26
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia diperkirakan memiliki 30.000 spesies tumbuhan. Di antara 30.000 spesies tumbuhan diketahui sekurang-kurangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies tumbuhan telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Daun sukun merupakan salah satu tanaman yang dikenal berkhasiat dalam pengobatan tradisional oleh masyarakat Indonesia. Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berasal dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang telah digunakan secara turun temurun untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Sukun yang memiliki nama ilmiah Artocarpus altilis (Park.) Fosberg merupakan tanaman yang tumbuh tersebar hampir di seluruh daerah di Indonesia. Tanaman ini memiliki buah yang biasa digunakan sebagai bahan makanan. Sedangkan bagian daunnya dikenal memiliki khasiat sebagai obat. Secara tradisional, daun sukun digunakan masyarakat dalam pengobatan penyakit hati, inflamasi, jantung, ginjal, sakit gigi, dan gatal-gatal. Secara empiris daun sukun digunakan sebagai obat penyakit kulit dan obat luar pada penyakit pembesaran limpa (Heyne, 1987). Daun sukun juga berkhasiat sebagai obat demam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang

tinggi. Indonesia diperkirakan memiliki 30.000 spesies tumbuhan. Di antara

30.000 spesies tumbuhan diketahui sekurang-kurangnya 9.600 spesies tumbuhan

berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies tumbuhan telah digunakan

sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Daun sukun merupakan salah satu tanaman

yang dikenal berkhasiat dalam pengobatan tradisional oleh masyarakat Indonesia.

Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berasal dari bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran

dari bahan tersebut, yang telah digunakan secara turun temurun untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Sukun yang memiliki nama ilmiah Artocarpus altilis (Park.) Fosberg

merupakan tanaman yang tumbuh tersebar hampir di seluruh daerah di Indonesia.

Tanaman ini memiliki buah yang biasa digunakan sebagai bahan makanan.

Sedangkan bagian daunnya dikenal memiliki khasiat sebagai obat. Secara

tradisional, daun sukun digunakan masyarakat dalam pengobatan penyakit hati,

inflamasi, jantung, ginjal, sakit gigi, dan gatal-gatal. Secara empiris daun sukun

digunakan sebagai obat penyakit kulit dan obat luar pada penyakit pembesaran

limpa (Heyne, 1987). Daun sukun juga berkhasiat sebagai obat demam

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

2

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993). Pengobatan dilakukan dengan

cara meminum rebusan air daun sukun. Daun sukun memiliki kandungan senyawa

berkhasiat seperti flavonoid, sitosterol, asam hidrosinamat, asetilkolin, tanin,

riboflavin, saponin, dan fenol.

Berdasarkan penelitian Suryanto dan Wehantouw (2009), ekstrak metanol,

etanol, dan aseton daun sukun mengandung senyawa fenolik, flavonoid, dan tanin

terkondensasi. Ekstrak daun sukun tersebut juga terbukti memiliki aktivitas

antioksidan karena mampu menangkap radikal bebas terhadap 1,1 diphenyl-2-

picrylhydrazyl (DPPH). Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat

menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena

keberadaan radikal bebas di dalam tubuh. Tubuh manusia mengalami proses

metabolisme yang akan membentuk produk samping berupa radikal bebas.

Radikal bebas akan membentuk reaksi berantai yang mampu menghasilkan

radikal bebas baru sehingga jumlah radikal bebas semakin banyak. Radikal bebas

yang semakin banyak jumlahnya akan membentuk oksidatif stres. Radikal bebas

dalam jumlah yang banyak dapat mengakibatkan kerusakan sel tubuh (Agarwal

dkk., 2010). Pembentukan radikal bebas ini dapat dihambat oleh senyawa

antioksidan. Senyawa-senyawa alami yang mempunyai potensi sebagai

antioksidan umumnya merupakan golongan senyawa flavonoid, fenolik, dan

karetonoid (Corocho dan Ferraira, 2013).

Uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan

dari suatu ekstrak. Terdapat beberapa metode untuk menguji aktivitas antioksidan

antara lain metode penangkapan radikal DPPH, Ferric Reducing Antioxidant

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

3

Power (FRAP), dan metode Thiobarbituric Acid Reactive Substances (TBARS).

Metode TBARS merupakan metode yang sederhana yang umum digunakan dalam

pengukuran tingkat peroksidasi lipid dalam sistem biologis dan kemampuan

antioksidan dari suatu bahan dalam menghambat proses oksidasi. Metode ini

sangat umum digunakan dalam penelitian oksidasi lemak secara umum maupun

oksidasi LDL.

Low-Density Lipoprotein (LDL) yang mengalami modifikasi karena

oksidasi dianggap sebagai penyebab utama terjadinya atherosklerosis. LDL

memiliki kandungan ester kolesterol, kolesterol, trigliserida, protein dan

antioksidan seperti alfa-tokoferol dan ubiquinol-10. LDL yang telah teroksidasi

akan mengalami serangkaian proses yang pada akhirnya mengakibatkan sel busa

mengalami kristalisasi yang menimbulkan padatan keras yang disebut plak

atherosklerosis. Senyawa antioksidan dapat menghambat oksidasi LDL.

Penghambatan oksidasi LDL ini dapat mencegah terbentuknya plak

atherosklerosis (Glass dan Witztum, 2001; Cobbold, 2002).

Dalam penelitian ini dilakukan uji aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat,

etanol, dan air daun sukun dalam menghambat oksidasi LDL menggunakan

metode TBARS secara in vitro. Metode ini dipilih untuk mengetahui aktivitas

antioksidan ekstrak daun sukun dari tiga jenis ekstrak dalam menghambat oksidasi

LDL.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etil asetat, etanolik, dan air daun sukun memiliki aktivitas

penghambatan oksidasi LDL?

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

4

2. Ekstrak manakah yang paling poten dalam menghambat oksidasi LDL?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat, etanol, dan air daun

sukun dalam menghambat oksidasi LDL.

2. Mengetahui jenis ekstrak daun sukun yang memiliki aktivitas

penghambatan oksidasi LDL paling baik.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai

potensi antioksidan ekstrak daun sukun dalam menghambat oksidasi LDL, serta

memberikan bukti ilmiah terkait khasiat daun sukun dalam pengobatan tradisional.

Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai sumber referensi untuk

pengembangan penelitian selanjutnya.

E. Tinjauan Pustaka

1. Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg)

Gambar 1. Sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) (Sushmita , 2013)

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

5

a. Klasifikasi Tumbuhan

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Urticales

Suku : Moraceae

Marga : Artocarpus

Spesies : Artocarpus altilis (Park.) Fosberg

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997)

b. Sinonim

Artocarpus incisus (Thunb.) L. ; Artocarpus communis Forst. (Ragone,

1997).

c. Nama lokal

Hatopul (Sumatera Utara), sokon (Madura), kamandi (Irian), sarangen

(Sulawesi), sukun (Jawa), karara (Bima, Sumba), Sake (Siam),

bandarese/kulur/kuro (Malaysia), kalara (Flores), arbre à pain (Prancis),

árbol del pan (Spanyol), Brotfruchtbaum (Jerman), rimas (Filipina), kapiak

(New Guinea), uto/kulu (Fiji), bia/nimbalu (Kepulauan Solomon), beta

(Vanuatu), ulu (Hawaii, Samoa), uru (Tahiti), kuru (Kepulauan Cook),

mei/mai (Micronesia, Tonga, Marquesas), lemai (Kepulauan Mariana), mos

(Kosrae), dan dalam bahasa Inggris disebut breadfruit (Heyne, 1987;

Ragone, 1997).

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

6

d. Morfologi

Tumbuhan sukun memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Habitus : pohon, tinggi 10 – 25 m.

Batang : bulat, percabangan simpodial, bergetah, permukaan kasar

dan berwarna cokelat.

Daun : tunggal, berseling, ujung runcing, tepi bertoreh, panjang 50

– 70 cm, lebar 25 – 50 cm, pertulangan menyirip, tebal,

permukaan kasar dan berwarna hijau.

Bunga : berumah satu, bunga jantan silindris dengan panjang 10 –

20 cm berwarna kuning, bunga betina bulat dengan garis

tengah 2 – 5 cm dan berwarna hijau.

Buah : semu majemuk, bulat dengan diameter 10 – 20 cm, berduru

lunak, berwarna hijau.

Akar : akar tunggang yang berwarna cokelat.

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1997)

e. Distribusi dan Budidaya Tanaman

Sukun tersebar hampir merata di seluruh daerah di Indonesia,

terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur serta banyak dibudidayakan di

Kabupaten Cilacap. Sukun dapat tumbuh pada ketinggian hingga 900 meter

di atas permukaan laut, suhu 15°C – 40°C, dan curah hujan setiap tahun

2.000 – 3.000 m (Ragone, 1997). Sukun dapat tumbuh pada berbagai tipe

tanah alluvial maupun daerah pantai (Massal & Barrau, 1954) tetapi paling

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

7

cocok ditanam pada tanah liat yang berpasir dan banyak mendapatkan hujan

(Coronel, 1983). Tanaman ini dapat bertahan hidup di tanah yang gersang

atau pada musim kering. Sukun dibudidayakan secara vegetatif dengan cara

memotong bagian akar atau tunasnya (Ragone, 1997).

f. Kandungan Kimia

Daun sukun mengandung senyawa tanin, fenolik, glikosida, saponin,

steroid, terpenoid, antakuinon, dan peptida (Siddesha dkk., 2011). Steroid,

fitosterol, gom, dan resin ditemukan dalam ekstrak metanolik, etil asetat,

dan petroleum eter daun sukun (Sushmita dkk., 2013). Di dalam ketiga

ekstrak tersebut juga terdapat 72,5% asam amino, 68,2% asam lemak, dan

81,4% karbohidrat. Flavonoid isoprenil dengan rantai samping isoprenil C-3,

dan bentuk 2’,4’-dioksigenasi atau 2’,4’,5’ trioksigenasi pada cincin B dari

struktur flavon merupakan senyawa spesifik yang ditemukan pada

Artocarpus (Sikarwar dkk., 2014).

Tabel I. Hasil Analisis Fitokimia Ekstrak Daun Sukun (Siddesha dkk., 2011)

Golongan

senyawa

Air Metanol Etanol n-

butanol Aseton

Etil

asetat

Petroleum

eter Heksan

D P D P D P D P P D P D P D P D

Tanin + + - - - - + - + - - - - - - -

Fenolik + + + + + + + + + - + + - - - -

Glikosida + + + + + + + + + + + + - - - -

Saponin + + - + - - - - - - - - - - - -

Steroid - - - - - + + - + - + + - - - -

Terpenoid - - + + + + - - + - - - - - - -

Antakuinon - - - + - - + + + - + + - - + -

Peptida + + + + T T T T T T T T T T T T

Ket: D = dingin, P = panas, T = tidak diuji

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

8

Artonin E Artonin B

Theafulvin Morusin

Heterophyllin Artobiloxanthone

Cycloheterophyllin Cycloartobiloxanthone

Gambar 2. Struktur molekul senyawa dalam Artocarpus altilis (Mohanty et al., 2015)

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

9

Artocarpus altilis juga mengandung artonin E, artonin B, theafulvin,

morusin, heterofilin, artobiloxanton, sikloheterofilin, dan

sikloartobiloxanton. Artonin E dan artonin B menunjukkan aktivitas

terhadap sel kanker (mouse L-1210 dan colon 38) yang lebih kuat

dibandingkan theafulvin. Artonin E juga memiliki kemampuan yang poten

dalam menghambat arachidonate 5-lipoxygenase dengan IC50 0,36 μM.

g. Manfaat dan Kegunaan

Tanaman sukun banyak dibudidayakan untuk dimanfaatkan buahnya

sebagai bahan makanan. Getah tumbuhan sukun digunakan dalam

pengobatan diare, sakit perut, dan disentri (Ragone, 1977). Tanaman sukun

juga memiliki berbagai macam efek biologis seperti antituberkulosis dan

antiplasmodial, antiatherogenik, antiatherosklerosis, agen pemutih kulit,

agen antioksidan, inhibitor α-amilase dan α-glikosidase, anthelmintik, agen

antimikrobia, antihiprtensi, agen antiausterik, serta agen penolak nyamuk

(Sikarwar dkk., 2014). Ekstrak daun sukun dilaporkan memiliki berbagai

aktivitas farmakologi seperti menghambat inhibitor tirosinase 5α-reduktase

(Shimizu dkk., 2000) dan aktivitas penghambatan angiotensin-coverting

enzym (Siddesha dkk., 2011).

2. Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian adalah proses penarikan zat yang dapat larut

sehingga terpisah dari zat yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Anonim,

1986). Proses penarikan zat terjadi akibat adanya perpindahan massa komponen

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

10

zat ke dalam pelarut. Perpindahan ini mulai terjadi pada lapisan antar muka

kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Harbourne, 1973).

Proses ekstraksi dari suatu bahan akan menghasilkan ekstrak. Ekstrak

adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengenkstraksi senyawa aktif dari

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan penyari yang sesuai. Ekstrak

dapat berupa ekstrak kering, ekstrak kental, dan ekstrak cair. Ekstraksi bertujuan

untuk memperoleh zat yang dikehendaki dengan kadar yang tinggi (Anief, 2000).

Keberhasilan ekstraksi suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

bahan baku berupa simplisia, pelarut, dan metode ekstraksi.

a. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang telah dikeringkan yang belum

mengalami pengolahan yang digunakan untuk pengobatan. Suhu

pengeringan simplisia tidak boleh lebih dari 60°C, kecuali dinyatakan lain

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Berdasarkan sumbernya,

simplisia dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu simplisia nabati, simplisia

hewani, dan simplisia pelikan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

1985).

Tahap pembuatan simplisia terdiri atas pengumpulan bahan baku,

sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering,

pengepakan, penyimpanan, dan pemeriksaan mutu. Sortasi basah dilakukan

unuk memisahkan antara simplisia dengan bahan asing maupun pengotor.

Pencucian dengan air bersih dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang

melekat pada simplisia. Perajangan dilakukan untuk mengecilkan ukuran

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

11

dan memperluas permukaan simplisia untuk mempermudah proses

pengeringan, pengepakan, dan penyimpanan. Pengeringan dilakukan untuk

mengurangi kadar air yang ada di dalam simplisia agar simplisia dapat

disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan dilakukan secara cepat

pada suhu kurang dari 60°C, agar simplisia tidak ditumbuhi kapang.suhu

pengeringan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan rusaknya senyawa-

senyawa yang tidak tahan panas. Sortasi kering dilakukan untuk

menghilangkan bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor

yang masih tertinggal dalam simplisia (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1985).

Simplisia hasil sortasi kering dibuat menjadi serbuk untuk

mempermudah proses eks

traksi. Penyerbukan bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel

simplisia dan memperluas permukaan partikel simplisia yang bersentuhan

dengan cairan penyari. Selain ukuran partikel, proses penyarian juga

tergantung pada sifat fisik dan kimia simplisia (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 1986).

b. Pelarut

Ekstraksi yang optimal dapat diperoleh dengan pemilihan pelarut atau

cairan penyari yang sesuai kepolarannya dengan senyawa aktif yang

dikehendaki, sehingga senyawa aktif dapat terpisah dari bahan dan

kandungan lain yang tidak dikehendaki (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2000). Jika senyawa aktif yang dikandung simplisia sudah

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

12

diketahui, pemilihan cairan penyari yang tepat akan lebih mudah ditentukan

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

Pelarut yang baik memiliki kriteria murah dan mudah diperoleh; stabil

secara fisika dan kimia; bereaksi netral; tidak mudah menguap dan terbakar;

selektif, yang berarti hanya menarik zat aktif yang dikehendaki; tidak

mempengaruhi zat berkhasiat; dan diperbolehkan menurut peraturan. Pelarut

yang banyak digunakan oleh perusahaan obat tradisioanl adalah air, etanol,

atau etanol-air (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

c. Metode ekstraksi

Metode ekstraksi yang sederhana dan banyak dilakukan adalah

maserasi dan infundasi.

1) Maserasi

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dan

banyak dilakukan. Maserasi digunakan untuk mengekstraksi bahan yang

memiliki senyawa bioaktif yang tinggi. Maserasi dilakukan dengan

perendaman serbuk simplisia dalam cairan penyari selama waktu tertentu

dengan beberapa kali pengadukan. Prinsip metode maserasi adalah

pencapaian konsentrasi pada kesetimbangan. Secara teoritis, maserasi

tidak memungkinkan untuk mengambil seluruh senyawa yang dikehendaki

dari simplisia (maserasi absolut). Untuk memaksimalkan jumlah senyawa

yang disari, dilakukan remaserasi. Remaserasi adalah pengulangan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan

seterusnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

13

Alat yang dibutuhkan untuk maserasi adalah bejana dan pengaduk.

Bejana digunakan sebagai wadah dalam proses perendaman simplisia oleh

penyari. Pengaduk digunakan untuk mengaduk simplisia agar gradien

konsentrasi tetap terjaga (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

1986).

Keuntungan metode maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan

yang digunakan sederhana serta mudah dilakukan. Kerugian maserasi

adalah waktu pengerjaannya lama dan hasil ekstraksi kurang sempurna

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

2) Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk

menyari senyawa yang larut di dalam air (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1986). Sari yang diperoleh dari hasil infundasi disebut infusa.

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan

air pada suhu 90°C selama 15 menit (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2000). Infusa tidak stabil dan sangat mudah tercemar oleh

kapang dan kuman karena mengandung kadar air yang tinggi. Infusa tidak

boleh disimpan lebih dari 24 jam. Agar dapat disimpan lebih lama, infusa

dapat dibuat menjadi ekstrak kental (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1986).

3. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat memperlambat atau

menghambat kerusakan oksidatif dari molekul target yang diakibatkan oleh

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

14

radikal bebas. Antioksidan dapat bereaksi dengan senyawa radikal bebas tunggal

dan dapat menetralisasi radikal bebas dengan mendonorkan satu elektron.

Antioksidan mencegah terjadinya kerusakan sel dan jaringan. Sel melakukan

pertahanan terhadap radikal bebas dengan mekanisme preventif, mekanisme

perbaikan, pertahanan fisik, dan pertahanan antioksidan (Sen, 2010).

Berdasarkan asalnya, antioksidan dapat dibedakan menjadi antioksidan

endogen dan antioksidan eksogen (Sen, 2010). Secara alami, tubuh memiliki

sistem pertahanan endogen untuk memproteksi sel dari radikal bebas dengan

menghasilkan antioksidan endogen. Antioksidan enzim merupakan antioksidan

endogen. Antioksidan enzim membutuhkan mikronutrien sebagai kofaktor seperti

selenium, besi, tembaga, zinc, dan mangan untuk aktivitas katalitik optimum dan

mekanisme pertahanan antioksidan yang efektif (Singh dkk., 2014).

Glutation peroksidase, katalase, superoksigen dismutase merupakan

antioksidan enzim primer yang terlibat langsung dalam eliminasi radikal bebas

dengan bantuan antioksidan enzim sekunder seperti glutation reduktase, glukosa-

6-fosfat dehidrogenase, and GST sistolik. Antioksidan enzim sekunder membantu

detoksifikasi radikal bebas dengan menurunkan level peroksida (Singh dkk.,

2014).

Antioksidan eksogen dapat diperoleh dari sumber makanan yang

dikonsumsi yang sering disebut dengan fitonutrien. Salah satu fitronutrien adalah

flavonoid yang merupakan senyawa polifenol. Aktivitas biologis flavonoid

banyak dikaitkan dengan sifat antioksidan dan kemampuan menangkap radikal

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

15

bebasnya. Aktivitas antioksidan dari golongan flavonoid berbeda-beda tergantung

dari struktur dasar dan gugus fungsional dari flavonoid (Singh dkk., 2014).

Menurut Reische (2002), antioksidan dapat dibedakan menjadi antioksidan

primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer dan sekunder bekerja secara

sinergis. Antioksidan primer akan memutus rantai radikal bebas karena berfungsi

sebagai akseptor radikal bebas dan mengganggu tahap propagasi. Sedangkan

antioksidan sekunder memperlambat oksidasi dengan berbagai mekanisme seperti

pengkhelat logam (asam sitrat dan EDTA), penangkap oksigen dan agen reduksi

(asam askorbat, askorbil palmitat), pengubahan hidroperoksida menjadi produk

non radikal (tokoferol), dan penstabilan oksigen singlet (flavonoid).

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dapat dibedakan menjadi antioksidan

sintetis dan antioksidan alami. Butylated Hidroxyanisole (BHT), Propyl Gallate

(PG), dan Tertiary Butylhydroquinone (TBHQ) termasuk ke dalam antioksidan

sintetis. Sedangkan yang termasuk ke dalam antioksidan alami antara lain asam

askorbat, asam sitrat, tokoferol, karotenoid, polifenol, dan flavonoid (Reische,

2002).

4. Radikal bebas

Radikal bebas merupakan senyawa atau molekul dengan tingkat reaktivitas

yang tinggi. Radikal bebas dapat didefinisikan sebagai fragmen molekuler atau

molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada

orbital atau lintasan terluarnya (Sen dkk., 2010). Elektron tidak berpasangan ini

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

16

memberikan kontribusi terhadap kereaktifan radikal bebas. Radikal bebas secara

normal diproduksi dari metabolisme seluler (Valko, 2007).

Tabel II. Contoh ROS dan RNS (Devasagayam, 2005)

Spesies reaktif Simbol Waktu

Paruh Reaktivitas

Reactive Oxygen Species (ROS)

Superoksida O2•- 10

-6 s

Dihasilkan di mitokondria, sistem

kardiovaskuler, dan lainnya.

Hidroksil

radikal •OH 10

-6 s

Sangat reaktif, dihasilkan selama

terjadi kelebihan besi dan pada

kondisi tertentu.

Hidrogen

peroksida H2O2 Stabil

Dihasilkan dalam tubuh dalam

jumlah besar dari hasil reaksi

spesies seperti •OH

Peroksil radikal ROO• S

Reaktif, dihasilkan dari oksidasi

lipid, protein, DNA, gula, dan

lainnya.

Organik

hidroperoksida ROOH Stabil

Bereaksi sementara dengan ion

logam menghasilkan spesies

reaktif.

Oksigen singlet 1O2 10

-6 s

Sangat reaktif, dihasilkan dari

reaksi kimia dan fotosensitisasi.

Ozon O3 S

Sebagai polutan atmosfer, dapat

bereaksi dengan berbagai molekul,

dapat menghasilkan 1O2

Reactive Nitrogen Species (RNS)

Nitrit oksida NO• S

Neotransmiter, regulator tekanan

darah, menghasilkan oksidan poten

selama kondisi patologi tertentu.

Peroksinitrit ONOO- 10

-3 s

Dibentuk dari NO dan superoksida,

sangat reaktif.

Asam

peroksinitrit ONOOH Stabil Bentuk terprotonasi dari ONOO

-

Nitrogen

dioksida NO2 S Dihasilkan dari polusi atmosfer.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

17

Radikal bebas utamanya merupakan Reactive Oxygen Species (ROS) dan

Reactive Nitrogen Species (RNS) yang dihasilkan di dalam tubuh melalui sistem

endogen, dan dipaparkan pada kondisi patofisiologi tertentu. Radikal bebas

mudah menyerang lipid, protein, dan DNA yang dapat menyebabkan berbagai

macam penyakit serta memiliki peran dalam proses penuaan.

Inisiasi RH R• + H

Propagasi R• + O2 ROO

ROO• + RH ROOH + R•

Terminasi ROO• + ROO

• ROOR + O2

ROO• + R

• ROOR

R• + R

• RR

Gambar 3. Mekanisme interaksi radikal bebas dengan lipid (Yanishlieva, 2001)

Lipid mudah diserang oleh radikal bebas yang menyebabkan terjadinya

peroksidasi lipid. Radikal bebas yang menyerang protein mengakibatkan protein

kehilangan aktivitas enzimnya. Kerusakan yang diakibatkan radikal bebas pada

DNA yaitu terjadinya mutagenesis dan karsinogenesis. Radikal bebas juga

menginduksi oksidasi yang tidak diinginkan seperti menyebabkan kerusakan

membran, modifikasi protein, kerusakan DNA, kematian sel yang diinduksi

fragmentasi DNA, dan peroksidasi lipid. Stres oksidatif ini terutama yang terkait

ROS, juga terlibat dalam penuaan kulit, atherosklerosis, katarak, ganguan kognitif,

kanker, diabetes retinopati, penyakit kritis seperti sepsis dan adult/acute

respiratory distress syndrome, syok, inflamasi kronis dari saluran gastrointesitnal,

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

18

disfungsi organ, produksi nitrit oksida oleh endotelium vaskular,

ischaemia/reperfusion injury, serta pelepasan ion Fe2+

dan Cu2+

dari

metalloprotein (Devasagayam, 2004).

Pada dasarnya ROS tetap dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang kecil

untuk fungsi fisiologis yang normal. Radikal bebas diregulasi untuk menjaga

homeostasis tingkat seluler pada jaringan sehat yang normal dan memiliki peran

penting dalam komunikasi molekul (Devasagayam, 2004). Menurut Kunwar

(2011), ROS dalam jumlah kecil dibutuhkan dalam ekspresi gen, pertumbuhan sel,

dan pertahanan terhadap infeksi. Terkadang, ROS juga dapat menstimulasi reaksi

biokimia tanpa sel. Untuk ekspresi gen dan pertumbuhan sel, ROS menyebabkan

terjadinya oksidasi secara reversibel pada bagian aktif dari faktor transkripsi

seperti nuclear factor-kappa B (NF-kB) dan activator protein-1 (AP-1). ROS juga

dapat menyebabkan induksi secara tidak langsung pada faktor transkripsi dengan

mengaktifkan jalur transduksi sinyal. Salah satu contoh molekul transduksi sinyal

yang diaktifkan oleh ROS adalah mitogen activated protein kinases (MAPKs).

5. Oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL)

LDL darah merupakan suatu lipoprotein (gambar 4). Menurut Bishop dkk.

(1983) lipoprotein plasma merupakan molekul yang terdiri atas lipid dan protein

yang terikat secara kovalen, dengan adanya kompleks lipid (trigliserid, kolesterol,

dan fosfolipid) dan satu atau lebih protein spesifik yang disebut dengan

apolipoprotein. Berdasarkan densitasnya, lipoprotein plasma secara umum dapat

dikategorikan menjadi 5 kelas yaitu kilomikron, very low density lipoproteins

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

19

(VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL),

dan high density lipoproteins (HDL).

Gambar 4. Struktur Lipoprotein (Bishop, et al., 2013)

VLDL adalah partikel yang mengangkut trigliserida dan kolesterol dari

hati untuk didistribusikan ke berbagai jaringan. Dalam kompartemen plasma,

lipoprotein lipase menghidrolisis trigliserida dari VLDL menjadi asam lemak

bebas yang menghasilkan IDL dan LDL. IDL adalah lipoprotein antara yang

terbentuk pada saat konversi VLDL menjadi LDL. Lipoprotein ini hanya terdapat

untuk sementara dan tidak dapat dideteksi pada plasma normal. Kelas lipoprotein

yang lebih kecil dan sebagian besar terdiri dari kolesterol adalah HDL dan LDL.

LDL dibentuk dari VLDL dan IDL, berfungsi untuk membawa kolesterol ke sel,

sedangkan HDL berfungsi membawa kolesterol dari sel ke hati. Jalur metabolisme

LDL dapat dilihat pada gambar 5.

Oksidasi LDL merupakan salah satu faktor penyebab penyakit

atherosklerosis. Oksidasi LDL termasuk ke dalam proses peroksidasi lipid.

Peroksidasi lipid merupakan perusakan pengaturan membran lipid bilayer yang

menyebabkan terinaktivasinya reseptor pada membran dan enzim serta

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

20

meningkatkan permeabilitas jaringan. Peroksidasi lipid disebabkan oleh adanya

radikal bebas seperti Reactive Oxygen Species (ROS). Produk dari peroksidasi

lipid seperti MDA dan aldehida tidak jenuh, mampu menginaktivasi banyak

protein seluler dengan pembentukan protein cross-linkages. Isoprostan dan MDA

yang juga merupakan hasil peroksidasi lipid, digunakan sebagai biomarker tidak

langsung dari stres oksidatif (Esra dkk., 2012).

Gambar 5. Jalur Metabolisme Lipoprotein (Bishop, et al., 2013)

Menurut Esterbauer dkk. (1991), terdapat 3 fase terjadinya oksidasi LDL

yaitu fase lag time, fase propagasi, dan fase dekomposisi.

a. Lag time

LDL dilindungi oleh antioksidan alami lipofilik yang terdapat di dalam

tubuh seperti α-tokoferol dan β-karoten.

b. Fase propagasi

Ketika antioksidan dalam tubuh telah habis, proses peroksidasi lipid akan

berlangsung sangat cepat. Puncak peroksidasi lipid terjadi ketika LDL telah

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

21

teroksidasi mencapai 70-80%. Fase ini ditandai dengan peningkatan diena

terkonjugasi dan hidroperoksida.

c. Fase dekomposisi

Fase ini terjadi ketika semua LDL telah teroksidasi dan ditandai oleh

produksi aldehid seperti malondialdehid.

Dalam mengetahui kerentanan LDL terhadap oksidasi secara in vitro

digunakan suatu induser untuk mengoksidasi LDL. Induser yang umum

digunakan adalah copper. Tetapi mekanisme copper dalam mengoksidasi LDL

belum diketahui secara pasti.

Menurut Esterbauer dkk. (1991), mekanisme Cu2+

dalam mengoksidasi

LDL dengan terikat pada apo B dan membentuk suatu tempat untuk produksi

radikal bebas. Sumber lain dari Seccia dkk. (1997) menyatakan terbentuknya

prooksidan akibat terikatnya ion Cu2+

pada bagian yang berlainan dari apo B100

yang membentuk kompleks apo B100-Cu2+

.

6. Thiobarbituric Reactive Substances (TBARS)

Thiobarbituric Acid Reactive Substances (TBARS) merupakan salah satu

metode yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan. Metode ini

mengukur tingkat peroksidasi lipid dari suatu bahan. Metode ini merupakan

metode yang sederhana dan umum digunakan untuk mengukur kemampuan

antioksidan dari suatu bahan dalam menghambat peroksidasi lipid (Lykkesfeldt,

2007).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

22

TBARS adalah metode kolorimetri yang secara luas digunakan untuk

mendeteksi peroksidasi lipid dalam spesimen biologi. Pada metode ini, MDA

terbentuk dari hasil peroksidasi lipid dan akan bereaksi dengan TBA pada suhu

tinggi (90-100°C) pada suasana asam. MDA tersebut merupakan hasil

dekomposisi dari polyunsaturated fatty acid lipid peroxides. Prinsip metode

TBARS adalah mengukur tingkat peroksidasi lipid berdasarkan reaksi antara

MDA dengan TBA pada suhu tinggi dan dalam kondisi asam. Reaksi antara MDA

dengan TBA menghasilkan larutan berwarna merah muda, yang merupakan

produk dari reaksi 2 mol TBA dengan 1 mol MDA. Kompleks warna yang

terbentuk dapat diukur absorbansinya dengan spektrofluorimeter atau

spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm (Jetawattana, 2005).

Gambar 6. Reaksi TBA-MDA (Jetawattana, 2005)

Hasil yang diperoleh dari uji dengan metode TBARS dinyatakan ekuivalen

malonaldehyde (MDA). Kadar MDA yang diperoleh hasilnya dinyatakan dalam

nmol MDA/mg bahan. Sedangkan aktivitas penghambatan oksidasi LDL dengan

metode TBARS dinyatakan dalam % inhibisi (Jantan dkk., 2012 ; Jetawattana,

2005).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

23

7. Malondialdehyde (MDA)

Malondialdehid (MDA) memiliki rumus molekul C7H16O4 dan berat

molekul 164,2. MDA memiliki titik didih 183°C dan titik beku 180°C. Sebagian

besar MDA pada plasma manusia terikat pada protein, hal ini menjelaskan kadar

MDA yang sangat rendah di plasma yang diukur pada kondisi uji standar (Lefevre

dkk., 1996).

Gambar 7. Pembentukan dan Metabolisme MDA, (1) siklooksigenase, (2) prostasiklin

hidroperoksidase, (3) tromboksan sintase, (4) aldehid dehidrogenase, (5) dekarboksilase, (6)

asetil CoA sintase, (7) asam trikarboksilat siklik (Ayala dkk., 2014)

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

24

MDA merupakan hasil peroksidasi lipid yang memiliki tiga karbon

dialdehid dengan reaktivitas tinggi, yang merupakan hasil peroksidasi

polyunsaturated fatty acid (PUFA) (Janero, 1990). Dalam metabolisme asam

arakhidonat, MDA juga digunakan untuk sintesis prostaglandin (Marnette, 1999).

MDA sering digunakan sebagai indikator dari peroksidasi lipid (Jetawattana,

2005).

Di dalam tubuh, MDA dihasilkan melalui proses enzimatik dan

nonenzimatik (gambar 7). MDA dihasilkan dari dekomposisi asam arakhidonat

dan PUFA melalui proses enzimatik dari biosintesis tromboksan A2 (TXA2) dan

12-l-hydroxy-5,8,10-heptadecatrienoic acid (HHT). Secara nonenzimatik, MDA

diproduksi sebagai hasil dari proses peroksidasi lipid akibat radikal bebas. Radikal

bebas mengoksidasi PUFA melalui serangkaian proses hingga terbentuk MDA.

MDA selanjutnya akan termetabolisme secara enzimatis seperti yang tertera pada

gambar 7 (Ayala dkk., 2014).

F. Landasan Teori

Oksidasi LDL diduga merupakan proses awal pada atherosklerosis dan

LDL teroksidasi berkontribusi pada proses atherogenesis. LDL dapat teroksidasi

akibat transisi dari logam ion, hemin, dan katalis lainnyayang dapat memicu

datangnya monosit ke dinding arteri yang kemudian bertransformasi menjadi

makrofag. Makrofag merupakan prekursor dari sel busa, di mana pembentukan sel

busa tersebut menyebabkan proses pembentukan plak atherosklerosis. Hipotesis

ini didukung oleh data lain yaitu LDL teroksidasi mempengaruhi pembentukan sel

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

25

busa secara in vitro, LDL teroksidasi dietemukan ada secara in vivo, LDL

teroksidasi memiliki potensi proatherogenik seperti menstimulasi sel endotelial

dan monosit untuk meningkatkan sitokin inflamasi, khemokin, dan molekul

adhesi, menstimulasi monosit atau makrofag untuk meningkatkan faktor jaringan,

matriks metaloproteinase, dan scavenger receptor, berperan dalam pembentukan

sel busa dari makrofag, dan perkembangan plak atherosklerosis (Yoshida &

Kisugi, 2010).

Oksidasi LDL dapat dihambat oleh senyawa antioksidan. Senyawa

golongan fenolik dan flavonoid dikenal mempunyai aktivitas antioksidan.

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas

antioksidan dan pengkhelat yang signifikan (Heim dkk., 2002). Senyawa

antioksidan akan berperan sebagai pengkhelat dan pendonor atom hidrogen bagi

radikal bebas sehingga menjadi lebih stabil. Dengan demikian proses oksidasi

LDL dapat dihambat. Daun sukun (Artocarpus altilis (Park.) Fosberg) diketahui

mengandung senyawa tanin, flavonoid, fenolik, glikosida, saponin, steroid,

terpenoid, dan antrakinon (Siddesha, 2011). Karena mengandung senyawa fenolik

dan flavonoid, daun sukun dapat digunakan sebagai antioksidan alami.

Berdasarkan penelitian Azzahra (2015) dan SY (2015) yang melakukan uji

aktivitas antioksidan menggunakan metode FRAP dan DPPH, ekstrak etil asetat

daun sukun memiliki aktivitas antioksidan paling baik diikuti ekstrak etanolik dan

air daun sukun. Kadar fenolik total pada ekstrak daun sukun berkorelasi positif

dengan aktivitas antioksidan, di mana semakin tinggi kadar fenolik totalnya,

semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya. Namun kadar flavonoid total pada

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/101848/potongan/S1-2016... · menghambat terjadinya kerusakan akibat proses reaksi oksidasi karena ... terhadap

26

ekstrak daun sukun memiliki korelasi negatif dengan aktivitas antioksidannya.

Aktivitas antioksidan pada ekstrak etil asetat daun sukun paling tinggi meskipun

kadar flavonoid totalnya paling rendah. Hal ini dikarenakan adanya flavonoid

relatif nonpolar seperti flavonoid terprenilasi dan tergeranilasi yang memiliki

aktivitas antioksidan lebih poten dibandingkan flavonoid relatif polar seperti

flavonoid glikosida (Syah dkk., 2006; Lan dkk., 2013) . Oleh karena itu, perlu

dilakukan uji penghambatan oksidasi LDL dari ekstrak daun sukun untuk

mengetahui potensi antioksidan daun sukun dalam menghambat oksidasi LDL

secara empiris dan ekstrak daun sukun mana yang memiliki aktivitas antioksidan

paling baik.

G. Hipotesis

1. Ekstrak etanolik, etil asetat, dan air daun sukun memiliki aktivitas

penghambatan oksidasi LDL.

2. Ekstrak etil asetat daun sukun memiliki aktivitas penghambatan oksidasi

LDL yang paling tinggi diikuti ekstrak etanolik dan air daun sukun.