19
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam penyelenggaraan suatu organisasi baik organisasi pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Adanya sumber daya manusia dapat mendukung dalam tercapainya keberhasilan tujuan organisasi. Sumber daya manusia dalam suatu organisasi pemerintah biasa disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) bersama dengan dunia usaha (corporate governance) dan masyarakat madani (civil society). Aparatur Sipil Negara sebagai penyelenggara pemerintahan diberikan tanggung jawab untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan upaya-upaya kreatif guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil, demokratis dan bermartabat. Terdapat peraturan yang mengatur berbagai hal terkait aparatur sipil negara yaitu Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2014, tentang Aparatur Sipil Negara. Adanya undang-undang tersebut diharapkan mampu memperbaiki manajemen pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik karena PNS sebagai aparatur sipil negara tidak lagi berorientasi melayani atasannya, melainkan masyarakat. Aturan ini menempatkan PNS sebagai sebuah profesi yang bebas dari intervensi politik dan akan menerapkan sistem karier terbuka yang mengutamakan prinsip profesionalisme yang memiliki kompetensi, kualifikasi, kinerja, transparansi, objektivitas, serta perilaku bebas dari KKN yang berbasis

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

  • Upload
    hakhue

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam penyelenggaraan

suatu organisasi baik organisasi pemerintah maupun organisasi non pemerintah.

Adanya sumber daya manusia dapat mendukung dalam tercapainya keberhasilan

tujuan organisasi. Sumber daya manusia dalam suatu organisasi pemerintah biasa

disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu pilar dalam

mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) bersama dengan dunia

usaha (corporate governance) dan masyarakat madani (civil society). Aparatur

Sipil Negara sebagai penyelenggara pemerintahan diberikan tanggung jawab

untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan upaya-upaya kreatif guna

mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil, demokratis dan bermartabat.

Terdapat peraturan yang mengatur berbagai hal terkait aparatur sipil negara

yaitu Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2014, tentang Aparatur Sipil Negara.

Adanya undang-undang tersebut diharapkan mampu memperbaiki manajemen

pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik karena PNS sebagai

aparatur sipil negara tidak lagi berorientasi melayani atasannya, melainkan

masyarakat. Aturan ini menempatkan PNS sebagai sebuah profesi yang bebas

dari intervensi politik dan akan menerapkan sistem karier terbuka yang

mengutamakan prinsip profesionalisme yang memiliki kompetensi, kualifikasi,

kinerja, transparansi, objektivitas, serta perilaku bebas dari KKN yang berbasis

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

2

pada manajemen sumber daya manusia dan mengedepankan sistem merit menuju

terwujudnya birokrasi pemerintahan yang professional serta kinerja organisasi

yang baik.

Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar adalah salah satu unit kerja di

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan eselon dua yang

bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,

mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan

di bidang pembinaan guru pada pendidikan dasar, pendidikan khusus, dan

pendidikan layanan khusus, serta satuan pendidikan dasar Indonesia di luar negeri.

Direktorat ini turut berperan penting mendukung Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan dalam memajukan pendidikan nasional dan terselenggaranya tata

kelola organisasi yang baik. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya

untuk mewujudkan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat

Pembinaan Guru Pendidikan Dasar tentunya tidak terlepas dari peran aparatur

sipil negara. Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar memerlukan aparatur

sipil negara yang memiliki kompetensi, komitmen, kualifikasi, kinerja,

transparansi, objektivitas, perilaku kerja yang bertanggungjawab serta bebas dari

KKN yang berbasis pada manajemen sumber daya manusia dan mengedepankan

sistem merit menuju terwujudnya birokrasi pemerintahan yang professional.

Sehingga dalam mendukung proses reformasi birokrasi internal, peningkatan

dalam hal tata kelola yaitu adanya peningkatan efektivitas, akuntabilitas, dan

transparasi dalam pengelolaan anggaran dan birokrasi yang dalam hal ini

dilakukan oleh sumber daya manusia (aparatur sipil negara) merupakan agenda

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

3

tersendiri baik bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan khususnya

Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar. Dan yang menjadi tantangan

Direktorat saat ini yaitu dalam hal mengelola sumber daya manusianya yaitu

“aparatur sipil negara” agar mampu meningkatkan kinerja dan pelayanannya dan

memperkuat aparatur sipil negara tersebut untuk meningkatkan kinerja organisasi.

Dalam memperkuat aparatur sipil negara, pemerintah telah menerbitkan

beberapa peraturan sebagai dasar penilaian prestasi pegawai dan pemberian

tunjangan kinerja bagi pegawai (aparatur sipil negara) dalam rangka peningkatan

kinerja dan disiplin pegawai. Salah satu peraturan yang diterbitkan yaitu Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja dimana

seluruh aparatur negara perlu meningkatkan prestasi kerja dalam aktivitas

organisasi. Selain itu pemerintah memberikan tunjangan kinerja yang diharapkan

dapat menjadi motivasi pegawai untuk meningkatkan disiplin dan kinerja pegawai

yang akan berdampak terhadap kinerja organisasi.

Dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi yang dipengaruhi oleh

kinerja pegawai diperlukan suatu perilaku yang tidak hanya perilaku in-role tetapi

perilaku ex-role. Perilaku ex-role dalam organisasi dikenal dengan istilah

organizational citizenship behavior. Organisasi yang sukses membutuhkan

pegawai yang akan melebihi harapan yang ditunjukkan oleh organizational

citizenship behavior yang baik (Robin dan Judge, 2008:40). Organizational

citizenship behavior sendiri adalah kontribusi individu melebihi tuntutan peran di

tempat kerja. Organizational citizenship behavior tersebut akan melibatkan

beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

4

tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur di tempat kerja.

Perilaku-perilaku tersebut menggambarkan nilai tambah bagi pegawai yang

merupakan salah satu bentuk prososial yaitu perilaku sosial yang positif,

konstruktif, dan bermakna membantu (Aldag dan Resckhe, 1997). Menurut Robin

dan Judge (2008:40), fakta menunjukkan bahwa organisasi dengan pegawai yang

memiliki organizational citizenship behavior yang baik akan memiliki kinerja

yang lebih baik dari organisasi lain. Organizational citizenship behavior

merupakan ekspresi kecintaan, loyalitas, dan rasa memiliki yang tinggi dari

pegawai kepada pekerjaannya, sehingga semakin tinggi organizational citizenship

behavior yang dimiliki pegawai maka kinerja yang diberikan pegawai akan

semakin baik pula (Maris, 2015). Selain itu organizational citizenship behavior

(OCB) memiliki peran vital dalam meningkatkan kinerja individu dan

organizational citizenship behavior berhubungan secara signifikan terhadap

kinerja individu (Darto, 2014).

Berdasarkan pengamatan di lapangan pemberian tunjangan kinerja yang

diberikan kepada aparatur sipil negara belum serta merta meningkatkan kinerja

pegawai. Hal ini ditunjukkan dengan masih dijumpai perilaku kerja pegawai

(aparatur sipil negara) yang tidak sesuai dengan yang diharapkan yang berdampak

pada kinerja organisasi. Perilaku sebagian aparatur sipil negara di Direktorat

Pembinaan Guru Pendidikan Dasar masih menunjukkan perilaku organizational

citizenship behavior yang rendah. Perilaku tersebut tercermin dari masih ada

beberapa pegawai yang berperilaku yang tidak berkeinginan membantu rekan

kerja, kurang menghargai peraturan yang berlaku dalam organisasi, rendahnya

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

5

kemampuan bekerjasama dengan sesama rekan kerja, tidak mampu bekerja dalam

tim, lebih senang melakukan pekerjaannya secara individual. Sebagian pegawai

umumnya bekerja untuk memenuhi standar kerja yang telah ditetapkan oleh

organisasinya, pegawai tidak dengan sukarela melakukan kegiatan ekstra di

tempat kerja, tidak memberikan ide kreatif yang dapat disumbangkan untuk

kemajuan berorganisasi, berkonflik dengan rekan kerja dan terkotak-kotak, tidak

toleransi terhadap situasi yang kurang menyenangkan di tempat kerja, sering

mengeluh dan tidak berkeinginan memberikan yang terbaik bagi organisasi.

Adanya perilaku tersebut tentunya akan mempengaruhi terhadap kinerja

organisasi.

Dengan berdasar pada laporan akuntabilitas kinerja Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan (LAKIP) pada tahun 2015, tingkat pencapaian IKK 14.1 “Skor

LAKIP” belum berhasil mencapai target yang diharapkan. Dari target skor yang

ditetapkan sebesar 80 poin, baru terealisasi sebesar 73.43 poin dengan persentase

capaian sebesar 92%. Dan sesuai hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tahun 2015, beberapa

kekurangan/permasalahan yang dihadapi Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan dalam meningkatkan akuntabilitas kinerja antara lain:

1. Komitmen yang tinggi sudah ditentukan di level pimpinan pusat, namun

belum diikuti oleh jajaran dibawahnya khususnya di unit-unit kerja mandiri

dalam mengimplementasikan manajemen kinerja di unitnya masing-masing;

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

6

2. Rencana strategis Kementerian secara umum sudah cukup berorientasi pada

hasil, namun indikator-indikator kinerja untuk level dibawahnya, masih

banyak berorientasi pada output dan kegiatan;

3. Pengembangan aplikasi e-performance sebagai alat pemantauan capaian

kinerja telah dilakukan, namun masih terbatas dan lebih banyak penekanan

pada capaian program dan anggaran.

Sedangkan berdasarkan hasil kinerja Direktorat yang telah dilakukan sampai

dengan bulan Agustus tahun 2016, kinerja Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan

Dasar belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini terlihat dari data

laporan realisasi program dan anggaran Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan

Dasar yang menunjukkan bahwa realisasi anggaran sebagai salah satu dasar untuk

melihat kinerja direktorat bernilai lebih kecil dibandingkan dengan harapan yang

diinginkan (realisasi tidak sesuai target yang diharapkan). Hasil tersebut

dipengaruhi oleh berbagai hal salah satunya adalah kinerja pegawai.

Gambar 1.1 Target dan Realisasi Anggaran Direktorat Pembinaan Guru Dikdas

Adanya permasalahan yang dihadapi Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan dan Direktorat tentunya berdampak pada kinerja organisasi baik

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

7

Kementerian maupun Direktorat. Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja

organisasi tentunya diperlukan kerjasama dari setiap pegawai dengan

meningkatkan kinerjanya yang otomatis akan berpengaruh terhadap kinerja

organisasi. Tentunya kinerja pegawai yang diperlukan disini tidak hanya perilaku

in-role tetapi perilaku ex-role yaitu dengan memiliki organizational citizenship

behavior yang tinggi.

Untuk mendorong munculnya organizational citizenship behavior (OCB)

pada pegawai maka diperlukan berbagai faktor salah satunya yaitu peran seorang

pemimpin. Organ et al. (2006, dalam Maris, 2015) menyatakan bahwa

organizational citizenship behavior akan meningkat karena dipengaruhi oleh dua

faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari

kepuasan kerja, komitmen, kepribadian, moral karyawan, motivasi, dan

sebagainya. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari gaya kepemimpinan,

kepercayaan pada pimpinan, budaya organisasi, dan sebagainya.

Menurut Gultom (2013) para pakar organisasi menyimpulkan bahwa begitu

pentingnya organizational citizenship behavior bagi keberhasilan sebuah

organisasi, karena organizational citizenship behavior menimbulkan dampak

positif bagi organisasi, seperti meningkatkan kualitas pelayanan, meningkatkan

kinerja kelompok, dan menurunkan tingkat turnover. Mengingat pentingnya

organizational citizenship behavior bagi keberhasilan sebuah organisasi, maka

peran seorang pemimpin tidak kalah pentingnya. Untuk menggerakkan para

pengikut, pastilah pemimpin harus memiliki peran, mempunyai wewenang untuk

mengarahkan berbagai kegiatan para anggota atau kelompok. Perilaku pemimpin

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

8

ini sering disebut gaya kepemimpinan dimana setiap pemimpin mempunyai gaya

kepemimpinan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dari berbagai macam

teori mengenai gaya kepemimpinan, menurut pandangan kontemporer, gaya

kepemimpinan yang terbaru saat ini serta banyak diminati oleh peneliti adalah

kepempimpinan melayani (servant leadership)(Mira dan Meily, 2012).

Sendjaya dan Sarros (2002) mengemukakan bahwa servant leader adalah

pemimpin yang mengutamakan kebutuhan orang lain, aspirasi, dan kepentingan

orang lain atas mereka sendiri dan memiliki komitmen untuk melayani orang lain.

Dalam organisasi yang bergerak di bidang non-profit, servant leader biasanya

cenderung berusaha menerapkan hal-hal yang mampu membuat pegawainya

menumbuhkan organizational citizenship behavior. Enhart (2004), serta Liden,

Wayne Zhao, dan Henderson (2008) membuktikan dalam penelitiannya bahwa

servant leadership berhubungan secara signifikan terhadap organizational

citizenship behavior. Penelitian yang dilakukan oleh Nobari, Mohammadkhani,

dan Davoudi (2014) juga membuktikan bahwa servant leadership berpengaruh

secara signifikan terhadap organizational citizenship behavior dengan mengambil

responden sebanyak 144 pekerja di Valiasr Academic Complex (Islamic Azad

University, Central Tehran Branch). Selain itu Teleghani dan Mehr (2013) dalam

penelitiannya membuktikan hal yang sama dimana dimensi servant leadership

(service, humility, trusty, kindness) berhubungan secara positif dengan

organizational citizenship behavior. Penelitian yang dilakukan oleh Vondey

(2010) kepada 130 orang yang bekerja di berbagai industri di seluruh Amerika

Serikat juga membuktikan bahwa servant leadership berhubungan dengan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

9

organizational citizenship behavior. Hal ini menunjukkan bahwa peran seorang

pemimpin yang melayani berpengaruh terhadap perilaku pegawainya terutama

dalam organizational citizenship behavior.

Di Indonesia, khususnya di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri belum banyak yang

mengimplementasikan gaya servant leadership. Beberapa pejabat atau pimpinan

eselon di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar masih kurang

mendahulukan kepentingan pegawainya. Selain itu juga, beberapa pimpinan

masih terkesan ingin dilayani oleh pegawai seperti dalam hal menginginkan

fasilitas ketika dalam suatu pelaksanaan kegiatan yang dilakukan baik oleh

direktorat maupun sub direktorat dan kurang dalam memperhatikan pegawai

khususnya dalam masalah pribadi pegawai.

Selain gaya kepemimpinan, faktor lain yang diyakini berpengaruh terhadap

organizational citizenship behavior yaitu budaya organisasi. Budaya organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap organizational citizenship behavior

(M. Muhdar H. et al., 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Jo dan Joo (2011)

membuktikan bahwa budaya organisasi berhubungan positif dengan

organizational citizenship behavior. Budaya organisasi didefinisikan sebagai

suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu. Adanya

kekuatan budaya organisasi akan memberikan manfaat pada beberapa hal

diantaranya meningkatkan konsistensi perilaku pegawai (Robbins, 2003). Selain

itu budaya organisasi memiliki dampak yang kuat pada perilaku pegawai yang

diikuti efektivitas organisasi dan akan memudahkan pimpinan dalam memahami

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

10

organisasi dimana mereka bekerja tidak hanya untuk perumusan kebijakan dan

prosedur, tetapi juga untuk memahami perilaku manusia dan pemanfaatan sumber

daya manusia mereka dengan cara yang terbaik (Khan et al., 2011). Pratiwi

(2013) menyatakan bahwa perilaku organizational citizenship behavior yang akan

mendukung keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi.

Manfaat dari penerapan budaya organisasi yang baik adalah dapat meningkatkan

jiwa gotong royong, meningkatkan kebersamaan, saling terbuka satu sama lain,

meningkatkan jiwa kekeluargaan, meningkatkan produktivitas kerja tanggap

dengan perkembangan dunia luar, dan lain sebagainya yang sebagian besar

merupakan bagian dari organizational citizenship behavior (Oemar, 2013). Setiap

pegawai memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap organisasi. Persepsi

terhadap budaya organisasi yang kuat akan mampu meningkatkan kinerja dan

kreativitas. Budaya organisasi yang kuat, dinamis dan kreatif memberikan

jaminan kreatifitas tumbuh pada semua level, sehingga menyebabkan anggota

organisasi bergerak maju dan tidak terjebak pada rutinitas (Priyohadi, 2001).

Budaya Organisasi di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar sendiri

belum begitu berjalan dengan sangat kuat karena masih kurangnya sosialisasi

serta pemahaman pegawai akan pentingnya nilai-nilai dari budaya tersebut dan

kurangnya keterlibatan atasan dalam menanamkan budaya organisasi. Namun saat

ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang gencar-gencarnya

menggalakkan revolusi mental yang akan berdampak terhadap budaya

kementerian yang ada selama ini. Budaya organisasi saat ini di Kemdikbud adalah

Amanah, Professional, Visioner, Berkeadilan, Demokratis, dan Inklusif dijadikan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

11

sebagai acuan pegawai dalam bekerja. Hal yang sama terjadi di Direktorat

Pembinaan Guru Pendidikan Dasar sebagai unit kerja Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan yang mana menggalakkan program kementerian tersebut.

Budaya Organisasi yang belum begitu tersosialisasi dengan sangat baik dan belum

begitu kuat khususnya di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, tentunya

perlu dibangun kembali bersama dengan pegawai karena faktor tersebut memiliki

pengaruh akan munculnya perilaku positif diantara karyawan, salah satunya

perilaku yang menunjukkan organizational citizenship behavior (OCB).

Dalam mengelola dan mempertahankan SDM terbaik, organisasi perlu

mempertimbangkan perubahan karakter dan kepribadian antar generasi ke

generasi berikutnya agar dapat mempertahankan aparatur sipil negara yang baik.

Organisasi perlu memperhatikan faktor usia pegawainya, mengingat setiap

kelompok memiliki kebutuhan, nilai-nilai, preferensi, dan pandangan yang khas

sesuai dengan stimulus lingkungan pada masa pertumbuhan psikologis yang

dialaminya dalam menetapkan sistem manajemen sumber daya manusia

(Permana, 2011 dalam Fatimah dkk, 2015). Era saat ini dikatakan sebagai era

generasi Y atau sering disebut era generasi internet, dimana era generasi Y

cenderung mengutamakan diri sendiri dan membutuhkan adanya feedback,

penghargaan, pujian yang konstan dari atasan mereka. Selain itu generasi ini

memiliki harga diri yang tinggi, enterpreneurial dan menginginkan pekerjaan

yang memiliki arti sesegera mungkin, antusias terhadap pekerjaan. Mereka juga

menginginkan pekerjaan yang menawarkan jadwal kerja yang fleksibel, menuntut

kreativitas, dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk memiliki dampak

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

12

bagi dunia dan mereka menginginkan rekan kerja yang membuat pekerjaan

menjadi menyenangkan. Sedangkan generasi X cenderung lebih terbuka terhadap

pekerjaan yang tradisional, puas dalam penggunaan teknologi, mempertanyakan

otoritas, mengutamakan otonomi dan kebebasan dalam pekerjaan maupun

kehidupan pribadi mereka (Schultz, 2010). Adanya perbedaan karakteristik antara

generasi X dan Y tersebut akan turut mempengaruhi terhadap perilaku OCB.

Dimana generasi tersebut mempunyai perbedaan persepsi dalam bekerja sehingga

akan mempengaruhi terhadap perilaku mereka dalam bekerja.

Pegawai di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar terbagi atas

generasi X dan Y. Berdasarkan data kepegawaian, terlihat bahwa jumlah generasi

X yang lahir dibawah tahun 1980 lebih banyak dibandingkan dengan generasi Y

yang lahir diatas tahun 1980 seperti disajikan pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Rekapitulasi Data Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Pembinaan Guru PendidikanDasar berdasarkan Generasi X dan Y

Kategori Generasi TahunKelahiran

Usia Total

Generasi X

1965 51 41966 50 81967 49 11968 48 41969 47 21970 46 31971 45 41972 44 31973 43 21974 42 21975 41 11976 40 41977 39 21978 38 41979 37 3

Total Generasi X 47

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

13

Kategori GenerasiTahun

Kelahiran Usia Total

Generasi Y

1980 36 81981 35 31982 34 31983 33 81984 32 41985 31 11986 30 51987 29 11988 28 21991 25 21992 24 11993 23 1

Total Generasi Y 39Total Keseluruhan 86

Sehingga dengan demikian terjadi pola perilaku kerja yang berbeda antar

generasi tersebut. Dimana pegawai yang berusia 36 tahun keatas lebih cenderung

terbuka terhadap pekerjaan yang tradisional, birokrasi, mengutamakan otonomi,

suka membantu namun tidak demikian dengan pegawai yang berusia 36 tahun

kebawah, dimana mereka masih ingin bekerja dengan jadwal kerja yang fleksibel

dan menginginkan rekan kerja yang membuat pekerjaan menjadi menyenangkan,

dan lebih mengutamakan diri sendiri. Dari hal-hal diatas dapat diketahui bahwa

organizational citizenship behavior (OCB) pegawai sangat dipengaruhi oleh gaya

kepemimpinan salah satunya yaitu gaya kepemimpinan servant leadership dan

juga budaya organisasi serta perbedaan generasi X dan Y. Adanya gaya

kepemimpinan servant leadership dan budaya organisasi serta perbedaan generasi

X dan Y yang mempengaruhi organizational citizenship behavior pegawai

menjadi faktor penting dalam kesuksesan dan kinerja organisasi. Untuk itu dalam

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

14

penelitian ini, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai

organizational citizenship behavior dan apakah servant leadership, persepsi

terhadap budaya organisasi dan perbedaan generasi X dan Y berpengaruh pada

organizational citizenship behavior (OCB) pegawai negeri sipil di Direktorat

Pembinaan Guru Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

1.2. Rumusan Masalah

Tantangan yang dihadapi saat ini oleh Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan

Dasar sebagai unit kerja dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan salah

satunya adalah mengelola sumber dayanya agar mampu meningkatkan kinerja dan

pelayanannya dan memperkuat aparatur sipil negara. Dalam memperkuat aparatur

sipil negara, Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar memberikan tunjangan

kinerja bagi pegawai (aparatur sipil negara) sesuai dengan penerapan peraturan

pemerintah yang diterbitkan dalam rangka peningkatan kinerja dan disiplin

pegawai. Namun, pada kenyataannya peraturan yang dibuat tidak serta merta

meningkatkan kinerja pegawai. Beberapa pegawai diindikasikan mempunyai

perilaku bekerja yang “kurang baik” yang mengindikasikan bahwa mereka

memiliki organizational citizenship behavior (OCB) yang rendah yang tentunya

dapat berdampak terhadap kinerja mereka. Beberapa indikator rendahnya

organizational citizenship behavior (OCB) pegawai terlihat dari masih ada

beberapa pegawai yang tidak berkeinginan membantu rekan kerja, berperilaku

kurang menghargai peraturan yang berlaku dalam organisasi, rendahnya

kemampuan bekerjasama dengan sesama rekan kerja, tidak mampu bekerja dalam

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

15

tim, lebih senang melakukan pekerjaannya secara individual. Sebagian pegawai

umumnya bekerja untuk memenuhi standar kerja yang telah ditetapkan oleh

organisasinya, tidak dengan sukarela melakukan kegiatan ekstra di tempat kerja,

tidak ada ide kreatif yang dapat disumbangkan untuk kemajuan berorganisasi,

berkonflik dengan rekan kerja dan terkotak-kotak, tidak toleransi terhadap situasi

yang kurang menyenangkan di tempat kerja, sering mengeluh dan tidak

berkeinginan memberikan yang terbaik bagi organisasi.

Perilaku ex-role dalam organisasi yang dikenal dengan istilah organizational

citizenship behavior (OCB) sangat penting dalam suatu organisasi. Menurut

Gultom (2013) bahwa pentingnya OCB bagi keberhasilan sebuah organisasi,

karena OCB menimbulkan dampak positif bagi organisasi, seperti meningkatkan

kualitas pelayanan, meningkatkan kinerja kelompok, dan menurunkan tingkat

turnover. Mengingat pentingnya OCB bagi keberhasilan sebuah organisasi, maka

peran seorang pemipin tidak kalah pentingnya.

Adanya perilaku organizational citizenship behavior yang rendah dari

pegawai (aparatur sipil negara) tentunya tidak lepas dari peran pimpinan itu

sendiri dan lingkungan kerja yang tidak kondusif serta kurangnya koordinasi,

pendekatan dari pimpinan terhadap bawahan, serta kurangnya keinginan pimpinan

untuk mendahulukan dan mengutamakan kepentingan pegawainya.

Kepempimpinan Melayani (servant leadership) diyakini sebagai faktor eksternal

yang mempengaruhi organizational citizenship behavior yang mana beberapa

pimpinan di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar belum sepenuhnya

menerapkan gaya kepemimpinan tersebut.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

16

Selain gaya pimpinan servant leadership, budaya organisasi pun turut

mempengaruhi terhadap organizational citizenship behavior. Adanya penerapan

dari budaya organisasi yang baik dapat meningkatkan jiwa gotong royong,

kebersamaan, kekeluargaan, saling terbuka satu sama lain, membangun

komunikasi yang lebih baik, meningkatkan produktivitas kerja, yang sebagian

besar merupakan bagian dari OCB (dalam Oemar, 2013). Budaya organisasi yang

ada di Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar belum sepenuhnya

tersosialisasi dengan baik dan berjalan dengan sangat kuat karena kurangnya

keterlibatan atasan dalam menanamkan budaya organisasi di lingkungan di

Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar.

Adanya perbedaan antara generasi juga pun turut mempengaruhi terhadap

perilaku OCB. Adanya perbedaan karakteristik dari dua generasi yaitu generasi X

dan Y mempengaruhi terhadap perilaku bekerja generasi tersebut yang akhirnya

akan mempengaruhi terhadap kinerja organisasi. Dimana kecenderungan pegawai

di Direktorat Pembinaan Guru Pendidian Dasar lebih banyak generasi X yang

memiliki pola perilaku yang berbeda dengan perilaku generasi Y yaitu lebih suka

membantu yang merupakan salah satu perilaku dari OCB. Sedangkan perilaku

generasi Y lebih mengutamakan diri sendiri.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian

ini adalah mengenai pengaruh dari kepemimpinan melayani (servant leadership),

persepsi terhadap budaya organisasi dan perbedaan generasi X dan Y terhadap

organizational citizenship behavior (OCB) pegawai negeri sipil di Direktorat

Pembinaan Guru Dikdas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

17

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini

adalah:

1. Apakah servant leadership berpengaruh positif terhadap organizational

citizenship behavior?

2. Apakah persepsi terhadap budaya organisasi berpengaruh positif terhadap

organizational citizenship behavior?

3. Apakah perbedaan generasi X dan Y berpengaruh positif terhadap

organizational citizenship behavior?

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah serta pertanyaan

penelitian diatas, maka tujuan penelitian adalah:

1) Menguji pengaruh servant leadership terhadap organizational citizenship

behavior;

2) Menguji pengaruh persepsi terhadap budaya organisasi terhadap

organizational citizenship behavior;

3) Menguji pengaruh perbedaan generasi X dan Y terhadap organizational

citizenship behavior.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

18

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Organisasi

Diharapkan mampu memberikan masukan atau informasi tambahan bagi

organisasi khususnya pimpinan organisasi untuk meningkatkan pelayanan

dalam kepemimpinannya.

2. Bagi Penulis

Diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi penulis

dalam memahami dan meningkatkan pengetahuan mengenai konsep servant

leadership, persepsi terhadap budaya organisasi, perbedaan generasi X dan Y,

dan organizational citizenship behavior.

3. Bagi Pengembangan Ilmu

Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pengaruh servant

leadership, persepsi terhadap budaya organisasi, perbedaan generasi X dan Y

dan organizational citizenship behavior dan dapat menjadi landasan teoritis

dan empiris untuk penelitian di bidang yang sama.

1.6. Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada pegawai negeri sipil Direktorat Pembinaan

Guru Dikdas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menggunakan

metode pengumpulan data secara sensus dengan menggunakan instrumen

penelitian berupa kuesioner yang diajukan ke seluruh responden pegawai negeri

sipil yang lahir pada rentang tahun 1965-2000.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/104230/potongan/S2-2016... · disebut “aparatur sipil negara” yang mana merupakan salah satu

19

Untuk menfokuskan penelitian dan menghindari melebarnya pembahasan

yang dilakukan, ruang lingkup dalam penelitian ini hanya berfokus untuk menguji

pengaruh servant leadership, persepsi terhadap budaya organisasi dan perbedaan

generasi X dan Y sebagai variabel bebas (independen) terhadap organizational

citizenship behavior sebagai variabel terikat (dependen).

1.7. Sistematika Penulisan

Penulisan ini disusun dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah,

pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang

lingkup dan batasan penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka. Bab ini berisi tentang tinjauan teoritis yang menjadi

acuan dan mendukung penelitian serta hipotesis dari penelitian.

Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi desain penelitian, definisi operasional,

populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, sumber dan

metode pengumpulan data, metode analisis data.

Bab IV Hasil dan Pembahasan. Bab ini berisi deskripsi data, pengujian hipotesis,

pembahasan

Bab V Penutup. Bab ini berisi kesimpulan, implikasi dan keterbatasan, serta

saran dari hasil penelitian