasai Trust Receipt sebagai sarana

dalam mengatasi persoalan tidak dapat dikuasainya bill of lading oleh importir

dalam perdagangan internasional.

Adapun satuan amatan dalam penelitian ini adalah dokumen 17 Trust

Receipt yang dikenal dalam perdagangan internasional, bill of lading dan

dokumen-dokumen terkait dengan Trust Receipt serta peraturan perundang-

undangan dan keputusan Pengadilan Republik Indonesia dalam putusan 1887 dan

peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

Sedangkan satuan analisis dari penelitian ini adalah hakikat Trust Receipt

yang dipergunakan oleh pihak the issuing bank dengan pihak importir dalam

rangka mengatasi persoalan tidak dapat dikuasainya bill of lading oleh importir

dalam perdagangan internasional.

17 Yang dimaksud dengan dokumen di sini dapat juga mengandung pengertian institusi atau

semangat “spirit” hukum yang ada, misalnya dapat ditemukan dalam Putusan 1887 seperti dapat

dilihat dalam Analisis pada Bab III karya tulis ini.