Upload
lamcong
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota Yogyakarta termasuk dalam salah satu kota ternyaman dihuni di
Indonesia. Terbukti dari survey yang dilakukan oleh Ikatan Ahli Perencanaan
Indonesia (IAP) saat ini Jogja mendapatkan peringkat ke 4 sebagai Indonesia Most
Livable City Index.1 Bahkan pada tahun 2013 kota inilah yang menjadi peringkat
pertama dengan indikator tata ruang lingkungan, transportasi, fasilitas kesehatan,
fasilitas pendidikan, infrastruktur, ekonomi, keamanan, dan kondisi sosial. Wakil
Mentri Pekerjaan Umum, Herman Dardak juga mengatakan bahwa salah satu
indikatornya juga adalah faktor kemacetan lalu lintas.2
Kenyamanan Yogyakarta nyatanya berdampak pada ramainya pendatang
baik itu wisatawan, pekerja, pelajar maupun mahasiswa. Selain itu Jogja merupakan
kota wisata, budaya, dan pendidikan yang tentunya menarik warga luar Jogja untuk
tinggal di kota ini. Kondisi ini tentunya memperburuk keadaan yang ada. Tidak hanya
lahan yang semakin sempit akibat terus dibangunnya mall, hotel, rumah penduduk,
maupun perumahan, tapi juga kepadatan pengguna jalan raya dan berdampak pada
1 Max Oroh. 2015. Balikpapan Peringkat Pertama dari 7 Kota Ternyaman di Indonesia.
http://kabarkaltim.co.id/2015/08/08/balikpapan-peringkat-pertama-dari-7-kota-ternyaman-di-indonesia/ diakses 26 Oktober 2015 2 Astama Izqi Winata. 2014. Ikatan Ahli Perencana Indonesia: Jogja Kota Ternyaman Se-Indonesia.
http://jogjadaily.com/2014/07/ikatan-ahli-perencana-indonesia-jogja-kota-ternyaman-se-indonesia/ diakses 26 Oktober 2015
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kemacetan lalu lintas. Kemerosotan rangking dari peringkat 1 pada tahun 2013 dan
menjadi peringkat 4 di tahun 2015 tidak dipungkiri karena salah satu faktor yaitu
semakin tingginya angka penduduk yang mempengaruhi banyaknya penggunaan
kendaraan bermotor dan menyebabkan masalah kemacetan lalu lintas serta
mengurangi kenyamanan yang ada.
Salah satu kawasan yang setiap hari mengalami kemacetan adalah Jalan
Cornel Simanjuntak Yogyakarta. Jalan seluas 5 meter ini merupakan salah satu jalur
penting di jantung Kota Yogyakarta.3 Sehingga daerah ini penuh sesak oleh
kendaraan yang melewatinya. Jalan ini berada di wilayah Kelurahan Terban dimana
terdapat banyak pertokoan, pedagang kaki lima, parkir, dan sekolah di seluruh sisi
jalan. Mulai dari SMA, supermarket, toko busana, toko elektronik, warung internet,
toko sepatu, tempat makan, toko olahraga lengkap berjejer di arena ini. Toko-toko
tersebut mayoritas tidak memiliki lahan khusus parkir yang memadai. Terlihat dari
banyaknya kendaraan roda dua maupun empat yang diparkirkan di bahu jalan. Hal ini
tentunya menambah kemacetan lalu lintas yang ada.
Wacana pemberlakuan jalan satu arah di Jalan C. Simanjuntak Yogyakarta
akhirnya muncul pada tahun 2011.4 Namun kebijakan tersebut baru dapat
terealisasikan pada 25 Agustus 2014. Beberapa kali pemerintah melakukan
3 Yores, dkk. 2013. Perancangan Kota Jl. C Simanjuntak.
https://www.academia.edu/8714611/Perkot_Fix_Presentasi diakses pada 29 Oktober 2015 4 Esa. 2013. Konsep Jalan C Simanjuntak jadi Searah Butuh Sosialisasi Panjang.
http://jogja.tribunnews.com/2013/03/14/konsep-jalan-c-simanjuntak-jadi-searah-butuh-sosialiasi-panjang diakses pada 29 Oktober 2015
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
pertemuan dengan warga Kelurahan Terban demi mendapatkan persetujuan karena
jalan yang ada masih merupakan wilayah mereka. Pemerintah juga membuat
kebijakan mengenai parkir untuk toko disepanjang jalan tersebut yaitu parkir di bahu
jalan hanya diperbolehkan disisi Timur. Walaupun pada kenyataannya masih banyak
yang menggunakan bahu jalan sisi Barat untuk parkir kendaraan roda empat.
Penerapan kebijakan jalan satu arah di Jalan C. Simanjuntak Yogyakarta
melibatkan banyak pihak di dalamnya yaitu Pemerintah Kota Yogyakartaselaku
pemangku kekuasaan, masyarakat yang berada di wilayah Kelurahan Terban, dan
Swasta dalam kasus ini adalah pemilik toko disepanjang jalan tersebut. Hubungan
atau relasi yang ada antar aktor tersebut baik pemerintah dengan masyarakat,
pemerintah dengan swasta, ataupun swasta dengan masyarakat menjadikan kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah tersebut dapat terealisasikan. Karena suatu kebijakan
tidak dapat langsung diterapkan tanpa adanya persetujuan dari pihak-pihak yang
terdampak. Tiap aktor memiliki kepentingan masing-masing sehingga bukan menjadi
hal baru ada pihak yang awalnya tidak setuju dengan wacana ini.
Penelitian ini menarik karena masalah mengenai kebijakan jalan satu arah
sebagai suatu pemecahan masalah kemacetan merupakan masalah publik yang
memuat banyak kepentingan dan relasi di dalamnya. Baik itu pemerintah, swasta,
maupun masyarakat sekitar. Oleh karena itu peneliti ingin mengangkat permasalahan
tersebut dalam skripsi yang berjudul “Relasi Antar Aktor dalam Pemberlakuan
Kebijakan Jalan Satu Arah: Studi Mengenai Relasi dan Kepentingan Antara
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat Terban dalam Pemberlakuan Jalan Satu Arah di
Jalan Cornel Simanjuntak Yogyakarta”
Adanya penelitian ini peneliti berharap dapat memberikan analisis
mendalam mengenai relasi dan kepentingan yang terjalin karena adanya kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam kasus ini kebijakan pemberlakuan jalan satu
arah di Jalan C. Simanjuntak Yogyakarta. Diharapkan pula penelitian ini nantinya
akan menambah khazanah pengetahuan mengenai ilmu politik. Selain itu,
memperkaya karya penelitian sosial khususnya dalam bidang politik.
B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas, maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana relasi kuasa antara negara, swasta, dan masyarakat dalam
pemberlakuan jalan satu arah di Jalan Cornel Simanjuntak Yogyakarta?
2. Bagaimana cara pemerintah selaku pemangku kekuasaan dalam
merealisasikan kebijakan jalan satu arah di Jalan Cornel Simanjuntak
Yogyakarta?
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini tentunya bertujuan untuk mengetahui bagaimana relasi kuasa antara
pemerintah, swasta, dan masyarakat yang ada dalam pemberlakuan jalan satu arah di
Jalan Cornel Simanjuntak Yogyakarta. Selain itu untuk juga mengetahui bagaimana
cara pemerintah selaku pemangku kekuasaan menyelesaikan masalah publik yaitu
kejenuhan jalan.
D. Manfaat Penelitian
1. Mampu memberikan penjelasan bagaimana relasi yang terjadi antara
negara, swasta, dan masyarakat dalam pemberlakuan jalan satu arah di
Jalan C. Simanjuntak Yogyakarta.
2. Mengetahui berbagai macam kepentingan yang ada dalam pemberlakuan
jalan satu arah di Jalan C. Simanjuntak Yogyakarta.
3. Mampu menjelaskan berbagai aktor yang terlibat dalam terlaksananya
pemberlakuan jalan satu arah di Jalan C. Simanjuntak Yogyakarta.
4. Mampu menjabarkan tahapan-tahapan yang dilakukan pemerintah dalam
merealisasikan kebijakannya tersebut.
5. Menambah khazanah kajian politik dari sudut kebijakan publik dan relasi
kuasa.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
E. Review Literatur
Review literatur merupakan tahapan penting yang perlu dilakukan karena
untuk menunjukkan adanya penelitian sebelumnya oleh orang lain yang serupa
ataupun mirip terkait dengan relasi antar aktor dalam keberlangsungan suatu
kebijakan maupun kegiatan tertentu. Diperlukan juga untuk mengetahui bahwa
penelitian yang dilakukan berbeda dengan penelitian sebelumnya. Atau kata lain tidak
mengulang yang sudah ada dan ada unsur kebaruan di dalamnya. Pada bagian ini
memuat teori, temuan, dan fokus kajian dari tiap penelitian. Dalam penelitian kali ini,
ditemukan beberapa sumber berupa skripsi dan thesis yang memiliki kesamaan tema
besar dengan penilitian yang peneliti angkat.
1. Penelitian pertama yaitu skripsi dari Chandra Puspitasari Jurusan Ilmu
Pemerintahan UGM tahun 2007. Penelitian tersebut berjudul “Relasi Tiga Aktor
dalam Pengelolaan Parkir di Malioboro: Studi Tentang Relasi Kepentingan
antara Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat dalam Pengelolaan Parkir di
Malioboro”. Dalam penelitian tersebut , bentuk dan relasi antara tiga aktor yang
ada dijabarkan menggunakan Teori Governance. Dimulai dari sudut pandang
terminologinya, dari segi fungsionalnya, dan konsep relasi yang ada itu sendiri.
Fokus kajiannya adalah bagaimana menjelaskan peran pemerintah dalam
mengatur perizinan yang ada khususnya mengenai masalah perparkiran di
kawasan Malioboro. Dijabarkan pula bahwa pemerintah justru mendapatkan
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
stigma yang kurang baik atau kata lain kurang dipercaya oleh masyarakat dalam
mengelola parkir yang ada.
2. Penelitian kedua yaitu skripsi dari Rendy Riananda Jurusan Sosiologi UGM
tahun 2014 yang berjudul “JASA PELAYANAN PARKIR: Studi tentang Relasi
Antar Aktor dalam Pengelolaan Jasa Pelayanan Parkir di Kawasan Belanja dan
Hiburan Seturan, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta”. Skripsi tersebut membahas mengenai bentuk dan pola interaksi
serta relasi sosial yang terjadi antara para juru parkir dengan pemilik lahan usaha
dan memberikan lahan parkir dengan menggunakan paradigma definisi sosial dan
teori intetaksionisme simbolik. Fokus kajiannya adalah memperlihatkan peran
aktor yang menggunakan jasa pelayanan serta penyelesaian masalah oleh
penyedia jasa pelayanan dalam relasi sosial yang terjadi di dalamnya.
3. Penelitian ketiga yaitu thesis dari Muhammad Anshori Jurusan Ilmu Politik
UGM 2011 yang berjudul “Politik Pengelolaan Hak Bersama” yang membahas
mengenai dinamika relasi kuasa dalam pengelolaan perkebunan karet rakyat
melalui lembaga kesejahteraan desa di Desa Kemuja Kecamatan Mendo Barat
Kabupaten Bangka. Thesis tersebut menggunakan konsep mekanisme
pengelolaan sumberdaya kepemilikan bersama dan relasi struktur kekuasaan.
Fokus kajian penelitiannya lebih menitikberatkan pada proses dan mekanisme
pengelolaan sumberdaya, siapa saja aktor yang berperan, dan analisa mengenai
pola relasi kuasa dalam pengelolaan tersebut.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4. Penelitian keempat yaitu disertasi dari Pahada Hidayat Program Studi Kajian
Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada 2015 yang berjudul “Kontestasi dan
Relasi Kuasa dalam Pemberdayaan Masyarakat di Daerah: Studi Kasus pada
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Tulang Bawang
Barat”. Disertasi tersebut menggunakan kerangka teori kontestasi, konsep relasi
kuada, dan juga konsep ruang publik. Fokus kajiannya adalah mengenai
konstruksi pembangunan oleh negara melalui program PNPM, bentuk-bentuk
tegangan dan negosisasi antara masyarakat dan pemerintah, dan dinamika kultur
lokal dalam merespon perubahan sosial sebagai dampak dari program
pembangunan yang ada.
5. Penelitian kelima yaitu skripsi dari Adninda Gusnia Putri Jurusan Politik dan
Pemerintahan Universitas Gadjah Mada 2014 yang berjudul “Pola Relasi Kuasa
Antara Negara, NGO, dan Masyarakat dalam Proses Pemberdayaan Keluarga
(Posdaya) untuk Mengatasi Masalah Kemiskinan: Studi Posdaya Delima,
Gemawang, Sinduadi, Mlati, Sleman”, skripsi ini menggunakan kerangka teori
yaitu kemiskinan, pemberdayaan masyarakat, dan pola relasi NGO terhadap
negara. Fokus kajian penelitiannya yaitu mengenai bagaimana strategi
pemberdayaan yang dilakukan oleh Posdaya Delima dalam mengentaskan
kemiskinan dan juga pola reasi kuasa yang terbangun antara negara, NGO, dan
masyarakat.
6. Penelitian keenam yaitu thesis dari Reni Shintasari Jurusan Politik dan
Pemerintahan Universitas Gadjah Mada 2013 yang berjudul “Studi Relasi
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Pemerintah Desa, Perusahaan, Masyarakat Desa Ponggok terkait CSR PT TI
Aqua Danone”. Thesis ini menggunakan teori governance, CSR, dan patronase.
Fokus penelitiannya adalah mengenai relasi antara perusahaan, pemerintah desa,
dan masyarakat pada penganggaran CSR PT TIA Danone Klaten di Desa
Ponggok dan juga dampak CSR tersebut terhadap aktor lain yang terkait.
7. Penelitian ketujuh adalah skripsi dari Dhienda Viola Dewinta Jurusan
Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada 2015 yang berjudul “Relasi Antar
Aktor Pemerintah Kota Yogyakarta dengan Masyarakat & PHRI (Perhimpunan
Hotel dan Restoran Indonesia) dalam Keterkaitannya dengan Fenomena
Pembangunan Hotel di Kota Yogyakarta”. Fokus kajiannya adalah mengenai
pola relasi Pemerintah Kota Yogyakarta dengan aktor lain terkait dengan
fenomena dan pembangunan hotel. Penelitian ini menggunakan konsep relasi
antara state dan society, kemitraan, dan teori konflik.
8. Penelitian kedelapan adalah thesis dari Yoga Suharman Jurusan Hubungan
Internasional Universitas Gadjah Mada 2015 yang berjudul “Relasi Kekuasaan-
Pengetahuan dalam Wacana Global War On Terror”. Fokus kajiannya adalah
mengenai bentuk relasi kekuasaan yang ada dalam wacana perang melawan
terorisme global dan mekanismenya. Penelitian ini menggunakan teori kekuasaan
modern.
Penelitian-penelitian tersebut memiliki kesamaan tema besar yaitu
mengenai relasi kuasa antar aktor. Penelitian yang peneliti lakukan kali ini memuat
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
beberapa perbedaan dengan penelitian sebelumnya tersebut. Pertama adalah fokus
kajian yang diteliti yaitu mengenai relasi kuasa dalam pemberlakuan kebijakan jalan
satu arah di Jalan Cornel Simanjuntak Yogyakarta. Kedua adalah segi teori yang
digunakan, peneliti menggunakan teori kebijakan publik dan konsep relasi kuasa.
Ketiga adalah pembahasan adalah mengenai relasi kuasa yang termuat antar tiga aktor
yaitu pemerintah Kota Yogyakarta (state) , masyarakat Kelurahan Terban (society),
dan swasta atau pemilik usaha di sepanjang Jalan C. Simanjuntak (private sector).
Pemberlakuan jalan satu arah yang baru dilaksanakan Agustus 2014 lalu. Sehingga
dapat dikatakan bahwa penelitian ini up to date dengan realitas saat ini.
F. Kerangka Teori
F.1. Kebijakan Publik
F.1.1. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan publik dapat dipahami sebagai kebijakan yang dibuat oleh
badan-badan pemerintah dan atau para aktor politik, bertujuan untuk menyelesaikan
masalah publik. Lingkup dari studi ini sangat luas relasi mencakup berbagai sektor
baik itu politik, hukum, pendidikan, pertanian, keamanan, luar negri, dan lain
sebagainya. Namun yang akan menjadi fokus kali ini adalah kebijakan publik pada
lingkup politik yang bersifat regional/ lokal.
Pakar ilmu politik Richard Rose berpendapat bahwa kebijakan publik dapat
dipahami sebagai serangkaian kegiatan-kegiatan yang sedikit banyak berhubungan
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan dari pada
sebagai suatu keputusan tersendiri5. Kebijakan publik menurut Thomas Dye adalah
apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is
whatever governments choose to do or not to do)6. Definisi tersebut memiliki makna
bahwa kebijakan yang dibuat oleh badan pemerintah bukan organisasi swasta dan
menyangkut pada pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan
pemerintah. Atau kata lain, kebijakan tidak hanya dipandang dari segi apa yang sudah
dilakukan pemerintah.
James E. Anderson mendefinisikan bahwa kebijakan publik sebagai
kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah.7 Walaupun
disadari bahwa kebijakan-kebijakan yang ada dapat dipengaruhi oleh faktor dan aktor
di luar pemerintahan. Seperti pada pandangan David Easton ketika pemerintah
membuat kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasikan nilai-nilai
kepada masyarakat. Karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai di
dalamnya. Ditegaskan pula oleh Harrold Laswell dan Abraham Kaplan yang
berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan
praktika-praktika sosial yang ada dalam masyarakat.8
5 Richard Rose dalam Budi Winarno. 1989. Teori Kebijaksanaan Publik. PAU Studi Sosial Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta: Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar Universitas (Bank Dunia XVII). Hlm. 3. 6 Thomas Dye dalam Budi Winarno. Ibid., hlm. 2.
7 Dalam AG. Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 2.
8 Ibid., hlm. 3
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Menurut pandangan dari John Dewey kebijakan publik lebih
menitikberatkan pada publik dan masalah-masalah di dalamnya. Membahas mengenai
bagaimana isu-isu dan persoalan yang muncul ke permukaan disusun dan
didefinisikan. Lalu bagaimana semua itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan
agenda politik. Selain itu, kebijakan publik juga merupakan studi tentang bagaimana
dan apa dampak dari tindakan aktif yang dilakukan maupun pasif dari pemerintah. 9
Secara generik terdapat empat jenis kebijakan publik. Pertama, kebijakan
formal adalah keputusan-keputusan yang dikodifikasikan secara tertulis dan disahkan
atau diformalkan agar dapat berlaku. Kebijakan formal dikelompokkan menjadi tiga
yaitu perundang-undangan (UU, PP, Perda), hukum (Pidana, Perdata, Agama,
Khusus), dan regulasi (PP, PerPres, PerMen, PerKaDa). Kedua, kebiasaan umum
lembaga publik yang telah diterima bersama (konvensi). Ketiga, pernyataan pejabat
publik dalam forum publik. Keempat, perilaku kebijakan publik.10
Kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai, norma,
maupun praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila bertentangan maka akan
menyebabkan konflik atau chaos saat diimplementasikan. Oleh sebab itu kebijakan
yang nantinya dikeluarkan harus mampu mengakomodasi nilai, norma, dan praktika
9 Syahrin Naihasy. 2006. Kebijakan Publik. Yogyakarta: Mida Pustaka. Hlm. 18-19
10 Riant Nugroho. 2014. Metode Penelitian Kebijakan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 8-9.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
yang hidup dan berkembang di masyarakat. Terdapat tiga manfaat penting dalam
studi kebijakan publik:11
1) Pengembangan ilmu pengetahuan
Pengertian manfaat ini adalah ilmuwan dapat menempatkan kebijakan publik
sebagai variabel terpengaruh (dependent variable) maupun sebaliknya yaitu variablel
pengaruhnya (independent variable). Berarti bahwa studi ini berusaha mencari
variabel-variabel yang dapat memengaruhi isi dari kebijakan publik, ataupun
sebaliknya sehingga berupaya mengidentifikasi apa dampak dari kebijakan yang ada.
2) Membantu para praktisi dalam memecahkan masalah-masalah publik
Dengan mempelajari kebijakan publik para praktisi akan memiliki dasar teoritis
tentang bagaimana membuat kebijakan publik yang baik dan memperkecil kegagalan
dari suatu kebijakan publik. Sehingga kedepannya akan muncul kebijakan publik
yang lebih berkualitas yang dapat menopang tujuan pembangunan.
3) Berguna untuk tujuan politik
Suatu kebijakan publik yang dibuat melalui proses yang benar dengan dukungan
teori yang memadai memiliki posisi yang kuat terhadap kritik dari lawan-lawan
politik. Kebijakan publik tersebut dapat meyakinkan kepada lawan-lawan politik
11
Ibid., hlm. 4,5.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
yang tadinya kurang setuju. Kebijakan seperti itulah yang tidak akan dicabut hanya
karena alasan kepentingan sesaat dari lawan-lawan politik.
Terdapat enam kriteria yang harus diperhatikan saat mengambil kebijakan publik
yaitu sebagai berikut:12
1) Efektifitas (effectiveness), yang menguku apakah suatu alternatif sasaran
yang dicapai dengan suatu alternatif kebijakan dapat menghasilkan tujuan
akhir yang diinginkan atau tidak.
2) Efisiensi (efficiency), yang selalu menjadi tolok ukur adalah dalam bidang
ekonomi/ keuangan.
3) Cukup (Adequacy), adalah kriteria yang berkaitan dengan variasi antar
sumberdaya dan tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut:
a. Pencapaian sasaran tertentu dengan biaya tertentu
b. Pencapaian salah satu di antara banyak sasaran dengan biaya tetap
c. Pencapaian tujuan tertentu dengan biaya yang dapat berubah
d. Pencapaian salah satu di antara banyak sasaran dengan biaya yang
dapat berubah
4) Adil (Equity), adalah untuk mengukur suatu strategi kebijakan yang
berhubungan dengan penyebaran atau pembagian hasil dan ongkos atau
pengorbanan di antara berbagai pihak dalam masyarakat.
12
Syahrin Naihasy, op. cit. Hlm. 36-37
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5) Terjawab (Responsiveness), merupakan sebuah strategi kebijakan yang
dapat memenuhi suatu komunitas/ golongan/ masyarakat atau masalah
tertentu dalam masyarakat.
6) Tepat (Appropriateness), merupakan kombinasi dari kriteria di atas yang
saling mendukung ataupun ada kriteria yang sesuai akan tetapi tidak untuk
kriteria yang lain namun pada akhirnya harus dilakukan dalam rangka
terwujudnya suatu kebijakan pilihan terakhir.
F.1.2. Pendekatan dan Kerangka Kerja dalam Studi Kebijakan Publik
Hughes memaparkan studi kebijakan bahwa terdapat dua pendekatan dalam studi
kebijakan publik, yaitu13
:
1) Analisis kebijakan (policy analysis)
Pendekatan ini lebih terfokus pada studi pembuatan keputusan (decision making)
dan penetapan kebijakan dengan menggunakan model-model statistik.
2) Kebijakan publik politik (political public policy).
Pada pendekatan ini lebih menekankan pada hasil dan outcome dari kebijakan
publik dari pada penggunaan data statistik.
Kerangka kebijakan publik ditentukan oleh beberapa variabel: 14
13
Ibid., hlm. 5. 14
Ibid., hlm. 7.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
1) Tujuan yang hendak dicapai: mencakup kompleksitas tujuan yang hendak dicapai.
Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin sulit mencapai kinerja
kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan semakin sederhana, maka semakin
mudah untuk mencapainya.
2) Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan
kebijakan: suatu kebijakan yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh lebih
sulit untuk dicapai dibandingkan dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu
nilai.
3) Sumber daya yang mendukung kebijakan: kinerja suatu kebijakan akan ditentukan
oleh sumberdaya finansial, material, dan insfrastruktur lainnya.
4) Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan: kualitas dari suatu
kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas para aktor yang terlibat dalam proses
penetapan kebijakan. Kualitas tersebut akan ditentukan dari tingkat pendidikan,
kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya.
5) Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya:
kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, ekonomi, dan
politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan.
6) Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan: strategi yang digunakan untuk
mengimplementasikan suatu kebijakan akan memengaruhi kinerja dari suatu
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kebijakan. Strategi yang digunakan dapat bersifat top-down approach atau buttom-up
approach, otoriter atau demokratis.
F.1.3. Proses dan Tahapan Kebijakan Publik
Proses analisis kebijakan publik dapat dikatakan sebagai serangkaian aktivitas
intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktifitas
politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan
agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian
kebijakan. Sedangkan aktivitas yang lebih bersifat intelektual yaitu perumusan
masalah, forecasting, rekomendasi kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut: 15
GAMBAR 1 (Proses Kebijakan Publik Menurut William N Dunn)
15
Ibid., hlm. 8,9.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Tabel 1 Tahap Analisis Kebijakan (Aktifitas Intelektual)
TAHAPAN KARAKTERISTIK
Penyusunan agenda (agenda setting) Merupakan suatu proses dimana
masalah publik bisa mendapatkan
perhatian dari pemerintah atau tidak
Formulasi kebijakan (policy formulation) Merupakan proses perumusan
pilihan-pilihan kebijakan oleh
pemerintah. Tujuannya adalah untuk
mengetahui masalah apa yang harus
dipecahkan
Adopsi/ legitimasi kebijakan Merupakan langkah lanjut setelah
formulasi kebijakan. Tujuan
legitimasi adalah untuk memberikan
otorisasi pada proses dasar
pemerintah. Jika tindakan legitimasi
dalam suatu masyarakat diatur oleh
kedaulatan rakyat, warga negara
akan mengikuti arahan pemerintah.
Namun warga negara harus percaya
bahwa tindakan pemerintah adalah
sah
TAHAPAN KARAKTERISTIK
Perumusan masalah Memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi
yang menimbulkan masalah
Forecasting (peramalan) Memberikan informasi mengenai konsekuensi di
masa mendatang dari diterapkannya alternatif
kebijakan, termasuk apabila tidak membuat
kebijakan.
Rekomendasi kebijakan Memberikan informasi mengenai manfaat bersih dari
setiap alternatif, dan merekomendasikan alternatif
kebijakan yang memberikan manfaat bersih paling
tinggi.
Monitoring kebijakan Memberikan informasi mengenai konsekuensi
sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif
kebijakan termasuk kendala-kendalanya.
Evaluasi kebijakan Memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil
dari suatu kebijakan
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Implementasi kebijakan (policy
implementation)
Merupakan proses melaksanakan
kebijakan supaya mencapai hasil
yang diinginkan dengan baik
Penilaian kebaikan/ kebijakan Merupakan proses untuk menilai
hasil atau kinerja kebijakan yang
telah dibuat dan dilaksanakan.
Tabel 2 Tahap analisis kebijakan yang lebih bersifat politis:
F.2. Konsep Relasi Kuasa dalam Teori Governance
Dalam konteks governance pola relasi kekuasaan ditandai dengan hadirnya
masyarakat (institusi atau komunitas), pemerintah (pusat dan daerah), dan pasar
(pelaku bisnis interprenuer). Pemerintah bukan satu-satunya aktor yang berperan
penuh atau memiliki kekuasaan secara mutlak. Relasi pada dasarnya merupakan
bentuk konkret hubungan yang terbentuk karena adanya interaksi dari unsur dua
pihak atau lebih. Pihak-pihak yang terlibat tersebut memiliki kepentingan dan tujuan
masing-masing.
Pemerintah dengan menggunakan teori governance dalam membangun relasi
diharapkan mampu mengurangi adanya konflik akibat benturan kepentingan yang
ada. Karena suatu kebijakan akan dapat terlaksana dengan lebih baik apabila dalam
proses implementasinya melibatkan aktor-aktor lain selain pemerintah. Aktor tersebut
adalah swasta/private sector dan masyarakat. Perlu adanya ruang sinergi atau
kerjasama yang ada antara pemerintah dengan masyarakat dan swasta. Ruang ini
harus tetap dibuka untuk menjamin bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh masing-
masing pihak bisa lebih optimal. Sehingga tidak adanya pihak yang merasa dirugikan.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Manfaat baikpun diperoleh oleh semuanya akibat hubungan baik yang terjalin di
dalamnya.
Konsep relasi dapat dilihat secara lebih jelas pada bagan berikut:
Gambar 2 Konsep Relasi Antar Aktor
Keterangan:
: Relasi : Aktor/ wilayah/ sektor
F.2.1. Relasi antara Negara dengan Masyarakat
Pola yang terbentuk antara pemerintah dengan masyarakat adalah sebagai berikut:16
1) Pola Otoritarian
16
Tim Penyusun S2 PLOD. 2004. Mengelola Dinamika Politik dan Sumberdaya Daerah. Yogyakarta:
Global Media. Hlm. 50.
STATE
SOCIETY PRIVATE
SECTOR
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Pola otoritarian menempatkan posisi pemerintah pada tempat tertinggi
sedangkan masyarakat berada di posisi subordinatif. Negara mendominasi proses
pengambilan keputusan maupun dalam implementasi kebijakan. Masyarakat
dikondisikan pada posisi pasif dan perannya nyaris terpinggirkan. Dinamika dalam
proses pengambilan keputusan yang ada lebih merupakan refleksi dari kompetisi
kepentingan antar sejumlah aktor pemerintah.
2) Pola Hubungan Transisional
Pada pola ini sosok dominan dari pemerintah atau negara sudah mulai
mencair dan muncul partisipasi masyarakat. Peran masyarakat serta sektor lainnya
masih dibatasi oleh pemerintah dalam proses perumusan kebijakan politik. Pola
hubungan transisional diwarnai oleh ketegangan, konflik, bahkan perlawanan dari
masyarakat karena produk politik yang ada hanya menguntungkan pemerintah.
3) Pola Hubungan Demokratis
Pola hubungan antara pemerintah dengan masyarakat secara politik
posisinya setara. Pemerintah tidak lagi melakukan dominasi. Pemerintah dan
masyarakat sama-sama diikat oleh satu aturan main untuk saling mengisi dan
mendorong serta ada interaksi timbal balik dalam proses pengambilan kebijakan dan
implementasi kebijakan.
Pola-pola di atas menunjukkan bentuk relasi dari posisi , sedangkan untuk model
hubungan yang dibentuk dari dua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat dapat
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dilihat pada model-model hubungan sinergis. Model hubungan sinergis tersebut yang
dapat terbentuk dari relasi pemerintah (state) dengan masyarakat (society): 17
4) Model Kemitraan (partnership)
Model ini terdapat dasar yaitu kepercayaan satu sama lain dan kesetaraan.
Sehingga masyarakat sipil, masyarakat ekonomi, dan masyarakat politik bersama
dengan pemerintah dapat bekerja sama.
5) Model Reprositas-Kritis
Hubungan antara pemerintah dengan masyarakat dilakukan dengan cara
keduanya saling mempelajari posisi masing-masing dari keduanya. Selain itu juga
saling menerima dan memberi dukungan.
6) Model Akomodasionis
Baik dari pemerintah maupun masyarakat saling melakukan politik
akomodasi.
17
Ibid., hlm. 57
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
F.2.2. Relasi antara Negara dengan Swasta/ Privat Sector
Variasi bentuk relasi antara negara (state) dengan sektor swasta/privat (private
sector) dapat dibedakan kedalam 3 hal yaitu:18
1) Tingkat alokasi resiko antara pemerintah dengan swasta.
2) Tingkat kebutuhan tenaga ahli pada masing-masing pihak.
3) Implikasi potensial terhadap tingkat pembayaran.
Pemerintah memerlukan kerjasama dengan pihak swasta dalam melakukan
pembangunan atau pembenahan baik dalam bentuk tanggung jawab dan jangka
waktu. Terdapat lima bentuk kerjasama antara sektor pemerintah (state) dengan
sektor swasta/privat (private sector), yaitu sebagai berikut: 19
1) Kontrak Pelayanan (Service Control)
Merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta diberi tanggung jawab
melaksanakan pelayanan jasa untuk suatu jenis pelayanan tertentu dalam suatu jangka
waktu tertentu.
2) Kontrak Kelola (Management Contract)
Merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta diberi tanggung jawab
untuk mengelola prasarana/sarana milik pemerintah (yang dikontrakkan adalah
jabatan dalam suatu organisasi/management saja).
18
Ibid., hlm. 17. 19
Ibid.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3) Kontrak Sewa (Leased Contract)
Merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta menyewakan ke
pemerintah suatu fasilitas infrastruktur tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu
untuk kemudian dioperasikan dan dipelihara.
4) Kontrak Bangun (Rehabilitasi)
Merupakan hubungan dimana mitra swasta bertanggung jawab dalam
membangun proyek infrastruktur, dan tahap selanjutnya ditentukan oleh persetujuan
dari kedua belah pihak.
5) Kontrak Konsesi (Consession Contract)
Merupakan bentuk kerjasama dimana mitra swasta diberi tanggung jawab
menyediakan jasa pengelolaan atas sebagian atau seluruh sistem infrastruktur
tertentu, termasuk pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas. Serta pemberian layanan
kepada masyarakat dan penyediaan modal kerjanya.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
F.2.3 Relasi antara Masyarakat (society) dengan Swasta/ Privat Sector
Dalam governance, peran masyarakat dilibatkan dalam bidang sosial,
politik, maupun ekonomi. Pemberian kesempatan oleh negara dan swasta semakin
terwujud dengan adanya ruang untuk bergerak yang sering disebut dengan civil
society.
Pola dan bentuk relasi antara masyarakat dengan swasta adalah sebagai berikut: 20
1) Partisipasi :Terdapat pemberian kesempatan atau ruang dari satu
pihak ke pihak yang lain untuk saling melakukan relasi.
2) Aktualisasi :Dalam relasi terdapat usaha-usaha untuk
mensosialisasikan ide-ide atau usaha menunjukkan keberadaan.
3) Konflik :Relasi memuat benturan nilai dan kepentingan.
4) Korporasi :Relasi berbentuk kerjasama untuk tujuan ekonomi atau
bisnis. Biasanya berangkat dari persamaan kepentingan sosial ekonomi atau
perasaan senasib.
5) Transaksi :Dalam relasi terdapat pertukaran jual beli yang saling
menguntungkan secara materiil ataupun ekonomi.
20
Sunyoto Usman. 2006. Malioboro. Yogyakarta: PT Mitra Tata Persada. Hlm. 61
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
G. Definisi Konseptual
1) Relasi
Relasi adalah hubungan atau banyak hubungan baik hubungan antar
individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Hubungan
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh W.J.S Poerwardarminta berarti
berurusan langsung dengan, berkaitan dengan, mengadakan kontak dengan,
berkenaan dengan, atau pertalian.21
2) Kepentingan
Kepentingan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti keperluan,
kebutuhan, interes. Kepentingan lebih ditekankan pada perilaku atau dorongan
seseorang untuk melakukan hal tertentu berkaitan dengan hal yang menguntungkan
dirinya atau menjadi kebutuhannya.
3) Aktor
Aktor dapat diartikan sebagai individu atau kelompok yang mempengaruhi
terjadinya suatu kejadian atau keputusan tertentu. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia aktor memiliki arti orang yang berperan dalam suatu kejadian penting.
4) Kebijakan publik
21
W.J.S. Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh badan-badan
pemerintah dan atau para aktor politik, bertujuan untuk menyelesaikan masalah
publik.
H. Definisi Operasional
1) Relasi antar aktor
Relasi tidak dapat dilepaskan dari adanya kerangka keseluruhan yang terbagi dalam
unsur-unsur sebagai berikut:22
a) Tujuan/ nilai yang dibela: Mengidentifikasi apakah terdapat tujuan atau nilai
yang dipegang oleh para aktor secara individu, kelompok, atau lembaga.
b) Adanya aturan main: Mencoba mengungkap fakta apakah ada aturan main
(rule of the game) dalam pengelolaan relasi. Jika ada, apakah berbentuk
tertulis/perundang-undangan atau tidak tertulis dan bagaimana mekanisme
bekerjanya aturan main tersebut.
c) Komitmen moral/etos: Komitmen moral menyangkut pada konsistensi aktor
yang terlibat. Dapat diwujudkan berupa tekad dan etiket, serta integritas
individu dalam kelompok atau lembaga.
d) Kepemimpinan: Lebih cenderung mengidentifikasi pada hubungan antara
pemimpin dan pengikutnya. Melihat adakah pola ketergantungan atau
kemandirian dari bawahan pada pemimpin dalam setiap sektor yang terlibat.
22
Tim Penyusun Program S2. Op.cit. hlm. 80.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
e) Organisasi sebagai wadah operasional: Mengidentifikasi pelibatan organisasi
baik organisasi masyarakat atau politik dalam pembentukan relasi.
f) Sarana dan prasarana: Mengidentifikasi apa saja sarana dan prasarana yang
dipakai dalam pembentukan relasi, misalnya saja penggunaan uang sebagai
sarana untuk memperkuat kekuasaan yang ada, atau dengan sarana wewenang
untuk membentuk dan mengelola relasi.
2) Unsur-unsur dalam kebijakan publik23
Terdapat dua perspektif, yaitu perspektif proses kebijakan dan struktur
kebijakan. Dari perspektif proses kebijkan tahapannya adalah identifikasi masalah,
tujuan, formulasi kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan evaluasi kebijakan.
Sedangkan perspektif struktur kebijakan yaitu sebagai berikut:
a) Tujuan kebijakan. Kebijakan yang baik dan terarah harus memiliki tujuan
yang baik pula. Sekurang-kurangnya memenuhi empat kriteria sebagai berikut
yaitu apa yang diinginkan untuk dicapai, bersifat rasionak atau realistis,
merupakan sesuatu yang jelas (clear), dan berorientasi ke depan (future
oriented).
b) Unsur kedua adalah masalah yang merupakan unsur yang sangat penting
dalam kebijakan. Apabila terdapat kesalahan dalam menentukan masalah
dapat menimbulkan kegagalan dalam proses kebijakan.
23
Syahrin Naihasy. 2006. Kebijakan Publik Menggapai Masyarakat Madani. Yogyakarta: Mida Pustaka. Hlm. 32-36
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
c) Unsur ketiga adalah tuntutan (demand). Seperti halnya partisipasi pada
umumnya yaitu adanya tuntutan.
d) Unsur keempat adalah dampak (outcomes). Dalam bidang sosial dan politik
dapat terjadi pula multiplier effects baik positif maupun negatif.
e) Unsur kelima adalah sarana (policy instrumen). Suatu kebijakan dapat
dilaksanakan dengan menggunakan sarana antara lain berupa kekuasaan,
insentif, pengembangan kemampuan, simbolis, dan perubahan kebijakan itu
sendiri.
I. Metode Penelitian
I.1. Jenis Penelitian
Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode studi kasus. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan
sosial. Menurut Bogdan dan Bikien studi kasus merupakan pengujian secara rinci
terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen
atau satu peristiwa tertentu. Ary, Jacobs, dan Razavieh menjelaskan bahwa pada studi
kasus hendaknya peneliti berusaha untuk menguji unit atau individu secara
mendalam.24
24
Sotirios Sarantakos. 1993. Social Research. Australia: Machmillan Education Australia PTY LTD. Hlm. 263.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Robert K. Yin mengatakan bahwa studi kasus merupakan cerita yang unik dan
menarik. Dapat berfokus pada suatu individu, organisasi, proses, lingkungan sekitar,
institusi, ataupun kejadian disekitar kita. Hal yang dikaji dalam studi kasus ialah
penjelasan mengenai mengapa sesuatu yang menarik tersebut dapat terjadi,
bagaimanakah implementasi/penerapannya, dan apa yang dihasilkan dari sesuatu
yang menarik tersebut.25
Mengetahui relasi kuasa antar aktor dalam pemberlakuan jalan satu arah
diJalan Cornel Simanjuntak Yogyakarta, sekaligus bagaimana tahapan yang dilakuan
dalam proses merealisasikan kebijakan sangat cocok menggunakan metode studi
kasus yang termasuk dalam jenis penelitian dengan pendekatan kualitatif. Dengan
menggunakan studi kasus maka dapat menggali secara mendalam mengenai
hubungan dan tahapan yang termuat di dalamnya. Sehingga kasus yang dipaparkan
akan terjawab secara rinci dan jelas.
I.2. Jenis dan Sumber Data
Peneliti menggunakan dua jenis data, yaitu:
1) Sumber primer
Sumber primer adalah sumber data utama yang dijadikan sebagai pusat
informasi data terpenting dan yang didapatkan langsung dari sumber data. Sumber
25
Robert K. Yin. 2003. Case Study Research (Design and Methodes, 3rd ed). London: Sage Publication. Hlm. 12
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
data ini dapat diperoleh dengan pengamatan langsung (observasi) maupun wawancara
dan biasanya bersifat subyektif karena berasal dari sudut pandang narasumber.
Sumber primer penelitiaan ini diperoleh melalui hasil wawancara dengan Lurah
Terban Yogyakarta Rochwan Nugraheni, Ketua RW setempat Immanuel Triono
Widadi, pemilik toko Karita busana muslim sekaligus mantan Walikota Yogyakarta
periode 2001-2006 dan 2006-2011 Herry Zudianto, asisten general manajer Margaria
Group Muslim Yudhianto, pimpinan Karita Jogja Layliana, petugas parkir Budi,
Ketua Bidang LLA (lalu lintas, angkutan, dan pengendalian operasional) Dinas
Perhubungan Kota Yogyakarta Golkari Made Yulianto, Sie manajemen dan rekayasa
lalu lintas Zandaru, dan ketua paguyuban ASTER (agawe santosaning terban) Ahmad
Badrowi.
2) Sumber sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang dijadikan pelengkap
atau pendukung informasi bagi data sumber primer. Data sekunder ini didapatkan dari
berbagai dokumen, peraturan walikota, studi pustaka, dan literatur yang berkaitan
dengan relasi antar aktor dalam pemberlakuan suatu kebijakan. Sumber sekunder
yang di dapat adalah peta wilayah Kelurahan Terban Yogyakarta dan Peraturan
Walikota Nomor 25 Tahun 2015 tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas di
Kawasan Terban. Selain itu adalah literatur yang di dapat dari hasil pencarian di
perpustakaan, skripsi dan tesis sejenis, dan internet.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I.3. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan tiga metode pengumpulan data untuk menjelaskan
fenomena yang terjadi yaitu dengan metode wawancara, metode observasi, dan
pengumpulan data sekunder. Alasan menggunakan ketiga metode tersebut adalah
agar fakta yang terdapat di lapangan dapat dipaparkan secara rinci dan diperoleh
validitas data. Penjabaran ketiga metode tersebut sebagai berikut:
1) Wawancara mendalam
Mantja mendefinisikan wawancara mendalam mencakup dua proses dasar,
yaitu mengembangkan hubungan baik (rapport) dan mengejar perolehan
informasi.26
Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang
memiliki tujuan dan didahului dengan beberapa pertanyaan informal. Peneliti
berusaha melakukan wawancara mendalam kepada informan yang berkompeten dan
berkaitan dengan penelitian ini. Melalui teknik ini, peneliti berharap data atau
informasi yang didapatkan tersebut dapat tergali secara komprehensif karena berasal
dari sumber yang bersangkutan.
Wawancara dengan surat penelitian dilakukan setelah penulis dan
narasumber membuat janji. Wawancara berlangsung selama 1-1,5 jam dan direkam
dengan menggunakan recorder handphone. Wawancara mendalam dilakukan kepada
narasumber yang telah disebutkan dalam sumber primer. Pertama dilakukan
26
Dalam Imam Gunawan. 2014. METODE PENELITIAN KUALITATIF: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 167
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
wawancara kepada Pak Budi pada tanggal 4 Desember 2015 di loby bank yang
merupakan petugas parkir Panin Bank dan warga asli Terban. Beliau merupakan
teman ayah penulis, sehingga narasumber terbuka dalam menjawab pertanyaan.
Kedua, kepada Pak Lurah Terban Rochwan Nugraheni pada 18 Desember 2015.
Wawancara dengan Pak Rochwan merupakan wawancara yang memakan waktu
paling lama dari narasumber lain karena bercerita dari sisi pemerintah, masyarakat,
dan swasta. Pak Rochwan merekomendasikan untuk langsung menjumpai Dinas
Perhubungan untuk mendapatkan informasi yang pasti terkait dengan kebijakan jalan
satu arah. Tidak hanya itu, penulis diberikan sumber sekunder berupa peta wilayah
Kelurahan Terban.
Ketiga, dilakukan wawancara kepada Ketua Bidang LLA (lalu lintas,
angkutan, dan pengendalian operasional) Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta Pak
Golkari Made Yulianto pada 22 Desember 2015. Penulis mengalami hambatan saat
melakukan wawancara dengan narasumber tersebut, sebab beliau belum menduduki
jabatannya saat ini sewaktu proses jalan satu arah tersebut ada. Sehingga beliau
banyak melewatkan beberapa pertanyaan penting. Keempat, diarahkan untuk
wawancara dengan Pak Zandaru (sie manajemen dan rekayasa lalu lintas) karena
beliau yang tahu betul bagaimana wacana awal rekayasa lalu lintas di Jalan Cornel
Simanjuntak Yogyakarta. Dari sinilah penulis mendapatkan jawaban yang jelas dan
rinci. Selanjutnya diberikan sumber sekunder berupa Peraturan Walikota nomor 25
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
tahun 2015 tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas di kawasan Terban untuk
memudahkan penulis memahami regulasi yang telah dibuat pemerintah.
Kelima, wawancara mendalam dilakukan dengan salah satu tokoh
masyarakat Terban dan merupakan Ketua RW 02 Pak Immanuel Triono Widadi yang
gang kampungnya paling terdampak akibat pemberlakuan kebijakan jalan satu arah
Jalan Cornel Simanjuntak Yogyakarta. Wawancara dilakukan pada 5 Januari 2016 di
keidaman beliau. Narasumber sangat terbuka dan mampu memaparkan fakta yang
terjadi di lapangan secara jelas. Kesulitan penulis adalah karena suara narasumber
yang cukup lirih dan gang kampung yang sangat ramai dilalui motor sehingga proses
perekaman suara menggunakan recorder cukup sulit didengar ulang. Ditambah lagi
dengan adanya pengamen dan membuyarkan konsentrasi Pak Tri.
Keenam, wawancara dengan Pak Yudhianto (Asisten General Manajer
Margaria Group Muslim Grup) dan Mbak Lailyana (Pimpinan Karita Jogja) di kantor
pusat Margaria Group pada tanggal 19 Januari 2015. Kedua narasumber menjawab
pertanyaan penulis dengan bergantian dan saling melengkapi. Kesulitan penulis
adalah tidak adanya pemberitahuan sebelumnya bahwa kedua narasumber ini yang
akan dimintai informasi, karena surat izin penelitian langsung diterima oleh Pak
Herry Zudianto dan beliau menyanggupinya. Barulah apabila ada pertanyaan yang
belum bisa terjawab secara maksimal, Pak Herry yang akan melengkapi karena
kesibukan. Sehingga penulis membuat beberapa pertanyaan tambahan terkait hal ini.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Ketujuh, barulah wawancara dilakukan dengan Mantan Walikota dua
periode Herry Zudianto yang juga merupakan pemilik toko busana muslim Karita di
Jalan Cornel Simanjuntak Yogyakarta. Wawancara dilakukan pada hari dan tempat
yang sama dengan wawancara sebelumnya. Hambatan yang diperoleh adalah waktu
yang terbatas, dan pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang belum terjawab
oleh narasumber sebelumnya. Kedekatan dengan beliau juga kurang terbangun akibat
benturan waktu. Berbeda dengan wawancara sebelumnya dengan staff beliau yang
penuh dengan canda tawa, karena kelonggaran waktu yang ada.
Kedelapan, wawancara mendalam pada tanggal 23 februari 2016 dengan
salah satu tokoh masyarakat yang merupakan Ketua Paguyubna ASTER (Agawe
Santosaning Terban) Pak Ahmad Badrowi yang menangani masalah perparkiran di
Mirota Campus Yogyakarta. Wawancara dilakukan di kediaman beliau di
Blimbingsari. Kesulitan dari wawancara ini adalah beliau hanya menguasai materi
perparkiran di Mirota Campus saja, karena parkir di bagian lain bukan merupakan
cakupan ASTER. Dan tidak ada paguyuban parkir seperti di parkir depan Galeria
Mall ataupun Parkir Malioboro.
Terakhir, penulis melakukan wawancara dengan pedagang angkringan
bernama Pak Rahmat di sebelah sisi barat jalan. Hal yang digali adalah mengenai
permasalahan pendapatan pasca diberlakukannya jalan satu arah di wilayah tersebut.
Wawancara dilakukan di warung beliau.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Peneliti juga berusaha untuk membangun kepercayaan kepada para
informan agar tidak segan untuk memberikan informasi yang memadai sehingga data
yang didapatkan lengkap dan jelas. Berkenaan dengan ruang lingkup masalah
penelitian maka wawancara dilakukan terhadap aktor-aktor yang terlibat dan
terdampak dalam pemberlakuan jalan satu arah di Jalan Cornel Simanjuntak
Yogyakarta. Kesulitan secara umum yang dijumpai oleh penulis adalah narasumber
ketika menjawab kadang melenceng terlalu jauh dari pertanyaan yang diajukan.
Sehingga perlu lebih dari satu kali untuk menanyakan beberapa pertanyaan penting.
Tempat yang dipergunakan untuk wawancara juga beberapa tidak kondusif seperti
banyak suara kendaraan berlalu lalang sehingga mengganggu proses wawancara.
Walaupun sudah adanya rekaman yang diambil oleh penulis, namun hasil rekaman
menjadi tidak begitu jelas. Dalam menyasatinya, penulis tidak hanya merekam namun
juga mencatat poin-poin penting yang diutarakan oleh narasumber.
2) Observasi
Poerwandari berpendapat bahwa observasi merupakan metode yang paling
dasar dan paling tua, karena dengan cara-cara tertentu kita selalu terlibat dalam proses
mengamati.27
Observasi diarahkan pada suatu kegiatan mencatat fenomena yang
muncul, memerhatikan secara akurat, dan memperhatikan mengenai hubungan antar
aspek dalam fenomena tersebut. Penggunaan teknik ini diarahkan pada berbagai
27
Ibid. hlm. 143
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
gejala secara visual yang terjadi di lapangan yang merupakan data penting dalam
penelitian.
Observasi dilakukan penulis dengan mengamati keadaan Jalan Cornel
Simanjuntak Yogyakarta dimulai dari keadaan jalan satu arah, gang-gang kampung
yang ada, dan kondisi parkir. Tidak luput pengamatan mengenai kondisi toko yang
berkaitan dengan jumlah pengujung yang datang. Dilakukan pula pencataan
bangunan dan jalan yang ada di sepanjang jalan ini mulai dari utara hingga selatan.
Hal tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang pasti dan nyata kondisi
lapangan.
3) Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen, peraturan
walikota, literatur, dan studi pustaka yang terkait dengan relasi antar aktor dalam
pemberlakuan suatu kebijakan. Data yang diperoleh dari teknik ini dipergunakan
untuk melengkapi sekaligus mempertajam dalam analisis yang lebih lanjut.
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari narasumber wawancara
mendalam yang memiliki dokumen terkait dengan penelitian yang di angkat. Selain
itu penulis menggunakan buku yang ada di perpustakaan, milik pribadi, dan internet
sebagai pelengkap dan memperkuat hasil penelitian. Sumber sekunder menjadi data
yang cukup penting karena mampu melengkapi sumber data primer yang belum
lengkap.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I.4. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data merupakan tahapan yang dilakukan setelah tahap
pengumpulan data. Analisa data merupakan kegiatan mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode/tanda, dan mengategorikannya sehingga diperoleh
suatu temuan berdasarkan fokus masalah yang akan dijawab. Teknik ini sangat
penting dilakukan agar data yang didapat mampu diolah dengan baik dan
menghasilkan temuan penelitian.
Peneliti mengelompokkan data-data yang sudah terkumpul berdasar
sumber data yaitu wawancara mendalam, observasi, dan data sekunder. Data primer
dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi yang nantinya akan dirangkai
dan dianalisis. Data sekunder juga digunakan sebagai data pelengkap. Kemudian tiap
data disusun dan dirangkai satu sama lain sehingga teratur dengan baik. Selanjutnya
akan ditarik kesimpulan dari data yang sudah rapi tersebut. Dengan demikian maka
penelitian ini akan menjadi penelitian yang baik dan mudah dicerna oleh para
pembaca.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
J. Sistematika Penulisan
1. Bab I: Pendahuluan
Bab pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, review literatur, kerangka teori, definisi
konseptual, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab 2: Kewilayahan dan Aktor yang Terlibat dalam Pemberlakuan Jalan
Satu Arah Cornel Simanjuntak Yogyakarta
Bab ini berisikan mengenai kondisi kewilayahan Jalan Cornel Simanjuntak.
Termasuk peta jalan dan bangunan yang berada di wilayah tersebut. Penerapan jalan
satu arah juga dijelaskan secara umum. Selain itu memuat peta aktor yang terlibat
dalam pemberlakuan kebijakan jalan satu arah.
3. Bab 3: Kewilayahan dan Aktor yang Terlibat
Bab ini menjelaskan mengenai relasi kuasa antar aktor dan peta kuasa di
dalamnya. Baik relasi antara pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan
swasta, maupun swasta dengan masyarakat. Bab ini juga membahas mengenai relasi
yang terbangun sebenarnya menyangkut relasi kuasa formal dan relasi kuasa ekonomi
yang terjadi akibat kepentingan-kepentingan aktor yang ada dalam pemberlakuan
jalan satu arah Cornel Simanjuntak Yogyakarta.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4. Bab 4: Penerapan Kebijakan Jalan Satu Arah Cornel Simanjuntak
Yogyakarta
Bab ini membahas mengenai tahapan-tahapan kebijakan jalan satu arah.
Dimulai dari pemerintah melakukan pendekatan kepada forum lalu lintas, tokoh
masyarakat, masyarakat, dan swasta. Tidak hanya itu, dijelaskan pula cara-cara yang
ditempuh oleh pemerintah dalam menyelesaikan hambatan yang ada di lapangan
terkait dengan permasalahan yang ada.
5. Bab 5: Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari bab-bab yang dibahas sebelumnya dan
merupakan intisari dari penelitian ini. Selain itu, saran oleh peneliti juga dituangkan
di dalam bab ini.
RELASI ANTAR AKTOR DALAM PEMBERLAKUAN KEBIJAKAN JALAN SATU ARAH: Studi MengenaiRelasi Kuasa AntaraPemerintah, Swasta, dan Masyarakat Kampung Terban dalam Pemberlakuan Kebijakan Jalan SatuArah diJalan Cornel Simanjuntak YogyakartaLATIFAH UTIYA NI'AMAR RAHMANI Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/