12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum”. 1 Dalam amanat Undang-Undang tersebut menegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechsstaat), tidak berdasar pada kekuasaan belaka (manchtsstaat). Hal tersebut memberikan rambu kenegaraan bahwa masyarakat Indonesia wajib taat hukum dan melakukan semua aktivitas pergaulan hidup tanpa terkecuali. 2 Negara Indonesia yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada masyarakat. Keadilan adalah syarat untuk mencapainya kebahagiaan hidup untuk masyarakat dan keadilan itu perlu diajarkan rasa kesopanan kepada setiap manusia agar menjadi masyarakat yang baik. Indonesia memiliki lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut Pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950. 3 Garuda sebagai lambang negara muncul dalam berbagai kisah, sudah menjadi lambang kerajaan atau stempel kerajaan di Jawa, seperti Kerajaan Airlangga. Di Bali yang banyak dalam kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Garuda sebagai kendaraan Wishnu memiliki sifat pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, 1 Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 2 https://www.artikelsiana.com/2015/15/05contoh-perilaku-sikap-taat-hukum- contoh.html, diakses pada tanggal 08 April, Pukul 20.41 WIB 3 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lambang_negara_Indonesia, diakses 6 April 2019, pukul 19.25 WIB

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.radenfatah.ac.id/6937/1/Skripsi BAB I.pdf · 2020. 6. 5. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia dikenal sebagai negara

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Negara Indonesia dikenal sebagai negara hukum. Hal ini ditegaskan pula

    dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “Negara Indonesia

    adalah negara hukum”.1 Dalam amanat Undang-Undang tersebut menegaskan

    bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechsstaat), tidak berdasar pada

    kekuasaan belaka (manchtsstaat). Hal tersebut memberikan rambu kenegaraan

    bahwa masyarakat Indonesia wajib taat hukum dan melakukan semua aktivitas

    pergaulan hidup tanpa terkecuali.2 Negara Indonesia yang berdiri di atas hukum

    yang menjamin keadilan kepada masyarakat. Keadilan adalah syarat untuk

    mencapainya kebahagiaan hidup untuk masyarakat dan keadilan itu perlu diajarkan

    rasa kesopanan kepada setiap manusia agar menjadi masyarakat yang baik.

    Indonesia memiliki lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda

    yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut Pandang Garuda), perisai

    berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda,

    dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu”

    ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh

    Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden

    Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada

    sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.3

    Garuda sebagai lambang negara muncul dalam berbagai kisah, sudah menjadi

    lambang kerajaan atau stempel kerajaan di Jawa, seperti Kerajaan Airlangga. Di

    Bali yang banyak dalam kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan,

    kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Garuda sebagai kendaraan Wishnu

    memiliki sifat pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali,

    1 Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945

    2https://www.artikelsiana.com/2015/15/05contoh-perilaku-sikap-taat-hukum-

    contoh.html, diakses pada tanggal 08 April, Pukul 20.41 WIB 3 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lambang_negara_Indonesia, diakses 6 April

    2019, pukul 19.25 WIB

    https://www.artikelsiana.com/2015/15/05contoh-perilaku-sikap-taat-hukum-contoh.htmlhttps://www.artikelsiana.com/2015/15/05contoh-perilaku-sikap-taat-hukum-contoh.htmlhttps://id.m.wikipedia.org/wiki/Lambang_negara_Indonesia

  • Garuda dimuliakan sebagai “Tuan segala makhluk yang dapat terbang” dan “Raja

    agung para burung”. Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia sejak zaman kuno

    telah menjadikan Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan

    ideologi Pancasila. 4

    Berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang

    Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, berbunyi:

    “Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang

    kepalanya menoleh lurus ke sebalah kanan, perisai berupa jantung yang digantung

    dengan rantai pada leher Garuda, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di

    atas pita yang dicengkeram oleh Garuda”.5

    Pancasila bukan semata-mata gagasan yang keluar dari para pendiri bangsa,

    melainkan merupakan intisari dari tradisi, adat istiadat dan ruh bangsa Indonesia.

    Oleh karena itu, Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,

    Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah

    Permusyawaratan/Perwakilan dan Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang

    terdapat di dalam butir-butir Pancasila menjadi identitas dan wujud eksitensi bangsa

    yang menjadi simbol kedaulatan serta kehormatan bangsa dan negara Republik

    Indonesia. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia, yang dimana lambang negara yaitu Garuda Pancasila dengan

    semboyan Bhinneka Tunggal Ika. sebagaimana dalam deskripsi dan arti filosofis

    Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui

    mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan wishnu yang

    menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai lambang negara yang

    yang kuat. 6

    Garuda Pancasila bukan hanya sebuah gambar yang biasa saja, tetapi

    lambang negara mempunyai makna yang lahir dari budaya-budaya Indonesia,

    lambang negara mempunyai nilai sakralitas (suci) yang wajib dilindungi dan

    4 Ujang Chandra, Pendidikan Pancasila, (Depok: Rajawali Pers, 2018), 47-48.

    5 Pasal 46 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan

    Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan 6 https://wikipedia.org/wiki/lambang-negara-Indonesia, diakses pada tanggal 6

    April 2019, pukul 19.00 WIB

    https://wikipedia.org/wiki/lambang-negara-Indonesia

  • dipertahankan martabatnya oleh setiap orang yang mengaku sebagai warga negara

    untuk menandakan sebuah etika yang menunjukkan rasa kecintaan terhadap tanah

    air (Nasionalisme).

    Garuda Pancasila sebagai lambang negara Indonesia merupakan jati diri

    bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan merupakan simbol

    cerminan kedaulatan negara dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu,

    berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian, lambang negara bukan hanya

    sekedar merupakan pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara,

    melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan

    warga negara Indonesia. 7

    Pasal 65 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009

    Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Mengatur dan

    menjelaskan hak dan kewajiban terhadap lambang negara, berbunyi: ”warga negara

    Indonesia berhak dan wajib memelihara, menjaga, dan menggunakan bendera

    negara, bahasa Indonesia, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan untuk

    kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara, sesuai dengan undang-undang ini”.8

    Dalam Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa harus menjaga dan

    menghormati bendera, bahasa Indonesia, dan lambang negara, serta lagu

    kebangsaan yang merupakan sarana mempersatu bangsa, identitas, dan wujud

    eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara. dan

    merupakan kebudayaaan yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

    lambang negara juga memiliki makna tersendiri sehingga dimasukkan dalam ranah

    hukum, seperti yang diatur dalam Undang-Undang tersebut.

    Di Indonesia, ada beberapa orang yang tidak bertanggungjawab yang secara

    langsung ataupun tidak langsung. Yang sengaja ataupun tidak sengaja telah

    menghina atau menistakan serta merendahkan lambang negara Indonesia. Bentuk-

    bentuk perendahan baik secara penyalahgunaan lambang negara masih banyak

    7 Ujang Chandra, Pendidikan Pancasila, (Depok: Rajawali Pers, 2018), 53.

    8 Pasal 65 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Dan

    Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan

  • terjadi, serta banyak kasus yang menimbulkan permasalahan dikarenakan ada

    beberapa desain lambang yang tidak jelas. Penghinaan menurut kamus hukum

    adalah penyerangan dengan sengaja atas kehormatan atau nama baik secara lisan

    maupun tulisan dengan maksud untuk diketahui banyak orang.9

    Akhir-akhir ini banyak terjadi tindakan penghinaan lambang negara yang

    dilakukan oleh banyak kalangan, mulai dari kalangann artis hingga kalangan remaja

    yang akun media sosial. Tindakan tersebut menuai banyak kritikan dari masyarakat

    Indonesia ada yang berpendapat bahwa sebaiknya orang-orang yang melakukan

    penghinaan lambang negara seharusnya dihukum. Seperti beberapa contoh kasus

    penghinaan terhadap lambang negara:

    1. Kasus pertama yakni dilakukan oleh penyanyi dangdut yaitu ZG melakukan

    tindakan penghinaan lambang negara dalam acara yang ditayangkan di

    salah satu stasiun televisi. Ia menyebut bahwa lambang sila kelima bebek

    “nungging”. Tindakan ini dinilai telah mencederai rasa hormat terhadap

    lambang negara Indonesia. 10

    2. Penghinaan lambang negara dilakukan oleh GP (24), warga Mempawah,

    Kalimantan Barat, harus berurusan dengan polisi Direktorat Reserse

    Kriminal Khusus Polda Kalbar lantaran telah melakukan penghinaan

    terhadap lambang negara. GP ditangkap tanpa perlawanan di rumahnya di

    Wajok Hilir pada Rabu malam pada 12 Oktober 2019. Penangkapan itu

    terjadi karena telah merubah Pancasila menjadi Pancagila.11

    3. Pada tanggal 2 Juli 2019 terdapat perempuan pemilik akun Facebook Aida

    Konveksi terlibat kasus penghinaan lambang negara. tetapi pemilik akun

    mengaku hanya membagikan konten yang diduga menghina lambang

    negara dari postingan yang muncul di beranda media sosialnya. 12

    9 J.T.C. Simorangkir, Rudy T.erwin, dan Prasetyo, Kamus Hukum (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2013), 124. 10

    https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/it5ecec7f0a177/jerat-pidana-

    bagi-penghina-lambang-negara, diakses 8 April 2019, pukul 22.35 WIB 11

    https://m.liputan6.com/regional/read/4077785/ubah-pancasila-jadi-pancagila-

    pemuda-kalbar-ditangkap-polisi, diakses 27 Februari 2020, pukul 20.00 WIB. 12

    https://www.google.com/amps/s/madura.tribunnews.com/amp/2019/07/02tersandung-kasus-

    https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/it5ecec7f0a177/jerat-pidana-bagi-penghina-lambang-negarahttps://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/it5ecec7f0a177/jerat-pidana-bagi-penghina-lambang-negarahttps://m.liputan6.com/regional/read/4077785/ubah-pancasila-jadi-pancagila-pemuda-kalbar-ditangkap-polisihttps://m.liputan6.com/regional/read/4077785/ubah-pancasila-jadi-pancagila-pemuda-kalbar-ditangkap-polisihttps://www.google.com/amps/s/madura.tribunnews.com/amp/2019/07/02tersandung-kasus-penghinaan-lambang-negara-pemilik-akun-mengaku-hanya-bagikan-konten-di-facebook

  • Banyak persoalan penghinaan terhadap lambang negara, tetapi penerapan

    sanksi terhadap pelaku belum berjalan sesuai aturan undang-undang yang telah

    berlaku. Aparat penegak hukum seharusnya tidak segan-segan menghukum bagi

    setiap pelaku penghinaan terhadap lambang negara. Seseorang yang melawan

    hukum adalah tindakan yang dilarang oleh hukum atau Undang-Undang dengan

    ancaman hukuman atau oleh adat istidat atau kebiasaan atau tata kesusilaan dan

    kesopanan yang hidup dalam masyarakat.

    Hukum seharusnya membuat penegasan, ia akan bertentangan dengan realita

    karena pelanggaran sering dilakukan tanpa dilaksanakan sebagaimana ditetapkan.

    Pelaku yang menghina lambang negara baik lewat ungkapan, tulisan, maupun lewat

    foto. Penghinaan lambang negara dapat memecahbelahkan persatuan. Sebagaimana

    semua orang diperintah untuk menjada persatuan dalam Al-Quran surah Ali Imron

    ayat 103 berfirman:

    Artinya: dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan

    janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah

    kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,

    Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat

    Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi

    jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.

    Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu

    mendapat petunjuk.

    Dengan berdasarkan uraian-uraian permasalahan tersebut diatas, maka

    penulis merasa tertarik dan juga ingin mengetahui secara lebih mendalam mengenai

    penghinaan-lambang-negara-pemilik-akun-mengaku-hanya-bagikan-konten-di-facebook, diakses pada 27 Februari 2020, Pukul 21.00 WIB.

    https://www.google.com/amps/s/madura.tribunnews.com/amp/2019/07/02tersandung-kasus-penghinaan-lambang-negara-pemilik-akun-mengaku-hanya-bagikan-konten-di-facebook

  • sanksi bagi pelaku penghinaan terhadap lambang negara, sehingga di dalam

    penulisan skripsi penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul

    “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Pelaku Penghinaan

    Lambang Negara menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang

    Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan”.

    B. Rumusan Masalah

    Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut:

    1. Bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku penghinaan lambang negara

    menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa,

    dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan?

    2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap sanksi pelaku penghinaan

    lambang negara?

    C. Tujuan Penelitian

    Dari rumusan permasalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan

    ini adalah sebagai berikut:

    a. Untuk mengetahui bagaimana sanksi pelaku penghinaan lambang negara

    menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera,

    Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

    b. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap

    sanksi pelaku penghinaan lambang negara.

    D. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

    a. Manfaat Teoritis

    Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat dan masukan dalam

    menambah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, serta dalam

    ilmu pengetahuan hukum positif dan hukum Islam, khususnya berhubungan

    dengan tinjauan hukum pidana Islam terhadap sanksi pelaku penghinaan

    lambang negara menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang

    Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan dan dapat

    dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang

  • dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum positif dan hukum

    Islam di Indonesia.

    b. Manfaat praktis

    Penelitian ini berguna bagi peneliti sendiri, mahasiswa, pembaca,

    masyarakat, bagi peneliti berikutnya serta bagi penegak hukum dalam

    membantu memberikan masukan dan tambahan pengetahuan dalam

    perkembangan ilmu hukum yang ada di Indonesia secara umum serta sebagai

    masukan pada penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama.

    E. Penelitian Terdahulu

    Penelitian skripsi mengenai penghinaan bukanlah pertama kalinya.

    Sebelumnya telah terdapat penelitian mengenai hal tersebut. tetapi dalam penelitian

    ini penulis membahas hal yang berbeda. Oleh karena itu penulis menjadikan

    penelitian yang terdahulu sebagai rujukan dalam penelitian ini.

    Harits Aditya Permadi (2017), membahas,“Penghinaan Terhadap Kepala

    Negara Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”. Penelitian menyimpulkan

    bahwa penghinaan kepada kepala negara menurut hukum positif dan hukum Islam

    tidak boleh, karena perbuatan penghinaan adalah sikap tercela. Menghina sesama

    saja dilarang apalagi menghina terhadap kepala negara. Dalam hukum positif

    penghinaan kepada kepala negara dapat dikenakan sanksi dalam KUHP pasal 207

    dan 208. Dan hukum Islam dapat dikenakan sanksi yaitu berupa dera dan hukuman

    cambuk 30 kali yang dapat membuat jera.13

    Andi Resky Noviana Akiel (2017), membahas, “Tinjauan Yuridis Terhadap

    Tindak Pidana Penghinaan (Studi Kasus Nomor: 155/Pid.B/2015/Pn.Wtp).

    Penelitian menyimpulkan bahwa skripsi ini penerapan hukum pidana tidak tepat.

    Majelis hakim dalam perkara ini memilih dakwaan pertama yaitu Pasal 310 ayat (1)

    KUHPidana tentang tindak pidana penghinaan. tindak pidana yang dilakukan

    terdakwa adalah tindak pidana ringan yaitu diatur dalam Pasal 315 KUHPidana.

    Dasar pertimbangan hakim terhadap pelaku tindak pidana tidak tepat, majelis hakim

    tidak mempertimbangkan secara cermat dan jelas mengenai salah satu unsur dalam

    13

    Harits Aditya Permadi, Penghinaan Terhadap Kepala Negara Perspektif

    Hukum Islam dan Hukum Positif, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.

  • pasal 310 ayat (1) KUHpidana yaitu unsur menuduh yang menentukan apakah

    terdakwa melakukan tindak pidana penghinaan ataukah tindak pidana penghinaan

    ringan. Penulis berpendapat pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan

    terdakwa dengan pasal 310 ayat (1) KUHPidana sangatlah keliru. Seharusnya hakim

    memutus terdakwa dengan pasal 315 ayat (1) KUHPidana dengan tindak pidana

    penghinaan ringan. 14

    Merlia Anggraini (2017), membahas, “Delik Penghinaan terhadap simbol-

    simbol Agama dalam Hukum Positif dan Hukum Islam”. Penelitian ini

    menyimpulkan bahwa skripsi ini penerapan pasal 156a (KUHP) tentang delik

    penghinaan terhadap simbol-simbol agama karena dimaksukkan ke dalam penodaan

    agama, karena penghinaan disini mengandung melecehkan, meremehkan diri suatu

    agama. Dapat dikenakan sanksi hukumnya adalah dengan pidana penjara

    selamanya-lamanya lima tahun. Dalam hukum islam penerapan sanksi berupa ta’zir.

    15

    Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, penulis bermaksud mendalami

    mengenai sanksi pelaku penghinaan lambang negara menurut Undang-Undang

    Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu

    Kebangsaan dan tinjuan hukum pidana Islam terhadap sanksi pelaku penghinaan

    penghinaan lambang negara.

    F. Metode Penelitian

    Dalam melakukan suatu penelitian, tidak terlepas dari penggunaan metode.

    Karena metode merupakan cara atau jalan bagaimana seseorang harus bertindak.

    Metode penelitian pada dasarnya cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

    tujuan dan kegunaan tertentu.16

    Oleh karena itu penting bagi peneliti menentukan

    metode yang paling tepat dalam menyelesaikan penelitiannya.

    14

    Andi Resky Noviana Akiel, Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana

    Penghinaan (Studi Kasus Nomor: 155/Pid.B/2015/Pn.Wtp), Skripsi Hukum Universitas

    Hasanuddin, 2017 15

    Merlia Anggraini, Delik Penghinaan terhadap simbol-simbol Agama dalam

    Hukum Positif dan Hukum Islam, Skripsi UIN Raden Intan Lampung, 2017 16

    Sugioyo, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

    2013), 2.

  • 1. Jenis penelitian

    Penelitiian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif,

    dimana dalam penelitian hukum normatif bahan pustaka merupakan data dasar yang

    dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut

    memiliki ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi,

    buku-buku harian, buku-buku sampai pada dokumen-dokumen resmi yang

    dikeluarkan oleh pemerintah. Penelitian pustaka (library research) yaitu penelitian

    yang datanya diperoleh dengan cara menelusuri bahan-bahan pustaka, dalam hal ini

    data yang paling pokok digunakan adalah beberapa literatur baik buku, jurnal,

    majalah yang berkaitan dengan permasalahan yang diambil penulis.17

    2. Jenis dan Sumber data

    a. Jenis Data

    Menurut Muri Yusuf, jenis data dibagi menjadi dua yaitu kualitatif dan

    data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang bersifat deskriptif dan

    cenderung menggunakan analisis subjektif peneliti dengan memanfaatkan

    landasan teori sebagai panduan di lapangan. Sedangkan data kuantitatif

    adalah data sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal

    hingga hasil akhir penelitian berdasarkan pengumpulan data informasi yang

    berupa simbol angka dan bilangan.18

    Adapun dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif yaitu

    merupakan data yang diuraikan secara rinci sanksi pelaku penghinaan

    lambang negara.

    b. Sumber Data

    Dalam penelitian hukum, pada umumnya peneliti menggunakan dua

    sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Data penelitian yang

    digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yang terdiri dari:

    17

    Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu

    Tinjauan Singkat), (Cet.IV, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) , 12. 18

    Muri Yusuf, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan Penelitian Gabungan,

    (Jakarta: Kencana, Cet. 4. 2017), 328.

  • a. Bahan Hukum Primer

    Sumber bahan hukum primer adalah bahan hukum yang terdiri atas

    peraturan perundang-undangan secara hierarki dan putusan-putusan

    pengadilan. Bahan primer diperoleh melalui bahan yang mendasari dan

    berkaitan dengan penulisan ini, yaitu:

    1) Al-Quran

    2) Hadist

    3) Undang-Undang Dasar 1945

    4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

    5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan

    Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan

    b. Bahan Hukum Sekunder

    Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan

    bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami

    bahan hukum primer antara lain literatur dan referensi.

    c. Bahan Hukum Tersier

    Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan

    penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, karya-

    karya ilmiah, bahan seminar, hasil-hasil penelitian para sarjana berkaitan

    dengan pokok permasalahan yang akan dibahas.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah mencari beberapa

    peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan pokok permasalahan serta

    mempelajari literatur yang berupa buku karya ilmiah, untuk mencari konsep-

    konsep, teori dan pendapat yang berkaitan erat dengan permasalahan yang

    selanjutnya dibahas dan kemudian disajikan dalam bentuk uraian.

    4. Analisis Data

    Metode yang digunakan dalam menganalisa data sebagai berikut:

    a. Analisis deskriptif dimaksudkan peneliti memaparkan apa adanya

    tentang suatu peristiwa hukum atau kondisi hukum. Peristiwa hukum

    adalah peristiwa yang beraspek hukum, terjadi disuatu tempat tertentu

  • pada saat tertentu.19

    Analisis deskriptif memberikan gambaran terhadap

    sanksi pelaku penghinaan lambang negara dengan menyusun fakta-fakta

    sedemikian rupa sehingga membentuk konfigurasi masalah yang dapat

    dipahami dengan mudah.

    b. Metode deduktif yaitu teori yang digunakan untuk mengkaji data yang

    diperoleh secara umum yang kemudian dianalisis untuk disimpulkan

    secara khusus. Gambaran terhadap sanksi pelaku penghinaan lambang

    negara dalam kerangka paparan yang telah direncanakan sebelumnya.

    G. Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan pada skripsi ini bahwa di dalam penulisan skripsi agar

    dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka skripsi disusun dalam 4 (empat) bab

    dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

    Bab I Pada bab ini di uraikan mengenai merupakan latar belakang yang

    memuat alasan-alasan penulis memilih topik penghinaan lambang negara, rumusan

    masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian baik secara teoritis maupun praktis.

    Metode penelitian yang memaparkan penelitian terdahulu metode penelitian

    pengambilan informasi dan penyusunan proposal ini, dan sistematika penulisan

    yang menerangkan secara singkat pembahasan bab per bab dalam skripsi ini.

    Bab II Dalam bab ini berisi materi mengenai deskripsi tentang tinjauan

    umum tentang pengertian penghinaan, unsur-unsur penghinaan, macam-macam

    penghinaan, pengertian lambang negara, sejarah lambang negara, pengertian tindak

    pidana, unsur-unsur tindak pidana, pembagian tindak pidana, pengertian sanksi

    pidana, macam-macam sanksi pidana, sanksi menurut hukum pidana Islam.

    Bab III Dalam bab ini akan diuraikan tentang pembahasan sanksi pelaku

    penghinaan lambang negara menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009

    tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, dan

    tinjauan hukum pidana Islam terhadap sanksi pelaku penghinaan lambang negara.

    19

    Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi

    Teori Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2017), 152.

  • Bab IV Bab ini merupakan bab penutup, berisi kesimpulan dari hasil

    pembahasan serta saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian yang telah

    dilakukan.

    Daftar Pustaka

    Lampiran