of 22 /22
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi yang mengalami pertumbuhan paling cepat di dunia. Hal ini dikarenakan semakin menurunnya berbagai sumber energi alternatif lain seperti gas alam dan minyak bumi. Dengan demikian berbagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan perlahan-lahan mulai mencari cara untuk memaksimalkan produksi batubara, tidak terkecuali perusahaan pertambangan yang ada di Indonesia. Menurut data yang dikeluarkan oleh International Energy Agency pada tahun 2012, Indonesia termasuk dalam sepuluh negara penghasil batubara terbesar di dunia yang banyak tersebar di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Jumlah yang sangat melimpah di kedua pulau tersebut harus dapat dimaksimalkan dengan baik. Namun dalam kenyataannya sebagian besar perusahaan tambang di Indonesia dalam melakukan eksploitasi lapangan batubara hanya melakukan survey tinjau saja dan langsung melakukan proses penambangan. Dengan demikian prospek batubara tidak dapat diketahui secara rinci. Oleh karena itu diperlukan perhitungan cadangan volume batubara yang akurat sebelum melakukan eksploitasi. Untuk melakukan perhitungan volume cadangan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan metode cut and fill ataupun cross section. Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Perhitungan volume dengan cut and fill menggunakan prisma segitiga. Prisma segitiga tersebut terbentuk dari hasil penggabungan TIN permukaan atas dan bawah. Untuk mendapatkan volume tiap lapisan, volume masing-masing prisma segitiga yang telah terbentuk dihitung dan dijumlahkan. Selain dengan metode cut and fill, volume cadangan batubara dapat juga dihitung menggunakan metode cross section dengan pedoman rule of gradual changes. Dengan metode ini dibutuhkan beberapa penampang untuk tiap lapisan batubara yang selanjutnya dikalikan dengan jarak tiap penampang tersebut. Dasar pertimbangan penggunaan metode cross section dengan pedoman rule of gradual changes adalah karena data titik bor yang tersedia relatif

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/82135/potongan/S1-2015... · Surpac. Surpac dapat memodelkan cross section dengan pedoman rule of

Embed Size (px)

Text of BAB I PENDAHULUAN -...

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1. Latar Belakang

    Batubara merupakan salah satu sumber energi yang mengalami pertumbuhan

    paling cepat di dunia. Hal ini dikarenakan semakin menurunnya berbagai sumber

    energi alternatif lain seperti gas alam dan minyak bumi. Dengan demikian berbagai

    perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan perlahan-lahan mulai mencari cara

    untuk memaksimalkan produksi batubara, tidak terkecuali perusahaan pertambangan

    yang ada di Indonesia.

    Menurut data yang dikeluarkan oleh International Energy Agency pada tahun

    2012, Indonesia termasuk dalam sepuluh negara penghasil batubara terbesar di dunia

    yang banyak tersebar di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Jumlah yang sangat

    melimpah di kedua pulau tersebut harus dapat dimaksimalkan dengan baik. Namun

    dalam kenyataannya sebagian besar perusahaan tambang di Indonesia dalam

    melakukan eksploitasi lapangan batubara hanya melakukan survey tinjau saja dan

    langsung melakukan proses penambangan. Dengan demikian prospek batubara tidak

    dapat diketahui secara rinci. Oleh karena itu diperlukan perhitungan cadangan volume

    batubara yang akurat sebelum melakukan eksploitasi. Untuk melakukan perhitungan

    volume cadangan batubara dapat dilakukan dengan menggunakan metode cut and fill

    ataupun cross section. Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya

    masing-masing.

    Perhitungan volume dengan cut and fill menggunakan prisma segitiga. Prisma

    segitiga tersebut terbentuk dari hasil penggabungan TIN permukaan atas dan bawah.

    Untuk mendapatkan volume tiap lapisan, volume masing-masing prisma segitiga yang

    telah terbentuk dihitung dan dijumlahkan. Selain dengan metode cut and fill, volume

    cadangan batubara dapat juga dihitung menggunakan metode cross section dengan

    pedoman rule of gradual changes. Dengan metode ini dibutuhkan beberapa

    penampang untuk tiap lapisan batubara yang selanjutnya dikalikan dengan jarak tiap

    penampang tersebut. Dasar pertimbangan penggunaan metode cross section dengan

    pedoman rule of gradual changes adalah karena data titik bor yang tersedia relatif

  • 2

    54

    sedikit dan untuk endapan batubara yang memiliki tingkat homogenitas yang tinggi.

    Metode ini juga mudah dilaksanakan, dimengerti dan dengan keyakinan yang tinggi.

    Seiring dengan berkembangnya teknologi dalam memperhitungkan volume

    sumberdaya batubara, semakin banyak perangkat lunak yang dapat digunakan untuk

    melakukan perhitungan. Salah satu perangkat lunak yang dapat digunakan adalah

    Surpac. Surpac dapat memodelkan cross section dengan pedoman rule of gradual

    changes hingga menampilkan luasan-luasan tiap penampang yang selanjutnya akan

    digunakan dalam perhitungan volume. Proyek ini mengkaji tahapan dan hitungan

    volume sumber daya batubara menggunakan metode cross section dan dilakukan

    komparasi hasilnya dengan metode cut and fill.

    I.2. Cakupan

    Berdasarkan data yang telah diperoleh, maka cakupan penyusunan proyek ini

    adalah :

    1. Perhitungan volume dilakukan menggunakan perangkat lunak Surpac.

    2. Area yang dikaji adalah daerah Kuasa Pertambangan PT. Panca Gemilang

    Semesta, Dusun Hilir, Barito, Kalimantan Tengah.

    3. Tipe cross section yang digunakan adalah penampang tegak (vertical cross).

    4. Penampang melintang dibentuk dari data kontur struktur dan data kontur

    topografi dengan jarak antar penampang 10 meter dan 25 meter.

    I.3. Tujuan

    Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:

    1. Mengaplikasikan metode cross section untuk menghitung volume

    sumberdaya batubara

    2. Membandingkan hasil hitungan volume sumber daya batubara antara metode

    cross section dengan metode cut and fill.

    I.4. Manfaat Penelitian

    Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang cara

    perhitungan volume sumber daya batubara dengan metode cross section dan memberi

  • 3

    54

    gambaran akurasi perhitungan volume metode cross section dibandingkan dengan

    metode cut and fill.

    I.5. Landasan Teori

    I.5.1. Batubara

    Batubara adalah batuan sedimen yang mengandung hasil akumulasi material

    organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses litifikasi untuk

    membentuk lapisan batubara dan telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses

    metamorfosis oleh peningkatan panas dan tekanan selama periode geologis (BSN

    1998). Umumnya proses pembentukan batubara terjadi pada zaman karbon yaitu

    sekitar 270 350 juta tahun yang lalu. Pada zaman tersebut terbentuk batubara di

    belahan bumi utara seperti Eropa, Asia, dan Amerika. Di Indonesia batubara yang

    ditemukan dan ditambang umumnya berumur jauh lebih muda yaitu terbentuk pada

    zaman tersier. Batubara tertua yang ada di Indonesia berumur Eosen (40 60 juta

    tahun yang lalu) namun sumber daya batubara di Indonesia umumnya berumur antara

    Miosen dan Pliosen (2 15 juta tahun yang lalu). Batubara mengandung unsur - unsur

    karbon, hidrogen, dan oksigen sebagai unsur utama serta belerang dan nitrogen sebagai

    unsur tambahan. Di samping itu terdapat zat lain sebagai penyusunnya, yaitu senyawa

    anorganik pembentuk ash dan tersebar sebagai partikel - partikel zat mineral di seluruh

    senyawa batubara (Cahyani 2010).

    Cadangan batubara di Indonesia tersebar di daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa,

    Sulawesi, Maluku, dan Papua. Kualitas batubara yang bagus adalah batubara dengan

    nilai calorie value yang tinggi, nilai abu yang rendah, kadar sulfur yang rendah, dan

    kelembaban yang rendah.

    I.5.2. Pengertian Sumber Daya dan Cadangan Batubara

    Sumberdaya (Resource) adalah bagian dari endapan batubara yang diharapkan

    dapat dimanfaatkan dan dapat meningkat menjadi cadangan apabila telah dilakukan

    uji kelayakan. Cadangan (Reserve) adalah bagian dari sumberdaya yang telah diteliti

    dan dikaji kelayakannya dan telah dinyatakan layak serta dapat ditambang berdasarkan

    kondisi ekonomi dan teknologi pada saat itu. Terdapat empat pengertian cadangan

    yang digunakan di dunia pertambangan, yaitu (BSN 1998):

    file:///C:/Users/Christanto/AppData/Roaming/Microsoft/PDF/SNI_13-5104-1998.pdffile:///C:/Users/Christanto/AppData/Roaming/Microsoft/PDF/SNI_13-5104-1998.pdf

  • 4

    54

    1. Cadangan di Tempat (In Place Reserve)

    Cadangan di tempat adalah jumlah batubara yang terdapat di bawah

    permukaan yang telah dihitung dan memenuhi persyaratan ekonomi

    pertambangan dalam kondisi tertentu. Secara teknis, cadangan di tempat

    tidak seluruhnya dapat ditambang karena bergantung pada teknologi yang

    tersedia pada saat itu.

    2. Cadangan dapat ditambang (Mineable Reserve)

    Cadangan dapat ditambang adalah bagian dari cadangan di tempat (in place

    reserve) yang diharapkan akan dapat ditambang dengan teknologi saat ini

    dan sesuai kondisi ekonomi saat ini.

    3. Cadangan telah ditambang (Recoverable Reserve)

    Cadangan telah ditambang adalah cadangan yang berasal dari (Mineable

    Reserve) yang telah ditambang atau terambil atas dasar biaya dan kondisi

    ekonomi yang telah ditetapkan.

    4. Cadangan dapat dijual (Saleable Reserve)

    Cadangan dapat dijual adalah cadangan yang berasal dari (Recoverable

    Reserve) yang akan dijual langsung atau dilakukan pengolahan terlebih

    dahulu dengan pertimbangan kualitas batubara dan permintaan pasar, apabila

    kualitas batubara sesuai permintaan pasar tanpa harus dilakukan pencucian

    atau blending maka batubara dapat langsung dijual, namun apabila batubara

    terlalu banyak pengotor sehingga kualitas batubara tidak sesuai dengan

    permintaan pasar maka harus dilakukan pencucian dan blending sehingga

    kualitas batubara sesuai dengan permintaan konsumen.

    I.5.3. Seam

    Lapisan batubara yang berada di bawah permukaan tanah disebut seam. Seam

    terdiri dari beberapa lapisan yang berupa suatu tebalan dengan sekat tanah

    (interburden) sebagai pembatas tiap lapisan. Lingkungan pengendapan batubara

    merupakan salah satu kendali utama yang mempengaruhi pola sebaran, ketebalan,

    kemenerusan, kondisi roof dan floor, dan kandungan sulfur pada lapisan batubara

    (Horne dkk. 1978). Melalui model pengendapan juga dapat ditentukan lapisan

  • 5

    54

    batubara ekonomis yang ditandai oleh sebarannya yang luas, tebal, serta kandungan

    abu dan sulfur rendah. Artinya, ada hubungan genetik antara geometri lapisan batubara

    dan lingkungan pengendapannya (Rahmani & Flores 1984) yang dicerminkan oleh

    proses-proses geologi, yaitu:

    1. Proses geologi yang berlangsung bersamaan dengan pembentukan batubara,

    meliputi perbedaan kecepatan sedimentasi dan bentuk morfologi dasar

    pada cekungan, pola struktur yang sudah terbentuk sebelumnya, dan

    kondisi lingkungan saat batubara terbentuk.

    2. Proses geologi yang berlangsung setelah lapisan batubara terbentuk, meliputi

    adanya sesar, erosi oleh proses - proses yang terjadi di permukaan, atau

    terobosan batuan beku (intrusi).

    Lapisan batubara sering kali terdiri dari beberapa seam yang saling menumpuk

    dan disebut multiseam dan lapisan tunggal disebut dengan single seam. Menurut waktu

    geologi lapisan yang paling muda adalah lapisan yang terletak pada lapisan paling atas.

    Gambar I.1. Seam batubara (http://fisherka.csolutionhosting.net)

    I.5.4. Roof dan Floor

    Sebuah lapisan (seam) batubara dilapisi oleh dua permukaan yang terdapat pada

    permukaan atas (roof) dan permukaan bawah (floor) seam tersebut serta dibatasi oleh

    batubara dan lapisan pengotornya (parting). Roof adalah struktur penampang

    permukaan atas dari suatu jenis deposit tambang, sedangkan floor adalah struktur

    penampang permukaan bawah dari suatu deposit tambang. Suatu roof dan floor yang

    hanya dibatasi oleh batubara dan parting-nya disebut sebagai satu seam (Andaru

    2010).

    http://fisherka.csolutionhosting.net/

  • 6

    54

    I.5.5. Stripping Ratio

    Stripping ratio adalah rasio antara volume pengotor (parting) dengan tonnage

    batubara yang akan menentukan layak atau tidaknya sebuah lokasi untuk dilakukan

    proses pertambangan (Diputra 2013). Dengan kata lain, nilai stripping ratio yang akan

    menentukan seberapa banyaknya overburden yang harus dikupas untuk mendapatkan

    batubara. Semakin besar nilai stripping ratio suatu lapisan batubara, maka akan

    semakin besar biaya yang harus dikeluarkan untuk mengeluarkan 1 ton batubara

    karena harus membuang lebih banyak overburden (Aritonang 2011). Untuk

    menghitung nilai stripping ratio suatu lapisan batubara dapat menggunakan rumus I.1

    berikut ini.

    SR = Tonase batubara

    dan/atau ........................ (I.1)

    Dalam hal ini, SR = stripping ratio

    OB = overburden

    IB = interburden

    I.5.6. Pembuatan Model Struktur Batubara

    Jumlah atau besar cadangan batubara tidak dapat dihitung dengan hanya

    berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan karena masih

    berupa titik - titik koordinat dan data geologi. Titik - titik koordinat ini harus dibuat

    model struktur batubaranya dan juga model topografinya. Model struktur yang harus

    dibuat yaitu (Andaru 2010):

    1. Model struktur permukaan topografi. Model ini didapatkan dari data survey

    yang berupa data x, y, dan z kemudian dibuat garis konturnya. Dari garis

    kontur ini kemudian dibuat model strukturnya. Model ini dapat berupa kontur

    digital, atau berupa digital terrain model.

    2. Model struktur permukaan roof batubara. Model ini didapatkan dengan cara

    memasukkan nilai x, y dan z dari semua data roof batubara yang ada. Data

    roof ini diperoleh dengan cara melakukan pengeboran terlebih dahulu,

    kemudian untuk memastikan dengan benar nilai depth-nya dilakukan proses

    logging. Dari data pengeboran dan logging didapatkan nilai depth permukaan

  • 7

    54

    atas batubara (roof), kemudian dikonversi menjadi data elevasi berdasarkan

    data topografi. Semakin banyak titik bor yang ada, maka semakin rapat dan

    semakin detail untuk pembentukan model struktur roof batubaranya.

    3. Model struktur permukaan floor batubara. Model ini didapatkan dengan cara

    yang sama seperti pembentukan model struktur roof, hanya saja data yang

    dimasukkan adalah data x, y dan z dari semua data floor batubara yang ada.

    Dari data pengeboran diperoleh nilai depth permukaan bawah batubara (floor)

    yang kemudian dikonversi menjadi data elevasi berdasarkan data topografi.

    I.5.7. Lapisan Tanah Pengotor atau Penutup

    Lapisan tanah pengotor atau penutup dalam batubara terdiri dari lapisan penyisip

    dalam satu seam batubara (parting), lapisan penutup (overburden) dan lapisan

    pembatas antar-seam (interburden). Parting adalah bagian nonbatubara (pengotor)

    yang membagi atau menyisip di dalam satu seam batubara yang bisa saja berupa tanah,

    sandstone atau limestone. Overburden adalah lapisan tanah dan batuan yang ada di

    atas seam batubara sampai pada permukaan topografi. Interburden adalah lapisan

    tanah penutup yang ada di antara dua seam batubara (Andaru 2010).

    I.5.8. Dasar Perhitungan Sumber Daya Batubara

    Dalam perhitungan sumber daya batubara terdapat beberapa unsur pokok yang

    mempengaruhi kualitas hasil yang akan dicapai, yaitu pengambilan contoh, penentuan

    daerah pengaruh, interpretasi daerah pengaruh dan tebal semu dan tebal sebenarnya.

    I.5.8.1. Pengambilan contoh. Pengambilan contoh merupakan proses

    pengambilan sejumlah kecil dari populasi batuan yang mewakili sifat fisik dan kimia

    tertentu. Tujuan dari pengambilan contoh adalah untuk mengetahui ada tidaknya

    endapan bahan tambang, bentuk, dan posisi endapan yang akan digunakan untuk

    perhitungan cadangan.

  • 8

    54

    I.5.8.2. Penentuan daerah pengaruh. Pedoman untuk daerah pengaruh dibagi

    menjadi dua antara lain:

    1. Pedoman membagi dua garis tegak lurus dengan jarak yang sama antara dua

    titik terdekat.

    2. Pedoman membagi dua sudut atau pedoman gravitasi.

    I.5.8.3. Interpretasi daerah pengaruh. Interpretasi daerah pengaruh erat kaitannya

    dalam penentuan batas-batas daerah pengaruh. Berdasarkan obyeknya, interpretasi

    daerah pengaruh dibagi menjadi tiga yaitu:

    1. Interpretasi natural

    Interpretasi ini dilakukan terhadap kriteria geologi, teknologi dan

    ekonomi terhadap sesar vertikal yang terletak di antara dua lubang bor dengan

    ketebalannya masing-masing. Interpretasi yang dilakukan terhadap blok

    tersebut adalah menganggap bahwa masing-masing ketebalan akan sama

    sampai pada sesar vertikal tersebut.

    2. Interpretasi empirik

    Interpretasi empirik mengacu pada hasil-hasil penelitian atau

    pengamatan sebelumnya dan dianggap sama dengan lokasi yang sedang

    diteliti.

    3. Interpretasi analitis

    Interpretasi ini dilakukan dengan dua pedoman yaitu:

    a. Pedoman perubahan bertahap (rule of gradual change).

    Pedoman ini merupakan pedoman yang digunakan untuk menentukan

    batas-batas daerah pengaruh dalam penentuan luas penampang dengan cara

    menghubungkan titik terluar dari tiap penampang seperti yang dijelaskan

    pada Gambar I.2. Pedoman ini dapat diterapkan pada metode cross section,

    karena dalam perhitungannya lebar daerah pengaruh penampang tidak selalu

    dibuat dengan ukuran yang tetap.

  • 9

    54

    Gambar.I.2. Metode cross section dengan pedoman rule of gradual changes (Isaaks

    1989)

    Dalam hal ini, P1 = Penampang pertama permukaan atas

    P1 = Penampang pertama permukaan bawah

    P2 = Penampang kedua permukaan atas

    P2 = Penampang kedua permukaan bawah

    L = Jarak antar penampang

    Penerapan perhitungan tonase sumberdaya batubara dengan metode

    cross section dengan Pedoman Rule of Gradual Changes sangat tergantung

    pada data pemboran dan data singkapan endapan. Pada prinsipnya ada

    beberapa langkah dalam perhitungan, yaitu membagi lapisan batubara

    menjadi beberapa blok-blok penampang dengan selang jarak tertentu.

    Menurut Wood, dkk (1983) persamaan perhitungan cadangan batubara dapat

    dilihat pada rumus I.2.

    Tonase batubara = A B C ............. (I.2)

    Dalam hal ini, A = ketebalan rata-rata batubara (m)

    B = berat jenis batubara (ton/m3)

    C = luas daerah terhitung (m2)

    Untuk menghitung lapisan tanah penutup dengan metode cross section

    sangat tergantung pada data pemboran dan data singkapan endapan. Pada

    prinsipnya ada beberapa langkah dalam perhitungan, yaitu membagi lapisan

  • 10

    54

    tanah penutup menjadi beberapa blok-blok penampang dengan selang jarak

    tertentu.

    b. Pedoman titik terdekat (rule of nearest point)

    Pada pedoman rule of Nearest Point, setiap blok ditegaskan oleh sebuah

    penampang yang sama panjang ke setengah jarak untuk menyambung

    penampang seperti yang dijelaskan pada Gambar I.3.

    Gambar I.3. Metode cross section dengan pedoman rule of nearest point (Isaaks

    1989)

    Dalam hal ini, P = Penampang

    L = Jarak antar penampang

    I.5.8.4. Tebal semu dan tebal sebenarnya. Bentuk geometri endapan mineral

    sangat diperlukan untuk asumsi, interpretasi dan perhitungan. Unsur utama

    perhitungan cadangan adalah ketebalan, panjang, lebar, pengamatan kadar dan faktor

    cadangan. Asumsi penggambaran tiga dimensi pada sketsa horisontal yang tergambar

    adalah kedalaman vertikal sedangkan pada sketsa vertikal yang tergambar adalah

    kedalaman horisontal. Ketebalan sesungguhnya diukur menurut tebal yang tegak lurus

    terhadap garis atap (roof) dan garis alas (floor) lapisan batubara atau sesuai dengan

    sudut kemiringan Hubungan antara ketebalan sesungguhnya dan ketebalan semu baik

    horisontal maupun vertikal dapat dilihat pada Gambar I.4.

  • 11

    54

    Gambar I.4. Ketebalan sebenarnya (Poppof 1966)

    ttr = th sin = tv cos ..................................... (I.3)

    Dalam hal ini, ttr = tebal endapan sebenarnya

    th = tebal endapan semu arah horisontal

    tv = tebal endapan semu arah vertikal

    = sudut kemiringan (dip)

    I.5.9. Penentuan Luas

    Penentuan luas yang dimaksud di sini adalah luas yang dihitung dalam peta yang

    merupakan gambaran permukaan bumi dengan proyeksi ortogonal. Penentuan luas

    dapat dilakukan dengan cara numeris. Menurut Basuki (2006), penentuan luas dengan

    cara ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

    a. Dengan memakai koordinat, apabila titik-titik batas tanah diketahui

    koordinatnya misal sebidang tanah dibatasi oleh titik-titik A (X1,Y1); B

    (X2,Y2); C (X3,Y3), D (X4,Y4) seperti yang terlihat pada Gambar I.5.

    Gambar I.5. Luasan dengan angka koordinat (Basuki 2006)

  • 12

    54

    Luas trapesium ABCD = Luas trapesium AABB + Luas trapesium BBCC -

    Luas trapesium DDCC - Luas trapesium AADD

    = 0.5(X2X1)(Y2+Y1)+0.5(X3X2)(Y3+Y2)0.5(X3 X4)

    (Y3+Y4)0.5(X4X1)(Y4+Y1) ............................ (I.4)

    Disimpulkan menjadi:

    2 Luas ABCD = (Xn Xn-1) (Yn + Yn-1) = diproyeksikan terhadap

    sumbu x

    2 Luas ABCD = (Yn Yn+1) (Xn + Xn+1) = diproyeksikan terhadap

    sumbu y

    b. Dengan ukuran dari batas tanah, jika batas-batas tanah diukur langsung

    (disebut juga angka-angka ukur).

    I.5.10. Metode Perhitungan Volume Sumber Daya Batubara

    Prinsip perhitungan volume adalah perkalian panjang, lebar dan ketebalan.

    Variasinya bergantung pada bentuk dan metode perhitungan cadangan yang digunakan

    (Rauf 1998). Metode perhitungan volume batubara pada dasarnya menggunakan

    prinsip perhitungan volume dari bagian permukaan batubara yang dibatasi oleh

    penampang-penampang melintangnya.

    I.5.10.1. Metode garis kontur. Garis kontur adalah garis-garis yang

    menghubungkan titik-titik yang memiliki ketinggian yang sama, sehingga bidang yang

    terbentuk oleh sebuah garis kontur akan berupa bidang datar. Luas setiap penampang

    di sini adalah luasan yang dibatasi oleh suatu garis kontur, sedangkan tinggi atau jarak

    antar penampang adalah besarnya interval garis kontur, yaitu beda tinggi antara garis

    kontur yang berurutan.

    Penentuan volume dengan menggunakan garis kontur dapat menggunakan

    rumus end areas untuk setiap dua buah tampang yang berurutan. Metode ini juga

    dipakai untuk digunakan pada endapan bijih yang memiliki ketebalan dan kadar

    mengecil dari tengah ke tepi endapan. Volume material dapat dihitung dengan

    menganggap bukit dipotong sepanjang kontur dalam serangkaian prismoida, atau

    dengan penerapan langsung kaidah simpson (Irvine 1995).

  • 13

    54

    I.5.10.2. Metode cut and fill. Prinsip perhitungan volume dengan metode cut and

    fill adalah menggunakan prisma segitiga yang terbentuk dari TIN hasil penghubungan

    permukaan atas dan bawah. Prisma tersebut memiliki dua permukaan yang terbentuk

    dari jaring-jaring segitiga (TIN). Jaring segitiga inilah yang akan membentuk suatu

    geometri prisma. Volume prisma segitiga dapat dihitung dari hasil perkalian antara

    nilai rata-rata ketinggian titik-titik pembentuk segitiga (z1,z2,z3) dengan luas jaring

    segitiga (Li dan Gold 2005)

    Gambar I.6. Volume dengan metode prisma (Li dan Gold 2005)

    Adapun rumus yang dapat digunakan untuk menghitung volume prisma

    segitiga tersebut dapat dilihat pada Rumus I.5 sebagai berikut:

    V3 = 1+2+3

    3 A .................. (I.5)

    Jika area boundary dibagi menjadi segitiga segitiga, total volume antara

    permukaan atas dan permukaan bawah dapat diperoleh dengan menjumlahkan volume

    prisma prisma yang terbentuk. Akurasi perhitungan tergantung pada kemampuan

    model 3D untuk menghasilkan model permukaan yang mendekati bentuk sebenarnya

    di lapangan.

  • 14

    54

    I.5.10.3. Metode Cross section. Dalam metode ini, tampang melintang diambil

    tegak lurus terhadap sumbu proyek dengan interval jarak tertentu. Volume tubuh tanah

    yang dibatasi dua buah penampang yang berurutan dapat dihitung apabila luas dari

    penampang-penampang tersebut diketahui. Volume tubuh tanah dapat ditentukan

    dengan menggunakan rumus-rumus yang telah disederhanakan sehingga

    perhitungannya lebih mudah dan cepat antara lain (Basuki 2006):

    1. Rumus Tampang Rata-Rata (Mean Areas)

    Dalam rumus ini volume didapat dengan mengalikan luas rata-rata dari

    tampang yang ada dengan jarak antara tampang awal dan akhir. Apabila

    tampang-tampang pada Gambar I.7. adalah A1, A2, A3,..., An-1, An, dan

    jarak tampang A1 ke An = D, maka:

    Volume = V = (1+2+3++1+

    ) . ............. (I.6)

    Gambar I.7. Penentuan volume dengan Mean Areas

    2. Rumus Dua Tampang (End Areas)

    Apabila A1 dan A2 pada Gambar I.8. adalah luas tampang yang berjarak

    D, maka volume antara dua tampang tersebut adalah:

    V = .1+2

    2 ............... (I.7)

  • 15

    54

    Gambar I.8. Penentuan volume dengan End Areas

    Rumus ini berlaku jika tampang tengah yang ada di antara penampang

    A1 dan A2 merupakan rata-rata dari keduanya. Seandainya tidak, maka

    penggunaan rumus tersebut harus dikoreksi (koreksi prismoida). Apabila

    tampang-tampang di sini banyak dan jarak-jarak antar tampang bervariasi

    misal D1, D2, D3, dst, maka:

    Volume = = 1(1+2)

    2+

    2(2+3)

    2+

    3(3+4)

    2+...

    Apabila D1 = D2 = D3 dan seterusnya = D,

    = . {1+

    2+ 2 + 3 + + 1} ............ (I.8)

    Rumus ini didasarkan pada rumus trapesium untuk volume.

    I.5.11. Digital Terrain Model (DTM)

    Digital terrain model adalah model medan digital yang hanya memuat elevasi

    fitur-fitur alami permukaan tanah terbuka tanpa obyek penutup di atasnya baik alami

    maupun buatan manusia (Intermap 2012). Menurut Li dan Gold (2005) DTM adalah

    representasi permukaan tanah secara statistik yang kontinyu dari titik-titik yang telah

    diketahui koordinat X, Y dan Z-nya pada suatu sistem koordinat tertentu.

    Istilah DTM ini pertama kali diperkenalkan oleh Miller dan La Flame pada tahun

    1958. Sejak itu istilah ini banyak digunakan dan dikembangkan di bidang surveying,

    geologi, geografi, sipil dan perencanaan serta disiplin ilmu kebumian lainnya.

    Pendekatan pemodelan DTM dapat diklasifikasikan berdasarkan banyak kriteria, salah

    satunya berdasarkan bentuk geometri dasar.

  • 16

    54

    1.5.11.1. Point-Based Surface Modelling. Jika suatu titik yang memiliki

    ketinggian digunakan untuk menghasilkan permukaan DTM, maka hasilnya berupa

    permukaan planar yang bertingkat. Pada tiap titik, permukaan planar bertingkat dapat

    dibangun. Jika permukaan planar dibangun dari sebuah data titik individual yang

    digunakan untuk mewakilkan daerah yang kecil di sekitar titik, maka seluruh

    permukaan DTM dapat dibentuk dengan serangkaian permukaan terputus yang

    berdekatan. Bentuk keseluruhan permukaan akan terputus seperti yang ditunjukkan

    pada Gambar I.9.

    Pendekatan ini sangat sederhana, satu-satunya kesulitan adalah saat menentukan

    pembatas di antara daerah yang berdekatan. Secara teoritis, pendekatan ini cocok baik

    untuk pola data yang teratur maupun yang tidak teratur, karena hanya terkait dengan

    titik-titik individu. Bagaimanapun, selama proses penentuan batas-batas wilayah

    dipengaruhi oleh setiap titik yang berdekatan, perhitungan akan jauh lebih sederhana

    jika pola permukaan dibuat teratur seperti kotak persegi, segitiga sama sisi, segi enam

    dan lain sebagainya digunakan. Walaupun pendekatan ini terlihat lebih mudah

    dilakukan dalam memodelkan permukaan, namun tidak terlalu praktis berhubung hasil

    yang terbentuk saling terputus pada permukaannya. Pendekatan ini sering digunakan

    pada pekerjaan tertentu seperti perhitungan total volume air, batubara dan lain

    sebagainya.

    Gambar I.9. Point-based surface modelling (Li dan Gold 2005)

    1.5.11.2. Triangle-Based Modelling. Jika semakin banyak titik yang digunakan,

    maka semakin kompleks bentuk permukaan yang dapat dibangun. Dalam pendekatan

    ini, tiga titik data merupakan persyaratan minimal untuk membentuk sebuah

    permukaan. Ketiga titik tersebut dapat membentuk segitiga spasial, lalu permukaan

    planar yang miring dapat dibangun. Jika permukaan tersebut ditentukan oleh tiap

  • 17

    54

    segitiga yang berguna untuk mewakili daerah yang hanya dibatasi oleh segitiga

    tersebut, maka keseluruhan permukaan DTM dapat dibentuk oleh rangkaian segitiga-

    segitiga yang saling berdekatan seperti yang dapat dilihat pada Gambar I.10.

    Gambar I.10. Pembentukan TIN (GEMCOM 1997)

    Konsep pembentukan dengan pendekatan Triangle Based Modelling sama

    dengan konsep TIN (Triangulated Irregular Network). TIN adalah suatu metode untuk

    merepresentasikan suatu permukaan dalam bentuk jaring-jaring segitiga. TIN dibentuk

    dengan menggabungkan titik-titik yang telah diketahui nilai koordinatnya menjadi

    rangkaian segitiga. Pembentukan TIN biasanya menggunakan delaunay triangulation.

    Delaunay triangulation merupakan rangkaian titik-titik segitiga yang dilewati oleh

    lingkaran dan di dalam lingkaran tersebut tidak terdapat titik lain (Li dan Gold 2005).

    Bentuk delaunay triangulation dapat dilihat pada Gambar I.12 (a), dan pada Gambar

    I.11 (b) bukan merupakan bentuk delaunay triangulation karena masih terdapat titik

    lain di dalam lingkaran.

    Gambar I.11. (a) Bentuk delaunay triangulation (b) Bukan merupakan bentuk

    delaunay triangulation (Anggoro 2008)

    (a) (b)

  • 18

    54

    I.5.11.3. Gridbased Modelling. Pada grid-based modelling, titik-titik tersebar

    secara merata dan teratur pada seluruh permukaan model digital (DTM) dalam interval

    tertentu. Titik DTM dapat berupa titik sampel maupun titik hasil interpolasi. Model

    permukaan digital yang dibentuk oleh grid yang menghubungkan titik-titik DTM

    dapat dilihat pada Gambar I.12.

    Gambar I.12. Grid-based Surface Modelling (Li dan Gold 2005)

    I.5.12. GEMCOM Surpac 6.1.2

    Gemcom Surpac adalah software yang paling populer di dunia geologi dan

    perencanaan tambang yang mendukung operasi di bawah tanah dan proyek-proyek

    eksplorasi di lebih dari 90 negara. Perangkat lunak ini memberikan efisiensi dan

    akurasi melalui kemudahan penggunaan, 3D grafis yang bagus dan alur kerja otomatis

    yang dapat disesuaikan dengan proses khusus perusahaan dan data yang dientri

    (GEMCOM, 1997). Surpac merupakan piranti lunak (software) keluaran GEMCOM

    yang diperuntukkan untuk pengolahan data geologi, pertambangan, serta perencanaan

    tambang. Surpac menyediakan berbagai fitur yang sangat berguna dalam proses

    pengolahan dan analisa data data tambang. Kemampuan utama Surpac adalah

    perhitungan volume dan pembuatan rancangan tambang, misalnya pembuatan final

    wall, perencanaan jalan, analisa progres tambang, dan perencanaan kegiatan

    eksploitasi bahan tambang.

    Surpac merupakan perangkat lunak yang komprehensif, meliputi: drillhole

    manajemen data, pemodelan geologi, blok model, geostatistik, desain tambang,

    perencanaan tambang, estimasi sumber daya, dan banyak lagi. Semua tugas di Surpac

  • 19

    54

    dapat dilakukan secara otomatis dan dapat disesuaikan dengan keperluan yang bersifat

    khusus sebab Surpac bersifat modular dan mudah disesuaikan untuk berbagai

    keperluan pekerjaan tambang dan topografi. Surpac mengurangi duplikasi data dengan

    menghubungkan ke database relasional sehingga penyimpanan dan pemanggilan data

    dari tabel dapat dilakukan dengan lebih cepat dan mudah (GEMCOM, 1997). Selain

    itu Surpac juga menampilkan data secara tiga dimensi dan dapat dirotasi dengan

    mudah sehingga data dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Surpac berinteraksi

    dengan format file umum dari GIS, CAD, dan sistem lain serta pilihan import data dan

    export data ke format lain mudah. Kemampuan ini menambah fleksibilitas data hasil

    olahan Surpac sehingga dapat diolah ataupun diubah dalam format software lain.

    Dalam memulai pengolahan data dengan perangkat lunak Surpac, pengguna

    harus terlebih dahulu menentukan lokasi penyimpanan data pada sebuah direktori

    penyimpanan yang disebut work directory. Dalam perangkat lunak Surpac, data

    yang akan diproses harus dalam format string (*.str). Data dengan format string dapat

    diklasifikasikan menjadi nomor nomor string yang divisualisasikan dengan warna

    yang berbeda seperti layer dalam aplikasi CAD. Pengklasifikasian ini berfungsi untuk

    memudahkan seleksi data, editing, dan penyimpanan.

    1.5.12.1. Stringfile. String adalah rangkaian koordinat 3 dimensi yang

    menggambarkan beberapa bentuk fisik tertentu. Konsep string sama dengan garis pada

    sebuah sketsa yang menggambarkan fitur-fitur penting. Dalam perangkat lunak

    Surpac, semua bentuk titik tersimpan dalam rangkaian string dan memiliki nomor

    string tersendiri. Nomor string tersedia pada kisaran angka 1 hingga 32.000. String

    terbagi dalam beberapa jenis yaitu:

    a. Open string (string terbuka) yang merupakan suatu garis lurus atau garis-garis

    yang berbentuk kurva. Jika terdapat lebih dari satu string pada satu file dengan

    nomor string yang sama, maka disebut open segment (segmen terbuka) dan

    memiliki nomor segmen tersendiri.

    b. Closed string (string tertutup) sama seperti lingkaran, persegi atau berbagai

    poligon tak beraturan lainnya. String awal dan terakhir jenis string ini

    memiliki koordinat yang sama. Jika terdapat lebih dari satu string tertutup

  • 20

    54

    pada suatu file dengan nomor string yang sama, maka disebut closed segments

    (segmen tertutup) dan memiliki nomor segmen tersendiri.

    c. Spotheight string terdiri dari kumpulan titik-titik acak yang saling

    dihubungkan oleh satu nomor string. Jenis string ini biasanya digunakan

    untuk mencatat titik-titik elevasi pada sebuah permukaan atau koordinat-

    koordinat lubang-lubang bor.

    1.5.12.1. Pembuatan DTM dan Boundary. Surpac mempunyai kemampuan

    dalam membentuk DTM dari data kontur atau data ketinggian dalam format .str yang

    akan diubah menjadi .dtm. Beberapa tool yang digunakan dalam pembuatan DTM dan

    boundary pada perangkat lunak Surpac 6.1.2 Gemcom, yaitu : create dtm from layer,

    create dtm from string file, clip dtm by boundary string, line of intersect between 2

    dtms, drape string over dtm, drape segment over dtm, dan drape string range over dtm.

    I.5.12.3. Pembentukan Cross Section dengan Surpac. Pembentukan cross

    section pada perangkat lunak Surpac sangat bergantung dengan bentuk DTM yang

    ada. Cross section dapat dibentuk setelah centreline terbentuk. Centreline merupakan

    garis lurus yang ditarik memanjang meliputi bagian tengah sebuah DTM. Surpac akan

    mendefenisikan centreline yang telah terbentuk tersebut sebagai sumbu proyek.

    Gambar I.13. Pembentukan cross section dengan Surpac

    Cross section akan membentuk sudut 90 terhadap centreline dan membagi-bagi

    DTM dalam beberapa section dengan jarak yang ditentukan misalnya 10 meter. Cross

  • 21

    54

    section yang telah terbentuk tersebut memiliki koordinat yang mengacu pada

    centreline. Koordinat easting dan northing tiap titik tersimpan pada tabel yang

    nantinya dapat diubah dari sistem koordinat lokal menjadi sistem koordinat yang

    sebenarnya (GEMCOM 1997).

  • 22