10
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (foodborne disease) dan kejadian- kejadian pencemaran pangan tidak hanya terjadi di berbagai negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara maju. Diperkirakan satu dari tiga orang penduduk di negara maju mengalami keracunan pangan setiap tahunnya. Bahkan di Eropa keracunan pangan merupakan penyebab kematian kedua terbesar setelah ISPA (BPOM RI, 2004). World Health Organization (WHO) menyebutkan terdapat 351 orang di dunia meninggal akibat keracuanan makanan di setiap tahunnya. 37.000 di antaranya meninggal akibat makanan yang terkontaminasi bakteri E. coli. Data tersebut didapatkan pada tahun 2010 (WHO, 2015). Center for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan terjadi 350 KLB E. coli di 49 bagian negara US pada rentang waktu tahun 1982 sampai tahun 2002 dengan 8.598 kejadian (Josefa, 2005). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096/Menkes/SK/VI/2011 menyebutkan bahwa jumlah cemaran E. coli pada makanan tidak boleh melebihi angka nol, begitu pula bagi angka kuman pada alat makan dan minum tidak mengandung angka kuman yang melebihi 100/cm 2 . Sebuah penelitian yang dilakukan pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Margonda, Depok (Susanna, Indrawani M, & Zakianis, 2010), menunjukkan bahwa sebanyak 41% sampel makanan terkontaminasi oleh E. coli. (Djaja, 2008) membandingkan kontaminasi E. coli pada bahan makanan dan makanan yang disajikan pada tiga jenis Tempat Pengelolaan Makanan (TPM). Hasil kontaminasi tertinggi terjadi pada PKL (29,4%). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah cemaran E. coli pada makanan dan minuman di tiga jenis TPM masih melibihi batas maksimal.

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103739/potongan/S2-2016... · inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103739/potongan/S2-2016... · inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global,

sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan

masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (foodborne disease) dan kejadian-

kejadian pencemaran pangan tidak hanya terjadi di berbagai negara berkembang

dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-negara

maju. Diperkirakan satu dari tiga orang penduduk di negara maju mengalami

keracunan pangan setiap tahunnya. Bahkan di Eropa keracunan pangan

merupakan penyebab kematian kedua terbesar setelah ISPA (BPOM RI, 2004).

World Health Organization (WHO) menyebutkan terdapat 351 orang di

dunia meninggal akibat keracuanan makanan di setiap tahunnya. 37.000 di

antaranya meninggal akibat makanan yang terkontaminasi bakteri E. coli. Data

tersebut didapatkan pada tahun 2010 (WHO, 2015). Center for Disease Control

and Prevention (CDC) melaporkan terjadi 350 KLB E. coli di 49 bagian negara

US pada rentang waktu tahun 1982 sampai tahun 2002 dengan 8.598 kejadian

(Josefa, 2005).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096/Menkes/SK/VI/2011

menyebutkan bahwa jumlah cemaran E. coli pada makanan tidak boleh melebihi

angka nol, begitu pula bagi angka kuman pada alat makan dan minum tidak

mengandung angka kuman yang melebihi 100/cm2. Sebuah penelitian yang

dilakukan pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Margonda, Depok (Susanna,

Indrawani M, & Zakianis, 2010), menunjukkan bahwa sebanyak 41% sampel

makanan terkontaminasi oleh E. coli. (Djaja, 2008) membandingkan kontaminasi

E. coli pada bahan makanan dan makanan yang disajikan pada tiga jenis Tempat

Pengelolaan Makanan (TPM). Hasil kontaminasi tertinggi terjadi pada PKL

(29,4%). Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah cemaran E. coli pada makanan

dan minuman di tiga jenis TPM masih melibihi batas maksimal.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103739/potongan/S2-2016... · inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena

2

Sebagai salah satu jenis tempat-tempat umum yang menyediakan makanan

untuk masyarakat, TPM memiliki potensi yang cukup besar untuk menimbulkan

gangguan kesehatan akibat makanan yang diproduksi. Gangguan kesehatan yang

diakibatkan oleh makanan yang terkontaminasi dapat berupa penyakit bawaan

makanan yang ditandai dengan sakit perut, diare (buang air besar lebih dari 3 kali

sehari dan berair/encer), dan kadang muntah (Depkes RI, 2012).

Salah satu sumber penularan penyakit dan penyebab terjadinya keracunan

makanan adalah makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat higiene.

Keadaan higiene makanan dan minuman antara lain dipengaruhi oleh higiene alat

masak dan alat makan yang dipergunakan dalam proses penyediaan makanan dan

minuman. Alat makan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan di

dalam menularkan penyakit, sebab alat makan yang tidak bersih dan mengandung

mikroorganisme dapat menularkan penyakit lewat makanan, sehingga proses

pencucian alat makan sangat berarti dalam membuang sisa makanan dari peralatan

yang menyokong pertumbuhan mikroorganisme dan melepaskan mikroorganisme

yang hidup. Di samping itu, perilaku penjamah makanan ikut berperan dalam

menentukan suatu makanan sehat atau tidak, perilaku penjamah makanan juga

dapat menimbulkan risiko kesehatan, dalam arti perilaku penjamah makanan yang

tidak sehat akan berdampak pada higienitas makanan yang disajikan. Sebaliknya,

perilaku penjamah makanan yang sehat dapat menghindarkan makanan dari

kontaminasi atau pencemaran dan keracunan.

Dari hasil monitor Badan POM RI terhadap kejadian luar biasa (KLB)

keracunan pangan di Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan bahwa telah terjadi

KLB keracunan pangan sebanyak 153 kejadian di 25 propinsi dengan jumlah

kasus yang dilaporkan sebanyak 7347 orang termasuk 45 orang meninggal.

Ditinjau dari sumber pangannya terlihat bahwa penyebab keracunan pangan

adalah yang berasal dari rumah tangga 47,1%, jasa boga 22,2%, makanan olahan

15%, makanan jajanan 14,4% dan 1,3% tidak dilaporkan. Distribusi keracunan

berdasarkan berdasarkan tempat menunjukkan bahwa sebanyak 23,5% kejadian

(BPOM RI, 2004).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103739/potongan/S2-2016... · inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena

3

Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di Indonesia tahun 2011

sebanyak 128 kejadian dari 25 propinsi. Jumlah orang yang terpapar dalam KLB

keracunan pangan sebesar 18.144 orang dengan AR 38,03% (6.901 kasus) dan

CFR 0,16% (11 kasus)(BPOM RI, 2012). Tahun 2012 mengalami penurunan 44%

dengan 84 kejadian yang berasal dari 23 propinsi. Jumlah orang terpapar dalam

KLB keracunan pangan sebesar 8.590 orang dengan AR 37,66% (3.235 kasus)

dan CFR 0,58% (19 kasus)(BPOM RI, 2013). Sedangkan tahun 2013 KLB

keracunan pangan di Indonesia mengalami penurunan 36% dengan 48

kejadianyang berasal dari 34 propinsi. Jumlah orang terpapar sebesar 6.926 orang

dengan AR 24,40% (1.690 kasus) dan CFR 0,71% (12 kasus) (BPOM RI, 2014).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Direktorat Surveilan

dan Penyuluhan Keamanan Pangan, secara rutin memonitor Kejadian Luar Biasa

(KLB) keracunan pangan di Indonesia. Dari hasil Surveilan dan keracunan pangan

pada bulan Januari- Maret 2015 tercatat sebanyak 25 kasus, April-Juni 2015

sebanyak 50 kasus, Juli-September 2015 sebanyak 25 kasus dan Oktober-

Desember 2015 tercatat sebanyak 38 kasus (BPOM RI, 2016).

Kualitas makanan jajanan sangat dipengaruhi oleh higiene sanitasi makanan.

Badan POM menyatakan bahwa praktek higiene dan sanitasi yang rendah akibat

tidak memadainya suplai air, fasilitas cuci tangan dan tempat sampah di

lingkungan kantin sekolah dan sekeliling sekolah, merupakan faktor utama

penyebab masalah keamanan pangan jajanan. Menurut (DU, et al.,2005), faktor

yang berkontribusi terhadap kejadian luar biasa dikarenakan oleh penyakit akibat

makanan yang tercemar oleh bakteri dapat dipengaruhi oleh bahan makanan yang

tidak baik, penyimpanan makanan, hygiene perorangan yang kurang, sanitasi

dapur dan peralatan yang tidak baik, pengolahan yang tidak memenuhi syarat,

penyimpanan yang tidak memenuhi syarat dan lamanya makanan sejak disajikan

sampai dengan dikonsumsi. Berdasarkan penelitian menurut jenis tempat

pengolahan makanan yang dilakukan oleh Djaja (2008) diperoleh bahwa jenis

tempat pengelolaan makanan terbukti berpengaruh terhadap kontaminasi makanan

matang, pedagang kaki lima berisiko 4,92 kali untuk terkontaminasi jika

dibandingkan dengan jasa boga. Sedangkan berdasarkan jenis makanan yang

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103739/potongan/S2-2016... · inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena

4

disajikan, pedagang kaki lima memiliki risiko 3,50 kali, restoran dan rumah

makan 3,25 kali jika dibandingkan dengan Jasa boga.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tumelap (2011) menunjukkan bahwa

hasil pemeriksaan laboratorium dari sampel peralatan makan yang digunakan oleh

Rumah Makan Jombang Tikala Manado tidak memenuhi syarat kesehatan sesuai

Permenkes RI No.1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Hygiene Persyaratan

Sanitasi Rumah Makan. Dari 16 sampel alat makan yang diperiksa semuanya

tidak memenuhi syarat. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut

diharapkan penjual lebih meningkatkan kebersihan makanan, higiene sanitasi

makanan terutama dalam proses pencucian peralatan makan dan penyimpanan alat

makan agar dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kontaminasi dalam

makanan (Tumelap, 2011).

Makanan merupakan kebutuhan setiap manusia, dengan mobilitas yang

tinggi setiap manusia berkembang dengan gaya hidup yang beragam. Gaya hidup

yang beragam salah satunya adalah hidup instan, termasuk untuk penyediaan

makanan yang instan. Membeli makanan tidak lagi susah karena banyak penjual

makanan yang menyediakan dari penjual makanan kelas atas sampai kelas bawah

seperti restoran dan PKL (Pedagang Kaki Lima). PKL makmin di kota – kota

besar sekarang lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan penjual makanan

dan minuman yang bersifat prestise. Masyarakat lebih menyukai membeli

makanan dan minuman dari PKL makmin ini, karena harganya yang relatif murah

dan tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkannya (Wilis & Handayani,

2013).

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu daerah yang

mempunyai jumlah PKL relatif banyak, khususnya di Kota Yogyakarata dan

Kabupaten Sleman. Hal ini disebabkan posisi DIY sebagai salah satu daerah

tujuan wisata dan pendidikan. Sebagian besar PKL menawarkan berbagai barang

dagangan di trotoar sebagai kawasan ruang publik yang seharusnya menjadi

tempat para pejalan kaki. Lokasi jalan kaliurang yang melintasi kampus

Universitas Gadjah Mada menjadikan jalan ini sebagai jalan yang ramai setiap

harinya. Setiap malam di sepanjang Jalan Kaliurang akan dipenuhi oleh

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103739/potongan/S2-2016... · inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena

5

mahasiswa yang membeli makan malam di warung-warung tenda yang ada dijalan

tersebut. Sebutan warung tenda mengacu pada warung makan yang tidak tetap

lokasinya, sifat bangunannya tidak permanen dan hanya berdiri pada malam hari

di sepanjang trotoar jalanan. Setiap malam banyak mahasiswa yang membeli

makanan di warung-warung tersebut, selain karena harganya terjangkau juga

karena menu yang disajikan beraneka ragam.

Saat ini kesadaran masyarakat akan perlunya mengkonsumsi makanan dan

minuman yang higienis, terjaga dari segi kebersihan dan bebas kuman sangat

kurang. Sebagian besar masyarakat lebih memilih mengkonsumsi makanan yang

murah tanpa memperhatikan aspek keamanan makanannya padahal makanan yang

tidak higienis dapat menjadi sarana penularan penyakit yang akan menurunkann

derajat kesehatan masyarakat. Peran peralatan makan dalam higiene sanitasi

makanan sangat penting karena peralatan makan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari prinsip-prinsip higiene sanitasi makanan. Peralatan makan perlu

dijaga kebersihannya. Untuk itu peran pembersihan atau pencucian peralatan perlu

diketahui secara mendasar, karena dengan membersihkan peralatan secara baik,

akan menghasilkan alat pengolahan makanan yang bersih dan sehat (Depkes,

2004).

Dalam laporan tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta 2015 baru sebagian tempat pengelolaan makanan yang dinilai

memenuhi syarat kesehatan. Dari total 4.368 restoran, rumah makan, pasar, dan

tempat makan lain yang disurvei, hanya 67,1% saja (2.932 lokasi) yang

dikategorikan sehat. Sebagian tempat makan yang tidak memenuhi syarat

kesehatan itu berada di Kota Yogyakarta dan Sleman. Kondisi demikian

berpotensi memunculkan sejumlah penyakit (Dinkes Yogyakarta, 2015).

Berdasarkan laporan Tahunan Dinkes Kabupaten Sleman 2015 Tempat

Pengelolaan Makanan (TPM) yang ada di Kabupaten Sleman terdapat 2.536 TPM

dan yang memenuhi syarat hanya 951 TPM. Dari survei pendahuluan yang

peneliti lakukan dapat dilihat bahwa penjual makanan di warung tenda kurang

memperhatikan higiene dan sanitasi dari warung makan yang mereka kelola.

Mengingat buruknya higiene dan sanitasi lingkungan di sekitar warung tenda,

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103739/potongan/S2-2016... · inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena

6

ancaman penularan penyakit sulit dielakkan. Ketidakpedulian serta keterbatasan

dan minimnya fasilitas sanitasi di tempat merekat berjualan membuat praktik

higiene dan sanitasi makanan warung tenda menjadi tidak memadai. Seharusnya

kesehatan, kebersihan dan penerapan higiene sanitasi makanan merupakan salah

satu hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh para pedagang warung

tenda agar produknya bermutu dan aman dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini

bertujuan untuk menjamin keamanan makanan dan mencegah terjadinya

penyebaran penyakit melalui makanan. Masyarakat perlu dilindungi dari makanan

dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan higiene sanitasi yang dikelola

rumah makan, restoran maupun makanan jajanan yang dijual diwarung tenda atau

pedagang kaki lima agar tidak membahayakan kesehatan.

Dari hasil wawancara peneliti dengan penanggung jawab Inspeksi Sanitasi

Puskesmas Depok 2 mereka mengaku kesulitan dalam melaksanakan program

inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena tingginya

mobilitas mereka, dengan wilayah kerja yang luas dan jumlah tenaga serta biaya

yang terbatas sehingga menyulitkan mereka dalam melakukan pengawasan dan

biasanya mereka lebih berfokus kepada TPM yang sudah terdaftar. Sementara

peran serta yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan sendiri hanya bersifat

pembinaan. Tidak terdapat kebijakan yang menetapkan sanksi apabila praktik

higiene penjual setempat tidak memenuhi standar kelaikan sanitasi. Tindak lanjut

tersebut meliputi penyuluhan langsung kepada pengelola TPM.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah bagaimanakah hubungan higiene sanitasi dan perilaku penjamah

makanan terhadap kualitas bakteriologis peralatan makan di warung tenda di Jl.

Kaliurang.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103739/potongan/S2-2016... · inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena

7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menjelaskan hubungan higiene sanitasi dan perilaku penjamah

makanan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan di warung tenda di

Jalan Kaliurang Km.0 sampai Km.4 (perempatan mirota kampus sampai

perempatan pos polisi Jalan Kaliurang)

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan kualitas bakteriologis peralatan makan (piring, sendok

dan gelas) pada warung tenda di Jalan Kaliurang

b. Mendeskripsikan hubungan antara tingkat pengetahuan penjamah

makanan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung

tenda.

c. Mendeskripsikan hubungan antara personal higiene penjamah makanan

dengan kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung tenda.

d. Mendeskripsikan hubungan antara perilaku penjamah dalam pencucian

peralatan makan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan pada

warung tenda.

e. Mendeskripsikan hubungan antara fasilitas sanitasi dengan kualitas

bakteriologis peralatan makan pada warung tenda.

f. Mendeskripsikan hubungan antara pemeriksaan kesehatan dengan

kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung tenda.

g. Mendeskripsikan hubungan antara kepemilikan izin usaha dengan

kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung tenda.

h. Mendeskripsikan hubungan antara pernah mendapatkan pelatihan dengan

kualitas bakteriologis peralatan makan pada warung tenda.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103739/potongan/S2-2016... · inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena

8

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

Dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan program pemantauan

dan pengawasan terhadap perkembangan usaha-usaha penjualan makanan

yang perlu mendapat pembinaan.

2. Bagi pemilik usaha warung tenda

Sebagai sumber informasi bagi pedagang mengenai gambaran atau keadaan

higiene sanitasi dari warung makan yang dikelola.

3. Bagi Masyarakat

Sebagai gambaran bagi masyarakat tentang bagaimana higiene sanitasi dari

warung tenda yang ada di Jalan Kaliurang

E. Keaslian Penelitian

1. (Akhmadi, 2004), yang meneliti tentang “pengetahuan penjamah makanan,

cara pencucian alat makan dan angka kuman alat makan di Rumah Makan

Kota Pontianak”. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah

pada variabel fasilitas sanitasi dan personal higiene dari responden. Penelitian

ini tidak hanya memeriksa angka kuman pada peralatan makan tetapi juga

memeriksa kandungan E. coli pada peralatan makan. Perbedaan lainnya

adalah yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah warung tenda yang

tidak mempunyai lokasi tetap atau tidak permanen dan sampel peralatan

makan yang diperiksa tidak hanya piring dan gelas saja tetapi juga sendok.

2. Vollaraad (2004), yang meneliti tentang “Risk Factors for Transmission of

Foodborne Illness in Restaurants and Street Vendors in Jakarta, Indonesia.

Penelitian ini mengkaji praktik higiene pedagang kaki lima dan sanitasi air cuci,

air minum, es batu, dan makanan yangdijual. Perbedaan penelitian ini terletak

pada desain penelitian, sampel yang diteliti dan jenis data yang dikumpulkan.

Perbedaan lainnya adalah penilitian ini melakukan pemeriksaan kualitas

bakteriologis pada peralatan makan

3. Cahyaningsih (2009), yang meneliti tentang “higiene sanitasi dan perilaku

penjamah makanan dengan kualitas bakteriologis peralatan makan diwarung

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103739/potongan/S2-2016... · inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena

9

makan wilayah Desa Caturtunggal Kecamatan Depok Kabupaten Sleman”.

Perbedaan penelitian Cahyaningsih dengan penelitian ini adalah pada variabel

independen yaitu penelitian ini juga menghubungkan pengetahuan responden

dan faktor pendukung (izin usaha, pemeriksaan kesehatan dan pelatihan)

dengan kualitas bakteriologis peralatan makan. Perbedaan lainnya adalah

yang menjadi sampel dalam penelitian Cahyaningsih adalah warung makan

yang mempunyai lokasi tetap atau permanen sedangkan penelitian yang akan

dilakukan adalah warung tenda yang tidak mempunyai lokasi tetap atau tidak

permanen dan sampel peralatan makan yang diperiksa tidak hanya piring

tetapi juga gelas dan sendok.

4. Sinaga (2011), yang meneliti tentang “personal hygiene, sanitasi dan angka

kuman alat makan pada sentra pedagang makanan jajanan di Kamp. Solor

Kota Kupang. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel

independen yaitu penelitian ini juga menghubungkan pengetahuan responden,

personal higiene dan faktor pendukung (izin usaha, pemeriksaan kesehatan

dan pelatihan) dengan kualitas bakteriologis peralatan makan. Perbedaan

lainnya adalah yang menjadi sampel dalam penelitian Sinaga adalah warung

makan yang mempunyai lokasi tetap atau permanen yang terdapat pada sentra

pedagang makanan jajanan sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah

warung tenda yang tidak mempunyai lokasi tetap atau tidak permanen dan

sampel peralatan makan yang diperiksa tidak hanya piring tetapi juga gelas

dan sendok. Penelitian ini tidak hanya memeriksa jumalah angka kuman

tetapi juga memeriksa kandungan E. coli pada peralatan makanan.

5. Hilario (2015), yang meneliti “An Evaluation of the Hygiene and Sanitation

Practices Among Street Food Vendors Along Far Eastern University (FEU)”.

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada rancangan

penelitian. Penelitian Hilario menggunakan metode desain Survei Deskriptif,

sedangkan penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional. Perbedaan

lainnya adalah pada lokasi dan waktu penelitian. Penelitian Hilario tidak

melakukan pemeriksaan kualitas bakteriologis (angka kuman dan E. coli)

pada peralatan makan pedagang sementara penelitian yang akan dilakukan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103739/potongan/S2-2016... · inspeksi sanitasi terhadap TPM yang ada di wilyah kerja mereka karena

10

melakukan pemeriksaan kualitas bakteriologis pada peralatan makan

pedagang.

6. Lawal (2014), yang meneliti “A survey of hygiene and sanitary practices of

street food vendors in the Central State of Northern Nigeria. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian Lawal adalah pada rancangan penelitian.

Penelitian tersebut menggunakan metode desain survei deskriptif, sedangkan

penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Perbedaan lainnya

adalah pada lokasi dan waktu penelitian. Penelitian lawal tidak melakukan

pemeriksaan kualitas bakteriologis (angka kuman dan E. coli) pada peralatan

makan pedagang sementara penelitian yang akan dilakukan melakukan

pemeriksaan kualitas bakteriologis pada peralatan makan warung tenda.