Upload
hakhue
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam penyelenggaraan
suatu organisasi baik organisasi pemerintah maupun organisasi non pemerintah.
Adanya sumber daya manusia dapat mendukung dalam tercapainya keberhasilan
tujuan organisasi. Sumber daya manusia dalam suatu organisasi pemerintah biasa
disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu pilar dalam
mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) bersama dengan dunia
usaha (corporate governance) dan masyarakat madani (civil society). Aparatur
Sipil Negara sebagai penyelenggara pemerintahan diberikan tanggung jawab
untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan upaya-upaya kreatif guna
mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil, demokratis dan bermartabat.
Terdapat peraturan yang mengatur berbagai hal terkait aparatur sipil negara
yaitu Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2014, tentang Aparatur Sipil Negara.
Adanya undang-undang tersebut diharapkan mampu memperbaiki manajemen
pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik karena PNS sebagai
aparatur sipil negara tidak lagi berorientasi melayani atasannya, melainkan
masyarakat. Aturan ini menempatkan PNS sebagai sebuah profesi yang bebas
dari intervensi politik dan akan menerapkan sistem karier terbuka yang
mengutamakan prinsip profesionalisme yang memiliki kompetensi, kualifikasi,
kinerja, transparansi, objektivitas, serta perilaku bebas dari KKN yang berbasis
2
pada manajemen sumber daya manusia dan mengedepankan sistem merit menuju
terwujudnya birokrasi pemerintahan yang professional serta kinerja organisasi
yang baik.
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar adalah salah satu unit kerja di
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan eselon dua yang
bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
di bidang pembinaan guru pada pendidikan dasar, pendidikan khusus, dan
pendidikan layanan khusus, serta satuan pendidikan dasar Indonesia di luar negeri.
Direktorat ini turut berperan penting mendukung Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dalam memajukan pendidikan nasional dan terselenggaranya tata
kelola organisasi yang baik. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
untuk mewujudkan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat
Pembinaan Guru Pendidikan Dasar tentunya tidak terlepas dari peran aparatur
sipil negara. Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar memerlukan aparatur
sipil negara yang memiliki kompetensi, komitmen, kualifikasi, kinerja,
transparansi, objektivitas, perilaku kerja yang bertanggungjawab serta bebas dari
KKN yang berbasis pada manajemen sumber daya manusia dan mengedepankan
sistem merit menuju terwujudnya birokrasi pemerintahan yang professional.
Sehingga dalam mendukung proses reformasi birokrasi internal, peningkatan
dalam hal tata kelola yaitu adanya peningkatan efektivitas, akuntabilitas, dan
transparasi dalam pengelolaan anggaran dan birokrasi yang dalam hal ini
dilakukan oleh sumber daya manusia (aparatur sipil negara) merupakan agenda
3
tersendiri baik bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan khususnya
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar. Dan yang menjadi tantangan
Direktorat saat ini yaitu dalam hal mengelola sumber daya manusianya yaitu
“aparatur sipil negara” agar mampu meningkatkan kinerja dan pelayanannya dan
memperkuat aparatur sipil negara tersebut untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Dalam memperkuat aparatur sipil negara, pemerintah telah menerbitkan
beberapa peraturan sebagai dasar penilaian prestasi pegawai dan pemberian
tunjangan kinerja bagi pegawai (aparatur sipil negara) dalam rangka peningkatan
kinerja dan disiplin pegawai. Salah satu peraturan yang diterbitkan yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja dimana
seluruh aparatur negara perlu meningkatkan prestasi kerja dalam aktivitas
organisasi. Selain itu pemerintah memberikan tunjangan kinerja yang diharapkan
dapat menjadi motivasi pegawai untuk meningkatkan disiplin dan kinerja pegawai
yang akan berdampak terhadap kinerja organisasi.
Dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi yang dipengaruhi oleh
kinerja pegawai diperlukan suatu perilaku yang tidak hanya perilaku in-role tetapi
perilaku ex-role. Perilaku ex-role dalam organisasi dikenal dengan istilah
organizational citizenship behavior. Organisasi yang sukses membutuhkan
pegawai yang akan melebihi harapan yang ditunjukkan oleh organizational
citizenship behavior yang baik (Robin dan Judge, 2008:40). Organizational
citizenship behavior sendiri adalah kontribusi individu melebihi tuntutan peran di
tempat kerja. Organizational citizenship behavior tersebut akan melibatkan
beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk
4
tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur di tempat kerja.
Perilaku-perilaku tersebut menggambarkan nilai tambah bagi pegawai yang
merupakan salah satu bentuk prososial yaitu perilaku sosial yang positif,
konstruktif, dan bermakna membantu (Aldag dan Resckhe, 1997). Menurut Robin
dan Judge (2008:40), fakta menunjukkan bahwa organisasi dengan pegawai yang
memiliki organizational citizenship behavior yang baik akan memiliki kinerja
yang lebih baik dari organisasi lain. Organizational citizenship behavior
merupakan ekspresi kecintaan, loyalitas, dan rasa memiliki yang tinggi dari
pegawai kepada pekerjaannya, sehingga semakin tinggi organizational citizenship
behavior yang dimiliki pegawai maka kinerja yang diberikan pegawai akan
semakin baik pula (Maris, 2015). Selain itu organizational citizenship behavior
(OCB) memiliki peran vital dalam meningkatkan kinerja individu dan
organizational citizenship behavior berhubungan secara signifikan terhadap
kinerja individu (Darto, 2014).
Berdasarkan pengamatan di lapangan pemberian tunjangan kinerja yang
diberikan kepada aparatur sipil negara belum serta merta meningkatkan kinerja
pegawai. Hal ini ditunjukkan dengan masih dijumpai perilaku kerja pegawai
(aparatur sipil negara) yang tidak sesuai dengan yang diharapkan yang berdampak
pada kinerja organisasi. Perilaku sebagian aparatur sipil negara di Direktorat
Pembinaan Guru Pendidikan Dasar masih menunjukkan perilaku organizational
citizenship behavior yang rendah. Perilaku tersebut tercermin dari masih ada
beberapa pegawai yang berperilaku yang tidak berkeinginan membantu rekan
kerja, kurang menghargai peraturan yang berlaku dalam organisasi, rendahnya
5
kemampuan bekerjasama dengan sesama rekan kerja, tidak mampu bekerja dalam
tim, lebih senang melakukan pekerjaannya secara individual. Sebagian pegawai
umumnya bekerja untuk memenuhi standar kerja yang telah ditetapkan oleh
organisasinya, pegawai tidak dengan sukarela melakukan kegiatan ekstra di
tempat kerja, tidak memberikan ide kreatif yang dapat disumbangkan untuk
kemajuan berorganisasi, berkonflik dengan rekan kerja dan terkotak-kotak, tidak
toleransi terhadap situasi yang kurang menyenangkan di tempat kerja, sering
mengeluh dan tidak berkeinginan memberikan yang terbaik bagi organisasi.
Adanya perilaku tersebut tentunya akan mempengaruhi terhadap kinerja
organisasi.
Dengan berdasar pada laporan akuntabilitas kinerja Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (LAKIP) pada tahun 2015, tingkat pencapaian IKK 14.1 “Skor
LAKIP” belum berhasil mencapai target yang diharapkan. Dari target skor yang
ditetapkan sebesar 80 poin, baru terealisasi sebesar 73.43 poin dengan persentase
capaian sebesar 92%. Dan sesuai hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tahun 2015, beberapa
kekurangan/permasalahan yang dihadapi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dalam meningkatkan akuntabilitas kinerja antara lain:
1. Komitmen yang tinggi sudah ditentukan di level pimpinan pusat, namun
belum diikuti oleh jajaran dibawahnya khususnya di unit-unit kerja mandiri
dalam mengimplementasikan manajemen kinerja di unitnya masing-masing;
6
2. Rencana strategis Kementerian secara umum sudah cukup berorientasi pada
hasil, namun indikator-indikator kinerja untuk level dibawahnya, masih
banyak berorientasi pada output dan kegiatan;
3. Pengembangan aplikasi e-performance sebagai alat pemantauan capaian
kinerja telah dilakukan, namun masih terbatas dan lebih banyak penekanan
pada capaian program dan anggaran.
Sedangkan berdasarkan hasil kinerja Direktorat yang telah dilakukan sampai
dengan bulan Agustus tahun 2016, kinerja Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan
Dasar belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini terlihat dari data
laporan realisasi program dan anggaran Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan
Dasar yang menunjukkan bahwa realisasi anggaran sebagai salah satu dasar untuk
melihat kinerja direktorat bernilai lebih kecil dibandingkan dengan harapan yang
diinginkan (realisasi tidak sesuai target yang diharapkan). Hasil tersebut
dipengaruhi oleh berbagai hal salah satunya adalah kinerja pegawai.
Gambar 1.1 Target dan Realisasi Anggaran Direktorat Pembinaan Guru Dikdas
Adanya permasalahan yang dihadapi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dan Direktorat tentunya berdampak pada kinerja organisasi baik
7
Kementerian maupun Direktorat. Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja
organisasi tentunya diperlukan kerjasama dari setiap pegawai dengan
meningkatkan kinerjanya yang otomatis akan berpengaruh terhadap kinerja
organisasi. Tentunya kinerja pegawai yang diperlukan disini tidak hanya perilaku
in-role tetapi perilaku ex-role yaitu dengan memiliki organizational citizenship
behavior yang tinggi.
Untuk mendorong munculnya organizational citizenship behavior (OCB)
pada pegawai maka diperlukan berbagai faktor salah satunya yaitu peran seorang
pemimpin. Organ et al. (2006, dalam Maris, 2015) menyatakan bahwa
organizational citizenship behavior akan meningkat karena dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari
kepuasan kerja, komitmen, kepribadian, moral karyawan, motivasi, dan
sebagainya. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari gaya kepemimpinan,
kepercayaan pada pimpinan, budaya organisasi, dan sebagainya.
Menurut Gultom (2013) para pakar organisasi menyimpulkan bahwa begitu
pentingnya organizational citizenship behavior bagi keberhasilan sebuah
organisasi, karena organizational citizenship behavior menimbulkan dampak
positif bagi organisasi, seperti meningkatkan kualitas pelayanan, meningkatkan
kinerja kelompok, dan menurunkan tingkat turnover. Mengingat pentingnya
organizational citizenship behavior bagi keberhasilan sebuah organisasi, maka
peran seorang pemimpin tidak kalah pentingnya. Untuk menggerakkan para
pengikut, pastilah pemimpin harus memiliki peran, mempunyai wewenang untuk
mengarahkan berbagai kegiatan para anggota atau kelompok. Perilaku pemimpin
8
ini sering disebut gaya kepemimpinan dimana setiap pemimpin mempunyai gaya
kepemimpinan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dari berbagai macam
teori mengenai gaya kepemimpinan, menurut pandangan kontemporer, gaya
kepemimpinan yang terbaru saat ini serta banyak diminati oleh peneliti adalah
kepempimpinan melayani (servant leadership)(Mira dan Meily, 2012).
Sendjaya dan Sarros (2002) mengemukakan bahwa servant leader adalah
pemimpin yang mengutamakan kebutuhan orang lain, aspirasi, dan kepentingan
orang lain atas mereka sendiri dan memiliki komitmen untuk melayani orang lain.
Dalam organisasi yang bergerak di bidang non-profit, servant leader biasanya
cenderung berusaha menerapkan hal-hal yang mampu membuat pegawainya
menumbuhkan organizational citizenship behavior. Enhart (2004), serta Liden,
Wayne Zhao, dan Henderson (2008) membuktikan dalam penelitiannya bahwa
servant leadership berhubungan secara signifikan terhadap organizational
citizenship behavior. Penelitian yang dilakukan oleh Nobari, Mohammadkhani,
dan Davoudi (2014) juga membuktikan bahwa servant leadership berpengaruh
secara signifikan terhadap organizational citizenship behavior dengan mengambil
responden sebanyak 144 pekerja di Valiasr Academic Complex (Islamic Azad
University, Central Tehran Branch). Selain itu Teleghani dan Mehr (2013) dalam
penelitiannya membuktikan hal yang sama dimana dimensi servant leadership
(service, humility, trusty, kindness) berhubungan secara positif dengan
organizational citizenship behavior. Penelitian yang dilakukan oleh Vondey
(2010) kepada 130 orang yang bekerja di berbagai industri di seluruh Amerika
Serikat juga membuktikan bahwa servant leadership berhubungan dengan
9
organizational citizenship behavior. Hal ini menunjukkan bahwa peran seorang
pemimpin yang melayani berpengaruh terhadap perilaku pegawainya terutama
dalam organizational citizenship behavior.
Di Indonesia, khususnya di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri belum banyak yang
mengimplementasikan gaya servant leadership. Beberapa pejabat atau pimpinan
eselon di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar masih kurang
mendahulukan kepentingan pegawainya. Selain itu juga, beberapa pimpinan
masih terkesan ingin dilayani oleh pegawai seperti dalam hal menginginkan
fasilitas ketika dalam suatu pelaksanaan kegiatan yang dilakukan baik oleh
direktorat maupun sub direktorat dan kurang dalam memperhatikan pegawai
khususnya dalam masalah pribadi pegawai.
Selain gaya kepemimpinan, faktor lain yang diyakini berpengaruh terhadap
organizational citizenship behavior yaitu budaya organisasi. Budaya organisasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior
(M. Muhdar H. et al., 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Jo dan Joo (2011)
membuktikan bahwa budaya organisasi berhubungan positif dengan
organizational citizenship behavior. Budaya organisasi didefinisikan sebagai
suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu. Adanya
kekuatan budaya organisasi akan memberikan manfaat pada beberapa hal
diantaranya meningkatkan konsistensi perilaku pegawai (Robbins, 2003). Selain
itu budaya organisasi memiliki dampak yang kuat pada perilaku pegawai yang
diikuti efektivitas organisasi dan akan memudahkan pimpinan dalam memahami
10
organisasi dimana mereka bekerja tidak hanya untuk perumusan kebijakan dan
prosedur, tetapi juga untuk memahami perilaku manusia dan pemanfaatan sumber
daya manusia mereka dengan cara yang terbaik (Khan et al., 2011). Pratiwi
(2013) menyatakan bahwa perilaku organizational citizenship behavior yang akan
mendukung keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi.
Manfaat dari penerapan budaya organisasi yang baik adalah dapat meningkatkan
jiwa gotong royong, meningkatkan kebersamaan, saling terbuka satu sama lain,
meningkatkan jiwa kekeluargaan, meningkatkan produktivitas kerja tanggap
dengan perkembangan dunia luar, dan lain sebagainya yang sebagian besar
merupakan bagian dari organizational citizenship behavior (Oemar, 2013). Setiap
pegawai memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap organisasi. Persepsi
terhadap budaya organisasi yang kuat akan mampu meningkatkan kinerja dan
kreativitas. Budaya organisasi yang kuat, dinamis dan kreatif memberikan
jaminan kreatifitas tumbuh pada semua level, sehingga menyebabkan anggota
organisasi bergerak maju dan tidak terjebak pada rutinitas (Priyohadi, 2001).
Budaya Organisasi di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar sendiri
belum begitu berjalan dengan sangat kuat karena masih kurangnya sosialisasi
serta pemahaman pegawai akan pentingnya nilai-nilai dari budaya tersebut dan
kurangnya keterlibatan atasan dalam menanamkan budaya organisasi. Namun saat
ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang gencar-gencarnya
menggalakkan revolusi mental yang akan berdampak terhadap budaya
kementerian yang ada selama ini. Budaya organisasi saat ini di Kemdikbud adalah
Amanah, Professional, Visioner, Berkeadilan, Demokratis, dan Inklusif dijadikan
11
sebagai acuan pegawai dalam bekerja. Hal yang sama terjadi di Direktorat
Pembinaan Guru Pendidikan Dasar sebagai unit kerja Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan yang mana menggalakkan program kementerian tersebut.
Budaya Organisasi yang belum begitu tersosialisasi dengan sangat baik dan belum
begitu kuat khususnya di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, tentunya
perlu dibangun kembali bersama dengan pegawai karena faktor tersebut memiliki
pengaruh akan munculnya perilaku positif diantara karyawan, salah satunya
perilaku yang menunjukkan organizational citizenship behavior (OCB).
Dalam mengelola dan mempertahankan SDM terbaik, organisasi perlu
mempertimbangkan perubahan karakter dan kepribadian antar generasi ke
generasi berikutnya agar dapat mempertahankan aparatur sipil negara yang baik.
Organisasi perlu memperhatikan faktor usia pegawainya, mengingat setiap
kelompok memiliki kebutuhan, nilai-nilai, preferensi, dan pandangan yang khas
sesuai dengan stimulus lingkungan pada masa pertumbuhan psikologis yang
dialaminya dalam menetapkan sistem manajemen sumber daya manusia
(Permana, 2011 dalam Fatimah dkk, 2015). Era saat ini dikatakan sebagai era
generasi Y atau sering disebut era generasi internet, dimana era generasi Y
cenderung mengutamakan diri sendiri dan membutuhkan adanya feedback,
penghargaan, pujian yang konstan dari atasan mereka. Selain itu generasi ini
memiliki harga diri yang tinggi, enterpreneurial dan menginginkan pekerjaan
yang memiliki arti sesegera mungkin, antusias terhadap pekerjaan. Mereka juga
menginginkan pekerjaan yang menawarkan jadwal kerja yang fleksibel, menuntut
kreativitas, dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk memiliki dampak
12
bagi dunia dan mereka menginginkan rekan kerja yang membuat pekerjaan
menjadi menyenangkan. Sedangkan generasi X cenderung lebih terbuka terhadap
pekerjaan yang tradisional, puas dalam penggunaan teknologi, mempertanyakan
otoritas, mengutamakan otonomi dan kebebasan dalam pekerjaan maupun
kehidupan pribadi mereka (Schultz, 2010). Adanya perbedaan karakteristik antara
generasi X dan Y tersebut akan turut mempengaruhi terhadap perilaku OCB.
Dimana generasi tersebut mempunyai perbedaan persepsi dalam bekerja sehingga
akan mempengaruhi terhadap perilaku mereka dalam bekerja.
Pegawai di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar terbagi atas
generasi X dan Y. Berdasarkan data kepegawaian, terlihat bahwa jumlah generasi
X yang lahir dibawah tahun 1980 lebih banyak dibandingkan dengan generasi Y
yang lahir diatas tahun 1980 seperti disajikan pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Rekapitulasi Data Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Pembinaan Guru PendidikanDasar berdasarkan Generasi X dan Y
Kategori Generasi TahunKelahiran
Usia Total
Generasi X
1965 51 41966 50 81967 49 11968 48 41969 47 21970 46 31971 45 41972 44 31973 43 21974 42 21975 41 11976 40 41977 39 21978 38 41979 37 3
Total Generasi X 47
13
Kategori GenerasiTahun
Kelahiran Usia Total
Generasi Y
1980 36 81981 35 31982 34 31983 33 81984 32 41985 31 11986 30 51987 29 11988 28 21991 25 21992 24 11993 23 1
Total Generasi Y 39Total Keseluruhan 86
Sehingga dengan demikian terjadi pola perilaku kerja yang berbeda antar
generasi tersebut. Dimana pegawai yang berusia 36 tahun keatas lebih cenderung
terbuka terhadap pekerjaan yang tradisional, birokrasi, mengutamakan otonomi,
suka membantu namun tidak demikian dengan pegawai yang berusia 36 tahun
kebawah, dimana mereka masih ingin bekerja dengan jadwal kerja yang fleksibel
dan menginginkan rekan kerja yang membuat pekerjaan menjadi menyenangkan,
dan lebih mengutamakan diri sendiri. Dari hal-hal diatas dapat diketahui bahwa
organizational citizenship behavior (OCB) pegawai sangat dipengaruhi oleh gaya
kepemimpinan salah satunya yaitu gaya kepemimpinan servant leadership dan
juga budaya organisasi serta perbedaan generasi X dan Y. Adanya gaya
kepemimpinan servant leadership dan budaya organisasi serta perbedaan generasi
X dan Y yang mempengaruhi organizational citizenship behavior pegawai
menjadi faktor penting dalam kesuksesan dan kinerja organisasi. Untuk itu dalam
14
penelitian ini, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai
organizational citizenship behavior dan apakah servant leadership, persepsi
terhadap budaya organisasi dan perbedaan generasi X dan Y berpengaruh pada
organizational citizenship behavior (OCB) pegawai negeri sipil di Direktorat
Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
1.2. Rumusan Masalah
Tantangan yang dihadapi saat ini oleh Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan
Dasar sebagai unit kerja dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan salah
satunya adalah mengelola sumber dayanya agar mampu meningkatkan kinerja dan
pelayanannya dan memperkuat aparatur sipil negara. Dalam memperkuat aparatur
sipil negara, Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar memberikan tunjangan
kinerja bagi pegawai (aparatur sipil negara) sesuai dengan penerapan peraturan
pemerintah yang diterbitkan dalam rangka peningkatan kinerja dan disiplin
pegawai. Namun, pada kenyataannya peraturan yang dibuat tidak serta merta
meningkatkan kinerja pegawai. Beberapa pegawai diindikasikan mempunyai
perilaku bekerja yang “kurang baik” yang mengindikasikan bahwa mereka
memiliki organizational citizenship behavior (OCB) yang rendah yang tentunya
dapat berdampak terhadap kinerja mereka. Beberapa indikator rendahnya
organizational citizenship behavior (OCB) pegawai terlihat dari masih ada
beberapa pegawai yang tidak berkeinginan membantu rekan kerja, berperilaku
kurang menghargai peraturan yang berlaku dalam organisasi, rendahnya
kemampuan bekerjasama dengan sesama rekan kerja, tidak mampu bekerja dalam
15
tim, lebih senang melakukan pekerjaannya secara individual. Sebagian pegawai
umumnya bekerja untuk memenuhi standar kerja yang telah ditetapkan oleh
organisasinya, tidak dengan sukarela melakukan kegiatan ekstra di tempat kerja,
tidak ada ide kreatif yang dapat disumbangkan untuk kemajuan berorganisasi,
berkonflik dengan rekan kerja dan terkotak-kotak, tidak toleransi terhadap situasi
yang kurang menyenangkan di tempat kerja, sering mengeluh dan tidak
berkeinginan memberikan yang terbaik bagi organisasi.
Perilaku ex-role dalam organisasi yang dikenal dengan istilah organizational
citizenship behavior (OCB) sangat penting dalam suatu organisasi. Menurut
Gultom (2013) bahwa pentingnya OCB bagi keberhasilan sebuah organisasi,
karena OCB menimbulkan dampak positif bagi organisasi, seperti meningkatkan
kualitas pelayanan, meningkatkan kinerja kelompok, dan menurunkan tingkat
turnover. Mengingat pentingnya OCB bagi keberhasilan sebuah organisasi, maka
peran seorang pemipin tidak kalah pentingnya.
Adanya perilaku organizational citizenship behavior yang rendah dari
pegawai (aparatur sipil negara) tentunya tidak lepas dari peran pimpinan itu
sendiri dan lingkungan kerja yang tidak kondusif serta kurangnya koordinasi,
pendekatan dari pimpinan terhadap bawahan, serta kurangnya keinginan pimpinan
untuk mendahulukan dan mengutamakan kepentingan pegawainya.
Kepempimpinan Melayani (servant leadership) diyakini sebagai faktor eksternal
yang mempengaruhi organizational citizenship behavior yang mana beberapa
pimpinan di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar belum sepenuhnya
menerapkan gaya kepemimpinan tersebut.
16
Selain gaya pimpinan servant leadership, budaya organisasi pun turut
mempengaruhi terhadap organizational citizenship behavior. Adanya penerapan
dari budaya organisasi yang baik dapat meningkatkan jiwa gotong royong,
kebersamaan, kekeluargaan, saling terbuka satu sama lain, membangun
komunikasi yang lebih baik, meningkatkan produktivitas kerja, yang sebagian
besar merupakan bagian dari OCB (dalam Oemar, 2013). Budaya organisasi yang
ada di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar belum sepenuhnya
tersosialisasi dengan baik dan berjalan dengan sangat kuat karena kurangnya
keterlibatan atasan dalam menanamkan budaya organisasi di lingkungan di
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar.
Adanya perbedaan antara generasi juga pun turut mempengaruhi terhadap
perilaku OCB. Adanya perbedaan karakteristik dari dua generasi yaitu generasi X
dan Y mempengaruhi terhadap perilaku bekerja generasi tersebut yang akhirnya
akan mempengaruhi terhadap kinerja organisasi. Dimana kecenderungan pegawai
di Direktorat Pembinaan Guru Pendidian Dasar lebih banyak generasi X yang
memiliki pola perilaku yang berbeda dengan perilaku generasi Y yaitu lebih suka
membantu yang merupakan salah satu perilaku dari OCB. Sedangkan perilaku
generasi Y lebih mengutamakan diri sendiri.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah mengenai pengaruh dari kepemimpinan melayani (servant leadership),
persepsi terhadap budaya organisasi dan perbedaan generasi X dan Y terhadap
organizational citizenship behavior (OCB) pegawai negeri sipil di Direktorat
Pembinaan Guru Dikdas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
17
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah servant leadership berpengaruh positif terhadap organizational
citizenship behavior?
2. Apakah persepsi terhadap budaya organisasi berpengaruh positif terhadap
organizational citizenship behavior?
3. Apakah perbedaan generasi X dan Y berpengaruh positif terhadap
organizational citizenship behavior?
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah serta pertanyaan
penelitian diatas, maka tujuan penelitian adalah:
1) Menguji pengaruh servant leadership terhadap organizational citizenship
behavior;
2) Menguji pengaruh persepsi terhadap budaya organisasi terhadap
organizational citizenship behavior;
3) Menguji pengaruh perbedaan generasi X dan Y terhadap organizational
citizenship behavior.
18
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Organisasi
Diharapkan mampu memberikan masukan atau informasi tambahan bagi
organisasi khususnya pimpinan organisasi untuk meningkatkan pelayanan
dalam kepemimpinannya.
2. Bagi Penulis
Diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi penulis
dalam memahami dan meningkatkan pengetahuan mengenai konsep servant
leadership, persepsi terhadap budaya organisasi, perbedaan generasi X dan Y,
dan organizational citizenship behavior.
3. Bagi Pengembangan Ilmu
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh servant
leadership, persepsi terhadap budaya organisasi, perbedaan generasi X dan Y
dan organizational citizenship behavior dan dapat menjadi landasan teoritis
dan empiris untuk penelitian di bidang yang sama.
1.6. Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pegawai negeri sipil Direktorat Pembinaan
Guru Dikdas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menggunakan
metode pengumpulan data secara sensus dengan menggunakan instrumen
penelitian berupa kuesioner yang diajukan ke seluruh responden pegawai negeri
sipil yang lahir pada rentang tahun 1965-2000.
19
Untuk menfokuskan penelitian dan menghindari melebarnya pembahasan
yang dilakukan, ruang lingkup dalam penelitian ini hanya berfokus untuk menguji
pengaruh servant leadership, persepsi terhadap budaya organisasi dan perbedaan
generasi X dan Y sebagai variabel bebas (independen) terhadap organizational
citizenship behavior sebagai variabel terikat (dependen).
1.7. Sistematika Penulisan
Penulisan ini disusun dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah,
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang
lingkup dan batasan penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka. Bab ini berisi tentang tinjauan teoritis yang menjadi
acuan dan mendukung penelitian serta hipotesis dari penelitian.
Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi desain penelitian, definisi operasional,
populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, sumber dan
metode pengumpulan data, metode analisis data.
Bab IV Hasil dan Pembahasan. Bab ini berisi deskripsi data, pengujian hipotesis,
pembahasan
Bab V Penutup. Bab ini berisi kesimpulan, implikasi dan keterbatasan, serta
saran dari hasil penelitian