Upload
phamtruc
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat) sebagaimana yang
termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.1 Segala sesuatu yang dilakukan di negeri ini harus
berdasarkan pada hukum termasuk didalamnya pemerintahan, lembaga negara,
dan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tindakan apapun juga harus
dilandasi oleh hukum. Saat ini, Indonesia dalam posisi sebagai negara
berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan di segala bidang,
pembangunan nasional ini bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
yang adil dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perkembangan kehidupan manusia dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara saat ini sangat pesat sehingga banyak hal yang menyelingi diantaranya,
baik yang positif maupun yang negatif. Kemajuan ini ternyata juga dapat
membawa dampak yang negatif, diantaranya adalah munculnya tindakan-tindakan
kejahatan atau disebut juga sebagai tindak pidana dalam masyarakat yang mampu
mempengaruhi perlindungan masyarakat untuk mencapai tujuan pembangunan
yakni untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur.
1 Redaksi Sinar Grafika, 2008, UUD 1945 Hasil Amandemen & Proses Amandemen UUD 1945
Secara Lengkap, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 4.
2
Penanggulangan tindak pidana tersebut dapat dilakukan dengan sarana
penal maupun non penal.2 Penanggulangan tindak pidana dengan sarana penal
adalah penanggulangan tindak pidana dengan sarana hukum pidana. Penggunaan
sarana hukum pidana untuk penanggulangan tindak pidana tersebut, operasional
bekerjanya melalui sistem peradilan pidana (criminal justice system).3 Menurut
Muladi, “sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan peradilan yang
merupakan hukum pidana materiil, hukum pidana formil dan hukum pelaksanaan
pidana”,4 atau dengan kata lain, suatu jaringan yang terdiri dari tahapan-tahapan
yakni tahapan formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi. Sistem peradilan
pidana itu sendiri bekerja melalui hubungan yang sinergis antara sub-sub sistem
yang ada didalamnya yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga
pemasyarakatan. Demi mencapai tujuan peradilan pidana, masing-masing sub
sistem yang dilakukan oleh petugas hukum baik polisi, jaksa, maupun hakim
harus bekerja dalam satu kesatuan sistem, meskipun tugas antar sub sistem
tersebut berbeda-beda.5
Sub sistem dalam sistem peradilan pidana berusaha mentransformasikan
masukan (input) menjadi keluaran (output), yang berupa tujuan jangka pendek,
tujuan jangka menengah dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek sistem
peradilan pidana adalah resosialisasi pelaku tindak pidana, tujuan jangka
menengah adalah pencegahan tindak pidana, dan tujuan jangka panjang adalah
2 Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, hlm. 5. 3 Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 37. 4 Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana, Widya Padjadjaran, Bandung, hlm.
37. 5 Ibid. hlm. 28.
3
kesejahteraan sosial.6 Tujuan sistem peradilan pidana berupa resosialisasi pelaku
tindak pidana dilakukan karena penyelenggaraan peradilan pidana berguna bagi
pembinaan pelaku tindak pidana sehingga ketika kembali kepada masyarakat
sudah menjadi orang yang baik dan diterima oleh masyarakat, hal ini juga sejalan
dengan semangat pemidanaan yang dianut di Indonesia yakni semangat
pemasyarakatan pada pelaku tindak pidana.
Banyak hal yang dilakukan dalam upaya resosialisasi pelaku tindak pidana
seperti mempersiapkan pelaku tindak pidana agar siap diterima di masyarakat,
menghilangkan stigma jahat dalam masyarakat, dan pemidanaan yang lebih
manusiawi tanpa merendahkan martabat pelaku tindak pidana sesuai dengan nilai
kemanusiaan yang beradab. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam upaya
tersebut yakni dengan penerapan pidana bersyarat. Pidana bersyarat juga dapat
digunakan sebagai alternatif dalam menjawab ketidakpuasan masyarakat terhadap
pidana perampasan kemerdekaan, selain itu penerapan pidana bersyarat juga dapat
dijadikan pilihan mengingat kondisi saat ini banyak lembaga pemasyarakatan
yang mengalami kelebihan kapasitas penghuninya (overcapaccity). Hal tersebut
sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut,
Tabel. 1: Data lembaga pemasyarakatan/ rumah tahanan yang mengalami
kelebihan kapasitas lebih dari 200% (dua ratus persen), per-22
Pebruari 2012
No. Nama Lapas/ Rutan Kapasitas Jumlah Kelebihan
Penghuni (persen)
1 Lapas Cipinang 880 2181 248%
2 Lapas Narkotika Jakarta 1084 2557 236%
3 Lapas Salemba 332 1034 314%
6 Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang, hlm. 7.
4
4 Rutan Jakarta Timur 504 1035 209%
5 Rutan Klas I Cipinang 1136 2829 249%
6 Rutan Klas I Jakarta Pusat 1500 3399 227%
7 Lapas Banyuwangi 260 782 301%
8 Lapas Kediri 325 725 223%
9 Lapas Madiun 536 1309 224%
10 Rutan Surabaya 504 1742 346%
11 Lapas Denpasar 323 1015 314%
12 Lapas Anak Tangerang 800 2101 263%
13 Rutan Tangerang 308 746 242%
14 Lapas Banceuy Bandung 600 1435 239%
15 Lapas Bekasi 470 1690 360%
16 Lapas Karawang 300 1068 356%
17 Lapas Narkotika Cirebon 460 953 207%
18 Lapas Subang 400 672 222%
19 Lapas Sukabumi 200 672 336%
20 Lapas Klas I Semarang 530 1095 207%
Sumber : Sistem database pemasyarakatan (SDP) Program Center for
Detention Studies (CDS) mengenai kapasitas lapas dan jumlah
penghuninya.7
Dari tabel tersebut diatas beberapa lembaga pemasyarakatan/ rumah
tahanan di Indonesia banyak yang mengalami kelebihan kapasitas penghuninya
(overcapaccity) diatas 200% (dua ratus persen). Atas dasar itulah maka penerapan
pidana bersyarat perlu diberdayakan secara maksimal sehingga dapat dijadikan
salah satu alternatif dalam merespon kondisi tersebut.
Menurut Muladi, “pidana bersyarat adalah suatu pidana dimana si
terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut, kecuali bilamana selama masa
percobaan terpidana telah melanggar syarat-syarat umum atau khusus yang telah
ditentukan oleh pengadilan”.8 Ketentuan mengenai pidana bersyarat di Indonesia
diatur dalam Pasal 14 huruf a sampai Pasal 14 huruf f Kitab Undang-Undang
7 http://news.detik.com/read/2012/02/22/174252/1849331/10/2/ini-dia-lapas-overcapacity-di-
indonesia., diakses pada tanggal 22 Juni 2014. 8 Muladi, 1992, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, hlm. 195.
5
Hukum Pidana.9 Masih menurut Muladi ketentuan pidana bersyarat ini diharapkan
dapat memenuhi tujuan pemidanaan yang bersifat integratif dalam fungsinya
sebagai sarana pencegahan (umum dan khusus), perlindungan masyarakat,
memelihara solidaritas masyarakat dan pengimbalan.10
Hakim merupakan salah satu pelaksana sub sistem dalam sistem peradilan
pidana yang diharapkan dapat bekerjasama dan bersinergi dengan subs-sub sistem
yang lain yakni kepolisian, kejaksaan, dan lembaga pemasyarakatan. Hakim
adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam
Undang-Undang,11 dimana kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang mandiri
dan tanpa campur tangan pihak lain untuk memberikan suatu keadilan. Hakim
adalah profesi yang mulia, selain sebagai wakil Tuhan di muka bumi, hakim juga
sebagai seseorang yang menentukan nasib seorang terdakwa dalam suatu
persidangan.
Pada hakikatnya, dalam sistem peradilan pidana tugas hakim berada dalam
tahapan aplikasi yakni menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan
setiap perkara yang diajukan kepadanya.12 Berdasarkan Pasal 277 sampai dengan
Pasal 283 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
dan Pasal 55 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman mengamanatkan tugas baru bagi hakim pada tahapan
eksekusi dalam sistem peradilan pidana yakni mengawasi dan mengamati
9 Lihat ketentuan dalam Pasal 14 huruf a sampai Pasal 14 huruf f KUHP.
10 Tolib Setiady, 2010, Pokok-pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, hlm. 120.,
mengenai salah satu tujuan Pidana Bersyarat, sebagaimana dikutip dari pendapat Muladi dalam
bukunya Lembaga Pidana Bersyarat, hlm. 220. 11
Pasal 19 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 12
Sudikno Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm.
135.
6
pelaksanaan putusan pengadilan.13 Keberadaan lembaga ini merupakan salah satu
upaya dalam mewujudkan suatu sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.
Konsep mengenai hakim pengawas dan pengamat ini pertama kali diterapkan di
Perancis pada tahun 1959 yang di kenal dengan nama Juge de l’ application des
peines dan di negeri Belanda sendiri dikenal dengan istilah Executie Rechter
(Hakim Pelaksana).14
Pengawasan dan pengamatan yang dilakukan oleh hakim pengawas dan
pengamat ini untuk membantu ketua pengadilan negeri dalam melakukan
pengawasan dan pengamatan, namun hanyalah terbatas pada putusan pengadilan
yang menjatuhkan pidana berupa perampasan kemerdekaan.15 Pengawasan
tersebut lebih menitikberatkan pada adanya kepastian pelaksanaan putusan
pengadilan, sedangkan pengamatan lebih menitikberatkan pada penelitian
terhadap perilaku narapidana, pembinaan yang diberikan pada narapidana dan
timbal balik terhadap narapidana sehingga mendekatkan hakim dengan hukum
penitensier.
Konsep mengenai lemaga hakim pengawas dan pengamat ini merupakan
konsep yang baik dalam sistem peradilan pidana, bahwa bekerjanya sistem
peradilan pidana melalui sub-sub sistem yang saling bersinergi yakni antara
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Sehingga,
dengan adanya lembaga hakim pengawas dan pengamat ini dapat menjembatani
sinergisistas antara sub sistem pengadilan dengan sub sistem lembaga
13
Pada hakikatnya tugas ini berada dalam tanggung jawab seorang ketua pengadilan negeri,
namun dalam pelaksanaannya tugas tersebut dilaksanakan oleh hakim yakni hakim pengawas
dan pengamat. 14
Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 317-318. 15
Pasal 277 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
7
pemasyarakatan. Selain itu, lembaga hakim pengawas dan pengamat ini juga
merupakan salah satu sarana dalam mewujudkan tujuan sistem peradilan pidana
yakni dengan membantu mewujudkan resosialisasi pelaku tindak pidana.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
mengamanatkan bahwa pengawasan dan pengamatan tersebut dilakukan pada tiga
obyek pengawasan dan pengamatan yakni pada narapidana yang sedang manjalani
pidana di lembaga pemasyarakatan, terpidana yang telah selesai menjalani
pidananya, dan terpidana yang dijatuhi pemidanaan bersyarat atau terpidana
bersyarat.16 Selain mengacu pada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana, pelaksanaan teknis pengawasan dan pengamatan oleh
hakim pengawas dan pengamat juga mengacu pada Surat Keputusan Menteri
Kehakiman Nomor M.01.PW.07.03 Tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan
KUHAP dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 1985 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat. Namun dalam Surat
Keputusan Menteri Kehakiman tersebut hanya menitikberatkan pada pengawasan
pelaksanaan putusan pengadilan. Sehingga Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan
Pengamat yang digunakan oleh hakim pengawas dan pengamat sebagai acuan
dalam melaksanakan teknis pengawasan dan pengamatan.
Begitu pula pada pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan
pengamat pada terpidana bersyarat juga mengacu pada kedua ketentuan tersebut.
16
Pasal 280 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
8
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 1985 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat, pengawasan dan
pengamatan oleh hakim penghawas dan pengamat pada terpidana bersyarat diatur
sebagai berikut:
Pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat terhadap narapidana
yang telah selesai menjalani pidananya atau terpidana yang dijatuhi pidana
bersyarat sedapat mungkin dilakukan dengan kerja sama dengan aparat
pemerintah desa (kepala desa/lurah), sekolah-sekolah, pejabat-pejabat
agama, yayasan-yayasan yang berkecimpung dalam bidang sosial yang
sudah biasa membantu pembinaan bekas narapidana, seperti misalnya
perhimpunan-perhimpunan reklasering yang terdapat di beberapa kota-
kota besar, balai BISPA, Direktorat Rehabilitas Tuna Sosial Direktorat
Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Departemen Sosial dan
sebagainya. Namun berhubung situasi dan kondisi di berbagai daerah
masih belum memungkinkan, untuk sementara Mahkamah Agung,
menyerahkan pelaksanaan tugas pengawasan dan pengamatan terhadap
narapidana yang telah selesai menjalani pidananya atau terpidana yang
dijatuhi pidana bersyarat ini pada kebijaksanaan para hakim pengawas dan
pengamat di daerah.17
Berdasarkan ketentuan tersebut, dalam pelaksanaan pengawasan dan
pengamatan pada terpidana bersyarat hakim dapat mengadakan kerjasama dengan
instansi-instansi terkait sebagaimana disebutkan dalam surat edaran tersebut
dengan teknis pelaksanaannya diserahkan pada kebijaksanaan hakim pengawas
dan pengamat di daerah masing-masing.
Adapun dalam pelaksanaan pengawasan dan pengamatan oleh hakim
pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat, pada hakikatnya dapat
mengadakan kerjasama dengan kejaksaan dan balai pemasyarakatan. Hal ini
didasarkan bahwa eksekusi pelaksanaan putusan pidana bersyarat dilakukan oleh
jaksa begitu pula dalam pelaksanaan pengawasan selama masa percobaan pada
17
SEMA No. 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat.
9
terpidana bersyarat berada dalam tanggung jawab seorang jaksa yang dalam
pelaksanaanya dibantu oleh lembaga reklasering (dalam hal ini adalah balai
pemasyarakatan).18 Sedangkan kerjasama dengan balai pemasyarakatan dilakukan
atas dasar bahwa pelaksanaan pembimbingan selama masa percobaan pada
terpidana bersyarat dilakukan oleh petugas balai pemasyarakatan mengingat
terpidana bersyarat merupakan salah satu klien yang dibimbing oleh balai
pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 42 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Pada intinya kedua instansi inilah yang berperan dalam pengawasan dan
pembimbingan pada terpidana bersyarat selama menjalani masa percobaan,
walaupun hakim dapat mengadakan kerjasama dengan instansi lain seperti aparat
pemerintah desa (kepala desa/ lurah), sekolah-sekolah, pejabat-pejabat agama,
yayasan-yayasan yang berkecimpung dalam bidang sosial yang sudah biasa
membantu pembinaan bekas narapidana, seperti misalnya Direktorat Rehabilitas
Tuna Sosial Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Departemen
Sosial dan sebagainya. Semangat pengawasan dan pengamatan oleh hakim
pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat ini merupakan upaya yang baik
dalam memaksimalkan penerapan pidana bersyarat dan sebagai upaya
mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia dengan
mengintegrasikan hakim yang berada dalam tataran aplikasi terlibat sampai pada
tataran eksekusi, atau dengan kata lain adanya pengawasan dan pengamatan oleh
18
Pasal 30 ayat (1) huruf c UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan
Pasal 14d Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
10
hakim pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat ini setidaknya
mengintegrasikan hakim dengan lembaga kejaksaan dan balai pemasyarakatan.
Demi mewujudkan suatu sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia,
pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana
bersyarat dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana juga
masih dipertahankan bahkan adanya lembaga hakim pengawas dan pengamat ini
dipertegas dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam
penerapan pidana pengawasan menggantikan ketentuan pidana bersyarat
sebagaimana diatur dalam Pasal 14a sampai dengan Pasal 14f Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana.
Berdasarkan fakta di lapangan semangat yang baik tersebut tidak
diimbangi dengan pelaksanaan yang baik pula. Ketentuan pengawasan dan
pengamatan pada terpidana bersyarat tidak pernah dilaksanakan oleh hakim
pengawas dan pengamat sejak ketentuan ini diatur baik dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 maupun sejak keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 7 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan
Pengamat.19
Padahal lembaga ini merupakan salah satu sarana yang baik untuk
mewujudkan suatu sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia dan
mengintegrasikan aparat penegak hukum di Indonesia yang cencerung memiliki
ego sektoral dalam penegakan hukum. Selain itu, ketentuan ini juga masih
19
Keterangan dari Ketua Pengadilan Negeri Sleman pada saat wawancara dalam Penelitian Dosen
Dra. Dani Krisnawati, SH., M. Hum., berjudul Kesiapan Aparat Penegak Hukum dalam
Menyongsong Berlakunya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak di Pengadilan Negeri
Sleman, pada 25 Oktober 2012.
11
dipertahankan di dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
bahkan dipertegas dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
sebagaimana telah disinggung sebelumnya.
Semangat idealita dalam mewujudkan suatu sistem peradilan pidana
terpadu dan upaya memaksimalkan penerapan pidana bersyarat di Indonesia
masih setengah hati karena tanpa diimbangi dalam pelaksanaan hukumnya.
Padahal di sisi lain, upaya penerapan pidana bersyarat juga perlu dimaksimalkan
mengingat kondisi lembaga pemasyarakatan yang mengalami kelebihan kapasitas
sehingga dalam upaya memaksimalkan penerapan pidana bersyarat yang tepat dan
berdaya guna serta berhasil guna juga perlu dilakukan pengawasan dan
pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat. Berdasarkan uraian diatas,
penulisan hukum ini akan meneliti dan mengkaji tentang “Pengawasan dan
Pengamatan yang Dilakukan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat pada
Terpidana Bersyarat (Studi Kasus di Kota Yogyakarta dan Kabupaten
Madiun)” yang dikaji dari sudut pandang faktor penyebab dan dampak yuridis
maupun non yuridis dari tidak dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi permasalahan tersebut di atas, maka untuk
memaksimalkan penerapan pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas
dan pengamat pada terpidana bersyarat sebagai salah satu sarana dalam
mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia dan upaya untuk
12
memaksimalkan penerapan pidana bersyarat serta sebagai bahan kajian dalam
penerapan pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat
dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan penerapan
pidana pengawasan dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, perlu
dilakukan penelitian mengenai penyebab dan dampak yang ditimbulkan dari tidak
dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan
pengamat pada terpidana bersyarat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
rumusan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
1. Apakah penyebab dari tidak dilaksanakannya pengawasan dan
pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana
bersyarat?
2. Apa dampak yuridis maupun non yuridis yang ditimbulkan dari tidak
dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas
dan pengamat pada terpidana bersyarat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan hukum ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai,
antara lain:
1. Tujuan Obyektif
Dari penelitian ini diharapkan menghasilkan pengetahuan yang
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya
hukum pidana, yaitu mengenai:
13
a. Faktor-faktor penyebab dari tidak dilaksanakannya pengawasan
dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada
terpidana bersyarat.
b. Dampak-dampak (baik yuridis maupun non yuridis) yang
ditimbulkan dari tidak dilaksanakannya pengawasan dan
pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana
bersyarat.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk mendapatkan data dan pengetahuan yang lengkap dan
akurat sebagai hasil penelitian untuk menjawab permasalahan
yang ada, yang dipergunakan dalam penyusunan penulisan
hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada.
b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis
mengenai teori-teori yang telah diperoleh penulis selama
mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada terutama tentang pengawasan dan pengamatan yang
dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana
bersyarat.
14
D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan sumber referensi yang diteliti baik secara kepustakaan di
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada maupun internet oleh
penulis, diketahui belum pernah dilakukan penelitian tentang tinjauan yuridis
tentang pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada
terpidana bersyarat. Namun, memang terdapat beberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya yang hampir serupa mengenai pengawasan dan
pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat, akan tetapi obyek dan sudut
pandang yang diteliti berbeda dengan yang ditetili oleh penulis.
Adapun penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berdasarkan sumber
kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, adalah
sebagai berikut:
1. Penulisan hukum dengan judul “Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan
Pengamatan Terhadap Eksekusi Putusan Pidana di Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Sleman”, yang ditulis oleh Solafide
Christova Pasaribu pada tahun 2013 dari Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada. Penulisan hukum tersebut memaparkan
tentang implementasi tugas pengawasan dan pengamatan yang
dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat pada narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sleman dan hambatan dalam
pelaksanaan tugas pengawasan dan pengamatan tersebut beserta
dengan pembahasan alternatif pemecahan masalah yang muncul di
15
lapangan.20 Perbedaan penelitian yang diteliti oleh Solafide
Christova Pasaribu dengan yang diteliti oleh penulis adalah pada
obyek kajian penelitian yang diteliti. Obyek kajian yang diteliti oleh
Solafide Christova Pasaribu adalah penilaian pada implementasi
tugas pengawasan dan pengamatan yang dilakukan oleh hakim
pengawas dan pengamat terhadap pelaksanaan putusan pidana baik
hubungannya dengan pihak Kejaksaan Negeri Sleman maupun
dengan pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sleman, dan hasil
implementasi pelaksanaan tugas pengawasan dan pengamatan oleh
hakim pengawas dan pengamat sebagai bahan penelitian bagi hakim
untuk pemidanaan yang akan datang. Selain itu dalam penulisan
hukum tersebut juga di analisis mengenai faktor faktor penghambat
tugas pengawasan dan pengamatan beserta dengan alternatif
pemecahan masalah dari hambatan yang terjadi di lapangan. Adapun
penelitian tersebut mengambil sampel di Kabupaten Sleman.
Sedangkan obyek kajian yang diteliti oleh penulis menitikberatkan
pada sebab-sebab dan dampak yang ditimbulkan baik yuridis
maupun non yuridis dari tidak dilaksanakannya pengawasan dan
pengamatan pada terpidana bersyarat, disini penulis mencoba untuk
menggambarkan penyebab dan dampak yang ditimbulkan dari tidak
dilaksanakannya tugas pengawasan dan pengamatan pada terpidana
bersyarat. Adapun sampel dalam penelitian ini diambil di dua
20
Solafide Christova Pasaribu, 2013, Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pengamatan Terhadap
Eksekusi Putusan Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sleman, Penulisan Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
16
wilayah yang berbeda yakni di Kota Yogyakarta dan Kabupaten
Madiun.
2. Penulisan hukum dengan judul “Pelaksanaan Pengawasan dan
Pengamatan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat dalam Pembinaan
Anak Pidana”, yang ditulis oleh Agung Kusumo Nugroho pada
tahun 2008 dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Penulisan hukum tersebut membahas tentang pelaksanaan
pengawasan dan pengamatan pada narapidana yang sedang
menjalani pidananya yakni pada narapidana anak dengan mengambil
lokasi penelitian di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo.21
Perbedaan penelitian yang diteliti oleh Agung Kusumo Nugroho
dengan yang diteliti oleh penulis adalah pada obyek penelitian dan
sudut pandang permasalahan yang diteliti. Obyek yang diteliti oleh
Agung Kusumo Nugroho adalah pengawasan dan pengamatan oleh
hakim pengawas dan pengamat pada narapidana anak atau anak
pidana yang sedang menjalani masa pidana dengan menitikberatkan
sudut pandang pada permasalahan pelaksanaan dan hambatan dalam
pelaksanaanya dengan pengambilan sampel dilakukan di Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo, disini Agung Kusumo
Nugroho berusaha untuk mengamati permasalahan-permasalahan
yang timbul dari pelaksanaan pengawasan dan pengamatan tersebut.
Sedangkan obyek penelitian penulis adalah pengawasan dan
21
Agung Kusumo Nugroho, 2008, Pelaksanaan Pengawasan dan Pengamatan oleh Hakim
Pengawas dan Pengamat dalam Pembinaan Anak Pidana, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, Yogykarta.
17
pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana
bersyarat dengan menitikberatkan sudut pandang pada kajian sebab-
sebab dan dampak yang ditimbulkan baik yuridis maupun non
yurisis dari tidak dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan pada
terpidana bersyarat dengan pengambilan sampel dilakukan di Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Madiun, disini penulis berusaha untuk
mengamati permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan dari tidak
dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan tersebut.
Sedangkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
berdasarkan sumber internet, adalah sebagai berikut:
1. Penulisan hukum dengan judul “Pelaksanaan Pengawasan dan
Pengamatan terhadap Narapidana oleh Hakim Penagawas dan
Pengamat Studi Kasus di Lapas Sleman” yang ditulis oleh Hani
Witjaksono pada tahun 2010 dari Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta.22 Penulisan hukum tersebut membahas
mengenai pelaksanaan pengawasan dan pengamatan pada narapidana
yang sedang menjalani masa pidananya di lembaga pemasyarakatan,
manfaat pengawasan dan pengamatan tersebut dan kendala yang
dihadapi oleh hakim dalam melakukan pengawasan dan pengamatan
di Lembaga Pemasyarakatan Sleman.23
22
Hani Witjaksono, Pelaksanaan Pengawasan dan Pengamatan terhadap Narapidana oleh Hakim
Penagawas dan Pengamat Studi Kasus di Lapas Sleman, diakses pada tanggal 30 Maret 2012,
http://etd.eprints.ums.ac.id/9457/1/C100060094.pdf. 23
Hani Witjaksono, 2010, Pelaksanaan Pengawasan dan Pengamatan terhadap Narapidana oleh
Hakim Penagawas dan Pengamat Studi Kasus di Lapas Sleman, Penulisan Hukum, Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
18
2. Penelitian yang dilakukan oleh Desi Perdani Yuris Puspita Sari yang
telah di publikasikan dalam Jurnal Dinamika Hukum Vol. 10 No. 2
Mei 2010 halaman 94 sampai dengan halaman 104, dari Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman, dengan judul
“Implementasi Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat dalam
Pengawasan dan Pengamatan terhadap Narapidana (Kajian di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Purwokerto)”.24 Dalam
penelitian tersebut membahas tentang penilaian pelaksanaan
pengawasan dan pengamatan di Lembaga Pemasyarakatan
Purwokerto dan meneliti pada hambatan dalam pelaksanaan
pengawasan dan pengamatan tersebut.25
Perbedaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis adalah pada obyek penelitian yang dikaji dan
pada sudut pandang penelitian. Kedua obyek penelitian tersebut
menitikberatkan pada pengawasan dan pengamatan oleh hakim
pengawas dan pengamat pada narapidana yang sedang menjalani
masa pidananya dengan sudut pandang kajian pada permasalahan
pelaksanaan, manfaat dan kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaannya. Pengambilan sampel penelitian tersebut masing-
24
Desi Perdani Yuris Puspita Sari, Implementasi Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat dalam
Pengawasan dan Pengamatan terhadap Narapidana (Kajian di Lembaga Pemasyarakatan Klas
II A Purwokerto), diakses pada tanggal 30 Maret 2012,
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/dokumen/V10M2010%20Dessi%20Perdani%20Yu
ris%20Puspita%20Sari.pdf. 25
Desi Perdani Yuris Puspita Sari, 2010, Implementasi Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat
dalam Pengawasan dan Pengamatan terhadap Narapidana (Kajian di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Purwokerto), Penelitian Jurnal Dinamika Hukum Vol. 10 No. 2 Mei
2010, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, hlm. 94-104.
19
masing dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman dan Lembaga
Pemasyarakatan Purwokerto. Sedangkan yang diteliti oleh penulis,
obyek penelitian yang dikaji adalah pengawasan dan pengamatan
oleh hakim pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat dengan
menitikberatkan sudut pandang pada kajian sebab-sebab dari tidak
dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan tersebut dan dampak
baik dampak yuridis maupun non yuridis yang ditimbukan dari tidak
dilaksanakannya pengawasan dan pengamatan pada terpidana
bersyarat dengan lokasi pengambilan sampel dilakukan di Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Madiun.
Ke-empat penelitian diatas menurut hemat penulis berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis walaupun secara garis besar pembahasan
yang diteliti masih mengenai tugas pengawasan dan pengamatan yang dilakukan
oleh hakim pengawas dan pengamat, namun bila dilihat dari obyek kajian dan
sudut pandang penelitian yang dilakukan oleh ke-empat penulis tersebut berbeda
dengan apa yang diteliti oleh penulis, dan penulis menyatakan bahwa penelitian
yang dilakukan belum pernah diteliti sebelumnya serta diharapkan penelitian ini
dapat menambah atau melengkapi penelitian yang telah ada sebelumnya.
E. Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ada dua macam kegunaan yang diharapkan. Kegunaan
tersebut adalah:
1. Kegunaan Akademis
20
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada
umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, terlebih dalam
bidang hukum pidana mengenai pengawasan dan pengamatan
yang dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat pada
terpidana bersyarat.
b. Untuk lebih mendalami teori yang diperoleh selama menempuh
perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
2. Kegunaan Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat pada umumnya dan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
pada khususnya, dan dapat digunakan sebagai masukan dalam
memaksimalkan pelaksanaan pengawasan dan pengamatan oleh hakim
pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat sebagai salah satu sarana
dalam mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia dan
upaya untuk memaksimalkan penerapan pidana bersyarat serta sebagai
bahan kajian dalam penerapan pengawasan dan pengamatan oleh hakim
pengawas dan pengamat dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana dan penerapan pidana pengawasan dalam rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
21
F. Sistematika Penulisan
Penulisan hukum ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu Bab I, Bab II, Bab III,
Bab IV, dan Bab V, dimana masing-masing bab tersebut terbagi lagi menjadi
beberapa sub bab. Adapun uraian singkat dari bab-bab beserta sub bab tersebut,
sebagai berikut:
1. BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Keaslian Penelitian, Kegunaan Penelitian, dan
Sistematika Penulisan.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini dibagi kedalam tiga sub bab besar yang selanjutnya
dibagi lagi menjadi sub-sub bab yang lebih kecil. Pada sub bab yang
pertama membahas mengenai Tinjauan Umum tentang Hakim
Pengawas dan Pengamat yang kemudian dibagi lagi kedalam sub-
sub bab Hakim dalam Sistem Peradilan Pidana, Pengertian Hakim
Pengawas dan Pengamat, Latar Belakang Dibentuknya Lembaga
Hakim Pengawas dan Pengamat, Dasar Hukum Pelaksanaan
Pengawasan dan Pengamatan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat,
Tugas dan Wewenang Hakim Pengawas dan Pengamat, Tujuan
Pengawasan dan Pengamatan, Pengawasan dan Pengamatan pada
Terpidana Bersyarat oleh Hakim Pengawas dan Pengamat. Pada sub
bab kedua membahas mengenai Tinjauan Umum tentang Tujuan
Pemidanaan. Sedangkan pada sub bab ketiga membahas mengenai
22
Tinjauan Umum tentang Pidana Bersyarat yang terdiri dari sub-sub
bab Pengertian Pidana Bersyarat, Sejarah Lembaga Pidana
Bersyarat, Dasar Hukum Pidana Bersyarat, Penjatuhan Pidana
Bersyarat, Manfaat Pidana Bersyarat, Relevansi Pidana Bersyarat
terhadap Tujuan Pemidanaan.
3. BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas mengenai jenis penelitian; bahan penelitian yang
terdiri darijenis dan sumber data, lokasi dan subyek penelitian, cara
penetuan sampel; cara pengumpulan data, alat pengumpulan data,
tahapan penelitian, dan analisis data.
4. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas hasil penelitian dan analisis sebagai jawaban
dari rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni
mengenai faktor-faktor penyebab dari tidak dilaksanakannya
pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat
pada terpidana bersyarat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten
Madiun, dan dampak-dampak atau akibat-akibat (baik yuridis
maupun non yuridis) yang ditimbulkan dari tidak dilaksanakannya
pengawasan dan pengamatan oleh hakim pengawas dan pengamat
pada terpidana bersyarat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten
Madiun.
5. BAB V PENUTUP
23
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini. Bab V
ini terdiri dari dua sub bab, yakni Kesimpulan dan Saran.
Kesimpulan tersebut membahas mengenai hasil kesimpulan dari
keseluruhan hasil penelitian, sedangkan Saran berisi mengenai saran
penulis bagi pelaksanaan pengawasan dan pengamatan oleh hakim
pengawas dan pengamat pada terpidana bersyarat.