41
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tidak pernah lepas dengan interaksi. Melalui interaksi inilah manusia berproses untuk melakukan transfer pesan, makna maupun pengalaman. Dalam kehidupan sehari-hari peranan komunikasi ini dibutuhkan untuk kelangsungan hidup setiap individu. Beragam informasi dapat diberikan dari satu orang menuju ke orang lainnya. Setiap informasi yang beragam ini selalu memiliki karakteristik tersendiri. Sehingga ketika pesan tersebut dikirimkan ke orang lain, belum tentu akan mengikuti apa yang kita inginkan. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan dalam setiap proses hubungan interpersonal selalu ada beberapa hambatan sehingga membentuk berbagai jenis pola hubungan satu dengan yang lainnya. Menurut Herbert J. Chruden dan Arthur W. Sherman (1993) rintangan atau hambatan yang penting untuk diketahui dalam proses komunikasi itu ada bermacam-macam. Hambatan yang penting untuk diketahui adalah sebagai berikut: yang pertama perbedaan antara individu-individu; kedua rintangan yang ditimbulkan oleh suasana psikologis; dan yang terakhir rintangan dalam mekanika komunikasi. 1 Perbedaan inidividu misalkan karena faktor usia, suku maupun budaya atau karena perbedaan dari segi ekonomi dan pekerjaan. Apabila dari sisi psikologis dapat dilihat dari kesehatan individu, latar 1 Moekijat, Teori Komunikasi (Mandar Maju, Bandung 1993) Hal 183-184

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/29709/2/jiptummpp-gdl-s1-2011-ranggapras-22004...Misalkan saja dalam pola hubungan simetris ... Pada pola lainnya seperti transisi,

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia tidak pernah lepas dengan interaksi. Melalui interaksi inilah

manusia berproses untuk melakukan transfer pesan, makna maupun

pengalaman. Dalam kehidupan sehari-hari peranan komunikasi ini dibutuhkan

untuk kelangsungan hidup setiap individu. Beragam informasi dapat diberikan

dari satu orang menuju ke orang lainnya. Setiap informasi yang beragam ini

selalu memiliki karakteristik tersendiri. Sehingga ketika pesan tersebut

dikirimkan ke orang lain, belum tentu akan mengikuti apa yang kita inginkan.

Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan dalam setiap proses hubungan

interpersonal selalu ada beberapa hambatan sehingga membentuk berbagai

jenis pola hubungan satu dengan yang lainnya.

Menurut Herbert J. Chruden dan Arthur W. Sherman (1993) rintangan

atau hambatan yang penting untuk diketahui dalam proses komunikasi itu ada

bermacam-macam. Hambatan yang penting untuk diketahui adalah sebagai

berikut: yang pertama perbedaan antara individu-individu; kedua rintangan

yang ditimbulkan oleh suasana psikologis; dan yang terakhir rintangan dalam

mekanika komunikasi.1 Perbedaan inidividu misalkan karena faktor usia, suku

maupun budaya atau karena perbedaan dari segi ekonomi dan pekerjaan.

Apabila dari sisi psikologis dapat dilihat dari kesehatan individu, latar

1 Moekijat, Teori Komunikasi (Mandar Maju, Bandung 1993) Hal 183-184

2

belakang dalam keluarga dan masih banyak lagi. Terakhir yaitu faktor

mekanika komunikasi dapat dilihat dari kurangnya perencanaan komunikasi

yang baik.

Sering kali, hubungan antar pribadi atau disebut hubungan interpersonal

banyak menemukan cela-cela masalah. Karena setiap individu memiliki

karakter yang beragam. Pemikiran seseorang ditentukan dari beberapa hal baik

segi Frame of Reference atau Field of Experience. Sehingga ketika seseorang

saat melakukan transfer pesan, bisa juga terjadi suatu masalah yang

diakibatkan perbedaan tersebut, dan akhirnya timbul sebuah konflik.

Dalam hal ini pola-pola hubungan interpersonal juga ikut andil dalam

pembentukan suatu konflik antar pribadi. Karena dalam sebuah jenis-jenis

hubungan yang akan dijelaskan dalam penelitian ini terdapat berbagai bentuk

model yang selalu diterapkan pada kehidupan manusia sehari-hari. Namun

kita tidak pernah tahu ketika pola itu telah dilakukan akan menimbulkan

sebuah konlik antar individu. Misalkan saja dalam pola hubungan simetris

kompetitif. Pada pola ini antara individu satu dengan yang lainnya bersaing

dalam memperoleh kekuasaan. Baik dalam kekuasaan untuk mempertahankan

pendapat atau hal lainnya. Pada pola lainnya seperti transisi, pada pola ini

dapat menimbulkan konflik, dikarenakan tidak ada penyelesaian dalam

interaksi antar indivisu tersebut. pada pola ini kadar konflik yang terjadi dari

paling rendah hingga skala besar.

William Hendricks (2004) menyatakan ada tiga tahapan seseorang yang

berpotensi terjadi konflik. yang pertama peristiwa sehari-hari, kedua adalah

3

tantangan dan yang terakhir merupakan tahapan pertentangan. Konflik pada

tahap satu tidak begitu mengancam dan paling mudah untuk dikelola. Bila

konflik mengalami eskalasi ke tahap dua dan tiga, konflik menjadi lebih sulit

untuk dikelola, dan potensinya meningkat menjadi berbahaya.2

Konflik selalu terjadi pada siapa saja, termasuk dalam sebuah organisasi.

Di dalam sebuah organisasi terdapat banyak pola pemikiran yang berbeda.

Selain itu terdapat berbagai perbedaan dalam konsep diri, yang menimbulkan

persepsi dan pedoman hidup. Juga terdapat latar belakang individu ataupun

kelompok dari kalangan tertentu, misalkan suku, agama maupun jabatan. Hal

ini juga terjadi pada Paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang.

Konflik antar personal dapat timbul setiap waktu. Misalnya saja dalam

kasus pemilihan ketua paguyuban pernah terjadi konflik perbedaan pendapat.

Selain itu konflik juga terjadi pada setiap akan menyelenggarakan kegiatan,

dan yang paling besar kadar konfliknya adalah pada saat kepanitiaan kegiatan

akhir tahun yaitu pemilihan Kakang Mbakyu 2010.

Paguyuban Kakang Mbakyu ini merupakan kumpulan para duta wisata

kota Malang yang tergabung dari berbagai tahun ke tahun. Pemilihan duta

wisata ini telah diselenggarakan pemerintah kota Malang mulai tahun 1987.

Akan tetapi pembentukan paguyuban itu sendiri baru dibentuk pada tahun

2006 di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Malang. Dalam

paguyuban ini selain menjadi wadah aspirasi masyarakat kota Malang

terutama pemuda pemudi, juga sering mengadakan suatu acara yang tidak

2 William Hendricks, Bagaimana mengelola Konflik (Bumi Aksara, Jakarta 2004) Hal 7

4

lepas dari pengangkatan nilai seni, budaya maupun pariwisata. Misalkan saja

kegiatan pemilihan da’i cilik, bakti sosial, lomba drama pandji saat Malang

Tempoe Doeloe dan lain-lain.

Penelitian ini dilakukan di Paguyuban Kakang Mbakyu kota Malang

2009. Paguyuban angkatan ini berlangsung dari bulan Agustus 2009 hingga

November 2010. Sehingga untuk dilakukan penelitian, tahun angkatan ini

sudah memenuhi kriteria yang tergolong update. Selain itu pada tahun

kepengurusan 2009 hubungan antar anggota masih aktif dan mudah untuk

berinteraksi satu sama lain. Sehingga hal ini akan memudahkan dalam

pencarian informasi dari nara sumber.

Kasus yang diteliti adalah penyelesaian tanggung jawab pembagian

tugas kepanitiaan pemilihan Kakang Mbakyu 2010. Karena peneliti

merupakan salah satu anggota duta wisata tahun kepungurusan tersebut,

dimana peneliti dapat mengamati secara langsung pada konflik tersebut.

Konflik pada kasus ini terbilang paling ekstrim dibandingkan konflik yang

lainnya. Karena pembagian job desk yang telah diserahkan kepada masing-

masing anggota, akan tetapi masih ada saja kecemburuan sosial yang

terbentuk dalam paguyuban tersebut. Lebih tepatnya hal ini akan dibahas

dalam segi tanggungjawab terhadap pembagian tugas yang telah diberikan.

Pada konflik ini peneliti rasakan belum tuntas seratus persen, karena nampak

dari masing-masing individu yang melihatkan sikap tidak mendukung dengan

pihak lain yang bersangkutan, walaupun masalah tersebut telah terselesaikan.

5

Oleh karena itu, dalam penelitian ini diharapkan kita dapat mengetahui

jenis pola hubungan interpersonal yang seperti apa sehingga menimbulkan

sebuah konflik yang terjadi pada paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang

ini. Peneliti menjadi tertarik untuk dapat meneliti fenomena konflik yang

sering terjadi dalam organisasi ini. Selain itu, peneliti juga dapat menarik

kesimpulan, bahwa dimana ada beberapa pihak yang lebih sering menjadi

pencipta konflik. Sehingga peneliti tertarik untuk dapat meneliti fenomena

tersebut, disamping itu hasil dari pembuatan penelitian ini dapat menjadi

rekomendasi tentang sistem penilaian atau penyeleksian pemilihan Kakang

Mbakyu kota Malang selanjutnya serta untuk evaluasi kinerja tahun

kepungurusan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yang diajukan

adalah : Bagaimanakah pola hubungan interpersonal dapat membentuk suatu

konflik di dalam sebuah Paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang angkatan

2009 dalam kasus penyelesaian tanggung jawab pembagian tugas kepanitiaan

pemilihan Kakang Mbakyu 2010?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti angkat, maka tujuan

penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pola hubungan interpersonal dalam

membentuk sebuah konflik di Paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang

angkatan 2009 dalam kasus penyelesaian tanggung jawab pembagian tugas

kepanitiaan pemilihan Kakang Mbakyu 2010 .

6

D. Manfaat Penelitian

D.1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi maupun

pengetahuan bagi para pembaca untuk lebih memperhatikan konflik yang ada

di sekitar kita. Selain itu, peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat

menjadi pegangan bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian

yang sama di kemudian hari. Dan yang terakhir, hasil dari penelitian ini dapat

menambah referensi bagi mahasiswa ilmu komunikasi Universitas

Muhammadiyah Malang.

D.2. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini, maka kita dapat memahami bagaimana

konsep untuk memanajemen konflik yang ada di paguyuban kakang mbakyu.

Selain itu penelitian ini juga berguna khusus untuk Paguyuban Kakang

Mbakyu Kota Malang itu sendiri supaya lebih maju ke depannya dan

mengevaluasi kinerja tahun kepengurusan 2009. Dengan memahami pola

hubungan ini, maka hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah pertimbangan

untuk sistem penilaian yang dilakukan oleh dewan juri dalam memilih para

duta wisata. Karena hasil dari penelitian ini akan memaparkan beberapa

anggota yang memiliki intensitas lebih banyak dalam menimbulkan konflik.

7

E. Tinjauan Pustaka

E.1. Hubungan Interpersonal

E.1.1. Pengertian Hubungan Interpersonal

Komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu

orang, dan pnerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang,

dengan menjelaskan pengetahuan tentang masing-masing dari kita.3

Effendy (1992) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal dianggap

paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku

seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat

langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga,

pada saat komunikasi dilancarkan.4 Ketika kita telah terjalin sebuah

komunikasi interpersonal atau komunikasi antar personal, maka akan dapat

terbentuk sebuah hubungan. Sehingga hubungan seperti ini disebut sebagai

hubungan interpersonal.

Hubungan telah menjadi sebuah subjek penting yang terkait

dengan komunikasi interpersonal sejak tahun 1960-an. Hubungan

interpersonal merupakan suatu interaksi timbal balik yang kita terima dari

orang lain dan kedua pihak saling melakukannya secara bersama-sama.5

Hubungan interpersonal dapat juga diketahui atau dianalisa dengan

beberapa cara. Coleman dan Hammen (1974: 224-231) menyebutkan

empat buah model. Yang pertama model pertukaran sosial (social

3 Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia (Professional Books, Jakarta 1997) Hal 231 4 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 1992) Hal 8 5 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 283-284

8

exchange model); kedua model peranan (role model); ketiga model

permainan (the “games people play” model); dan yang terakhir model

interaksional (interactional model).6

a. Model Pertukaran Sosial

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu

transaksi dagang. Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis ini

adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal

dalam hubungan social hanya selama hubungan tersebut cukup

memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Ganjaran, biaya, laba

dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori

ini.

Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh

seseorang dari suatu hubungan. Biaya adalah akibat yang dinilai

negatif di dalam suatu hubungan. Laba adalah ganjaran dikurangi

biaya. Dan yang terakhir adalah tingkat perbandingan merupakan

ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai

hubungan individu pada waktu sekarang.

b. Model Peranan

Model peranan diibaratkan sebagai panggung sandiwara. Di sini

setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan naskah yang

telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang

baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspektasi peranan

6 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000) Hal 120

9

dan tuntutan peranan, memiliki keterampilan peranan, dan terhindari

dari konflik peranan dan kerancuan peranan.

Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan hal yang

berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok. Tuntutan peranan

adalah desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi

peranan yang telah dibebankan kepadanya. Keterampilan peranan

adalah kemampuan memainkan peranan tertentu, kadang juga disebut

kompetensi sosial. Dan konflik peranan terjadi bila individu tidak

sanggup mempertemukan berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif.

c. Model Permainan

Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam-

macam permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga bagian

kepribadian manusia, orang tua; orang dewasa; dan anak.

Orang tua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan

perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita

anggap orang tua kita. orang dewasa adalah bagian kepribadian yang

mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi dan biasanya

berkenaan dengan masalah-masalah penting yang memerlukan

pengambilan keputusan secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian

yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan

mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan.

10

d. Model Interaksional

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu

sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat structural, integrative dan

medan.

Hubungan interpersonal dapat dipandang sebagai sistem dengan

sifat-sifatnya. Untuk menganalisanya kita harus melihat pada

karakteristik individu-individu yang terlibat, sifat-sifat kelompok dan

sifat-sifat sama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan

peranan, serta permainan yang dilakukan. Dengan singkat, model ini

menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.7

E.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal

Setiap hubungan atau interaksi pasti banyak dipengaruhi oleh

faktor-faktor, baik faktor internal amupun eksternal. Akan tetapi faktor

terpenting disini adalah suatu konsep diri yang membentuk sebuah

persepsi. Konsep diri dipengaruhi pula oleh faktor-faktor yang dapat

membentuk cerminan diri kita. Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan

“bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena

keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan

menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita,

menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan

menyukai diri kita.”8

7 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000) Hal 121-124 8 Ibid. Hal 101

11

Konsep diri merupakan faktor yang paling penting dalam

hubungan interpersonal. Karena setiap orang melakukan sesuatu pasti atas

dasar konsep dirinya dan kemauan yang kuat dari dalam dirinya. Setiap

orang memiliki kualitas konsep diri yang berbeda, akan tetapi hal tersebut

dibagi menjadi dua skala besar untuk membedakannya, positif dan negatif.

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada empat tanda

orang yang memiliki konsep diri negatif. Pertama ia peka terhadap kritik;

yang kedua adalah sangat responsif terhadap pujian; ketiga, orang yang

konsep dirinya negatif merasa cenderung tidak disenangi oleh orang lain

atau merasa tidak diperhatikan; dan yang terakhir bersikap pesimis

terhadap suatu kompetisi, orang seperti ini sudah kalah sebelum berperang.

Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai

dengan lima hal yaitu:

1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah

2. Ia merasa setara dengan orang lain

3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu

4. Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,

keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat

5. Ia mampu memperbaiki dirinyakarena ia sanggup mengungkapkan

aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha

mengubahnya.9

9 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000) Hal 105

12

Akan tetapi tidak akan pernah ada manusia yang selalu berkonsep

diri positif atau negatif. Setiap orang pasti akan merasakan dimana dirinya

memiliki konsep diri negatif ataupun sebaliknya. Namun, untuk

memperoleh efektifitas komunikasi interpersonal yang baik, maka

dibutuhkan konsep diri yang positif sebanyak-banyaknya.

E.1.3. Hambatan Hubungan Interpersonal

Dalam suatu hubungan pasti ada suatu hambatan atau sering

disebut noise. Hambatan ini merupakan suatu halangan yang membuat

proses komunikasi tidak efektif. Dalam berkomunikasi sudah tentu setiap

orang mendambakan kelancaran dan penyampaian pesan tepat pada

sasaran. Akan tetapi dengan adanya hambatan yang dipengaruhi oleh

beberapa hal ini dapat menjadi proses komunikasi kurang tertuju dengan

baik.

Untuk itu sebelum kita melakukan proses komunikasi ada baiknya

mengetahui hal-hal apa saja yang menghambat proses komunikasi

tersebut. Herbert J. Chruden dan Arthur W. Sherman10 menerangkan ada

beberapa hal yang perlu diketahui tentang rintangan dalam berkomunikasi,

yaitu:

1. Perbedaan Antara Individu-individu

1.1. Perbedaan dalam Persepsi

Suatu akibat daripada pengalaman-pengalaman sebelumnya

adalah bahwa setiap pegawai membawa caranya sendiri dalam

10 Moekijat, Teori Komunikasi (Mandar Maju, Bandung 1993) Hal 183-191

13

pekerjaannya untuk melihat sesuatu, atau dengan kata lain suatu

kerangka acuan pribadi. Kerangka acuan ini menentukan cara ia

menafsirkan apapun yang dilihatnya atau didengarkannya.

1.1.1. Perbedaan dalam Usia

Usia menentukan prioritas dalam segi kesehatan indera. Ketika

seseorang berusia diatas 30 tahun, maka kelemahannya adalah dalam

segi pendengaran atau penglihatan. Sehingga para komunikator harus

mempunyai cara yang tepat dalam penyampaian pesan tersebut.

Sebaliknya, apabila komunikan usianya lebih rendah dari komunikator,

maka kita tidak harus memandang mereka berbeda dari segi biologis

saja. Akan tetapi pencernaan pesan yang mereka tangkap jauh lebih

cepat. Sehingga perlu adanya kebijaksanaan khusus dalam

mengendalikan komunikasi.

1.1.2. Perbedaan dalam Keadaan Emosi

Cara seorang individu menafsirkan suatu situasi sebagian besar

dipengaruhi oleh kondisi seseorang saat itu. Motivasi dan emosi

pengirim dan penerima merupakan subjek bagi pengaruh timbale balik

secara terus menerus. Suatu cara untuk meningkatkan komunikasi

adalah dengan mengurangi perilaku yang bersifat membela diri yang

terjadi apabila seorang individu terancam.

1.2. Perbedaan dalam Kemampuan Mendengarkan

Kita dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana dunia

mengharapkan orang-orang lain atau keadaan motivasi dan emosi apakah

14

yang mereka mungkin mengalaminya dengan mendengarkan.

Seharusnya kita lebih banyak mendengarkan orang lain tanpa

memberikan evaluasi atau disebut pendengaran nonevaluatif. Dengan hal

ini membantu meningkatkan pengertian dengan mendorong orang lain

tidak hanya untuk mendengarkan secara lebih baik, tetapi juga untuk

memberikan informasi yang lebih banyak. Apabila orang lain mengalami

keterbuakaan dan kebebasan dari suatu lingkungan yang tidak

mengancam, maka orang tersebut juga mempunyai persepsi yang jelas

tentang apa yang sedang ia katakan.

1.3. Perbedaan dalam Penafsiran (Semantik)

Kata-kata, seperti halnya gerak isyarat, dapat ditafsirkan dengan

berbagai cara dan dengan demikian mengakibatkan suatu rintangan

terhadap komunikasi. Oleh karena itu, tidak perlu menggunakan kata-

kata yang bermakna ganda, sehingga membuat orang lain menafsirkan

yang berbeda. Komunikasi yang efektif dapat diperoleh ketika kita

menggunakan bahasa-bahasa yang tepat.

1.4. Perbedaan dalam Status

Kedudukan individu dalam sebuah lingkungan akan

mempengaruhi pola komunikasi. Dalam status sosial atau status jabatan,

akan berdampak besar di suatu proses komunikasi. Misalkan saja dalam

hubungan manajer dengan bawahan.

15

1.4.1. Pencairan Informasi

Dalam komunikasi ke bawah tiap usaha harus dilakukan oleh

pejabat pimpinan dan pegawai-pegawai manajerial untuk mengurangi

terjadinya jumlah pencairan informasi yang tidak perlu, agar orang-

orang bawahan dapat mempunyai informasi yang sebanyak-banyaknya

untuk dapat mempunyai informasi yang sebanyak-banyaknya untuk

dapat melaksanakan pekerjaan secara baik dan bersemangat.

1.4.2. Penyaringan Informasi

Sebaliknya, apabila berkomunikasi dengan orang-orang atasan,

orang-orang bawahan kemungkinan besar hanya memberikan sebagian

informasi dan sering mewarnai kejadian-kejadian sedemikian rupa

untk menyembunyikan kesalahan-kesalahan, kegagalan-kegagalan, dan

jenis berita yang orang atasan merasa kurang senang. Manipulasi

fakta-fakta dengan sadar untuk mewarnai kejadian-kejadian ini disebut

penyaringan.

2. Rintangan yang Ditimbulkan oleh Suasana Psikologis

Suatu organisasi juga mempunyai karakteristik yang berbeda satu

sama lainnya. Suasana pekerjaan individu-individu mempengaruhi baik

sikap dan perilaku mereka maupun keefektifan komunikasi dalam

organisasi.

2.1. Kepribadian Manajer

Anggota-anggota manajemen puncak dan menengah dapat sangat

mempengaruhi komunikasi. Penglihatan mereka terhadap peranan

16

mereka sendiri dan sikap serta kepekaan mereka terhadap orang-orang

bawahan merupakan faktor-faktor yang penting dalam kemampuan

mereka sendiri untuk berkomunikasi.

2.2. Pengaruh Kelompok Khusus Terhadap Suasana

Dalam suatu organisasi mungkin terdapat suatu kelompok khusus

yang terdiri dari individu-individu dari berbagai macam profesi dengan

nilai yang berbeda. Nilai yang berbeda inilah yang mengakibatkan

rintang terhadap komunikasi yang sering sulit mengatasinya.

3. Rintangan dalam Mekanika Komunikasi

3.1. Tidak Mempunyai Rencana Tertentu

Meskipun dalam sebuah organisasi telah terstruktur dengan baik

tentang jabatannya masing-masing, akan tetapi ketika dalam sebuah

organisasi tersebut tidak adanya perencanaan yang baik tentang

penyaluran informasi, ini merupakan suatu rintangan dalam komunikasi.

3.2. Kurangnya atau Tidak Adanya Kejelasan

Tanpa memandang tingkat pendidikan atau intelektual orang-

orang dengan siapa seseorang akan berkomunikasi, pengertian agaknya

menjadi berkurang apabila bahan-bahan yang disajikan tidak jelas.

3.3. Kurangnya Kecakapan Membaca

Mereka yang karena sesuatu alasan tidak mempunyai tingkat

kecakapan membaca yang diperlukan untuk menangani bermacam-

macam jenis komunikasi sering merugikan.

17

3.4. Rintangan-rintangan Lain

Penilaian media sering merupakan rintangan terhadap

komunikasi. Apabila orang-orang yang memerlukan informasi tidak

mudah dihubungi dengan satu jenis media, maka komunikasi dapat

menjadi kurang lancar.

E.1.4. Pola Hubungan Interpersonal

Hubungan telah menjadi suatu hal yang sangat penting dalam

penelitian komunikasi interpersonal. Karena dalam suatu hubungan ini

akan membentuk sistem komunikasi yang efektif atau tidak. Ketika pada

prosesnya terjadi komunikasi secara efektif, maka hubungan yang terjalin

antar pribadi ini akan semakin baik. Sebaliknya jika terjadi suatu

problematika yang mempengaruhi hal tersebut, maka akan terjadi suatu

konflik dan hubungan menjadi sangat renggang hingga putus.

Palo Alto Group mengatakan bahwa ketika dua orang saling

berkomunikasi selain apapun yang mereka lakukan, mereka mengartikan

hubungannya dengan mereka berinteraksi. Ketika berbicara dengan orang

lain, kita selalu membuat dugaan untuk perilaku kita sendiri dan perilaku

orang lain. Terkadang, kita memperkuat dugaan lama dan pada waktu

yang lainnya, kita terlibat dalam pola-pola interaksi baru yang dapat

membentuk dugaan baru untuk interaksi di waktu yang akan datang. Hal

ini juga dijelaskan dalam suatu bagan teori pola hubungan.11

11 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 284-287

18

Pola hubungan interpersonal ini merupakan tradisi sibernetika.

Tradisi ini memiliki pengaruh yang sangat penting dalam cara berpikir

para akademisi komunikasi tentang hubungan. Hubungan bukanlah entitas

statis yang tidak pernah berubah. Namun, hubungan terdiri atas pola-pola

sibernetika interaksi kata-katadan tindakan seseorang member pengaruh

pada bagaimana orang lain merespon.12

Tabel 1.1

Pola Hubungan Interpersonal

Arah Kendali Pesan Pembicara B Arah Kendali Pesan

Pembicara A One Up

(↑)

One Down

(↓)

One Across

(→)

One Up

(↑)

1. (↑↑)

Simetri yang

kompetitif

4. (↑↓)

Kelengkapan

7. (↑→)

Transisi

One Down

(↓)

2. (↓↑)

Kelengkapan

5. (↓↓)

Simetri yang

patuh

8. (↓→)

Transisi

One Across

(→)

3. (→↑)

Transisi

6. (→↓)

Transisi

9. (→→)

Simetri netral

Sumber: Stephen W. Littlejohn (2009) Theories of Human Communication

12 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 284

19

Contoh-contoh Pola Kendali

1. Simetris Kompetitif (↑↑)

A: Kamu tahu kalau saya ingin rumah ini selalu bersih

B: Mungkin kamu dapat membantu saya

2. Kelengkapan (↓↑)

A: Tolong bantu saya. Saya membutuhkan kamu

B: Baiklah, saya tahu caranya

3. Transisi (→↑)

A: Mari kita berkompromi

B: Tidak, caraku adalah yang terbaik

4. Kelengkapan (↑↓)

A: Mari kita pergi ke luar kota akhir pekan ini

B: Baiklah

5. Simetri Kepatuhan (↓↓)

A: Aku merasa sangat lelah. Apa yang harus kita lakukan?

B: Aku tidak tahu, kamu saja yang memutuskan

6. Transisi (→↓)

A: Ayahku cerewet sekali malam ini.

B: ya, kau benar; dia memang cerewet

7. Transisi (↑→)

A: Menurutku kita harus punya anak lagi

B: Banyak orang yang ingin punya anak sekarang ini

8. Transisi (↓→)

A: Tolong bantu saya. Apa yang harus saya lakukan?

B: Saya tidak tahu

20

9. Simetri Netral (→→)

A: Rumah tetangga sepertinya harus dicat

B: Jendelanya juga kotor

Ada dua tipe pola yang penting bagi Palo Alto Group untuk

menggambarkan gagasan ini. Jika dua orang saling merespon denga cara

yang sama, disebut Simetris. Pada simetris pertentangan sangat dapat

mungkin sekali terjadi konflik yang besar. Karena dalam pola hubungan

seperti ini pihak satu dengan pihak kedua saling mengutarakan

pendapatnya dengan cara yang sama untuk memperoleh kekuasaan. Akan

tetapi simetris tidak hanya pertentangan kekuasaan, bisa juga memberi

tanggapan pasif, tanggapan balasan atau saling menjaga.

Tipe kedua adalah pelengkapan, dalam hubungan ini pelaku

komunikasi merespon dengan cara yang berlawanan. Ketika seseorang

bersikap mendominasi yang lainnya mematuhi; ketika seseorang bersifat

argumentasi yang lainnya diam; ketika seseorang menjaga yang lain

menerimanya.

Ketika seseorang membuat sebuah pernyataan yang tegas, orang

lain dapat merespon dengan salah satu dari tiga cara berikut. One-down, ia

menerima pernyataannya. One-up, ia dapat membuat pernyataan balasan

atau menolak gerakan dari orang pertama. One-across, gerakan menerima

atau menolak kendali dari orang pertama dengan tidak terlalu mengakui

gerakan kendali orang lain, misal memperluas topik, bertanya, mengganti

atau menundanya. Gerakan one-up adalah tindakan yang mendominasi.

21

Akan tetapi hal ini dapat terjadi ketika orang lain menerimanya dengan

memberikan sikap one-down.

E.2. Komunikasi Interpersonal dalam Organisasi

Organisasi dapat diartikan sebagai sebuah kelompok individu yang

diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah individu sangat bervariasi

dari satu organisasi ke organisasi lainnya. Tujuan umum sebuah organisasi

adalah menghasilkan pendapatan. Akan tetapi, berbagai tujuan lain yang

mendukung harus segera dipenuhi agar mendapatkan pendapatan yang

maksimal. Misalnya dengan kinerja yang efektif, maka organisasi harus

mempunyai orang-orang dengan motivasi yang tinggi.13

Dalam sebuah organisasi pasti terdapat suatu komunikasi antar personal.

Istilah ini lebih dikenal sebagai pendekatan hubungan antar manusia, yang

berkembang sebagai reaksi terhadap perhatian eksklusif factor-faktor phisik

dalam mengukur keberhasilan organisasi. Pendekatan hubungan antar manusia

mengakui pentingnya kelompok sosial, informal di dalam organisasi dan

memberikan pertimbangan khusus pada komunikasi interpersonal di dalam

sub kelompok organisasi tersebut.14

Dalam sebuah proses komunikasi yang terjadi ini ada beberapa

perbedaan karakteristik anggota orgnisasi. Perbedaan yang dilatar belakangi

oleh beberapa faktor ini dapat memberikan label atau identitas tentang diri kita

masing-masing. Sehingga dalam sebuah interaksi antar manusia di dalam

sebuah organisasi dapat pula terbentuk sebuah interaksi melalui identitas yang

13 Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia (Professional Books, Jakarta 1997) Hal 337 14 Ibid. Hal 341

22

beragam. Hal inilah yang menggiring manusia untuk melakukan negosiasi

identitas dengan manusia lainnya.

E.2.1. Teori Komunikasi tentang identitas

Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga

mengubah mekanisme. Menurut Michael Hecht menguraikan identitas

melebihi pengertian sederhana akan dimensi diri dan dimensi yang

digambarkan. Tingkatan pertama adalah personal layer, yang terdiri dari

rasa akan keberadaan diri kita dalam situasi sosial. Tingkatan kedua adalah

enactment layer, atau pengetahjuan orang lain tentang kita berdasarkan

apa yang kita kerjakan, kita miliki dan bagaimana kita bertindak.

Tingkatan ketiga adalah relational, identitas dibentuk berdasarkan interaksi

kita dengan orang lain. Terakhir adalah communal, yang diikat dalam

kelompok budaya yang sangat besar dalam suatu wilayah tertentu.15

E.2.2. Teori Negoisasi Identitas

Menurut Stella Ting-Toomey pada dasarnya identitas itu ada dua

macam, yaitu identitas kebudayaan dan identitas etnik. Terutama negoisasi

yang terjadi ketika kita berkomunikasi di dalam dan diantara kelompok-

kelompok kebudayaan. Beberapa individu lebih efektif dalam memperoleh

keseimbangan yang nyaman. Ketika kita mampu berganti dari satu konteks

budaya ke budaya yang lainnya dengan sadar dan mudah, maka kita telah

mencapai keadaan pengubahan kebudayaan (cultural transformer). Kunci

15 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 130-131

23

untuk memperoleh keadaan-keadaan tersebut adalah kemampuan lintas

budaya (Intercultural competence).

Kemampuan lintas budaya terdiri atas dari tiga komponen-

pengetahuan (knowledge), kesadaran (mindfulness), dan kemampuan

(skill). Pengetahuan adalah pemahaman akan pentingnya identitas etnik

atau kebudayaan dan kemampuan melihat apa yang penting bagi orang

lain. Kesadaran berarti secara biasa dan teliti untuk menyadari. Terakhir,

kemampuan mengacu pada kemampuan untuk menegosiasi identitas

melalui observasi yang diteliti, menyimak, empati, kepekaan nonverbal,

kesonpanan, penyusunan ulang dan kolaborasi. Kita tahu jika kita telah

memperoleh negoisasi identitas yang efektif jika kedua pihak merasa

dipahami, dihormati dan dihargai.16

E.3. Konflik

E.3.1. Definisi Konflik

Menurut Winardi (1994) konflik merupakan oposisi atau

pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau

organisasi-organisasi.17

Sehingga dalam sebuah konflik terdapat adanya suatu komunikasi

yang kurang efektif. Dengan demikian timbul suatu salah persepsi maupun

perbedaan ide-ide yang signifikan. Konflik sendiri memang tidak dapat

dihindari oleh siapapun. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu di

sibukkan dengan banyak masalah yang silih berganti datang menjumpai. 16 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 132-134 17 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 1

24

Mengingat akan hal tersebut, maka cara yang terbaik adalah

dengan melakukan pendekatan untuk mencari solusi masalah tersebut.

Bukan berarti ketika kita dihadapkan dengan sebuah konflik, dengan

mudahnya menghindar begitu saja. Padahal dibalik sebuah konflik yang

menghampiri kita ada sisi dimana dapat diambil sebuah manfaat.

Dalam sebuah konflik ada beberapa unsur yang memasuki kawasan

ini. Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa konflik bisa dalam antar

manusia, kelompok dengan kelompok maupun organisasi dengan

organisasi.

Konflik antar pribadi merupakan konflik yang juga memasuki

daerah rawan. Karena setiap konflik bisa saja mengakibatkan pemutusan

tali hubungan satu sama lain. Hubungan antar manusia merupakan

hubungan interaksi yang paling efektif. Oleh karena itu jika dalam

hubungan ini telah menemukan titik konflik, maka bisa saja dalam

kelompok masyarakat atau organisasi yang mereka tempati dapat

menemukan kehancuran.

Konflik dapat terjadi antara orang-orang apabila mereka memiliki

sasaran-sasaran yang berbeda atau cara-cara yang berbeda untuk mencapai

sasaran. Andaikata tidak terdapat adanya kepentingan yang mengakar,

maka konflik tipe demikian seringkali relatif mudah diselesaikan, terutama

apabila ia dibicarakan secara terbuka dengan itikad baik dari semua pihak

yang berkepentingan.

25

Kadang-kadang ada pula konflik yang muncul di dalam diri orang

tertentu, seringkali hal tersebut memasuki hubungannya dengan pihak lain,

yang menyebabkan timbulnya konflik antara orang itu dengan pihak lain

tersebut. Konflik internal seringkali merupakan penyebab macam-macam

problem interaksi.18

E.3.2. Faktor Penyebab Konflik

Konflik dapat terbentuk dari faktor-faktor yang beragam. Misalkan

saja dari faktor lingkungan sekitar, intrapersonal maupun faktor lainnya.

Akan tetapi semua itu kembali kepada individu masing-masing. Dalam

sebuah diri seseorang terdapat suatu pola piker yang beragam. Dari sini

akan terbentuk sebuah konsep diri atau persepsi.

Persepsi ini ternyata memiliki peranan yang sangat kuat dalam

pembentukan dan pemeliharaan posisi-posisi konflik. oleh karena itu

dalam buku Manajemen Konflik karangan Winardi19 dijelaskan ada

beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan konflik.

1. Dianutnya nilai-nilai baru oleh anggota-anggota kelompok tertentu

atau orang dengan orang.

2. Sebuah kesulitan atau problem baru, dihadapi oleh kelompok dimana

para anggotanya mempersepsikan dengan cara berbeda-beda.

3. Peranan seorang anggota di luar kelompok tersebut bertentangan

dengan peranan anggota tersebut di dalam kelompok itu.

18 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 103 19 Ibid. Hal 4

26

Akan tetapi itu hanyalah sebagian kecil dari faktor-faktor yang

mempengaruhi terbentuknya sebuah konflik. telah dijelaskan pula di atas,

bahwa sebagian besar konflik terbentuk dari sebuah pola pikir manusia itu

sendiri. Hal tersebut juga telah dijelaskan dalam teori Freud. “Manusi dan

lingkungan sosialnya selalu berada dalam konflik yang tak henti-hentinya.

Masyarakat berada di atas posisi konflik ini, karena individu takut pada

ancaman destruktif dari masyarakat.”20

Konflik muncul, apabila terdapat adanya ketidaksesuaian paham

pada sebuah situasi sosial tentang pokok-pokok pikiran tertentu dan

terdapat adanya antagonism-antagonisme emosional.

Winardi (1994) juga menjelaskan ada dua macam konflik yang

disebabkan oleh sesuatu hal, yaitu:

Konflik Substantif, meliputi ketidaksesuaian paham tentang hal-hal

seperti tujuan-tujuan, alokasi sumber daya, distribusi imbalan-imbalan,

kebijaksanaan, prosedur, serta penugasan kerja.

Konflik Emosional, timbul karena perasaan-perasaan marah,

ketidakpercayaan, ketidaksenangan, takut dan sikap menentang maupun

bentrok-bentrokan kepribadian.21

E.3.3. Proses Terjadinya Konflik

Proses terjadinya suatu konflik bermula dari ketidak efektifan suatu

komunikasi antara individu satu dengan individu yang lainnya.Akan tetapi

20 Sarlito Wirawan, Teori-teori Psikologi Sosial (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 1983) Hal 146 21 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 5

27

untuk lebih rinci tentang proses terjadinya suatu konflik, Winardi (1994)22

telah menjelaskan tahapan-tahapan timbulnya konflik dari sebuah bagan

sebagai berikut:

Bagan 1.1

Tahapan Perkembangan Suatu Konflik

Sumber: Prof. DR. Winardi, SE (1994) Manajemen Konflik

Apabila dalam daerah kondisi anteseden terdapat semua unsur

tersebut, maka tersedia lahan subur untuk berkembangnya konflik. adanya

22 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 15

KONDISI-KONDISI ANTESEDEN Ambiguitas peranan Sumber-sumber daya langkah Tugas-tugas yang interpenden Penghalang terhadap komunikasi Perbedaan individual Konflik yang belum terselesaikan Konflik yang

dibayangkan Konflik yang

dirasakan

Konflik yang memanifestasi diri

Pemecahan/ Penyelesaian Konflik atau Penekanan Konflik

Hasil Sesudah Konflik

28

kondisi tersebut, menunjukkan situasi dimana terdapat potensi konflik

tinggi.

Konflik dibayangkan, merupakan suatu persepsi yang mungkin

dirasakan atau tidak oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya. Konflik

dirasakan, maka ia mencapai makna dalam arti bahwa cukup banyak

tegangan yang terdapat, hingga muncul keinginan untuk mengurangi

perasaan yang kurang menyenangkan itu.

Adakalanya orang-orang merasakan adanya konflik, tetapi mereka

tidak mengetahui dengan pasti apa sumber ataupun penyebabnya. Konflik

yang dinyatakan secara terbuka disebut konflik yang memanifestasi diri.

Sebuah konflik manifest dapat diatasi, dalam arti bahwa kondisi-kondisi

anteseden diperbaiki, ditekan hingga dengan demikian tidak ada perubahan

dalam kondisi anteseden dan perilaku konflik dikendalikan.

Akhirnya, hasil tentang bagaimana konflik tertentu ditangani, dapat

mempengaruhi konflik-konflik masa mendatang. Konflik-konflik yang

tidak diatasi, akan berkembang intensitasnya, dan ia akan menimbulkan

konflik-konflik masa yang akan datang sehubungan dengan persoalan-

persoalan yang serupa.

Pemecahan konflik sebenarnya, menyebabkan timbulnya kondisi-

kondisi yang mengurangi potensi untuk konflik-konflik pada masa

mendatang, yang serupa sifatnya dan ia juga menyediakan landasan bagi

konflik-konflik lainnya untuk diatasi atau dipecahkan dengan cara yang

konstruktif.

29

E.3.4. Dampak Konflik

Setiap kali kita mendengar konflik pasti yang ada dalam pikiran

kita adalah dampak yang buruk. Padahal konflik tidak hanya berdampak

buruk, akan tetapi manajemen konflik yang baik akan menghasilkan

dampak yang baik pula.

Dalam buku Manajemen Konflik karangan Winardi (1994), ada

dua kemungkinan yang terjadi dalam konflik, yaitu dampak negatif atau

(konflik destruktif) dan dampak yang positif (konflik konstruktif).23

Konflik Destruktif

Konflik ini menimbulkan kerugian bagi individu atau organisasi

yang terlibat di dalamnya. Ada macam-macam kerugian yang ditimbulkan

karena konflik destruktif, misalnya beberapa diantara kerugian yang dapat

dialami orang-orang yang terlibat di dalamnya melalui hal-hal berikut:

1. Perasaan cemas/ tegang (stress) yang tidak perlu, atau yang mencekam

2. Komunikasi yang menyusut

3. Persaingan yang makin hebat

4. Perhatian yang makin menyusut terhadap tujuan bersama

5. Menyusutnya produktifitas dan kepuasan

Konflik Konstruktif

Konflik yang satu ini menimbulkan suatu keuntungan bagi kita.

adapun keuntungan yang didapatkan dari konflik ini adalah:

23 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 5-7

30

1. Kreatifitas dan Inovasi yang meningkat, akibat dari adanya konflik ini

membuat para individu untuk melakukan pembaharuan dalam sistem

kerjanya.

2. Upaya yang meningkat, dapat diatasinya perasaan apatis dan ia dapat

menyebabkan orang-orang yang terlibat dengan bekerja lebih keras.

3. Ikatan yang makin kuat, konflik yang terjadi dengan pihak luar, akan

meningkatkan ikatan dalam satu kelompok tersebut untuk mencapai

tujuan bersama.

4. Ketegangan yang menyusut, konflik dapat membantu menyusutkan

ketegangan pada seseorang, apabila tidak demikian maka akan

menimbulkan stress.

E.3.5. Manajemen Konflik

Sebuah konflik atau masalah tidak baik untuk dihindari, karena itu

bukanlah suatu penyelesaian sebuah masalah. Sebaliknya, hal tersebut

akan menambah jumlah masalah yang dibebani oleh kita.

Akan tetapi tidak banyak orang mengetahui akan manajemen

konflik yang baik dan efektif. Banyak diantara kita yang mengatasi konflik

dengan cara yang salah. Devito (1997) menjelaskan beberapa manajemen

konflik yang produktif dan tidak produktif.24

1. Manajemen Konflik yang Tidak Produktif

1.1. Penghindaran, Non-negosiasi dan Redefinisi

24 Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia (Professional Books, Jakarta 1997) Hal 270-275

31

Salah satu reaksi terhadap konflik yang paling sering dilakukan

adalah penghindaran. Sering ini dijumpai dalam bentuk pelarian fisik.

Reaksi seperti ini dapat pula berbentuk penghindaran emosional atau

intelektual. Disini orang meninggalkan konflik secara psikologis

dengan tidak menanggapi argument atau masalah yang dikemukakan.

Non-negosiasi, bentuk ini dilakukan dalam bentuk memaksakan

pendapatnya sampai pihak lain menyerah. Ini adalah tekhnik yang

dinamakan “Steamrolling” (buldoser). Dan yang terakhir adalah

redefinisi, dimana sumber konflik seakan-akan dikesampingkan oleh

orang lain. Tidak pernah ada penyelesaian.

1.2. Pemaksaan

Bila dihadapkan pada suatu konflik, banyak orang berusaha

memaksakan keputusan atau cara berpikir mereka dengan

menggunakan pemaksaan atau kekuatan fisik. Pemaksaan ini lebih

bersifat emosional. Tetapi, apapun yang dilakukan masalahnya tidak

pernah tersentuh.

1.3. Minimasi

Adakalanya kita mengatasi konflik dengan menganggapnya remeh.

Kita mengatakan, dan barangkali percaya, bahwa konflik, penyebabnya

dan akibatnya sama sekali tidak penting. Kita menggunakan minimasi

bila kita menganggap enteng perasaan pihak lain.

32

1.4. Menyalahkan

Dalam beberapa kasus sering kali kita merasa menyalahkan diri

sendiri, akan tetapi seseorang juga lebih banyak menyalahkan orang

lain. Hal ini bukan menyelesaikan masalah, namun malah

memperuncing masalah.

1.5. Peredam

Peredam ini juga sering dilakukan oleh siapapun. Dalam suatu

masalah peredam ini bisa dilihat pada saat pertengakaran hebat lawan

konflik sentak menangis, menjerit, berteriak seakan-akan kehilangan

kendali. Yang paling popular adalah sakit kepala atau sesak nafas. Yang

paling sulit jika salah satu pihak menggunakan tekhnik peredam ini,

maka kita tidak pernah tahu apakah hal tersebut benar-benar terjadi.

Tetapi yang pasti masalah tidak akan pernah terselesaikan dengan baik.

1.6. Karung Goni

Strategi ini mengacu pada tindak-tindak menimbun kekecewaan

dan kemudian menumpahkannya pada lawan bertengkar. Misalnya saja

ketika kita melakukan kesalahan pada orang lain. Para pengarung goni

pura-pura masalah telah usai, akan tetapi hal tersebut kembali diungkit

di suatu saat nanti.

1.7. Manipulasi

Salah satu pihak berusaha mengalihkan konflik dengan bersikap

mempengaruhi (sebenarnya, menghilangkan kecurigaan). Sasarannya

adalah agar pihak lain membentuk kerangka pikir yang reseptif dan

33

damai sebelum menyatakan ketidaksetujuan. Situasi konflik dan pihak

lain dimanipulasi sedemikian hingga pihak pemanipulasi pada akhirnya

memenangi pertengkaran.

1.8. Penolakan Pribadi

Salah satu pihak menolak memberikan cinta dan kasih sayang dan

berusaha memenangkan pertengkaran dengan membuat pihak lain

menyerah karena sikap ini.

2. Manajemen Konflik yang Efektif

Di dalam buku Komunikasi Antar Manusia karangan DeVito,

mengilhami konsep manajemen konflik yang efektif dari sebuah buku

George Bach dan Peter Wyden Intimate Enemy (1968).

2.1. Berkelahi secara Sportif

Pada kebanyakan hubungan antarpribadi, kita tahu dimana garis

batas yang harus ditarik, khususnya dalam hubungan yang berlangsung

lama. Jagalah agar kita hanya menyerang daerah yang tidak menyakiti

pihak lawan dan yang tidak akan menyebabkan semakin parahnya

permusuhan dan kemarahan.

2.2. Bertengkar secara Aktif

Kita harus ber[eran aktif dalam konflik antar pribadi. Jangan tutup

telinga (dan pikiran) kita atau menghindarinya, ini semua tidak berarti.

Sebaliknya, jika konflik ingin diselesaikan, ia harus dihadapi secara

aktif oleh kedua pihak.

34

2.3. Bertanggungjawas atas Pikiran dan Perasaan

Bila kita tidak sependapat dengan mitra kita atau menjumpai

perilakunya yang tidak benar, bertanggungjawablah atas perasaan ini.

Jangan mengelak tanggungjawab tersebut. Pertanggungjawabkanlah

pikiran dan perasaan dan tegaskanlah ini secara eksplisit.

2.4. Langsung dan Spesifik

Memusatkan pikiran terhadap masalah yang dihadapi merupakan

cara yang tepat untuk menuntaskan suatu masalah. Jangan pernah

memandang masalah-masalah yang telah lampau, atau membawa latar

belakang orang yang sedang berkonflik dengan kita. dengan fokus dan

langsung pada sasaran, konflik akan segera dapat diatasi.

2.5. Gunakan Humor untuk Meredakan Ketegangan

Humor seharusnya digunakan untuk meredahkan ketegangan yang

memuncak. Jangan pernah menggunakan humor sebagai strategi untuk

memenangkan perang atau menjatuhkan pihak lain. Karena hal tersebut

akan membuat pihak lain tersudut, dan masalah susah untuk

dituntaskan.

E.4. Pola Hubungan Interpersonal dalam Konflik di Paguyuban

Pola hubungan interaksi atau lebih sering disebut hubungan antar pribadi

memiliki model yang bermacam-macam. Dalam model yang telah dibahas

pada bagan 1 tentang pola hubungan interaksi telah dijelaskan model apa yang

dapat menyebabkan konflik.

35

Besar dari konflik tersebut juga dapat diketahui melalui urutan model

yang digunakan. Ketika seseorang menggunakan model one-up/one-up, maka

hubungan antar individu akan semakin kompetitif, karena setiap individu

menginginkan kekuasaan yang sama dan tidak mau kalah. Oleh karena itu hal

ini dapat membentuk konflik. Namun konflik juga dapat terbentuk dari pola

transisi. Akan tetapi kadar konfliknya karena tidak ada penyelesaian sehingga

timbul suatu masalah baru.

Dalam sebuah paguyuban itu sendiri sering terjadi sebuah konflik

internal. Karena perbedaan pendapat yang begitu besar, banyak beberapa

orang yang ingin mendominasi kekuasaan untuk mempertahankan

pendapatnya tersebut. Oleh karena itu, sebuah konflik ini dapat terjadi kapan

saja, dimana saja dan siapa saja.

F. Definisi Konseptual

F.1. Pola Hubungan Interpersonal

Pola hubungan interpersonal adalah suatu jenis atau cara-cara tertentu

yang bisa terjadi dalam suatu interaksi antara seseorang dengan orang lain.

Pola ini terbentuk karena setiap pelaku bersifat komunikatif, sehingga mereka

memainkan perannya untuk mengutarakan pendapat masing-masing. Pola

hubungan juga menjabarkan apa itu hubungan, bagaimana dapat terbentuk,

dipertahankan dan bagaimana hubungan itu dapat berubah.25

25 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 284

36

F.2. Konflik

Konflik merupakan oposisi atau pertentangan pendapat antara

orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi.26 Konflik ini

dapat terjadi di dalam suatu paguyuban atau organisasi. Karena setiap

individu yang hidup di suatu wadah pasti akan melakukan interaksi dengan

orang lain.

G. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah pola-pola hubungan interpersonal yang

membentuk sebuah konflik pada Paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang

angkatan 2009 dalam kasus menyelesaikan tanggung jawab pembagian tugas

kepanitian pemilihan Kakang Mbakyu tahun 2010 .

H. Metode Penelitian

H.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Kirk

dan Miller (1986) mendefinisikan bahwa penelitian kulaitatif adalah tradisi

tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung

pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan

dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.27

Menurut Poerwandari dalam buku Pendekatan Kualitatif untuk

Penelitian Perilaku Manusia disebutkan bahwa penelitian kualitatif

26 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 1 27 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Remaja Rosda Karya, Bandung 1990) Hal 3

37

menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip

wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain

sebagaianya.28Sehingga tipe penelitian ini menggunakan tipe penelitian

deskriptif. Deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel

mandiri, yaitu tanpa pembuatan perbandingan atau menghubungkan dengan

variabel yang lainnya.

H.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini akan diadakan bulan Januari-Februari 2011,

sedangkan tempat penelitian ini di kantor Paguyuban Kakang Mbakyu Guest

House Kota Malang Jl. Kawi No.24 Malang. Atau apabila tidak

memungkinkan di kantor tersebut, akan dilakukan pengumpulan data di

tempat-tempat yang representatif dan kondusif agar informan dapat dengan

mudah mengutarakan pendapatnya.

H.3. Unit Analisis dan Penentuan Informan

Unit analisis adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu,

kelompok, benda atau suatu latar peristiwa sosial.29 Sehingga unit analisis

dalam penelitian ini adalah para duta wisata kota Malang yang tergabung

dalam Paguyuban Kakang Mbakyu kota Malang angakatan 2009. Dimana

dalam hal ini lebih difokuskan pada anggota yang komunikatif atau yang

sering mengutarakan pendapatnya. Akan tetapi informan diluar peneliti,

karena peneliti juga sebagai anggota Kakang Mbakyu 2009.

28 Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia (Perfecta, Jakarta 2005) Hal 36 29 Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif (UMM Press, Malang 2005) Hal 75

38

Penentuan informan pada penelitian ini menggunakan Purposive

Sampling. Dimana para peneliti menentukan terlebih dahulu informan

tersebut melalui kriteria atau ciri-ciri yang memadahi untuk dijadikan sumber

informasi. Hal ini dapat dilakukan melalui observasi pada fenomena yang

terjadi, kemudian memilih informan yang tepat untuk dijadikan nara sumber.

Criteria yang termasuk dalam nara sumber atau informan adalah anggota

kakang mbakyu angkatan 2009 yang komunikatif dan aktif di kepanitiaan

pemilihan kakang mbakyu 2010.

H.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dari penelitian ini menggunakan wawancara

dan dokumentasi. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan yang

diwawancarai.

Wawancara ini tergolong pada wawancara dengan petunjuk umum. Jenis

wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis

besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. Penyusunan

pokok itu dilakukan sebelum wawancara. Pokok-pokok tersebut sudah

mencakup petunjuk secara umum. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan

pertanyaan disesuaikan dengan responden dalam konteks wawancara yang

sebenarnya.30

Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan

dokumentasi. Menurut Guba dan Lincoln (1981:228) mendefinisikan

30 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Remaja Rosda Karya, Bandung 1990) Hal 135-136

39

dokumentasi sebagai bahan tertulis atau film yang berguna sebagai sumber

stabil, kaya dan mendorong. Selain itu dokumentasi berguna sebagai barang

bukti untuk suatu pengujian.31

H.5. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif pada

prinsipnya berproses secara induksi, interpretasi dan konseptualisasi. Dimana

dalam penelitian ini akan dianalisis dengan cara melakukan penghalusan

bahan/ data yang masih kasar ke dalam laporan lapangan. Kemudian

melakukan penyederhanaan data menjadi beberapa unit informasi yang rinci

tetapi sudah terfokus.

Dengan demikian laporan dari hasil wawancara tersebut yang detail

(induksi) dapat berupa data yang lebih mudah dipahami, dicarikan makna

sehingga ditemukan pikiran apa yang tersembunyi di balik cerita mereka

(interpretasi) dan akhirnya dapat diciptakan suatu konsep (konseptualisasi).32

Dalam hal ini peneliti juga memberikan batasan-batasan atau

pengkategorian informan yang terlibat dalam pola hubungan interpersonal.

Berdasarkan teori dalam bagan 1 halaman 18, maka ada beberapa batasan

seseorang yang dalam pengkategorian one up, one down dan one across.

Seseorang dinyatakan One Up apabila,

1. Mampu mengutarakan pendapatnya

2. Dapat mengungkapkan keinginannya

3. Mempunyai inisiatif dan ide-ide yang tinggi 31 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Remaja Rosda Karya, Bandung 2006) Hal 216-217 32 Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif (UMM Press, Malang 2005) Hal 78-79

40

4. Sering kali menggunakan prinsip “ramai di depan, enak di belakang”

Seseorang dinyatakan One Down apabila,

1. Mempunyai sifat rendah hati

2. Sering kali menjadi pelengkap atau mengikuti arus

3. Lebih cenderung ke sifat mengalah

Seseorang dinyatakan One Across apabila,

1. Suka mengalihkan pembicaraan ke hal yang lain

2. Bersifat tidak mau mengalah

3. Kurang fokus dalam segala hal

4. Sering kali tidak menyambung dalam komunikasi

H.6. Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi, yaitu teknik

pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

Pada penelitian ini menggunakan triangulasi dengan sumber, yang

berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang dieproleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode

kualitatif.33

Untuk triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

sistem wawancara komaparasi antara data dari nara sumber satu dengan yang

lainnya, untuk melihat kaitannya. Selain itu, supaya data lebih valid peneliti

mencari informasi dari nara sumber lain. Nara sumber ini dapat diperoleh

33 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Remaja Rosda Karya, Bandung 1990) Hal 178

41

dari orang-orang terdekat informan utama. Misalkan senior atau angkatan

atas kakang mbakyu kota Malang.