38
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada umumnya mengalami permasalahan kehidupan. Permasalahan kehidupan tersebut ditemui diberbagai aspek yaitu, keluarga, lingkungan, dunia kerja, dan lain sebagainya. Munculnya permasalahan kehidupan menjadi sebuah konflik yang berkepanjangan dan dapat diselesaikan melalui usaha aktif atau penolakan secara pasif (Badeni, 2013:17). Konflik yang dihadapi oleh manusia berupa kelainan perilaku dan pikiran mengakibatkan munculnya permasalahan dalam kehidupannya (Minderop, 2010:1). Hubungan antarmanusia atau kelompok, seringkali berakhir atau diwarnai oleh berbagai bentuk konflik. Penyebab hubungan tersebut manusia memiliki perbedaan dalam tujuan dan kepentingan. Konflik terjadi karena perselisihan atau perjuangan dua pihak yang mengganggu dengan sengaja untuk pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya. Davidoff (1991:178) menyatakan bahwa konflik adalah sesuatu yang timbul akibat benturan beberapa kebutuhan, harapan, keinginan, dan tujuan yang tidak bersesuaian, sehingga menyebabkan persaingan dan perasaan tidak nyaman. Manusia yang memiliki konflik berkepanjangan dan kompleks mengakibatkan terbentuknya dinamika konflik. Dinamika konflik dapat

BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id filenovel dan sebagainya (Krahmadie, 2010:1). Novel merupakan karya fiksi pengungkap aspek-aspek kemanusiaan secara mendalam. Novel diartikan

  • Upload
    haliem

  • View
    234

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada umumnya mengalami permasalahan kehidupan.

Permasalahan kehidupan tersebut ditemui diberbagai aspek yaitu, keluarga,

lingkungan, dunia kerja, dan lain sebagainya. Munculnya permasalahan

kehidupan menjadi sebuah konflik yang berkepanjangan dan dapat

diselesaikan melalui usaha aktif atau penolakan secara pasif (Badeni,

2013:17). Konflik yang dihadapi oleh manusia berupa kelainan perilaku dan

pikiran mengakibatkan munculnya permasalahan dalam kehidupannya

(Minderop, 2010:1).

Hubungan antarmanusia atau kelompok, seringkali berakhir atau

diwarnai oleh berbagai bentuk konflik. Penyebab hubungan tersebut manusia

memiliki perbedaan dalam tujuan dan kepentingan. Konflik terjadi karena

perselisihan atau perjuangan dua pihak yang mengganggu dengan sengaja

untuk pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya. Davidoff (1991:178)

menyatakan bahwa konflik adalah sesuatu yang timbul akibat benturan

beberapa kebutuhan, harapan, keinginan, dan tujuan yang tidak bersesuaian,

sehingga menyebabkan persaingan dan perasaan tidak nyaman.

Manusia yang memiliki konflik berkepanjangan dan kompleks

mengakibatkan terbentuknya dinamika konflik. Dinamika konflik dapat

2

diartikan sebagai sebuah persoalan kehidupan manusia secara terus-menerus

sehingga menimbulkan perubahan dalam tata hidup manusia yang

bersangkutan menjadi kompleks. Konflik yang dinamis akan berdampak pada

masa depan manusia tersebut. Konflik dapat membawa manusia menjadi

hidup lebih baik atau lebih buruk apabila tidak terselesaikan dengan benar.

Dinamika konflik perlu ditelaah serta dijelaskan penyebabnya melalui proses

interaksi terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Keberagaman konflik dalam

realitas kehidupan juga berimbas pada keberagaman karya sastra.

Tokoh dalam karya sastra menggalami konflik di berbagai aspek hidup

dan kehidupan. Konflik seorang tokoh yang tidak terselesaikan dan semakin

kopleks menyebabkan kehidupan menjadi rumit. Tokoh yang memiliki

konflik dalam karya sastra mewakili konflik manusia dalam kehidupan

realitas. Pertimbangan tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa,

pengarang membuat karya sastra menambahkan pengalaman pribadinya dan

pengalaman tersebut dialami oleh manusia lainnya (Minderop, 2010:59).

Karya sastra lahir tidak dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1984:11).

Sebuah karya sastra menggambarkan bagaimana keadaan zaman yang sedang

terjadi pada saat karya sastra itu dilahirkan. Perkembangan karya sastra pun

terjadi sangat pesat ditandai dengan munculnya jenis-jenis karya sastra

modern. Seiring perkembangan karya sastra modern, mempengaruhi

berkembangnya karya sastra Jawa dengan munculnya genre baru dalam

3

kesusastraan Jawa yang berbentuk geguritan, cerita cekak, cerita bersambung,

novel dan sebagainya (Krahmadie, 2010:1).

Novel merupakan karya fiksi pengungkap aspek-aspek kemanusiaan

secara mendalam. Novel diartikan sebagai pemberi konsentrasi kehidupan

lebih tegas. Karya sastra berbentuk novel mengandung nilai-nilai yang dapat

dijadikan sebagai pedoman hidup. Nilai berbentuk pesan serta ajaran moral

oleh pengarang kepada pembacanya (Semi, 2012:32).

Salah satu karya sastra berbentuk novel, yaitu Pupus Kang Pêpês karya

Suharmono Kasiyun. ecara leksikal kata Pupus dalam Kamus Bausastra artinya

1.godhong kang enom ing pucuk „daun muda di ujung tanaman‟, sedangkan

kata Pêpês artinya 2.ilang kakuwatane „kekuatan yang hilang‟; 2.alum/tugel

„patah‟ atau „mati‟. Segi gramatikal Pupus Kang Pêpês bermakna Pupus pisang

yang ditanam sepanjang tepi kampus menjadi patah. Pupus yang belum mekar

dan sudah patah sebelum menjalankan kewajibannya. Pupus Kang Pêpês di

tengah perjalanan kehidupan, akhirnya Pêpês di tengah jalan. Kehidupan baru

dimulai dengan melaksanakan kewajiban dan harapan untuk mendapatkan

kebahagiaan, akan tetapi dihancurkan oleh berbagai konflik dalam

kehidupannya.

Novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun diterbitkan oleh

Yayasan Mitra Alam Sejati (MIAS), Perumahan Bandulan Permai Blok E/87,

Sukun, Malang. Sampul depan bergambar seorang wanita di sebelah kanan dan

seorang pria di sebelah kiri dengan tulisan judul di bawahnya. Bagian sampul

4

belakang berisikan biografi pengarang dengan beberapa karyanya serta

cuplikan isi cerita. Ilustrasi oleh repro Panyebar Semangat, cetakan pertama

pada tahun 1998 dengan tebal iii+ 117 halaman (PKP, 1998: i-iii;1-117).

Novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasijun mengisahkan

Doktor Subekti. Doktor Subekti selanjutnya akan disingkat menjadi Dr.

Subekti. Ia adalah doktor lulusan Amerika Serikat dengan berlatar dunia

pendidikan. Dr. Subekti meninggalkan keluarga kecilnya di Indonesia demi

melanjutkan studi doktor di University of Kentucky, Lexington Amerika

Serikat. Keberhasilan tidak merubah kehidupannya menjadi bahagia, akan

tetapi menjadi hancur berantakan. Pengarang memaparkan berbagai macam

konflik yang timbul dalam kehidupan tokoh utama tersebut.

Karya sastra merupakan luapan atau penjelmaan kepribadian, perasaan,

pikiran dan pengalaman pengarangnya (Pradopo, 1995: 114). Pengarang novel

Pupus Kang Pêpês, Suharmono Kasiyun lahir di Kauman, Sumoroto,

Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur tahun 1953, pernah mengajar di Jurusan

Bahasa Jawa di Surabaya (1980−1988) dan sekarang mengajar di Jurusan

Bahasa Indonesia FBS di Universitas Negeri Surabaya.

Suharmono Kasiyun saat ini masih aktif dan produktif dalam menulis

karya sastra yang berbentuk geguritan, cerita cekak, dan novel. Suharmono

Kasiyun memiliki kekhasan tersendiri. Banyak karya beliau yang mendapatkan

penghargaan. Karya selain Pupus Kang Pêpês yang merupakan novel

berbahasa Jawa Kidung Katresnan mendapatkan juara harapan dalam

5

Sayembara Novel Pusat Kesenian Jawa Tengah tahun 1982 serta diterbitkan

oleh majalah Panjebar Semangat dengan judul Asmaradana, dan novel

berbahasa Indonesia Den Bagus juga mendapatkan juara harapan pada

Sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta tahun 1980.

Alasan dipilihnya novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun

sebagai objek penelitian karena novel berbahasa Jawa tersebut dipaparkan

secara detil lingkungan sosial masyarakatnya serta berbagai konflik yang kuat

dialami oleh sosok Dr. Subekti. Sumber utama konflik dimulai dari konflik

keluarga. Pengarang memaparkan berbagai isu sebagai usaha penghancuran

tokoh Dr. Subekti melalui, persahabatan, seksual, profesionalitas, dan attitude.

Konflik menjadi semakin melebar dan kompleks dipaparkan secara detil

dengan mempergunakan daya imaginatif yang tinggi sehingga cerita tampak

seperti kejadian nyata serta menambah daya tarik untuk diteliti.

Alasan lain memilih novel Pupus Kang Pêpês sebagai objek kajian

penelitian yakni novel tersebut merupakan salah satu karya Suharmono

Kasiyun yang pernah mendapatkan penghargaan Rancage Sastra Jawa. Novel

ini sebelumnya telah diterbitkan dalam bentuk cerita bersambung oleh majalah

Panjebar Semangat dan mendapatkan juara yang karena dianggap sebagai

karya terbaik yang pernah dimuat di majalah tersebut.

Novel Pupus Kang Pêpês pernah diterbitkan dalam bentuk cerita

bersambung oleh majalah Panjebar Semangat dengan isi cerita yang sama.

6

Cerita bersambung tersebut kemudian dijadikan skripsi oleh F. Pramudjianto

NIM. C.0188.017 pada hari Jumat, 17 Februari 1995 dengan judul Jalinan

Cakrawala Psikologis Tokoh-tokoh Cerita Bersambung “Pupus Kang Pêpês”

Karya Suharmono Kasiyun.

Penelitian ini dikaji dengan menggunakan pendekatan strukturalisme

genetik. Pendekatan strukturalisme genetik Goldmann telah disempurnakan

sehingga memiliki makna. Setiap gejala memiliki arti apabila dikaitkan dengan

struktur yang lebih luas, demikian seterusnya hingga setiap unsur menopang

totalitasnya (Ratna, 2009:122).

Wellek dan Austin Warren (1989:134−153) beranggapan bahwa karya

sastra yang berhubungan dengan pemikiran pengarang sebagai studi sastra salah

satunya dengan pendekatan ekstrinsik. Wellek beralasan sastra sering dilihat

sebagai suatu bentuk pemikiran yang terbungkus secara khusus. Dengan

demikian, sastra dianalisis untuk mengungkapkan sejarah lahirnya karya sastra,

bertolak dari realitas atau kenyataan dasar kehidupan dunia yang ada

didalamnya. Analisis terhadap suatu karya sastra melalui unsur intrinsik dan

ekstrinsik akan membuktikan bahwa karya sastra merupakan suatu kesatuan

utuh yang terkait.

Pemahaman karya sastra melalui analisis struktur akan dilakukan

dengan analisis dari segi strukturalisme genetiknya meliputi tiga aspek penting,

yaitu: (1) aspek intrinsik karya sastra, (2) latar belakang pencipta, dan (3) latar

7

belakang sosial budaya masyarakat sehingga analisis strukturalisme genetik ini

mengutamakan aspek kesejarahan lahirnya suatu karya sastra oleh pengarangya

(Endraswara, 2013:60).

Goldmann menyatakan, untuk menghasilkan sebuah totalitas

menawarkan metode dialektik yang prinsipnya pengetahuan mengenai fakta -

fakta kemanusiaan akan tetap abstrak apabila tidak mengintegrasikannya ke

dalam keseluruhan (dalam Rokhmansyah, 2014:75). Konsep metode dialektik

yaitu “keseluruhan - bagian” dan “pemahaman - penjelasan”. Memahami karya

sastra secara dialektik pertama dengan memahami bagian yang menyusun

karya sastra, kedua memahami karya sastra itu sendiri sebagian dari

keseluruhan yang lebih besar (Anwar, 2010:116).

Penelitian karya sastra novel bahasa Jawa sejenis atau hampir sama

yang telah diteliti sebelumnya dan akan dijadikan acuan sebagai berikut.

1. Jurnal, Ekspresi Pandangan Dunia Kelompok Sosial Pengarang dalam

Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata oleh Burhan Nurgiyantoro, A.

Efendi, Dkk. Tahun 2013. ISBN. 1412-2596. Jurnal Litera (jurnal

penelitian bahasa, sastra, dan pengajarannya) Vol.12 No.1. Fakultas Bahasa

dan Sastra Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

2. Skripsi, Dominasi Kekuasaan Kaum Elit terhadap Rakyat Kecil dalam

Antologi Cerita Cekak Pasewakan (Suatu Tinjauan Strukturalisme

Genetik) oleh Puterie Arnie Krahmadie tahun 2014. NIM C0109031,

8

Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Ilmu budaya, Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Skripsi, Solidaritas Masyarakat Jawa dalam Cerbung Pak Guru Karya

Suhindriyo (Suatu Tinjauan Strukturalisme Genetik) oleh Wahyu Edi

Susanto tahun 2014. NIM. C0110063, Jurusan Sastra Daerah, Fakultas

Ilmu budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Skripsi, Pandangan Dunia Pengarang dalam Tragedi Antologi Cerkak

Mawar Abang Karya Ariesta Widya (Suatu Tinjauan Strukturalisme

Genetik) oleh Siti Nurjanah tahun 2015 NIM. C0111033, Jurusan Sastra

Daerah, Fakultas Ilmu budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Bertolak pada paparan di atas, penelitian dilakukan dengan judul

DINAMIKA KONFLIK SOSOK DOKTOR SUBEKTI DALAM NOVEL

PUPUS KANG PÊPÊS KARYA SUHARMONO KASIYUN dengan

mempergunakan PENDEKATAN STRUKTURALISME GENETIK belum

pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menarik dan perlu dilakukan

karena relevan dengan dinamika pandangan pengarang dewasa ini.

Berdasarkan unsur-unsur struktural, bentuk-bentuk masalah dasar manusia

terhadap dinamika konflik sosok Dr. Subekti dalam novel Pupus Kang Pêpês,

diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembaca secara praktis

maupun secara teoretis sebagai berikut.

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian terhadap novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono

Kasiyun bermanfaat bagi pembaca dapat digunakan sebagai referensi bagi

9

penelitian selanjutnya. Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai

pengetahuan masyarakat memahami dinamika konflik yang dialami oleh sosol

Dr. Subekti melalui jalinan alur cerita, berkaitan dengan unsur-unsur pembangun

karya sastra, strukturalisme genetik, dan bentuk konflik. Selain itu, penelitian

dapat dimanfatkan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut dengan

pendekatan lain.

2. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian terhadap novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono

Kasiyun ini mempergunakan tinjauan strukturalisme genetik serta teori-teori

pendukung lainnya. Manfaat secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat

memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya konflik batin serta respons

pengarang terhadap dunianya melalui studi karya sastra melalui pendekatan

strukturalisme genetik.

B. Batasan Masalah

Novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun dapat dilihat dari

berbagai aspek yakni, aspek struktural, bahasa dan sastra, antropologi,

psikologi tokoh, dan strukturalisme genetik.

Berdasarkan unsur pembangun karya sastra, novel Pupus Kang Pêpês

memiliki jalinan yang menarik. Tema serta permainan alur yang dirangkai oleh

pengarang dapat membuat pembaca merasakan kekhasan cerita. Jalinan alur

terdapat beragam konflik batin tokoh dalam menghadapi kehidupannya. Jalinan

alur yang diciptakan pengarang dengan pemberian isu-isu disetiap tahap

10

menambah ketegangan cerita. Ironi dibangun secara imajinatif oleh pengarang

dan membuat cerita tampak lebih berwarna.

Berdasarkan bahasa yang dipergunakan pengarang dalam novel Pupus

Kang Pêpês adalah bahasa Jawa ragam ngoko. Novel karya Suharmono

Kasiyun ini terdapat berbagai macam istilah dalam bahasa Jawa dan bahasa

Indonesia, misal kendo tapihe, njanur gunung, balewismane, manglocita.

Istilah dalam bahasa Indonesia, misal „korban bisnis pendidikan‟, „introvet‟.

Berdasarkan aspek antropologi, novel Pupus Kang Pêpês memuat 2

aspek budaya dipadukan dalam sebuah cerita. Budaya Barat tergambarkan oleh

sosok tokoh Subekti sebagai pelajar lulusan Amerika Serikat sehingga

berpengaruh pada kepribadiannya. Budaya barat dari segi kapitalis, tercermin

pada sosok Endra tokoh yang memiliki jiwa ekonomi tinggi, berpikir realistis,

serta berkredibilitas tinggi. Budaya Timur tercermin dalam perilaku tokoh

utama dan penamaan tokoh utama. Dilihat dari penamaan tokoh yakni Subekti

berarti „Su‟ lebih dan „Bekti‟ berbakti, sehingga tokoh tersebut memiliki

perilaku yang penurut serta berbakti.

Berdasarkan aspek psikologi tokoh-tokoh dalam novel Pupus Kang

Pêpês, jalinan tokoh-tokoh dengan beragam karakter dihadirkan untuk

menambah kekompleksan cerita, sehingga tampak realistis. Tokoh dalam novel

tersebut bekisar 31 tokoh dengan karakter yang beraneka ragam fisik dan

psikisnya. Kajian berdasarkan psikologi hanya mengacu terhadap karya dan

psikis tokoh, kiprah tokoh dalam menghadapi permasalahannya (segi frustasi),

11

kepribadian tokoh dan sebatas cara untuk penanganan psikis tokoh dalam novel

tersebut telah diteliti sebelumnya.

Berdasarkan aspek strukturalisme genetik, sebuah karya sastra dikupas

dimulai dari latar belakang pembuatan karya oleh pengarang, dari segi unsur

pembangun karya sastranya, serta sosial masyarakat dalam cerita tersebut.

Berbeda dengan sosiologi yang nantinya menjelaskan bagaimana sistim

kekerabatan, segi sosial masyarakatnya saja. Strukturalisme genetik dengan

pemikiran Goldmann menjadikan karya sastra terkupas dari sisi unsur

pembangunnya serta sisi sosial masyarakatnya dengan segala konflik di

dalamnya.

Penelitian ini membatasi diri pada aspek struktural dan strukturalisme

genetik. Penelitian akan dilakukan pembahasan analisis struktur berdasar

Pembahasan selanjutnya analisis strukturalisme genetik meliputi tiga aspek,

yaitu (1) aspek intrinsik karya sastra, yakni membahas tema, alur, penokohan,

latar, penyudutpandangan, dan amanat. (2) keadaan sosial masyarakat dan

analisis dinamika konflik (3) latar belakang pembuatan karya sastra serta

dipaparkan respons Suharmono Kasiyun terhadap konflik tokoh utama tersebut

dengan segala permasalahannya. Pembatasan masalah dilakukan karena untuk

mendapatkan penelitian secara menyeluruh diperlukan analisis fisik karya

sastra serta wawancara terhadap pengarang untuk mendukung kevalidan data.

12

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang yang telah diungkapkan, maka permasalahan

yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah keterkaitan antarunsur struktur novel Pupus Kang Pêpês karya

Suharmono Kasiyun?

2. Bagaimanakah bentuk konflik pada sosok Dr. Subekti dalam novel Pupus

Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun?

3. Bagaimanakah Suharmono Kasiyun sebagai pengarang merespons dinamika

konflik dalam novel Pupus Kang Pêpês pada kehidupan masyarakat dewasa

ini?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mengupas dinamika konflik dalam novel Pupus Kang

Pêpês antara lain.

1. Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur struktur novel Pupus Kang Pêpês

karya Suharmono Kasiyun.

2. Mendeskripsikan bentuk-bentuk konflik sosok Dr. Subekti dalam novel

Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun.

3. Mengungkapkan respons Suharmono Kasiyun terhadap dinamika konflik

dalam novel Pupus Kang Pêpês pada kehidupan masyarakat dewasa ini.

13

D. Landasan Teori

Meneliti sebuah objek kajian dalam suatu penelitian diperlukan teori

dan pendekatan yang tepat berdasar objek kajian tersebut. Teori yang tepat

akan menghasilkan penelitian yang mendekati sempurna. Penelitian dengan

objek kajian novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun

membutuhkan teori yang terkait dengan masalah-masalah yang dibahas.

Teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Hakikat Novel

Novel berasal dari bahasa Italia Novella dan dalam bahasa Jerman

Novelle. Novella secara harfiah adalah sebuah barang baru dan kecil yang

kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Novella dan

Novelle dianggap bersinonim dengan fiksi (Nurgiyantoro, 2007:9).

Novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat

yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas (Semi, 2012:32). Novel

diciptakan oleh pengarang berdasar pengalaman hidup atau fenomena yang

terjadi dalam masyarakat disertai dengan sentuhan-sentuhan imajinasi

pengarang. Pengarang melalui karya sastranya dapat melukiskan secara jelas

peristiwa yang terjadi di suatu tempat dan waktu tertentu (Stanton, 2012:90).

Novel sebagai hasil cipta sastra, dari satu sisi dapat berfungsi sebagai

cermin dari masyarakat. Novel dapat dianggap sebagai alat perekam

kehidupan masyarakat pada suatu waktu dan pada suatu tempat. Anggapan

tersebut dibenarkan karena sebagai karya sastra,berjenis novel tidak hanya

14

berdasar kepada imajinasi pengarang belaka. Imajinasi pengarang tidak

mungkin berkembang jika pengarang tidak mempunyai pengetahuan yang

baik tentang realitas objektif.

2. Dinamika Konflik

Dinamika berasal dari kata Dynamic (Yunani) yang bermakna

“Kekuatan” (force). Dinamika adalah tenaga, kekuatan, selalu bergerak,

berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan.

Dinamika merupakan sebuah proses perubahan yang terjadi dalam setiap

elemen masyarakat, baik individu maupun kelompok. Slamet Santoso

(2005:5) berpendapat bahwa dinamika berarti sebuah tingkah laku warga yang

satu secara langsung mempengaruhi warga lain secara timbal balik. Dinamika

juga memiliki arti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota

kelompok yang satu dengan anggota kelompok secara keseluruhan.

Cassell Concise English Dictionary (1989), Konflik didefinisikan

sebagai “a fight, a collision; a strunggle, a contest; opposition of interest,

opinions or purposes; mental strife, agony” yang berarti sebuah pertarungan,

benturan, pergulatan, pertarungan pertentangan kepentingan, opini-opini atau

tujuan-tujuan, pergulatan mental, dan penderitaan batin (dalam Lacey,

2003:17).

Dinamika konflik adalah sebuah persoalan kehidupan manusia yang

dialami secara terus-menerus akan menimbulkan perubahan dalam tata hidup

manusia yang bersangkutan menjadi kompleks. Kedinamisan konflik yang

15

dirasakan oleh manusia berdampak pada masa depannya. Konflik membawa

manusia untuk hidup lebih baik dan konflik juga dapat merusak kehidupan

apabila tidak terselesaikan dengan benar.

Proses interaktif antara manusia dengan lingkungan, tidak selalu

berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh anggota masyarakat. Hal ini

menimbulkan ketidak sesuaian dalam berinteraksi. Ini disebabkan adanya

unsur-unsur yang tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga

menyebabkan kekacauan dan penderitaan bagi anggota masyarakat. Gejala ini

muncul dan menjadi sebuah konflik dalam suatu masyarakat. Dinamika

konflik dalam suatu kehidupan perlu untuk dikupas dan dijelaskan

penyebabnya melalui proses interaksi terhadap kehidupan masyarakat sekitar

(Soekanto, 1990: 342).

3. Teori Struktural

Pendekatan struktural adalah suatu kerja penelitian yang tidak boleh

ditinggalkan, karena struktural merupakan kerangka pokok bangunan dari

sebuah karya sastra. Teori Struktural termasuk dalam pendekatan objektif,

yaitu pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai “makhluk” berdiri

sendiri yang bersifat otonom, terlepas dari alam sekitarnya baik pembaca

bahkan pengarangnya sendiri (Sangidu, 2004:1). Bertolak dari asumsi dasar

tersebut, teori strutural harus dilihat sebagai sosok yang berdiri sendiri terlepas

dari hal-hal di luar dirinya (Semi, 2012:84). Analisis struktural karya sastra

16

fiksi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, mendeskripsikan

fungsi, serta hubungan antar unsur intrinsik (Nurgiyantoro, 2007:37). Analisis

struktur dalam penelitian, penekanan terbatas pada tema, penokohan, latar,

alur, sudut pandang, dan amanat.

Sesuatu dikatakan mempunyai struktur apabila membentuk suatu

kesatuan yang utuh, bukan merupakan jumlah dari bagian-bagian semata.

Hubungan antar bagian dalam struktur tidak bersifat kuantitatif, melainkan

kualitatif (Faruk, 2012:155—156).

17

a. Tema

Gory Keraf (1994) menjelaskan bahwa tema berasal dari kata thithnai

(bahasa Yunani) yang berarti menempatkan, meletakkan. Jadi, menurut arti

katanya “tema” adalah sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah

ditempatkan (dalam Wahyuningtyas, 2011:2). Tema menurut Stanton dan

Kenny adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita (Nurgiyantoro,

2007:67).

Tema adalah dasar atau makna suatu cerita, tema adalah pandangan

hidup yang tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian

nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membanggun dasar atau gagasan

dari suatu karya sastra. Yang menjadi dasar unsur gagasan sentral yaitu topik

atau tema pokok pembicaraan dan tujuan yang dicapai oleh pengarang dengan

topiknya (Semi, 1993:42).

Hartoko dan Rahmanto (1986:142) menjelaskan bahwa tema

merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang

terkandung didalam tekssebagai struktur semantik dan yang menyangkut

persamaan - persamaan atau perbedaan - perbedaan. Tema disaring dari motif

- motif yang terdapat dalam karya sastra yang bersangkutan yang menentukan

hadirnya peristiwa , konflik, dan situasi tertentu.

Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tema, merupakan sesuatu yang

menjadi pikiran, persoalan, gagasan, ide pengarang yang dapat diungkapkan

melalui karya sastra yang dibuatnya.

18

b. Penokohan

Penokohan sangat penting dalam struktur sebuah karya sastra

berbentuk cerita prosa. Tokoh cerita merupakan ciptaan pengarang namun dia

harus merupakan tokoh yang hidup secara wajar dalam cerita dan mempunyai

pikiran dan perasaan. Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro, 2007: 165)

mengemukakan bahwa tokoh cerita (character) adalah orang yang

ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki kualitas moral dan cenderung tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan dia lakukan dalam tindakan.

Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembaca dan

penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin

disampaikan pengarang kepada pembaca (Wahyuningtyas, 2011:3).

Penokohan dilihat dari segi perannya atau tingkat pentingnya tokoh

dibagi menjadi 2 yaitu: (1) utama (central character, main character) adalah

tokoh yang ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian

besar cerita, (2) tokoh tambahan (peripherial character) adalah tokoh-tokoh

yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun

dalam proses penceritaan yang relatif pendek (Nurgiantoro, 2007: 176).

Mochtar Lubis (1992), melukiskan watak atau pribadi para tokoh,

pengarang menunjukkan sebagai berikut.

a) Pysiscal description (melukiskan bentuk lahir dari pelakon).

b) Portrayal of thought strem or conscious thught (melukiskan jalan pikiran

pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya).

19

c) Reaction to event (melukiskan bagaimana reaksi pelakon terhadap

kejadian-kejadian).

d) Direct author analysis (pengarang dengan langsung menganalisis watak

tokoh).

e) Discussion of environment (pengarang melukiskan keadaan watak tokoh.

Misalnya dengan melukiskan keadaan kamar pelakon pembaca mendapat

kesan apakah tokoh tersebut orang jorok, bersih, rajin, malas, dan

sebagainya).

f) Reaction of others to character (pengarang melukiskan bagaimana

pandangan-pandangan tokoh lain dalam suatu cerita terhadap tokoh utama

itu).

g) Conversation of others about character (tokoh-tokoh dalam suatu cerita

memperbincangkan keadaan tokoh utama, dengan demikian maka secara

tidak langsung pembaca dapat mendapat kesan tentang segala sesuatu

yang mengenai tokoh utama itu (dalam Tarigan, 1984: 133−134).

c. Latar/ Setting

Abrams (1981: 175) menyatakan bahwa latar atau setting adalah landas

tumpu, penyandaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan

sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (dalam

Nurgiyantoro, 2007: 216).

Pendapat Abrams dikuatkan oleh Burham Nurgiyantoro (2007: 227)

yang membedakan latar menjadi tiga unsur pokok, yaitu:

20

1. Latar tempat, menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam karya sastra misalnya, pasar, sekolah, rumah, dll.

2. Latar Waktu, menyaran pada “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya sastra misalnya tahun, musim, hari, dan jam.

3. Latar sosial, menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya

sastra misalnya kebiasaan hidup, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, dan

bersikap (Wahyuningtyas, 2011:7).

d. Alur/ Plot

Alur disebut juga plot, plot merupakan unsur fiksi yang penting di dalam

karya sastra yang berbentuk prosa. Pada prinsipnya seperti juga bentuk sastra

lainnya, suatu fiksi harus bergerak dari suatu permukaan (beginning), melalui

suatu pertengahan (middle), menuju suatu akhir (ending), yang dalam dunia sastra

lebih dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resulasi atau denoment (Tarigan,

1984: 127).

Tafsir mengemukakan tahap plot menjadi lima bagian. Kelima bagian

itu adalah sebagai berikut.

a. Tahap situation: tahap situasi, tahap yang terutama berisi pelukisan dan

pengalaman situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.

b. Tahap generating circumstances: tahap pemunculan konflik (masalah-

masalah) dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik dimunculkan.

21

c. Tahap rising action: tahap peningkatan konflik, konflik yang dimunculkan

pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar

intensitasnya.

d. Tahap climax: tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan-pertentangan

yang terjadi, yang akan diakui dan ditimpalkan kepada para tokoh cerita

mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dipahami

oleh (tokoh-tokoh) utama yang berperan sebagai pelaku utama dan

penderita terjadinya konflik utama.

e. Tahap denoument: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai

klimaks diberi penyelesaian, ketegangan, dikendorkan. Konflik-konflik

yang lain, sub-sub konflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada juga

diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Tahap ini berkesesuaian dengan tahap

akhir di atas (Nurgiyantoro, 2007: 149--150).

e. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah pusat kesadaran tempat kita dapat memahami

setiap peristiwa dalam cerita. Ada dua metode penceritaan dalam pusat

pengisahan, yaitu: 1). metode aku, yakni aku bercerita tentang dirinya sendiri

(aku kadang dibaca diidentikan dengan pengarang); dan 2) metode diaan,

artinya pengarang tidak tampak hadir dalam cerita tetapi dia berkedudukan

sebagai yang serba tahu, cerita yang dikisahkan adalah kisah mereka

(Wahyuningtyas, 2011:8).

Menurut Stanton (2012:53), dari sisi tujuan, sudut pandang dibagi

menjadi empat tipe utama. Meski demikian, perlu diingat bahwa kombinasi

22

dan variasi dari keempat tipe tersebut bisa sangat tidak terbatas. Pada orang

pertama-utama, sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri.

Pada orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu karakter bukan

utama (sampingan). Pada orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada

semua karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya

menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu

orang karakter. Pada orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada

setiap karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga.

f. Amanat

Karya fiksi ditulis pengarang untuk menawarkan model kehidupan

yang ideal. Fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku

para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap,

dan tingkah laku tokoh-tokoh itu pembaca diharapkan dapat mengambil

hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamanatkan

(Nurgiantoro, 2007: 321).

4. Teori Sosiologi Sastra

Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan ilmu sastra. Subdisiplin

tinjauan sosiologi sastra yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu teori

strukturalisme genetik. Sebelum membahas strukturalisme genetik terlebih

dahulu akan dibahas konsep sosiologi sastra. Pendekatan yang berhubungan

dengan segi-segi kemasyarakatan (Damono, 1978:2). Pendekatan ini

mementingkan aspek-aspek sosial dalam penelitian. Sosiologi merupakan

23

suatu telaah yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat,

serta kelompok dan proses sosialnya (Damono, 1978:6).

Menurut Rene Wellek dan Austin Warren (1990:54), menjelaskan

bahwa ada tiga klasifikasi dalam pendekatan sosiologi sastra meliputi:

a. Sosiologi pengarang

Masalah berkaitan dengan sosiologi pengarang adalah status sosial,

ideologi sosial, jenis kelamin, umur pengarang, tempat kelahiran

pengarang, profesi pengarang, latar belakang pengarang, semua aspek yang

menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra.

b. Sosiologi karya sastra

Masalah berkaitan dengan sosiologi karya sastra adalah karya sastra

itu sendiri. dan yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat

dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Sosiologi karya sastra

mencakup: (1) aspek sosial (sosial ekonomi, sosial politik, sosial

pendidikan, sosial religi, sosial budaya, sosial masyarakat); (2) aspek adat

istiadat (perkawinan, kematian, pemujaan); (3) aspek religius (ketaqwaan,

muamalah, perbankan syariah); (4) aspek etika (pergaulan bebas,

penindasan, perselingkuhan); (5) aspek nilai (perjuangan, religi,

persahabatan, moral)

24

c. Sosiologi pembaca

Permasalahan yang dibahas dalam sosiologi pembaca adalah masalah

pembaca dan pengaruh sosial karya sastra terhadap masyarakat. Pengkajian

meliputi, jenis kelamin pembaca, profesi pembaca, pendidikan pembaca,

status sosial pembaca, tendensi pembaca.

Pendekatan dalam kajian sosiologi sastra yang dikembangkan oleh

Lucian Goldman, yaitu strukturalisme genetik untuk mengkaji karya sastra

lebih dalam dari unsur latar belakang pembuatan karya sastra oleh pengarang.

Strukturalisme genetik dibahas pada point selanjutnya.

5. Teori Strukturalisme Genetik

Strukturalisme genetik dikembangkan oleh Lucien Goldmann, seorang

filsuf Romania-Prancis. Secara definitif, strukturalisme genetik adalah sebuah

analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya (dalam

Ratna, 2011:123). Teori ini dikemukakan pada tahun 1956 dengan terbitnya

buku The Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of Pascal and

the Tragedies of Racine. Teori dan pendekatan dimunculkan serta

dikembangkan sebagai sintesis atas pemikiran Jean Piaget, George Lukacs, dan

Karl marx.

Goldmann mengemukakan bahwa karya sastra merupakan sebuah

struktur, artinya ia tidak berdiri sendiri melainkan banyak hal yang

menyokongnya sehingga menjadi satu kesatuan yang otonom (dalam Faruk,

25

1999:12). Sebuah struktur bagi Goldmann, harus disempurnakan agar memiliki

makna, setiap gejala memiliki arti apabila dikaitkan dengan struktur yang lebih

luas, demikian seterusnya hingga setiap unsur menopang totalitasnya (dalam

Ratna, 2009:122).

Goldmann menawarkan metode dialektik untuk menghasilkan sebuah

totalitas mempergunakan prinsip pengetahuan mengenai fakta-fakta

kemanusiaan akan tetap abstrak apabila tidak mengintegrasikannya kedalam

keseluruhan. Karena itu metode dialektik mengembangkan dua konsep yaitu,

“keseluruhan-bagian” dan “pemahaman-penjelasan”. Metode dialektik hampir

sama dengan metode posivistik, keduanya sama-sama bermula dan berakhir

pada karya sastra. Hanya saja metode dialektika lebih mempertimbangkan

struktural daripada metode posivistik (dalam Rokhmansyah, 2014:75).

Strukturalisme genetik merupakan gerakan penolakan strukturalisme

murni, yang hanya menganalisis unsur-unsur intrinsik tanpa mengindahkan

hal-hal diluar teks sastra itu sendiri. Gerakan ini mencoba untuk menganalisis

struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul teks sastra (Ratna,

2009:121-123). Teori strukturalisme genetik sering disebut dengan sosiologi

budaya yang memberikan perhatian terhadap analisis intrinsik dan ekstrinsik

(Wardhana, 2011:23). Meskipun demikian, sebagai teori yang sudah teruji

kevaliditasnya, strukturalisme genetik masih ditopang oleh beberapa konsep

teori sosial lainnya; fakta kemanusiaan (Faruk, 1999:12), simetri atau

26

homologi, kelas-kelas sosial, subjek transindividual, dan pandangan dunia

(Ratna, 2009:123).

Fakta kemanusiaan adalah landasan dari struktural genetik. Fakta

kemanusiaan merupakan segala hasil aktivitas baik verba maupun fisik yang

berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta kemanusiaaan memiliki

struktur makna, karena merupakan pantulan respons dari kolektif dan

individual dalam masyarakat (Endraswara, 2013:60). Fakta kemanusiaan

merupakan hasil usaha manusia untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik

dalam hubungannya dengan dunia sekitar karena sebagai hasil aktivitas

kultural manusia. Proses tersebut sekaligus menjadi genetik dari struktur

sebuah karya sastra (Rokhmansyah, 2014:76).

Konsep homologi diturunkan melalui organisme primitif yang sama

dan disamakan dengan korespondensi, kualitas hubungan yang bersifat

struktural. Nilai autentik terdapat pada strukturalisme genetik menganggap

bahwa karya sastra sebagai homologi antara struktur karya sastra dengan

struktur lain saling berkaitan dengan sikap suatu struktur masyarakat dan

pandangan dunia yang dimiliki oleh pengarang dan penyesuaian dengan

struktur sosialnya (Ratna, 2009:122). Teori strukturalisme genetik menjelaskan

bahwa homologi, kesejajaran struktur karya sastra dengan struktur masyarakat

tidak bersifat langsung. Struktur karya sastra tidak selalu homolog dengan

struktur masyarakat, melainkan homologi dengan pandangan dunia yang

tumbuh dan berkembang dalam masyarakat (Khrahmadie, 2014:19).

27

Konsep selanjutnya tentang kelas-kelas sosial adalah kolektivitas yang

menciptakan gaya hidup tertentu, dengan struktur yang ketat dan koheren.

Sesuai dengan pandangan Marxis, karya disebut mewakili kelas sebab karya

dimanfaatkan untuk menyampaikan aspirasi kelompoknya. Dikaitkan dengan

pengarang, latar belakang karena afiliasi dan latar belakang karena kelahiran

karya sastra (Rokhmansyah, 2014:77).

Istilah konsep subjek transindividual diadopsi oleh Goldmann dari

khazanah intelektual Marxis khususnya Lucas, yakni menampilkan pikiran-

pikiran individu tetapi dengan struktur mental kelompok, terbukti dalam

sejarah sebagai kelompok yang telah menciptakan suatu pandangan yang

lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan perkembangan sejarah

umat manusia. Subjek transindividual menjadi suatu energi untuk membangun

pandangan dunia (dalam Rokhmansyah, 2014:77 −78).

Pengkajian strukturalisme genetik bukan hanya antara teks dengan

konteks sosial itu tidak bersifat langsung, akan tetapi keduanya dimediasi

dengan struktur mental atau pandangan dunia. Pandangan dunia menurut

Goldmann merupakan istilah menyeluruh atas gagasan, aspirasi, perasaan

yang menghubungkan antara anggota kelompok sosial tertentu, dan

mempertentangkannya dengan kelompok sosial yang lain (dalam Faruk,

1999:15).

28

Analisis strukturalisme genetik pada novel Pupus Kang Pêpês karya

Suharmono Kasiyun dilakukan dengan menggunakan metode dialektik

Goldmann. Goldmann mengatakan bahwa metode dialektik merupakan metode

yang khas dan berbeda dari metode positivis, metode intuitif, dan metode

biografis terutama psikologis (dalam Rosyidi, 2013:204).

Teknik dialektik yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut:

a. Penelitian sastra itu sendiri, yaitu dengan mengkaji unsur struktur untuk

membuktikan jaringan bagian-bagiannya sehingga terjadi keseluruhan yang

holistik dan padu. Hal tersebut dilakukan dengan cara menyajikan data

intrinsik, menjelaskan bentuk-bentuk konflik dalam novel Pupus Kang

Pêpês, serta menampilkan respons dan atau latarbelakang pengarang yaitu

Suharmono Kasiyun.

b. Berdasarkan alur dan konteks sosial dalam novel Pupus Kang Pêpês karya

Suharmono Kasiyun melakukan pengecekan dan mencari bentuk dinamika

konflik sebagai acuan penelitian.

c. Pandangan dunia pengarang dan respons yang berdasarkan latarbelakang

pengarang serta hasil wawancara kepada pengarang yaitu Suharmono

Kasiyun.

29

F. Metode dan Teknik Penelitian

Metode penelitian sastra adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan

mempertimbangkan bentuk, isi, sifat sastra sebagai subjek kajian (Endraswara,

2013:8). Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif lebih menekankan pada makna, memfokuskan pada kualitas dengan

analisis kualitatifnya (Sutopo, 2003:48).

Penelitian kualitatif menurut Lexy J. Moleong (2010:6) adalah penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dilami oleh subjek

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya

secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa

pada suatu konteks khusus yang alamiah serta memanfaatkan berbagai metode

ilmiah. Penyederhanaan data dalam penelitian kualitatif, khususnya penelitian

sastra dapat dilakukan dengan cara pembuatan sinopsis untuk penelitian karya

sastra prosa (Sangidu, 2004:7). Penelitian dilakukan dengan tidak mengutamakan

angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi

antar konsep yang sedang dikaji secara empiris (Semi, 2012:28).

Berdasarkan pernyataan tersebut dijelaskan bahwa dalam melakukan

penelitian hendaknya mengetahui fokus secara empiris apa yang dilakukan oleh

peneliti. Penelitian ini berfokus pada analisis Strukturalisme Genetik Sastra pada

dinamika konflik Dr. Subekti dalam novel Pupus Kang Pêpês Karya Suharmono

Kasiyun.

30

1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, presepsi,

motifasi, tindakan dan sebagainya, dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-

kata dan bahasa (Moleong, 2010:3).

Bentuk penelitian deskriptif kualitatif ini dipergunakan dalam

penelitian sastra diharapkan dapat memperoleh gambaran atau deskripsi

mengenai kualitatif objek yang dijadikan objek penelitian, yaitu novel Pupus

Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun.

1.1. Sumber Data dan Data

a. Sumber Data

Sumber data penelitian ada dua macam, pertama berupa novel

Pupus Kang Pêpês yang diterbitkan oleh Yayasan Mitra Alam Sejati

(MIAS), Perumahan Bandulan Permai Blok E/87 Sukun, Malang. Sumber

data kedua informan yakni bapak Suharmono Kasiyun sebagai

pengarang. Beliau lahir di Kauman-Sumoroto, Kabupaten Ponorogo Jawa

Timur tahun 1953 yang sekarang bertempat tinggal di Perumahan Pondok

Tjandra Blok H No.35 Waru, Sidoarjo.

31

b. Data

Data dalam penelitian ini adalah teks dalam novel Pupus Kang

Pêpês karya Suharmono Kasiyun berupa unsur struktural yang meliputi

tema, alur, penokohan, latar, sudut pandang dan amanat, teks yang

berupa bentuk konflik Dr. Subekti sebagai tokoh utama, serta informasi

hasil wawancara dengan pengarang sebagai narasumber sebagai bentuk

respon pengarang terhadap karya sastranya, argumentasi dan untuk

melengkapi hasil penelitian. Data sekunder penelitian ini berupa buku,

data dari internet, jurnal, skripsi, artikel atau hasil penelitian sebelumnya

yang relevan.

1.2. Teknik Pengumpulan Data

a. Teknik Konten Analisis

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan

berbagai cara sesuai dengan jenis penelitian kualitatif deskriptif.

Untuk memanfaatkan dokumen yang padat, biasanya digunakan

teknik tertentu. Teknik yang paling umum digunakan adalah teknik

content analysis atau yang dinamakan “kajian isi”. Metode content

analysis atau kajian isi digunakan untuk menganalisis isi karya

sastra dan makna yang terkandung dalam dokumen (Jabrohim,

2012:5), dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah teks

novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun melakukan

32

wawancara dengan maksud tertentu. Percakapan yang dilakukan

dengan pengarang yang bertujuan untuk mengetahui tanggapan atau

respons pengarang mengenai novel Pupus Kang Pêpês.

Analisis struktural novel Pupus Kang Pêpês karya

Suharmono Kasiyun yang meliputi tema, alur, penokohan, latar,

sudut pandang dan amanat untuk memaparkan secara detil. Novel

Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun menggunakan bahasa

Jawa maka diperlukan terjemahan atau alih bahasa untuk

memudahkan dalam hal penafsiran atau pemahaman isi cerita.

b. Teknik Wawancara

Wawancara akan dilakukan secara terstruktur dan tidak

terstruktur. Secara terstruktur yaitu peneliti akan mempersiapkan

daftar pertanyaan yang diajukan kepada informan yakni Suharmono

Kasiyun. Wawancara terstruktur dilakukan secara tidak langsung,

yaitu memanfaatkan media e-mail, pesan singkat atau short

message service, dan via telepon. Wawancara tidak terstruktur

dilakukan secara langsung tatap muka dengan pengarang,

mempergunakan alat perekam dan alat tulis sebagai penunjang

untuk mendapatkan informasi terkait objek kajian Novel Pupus

Kang Pêpês dan informasi yang dibutuhkan dalam analisis.

33

c. Teknik Studi Pustaka

Teknik studi pustaka adalah teknik mencari data dengan

memanfaatkan buku-buku referensi, majalah, artikel, jurnal, yang

relevan dengan penelitian yang dilakukan.

1.3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan teknik yang dipergunakan untuk

menyusun data yang sudah terkumpulkan. Teknik pengumpulan datanya

dengan teknik triangulasi (yaitu untuk menguji data empiris dalam fiksi)

dan data triangulasi metode (yaitu penggunaan teknik lain, dalam penelitian

ini menggunakan cara pengambilan data antara lain dengan wawancara

pengarang sebagai sumber. Analisis dalam penelitian terdiri dari tiga

komponen, yakni reduksi data, sajian data, dan selanjutnya diberi sebuah

penarikan kesimpulan (Sutopo, 2003:94).

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan kmpnen pertama dalam analisis yang

merupakan prses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data

dari fieldnote (Sutopo, 2006:91). Reduksi data ada dua proses, yaitu living in

dan living out. Living in adalah memilih data yang dipandang penting dan

mempunyai potensi dalam rangka analisis data, sedangkan living out yaitu

membuang data atau menyingkirkan data, sebaliknya jangan dibuang atau

34

disingkirkan, tetapi digunakan dalam penelitian atau karangan lain (Sangidu,

2004:73).

Analisis penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data dari

novel Pupus Kang Pêpês dengan mempergunakan analisis struktural yang

meliputi tema, alur, karakter, latar dan sebagainya. Pengumpulan data

selanjutnya yakni pencarian referensi dari artikel-artikel, jurnal, dan buku-

nuku terkait dengan dinamika konflik dalam kehidupan sosok Dr. Subekti

yang akan diangkat dalam penelitian ini. Hasil pengumpulan data-data

tersebut selanjutnya dipilih dan dijadikan data pendukung dalam analisis

strukturalisme genetik.

b. Sajian Data

Sajian data merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan

sistematis. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah yang telah

disajikan dalam pertanyaan penelitian (Sutopo, 2003:92). Proses setelah

reduksi dan pengumpulan data yakni akan dilakukan sajian data. Sajian data

dilakukan berdasar pada rumusan masalah dalam penelitian, maka data yang

akan disajikan berupa unsur pembangun novel Pupus Kang Pêpês dengan

menggunakan strukturalisme genetik. Data yang disajikan juga dilengkapi

dengan kutipan-kutipan di dalam novel Pupus Kang Pêpês. Hal ini bertujuan

untuk memperjelas dan menguatkan argumen dalam proses menganalisis data.

35

d. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Reduksi data dan sajian data sebagai suatu proses dalam menarik suatu

kesimpulan dalam sebuah penelitian. Penarikan kesimpulan diperoleh setelah

data-data dari reduksi data dan sajian data telah disusun. Setelah penarikan

kesimpulan, maka data-data harus diverifikasi. Simpulan dalam penelitian

perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa

dipertanggungjawabkan sehingga diperlukan aktivitas penggulangan untuk

kevalidan data (Sutopo, 2003:93).

Proses verifikasi dan penarikan kesimpulan dalam penelitian dimulai

dengan melihat keterkaitan unsur struktural Novel Pupus Kang Pêpês, apabila

data unsur intrinsiknya sudah sesuai target dan lengkap maka akan ditarik

kesimpulan antar unsur pembangun novel tersebut. Selanjutnya akan

dilakukan penyimpulan hasil analisis tentang bentuk konflik sosok Dr.

Subekti dengan terlebih dahulu menggambarkan keadaan masyarakat yang

menimbulkan konflik tersebut terjadi dan semakin kompleks. Tahap akhir

yakni menarik kesimpulan tentang pandangan pengarang yakni bapak

Suharmono Kasiyun dengan segala pemikirannya terkait tentang dinamika

konflik dalam Novel Pupus Kang Pêpês, latar belakang pembuatan karya

sastranya, serta respons konflik dalam kehidupan dewasa ini.

36

Analisis Data Interaktif

Ketiga komponen di atas, yaitu: reduksi data, penyajian data dan

verifikasi atau penarikan kesimpulan sebagai sesuatu yang jalin-menjalin

pada saat sebelum, selama, dan sesudah data dalam bentuk yang sejajar,

untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis (Sutopo, 2003:

172). Penarikan kesimpulan analisis terhadap objek Novel Pupus Kang

Pêpês merupakan sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.

Kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.

Pengumpulan data

Penarikan simpulan-

simpulan atau

verifikasi

Penyajian data

Reduksi data

37

2. Validitas Data

Penelitian terhadap karya sastra yang dilakukan dalam penelitian ini

meng-gunakan triangulasi data. Teknik triangulasi merupakan teknik yang

didasari oleh pola pikir femenology (Pengungkapan makna konsep dengan

analisis deskriptif data yang diperoleh) yang bersifat multiperspektif, artinya

untuk menarik simpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara

pandang (Sutopo, 2003:78).

Penelitian ini diperlukan beberapa cara pandang untuk meguji

keabsahan data agar data yang diperoleh benar - benar teruji kebenarannya.

Teknik yang digunakan dalam penelitianan ini adalah teknik triangulasi

sumber data. Teknik triangulasi sumber data dilakukan dengan cara menggali

sumber yang berupa catatan atau arsip dan dokumen dari pengarang Novel

Pupus Kang Pêpês yakni bapak Suharmono Kasiyun yang memuat catatan

yang berkaitan dengan data.

38

G. Sistematik Penulisan

Sistematik penulisan dalam proposal penelitian diperlukan agar

diperoleh suatu pembahasan yang jelas antarbab. Sistematik

penulisanpenelitian ini sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, manfaat

penelitian, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

landasan teori, metode penelitian dan sistematik penulisan.

Bab II Analisis Data. Analisis data berupa deskripsi serta analisis data yang

meliputi, struktur novel meliputi tema, alur, penokohan, latar, penyudut

pandangan dan amanat. Analisis bentuk-bentuk konflik sosok Dr.

Subekti dalam novel Pupus Kang Pêpês, dan respons pengarang

terhadap dinamika konflik sosok Dr. Subekti yang terdapat pada novel

Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun

Bab III Penutup, yang meliputi simpulan dan saran.

Pada bagian akhir dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran sinopsis

novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun, lampiran surat

pernyataan pengarang, lampiran daftar pertanyaan wawancara, dan

dokumentasi wawancara dengan pengarang.