Upload
voxuyen
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tesis ini akan membahas tentang PASIAD sebagai potensi bagi Turki untuk
mengembangkan soft power/ kuasa halusnya di Indonesia. Selain itu, dalam tesis ini
akan dibahas peranan PASIAD dalam hubungan Turki-Indonesia. PASIAD (Pasifik
Ulkeleri Sosyal ve Iktisadi Dayanisma Denergi) merupakan jaringan sekolah
bentukan Turki yang telah ada di Indonesia sejak tahun 1994. Adanya sekolah ini
dengan berbagai muatan budaya khas Turkinya ditengarai memberikan pengaruh
terhadap hubungan kedua negara.
Negara Turki terletak di antara kawasan Timur Tengah dan Eropa ini,
memiliki banyak kesamaan dengan Indonesia. Beberapa kesamaan antara kedua
negara tersebut adalah sama-sama merupakan negara muslim moderat yang berhasil
memadukan antara budaya barat dan budaya timur. Turki dan Indonesia juga sama-
sama memilki potensi sumber daya manusia yang tinggi, dimana Indonesia adalah
negara dengan penduduk terpadat di Asia Tenggara, dan Turki dengan 78 juta
penduduknya merupakan negara dengan penduduk terpadat di Eropa. Sehingga,
2
keduanya memiliki peran penting di kawasan1. Kedua negara juga tergabung dalam
berbagai wadah organisasi internasional seperti D8, G20, OKI dan juga PBB.
Hubungan Turki dan Indonesia telah dimulai pada 29 Desember 1949. Pada
saat itu Turki mulai memberikan pengakuan secara de jure atas kemerdekaan
Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat. Meskipun demikian, karena situasi politik
Indonesia yang kurang kondusif saat itu, hubungan diplomatik kedua negara baru
muncul pada tahun 1957. Hubungan ini ditandai dengan pembukaan kantor kedutaan
Turki pada 10 April di tahun tersebut. Kedutaan tersebut mencakup penanganan
urusan administratif antara Turki dan Indonesia di seluruh nusantara.
Namun, hubungan diplomasi antara Indonesia dan Turki tidak selamanya
berjalan mulus. Terdapat dinamika dalam hubungan kedua negara, ditandai dengan
tidak terdapat kunjungan kenegaraan antara Indonesia dan Turki sejak tahun 1985.
Hal ini dikarenakan fokus masing-masing negara yang berbeda saat itu. Indonesia
lebih memfokuskan pada hubungan dengan Amerika Serikat dan negara-negara Asia
Tenggara. Sedangkan Turki lenih memilih untuk menjalin hubungan dengan Eropa
sehubungan dengan keinginannya untuk bergabung dengan Eropa dan menjalin
hubungan baik dengan negara-negara di lingkup kawasan regionalnya. Setelah tahun
tersebut, kunjungan presiden baru berlanjut pada tahun 1995. Pada tahun tersebut,
Presiden Turki, Süleyman Demirel, mengunjungi Indonesia guna menghadiri tahun
1 Republic of Turkey Ministry of Foreign Affairs, Turkish-Indonesian bilateral
relation (daring), 2009, <http://jakarta.emb.mfa.gov.tr/MFA.aspx> diakses pada 16
April 2014
3
pertama pembukaan sekolah PASIAD pertama di Indonesia serta memfasilitasi
kerjasama ekonomi kedua negara. Kemudian pada tahun 2004, terdapat kunjungan
Perdana Menteri Turki, Reccep Tayyip Erdogan ke Indonesia pasca terjadinya
Tsunami di Aceh, yang kemudian dibalas dengan kunjungan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono ke Istanbul, Turki.
Bantuan Turki pada Tsunami Aceh 2004 tersebut, tersalurkan melalui
organisasi PASIAD. PASIAD merupakan sekolah Turki yang mulai memasuki
Indonesia sejak awal tahun 2004, dimana Turki mulai menggalakan politik luar
negerinya untuk menyebarkan budaya dan ideologi politik demokrasinya. Dalam
sepuluh tahun terakhir fenomena masuknya PASIAD ke Indonesia mulai menjamur.
Saat ini telah ada sepuluh sekolah PASIAD di Indonesia. Mereka tersebar di berbagai
kota, seperti di Aceh, Padang, Bandung, Depok, Jakarta, Semarang, Sragen,
Yogyakarta, dan Banjarmasin2. Walaupun sekolah ini tergolong sekolah yang elite
karena biaya pendidikannya yang di atas standar sekolah umum, namun sekolah yang
menerapkan sistem asrama ini selain mengedepankan prestasi di bidang pendidikan
juga menjamin terjaganya akhlak dengan penerapan nilai sosial dan agama dalam
pengawasan asrama. Jangkauan pendidikan yang diampu oleh lembaga inipun
beragam, mulai dari sekolah dasar (SD) hingga tahap sekolah menengah (SMP dan
SMA). Prestasi sekolah ini cenderung menonjol dibuktikan dengan eksistensinya
2 A. Solihat, „The Gulen Inspired School as a Model Multicultural Based
Education‟. Prosiding Seminar International Multikultural & Globalisasi, Jakarta,
2012, hal. 2
4
dalam lomba olimpiade sains yang bahkan mencapai tingkat internasional. Hal ini
kemudian membuat beberapa kabupaten dan provinsi di Indonesia mengakusisi
sekolah Turki ini. Implikasi dari hal ini adalah datangnya banyak tenaga pengajar ahli
dari Turki ke Indonesia dan banyaknya siswa Indonesia yang mendapatkan beasiswa
ke Turki.
Penulis dalam tesis ini melihat merebaknya PASIAD di berbagai kawasan di
Indonesia sebagai suatu fenomena penyebaran kuasa halus yang menarik. Hal ini
dikarenakan sekolah yang lebih berfokus pada pendidikan dan disebarkan dengan
cara diplomasi publik, praktis menjadi alat penyebar kuasa halus yang efektif.
Meskipun demikian, belum banyak riset yang menghubungkan antara sekolah asing
dengan konsep kuasa halus. Alasannya adalah tidak banyak negara yang
memanfaatkan sektor pendidikan sebagai media penyebaran kuasa halusnya. Di lain
pihak, PASIAD sebagai suatu organisasi swasta, mulai masuk ke Indonesia pada saat
Indonesia dan Turki bukan pada suatu keadaan dimana hubungan politik dan
diplomasi kedua negara sedang dalam kondisi optimal, yang mana akan lebih
menjamin kestabilan berlangsungnya suatu organisasi. Penelitian ini diharapkan
mampu meningkatkan kesadaran akan potensi sektor pendidikan sebagai media kuasa
halus. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan hubungan kerjasama
dengan negara lain secara lebih efektif.
5
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa PASIAD sebagai sekolah swasta asing dapat berkembang dengan
pesat di Indonesia?
2. Apa peran PASIAD dalam hubungan Turki-Indonesia?
C. Reviu Literatur
Dalam menjawab masalah penelitian, penulis berpegang pada beberapa
sumber yang telah ditulis oleh para ahli di bidangnya. Salah satu sumber yang penting
dalam penulisan penelitian ini adalah referensi tentang entitas PASIAD. Margaret A.
Johnson dalam makalahnya „Glocalization of the Gülen Education Model: An
Analysis of the Gülen Inspired Schools in Indonesia‟, telah melakukan penelitian
terlebih dahulu tentang PASIAD di Indonesia. Pada makalah ini, Johnson
menjelaskan tentang proses implementasi PASIAD dalam masyarakat Indonesia.
Makalah ini menjawab pertanyaan tentang alasan PASIAD yang merupakan sekolah
bentukan Turki bertransformasi seakan ini merupakan sekolah bentukan Indonesia
yang menganut legal, budaya dan lingkungan sosial yang sangat membumi di tanah
Indonesia. Di dalam makalah ini diterangkan bahwa model pendidikan Gülen lebih
mengedepankan ide dan pandangan umum sehingga mudah diterima oleh masyarakat.
Makalah ini juga melihat model pengajaran di sekolah PASIAD dan bagaimana itu
memengaruhi sistem pendidikan di Indonesia.
6
Makalah ini penting bagi penulis karena menyediakan informasi tentang
PASIAD di dalam negeri Turki sendiri dan nilai yang sama antara PASIAD
danmasyarakat Indonesia. Indonesia, dalam kasus ini, menganggap PASIAD seperti
bukan lagi merupakan sekolah asing. Makalah ini memaparkan faktor-faktor apa saja
yang dianggap Johnson berperan dalam glokalisasi tersebut. Hal ini sangat
berhubungan dengan kuasa halus akan tetapi tidak menjadi bahasan Johnson. Apabila
masyarakat sudah merasa familiar bahkan timbul rasa memiliki terhadap sumber
kuasa halus negara lain, maka akan lebih mudah bagi negara tersebut menyampaikan
misi kuasa halusnya. Masyarakat juga akan cenderung menjadi pendukung atau
setidaknya tidak memiliki sikap skeptis yang tinggi terhadap negara pemilik kuasa
halus. Dari kepercayaan masyarakat inilah kuasa halus dapat berfungsi secara efektif.
Hal yang tidak dipaparkan oleh Johnson ini kemudian penulis temukan ada
dalam pembahasan kuasa halus oleh Nye dalam bukunya „The Paradox of American
Power: Why The World‟ Only Superpower Can‟t Go It Alone‟. Nye menggolongkan
kekuatan dalam dua bentuk yang berbeda yaitu hard power dan soft power. Nye
mengungkapkan bahwa aspek koersi yang diwujudkan dalam penguatan militer, tidak
cukup efektif untuk membangun suatu kekuasaan. Nye kemudian memperkenalkan
aspek baru yang menyentuh ranah afeksi demi mewujudkan kekuasaan. Aspek
tersebutlah yang dimaksud dengan kuasa halus. Ide utamanya adalah bukan dengan
menghilangkan lawan, namun dengan manambah kawan. Karena dalam tujuannya
adalah menyentuh ranah afeksi, maka dalam pengimplementasiannya kuasa halus
7
lebih mengeksplorasi aspek-aspek yang dapat digunakan untuk menyebarkan kesan
positif dari suatu negara. Aspek-aspek tersebut dibagi menjadi tiga kategori besar
yaitu: kebudayaan (pada tempat-tempat yang memiliki kebudayaan yang menarik),
nilai politik (jika nilai ini layak sukses di negaranya sendiri dan negara luar), dan
kebijakan luar negeri (apabila kebijakan ini masuk akal dan mempunyai nilai moral).
Dari tiga kategori besar tersebut, budayalah yang memiliki cabang turunan yang
banyak. Budaya sendiri berarti sekumpulan nilai dan perilaku yang memberikan
identitas bagi masyarakat. Dalam manifestasinya budaya dibedakan menjadi budaya
berkelas seperti literatur, seni dan pendidikan, selain itu juga terdapat budaya popular
yang lebih berfokus pada hiburan massa.Turki sendiri menggunakan pendidikan
untuk menyebarkan budayanya dalam rangka mengaktualisasikan kuasa halus yang
dimilikinya. Dalam buku ini dijelaskan bahwa Amerika memberikan beasiswa
sebagai wujud kuasa halusnya. Cara kerja kuasa halus dalam bidang pendidikan ini
adalah apabila seseorang mendapatkan beasiswa dan berkesempatan mengenyam
pendidikan di Amerika, maka orang tersebut diharapkan nantinya akan menjadi agen
Amerika di negaranya. Maksud dari agen Amerika adalah bahwa penerima beasiswa
tersebut setelah kembali ke negaranya akan membawa nilai-nilai Amerika (seperti
demokrasi, dan liberalisasi) dan kemudian tidak menolak kebijakan atau nilai
Amerika yang dikenakan kepada negaranya. Penulis disini mengasumsikan bahwa
PASIAD menggunakan konsep yang sama dengan beasiswa yang ditawarkan oleh
Amerika. Bedanya adalah, jika beasiswa Amerika cenderung mengimpor agen
8
pembawa nilai sedangkan PASIAD melakukan ekspor nilai. Jika dalam aplikasinya
nilai-nilai ke-Amerika-an diberikan kepada penerima beasiswa untuk kemudian
dibawanya pulang ke negaranya, sedangkan PASIAD memilih untuk mengekspor
atau mendatangkan sendiri nilai-nilai budaya Turki ke negara penerimanya, dengan
tujuan yang sama yaitu transfer budaya dan nilai.
Penelitian kedua yang penulis temui berkaitan dengan topik ini adalah
penelitian yang dilakukan Bayram Balci dalam „Fetullah Gülen‟s Missionary Schools
in Central Asia and Their Role in the Spreading of Turkism and Islam‟. Penelitian ini
menjelaskan tentang peran sekolah PASIAD yang ada di Asia Tengah serta perannya
dalam penyebaran budaya Turki dan Islam. Balci memandang bahwa tujuan dari
Fetullah Gülen sebagai tokoh di balik PASIAD adalah upaya untuk melakukan
reIslamisasi kawasan Asia Tengah. Asia Tengah pernah mengalami masa keemasan
Islam. Namun semenjak menjadi bagian dari Uni Soviet, aspek sekularisme
melingkupi seluruh kegiatan masyarakatnya. Kegiatan yang berhubungan dengan
Islam dikawasan tersebut kemudian menjadi lemah dan bahkan terlarang. Balci
beranggapan bahwa sekolah PASIAD berusaha untuk menghidupkan kembali Islam
dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Asia Tengah. Namun karena ajaran yang
ditebarkan oleh Fetullah Gülen lebih bersikap patriotik dan serta sistem Islam modern
yang diajarkannya, membuat ideologi yang dibawa oleh PASIAD yang ada di
kawasan Asia Tengah terkesan bukan sebagai penyebar Islamisasi namun lebih ke
Turkisasi.
9
Balci dalam karyanya memandang PASIAD dari sisi upaya penyebaran
ideologi Islam Fetullah Gülen. Balci menjelaskan proses perekrutan anggota baru,
sistem yang ada dalam sekolah PASIAD dan standar operasi sekolah ini dengan
sangat rinci. Balci juga menyatakan bahwa pada akhirnya sekolah ini lebih
melakukan penyebaran budaya Turki. Namun Balci tidak mengaitkan bagaimana
peran sekolah yang wajarnya menjadi sarana pendidikan dapat di fungsikan sebagai
penyebaran budaya Turki.
Balci juga menyebutkan bahwa PASIAD mudah diterima di kawasan Asia
Tengah karena aspek kedekatan geografis serta kesamaan leluhur dan etnis antara
negara-negara Asia Tengah dan Turki. Dalam sejarahnya, negara Turki dan negara
bekas bagian Uni Soviet seperti Turkmenistan, Uzbekistan, Karzakhstan, Kyrgyzstan
dll memang berasal dari nenek moyang yang sama yaitu bangsa Turkic. Balci
beranggapan bahwa penyebaran sekolah PASIAD adalah upaya untuk membentuk
kembali pan-Turkic. Pemahaman Balci ini tidak dapat menjelaskan bagaimana
sekolah PASIAD dapat berkembang dengan pesat di negara non Turkic. Indonesia
sebagai contoh memiliki ras yang berbeda dengan bangsa Turki dan tidak ada
kedekatan geografis, namun sekolah PASIAD mengalami perkembangan yang luas di
kawasan Indonesia. Di dalam tesis ini, penulis akan menjelaskan faktor-faktor yang
menyebabkan PASIAD dapat diterima di Indonesia, walaupun Indonesia dan Turki
memiliki etnis yang berbeda dan letak geografis yang saling berjauhan.
10
Masih berkaitan dengan Balci, Bill Park menulis „The Fetullah Gülen
Movement as A Transnational Phenomenon‟. Kaitan antara penelitian yang dilakukan
oleh Park dan Balci adalah tentang wilayah studinya yang juga di negara-negara Asia
Tengah. Balci membahas lebih banyak tentang detail sistem dan lebih fokus pada
Fetullah Gülen sebagai tokoh di balik sekolah PASIAD. Sedangkan Park memandang
sekolah PASIAD beserta jaringannya sebagai bentuk dari suatu organisasi
transnasional. Argumen Park didasarkan atas bentuknya yang merupakan organisasi
non kepemerintahan dan penyebarannya yang telah terinternasionalisasi. Apalagi
didukung dengan adanya dialog antar kepercayaan serta sistem pendidikannya yang
luas, Park percaya bahwa sekolah PASIAD dan jaringannya menjadi aktor
transnasional dalam skala besar. Aktivitas dari organisasi ini bahkan diyakini Park
akan memberikan pengaruh pada skenario „Clash of Civilization‟ dan evolusi citra
Islam di dunia modern.
Tulisan Park ini juga mengambil perspektif Islam dalam sekolah PASIAD.
Namun terdapat perbedaan antara Islam yang disorot Balci dan Park. Balci yang
mengaitkan PASIAD yang terinspirasi pemahaman Gülen sebagai percampuran
antara Islam dan modernisasi. Park memandang dari sisi bahwa ideologi Gülen
adalah percampuran antara Islam dan nasionalisme. Menurut Park, semangat
nasionalisme yang besar yang ada dalam diri Gülen membuat sekolah PASIAD
menaruh perhatian yang lebih besar terhadap Turkisme (menyebarkan pengaruh
Turki) daripada Islamisasi. Bahkan Park menilai tingkat nasionalisme Turki dalam
11
sekolah PASIAD mendekati level chauvinisme. Di berbagai negara pan-Turkic,
bendera Turki turut dikibarkan bersama bendera negara tujuan sekolah PASIAD,
begitupula dengan lagu kebangsaan Turki yang dinyanyikan bersama lagu
kebangsaan negara tujuan. Sebagian besar pengurus sekolah dijabat oleh orang Turki
dan bahasa Turki menjadi bahasa yang umum digunakan dalam proses belajar
mengajar di samping penggunaan bahasa Inggris dan bahasa lokal. Namun jenis
ekstrimisme ini tidak terjadi di Indonesia. Sekolah PASIAD Indonesia mematuhi
peraturan baik upacara maupun kurikulum standar yang biasa diterapkan di sekolah
umum lainnya di Indonesia.
Park menyebutkan bahwa Gülen lebih memilih dan menganjurkan loyalisnya
untuk mengembangkan Islam untuk pendidikan daripada mempolitisasi Islam.
Penulis juga pernah mendengarkan dari Fetullah Gülen sendiri yang mengatakan
bahwa harus ada batasan antara agama dengan politik. Gülen tidak menyukai politik
dan berharap bahwa keluarga dan generasinya tidak ada yang masuk ke dunia politik.
Akan tetapi, menurut Park, apa yang selama ini dilakukan oleh Gülen adalah politik.
Penyebaran budaya Turki ketingkat internasional oleh organisasinya akan
memengaruhi konstalasi politik global. Hal ini menjadi kekuatan politik yang dalam
jangka panjang akan terus bertambah besar dan memungkinkan merubah tatanan
skenario „clash of civilization‟. Pendapat ini didukung dengan fakta bahwa pada akhir
2013 di Turki, terdapat gesekan antara pemerintah dan organisasi loyalis Gülen.
Penyebab dari gesekan ini adalah politikus Turki beranggapan bahwa organisasi
12
loyalis Gülen yang semakin lama semakin besar ini akan dapat menggulingkan
pemerintahan. Penyebab lainnya adalah adanya tuduhan korupsi dalam tubuh
organisasi ini.
Park juga menekankan semangat loyalis Gülen dalam menyebarkan ideologi
Gülen dan dialog antar agama. Park juga menjelaskan bahwa adanya sekolah
PASIAD membantu reIslamisasi negara Asia Tengah dan membantu penyebaran
Islam di daerah yang agama mayoritasnya bukan Islam seperti Filipina maupun
negara-negara barat seperti Autralia, Amerika, Perancis dan Rusia. Park menjelaskan
bahwa sekolah PASIAD sengaja dibuka di daerah-daerah tersebut untuk tujuan
dakwah Islam. Namun hal ini tidak menjelaskan fenomena yang terjadi di Indonesia.
Di Indonesia, mayoritas masyarakatnya telah mengenal Islam dan memeluk Islam
moderat jauh sebelum kedatangan sekolah PASIAD. Pada kasus Indonesia, teori dari
Park yang lebih dapat digunakan adalah fungsi PASIAD sebagai kuasa halus untuk
menyebarkan Turkisme.
Park juga mengatakan bahwa organisasi ini adalah wujud dari kuasa halus yang
dimiliki oleh Turki. Meskipun Park belum bisa menunjukan argumentasi atas ciri apa
saja yang dimiliki olehorganisasi ini sehingga dapat dikatakan sebagai kuasa halus.
Selain itu Park juga mengakui bahwa dirinya tidak dapat menunjukan implikasi apa
saja yang dapat dibawa oleh organisasi yang disebutnya sebagai kuasa halus Turki
dalam memberikan keuntungan bagi Turki. Namun dalam tesis ini, akan dipaparkan
bagaimana sekolah PASIAD dapat dikatakan sebagai kuasa halus Turki. Kemudian
13
juga akan dibahas keuntungan yang di dapat Turki dengan adanya sekolah PASIAD
di Indonesia.
Penelitian keempat adalah „The Gülen-Inspired School in Indonesia as a Model
Multicultural Based Education‟ karangan Ade Solihat. Penelitian ini lebih melihat
kepada entitas PASIAD sebagai sekolah yang mengambil nilai-nilai yang ditanamkan
oleh Fetullah Gülen. Nilai-nilai tersebut kemudian membentuk identitas sekolah-
sekolah tersebut menjadi sekolah yang terbuka pada kebebasan dan bernafaskan
multikulturalisme. Dalam penelitian ini, Sholihat mengemukakan bahwa
multikulturalisme yang dibawa PASIAD ini mudah diterima oleh Indonesia karena
identitas awal masyarakat Indonesia yang memiliki diversitas budaya yang tinggi.
Sedangkan dalam tubuh PASIAD yang berakarkan pada pandangan multikulturalisme
yang dibawa oleh Fetullah Gülen tersebut membuat sekolah ini dapat berkembang
dengan baik di Indonesia. Solihat juga menekankan bahwa multikulturalisme akan
terus berkembang di tengah derasnya arus globalisasi yang membuat perbedaan
semakin mencolok. Dalam kondisi demikian, maka hal yang dapat menyatukan
perbedaan tersebut adalah dengan menguatkan rasa toleransi. Semangat inilah yang
diusung oleh PASIAD, yang diyakini dapat menguatkan persatuan di Indonesia,
meskipun sekolah ini berasal dari Turki. Solihat lebih memfokuskan penelitiannya
pada bagaimana multikulturalisme yang diusung oleh sekolah-sekolah PASIAD
mendapatkan tempat di Indonesia. Penelitian ini lebih terarah pada aspek pendidikan
di PASIAD yang sesuai dengan pendidikan di Indonesia dan aspek sosiologis dari
14
multikulturalisme di Indonesia. Meskipun tulisan tersebut telah memaparkan tentang
nilai yang dibawa oleh PASIAD, namun belum membahas tentang peranan nilai itu
sendiri dalam hubungan antara negara Indonesia dan Turki. Maka pada tesis ini akan
dibahas bukan saja tentang nilai-nilai lain yang dibawa oleh PASIAD namun juga
peranan PASIAD sendiri dalam hubungan Indonesia dan Turki secara keseluruhan.
D. Kerangka Konseptual
Power atau kekuasaan selalu menjadi isu utama yang selalu menjadi tujuan
dari negara. Joseph Nye dalam bukunya „The Paradox of American Power‟ (2002: 4),
mendeskripsikan konsep kekuasaan sebagai kemampuan untuk memengaruhi hasil
yang diinginkan, bahkan bila perlu mengubah perilaku orang lain demi terwujudnya
hasil yang diinginkan tersebut. Untuk mendapatkan kekuasaan ini, ada beberapa
alternatif pilihan yang dapat ditempuh oleh sebuah negara. Pilihan untuk
mendapatkan kekuasaan tersebut antara lain adalah dengan mengembangkan hard
power, soft power maupun smart power. Setelah berakhirnya Perang Dunia kedua
pada tahun 1945, popularitas penggunaan kekuatan militer sebagai basis utama hard
power semakin menurun. Dalam perkembangannya, dunia internasional lebih melihat
penggunaan kuasa halus sebagai alat kepentingan yang lebih prospektif. Hal ini
didukung oleh fakta kecenderungan dunia internasional untuk lebih menjaga
perdamaian dan mengurangi konflik bersenjata. Kuasa halus juga mempunyai efek
15
yang berlangsung lebih lama daripada penggunaan Hard power maupun Smart
power.
Tabel 1: Tiga Jenis Power/Kuasa
Perilaku Arus Primer Kebijakan
Pemerintah
Kuasa Militer Koersi
Deterrence
Perlindungan
Ancaman
Paksaan
Diplomasi Koersif
Perang
Aliansi
Kuasa Ekonomi Imbalan
Koersi
Pembayaran
Sanksi
Bantuan
Suapan
Sanksi
Kuasa Halus Ketertarikan
Seting agenda
Nilai
Budaya
Kebijakan
Institusi
Diplomasi Publik
Diplomasi Bilateral
dan Multilateral
Sumber: J.S. Nye, Soft Power: The Means to Success in World Politics. Halaman 31
Kuasa halus terletak pada kemampuan untuk mengatur agenda politik dalam
tatanan yang dapat membentuk preferensi aktor lain. Dalam pengaturan agenda ini,
hal yang dapat memengaruhi preferensi orang lain adalah hal-hal yang bersifat
intangible seperti kebudayaan yang menarik, ideologi, maupun nilai-nilai yang
luhur3. Dengan adanya hal-hal tersebut, aktor yang menjadi tujuan dari penggunaan
kuasa halus ini akan dengan senang hati dan bahkan tanpa disadari akan dapat
3 J.S. Nye, The Paradox of American Power: Why The World‟ Only
Superpower Can‟t Go It Alone, Oxford University Press, New York, 2002, hal. 9
16
bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan dari aktor pemilik kuasa halus. Akan
tetapi yang perlu dicermati disini adalah bahwa kuasa halus tidak hanya semata
terbatas pada peran pengaruh. Apabila hanya tentang pengaruh, maka hard power pun
dapat pula memengaruhi dengan memberikan ancaman maupun sanksi militer, begitu
pula smart power yang dapat memberikan pengaruh melalui pemberian dana bantuan
maupun embargo. Namun, yang lebih ditekankan dalam kuasa halus adalah
kemampuan untuk dapat memancing ketertarikan. Dimana wujud dari ketertarikan
dan kekaguman itu dapat menciptakan kepatuhan. Tabel yang menjelaskan tentang tiga jenis kekuatan menurut Joseph Nye,
turut menjelaskan bahwa dalam kuasa halus, untuk mendapatkan ketertarikan, maka
dapat melalui kebijakan pemerintah yaitu dengan menggunakan diplomasi publik.
Diplomasi publik dapat diartikan sebagai program pemerintah yang bertujuan untuk
menginformasikan ataupun memengaruhi opini publik di negara lain4. Jan Melissen
dalam „The New Public Diplomacy‟ juga mengatakan bahwa diplomasi publik
merupakan instrument dari kuasa halus. Jan juga percaya bahwa diplomasi publik
modern bukan lagi pada ranah pemerintah ke rakyat di negara lain, namun dapat juga
dilakukan oleh pihak yang merepresentasikan negara kepada masyarakat di negara
4 C. Wolf Jr & Brian Rosen, Public Diplomacy: How to Think about and
Improve It? Rand Cooperation, California, 2004, hal. 15
17
lain5. Makna dari diplomasi publik telah mengalami perluasan, sehingga dapat
mengakomodir lebih banyak pihak yang terlibat.
Dalam tabel tersebut, Nye juga menjelaskan bahwa sumber kuasa halus di
suatu negara dapat diperoleh dari tiga hal berikut: budaya (yang dapat memicu
ketertarikan negara lain), nilai-nilai politik (yang berkembang di dalam dan luar
negeri), dan kebijakan politik luar negeri (yang terlegitimasi serta memiliki otoritas
moral).6 Kebudayaan sendiri merupakan salah satu spektrum dari diplomasi publik.
Nilai-nilai suatu negara terbungkus dalam budaya yang menjadi identitasnya. Oleh
karena itu, budaya yang menjadi sarana diplomasi publik mempunyai nilai
keefektifan yang tinggi guna membentuk kuasa halus. Budaya dari suatu negara yang
kemudian memengaruhi masyarakat di negara lainnya sehingga membentuk tindakan
dan pola pikir yang sama di antara masyarakat dapat menjadi jalan akan terciptanya
hubungan jangka panjang antara kedua negara.
Namun, potensi suatu budaya untuk menjadi kuasa halus sendiri hanya akan
terhenti sebagai soft power resources atau sumber kuasa halus apabila tidak
dimanfaatkan secara benar. Hal ini dapat dikarenakan apabila suatu negara memiliki
budaya yang luhur, yang didalamnya terdapat nilai-nilai yang tinggi dan norma yang
dirasakan bersama, namun budaya tersebut tidak dikembangkan ke negara lain
5 J. Melissen, The New Public Diplomacy; Soft Power in International
Relation, New York: Palgrave Macmillan, 2005, hal. 22 6 J.S. Nye, Soft Power: The Means to Success in World Politic,
PublicAffairstm
, New York, 2004, hal. 11
18
sehingga tidak dapat berfungsi sebagai kuasa halus. Proses bagaimana kuasa halus
dapat bekerja dan diterima oleh masyarakat negara lain dijelaskan oleh Alexander
Vuving melalui konsep arus kuasa halus (soft power currencies).
Arus kuasa halus dapat menunjukan sejauh mana suatu kuasa halus dapat
diterima dan direpon oleh masyarakat di negara penerimanya. Lebih jauh lagi,
Vuving membagi arus kuasa halus tersebut dalam tiga golongan besar yaitu beauty/
keindahan, brilliance/ kecermerlangan dan benignity/ keramahan. Dimana keindahan
adalah saat dimana masyarakat merasakan adanya kesamaan ide dan nilai dengan
negara asal kuasa halus. Proses ini kemudian menimbulkan rasa saling memiliki/
shared value yang memunculkan rasa kepercayaan dan persatuan. Kecemerlangan
berarti menonjolkan pencapaian yang telah diperoleh negara penghasil kuasa halus,
sehingga masyarakat di negara lain akan merasa kagum terhadap negara tersebut.
Kecemerlangan dapat memberikan dua efek kepada masyarakat penerimanya yaitu
efek segan dan keinginan untuk meniru negara asal kuasa halus tersebut. Yang
terakhir adalah keramahan yang dapat didefinisikan perilaku yang dianggap baik
terhadap masyarakat negara lain yang akan dibalas dengan perlakuan yang serupa.
Hasil dari keramahan dapat berupa sikap ramah, toleransi terhadap perbedaan, tidak
menentang, memberikan bantuan bahkan dapat berupa pemberian perlindungan.
19
E. Argumen Utama
Merujuk pada kerangka konseptual kasus ini, penulis berargumen bahwa
sekolah PASIAD yang didirikan di Indonesia sebagai suatu bentuk kuasa halus Turki
sehingga dengan mudah dapat berkembang dengan pesat di Indonesia, yang
implikasinya dapat meningkatkan hubungan kerjasama jangka panjang yang terjaga
dengan baik antara Turki dan Indonesia. Jika dilihat dari sasaran diplomasinya,
terlihat bahwa sekolah PASIAD adalah salah satu bentuk diplomasi publik.
Diplomasi publik ini memiliki tujuan membangun pemahaman mengenai ide dan
nilai positif dari negara pelakunya, termasuk di dalamnya institusi dan budaya yang
dimiliki serta tujuan yang hendak dicapai melalui kebijakan pemerintah7. Diplomasi
yang langsung ditujukan pada ranah masyarakat (people to people contact) ini
dilakukan dengan tujuan menggalang simpati masyarakat secara langsung terhadap
Turki. Karena simpati merupakan salah satu hasil dari kuasa halus, maka dengan
diperolehnya simpati masyarakat, berarti kuasa halus suatu negara telah sampai pada
masyarakat yang menjadi targetnya. Sehingga jalur pendidikan yang ditempuh
PASIAD sebagai diplomasi publik adalah instrumen kuasa halus yang efektif.
Diplomasi publik dalam sekolah-sekolah PASIAD lebih menonjolkan
diplomasi budayanya. Diplomasi kebudayaan ini terselip dalam program-program
sekolah yang dimiliki PASIAD. Dalam kurikulum sekolah PASIAD ini terdapat
7 H.N. Tuch, Communicating with the World: The US Public Diplomacy
Overseas, St. Martin‟s Press, New York, 1990, hal.3
20
begitu banyak muatan budaya Turki. Selain pada program sekolah, sering kali
PASIAD melakukan open house ataupun bakti masyarakat dengan memperkenalkan
karya seni, filsafat, kuliner maupun tujuan wisata yang menjadi khas Turki. Terlebih
lagi, kebudayaan Turki dan Indonesia memiliki banyak kemiripan, sehingga lebih
mudah diterima masyarakat Indonesia. Itulah alasan PASIAD dapat diterima dengan
baik dan berkembang dengan pesat di Indonesia.
Selain memperkenalkan budaya tradisionalnya, diajarkan pula nilai-nilai
positif seperti rela berkorban dan toleransi dalam karakteristik pengajaran di sekolah
PASIAD yang dapat membuat masyarakat Indonesia mengagumi kebudayaan Turki
tersebut. Rasa kagum yang dihasilkan dari penyebaran budaya pada masyarakat
Indonesia ini kemudian menjadi sebuah kuasa halus yang kuat bagi Turki. Kuasa
halus ini kemudian menjadi penting, karena dengan adanya kuasa halus masyarakat
Indonesia tidak akan menjadi skeptis bahkan cenderung mendukung kebijakan luar
negeri Turki di Indonesia. Pada pemerintahan yang demokratis, dukungan dari
masyarakat menjadi tolak ukur yang penting bagi pemerintah dalam menentukan
kebijakannya.Teori PASIAD sebagai kuasa halus dapat menjawab pertanyaan
mengenai alasan PASIAD sebagai sekolah swasta asing dapat berkembang dengan
pesat di Indonesia. Pertanyaan pertama ini dapat dijawab dengan menganalisis
kegiatan-kegiatan PASIAD yang berfungsi sebagai arus kuasa halus ke masyarakat
sehingga dapat menghasilkan simpati dan penerimaan.
21
Kuasa halus yang sukses dari Turki ini akan menjadi jembatan bagi Turki untuk
melegitimasi kepentingannya terhadap Indonesia serta membangun kerjasama jangka
panjang antara kedua negara. Kepentingan Turki terhadap Indonesia ini dapat dilihat
dari berbagai aspek, baik aspek politik maupun ekonomi. Tingkat keberhasilan dari
kuasa halus dapat diukur dari sejauh mana kuasa halus menghasilkan keramahan,
kecemerlangan dan keindahan bagi negara pemrakarsanya. Sehingga, walaupun
sasaran langsung dari kuasa halus ini adalah masyarakat, namun efek dari kuasa halus
ini dapat dirasakan dalam ranah Government to Government. Implikasi penggunaan
kuasa halus PASIAD di Indonesia dapat menjawab pertanyaan kedua mengenai peran
PASIAD dalam hubungan Turki-Indonesia.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini disusun dengan konsep deskriptif analitis. Penulis akan
memaparkan data-data dan teori yang digunakan dalam penulisan penelitian ini,
kemudian dengan konsep dari teori yang telah dipaparkan, data-data yang dibutuhkan
akan dianalisa. Spesifikasi data yang diperlukan dalam menyusun penelitian ini antara
lain dinamika hubungan Turki dan Indonesia, serta kerjasama budaya yang terdapat
dalam sekolah PASIAD yang memengaruhi hubungan Turki dan Indonesia. Selain itu
juga dibutuhkan informasi tentang data-data sekolah PASIAD di luar negeri serta
dinamika hubungan sekolah PASIAD dengan pemerintah Turki. Kemudian, juga
akan diteliti respon masyarakat Indonesia dengan adanya sekolah PASIAD yang
22
bermuatan budaya Turki sebagai tolak ukur kesuksesan kuasa halus yang dimiliki
Turki.
G. Sistematika Penulisan
Tesis ini akan terbagi dalam lima bab. Dimana bab satu akan memuat
pendahuluan. Pendahuluan ini memaparkan latar belakang masalah, rumusan
masalah, reviu literatur, kerangka konseptual, argumentasi utama, metode penelitian
dan sistematika penulisan. Kemudian pada bab dua akan dijelaskan berkembangnya
sekolah PASIAD di Turki serta latar belakangnya di Indonesia. Isi dari bab ini antara
lain adalah PASIAD Turki yang mencangkup profil dari Fetullah Gülen sebagai
pencetus PASIAD, dan perkembangan PASIAD di Turki. Selain itu pada sub bab dua
juga terdapat penjelasan tentang sekolah PASIAD di dunia dan PASIAD di Indonesia
yang meliputi poin kesuksesan PASIAD di Indonesia dan sistem pendidikannya. Pada
bab tiga penulis menganalisa sekolah PASIAD sebagai bentuk dari kuasa halus Turki
di Indonesia. Bab ini akan diawali dengan uraian tentang mekanisme PASIAD
sebagai kuasa halus. Di dalamnya juga terdapat penjelasan bagaimana PASIAD
sebagai suatu organisasi swasta dapat disebut sebagai kuasa halus, serta program-
program PASIAD bagi warga sekolahnya yang berpotensi menyalurkan nilai dan
budaya Turki, seperti pemanfaatan program sekolah, pemberian beasiswa Turki dan
summer school serta publikasi media. Sedangkan pada sub bab berikutnya dijelaskan
23
analisis kuasa dari PASIAD melalui pendekatan arus kuasa halus. Kegiatan PASIAD
yang ditujukan pada masyarakat dan dapat dijadikan sebagai arus kuasa halus antara
lain: pameran iptek, seni budaya, fesyen, bakti masyarakat, nilai toleransi dam
universalitas dalam PASIAD, penyebaran bahasa dan studi Turki di perguruan tinggi
serta promosi pariwisata.
Pada bab empat pembahasan akan difokuskan pada implikasi dari adanya
sekolah PASIAD bagi hubungan antara Indonesia dan Turki. Bab ini dimulai dengan
penjelasan tentang gambaran umum hubungan Indonesia dan Turki, yang diperinci
dengan garis waktu hubungan Turki dan Indonesia pada masa perang dingin dan
setelah perang dingin. Selanjutnya juga dijelaskan hubungan Turki dan Indonesia di
berbagai bidang seperti pada bidang ekonomi perdagangan, investasi, pariwisata,
pendidikan dan kesehatan. Terakhir, pada bab lima penulis akan memaparkan
simpulan dengan melakukan reviu secara singkat atas jawaban dari rumusan masalah
serta manfaat yang dapat diambil dari topik penelitian yang dikaji bagi ilmu
hubungan internasional dan Indonesia.