Author
vanxuyen
View
232
Download
2
Embed Size (px)
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Batubara merupakan salah satu sumber energi yang mengalami pertumbuhan
paling cepat di dunia. Hal ini dikarenakan semakin menurunnya berbagai sumber
energi alternatif lain seperti gas alam dan minyak bumi. Dengan demikian berbagai
perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan perlahan-lahan mulai mencari cara
untuk memaksimalkan produksi batubara, tidak terkecuali perusahaan pertambangan
yang ada di Indonesia.
Menurut data yang dikeluarkan oleh International Energy Agency pada tahun
2012, Indonesia termasuk dalam sepuluh negara penghasil batubara terbesar di dunia
yang banyak tersebar di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Jumlah yang sangat
melimpah di kedua pulau tersebut harus dapat dimaksimalkan dengan baik. Namun
dalam kenyataannya sebagian besar perusahaan tambang di Indonesia dalam
melakukan eksploitasi lapangan batubara hanya melakukan survey tinjau saja dan
langsung melakukan proses penambangan. Dengan demikian prospek batubara tidak
dapat diketahui secara rinci. Oleh karena itu diperlukan perhitungan cadangan volume
batubara yang akurat sebelum melakukan eksploitasi. Untuk melakukan perhitungan
volume cadangan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan metode cut and fill
ataupun cross section. Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
Perhitungan volume dengan cut and fill menggunakan prisma segitiga. Prisma
segitiga tersebut terbentuk dari hasil penggabungan TIN permukaan atas dan bawah.
Untuk mendapatkan volume tiap lapisan, volume masing-masing prisma segitiga yang
telah terbentuk dihitung dan dijumlahkan. Selain dengan metode cut and fill, volume
cadangan batubara dapat juga dihitung menggunakan metode cross section dengan
pedoman rule of gradual changes. Dengan metode ini dibutuhkan beberapa
penampang untuk tiap lapisan batubara yang selanjutnya dikalikan dengan jarak tiap
penampang tersebut. Dasar pertimbangan penggunaan metode cross section dengan
pedoman rule of gradual changes adalah karena data titik bor yang tersedia relatif
2
54
sedikit dan untuk endapan batubara yang memiliki tingkat homogenitas yang tinggi.
Metode ini juga mudah dilaksanakan, dimengerti dan dengan keyakinan yang tinggi.
Seiring dengan berkembangnya teknologi dalam memperhitungkan volume
sumberdaya batubara, semakin banyak perangkat lunak yang dapat digunakan untuk
melakukan perhitungan. Salah satu perangkat lunak yang dapat digunakan adalah
Surpac. Surpac dapat memodelkan cross section dengan pedoman rule of gradual
changes hingga menampilkan luasan-luasan tiap penampang yang selanjutnya akan
digunakan dalam perhitungan volume. Proyek ini mengkaji tahapan dan hitungan
volume sumber daya batubara menggunakan metode cross section dan dilakukan
komparasi hasilnya dengan metode cut and fill.
I.2. Cakupan
Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka cakupan penyusunan proyek ini
adalah :
1. Perhitungan volume dilakukan menggunakan perangkat lunak Surpac.
2. Area yang dikaji adalah daerah Kuasa Pertambangan PT. Panca Gemilang
Semesta, Dusun Hilir, Barito, Kalimantan Tengah.
3. Tipe cross section yang digunakan adalah penampang tegak (vertical cross).
4. Penampang melintang dibentuk dari data kontur struktur dan data kontur
topografi dengan jarak antar penampang 10 meter dan 25 meter.
I.3. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:
1. Mengaplikasikan metode cross section untuk menghitung volume
sumberdaya batubara
2. Membandingkan hasil hitungan volume sumber daya batubara antara metode
cross section dengan metode cut and fill.
I.4. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang cara
perhitungan volume sumber daya batubara dengan metode cross section dan memberi
3
54
gambaran akurasi perhitungan volume metode cross section dibandingkan dengan
metode cut and fill.
I.5. Landasan Teori
I.5.1. Batubara
Batubara adalah batuan sedimen yang mengandung hasil akumulasi material
organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses litifikasi untuk
membentuk lapisan batubara dan telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses
metamorfosis oleh peningkatan panas dan tekanan selama periode geologis (BSN
1998). Umumnya proses pembentukan batubara terjadi pada zaman karbon yaitu
sekitar 270 350 juta tahun yang lalu. Pada zaman tersebut terbentuk batubara di
belahan bumi utara seperti Eropa, Asia, dan Amerika. Di Indonesia batubara yang
ditemukan dan ditambang umumnya berumur jauh lebih muda yaitu terbentuk pada
zaman tersier. Batubara tertua yang ada di Indonesia berumur Eosen (40 60 juta
tahun yang lalu) namun sumber daya batubara di Indonesia umumnya berumur antara
Miosen dan Pliosen (2 15 juta tahun yang lalu). Batubara mengandung unsur - unsur
karbon, hidrogen, dan oksigen sebagai unsur utama serta belerang dan nitrogen sebagai
unsur tambahan. Di samping itu terdapat zat lain sebagai penyusunnya, yaitu senyawa
anorganik pembentuk ash dan tersebar sebagai partikel - partikel zat mineral di seluruh
senyawa batubara (Cahyani 2010).
Cadangan batubara di Indonesia tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa,
Sulawesi, Maluku, dan Papua. Kualitas batubara yang bagus adalah batubara dengan
nilai calorie value yang tinggi, nilai abu yang rendah, kadar sulfur yang rendah, dan
kelembaban yang rendah.
I.5.2. Pengertian Sumber Daya dan Cadangan Batubara
Sumberdaya (Resource) adalah bagian dari endapan batubara yang diharapkan
dapat dimanfaatkan dan dapat meningkat menjadi cadangan apabila telah dilakukan
uji kelayakan. Cadangan (Reserve) adalah bagian dari sumberdaya yang telah diteliti
dan dikaji kelayakannya dan telah dinyatakan layak serta dapat ditambang berdasarkan
kondisi ekonomi dan teknologi pada saat itu. Terdapat empat pengertian cadangan
yang digunakan di dunia pertambangan, yaitu (BSN 1998):
file:///C:/Users/Christanto/AppData/Roaming/Microsoft/PDF/SNI_13-5104-1998.pdffile:///C:/Users/Christanto/AppData/Roaming/Microsoft/PDF/SNI_13-5104-1998.pdf
4
54
1. Cadangan di Tempat (In Place Reserve)
Cadangan di tempat adalah jumlah batubara yang terdapat di bawah
permukaan yang telah dihitung dan memenuhi persyaratan ekonomi
pertambangan dalam kondisi tertentu. Secara teknis, cadangan di tempat
tidak seluruhnya dapat ditambang karena bergantung pada teknologi yang
tersedia pada saat itu.
2. Cadangan dapat ditambang (Mineable Reserve)
Cadangan dapat ditambang adalah bagian dari cadangan di tempat (in place
reserve) yang diharapkan akan dapat ditambang dengan teknologi saat ini
dan sesuai kondisi ekonomi saat ini.
3. Cadangan telah ditambang (Recoverable Reserve)
Cadangan telah ditambang adalah cadangan yang berasal dari (Mineable
Reserve) yang telah ditambang atau terambil atas dasar biaya dan kondisi
ekonomi yang telah ditetapkan.
4. Cadangan dapat dijual (Saleable Reserve)
Cadangan dapat dijual adalah cadangan yang berasal dari (Recoverable
Reserve) yang akan dijual langsung atau dilakukan pengolahan terlebih
dahulu dengan pertimbangan kualitas batubara dan permintaan pasar, apabila
kualitas batubara sesuai permintaan pasar tanpa harus dilakukan pencucian
atau blending maka batubara dapat langsung dijual, namun apabila batubara
terlalu banyak pengotor sehingga kualitas batubara tidak sesuai dengan
permintaan pasar maka harus dilakukan pencucian dan blending sehingga
kualitas batubara sesuai dengan permintaan konsumen.
I.5.3. Seam
Lapisan batubara yang berada di bawah permukaan tanah disebut seam. Seam
terdiri dari beberapa lapisan yang berupa suatu tebalan dengan sekat tanah
(interburden) sebagai pembatas tiap lapisan. Lingkungan pengendapan batubara
merupakan salah satu kendali utama yang mempengaruhi pola sebaran, ketebalan,
kemenerusan, kondisi roof dan floor, dan kandungan sulfur pada lapisan batubara
(Horne dkk. 1978). Melalui model pengendapan juga dapat ditentukan lapisan
5
54
batubara ekonomis yang ditandai oleh sebarannya yang luas, tebal, serta kandungan
abu dan sulfur rendah. Artinya, ada hubungan genetik antara geometri lapisan batubara
dan lingkungan pengendapannya (Rahmani & Flores 1984) yang dicerminkan oleh
proses-proses geologi, yaitu:
1. Proses geologi yang berlangsung bersamaan dengan pembentukan batubara,
meliputi perbedaan kecepatan sedimentasi dan bentuk morfologi dasar
pada cekungan, pola struktur yang sudah terbentuk sebelumnya, dan
kondisi lingkungan saat batubara terbentuk.
2. Proses geologi yang berlangsung setelah lapisan batubara terbentuk, meliputi
adanya sesar, erosi oleh proses - proses yang terjadi di permukaan, atau
terobosan batuan beku (intrusi).
Lapisan batubara sering kali terdiri dari beberapa seam yang saling menumpuk
dan disebut multiseam dan lapisan tunggal disebut dengan single seam. Menurut waktu
geologi lapisan yang paling muda adalah lapisan yang terletak pada lapisan paling atas.
Gambar I.1. Seam batubara (http://fisherka.csolutionhosting.net)
I.5.4. Roof dan Floor
Sebuah lapisan (seam) batubara dilapisi oleh dua permukaan yang terdapat pada
permukaan atas (roof) dan permukaan bawah (floor) seam tersebut serta dibatasi oleh
batubara dan lapisan pengotornya (parting). Roof adalah struktur penampang
permukaan atas dari suatu jenis deposit tambang, sedangkan floor adalah struktur
penampang permukaan bawah dari suatu deposit tambang. Suatu roof dan floor yang
hanya dibatasi oleh batubara dan parting-nya disebut sebagai satu seam (Andaru
2010).
http://fisherka.csolutionhosting.net/
6
54
I.5.5. Stripping Ratio
Stripping ratio adalah rasio antara volume pengotor (parting) dengan tonnage
batubara yang akan menentukan layak atau tidaknya sebuah lokasi untuk dilakukan
proses pertambangan (Diputra 2013). Dengan kata lain, nilai stripping ratio yang akan
menentukan seberapa banyaknya overburden yang harus dikupas untuk mendapatkan
batubara. Semakin besar nilai stripping ratio suatu lapisan batubara, maka akan
semakin besar biaya yang harus dikeluarkan untuk mengeluarkan 1 ton batubara
karena harus membuang lebih banyak overburden (Aritonang 2011). Untuk
menghitung nilai stripping ratio suatu lapisan batubara dapat menggunakan rumus I.1
berikut ini.
SR = Tonase batubara
dan/atau ........................ (I.1)
Dalam hal ini, SR = stripping ratio
OB = overburden
IB = interburden
I.5.6. Pembuatan Model Struktur Batubara
Jumlah atau besar cadangan batubara tidak dapat dihitung dengan hanya
berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan karena masih
berupa titik - titik koordinat dan data geologi. Titik - titik koordinat ini harus dibuat
model struktur batubaranya dan juga model topografinya. Model struktur yang harus
dibuat yaitu (Andaru 2010):
1. Model struktur permukaan topografi. Model ini didapatkan dari data survey
yang berupa data x, y, dan z kemudian dibuat garis konturnya. Dari garis
kontur ini kemudian dibuat model strukturnya. Model ini dapat berupa kontur
digital, atau berupa digital terrain model.
2. Model struktur permukaan roof batubara. Model ini didapatkan dengan cara
memasukkan nilai x, y dan z dari semua data roof batubara yang ada. Data
roof ini diperoleh dengan cara melakukan pengeboran terlebih dahulu,
kemudian untuk memastikan dengan benar nilai depth-nya dilakukan proses
logging. Dari data pengeboran dan logging didapatkan nilai depth permukaan
7
54
atas batubara (roof), kemudian dikonversi menjadi data elevasi berdasarkan
data topografi. Semakin banyak titik bor yang ada, maka semakin rapat dan
semakin detail untuk pembentukan model struktur roof batubaranya.
3. Model struktur permukaan floor batubara. Model ini didapatkan dengan cara
yang sama seperti pembentukan model struktur roof, hanya saja data yang
dimasukkan adalah data x, y dan z dari semua data floor batubara yang ada.
Dari data pengeboran diperoleh nilai depth permukaan bawah batubara (floor)
yang kemudian dikonversi menjadi data elevasi berdasarkan data topografi.
I.5.7. Lapisan Tanah Pengotor atau Penutup
Lapisan tanah pengotor atau penutup dalam batubara terdiri dari lapisan penyisip
dalam satu seam batubara (parting), lapisan penutup (overburden) dan lapisan
pembatas antar-seam (interburden). Parting adalah bagian nonbatubara (pengotor)
yang membagi atau menyisip di dalam satu seam batubara yang bisa saja berupa tanah,
sandstone atau limestone. Overburden adalah lapisan tanah dan batuan yang ada di
atas seam batubara sampai pada permukaan topografi. Interburden adalah lapisan
tanah penutup yang ada di antara dua seam batubara (Andaru 2010).
I.5.8. Dasar Perhitungan Sumber Daya Batubara
Dalam perhitungan sumber daya batubara terdapat beberapa unsur pokok yang
mempengaruhi kualitas hasil yang akan dicapai, yaitu pengambilan contoh, penentuan
daerah pengaruh, interpretasi daerah pengaruh dan tebal semu dan tebal sebenarnya.
I.5.8.1. Pengambilan contoh. Pengambilan contoh merupakan proses
pengambilan sejumlah kecil dari populasi batuan yang mewakili sifat fisik dan kimia
tertentu. Tujuan dari pengambilan contoh adalah untuk mengetahui ada tidaknya
endapan bahan tambang, bentuk, dan posisi endapan yang akan digunakan untuk
perhitungan cadangan.
8
54
I.5.8.2. Penentuan daerah pengaruh. Pedoman untuk daerah pengaruh dibagi
menjadi dua antara lain:
1. Pedoman membagi dua garis tegak lurus dengan jarak yang sama antara dua
titik terdekat.
2. Pedoman membagi dua sudut atau pedoman gravitasi.
I.5.8.3. Interpretasi daerah pengaruh. Interpretasi daerah pengaruh erat kaitannya
dalam penentuan batas-batas daerah pengaruh. Berdasarkan obyeknya, interpretasi
daerah pengaruh dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Interpretasi natural
Interpretasi ini dilakukan terhadap kriteria geologi, teknologi dan
ekonomi terhadap sesar vertikal yang terletak di antara dua lubang bor dengan
ketebalannya masing-masing. Interpretasi yang dilakukan terhadap blok
tersebut adalah menganggap bahwa masing-masing ketebalan akan sama
sampai pada sesar vertikal tersebut.
2. Interpretasi empirik
Interpretasi empirik mengacu pada hasil-hasil penelitian atau
pengamatan sebelumnya dan dianggap sama dengan lokasi yang sedang
diteliti.
3. Interpretasi analitis
Interpretasi ini dilakukan dengan dua pedoman yaitu:
a. Pedoman perubahan bertahap (rule of gradual change).
Pedoman ini merupakan pedoman yang digunakan untuk menentukan
batas-batas daerah pengaruh dalam penentuan luas penampang dengan cara
menghubungkan titik terluar dari tiap penampang seperti yang dijelaskan
pada Gambar I.2. Pedoman ini dapat diterapkan pada metode cross section,
karena dalam perhitungannya lebar daerah pengaruh penampang tidak selalu
dibuat dengan ukuran yang tetap.
9
54
Gambar.I.2. Metode cross section dengan pedoman rule of gradual changes (Isaaks
1989)
Dalam hal ini, P1 = Penampang pertama permukaan atas
P1 = Penampang pertama permukaan bawah
P2 = Penampang kedua permukaan atas
P2 = Penampang kedua permukaan bawah
L = Jarak antar penampang
Penerapan perhitungan tonase sumberdaya batubara dengan metode
cross section dengan Pedoman Rule of Gradual Changes sangat tergantung
pada data pemboran dan data singkapan endapan. Pada prinsipnya ada
beberapa langkah dalam perhitungan, yaitu membagi lapisan batubara
menjadi beberapa blok-blok penampang dengan selang jarak tertentu.
Menurut Wood, dkk (1983) persamaan perhitungan cadangan batubara dapat
dilihat pada rumus I.2.
Tonase batubara = A B C ............. (I.2)
Dalam hal ini, A = ketebalan rata-rata batubara (m)
B = berat jenis batubara (ton/m3)
C = luas daerah terhitung (m2)
Untuk menghitung lapisan tanah penutup dengan metode cross section
sangat tergantung pada data pemboran dan data singkapan endapan. Pada
prinsipnya ada beberapa langkah dalam perhitungan, yaitu membagi lapisan
10
54
tanah penutup menjadi beberapa blok-blok penampang dengan selang jarak
tertentu.
b. Pedoman titik terdekat (rule of nearest point)
Pada pedoman rule of Nearest Point, setiap blok ditegaskan oleh sebuah
penampang yang sama panjang ke setengah jarak untuk menyambung
penampang seperti yang dijelaskan pada Gambar I.3.
Gambar I.3. Metode cross section dengan pedoman rule of nearest point (Isaaks
1989)
Dalam hal ini, P = Penampang
L = Jarak antar penampang
I.5.8.4. Tebal semu dan tebal sebenarnya. Bentuk geometri endapan mineral
sangat diperlukan untuk asumsi, interpretasi dan perhitungan. Unsur utama
perhitungan cadangan adalah ketebalan, panjang, lebar, pengamatan kadar dan faktor
cadangan. Asumsi penggambaran tiga dimensi pada sketsa horisontal yang tergambar
adalah kedalaman vertikal sedangkan pada sketsa vertikal yang tergambar adalah
kedalaman horisontal. Ketebalan sesungguhnya diukur menurut tebal yang tegak lurus
terhadap garis atap (roof) dan garis alas (floor) lapisan batubara atau sesuai dengan
sudut kemiringan Hubungan antara ketebalan sesungguhnya dan ketebalan semu baik
horisontal maupun vertikal dapat dilihat pada Gambar I.4.
11
54
Gambar I.4. Ketebalan sebenarnya (Poppof 1966)
ttr = th sin = tv cos ..................................... (I.3)
Dalam hal ini, ttr = tebal endapan sebenarnya
th = tebal endapan semu arah horisontal
tv = tebal endapan semu arah vertikal
= sudut kemiringan (dip)
I.5.9. Penentuan Luas
Penentuan luas yang dimaksud di sini adalah luas yang dihitung dalam peta yang
merupakan gambaran permukaan bumi dengan proyeksi ortogonal. Penentuan luas
dapat dilakukan dengan cara numeris. Menurut Basuki (2006), penentuan luas dengan
cara ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Dengan memakai koordinat, apabila titik-titik batas tanah diketahui
koordinatnya misal sebidang tanah dibatasi oleh titik-titik A (X1,Y1); B
(X2,Y2); C (X3,Y3), D (X4,Y4) seperti yang terlihat pada Gambar I.5.
Gambar I.5. Luasan dengan angka koordinat (Basuki 2006)
12
54
Luas trapesium ABCD = Luas trapesium AABB + Luas trapesium BBCC -
Luas trapesium DDCC - Luas trapesium AADD
= 0.5(X2X1)(Y2+Y1)+0.5(X3X2)(Y3+Y2)0.5(X3 X4)
(Y3+Y4)0.5(X4X1)(Y4+Y1) ............................ (I.4)
Disimpulkan menjadi:
2 Luas ABCD = (Xn Xn-1) (Yn + Yn-1) = diproyeksikan terhadap
sumbu x
2 Luas ABCD = (Yn Yn+1) (Xn + Xn+1) = diproyeksikan terhadap
sumbu y
b. Dengan ukuran dari batas tanah, jika batas-batas tanah diukur langsung
(disebut juga angka-angka ukur).
I.5.10. Metode Perhitungan Volume Sumber Daya Batubara
Prinsip perhitungan volume adalah perkalian panjang, lebar dan ketebalan.
Variasinya bergantung pada bentuk dan metode perhitungan cadangan yang digunakan
(Rauf 1998). Metode perhitungan volume batubara pada dasarnya menggunakan
prinsip perhitungan volume dari bagian permukaan batubara yang dibatasi oleh
penampang-penampang melintangnya.
I.5.10.1. Metode garis kontur. Garis kontur adalah garis-garis yang
menghubungkan titik-titik yang memiliki ketinggian yang sama, sehingga bidang yang
terbentuk oleh sebuah garis kontur akan berupa bidang datar. Luas setiap penampang
di sini adalah luasan yang dibatasi oleh suatu garis kontur, sedangkan tinggi atau jarak
antar penampang adalah besarnya interval garis kontur, yaitu beda tinggi antara garis
kontur yang berurutan.
Penentuan volume dengan menggunakan garis kontur dapat menggunakan
rumus end areas untuk setiap dua buah tampang yang berurutan. Metode ini juga
dipakai untuk digunakan pada endapan bijih yang memiliki ketebalan dan kadar
mengecil dari tengah ke tepi endapan. Volume material dapat dihitung dengan
menganggap bukit dipotong sepanjang kontur dalam serangkaian prismoida, atau
dengan penerapan langsung kaidah simpson (Irvine 1995).
13
54
I.5.10.2. Metode cut and fill. Prinsip perhitungan volume dengan metode cut and
fill adalah menggunakan prisma segitiga yang terbentuk dari TIN hasil penghubungan
permukaan atas dan bawah. Prisma tersebut memiliki dua permukaan yang terbentuk
dari jaring-jaring segitiga (TIN). Jaring segitiga inilah yang akan membentuk suatu
geometri prisma. Volume prisma segitiga dapat dihitung dari hasil perkalian antara
nilai rata-rata ketinggian titik-titik pembentuk segitiga (z1,z2,z3) dengan luas jaring
segitiga (Li dan Gold 2005)
Gambar I.6. Volume dengan metode prisma (Li dan Gold 2005)
Adapun rumus yang dapat digunakan untuk menghitung volume prisma
segitiga tersebut dapat dilihat pada Rumus I.5 sebagai berikut:
V3 = 1+2+3
3 A .................. (I.5)
Jika area boundary dibagi menjadi segitiga segitiga, total volume antara
permukaan atas dan permukaan bawah dapat diperoleh dengan menjumlahkan volume
prisma prisma yang terbentuk. Akurasi perhitungan tergantung pada kemampuan
model 3D untuk menghasilkan model permukaan yang mendekati bentuk sebenarnya
di lapangan.
14
54
I.5.10.3. Metode Cross section. Dalam metode ini, tampang melintang diambil
tegak lurus terhadap sumbu proyek dengan interval jarak tertentu. Volume tubuh tanah
yang dibatasi dua buah penampang yang berurutan dapat dihitung apabila luas dari
penampang-penampang tersebut diketahui. Volume tubuh tanah dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus-rumus yang telah disederhanakan sehingga
perhitungannya lebih mudah dan cepat antara lain (Basuki 2006):
1. Rumus Tampang Rata-Rata (Mean Areas)
Dalam rumus ini volume didapat dengan mengalikan luas rata-rata dari
tampang yang ada dengan jarak antara tampang awal dan akhir. Apabila
tampang-tampang pada Gambar I.7. adalah A1, A2, A3,..., An-1, An, dan
jarak tampang A1 ke An = D, maka:
Volume = V = (1+2+3++1+
) . ............. (I.6)
Gambar I.7. Penentuan volume dengan Mean Areas
2. Rumus Dua Tampang (End Areas)
Apabila A1 dan A2 pada Gambar I.8. adalah luas tampang yang berjarak
D, maka volume antara dua tampang tersebut adalah:
V = .1+2
2 ............... (I.7)
15
54
Gambar I.8. Penentuan volume dengan End Areas
Rumus ini berlaku jika tampang tengah yang ada di antara penampang
A1 dan A2 merupakan rata-rata dari keduanya. Seandainya tidak, maka
penggunaan rumus tersebut harus dikoreksi (koreksi prismoida). Apabila
tampang-tampang di sini banyak dan jarak-jarak antar tampang bervariasi
misal D1, D2, D3, dst, maka:
Volume = = 1(1+2)
2+
2(2+3)
2+
3(3+4)
2+...
Apabila D1 = D2 = D3 dan seterusnya = D,
= . {1+
2+ 2 + 3 + + 1} ............ (I.8)
Rumus ini didasarkan pada rumus trapesium untuk volume.
I.5.11. Digital Terrain Model (DTM)
Digital terrain model adalah model medan digital yang hanya memuat elevasi
fitur-fitur alami permukaan tanah terbuka tanpa obyek penutup di atasnya baik alami
maupun buatan manusia (Intermap 2012). Menurut Li dan Gold (2005) DTM adalah
representasi permukaan tanah secara statistik yang kontinyu dari titik-titik yang telah
diketahui koordinat X, Y dan Z-nya pada suatu sistem koordinat tertentu.
Istilah DTM ini pertama kali diperkenalkan oleh Miller dan La Flame pada tahun
1958. Sejak itu istilah ini banyak digunakan dan dikembangkan di bidang surveying,
geologi, geografi, sipil dan perencanaan serta disiplin ilmu kebumian lainnya.
Pendekatan pemodelan DTM dapat diklasifikasikan berdasarkan banyak kriteria, salah
satunya berdasarkan bentuk geometri dasar.
16
54
1.5.11.1. Point-Based Surface Modelling. Jika suatu titik yang memiliki
ketinggian digunakan untuk menghasilkan permukaan DTM, maka hasilnya berupa
permukaan planar yang bertingkat. Pada tiap titik, permukaan planar bertingkat dapat
dibangun. Jika permukaan planar dibangun dari sebuah data titik individual yang
digunakan untuk mewakilkan daerah yang kecil di sekitar titik, maka seluruh
permukaan DTM dapat dibentuk dengan serangkaian permukaan terputus yang
berdekatan. Bentuk keseluruhan permukaan akan terputus seperti yang ditunjukkan
pada Gambar I.9.
Pendekatan ini sangat sederhana, satu-satunya kesulitan adalah saat menentukan
pembatas di antara daerah yang berdekatan. Secara teoritis, pendekatan ini cocok baik
untuk pola data yang teratur maupun yang tidak teratur, karena hanya terkait dengan
titik-titik individu. Bagaimanapun, selama proses penentuan batas-batas wilayah
dipengaruhi oleh setiap titik yang berdekatan, perhitungan akan jauh lebih sederhana
jika pola permukaan dibuat teratur seperti kotak persegi, segitiga sama sisi, segi enam
dan lain sebagainya digunakan. Walaupun pendekatan ini terlihat lebih mudah
dilakukan dalam memodelkan permukaan, namun tidak terlalu praktis berhubung hasil
yang terbentuk saling terputus pada permukaannya. Pendekatan ini sering digunakan
pada pekerjaan tertentu seperti perhitungan total volume air, batubara dan lain
sebagainya.
Gambar I.9. Point-based surface modelling (Li dan Gold 2005)
1.5.11.2. Triangle-Based Modelling. Jika semakin banyak titik yang digunakan,
maka semakin kompleks bentuk permukaan yang dapat dibangun. Dalam pendekatan
ini, tiga titik data merupakan persyaratan minimal untuk membentuk sebuah
permukaan. Ketiga titik tersebut dapat membentuk segitiga spasial, lalu permukaan
planar yang miring dapat dibangun. Jika permukaan tersebut ditentukan oleh tiap
17
54
segitiga yang berguna untuk mewakili daerah yang hanya dibatasi oleh segitiga
tersebut, maka keseluruhan permukaan DTM dapat dibentuk oleh rangkaian segitiga-
segitiga yang saling berdekatan seperti yang dapat dilihat pada Gambar I.10.
Gambar I.10. Pembentukan TIN (GEMCOM 1997)
Konsep pembentukan dengan pendekatan Triangle Based Modelling sama
dengan konsep TIN (Triangulated Irregular Network). TIN adalah suatu metode untuk
merepresentasikan suatu permukaan dalam bentuk jaring-jaring segitiga. TIN dibentuk
dengan menggabungkan titik-titik yang telah diketahui nilai koordinatnya menjadi
rangkaian segitiga. Pembentukan TIN biasanya menggunakan delaunay triangulation.
Delaunay triangulation merupakan rangkaian titik-titik segitiga yang dilewati oleh
lingkaran dan di dalam lingkaran tersebut tidak terdapat titik lain (Li dan Gold 2005).
Bentuk delaunay triangulation dapat dilihat pada Gambar I.12 (a), dan pada Gambar
I.11 (b) bukan merupakan bentuk delaunay triangulation karena masih terdapat titik
lain di dalam lingkaran.
Gambar I.11. (a) Bentuk delaunay triangulation (b) Bukan merupakan bentuk
delaunay triangulation (Anggoro 2008)
(a) (b)
18
54
I.5.11.3. Gridbased Modelling. Pada grid-based modelling, titik-titik tersebar
secara merata dan teratur pada seluruh permukaan model digital (DTM) dalam interval
tertentu. Titik DTM dapat berupa titik sampel maupun titik hasil interpolasi. Model
permukaan digital yang dibentuk oleh grid yang menghubungkan titik-titik DTM
dapat dilihat pada Gambar I.12.
Gambar I.12. Grid-based Surface Modelling (Li dan Gold 2005)
I.5.12. GEMCOM Surpac 6.1.2
Gemcom Surpac adalah software yang paling populer di dunia geologi dan
perencanaan tambang yang mendukung operasi di bawah tanah dan proyek-proyek
eksplorasi di lebih dari 90 negara. Perangkat lunak ini memberikan efisiensi dan
akurasi melalui kemudahan penggunaan, 3D grafis yang bagus dan alur kerja otomatis
yang dapat disesuaikan dengan proses khusus perusahaan dan data yang dientri
(GEMCOM, 1997). Surpac merupakan piranti lunak (software) keluaran GEMCOM
yang diperuntukkan untuk pengolahan data geologi, pertambangan, serta perencanaan
tambang. Surpac menyediakan berbagai fitur yang sangat berguna dalam proses
pengolahan dan analisa data data tambang. Kemampuan utama Surpac adalah
perhitungan volume dan pembuatan rancangan tambang, misalnya pembuatan final
wall, perencanaan jalan, analisa progres tambang, dan perencanaan kegiatan
eksploitasi bahan tambang.
Surpac merupakan perangkat lunak yang komprehensif, meliputi: drillhole
manajemen data, pemodelan geologi, blok model, geostatistik, desain tambang,
perencanaan tambang, estimasi sumber daya, dan banyak lagi. Semua tugas di Surpac
19
54
dapat dilakukan secara otomatis dan dapat disesuaikan dengan keperluan yang bersifat
khusus sebab Surpac bersifat modular dan mudah disesuaikan untuk berbagai
keperluan pekerjaan tambang dan topografi. Surpac mengurangi duplikasi data dengan
menghubungkan ke database relasional sehingga penyimpanan dan pemanggilan data
dari tabel dapat dilakukan dengan lebih cepat dan mudah (GEMCOM, 1997). Selain
itu Surpac juga menampilkan data secara tiga dimensi dan dapat dirotasi dengan
mudah sehingga data dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Surpac berinteraksi
dengan format file umum dari GIS, CAD, dan sistem lain serta pilihan import data dan
export data ke format lain mudah. Kemampuan ini menambah fleksibilitas data hasil
olahan Surpac sehingga dapat diolah ataupun diubah dalam format software lain.
Dalam memulai pengolahan data dengan perangkat lunak Surpac, pengguna
harus terlebih dahulu menentukan lokasi penyimpanan data pada sebuah direktori
penyimpanan yang disebut work directory. Dalam perangkat lunak Surpac, data
yang akan diproses harus dalam format string (*.str). Data dengan format string dapat
diklasifikasikan menjadi nomor nomor string yang divisualisasikan dengan warna
yang berbeda seperti layer dalam aplikasi CAD. Pengklasifikasian ini berfungsi untuk
memudahkan seleksi data, editing, dan penyimpanan.
1.5.12.1. Stringfile. String adalah rangkaian koordinat 3 dimensi yang
menggambarkan beberapa bentuk fisik tertentu. Konsep string sama dengan garis pada
sebuah sketsa yang menggambarkan fitur-fitur penting. Dalam perangkat lunak
Surpac, semua bentuk titik tersimpan dalam rangkaian string dan memiliki nomor
string tersendiri. Nomor string tersedia pada kisaran angka 1 hingga 32.000. String
terbagi dalam beberapa jenis yaitu:
a. Open string (string terbuka) yang merupakan suatu garis lurus atau garis-garis
yang berbentuk kurva. Jika terdapat lebih dari satu string pada satu file dengan
nomor string yang sama, maka disebut open segment (segmen terbuka) dan
memiliki nomor segmen tersendiri.
b. Closed string (string tertutup) sama seperti lingkaran, persegi atau berbagai
poligon tak beraturan lainnya. String awal dan terakhir jenis string ini
memiliki koordinat yang sama. Jika terdapat lebih dari satu string tertutup
20
54
pada suatu file dengan nomor string yang sama, maka disebut closed segments
(segmen tertutup) dan memiliki nomor segmen tersendiri.
c. Spotheight string terdiri dari kumpulan titik-titik acak yang saling
dihubungkan oleh satu nomor string. Jenis string ini biasanya digunakan
untuk mencatat titik-titik elevasi pada sebuah permukaan atau koordinat-
koordinat lubang-lubang bor.
1.5.12.1. Pembuatan DTM dan Boundary. Surpac mempunyai kemampuan
dalam membentuk DTM dari data kontur atau data ketinggian dalam format .str yang
akan diubah menjadi .dtm. Beberapa tool yang digunakan dalam pembuatan DTM dan
boundary pada perangkat lunak Surpac 6.1.2 Gemcom, yaitu : create dtm from layer,
create dtm from string file, clip dtm by boundary string, line of intersect between 2
dtms, drape string over dtm, drape segment over dtm, dan drape string range over dtm.
I.5.12.3. Pembentukan Cross Section dengan Surpac. Pembentukan cross
section pada perangkat lunak Surpac sangat bergantung dengan bentuk DTM yang
ada. Cross section dapat dibentuk setelah centreline terbentuk. Centreline merupakan
garis lurus yang ditarik memanjang meliputi bagian tengah sebuah DTM. Surpac akan
mendefenisikan centreline yang telah terbentuk tersebut sebagai sumbu proyek.
Gambar I.13. Pembentukan cross section dengan Surpac
Cross section akan membentuk sudut 90 terhadap centreline dan membagi-bagi
DTM dalam beberapa section dengan jarak yang ditentukan misalnya 10 meter. Cross
21
54
section yang telah terbentuk tersebut memiliki koordinat yang mengacu pada
centreline. Koordinat easting dan northing tiap titik tersimpan pada tabel yang
nantinya dapat diubah dari sistem koordinat lokal menjadi sistem koordinat yang
sebenarnya (GEMCOM 1997).
22