48
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara-negara yang tergabung dalam perhimpunan bangsa- bangsa (PBB) sudah mempunyai lembaga khusus yang menangani keamanan nasional. Lembaga itu sering dikenal Badan Keamanan Nasional (National Security Council/NSC) yang disertai undang-undang keamanan nasional untuk mengatur masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Negara-negara tersebut mempunyai tujuan nasional yang sama yaitu perdamaian dunia dalam menyelesaikan batas-batas wilayah dengan negara tetangganya. Namun, Indonesia belum mempunyai Badan Keamanan Nasional dan Undang-undang keamanan nasional yang mensinkronkan tugas aktor antara pertahanan dan keamanan negara, dengan keamanan masyarakat dan keamanan individu dalam sebuah sistem keamanan nasional di wilayah perbatasan. Landasan filosofi yang tercantum dalam pembukaan UUD NRI 1945 yaitu menjaga kedaulatan, melindungi segenap bangsa dan tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut perdamaian dunia belum terwadahi dalam undang-undang sektoral yang mengatur keamanan nasional saat ini. selain itu undang-undang sektoral tersebut belum menjabarkan secara baik yang termuat dalam Pasal 30 UUD NRI 1945 untuk mengatur pertahanan dan keamanan. Landasan sosiologis yang tercantum dalam undang-undang sektoral belum mampu mengatasi aspek keamanan nasional saat ini. Data-data 4 tahun terakhir dari tahun 2012-2015 menunjukkan peningkatan gangguan keamanan nasional dari ancaman eksternal terutama di perbatasan seperti kasus sengketa wilayah perbatasan darat berupa hilangnya patok batas, terbangunnya mercusuar asing di perbatasan laut dan pelanggaran pesawat militer asing tanpa ijin di perbatasan udara. Begitu juga data-data 4 tahun terakhir ancaman teror, separatisme, konflik SARA dan kegiatan illegal lainnya menunjukkan peningkatan walaupun jumlah polisi diperbanyak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

  • Upload
    lamliem

  • View
    251

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagian besar negara-negara yang tergabung dalam perhimpunan bangsa-

bangsa (PBB) sudah mempunyai lembaga khusus yang menangani keamanan

nasional. Lembaga itu sering dikenal Badan Keamanan Nasional (National

Security Council/NSC) yang disertai undang-undang keamanan nasional untuk

mengatur masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Negara-negara tersebut mempunyai tujuan nasional yang sama yaitu perdamaian

dunia dalam menyelesaikan batas-batas wilayah dengan negara tetangganya.

Namun, Indonesia belum mempunyai Badan Keamanan Nasional dan

Undang-undang keamanan nasional yang mensinkronkan tugas aktor antara

pertahanan dan keamanan negara, dengan keamanan masyarakat dan keamanan

individu dalam sebuah sistem keamanan nasional di wilayah perbatasan.

Landasan filosofi yang tercantum dalam pembukaan UUD NRI 1945 yaitu

menjaga kedaulatan, melindungi segenap bangsa dan tumpah darah,

mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut

perdamaian dunia belum terwadahi dalam undang-undang sektoral yang mengatur

keamanan nasional saat ini. selain itu undang-undang sektoral tersebut belum

menjabarkan secara baik yang termuat dalam Pasal 30 UUD NRI 1945 untuk

mengatur pertahanan dan keamanan.

Landasan sosiologis yang tercantum dalam undang-undang sektoral belum

mampu mengatasi aspek keamanan nasional saat ini. Data-data 4 tahun terakhir

dari tahun 2012-2015 menunjukkan peningkatan gangguan keamanan nasional

dari ancaman eksternal terutama di perbatasan seperti kasus sengketa wilayah

perbatasan darat berupa hilangnya patok batas, terbangunnya mercusuar asing di

perbatasan laut dan pelanggaran pesawat militer asing tanpa ijin di perbatasan

udara. Begitu juga data-data 4 tahun terakhir ancaman teror, separatisme, konflik

SARA dan kegiatan illegal lainnya menunjukkan peningkatan walaupun jumlah

polisi diperbanyak.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

2

Landasan yuridis yang terdapat dalam undang-undang sektoral yang mana

isi Peraturan-peraturannya tumpang tindih dalam pengaturan tugas perbatasan,

tugas bantuan militer, tugas pengamanan dalam keselamatan pelayaran dan

penerbangan, tugas menanggulangi terorisme, tugas mengatasi separatisme dan

gerombolan bersenjata serta tugas pengamanan obyek-obyek vital. Khususnya

Pasal 7 UU no 34 tahun 2004 tentang TNI masalah operasi militer selain perang

(OMSP) dengan UU no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian negara RI serta Pasal 27

dan 30 UUD NRI 1945. Dampaknya, Sistem hukum keamanan nasional di

perbatasan darat, laut dan udara dengan negara tetangga terjadi ego sektoral.

Diantaranya undang-undang tentang pertahanan negara, TNI, kepolisian negara,

kepabean, tata ruang, pemda, imigrasi dan lain-lainnya belum mampu dalam

mengatasi masalah keamanan nasional terbukti dengan lepasnya beberapa wilayah

Indonesia seperti Timor timur dan kekalahan diplomasi dalam permasalahan

perbatasan dengan negara tetangga seperti kepemilikan P.Ligitan dan P.Simpadan.

Hal ini terdapat perbedaan dalam penggunaan asas-asas hukum dalam undang-

undang sektoral terutama terutama UU No 23 Prp tahun 1959 mengenai keadaan

tertib sipil, darurat sipil, darurat militer dan darurat perang dengan undang-undang

nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan

mengenai keadaan damai, konflik, bencana alam dan luar biasa. Secara eksplisit

tampak dari fakta-fakta sebagai berikut:

1. Fakta Fisik / Empirik.

Fakta fisik ancaman kedaulatan nasional di perbatasan darat Indonesia

dengan Malaysia, PNG dan Timor Leste berupa batas alam, yakni punggung /igir

pegunungan sebagai garis pemisah, aliran air (watershed) yang ditandai dengan

patok-patok perbatasan yang sering digeser-geser sehingga banyak pelanggaran

lintas batas dan pencurian kekayaan alam. Selain itu, terdapat tanah adat yang

masih merupakan sengketa sehingga belum selesai kepemilikan tanah tersebut.

Seperti tanah adat di Warantikin dan Warasmol Papua dan Dilumil Memo, Bijael

Sunan Oben serta Noel Besi Citrana di NTT yang belum terselesaikan secara

bilateral. Fakta fisik ancaman kedaulatan nasional di perbatasan laut dan udara

dengan batas-batas yang belum diselesaikan dengan perjanjian internasional

menyebabkan banyaknya pelanggaran hukum berupa illegal fishing, pelanggaran

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

3

pesawat dan kegiatan illegal lainnya.Bila fakta-fakta ini tidak dikelola negara

dikuatirkan wilayah dapat direbut asing atau hilang secara phisik mempengaruhi

jumlah pulau yang terdaftar di PBB sehingga keutuhan wilayah untuk persatuan

terganggu berarti keamanan nasional terancam tidak aman.

Fakta fisik ancaman kesejahteraan nasional berupa pembangunan nasional

yang tidak merata berupa infrastruktur, jalan raya dan sarana prasarana kesehatan,

telekomunikasi, pendidikan dan pasar sebagai penyebab kemiskinan.Kondisi

pembangunan negara tetangga yang membuka akses masyarakat perbatasan

cenderung bekerja dan mencari nafkah ke negara tetangga merupakan ancaman

pengaruh asing tinggi sehingga masyarakat berpeluang bergabung wilayahnya ke

negara tetangga dikarenakan pemerintah membiarkan kondisi ini terjadi terus

menerus.

Fakta fisik ancaman kehidupan nasional berupa wilayah laut Australia

yang mengambil P.Ashmor menjadikan wilayah Indonesia menjadi sempit

sehingga membatasi nelayan NTT mencari nafkah.Ancaman kehidupan nasional

di Selat Malaka dengan kondisi wilayah laut Malaysia agak lebar, Singapura

dengan reklamasinya menyebabkan sering terjadinya pelanggaran hukum yang

masing-masing negara mengklaim wilayahnya.Begitu juga dengan Blok Ambalat

banyak pelanggaran hukum dikarenakan batas-batas laut yang belum

terselesaikan.Fakta-fakta ini jika pemerintah membiarkan kondisi masyarakat

yang tidak sejahtera dan belum meratanya pembangunan nasional memungkinkan

masyarakat terpengaruh asing untuk melepaskan wilayahnya dari NKRI atau

keinginan separatis wilayah sangat tinggi.

2. Fakta Hukum.

Kondisi fakta hukum di perbatasan darat Indonesia dengan Malaysia, PNG

dan Timor Leste, berupa pelanggaran hukum seperti illegal logging, illegal

mining, illegal migration, human trafficking, berbagai jenis penyelundupan dan

kejahatan transnasional. Perjanjian internasional berupa perjanjian bilateral sudah

dilakukan mengenai wilayah perbatasan tetapi masih terdapat beberapa daerah

yang masih merupakan sengketa.Patok-patok batas yang disetujui dipasang

sebagai batas dengan kesepakatan antar negara.Permasalahan perjanjian 10

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

4

Outstanding Border Problem dengan Malaysia mengalami jalan buntu karena

terdapat keinginan Malaysia mengulur waktu dengan strategi effektif occupation

untuk mendapatkan wilayah dari Indonesia. Begitu juga perjanjian darat RI-PNG

di lokasi warantikin dan warasmol yang terdapat penduduk PNG tinggal di

Indonesia, dan perjanjian darat RI-RDTL di Okusi masalah tanah adat mengalami

jalan buntu yang berpeluang asing akan merebut wilayah Indonesia menjadi

miliknya.

Fakta hukum di perbatasan laut Indonesia dengan 10 negara tetangga

masih terdapat perbedaan pandangan dalam melihat negara kepulauan dan pantai,

perbedaan penafsiran Unclos 82 dan 58, perbedaan kepentingan nasional sebagai

penyebab belum diselesaikannya batas-batas laut. Belum selesainya perjanjian

batas dan belum jelasnya jumlah pulau Indonesia berpeluang asing merebut

wilayah Indonesia karena negara membiarkan kondisi wilayah yang hilang karena

alam. Begitu juga fakta hukum di perbatasan udara Indonesia dengan 10 negara

tetangga, terdapat 3 negara tetangga yang sering pelanggaran hukum yaitu

Malaysia, Singapura dan Australia dikarenakan belum jelasnya peraturan

internasional mengenai hukum ruang udara dan antariksa mengenai kedaulatan

suatu negara. Kelemahan UUD NRI 1945 pasal 33 tidak mencantumkan wilayah

udara dikuasai negara menyebabkan wilayah udara nasional dikuasai asing.

Kondisi fakta hukum kesejahteraan nasional masih belum jelasnya

pelaksanaan RPJP di daerah perbatasan dengan peraturan BNPP atau peraturan

pemda. Kenyataan BNPP tidak punya lembaga pelaksana hanya bersifat

koordinasi. Sementara itu, kondisi fakta hukum kehidupan nasional dengan belum

selesainya berbagai perjanjian internasional masalah batas laut menyebabkan

berbagai pelanggaran hukum terjadi, yang belum terselesaikan diantaranya

penyelesaian tumpahan minyak PT TEP AA Australia, pelanggaran migration

illegal di Blok Ambalat dan Perompakan serta illegal fishing di Selat Malaka.

Permasalahan hukum yang mengatur masyarakat di perbatasan tersebut jika UU

keamanan nasional belum ada dan kondisi masyarakat dibiarkan terus dapat

dipengaruhi asing untuk melepaskan wilayahnya atau disintegrasi bangsa atau

integrasi dengan negara tetangga dan merdeka mendirikan negara sendiri.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

5

3. Fakta Sosial.

Kondisi fakta sosial di perbatasan darat Indonesia dengan Malaysia, PNG

dan Malaysia berupa lemahnya nasionalisme, rentannya nation and character

building serta rendahnya akses pada struktur ekonomi, politik, sosial, hukum, dan

budaya yang dapat disebabkan dengan alasan sebagai berikut: a) masih rendahnya

tingkat kesejahteraan masyarakat di perbatasan darat dibandingkan dengan di

Negara tetangga. b) masih rendahnya rasa keadilan karena kurangnya informasi

yang dimiliki masyarakat perbatasan darat, terutama berkaitan dengan

pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan. c) terbatasnya infrastruktur

dan fasilitas umum untuk memenuhi pelayanan dasar sosial kepada masyarakat

perbatasan darat sebagai jaminan rasa keamanan dalam mempertahankan

kestabilan hidup. Seringnya terjadi konflik sosial dikarenakan terjadi persaingan

ekonomi di perbatasan yang menuntut keadilan.

Fakta sosial terhadap kesejahteraan sosial akibat kemiskinan dan

terlambatnya pembangunan infrastruktur di perbatasan menyebabkan melunturnya

ketahanan nasional di perbatasan. Begitu juga fakta sosial terhadap kehidupan

nasional di perbatasan laut akibat keterbatasan pendidikan dan teknologi

masyarakat sehingga batas-batas laut dilanggar menyebabkan antar negara saling

mengklaim pelanggaran hukum masyarakat seperti illegal fishing, pengambilan

kekayaan alam, illegal migration, human trafficking dan lain-lain. Fakta sosial

terutama faktor kesejahteraan jika tidak diatur dapat menyebabkan masyarakat

dalam mendapatkan kesejahteraan dapat mencari jalan pintas yang cenderung

melanggar hukum.

Fakta fisik, hukum dan sosial itu disertai ketidak-seimbangan pembagian

tugas keamanan, tugas kesejahteraan dan tugas-tugas lain dalam mendukung

tujuan nasional. Fakta-fakta itu membuktikan Indonesia belum mampu

menanggulangi segala bentuk ancaman keamanan nasional yang berupa ancaman

kedaulatan nasional, kesejahteraan nasional dan kehidupan nasional.

Terdapat Kendala-kendala dalam mengatasi ancaman keamanan nasional

di perbatasan, terutama substansi peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang keamanan, struktur kelembagaan yang bertugas dalam tugas keamanan

dan kultur masyarakat yang banyak menolak keberadaan kelembagaan yang ada

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

6

dan belum mau diatur dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Dengan

belum ada Lembaga dan Undang-undang keamanan nasional maka kondisi

peraturan perundang-undangan yang mengatur keseimbangan antara keamanan

(security) dan kesejahteraan (prosperity) di wilayah perbatasan saat ini masih

bersifat sporadis, berjalan sendiri-sendiri dan belum terintegrasi cenderung ego

sektoral.

Dengan demikian, Permasalahan perbatasan negara bagi Indonesia

merupakan permasalahan krusial karena berkaitan dengan aspek kedaulatan

negara, pertahanan dan keamanan, nasionalisme, ideologi, sosial, ekonomi dan

budaya. Pengaturan sistem keamanan nasional yang belum terintegrasi dapat

menimbulkan permasalahan baru diantaranya aksi separatisme, dicaploknya

sebagian wilayah oleh negara lain atau tuntutan referendum dikarenakan

kesejahteraan. Ketidak-seimbangan antara keamanan dan kesejahteraan jika

dimanfaatkan negara asing dapat menimbulkan keadaan darurat yang setiap saat

mengarah krisis nasional, berarti menunjukkan ketidak- mampuan pemerintah

dalam mencapai tujuan nasional.

Eksistensi pertahanan dan keamanan negara harus didukung dengan

pengaturan pertahanan dan keamanan negara yang terintegrasi dalam sebuah

naskah akademis sebagai dasar pembuatan undang-undang keamanan nasional.

Rancangan undang-undang keamanan nasional dan pembentukan Badan

Keamanan Nasional selalu mengalami dead lock dikarenakan banyaknya

kepentingan poliitik. Oleh karena itu, pengaturan sistem hukum keamanan

nasional harus sesuai dengan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 dalam menyelesaikan keamanan nasional di

perbatasan dengan negara tetangga.

B. Fokus Studi dan Permasalahan

Penelitian ini akan memfokuskan Pertama,Masalah global dan kedaulatan

nasional dengan tolak ukur pengaruh asing terhadap lepasnya wilayah. Dan

wilayah lepas direbut asing serta wilayah hilang secara phisik atau tidak dikelola

oleh negara.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

7

Kedua, Masalah kesejahteraan Nasional dengan tolak ukur kesejahteraan

masyarakat dan kesalahan memilih pemimpin dan ketidak-seimbangan fungsi

negara dan pemerintah menyebabkan lepasnya wilayah karena tidak dikelola oleh

negara secara berlanjut dan hilang secara phisik atau pengaruh asing.

Ketiga, Masalah Kehidupan Nasional dengan tolak ukur jaminan keamanan

negara terhadap selat malaka, blok ambalat dan situasi laut timor. Keamanan tidak

terjamin berakibat lepasnya wilayah karena direbut asing dan tidak dijaga atau

dipertahankan.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas dapat disimpulkan

terdapat tiga permasalahan hukum yaitu:

Pertama, Permasalahan Global dan Kedaulatan Nasional berupa

penegasan patok-patok perbatasan dengan Perjanjian Bilateral/multilateral yang

dapat menimbulkan ancaman militer (potensial).Apakah wilayah lepas karena

pengaruh asing, direbut asing, tidak dikelola dan hilang secara phisik.

Kedua, Permasalahantingkat kesejahteraan masyarakat akibat salah

memilih pemimpin, salah sistem, ketidak-seimbangan fungsi negara dan

pemerintah jikatidak ditangani berakibat wilayah lepas .Apakah wilayah lepas

karena tidak dikelola oleh negara secara berlanjut atau dipengaruhi asing.

Ketiga, Permasalahan Kehidupan Nasional sebagai akibat tidak ada

jaminan keamanan di Selat Malaka, Blok Ambalat dan Laut Timor. Jika tidak

ditangani wilayah akan lepas. Apakah wilayah lepas karena direbut asing atau

hilang secara phisik.

Dalam penelitian ini sebagai bahan naskah akademis kajian sistem

keamanan nasional, dibuat pertanyaan permasalahan yang harus dijawab sebagai

berikut:

1. Mengapa sistem hukum keamanan saat ini belum mampu menanggulangi

berbagai ancaman di perbatasan Indonesia dengan negara tetangga ?

2. Bagaimana sistem hukum keamanan saat ini menurut UUD Negara

Republik Indonesia tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan ?

3. Bagaimana konstruksi ideal sistem hukum keamanan nasional di wilayah

perbatasan Indonesia?

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

8

C. Kerangka Pemikiran.

Berdasarkan Ragaan dibawah, Kerangka pemikiran diawali dari kondisi

PBB dibentuk untuk menciptakan perdamaian dunia sebagai sistem keamanan

internasional saat ini yang dilaksanakan negara-negara anggota PBB untuk

menyelesaikan isu-isu keamanan nasional, diantaranya menyangkut wilayah

perbatasan dengan negara tetangganya supaya tidak terjadi peperangan atau

konflik perbatasan.

Hukum Darat

Hukum Laut

Hukum Udara

Pertahanan

Bakamtas

Immigrasi

BIN

LPNK

Pemda

Bea Cukai TNI

Kearifan Lokal

Budaya

Polri Kejaksaan

INDONESIA

P BB

Perdamaian

Dunia Issu2

Kamnas Siskamnas

Negara2 PBB

National

Security Council

(NSC)

UU

Kamnas

Kebiasaan

Internasional

Kultur

Struktur

Substansi

National

Security Council

(NSC)

UU

Kamnas

Budaya

Lokal

Kultur

Struktur

Substansi

Fungsi Pemerintah

Teori Keamanan

Teori Kedaulatan

Wilayah

Teori Balance of Power Konsep Penanganan

Ancaman di Perbatasan

Konsep Sishankamneg

Teori Keamanan

Konsep Keamanan Komprehensif

Konsep Kerjasama Keamanan

Teori Prismatika Hukum

Teori Sistem

Hukum

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

9

Kemudian Indonesia merupakan bagian dari anggota PBB berkewajiban

membentuk Badan Keamanan Nasional (National Security Council / NSC) beserta

peraturan perundang-undangan menyesuaikan budaya Indonesia seperti negara-

negara lain dengan tiga pola pembangunan keamanan nasional yaitu perubahan

substansi peraturan perundang-undangan, struktur kelembagaan dan kultur

kebiasaan internasional.

Pertama, Membangun substansi berarti membangun peraturan keamanan

nasional dengan berpedoman sistem hukum darat, hukum laut dan hukum udara.

Kedua, Membentuk Badan Keamanan Nasional berkedudukan dibawah

presiden selaku kepala negara dan bertanggung jawab kepada presiden selaku

kepala pemerintah.Ketiga, Mengaktifkan peran kearifan lokal dengan mengambil

peran tokoh-tokoh masyarakat sesuai budaya masing-masing daerah menurut

suku, agama, ras dan antar golongan dalam menyelesaikan isu-isu keamanan,

khususnya konflik dan sengketa wilayah di perbatasan Indonesia.Terutama

menjabarkan visi pemerintah tentang nawa cita diantaranya membangun dari

daerah-daerah pinggiran, yang mengamanatkan fungsi pemerintah daerah

diaktifkan untuk menampung kearifan lokal dan budaya masyarakat.

Kondisi sistem pertahanan keamanan semesta (hankamrata) sebagai sistem

hukum keamanan saat ini yang dilaksanakan pemerintah RI, Pemda dan TNI/Polri

mempunyai banyak kelemahan substansi perundang-undangan, kelemahan

pembagian tugas keamanan terhadap kelembagaan dan sikap tidak patuh

masyarakat terhadap hukum nasional. Nomenklatur Sishankamrata tetap dalam

pelaksanaannya diidentikan dengan sistem keamanan nasional atau Nomenklatur

Sishankamrata diganti Siskamnas.

Perubahan Substansi diperkuat dengan teori keamanan, teori kedaulatan

wilayah, dan konsep penanganan ancaman di perbatasan.Kelembagaan diperkuat

dengan teori Balance of Power, teori Prismatika Hukum, konsep keamanan

komprehensif dan konsep kerjasama keamanan. Perubahan kultur menggunakan

teori keamanan dan konsep sistem pertahanan dan keamanan negara. Tiga

perubahan yang mendasar itu untuk terciptanya naskah akademik sebagai acuan

pembuatan Undang-Undang keamanan nasional, pembentukan Badan Keamanan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

10

Nasional dan Pelibatan kearifan lokal serta mengaktifkan fungsi-fungsi

pemerintah yang mengatur tentang kemasyarakatan.

D. Tujuan dan KontribusiPenelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menganalisis dan mengungkap ancamankeamanan saat ini di

wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. Ketidak-mampuan

pemerintah RI mengatasi ancaman keamanan saat ini berupa ancaman kedaulatan,

kesejahteraan dan kehidupan nasional.Kenyataan yang perlu dibahas banyak saran

dan tindakan mengatasi kendala-kendala keamanan nasional telah dimunculkan,

namun Implementasinya kurang berjalan dengan baik, dikarenakan banyak

kepentingan politik antara pemerintah RI dan Pemda serta kepentingan Parpol,

TNI dan Polri serta LSM-LSM.

b. Untuk menganalisis dan mengungkap sistem hukum keamanansaat ini

dalam mengatasikendala-kendala keamanan nasional dan meningkatkanketahanan

nasional di wilayah perbatasan Indonesia dengan Negara Tetangga menurut UUD

NRI 1945 dan peraturan perundang-undangan. Dengan alasan bahwa peran negara

difokuskan terhadap kesejahteraan dan ketahanan nasional ditingkatkan tetapi

peran keamanan dikurangi.Analisissecara teoretik, suatu wilayah dalam negara

bisa lepas karena : Pertama,wilayah hilang secara fisik. Kedua, wilayah tidak

dikelola secara berkelanjutan oleh negara.Ketiga, ada keterpengaruhan pihak

asing.Keempat, wilayah direbut pihak asing.Sistem hukum keamanan saat ini

dapat dikatakan Indonesia tidak mempunyai Badan Keamanan Nasional dan

Undang-undang keamanan nasional menyebabkan kultur masyarakat perbatasan

mengutamakan hukum adat daripada hukum nasional dikarenakan negara

membiarkan kemiskinan masyarakat di wilayah perbatasan Indonesia dengan

negara tetangga dikuatirkan dan diasumsikan akan mengancam ketahanan

nasional.

c. Untuk menganalisis dan merekonstruksi sistem hukumkeamanan nasional

yang selama ini menggunakan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta

(Sishankamrata) yang tertuang dalam UUD NRI tahun 1945. Rekonstruksi itu

berupa rekonstruksi substansial sistem hukum keamanan nasional, rekonstruksi

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

11

struktural sistem hukum keamanan nasional dan rekonstruksi kultural sistem

hukum keamanan nasionalsebagai masukan dalam pembentukan Undang-Undang

Keamanan Nasional, pembentukan Badan Keamanan Nasional dan pelibatan

peran kearifan lokal.Sishankamrata tersebut diganti dan atau diidentikkan dengan

Siskamnas, kemudian implementasinya dijabarkan dengan Undang-Undang

tentang Keamanan nasionaldan membentuk Badan Keamanan Nasional dengan

membagi tugasaktor-aktor keamanan berdasar keseimbangan keamanan,

kesejahteraan dan keselamatan. Perubahan kultur masyarakat sangat menentukan

kondisi keamanan perbatasan yang berarti meningkatnya ketahanan nasional.

2. Kontribusi Penelitian

Suatu penelitian yang berhasil adalah penelitian yang dapat memberikan

faedah atau manfaat baik secara teoritik ataupun secara praktis yang meliputi:

a. Kontribusi Penelitian secara Teoritik

1) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran bagi ilmu pengetahuan dibidang hukum, keamanan dan ketahanan

nasional.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan yang

memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat pada Umumnya dan

kalangan akademisi yang menggeluti bidang hukum, keamanan dan ketahanan

nasional.

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan peranan bagi

perkembangan teoritik dalam ilmu hukum, keamanan serta ketahanan nasional.

b. Kontribusi penelitian secarapraktis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan Naskah Akademik

Sistem hukum keamanan nasional untuk rekomendasi terhadap kebijakan

pemerintah sebagai acuan dalam pembuatan Undang-undang Keamanan nasional,

pembentukan Badan Keamanan Nasional dan Pelibatan kearifan lokal.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi dan bahan

kajian untuk perkembangan ilmu pengetahuan, terkait dengan keamanan nasional

di wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

12

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat

luas agar dapat mengetahui pentingnya keamanan nasional dan ketahanan

nasional.

E. Proses Penelitian.

Peneliti dalam melakukan penelitian ini mengikuti tata aturan penelitian

kualitatif, yang melihat suatu realitas dalam konteksnya, bersifat deskriptif, serta

penafsirannya terikat pada ruang dan waktu.Paradigma penelitian ini adalah Post

Positivisme yang melihat realitas keberadaannya (Ontologi) terhadap

Sishankamrata saat ini obyektif, real dan dapat dipahami tetapi tidak sempurna

sehingga implementasinya masih dipengaruhi faktor-faktor luar

(Eksternal).Realisme Kritis dikarenakan terjadi ketidakadilan antara hak dan

kewajiban negara untuk memandang keberadaan TNI semakin merosot jika

dibandingkan dengan Polri.

Hubungan peneliti dan yang diteliti (Epistemologi) secara teori merupakan

modifikasi dualis atau objektivis.Hubungan peneliti dan yang diteliti tidak

sepenuhnya independen, dengan temuan berulang yang barangkali dapat

dikatakan benar.Dalam hal ini dasar ilmu pengetahuan konsep Sishankamrata,

barangkali dibenarkan oleh pengaruh luar itu dengan pesanan disamakan dengan

sistem keamanan nasional. Namun, Sistem keamanan saat ini sengaja terjadi

kerancuan pertahanan dan keamanan negara. Kondisi sishankamrata banyak

kekosongan antara tugas-tugas TNI dan Polri.Hal yang tidak terlihat ini seperti

pesan moral sebagai penyebab tidak sepenuhnya independen dari dua entity

tersebut.Negara membiarkan kondisi ini terjadi tanpa menutupi kelemahan

kekosongan hukum ini dengan peraturan perundang-undangan.

Metodologi dalam pemecahan masalah merupakan jenis modifikasi

eksperimental atau manipulatif, pembuktian kebenaran secara falsifikasi dan

utilisasi teknik kualitatif.Peneliti dalam hal ini tidak sekedar mengkaji aspek

sinkronisasi aturan dan harmonisasi aktor-aktor keamanan, ataupun mengkaji

ketepatan pelaksanaan secara deduktif saja, tetapi lebih dari itu yaitu induktif

dengan diawali banyak fakta yang memaksa perubahan aturan.Peneliti ingin

meneliti bagaimana pelaksanaan aturan-aturan tersebut di dalam faktanya. Di

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

13

dalam pelaksanaannya penegakan hukum jelas akan dipengaruhi faktor-faktor di

luar hukum seperti faktor ekonomi,politik,sosial dan sebagainya.

Sumber data penelitian ini yaitu manusia dan non manusia. Instrumen

kunci manusia adalah peneliti sendiri yang terlibat langsung dalam wawancara

dengan unsur informan terdiri atas pengambil keputusan pemerintah RI dan DPR

RI, para pemangku kepentingan pembangunan nasional di perbatasan, para aktor

keamanan (TNI/Polri)dan masyarakat perbatasan Indonesia dengan negara

tetangga.Sumber data non manusia berupa data pendukung penelitian berupa

rekaman audio, catatan lapangan dan dokumentasi serta foto-foto.Jenis data

berupa data primer yaitu data yang diambil sendiri oleh peneliti. Data Sekunder

berupa data yang diambil dari sumber lain. Data Tersier berupa data dari dokumen

resmi (peraturan perundang-undangan, risalah dan draft akademik Undang-

Undang Keamanan Nasional).

Tehnik pengumpulan data menggunakan triangulasi yaitu gabungan

wawancara, pengamatan dan studi dokumen.Wawancara mengikuti prinsip snow

balling, dimulai dari satu titik, satu jenis data dan lalu menyebar.Pengamatan

dengan mengamati tingkah laku pengambil keputusan, aktor TNI/Polri,

masyarakat perbatasan dan kelompok kepentingan.Studi dokumen mempelajari

dokumen-dokumen rahasia berupa isi perjanjian bilateral dan kerjasama

internasional serta data pelanggaran hukum di perbatasan.Tehnik pengolahan data

berupa Purposive Sampling yaitu menentukan subyek dan obyek yang diteliti

berdasarkan tujuan.Data dikumpulkan sebanyak mungkin, dikelompokkan dan

dipilah-pilah, kemudian diolah dan didiskusikan dengan teman sejawat untuk

menjawab permasalahan penelitian.Tehnik analisa data menggunakan metode

induktif dan analisis deskriptif naratif yang diterapkan melalui 3 (tiga alur) yaitu

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Evaluasi data dengan pengecekan berulang terhadap triangulasi

pengumpulan data sehingga validasi data dapat dicapai tingkat

kebenarannya.Tehnik Validasi data menggunakan validitas internal dan

eksternal.validitas internal dengan cara peningkatan keabsahan data dengan

kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain mencari nilai

kebenaran dengan cara diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing) mengenai

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

14

dokumen perjanjianperbatasan dan analisis kasus negatif (negative case analysis)

mengenai kegiatan illegal di perbatasan. validitas eksternal cara peningkatan

keabsahan data berkenaan dengan hasil penelitian, sampai hasil penelitian ini

dapat diaplikasikan atau digunakan dalam situasi lain. Untuk mendapatkan

derajat validitas eksternal yang tinggi tergantung pada kemampuan peneliti

mengangkat peraturan-peraturan berkaitan dengan keamanan hasil temuan

penelitiannya dan melakukan refleksi dan analisis kritis mengapa masyarakat

merasa tidak aman dantidak sejahtera di perbatasan sertabelum adanya

keseimbangan keamanan, kesejahteraan dan keselamatan menjadi penyebab sikap

ego sektoral aktor-aktor keamanan.

F. Pokok-pokok Hasil Penelitian.

1. Sistem hukum keamanan saat ini belum mampu menanggulangi

berbagai ancaman di perbatasan Indonesia dengan negara tetangga.Terdapat

kendala-kendala dalam menanggulangi ancaman global, kedaulatan, kesejahteraan

dan kehidupan nasional berupa: kendala substansi/ peraturan perundang-

undangan, struktur/kelembagaan dan kultur masyarakat/kebiasaan internasional

diantaranya:

a. Kendala menanggulangi Ancaman Global.

1) Kendala Peraturan perundang-undangan.

Keamanan Internasional memaksa negara-negara yang berdekatan atau

bertetangga menjalin kerjasama dalam peningkatan keamanan untuk kepentingan

bersama.Kerjasama tersebut sering dinamakan perjanjian Internasional diratifikasi

menjadi hukum nasional dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

Kendala perjanjian bilateral/trilateral/multilateral merupakan hasil

kesepakatan kedua negara atau tiga negara atau lebih yang bersifat mengikat

(Pacta Sun Servanda) kepada negara atau pemerintah.Negara yang belum

menandatangani berarti tidak terikat dengan isi perjanjian itu.

Dalam Perang Informasi, Indonesia memandang UNCLOS’82 sebagai

dasar perjanjian tetapi negara tetangga tetapi Malaysia menggunakan

UNCLOS’58 dengan alasan konvensi, protocol, agreement, charter dan ratifikasi,

walaupun secara konvensi Malaysia tanda tangan tetapi secara ratifikasi belum

membuat. Malaysia menginginkan Blok Ambalat menjadi miliknya menurut

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

15

jajahan Inggris (Uti Possedetis Juris), tetapi Indonesia merasa miliknya menurut

jajahan Belanda Sehingga tidak ada kesepakatan perjanjian bilateral.

Dalam Perang Asimetris yang memandang ada tiga fokus yaitu terorisme,

kejahatan cyber dan separatisme.Hukum nasional dibuat mengikuti perkembangan

isu-isu internasional dan memperbaiki peraturan perundang-undangan sesuai

perubahan lingkungan strategis.Jika hukum tidak mengikuti perkembangan

kejahatan internasional dianggap ketinggalan berpengaruh terhadap aspek

ekonomi negara Indonesia.

Dalam Perang Hibrid yaitu peperangan campuran antara konvensional dan

non konvensional.Peraturan internasional tentang misi kemanusiaan terhadap

bencana, kecelakaan dan kerusakan lingkungan.Negara harus menerima misi

kemanusiaan walaupun diseleksi jenis bantuannya.Terkadang misi kemanusiaan

ini dimanfaatkan negara tertentu yang mempunyai misi dan tugas tertentu.

Dalam Perang Proxy yaitu peperangan yang menggunakan tangan ke dua,

yaitu negara tetangga, pemberontak, lawan politik, NGO dan kelompok yang

dirugikan untuk menjatuhkan elite politik suatu negara.Keputusan Dewan

Keamanan PBB terhadap rezim militer di Timur Tengah sebagai contoh

menggunakan masyarakatnya untuk menggulingkan presidennya.

2) Kendala Organisasi Internasional.

Subyek hukum internasional diantaranya negara, organisasi internasional

dan individu.negara dapat dituntut jika melanggar perjanjian internasional.

perjanjian itu harus ditaati oleh negara yang telah sepakat menanda-tangani isi

perjanjian (Pacta Sunt Servanda). Organisasi internasional adalah bentuk

kerjasama antar pihak-pihak yang bersifat internasional untuk tujuan yang bersifat

international.pihak-pihak international itu berupa orang perorangan, badan-badan

bukan negara yang berada di berbagai negara, atau pemerintah negara.

Kendala organisasi internasional seperti Internasition Court of Justice

(ICJ) memberi kemenangan Malaysia atas status kepemilikan P.Ligitan dan

P.Sipadan dari sengketa dengan Indonesia. Indonesia dirugikan karena Malaysia

mempunyai pakta pertahanan dengan Inggris baik Five Power Defence

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

16

Arranggement (FPDA) maupun British Commonwealth (BC) sehingga

keberpihakan pengadilan internasional sangat tinggi.

Begitu juga Non Government Organisation (NGO) yang merupakan kaki

tangan asing dalam organisasi PBB seperti ACF, MSF, CARDI dan lain-lain

mencari data dan fakta asal usul kejahatan di daerah konflik seperti Papua, Aceh

dan Maluku.Jika ditemukan tuntutan terhadap negara atau individu dalam

pengadilan internasional sangat tinggi. Cover NGO-NGO ini dalam bentuk

bantuan misi kemanusiaan yang mempengaruhi pengambilan keputusan

pemerintah dalam membentuk peraturan perundang-undangan.

3) Kendala Kebiasaan Internasional.

Kendala kebiasaan Internasional berupa pengaruh negara-negara the big

five terhadap negara-negara yang menjadi anggota PBB termasuk

Indonesia.Pengaruh budaya China dari arah Utara mempengaruhi seluruh sistem

perdangangan sembako ke Indonesia.Pengaruh kebudayaan Amerika dari arah

Selatan terhadap Indonesia sangat tinggi sejak pasukan keamanan Amerika

berpindah ke Darwin Australia dalam ekonomi yang berkaitan dengan minyak dan

gas.Indonesia dihadapkan peperangan ekonomi antara China dan Amerika Serikat.

Pengaruh sistem keamanan asing yang meningkat menciptakan perubahan

budaya masyarakat Indonesia.Pengaruh globalisasi dan ketergantungan terhadap

asing menciptakan krisis kepercayaan terhadap pimpinan dengan alasan ketidak-

sejahteraan masyarakatnya.Kendala-kendala ini dapat menciptakan konflik

vertikal, kegiatan illegal dan sikap tidak mematuhi hukum nasional.

b. Kendala menanggulangi Ancaman Kedaulatan Nasional.

1) Kendala Peraturan Perundang-undangan.

Kendala perbatasan darat RI-Malaysia adalah perbedaan pandangan dalam

melihat UNCLOS’58 dan UNCLOS’82 serta sikap okupasi aktif masyarakat

Malaysia terhadap wilayah yang dipersengketakan dan penggalangan penduduk

Indonesia. Kendala perbatasan darat RI-PNG terdapat perjanjian bilateral RI-PNG

yang diwakili Australia yang dirasakan tidak tegas dan tidak menyelesaikan status

penduduk PNG yang tinggal di Warantikin dan Warasmol di wilayah

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

17

Indonesia.Dikuatirkan sikap okupasi penduduk tersebut memberikan kemenangan

wilayah sengketa kepada PNG jika masuk sidang pengadilan

internasional.Kendala perbatasan RI-RDTL belum ada kesepakatan dalam

penyelesaian status tanah adat dan perbatasan sungai di Manusasi, Dilemil memo

dan Sunan Oben.Berdampak belum ada kesepakatan terhadap perbatasan laut.

Kendala perbatasan laut RI dengan 10 negara tetangga, rata-rata belum

selesai perjanjian batas baik BLT, BLK maupun ZEE sehingga banyak terjadi

pelanggaran wilayah dan kegiatan illegal. Hampir semua negara tetangga tidak

mengakui keberadaan ALKI-ALKI Indonesia yang belum diakui PBB.TNI dalam

menjaga keutuhan wilayah kebingungan dalam menghitung jumlah pulau yang

setiap hari berubah-ubah karena faktor alam.Perbedaan pandangan dalam

menentukan wilayah menjadi sengketa wilayah.Kebanyakan terdapat kepentingan

ingin memiliki tambang migas.Singapura membuat Reklamasi dari pasir laut

pulau nipah ingin memperluas wilayah lautnya.

Indonesia mempunyai perbatasan udara dengan 10 negara tetangga yakni

India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Philipina, Palau, PNG, RDTL dan

Australia. Kondisisaat ini hanya tiga negara Singapura, Malaysia dan Australia

yang sering melanggar perbatasan udara Indonesia tanpa ijin.Peraturan

Internasional untuk melintasi ruang udara hanya bersifat ijin lintas damai baik

pesawat militer maupun sipil dengan negara yang mempunyai ruang udara

berdasarkan UNCLOS 1982.

Kendala perbatasan udara RI dengan 10 negara tetangga diantaranya

peraturan ICAO PBB memberikan kepercayaan jaminan keselamatan udara

kepada Singapura sehingga berpengaruh terhadap FIR dan ATC kepada Singapura

menguasai kedaulatan Indonesia. Selain itu, Singapura telah berhasil menguasai

Asean Open Sky yaitu bisnis penerbangan yang merugikan Indonesia. Ketidak-

tegasan peraturan Internasional masalah batas-batas ketinggian penerbangan

pesawat di wilayah ruang udara nasional dan keberadaan satelit di ruang angkasa

merupakan ancaman perang akan datang.

2) Kendala Kelembagaan.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

18

Kendala kelembagaan adhoc perbatasan darat seperti GBC, JBC, JCM dan

Sub Komisi Survey berupa tidak adanya tenaga pelaksana, kemampuan sumber

daya dan teknologi lemah, data dan faktu kurang akurat berpengaruh terhadap

pelaksanaan penyelesaian perbatasan. Kendala kelembagaan adhoc perbatasan

laut masalah jumlah pulau yang berubah-ubah yang dilaporkan ke PBB hanya

13.466 pulau tahun 2012, jadi 17.504 yang terdapat dalam buku pelajaran tidak

tepat, sisa pulau belum dilaporkan karena timbul tenggelam faktor alam. Terdapat

tumpang tindih penegakkan hukum antara TNI AL, Bakamla, KKP, Bea Cukai,

Perhubungan laut dan Polairud.Kemampuan SDM dan teknologi lemah serta

belum ada perjanjian BLT, BLK dan ZEE menjadi penyebab terjadinya

pelanggaran wilayah, kegiatan illegal dan kejahatan transnasional.

Sementara itu, Kendala kelembagaan adhoc perbatasan udara seperti

perhubungan udara, TNI AU, Polairud, KNKT dan LAPAN kesulitan mengatur

lalu lintas udara di ruang udara nasional dan kesulitan melarang keberadaan satelit

asing diatas khatulistiwa melakukan kegiatan foto udara, penyadapan dan hacker

pesawat jika terjadi kerusakan satelit akan menimpa dan jatuh di wilayah

Indonesia.

3) Kendala Kultur Masyarakat.

Kendala kultur masyarakat perbatasan darat diantaranya masyarakat

perbatasan rata-rata masih bersaudara sehingga mempunyai hubungan dalam

kejahatan dan ekonomi. Kondisi kemiskinan dan keterisolasian yang menuntut

pemerintah memberikan kesejahteraan melalui pembangunan nasional di

perbatasan belum berhasil sehingga masyarakat perbatasan melaksanakan

kegiatan illegal, pelanggaran wilayah dan kejahatan transnasional.

Kendala kultur masyarakat perbatasan laut, rata-rata nelayan yang tidak

tahu batas laut sehingga melaksanakan illegal fishing di negara tetangga. Khusus

Australia mempunyai masalah pulau Ashmore yang dijadikan kunjungan

masyarakat NTT dengan alasan makam nenek moyangnya disana.

Kendala kultur masyarakat perbatasan udara, rata-rata pilot dan

penumpang dalam masalah ijin lintas penerbangan, penyelundupan udara dan

belum jelasnya batas-batas udara karena belum selesainya batas BLT, BLK dan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

19

ZEE berpengaruh dalam penarikan batas-batas laut ke atas sampai ketinggian

yang belum jelas sesuai UNCLOS’82 mempengaruhi rute penerbangan.

d. Kendala menanggulangi Ancaman Kesejahteraan Nasional.

1) Kendala Peraturan Perundang-undangan.

Kendala yang menonjol masalah peraturan perundang-undangan

menanggulangi ancaman kesejahteraan nasional diantaranya:

a) Belum Sinkronnya UU Sektoral antara Wilayah pertahanan negara,

Yurisdiksi Hukum dan Wilayah administrasi pemerintah.

b) Belum Sinkronnya PP No 68 Tahun 2014 tentang Wilayah Pertahanan

Negara dengan PP No 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional (RTRWN).

c) Belum Sinkronnya UU No 34 tahun 2004 tentang TNI dengan UU No 1

Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil dan Terluar.

d) Belum Sinkronya Keppres No 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Obyek

Vital dengan UU No 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP.

e) Belum Sinkronnya UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU No 2

Tahun 2002 tentang Polri.

f) Belum Sinkronnya peraturan yang mengatur Keamanan Rakyat dengan

peraturan yang mengatur Bela Negara / Komponen Cadangan.

2) Kendala Kelembagaan.

Kendala Kelembagaan yang menonjol dalam menanggulangi ancaman

kesejahteraan nasional diantaranya:

a) BNPP hanya menetapkan kebijakan dan tidak punya tenaga pelaksana

karena anggotanya berasal dari K/L terkait yang bersifat koordinasi.

b) BNPP dalam pengelolaan perbatasan dalam koordinasi selalu ganti

personel terkesan kurang menguasai permasalahan pengelolaan perbatasan.

c) BNPP mempunyai jumlah pegawai yang sedikit sekitar 10 orang sehingga

tidak mampu mengerjakan pembangunan perbatasan yang begitu luas.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

20

d) BNPP pernah mengusulkan dilaksanakan pembangunan garda perbatasan

yang berpeluang benturan kewenangan dengan kementerian pertahanan dalam

usaha pembelaan negara dan usaha pertahanan dan keamanan negara.

e) BPPD melaksanakan pembanguanan pengelolaan perbatasan masih

menggunakan anggota pemda.

f) Kelembagaan GBC, JBC, JCM dan Sosek Malindo kurang koordinasi

dengan BNPP sehingga program pembangunan perbatasan tumpang tindih.

3) Kendala Kultur Masyarakat.

Kendala Kultur Masyarakat dalam menanggulangi ancaman kesejahteraan

nasional diantaranya:

a) Sikap masyarakat perbatasan tidak patuh hukum nasional, cenderung

menyelesaikan permasalahan dengan hukum adat.

b) Budaya Adat banyak yang menghambat proses penyelesaian perjanjian

perbatasan diantaranya tanah adat Warantikin dan Warasmol Papua, tanah adat

Manusasi, Sunan Oben dan Dilumil Memo NTT, belum ada kesepakatan dan

Makam adat masyarakat NTT di Pulau Ashmore Australia.

c) Sikap okupasi masyarakat terhadap wilayah perbatasan sangat tinggi

dengan menggeser patok perbatasan dan menanam kebun di zona aman yang

sudah terjadi kesepakatan tidak ada bangunan berdiri. Kesepakatan dilanggar

sehingga sering terjadi konflik sosial.

d) Kearifan lokal menurun karena keterwakilan utusan daerah diganti dengan

DPD tidak mewakili tokoh-tokoh masyarakat daerah yang dipilih melalui pemilu.

Rata-rata DPD berasal dari pengusaha-pengusaha non pribumi berdampak

pembangunan perbatasan untuk melanggengkan kepentingan ekonomi kelompok.

d. Kendala menanggulangi Ancaman Kehidupan Nasional.

1) Kendala Peraturan Perundang-undangan.

Kendala yang menonjol dalam menanggulangi ancaman kehidupan

nasional diantaranya:

a) Belum Sinkronnya Perpres 178 Tahun 2014 tentang Bakamla, UU No 34

Tahun 2004 tentang TNI, UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri (Polairud),

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

21

Keberadaan K/L yaitu KKP, Kementerian Laut, Menko Kemaritiman, Menko

Polhukam dan Kementerian Perhubungan dalam batas-batas kewenangan

penegakkan hukum di laut.

b) Belum ada Peraturan yang menjamin keamanan SLOT dan SLOC Selat

Malaka dari serangan perompakan (Piracy) dan Terorisme.

c) Belum ada Peraturan yang menjamin pencegahan migrasi illegal baik

melalui rute laut Sulawesi maupun rute laut Timor dengan tujuan Australia. Hal

ini sikap patrol Australia menjadi aktif di perairan laut Timor. Begitu juga migrasi

illegal Malaysia dan Philipina yang tinggal di Kalimantan Timur tetapi hasil

tangkapan ikan dijual ke Malaysia secara hukum belum dapat diselesaikan.

d) Belum ada Peraturan yang mampu menyelesaikan pencemaran lingkungan

minyak montara Australia yang merugikan nelayan-nelayan Indonesia di laut

Timor.

2) Kendala Kelembagaan.

Kendala yang menonjol kelembagaan yang menanggulangi ancaman

kehidupan nasional diantaranya:

a) Kelembagaan yang ada TNI, Polri, Bakamla, Bea Cukai, Perhubungan

Laut, dan KKP benturan tugas, fungsi, dan kewenangan dalam penegakkan

hukum.

b) Kelembagaan yang ada cenderung bersikap ego sektoral walaupun sudah

ada Bakamla.

c) Kelembagaan yang ada terkesan rebutan rezeki dan memanfaatkan kapal-

kapal dalam aksi penyelundupan.

d) Kelembagaan yang ada berperilaku mudah disuap jika tidak ada saksi

sehingga kasus tidak berakhir di pengadilan, cukup ditempat kejadian

penangkapan dalam kasus illegal fishing.

3) Kendala Kultur Masyarakat.

Kendala Kultur Masyarakat yang menonjol dalam menanggulangi

ancaman kehidupan nasional diantaranya:

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

22

a) Masyarakat Nelayan rata-rata tidak patuh hukum nasional karena kurang

terjaminnya keamanan Selat Malaka dan kondisi kemiskinan serta keterlantaran.

b) Masyarakat sekitar Blok Ambalat banyak yang melaksanakan kegiatan

illegal karena belum ada kejelasan status Blok Ambalat dan kondisi keterisolasian

dan kemiskinan.

c) Masyarakat Nelayan khususnya NTT lebih suka hukum adat daripada

hukum nasional karena pemerintah dianggap membiarkan pencemaran lingkungan

merugikan nasib Nelayan tanpa ganti rugi dan penyelesaian secara hukum.

F. Analisis ancaman keamanan nasional dan kendala sistem keamanan

saat ini dihadapkan terlepasnya wilayah Indonesia.

Tabel Hubungan Kendala Ancaman dengan Lepasnya Wilayah

Kendala Ancaman

Global (Pengaruh Asing)

Ancaman

Kedaulatan Nasional (Hilang secara phisik &

direbut asing)

Ancaman

Kesejahteraan

Nasional (Wilayah tidak dikelola

Negara)

Ancaman

Kehidupan

Nasional (Direbut Asing)

Substansi 1. Pacta Sunt

Servanda & Uti

Possedetis Juris

2. Cyber,

Terorism,

Separatism.

3. Misi

kemanusiaan thd

Bencana &

Kecelakaan

4. Rezim

Penguasa

1. Darat: Beda pandangan,

Okupasi(Malay), Perjanjian

tdk tegas (PNG), Blm ada

kesepakatan (RDTL)

2. Laut: ALKI blm diakui

PBB, Blm ada perjanjian,

Jml pulau berubah2, Beda

pandang, Kuasai migas,

Reklamasi.

3. Udara: Aturan ICAO,

FIR/ATC, Open Sky,

Aturan Internas tdk tegas,

Satelit.

1. Belum Sinkron

Wilhanneg, yuridiksi

hkm & Adm Pemda.

2. PP No 68 / 2014 –

Wilhanneg dng PP No

26/2008 – RTRWN

3. UU No 34/2004- TNI

& UU No 1/2014 –

Pengelolaan P.Kecil

4. Keppres 63/2004 dg

UU No 27/ 1999-

KUHP

5. Bisnis (TNI/ Polri)

6. Komcad & Kamra.

1. Belum Sinkron:

Bakamla Perpres No

178/2014, TNI-OMSP,

Polri-Polairud, KKP,

Kemen Laut

2. Blm ada Perat

amankan SLOT/SLOC

3. Blm ada aturan

cegah migrasi illegal

4. Blm ada aturan

kasus pencemaran

Lingkungan.

Struktur 1. ICJ, NGO &

Misi Kemanusiaan

2. Aliansi

Pertahanan

(ANZUS, FPDA,

PIF, SAARC)

1.Darat: Tdk punya tenaga

pelaksana, SDM &

Teknologi lemah, Data tdk

akurat.

2. Laut: Jml pulau

berubah2, Tumpang tindih

gakkum, SDM &

Teknologi lemah, Blm ada

perjanjian BLT, BLK,

ZEE.

3. Udara: Sulit Atur lalin,

RUN & Angkasa

1. BNPP: Tap Jak, Gab

tugas K/L, ganti2

personel, Tdk punya

tenaga pelaksana, jml

pegawai sdkt & garda

pbts

2. BPP: Laks

pembangunan msh gun

agt Pemda

3. GBC, JBC, JCM krg

koord dg BNPP.

1. Tumpang tindih

Gakkum.

2. Benturan

Kewenangan.

3. Ego Sektor

4. Rebutan Rezeki

5. Tdk berakhir di

Pengadilan.

Kultur 1. Ke-

tergantungan

1. Darat: Bersauda

(Garwil, Giat illegal &kjht

1. Sikap masy tdk patuh

hkm.

1. Keamanan Selat

Malaka blm terjamin

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

23

Setelah melihat kendala-kendala Sistem hukum keamanan saat ini belum

mampu menanggulangi ancamanglobal, kedaulatan, kesejahteraan dan kehidupan

nasional yang mana terdapat kendala-kendala kelembagaan, peraturan perundang-

undangan dan kultur masyarakat. Berdasarkan tabel dibawah ini terdapat

hubungan antara ancaman, kendala dan terlepasnya wilayah Indonesia.

Berdasarkan tabel diatas hubungan wilayah lepas dengan ancaman dan

kendala sebagai berikut:

Pertama, Wilayah lepas dapat timbul dari ancaman global mulai tekanan

peraturan, organisasi dan kebiasaan internasional diakibatkan karena pengaruh

asing.

Kedua, Ancaman kedaulatan dapat menimbulkan wilayah lepas karena hilang

secara phisik atau direbut oleh asing.

Ketiga, Ancaman kesejahteraan nasional jika pembangunan nasional tidak

berjalan baik, tingkat kemiskinan tinggi dan pemimpin daerah tidak terwakili

menyebabkan melunturnya ketahanan nasional dengan terlihat masyarakat tidak

patuh hukum dan kearifan lokal meluntur berakibat wilayah lepas karena negara

membiarkan kondisi terpuruk berlarut-larut dan wilayah tidak dikelola dengan

berlanjut.

Keempat, Ancaman kehidupan nasional dengan tidak adanya jaminan keamanan

di Laut Timor, Selat Malaka dan Blok Ambalat oleh negara maka Asing akan

mengamankan wilayah tersebut yang berdampak wilayah dapat lepas karena

direbut asing.

2. Krisis

Kepercayaan

3. Ketidak-

Sejahteraan

4. Pengaruh

Globalisasi

Transnasional, tuntut

kesejahteraan.

2. Laut: Nelayan tdk tahu

batas laut, Migrasi illegal,

Adat

3. Udara: Dup Pilot &

Sipil, Ijin Lintas,

Perjanjian Laut blm

selesai

2. Adat hambat proses

penyelesaian bts.

3. Sikap okupasi masy

4. Kearifan Lokal

luntur

2. Keamanan Blok

Ambalat belum

terjamin.

3. Negara tidak

mengelola dan

membiarkan keadaan

tidak terbangun.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

24

2. Sistem hukum keamanansaat inimenurut UUD Negara Republik Indonesia

tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan

a. Sistem Hukum Keamanan Saat ini di Perbatasan Darat Indonesia

dengan Negara Tetangga.

Berdasarkan Tabel dibawah UUD NRI 1945 yang telah diamandemen

kedua tanggal 18 agustus 2000 dengan munculnya wilayah negara pada pasal 25E

yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang

berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan

dengan undang-undang. Kemudian penjabaran pasal 25E ini dijelaskan pada UU

no 43 tahun 2008 tentang wilayah negara. Pada pasal 5 UU no 43 tahun 2008

berisi batas wilayah yaitu”Batas Wilayah Negara di darat, perairan, dasar laut dan

tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian

bilateral dan/atau trilateral mengenai batas darat, batas laut, dan batas udara serta

berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional”.

UU sektoral yang menjabarkan UUD NRI 1945 dan UU No 43 Tahun

2008 tentang wilayah negara, khususnya batas-batas tugas aktor-aktor keamanan

nasional belum dijelaskan secara tegas sehingga aktor-aktor tersebut belum

mampu melaksanakan tugas pengamanan perbatasan dengan maksimal.

Kondisi Penegasan Batas Darat RI dengan Malaysia

Negara Ancaman Hukum Internasional Hukum Nasional

RI-Malaysia 1. Perubahan

Letak Patok Batas

2. Pelanggaran

Kedaulatan

-The Boundary Convention antara Belanda -

Inggris ditandatangani di London 20 Juni 1891.

-The Boundary Agreement antara Belanda –

Inggris ditandatangani di London 28 September

1915.

-The Boundary Convention antara Belanda –

Inggris ditandatangani di Hague 26 Maret 1918.

-Memorandum of Understanding antara RI – Mal

ditandatangani di Jakarta 26 Nop. 1973.

-Minute Of The First Meeting Of The Join

Indonesia Malaysia Boundary Committee

Ditandatangani Di Kinabalu, Sabah Mal. 16 Nop

1974.

UUD NRI 1945 Psl 25 A

UU no 43/2008 ttg Wilayah

Negara

UU no 3/2002 ttg Hanneg

UU no 34/2004 ttg TNI

UU no 26/2007 ttg Tata Ruang

UU no 32/2004 ttg Pemda

UU no 24/2000 ttg Perjanjian

Internas

UU no 37/1999 ttg Hub LN

Peraturan Pemerintah No

26/2008 ttg RTRWNas

Peraturan Pemerintah No 68/

2014 ttg Penataan Wilhan.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

25

Kondisi Penegasan Batas Darat RI dengan RDTL

Negara Ancaman Hukum Internasional Hukum Nasional

RI-RDTL Pelanggaran

Kedaulatan

-Perjanjian / traktat antara portugis dan Belanda

yang ditandatangani di Lisabon pada tanggal 20

April 1859 dan pertukaran ratifikasinya pada

tanggal 13 Agustus 1860.

- Deklarasi Belanda & Portugis tanggal 1 Juli

1893 ttg batas wilayah koloni Belanda &

Portugis.

-Perjanjian Pemerintah Belanda dan Portugis

yang ditandatangani di hague pada tanggal 1

Oktober 1904 yang kemudian dikenal dengan

Treaty 1904 dan dilakukan pertukaran

ratifikasinya pada tanggal 29 Agustus 1908.

- Pertemuan Pertama Joint Border Committee

antara RI dan Timor Leste (1st JBC Meeting RI-

Timor Leste) tanggal 19 Desember 2002 di

Jakarta.

- Kesepakatan antara TNI dan UNTAET yang

tertera dalam MoU tanggal 11 April 2000 tentang

garis batas RI-RDTL.

UU NRI Tahun 1945 Psl 25 A

UU no 43/2008 ttg Wilayah

Negara

UU no 3/2002 ttg Hanneg

UU no 34/2004 ttg TNI

UU no 32/2004 ttg Pemda

UU no 24/2000 ttg Perjanjian

Internas

UU no 37/1999 ttg Hub LN

UU no 26/2007 ttg Tata Ruang

Peraturan Pemerintah No

26/2008 ttg RTRWNas

Peraturan Pemerintah No 68/

2014 ttg Penataan Wilhan.

UU No 32/2004 ttg Pemda

Kondisi Penegasan Batas Darat RI dengan PNG

Negara Ancaman Hukum Internasional Hukum Nasional

RI-PNG Pelanggaran

Kedaulatan

- Deklarasi Raja Prusia tanggal 22 Mei 1885 tentang

Perbatasan Antara wilayah Jerman dan Belanda dan

antara Jerman dan Inggris di Irian.

-Konvensi antara Inggris dan Belanda tanggal 16 Mei

1895 tentang penentuan Garis Batas antara Irian dan

Papua New Guinea.

- Persetujuan Ketelitian Hasil Observasi dan Traverse

Kegiatan Lapangan Antara RI-Australia tanggal 4

Agustus 1964 guna melaksanakan kegiatan tahun

1966/1967.

- Persetujuan antara Pemerintah RI – Pemerintah

Commonwealth Australia tentang Penetapan Batas-

Batas Dasar Laut Tertentu, yang ditandatangani di

Canberra tanggal 18 Mei 1971

-Persetujuan antara Pemerintah RI dengan

Pemerintah Australia (bertindak atas nama sendiri

dan atas nama Pemerintah PNG tentang Pengaturan-

pengaturan Administrasi Mengenai Perbatasan Antara

RI-PNG yang ditandatangani di Port Moresby pada

tanggal 13 November 1973 dan disahkan dengan

Keppres No. 27 Tahun 1974 dan diganti dengan

UU NRI Tahun 1945 Psl 25 A

UU no 43/2008 ttg Wilayah

Negara

UU no 3/2002 ttg Hanneg

UU no 34/2004 ttg TNI

UU no 32/2004 ttg Pemda

UU no 24/2000 ttg Perjanjian

Internas

UU no 6/1973 ttg Perjanjian RI

– PNG

UU no 37/1999 ttg Hub LN

UU no 26/2007 ttg Tata Ruang

Peraturan Pemerintah No

26/2008 ttg RTRWNas

Peraturan Pemerintah No 68/

2014 ttg Penataan Wilhan.

- Keppres No. 42 Tahun 1971

ttg pengesahan persetujuan

Canbera 18 mei 1971.

- Keppres No.66 Tahun 1972

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

26

persetujuan Dasar antara Pemerintah Indonesia dan

Pemerintah PNG tentang pengaturan-pengaturan

Perbatasan yang ditandatangani di Jakarta pada

tanggal 17 Desember 1979 yang disahkan dengan

Keppres No 6 Tahun 1980, yang diperbarui di Port

Moresby pada tanggal 29 Oktober 1984, yang

disahkan dengan Keppres No. 66 Tahun 1984, yang

kemudian diperbarui di Port Moresby pada tanggal 11

April 1990 dan disahkan dengan Keppres No.39

Tahun 1990.

ttg pengesahan persetujuan

Jakarta 9 Oktober 1972.

- UU No. 6 tahun 1973 tanggal

8 Desember 1973 hasil

ratifikasi Persetujuan RI-

Australia ttg garis batas RI-

PNG tgl 12 Feb 1973.

- Keppres No. 27 Tahun 1974

ttg Pengesahan Batas RI-PNG

tgl 13 November 1973.

b. Sistem Hukum Keamanan Saat ini di Perbatasan Laut Indonesia

dengan Negara Tetangga.

Landasan hukum nasional tentang laut hampir sama dengan hukum

nasional tentang darat yaitu Pasal 25 E UUD NRI 1945 dan dijabarkan UU

Sektoral yang terdapat tumpang tindih pasal-pasalnya yang menyangkut ancaman

wilayah laut dan pengamanannya ditinjau dari hukum internasional dan nasional.

Kondisi Penegasan Batas Laut RI dengan 10 negara tetangga

Negara Ancaman

Kamnas

Hukum

Internasional

Ratifikasi Hukum Nasional

RI-India Illegal Fishing,

Penyelundupan,

Immigran Illegal &

Wil Laut

Perjanjian Batas

Landas Kontinen

antara RI dengan India

ditandatangani pada

tanggal 8 Agustus 1974

di Jakarta& 14 Januari

1977

Keppres RI No. 51/1974

pada tanggal 25 September

1974 & Keppres No.

26/1977 tanggal 4 April

1977

UUD NRI 1945 psl

25A

UU no 1/1973 ttg

Batas Landas

Kontinen Indonesia

UU no 32/2004 ttg

Pemda

UU no 24/2000 ttg

Perjanjian Internas

UU no 37/1999 ttg

Hublu

UU no 43/2008 ttg

wilneg

UU no 6/1996 ttg

Perairan Indonesia

UU no 17/1985 ttg

Ratifikasi UNCLOS

82

UU no 24/1992 ttg

Penataan Ruang

UU no 23/1997 ttg

RI-Thailand Illegal Fishing,

Penyelundupan,&

Wil Laut

Perjanjian Garis Batas

Landas Kontinen

antara RI-Thailand

tanggal 17 Desember

1971 di Bangkok.

penetapan perbatasan

landas kontinen di Laut

Andaman pada tanggal

11 Desember 1975 di

Jakarta. Persetujuan

titik pertemuan tiga

garis batas dan

penetapan garis batas

landas kontinen di Laut

Keppres RI Nomor 21

Tahun 1972 tanggal 11

maret 1972. Keppres RI

Nomor 1 tahun 1977

tanggal 31 Januari 1977.

Keppres RI no 24 Tahun

1978 tanggal 16 Agustus

1978.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

27

Andaman tanggal 22

Juni 1978 antara RI,

India dan Thailand.

Lingkungan Hidup

UU no 24/2000

Perjanjian Internas

UU no 3/2002 ttg

Hanneg

UU no 32/2004 ttg

Pemda

PP 38 /2002 ttg Daftar

Koordinat Geografis

ttk pangkal Kep Ind

RI-Malaysia Illegal Fishing,

Penyelundupan,

SKA & Wil Laut

Perjanjian batas landas

kontinen di Kuala

Lumpur pada tanggal

27 Oktober 1969.

Perjanjian tiga negara

(Indonesia, Malaysia&

Thailand) di Kuala

Lumpur tanggal 21

Desember 1971.

Perjanjian Batas Laut

Teritorial di Kuala

Lumpur tanggal 17

Maret 1970.

Keppres Nomor 89 / 1969

tanggal 5 November 1969.

Keppres No.2/1971

tanggal 11 Maret 1972.

UU no 2/ 1971 tanggal 10

Maret 1971.

RI-Singapura Penyelundupan,&

Wil Laut

Penetapan Batas Laut

RI-Singapura tanggal

25 Mei 1973.

Perundingan Batas

Laut RI-Singapura

tanggal 29 Maret 2007.

UU no 7 tahun 1973 tangal

8 Desember 1973.

RI-Vietnam Illegal Fishing,

Penyelundupan,

SKA & Wil Laut

Perundingan RI-

Vietnam ttg Landas

Kontinen tahun 1972 &

1975 serta ttg dispute

area tahun 1984.

Persetujuan Landas

Kontinen tanggal 23

Juni 2003.

DPR RI menyetujui RUU

batas landas kontinen

tanggal 14 Feb 2007.

RI-PNG Illegal Fishing,

Penyelundupan,

Immigran Illegal &

Wil Laut

Perundingan Batas

Laut RI-PNG tanggal

12 Feb 1973.

Perjanjian batas

maritime landas

kontinen di kawasan

samudera pasifik

tanggal 13 November

1980.

UU no 6 tahun 1973

tanggal 8 Desember 1973.

Keppres No. 21/1982.

RI-Australia Wilayah Laut, SKA

& Pencemaran

Lingk hdp

Perjanjian RI-Australia

tanggal 18 Mei 1971

ttg batas landas

kontinen di Laut

Arafura & Laut Timor.

Perjanjian kedua Batas

Maritim tanggal 9

Oktober 1972 sbl slt

P.Tanimbar, P.Rote

Keppres RI No. 42/1971

tanggal 1 Juli 1971.

Keppres RI No. 66/1972.

Belum ada Ratifikasi

perjanjian tahun 1997.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

28

&P.Timor. Perjanjian

Batas Maritim tanggal

11 Desember 1989.

Perjanjian ZEE, Air &

Dasar Laut tanggal 14

Maret 1997.

RI-Philipina Illegal Fishing,

Penyelundupan,

Immigran Illegal &

Wil Laut

Putusan Mahkamah

Arbitrase Permanen

tahun 1928 di Den

Haag. Territoriale Zee

en Marietieme Kringen

Ordonantie (TZMKO)

1939. Pertemuan Joint

Commission on

Bilateral Cooperation

(JCBC) feb 1998, 9

Nov 2000 & 20 Des

2002 serta 5 Des 2003

ttg batas maritim RI-

Philipina.

Belum ada titik temu yaitu

kawasan peraian antara

pantai Utara P.Sulawesi

dgn pantai P.Mindanau.

RI-Palau Illegal Fishing& Wil

Laut

Belum ada Perjanjian

Batas Laut RI-Palau

Belum ada Ratifikasi

RI-Timor

Leste

Illegal Fishing,

Penyelundupan,

Immigran Illegal &

Wil Laut

Kesepakatan RI-RDTL

tanggal 8 April 2005

ttg Delimitasi &

Demarkasi (Belum

Final)

UU No. 4/Prp/1960. PP

no.38 tahun 2002 ttg

Koordinat titik& grs

pangkal. (Belum Final)

Sumber: Data Hasil Wawancara Mabesal 2014

Sistem hukumkeamanan nasional di Laut belum terbentuk Undang-undang

keamanan nasionalnya sehingga sistem hukum yang digunakan masih membahas

masalah penegakkan keamanan di laut dalam mengatasi berbagai jenis

permasalahan dan ancaman keamanan nasional di Laut.

c. Sistem Hukum Keamanan Saat ini di Perbatasan Udara Indonesia

dengan Negara Tetangga.

Ketentuan Pasal 25E UUD NRI Tahun 1945 mengakomodir dari pasal 2

dan pasal 49 UNCLOS’82 tentang ruang udara di atas daratan (Land Territory),

Perairan pedalaman (Internal Waters), Laut Teritorial (Territorial Sea) dan

Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters). Internasional belum tegas dalam

menentukan batas-batas ruang udara dan ruang antariksa.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

29

Pasal-1 konvensi Paris Tahun 1919 dan kesepakatan antar negara pada

space Treaty 1967 tentang kedaulatan negara eksklusif diatas wilayah

teritorialnya masih menjadi pedoman.Hanya ketegasan batas ketinggian tiap

negara berdasarkan kondisi alamiah lapisan atmosfer dan karakteristik wahana

terbang, dan batas antara atmosfer dengan luar angkasa. Selain itu, terdapat

beberapa konsep-konsep tentang batas ruang udara, diantaranya:1

Pertama, Beaumont dan Shawcross yang menyebutkan bahwa batas

ketinggian kedaulatan negara di ruang udara adalah tidak terbatas.

Kedua, Cooper yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan

negara di ruang udara adalah setinggi negara itu dapat menguasainya.

Ketiga, Holzendorf yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan

negara di ruang udara adalah setinggi 1000 meter yang ditarik dari permukaan

bumi yang tertinggi.

Keempat, Lee yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan

negara di ruang udara adalah sama dengan jarak tembakan meriam (Canon

Theory).

Kelima, Von Bar yang menyebutkan bahwa batas ketinggian kedaulatan

negara di ruang udara adalah 60 meter dari permukaan bumi.

Keenam, Priyatna Abdurrasyid yang menyebutkan bahwa batas ketinggian

kedaulatan negara di ruang udara adalah setinggi sebuah pesawat udara

konvensional sudah tidak dapat lagi melayang.

Belum ada UU Sektoral yang menjelaskan batas-batas ketinggian atau

batas ruang udara dikarenakan landasan acuan hukum Internasional dan UUD

NRI Tahun 1945 tidak secara tegas menentukan batas ketinggian kedaulatan.

d. Analisis Keamanan Nasional terhadap Tujuan Negara RI yang

tercantum dalam Pembukaan UUD NRI 1945.

Indonesia mempunyai UUD NRI 1945 sebagai landasan hukum tertulis,

diantaranya tujuan negara RI yang tertuang dalam pembukaan UUD NRI 1945

sebagai berikut:

1Modjo Basuki, Jakarta 2014, Dinamika Staf Ahli Kasau, Mabes AU, hal 59.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

30

Pertama, Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia.

Ada tiga tiang utama Indonesia yang tidak boleh di goyang-goyang atau di

gerogotin, demi pemantapan ketahanan nasional, yaitu:2

a. Tiang satu bangsa (Sumpah Pemuda 1928)

b. Tiang satu negara (Proklamasi Kemerdekaan 1945)

c. Tiang satu wilayah (Deklarasi Juanda 1957)

Tiang ”satu bangsa” harus menonjolkan Bhinneka Tunggal Ika dan harus

mampu menempatkan rasa kedaerahan pada tempat yang wajar sebagai bagian

dan unsur dari ke-Indonesia-an.Tiang ”satu negara” adalah NKRI, bukan

federalisme ataupun federated states ataupun confederated states, ataupun

separatisme. OTDA haruslah dalam rangka NKRI dan pemberdayaan daerah yang

memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam UU. Tiang ”satu wilayah” adalah

satu kesatuan antara darat, laut, dasar laut, udara di atas laut, dan seluruh

kekayaan yang terkandung di dalamnya.

Terdapat kelemahan pasal 30 UUD NRI 1945 Istilah Siskamnas tidak

tertulis, yang ada hanya Sishankamrata merupakan strategi TNI manunggal

dengan rakyat bersama-sama mengusir penjajah tidak bisa dijadikan dasar dalam

pembuatan UU keamanan nasional, kecuali diidentikan dan disamakan artinya

demi tiga tiang satu bangsa, satu negara dan satu wilayah. UU Sektoral dirasakan

membias sesuai kepentingan masing-masing, tidak sinkron dan tumpang tindih

menjabarkan istilah melindungi bangsa, tanah air dan wilayah.

Kedua, Memajukan kesejahteraan umum.

Cita-cita nasional Indonesia adalah mencapai masyarakat adil dan makmur

berdasarkan Pancasila.Sedangkan tujuan nasional sesuai yang tercantum dalam

Pembukaan UUDNRI 1945 alinea ke-4, khususnya memajukan kesejahteraan

umum.Amanat ini merupakan penekanan dari tanggung jawab pemerintah

bersama seluruh rakyat untuk memajukan kesejahteraan dalam arti yang

luas.Terdapat kelemahan dalam pasal 33 UUD NRI 1945, Ruang udara tidak

disebutkan dikuasai negara sehingga ruang udara nasional dikuasai asing.

2 Djalal Hasjim, Jakarta 2010, Menentukan Batas Negara Guna Meningkatkan Pengawasan,

Penegakkah Hukum dan Kedaulatan NKRI, Dalam seminar Lemhannas 2010.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

31

Ketiga, Mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tujuan Nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD NRI 1945,

khususnya mencerdaskan kehidupan bangsa dijabarkan dalam pasal 31 UUD NRI

1945 yang menyangkut pendidikan nasional.

Keempat, Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Bangsa Indonesia dalam wadah NKRI yang berdaulat mempunyai Cita-

Cita Nasional dan Tujuan Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

UUD NRI 1945 Alinea Ke-4. Salah satu upaya dalam mewujudkan Cita-Cita

Nasional dan Tujuan Nasional adalah dengan pertahanan negara (Pasal 30) yang

diselenggarakan melalui pembelaan negara (Pasal 27).

Pembelaan negara itu menunjukkan bangsa Indonesia cinta damai dan

lebih cinta terhadap kemerdekaan sehingga menghapuskan segala bentuk

penjajahan diatas dunia.Bentuk-bentuk penjajahan itu merupakan ketidak adilan

kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara sehingga bertentangan dengan

keadilan sosial.

e. Analisis UUD NRI 1945 terhadap Fungsi Negara dalam sistem hukum

keamanan nasional.

Fungsi negara secara umum setiap negara memiliki empat fungsi utama

bagi bangsanya yaitu:3

Pertama, Fungsi Pertahanan dan Keamanan.

Kedua, Fungsi Pengaturan dan Ketertiban.

Ketiga, Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran.

Keempat, Fungsi Keadilan menurut Hak dan Kewajiban.

Perjalanan sejarah Indonesia UUD NRI 1945 telah membuktikan pada era

Orde Lama menempatkan pemerintah dalam semua fungsi terjadi penyelewengan

kekuasaan. Pada era Orde Baru menempatkan TNI dalam semua fungsi terjadi

krisis ekonomi dan ketidak-stabilan. Pada era Reformasi menempatkan Polri

3Srijanti, Jakarta 2009, Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, Mengembangkan Etika

Berwarga Negara, Penerbit Salemba Empat, hal.8.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

32

dalam banyak fungsi akan terjadi krisis kepercayaan dan krisis energi tahun 2024.

Alat kontrol Pemerintah terlalu kuat (DPR), pelemahan MPR, penghapusan

utusan daerah dan golongan serta muncul lembaga baru DPD yang tidak ada

pengaruh terhadap daerahnya dan KPK mengambil alih fungsi Polri dan

kehakiman. UU Sektoral semakin banyak tumpang tindih dan tidak

sinkron.Semua indikasi diatas menuju melemahnya sistem keamanan saat ini.

f. Analisis kelemahan UUD NRI 1945 dihadapkan kemungkinan

terlepasnya wilayah Indonesia

Berdasarkan kondisi sistem hukum keamanan nasional di darat, laut dan

udara menurut UUD NRI 1945 saat ini agar tujuan nasional tercapai maka terlihat

pembagian tugas fungsi negara dan pemerintah yang tidak seimbang akan

menyebabkan peluang lepasnya sebagian wilayah Indonesia, dengan alasan

sebagai berikut:

Pertama, Sistem hukum keamanan nasional di perbatasan darat, laut dan

udara aksioma pasal 25A pasal 30 dan pasal 33 UUD NRI 1945 terdapat

kelemahan ruang udara belum dikuasai negara dan UU sektoral turunannya seperti

UU No 43 tahun 2008 belum memperkuat sistem hukum keamanan saat ini.

Belum ada sinkronisasi Undang-Undang TNI, Polri dan Intelijen dan belum

harmonis kelembagaan yang menangani kedaulatan, kesejahteraan dan kehidupan

nasional.Nilai-nilai Pancasila ditinggalkan.Kelemahan ini jika tidak dikonstruksi

berakibat wilayah berpeluang lepas karena faktor-faktor terpengaruh asing,

direbut asing, tidak dikelola oleh negara dan hilang secara phisik.

Kedua, Analisis keamanan nasional terhadap tujuan negara terdapat

kelemahan tidak tertulis istilah Siskamnas.Istilah sishankamrata belum

mensinkronkan TNI, Polri dan Intelijen sehingga tujuan nasional belum

dilaksanakan dengan baik berdampak masyarakat tidak patuh hukum. Wilayah

akan dikelola asing sehingga berpeluang memisahkan diri dan/atau bergabung

dengan negara tetangga karena negara membiarkan dan tidak

mengelolanya.Ketiga, Analisis UUD NRI 1945 terhadap fungsi negara ditemukan

pemilihan pimpinan yang tidak mewakili daerah perbatasan khususnya DPD,

tidak berkarakter kebangsaan dan saling menjatuhkan serta mementingkan

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

33

kelompok. Ketidak-seimbangan fungsi negara berdampak mengganggu stabilitas

nasional yang dibenarkan masyarakat tidak patuh hukum karena negara tidak

melaksanakan fungsi kesejahteraan di daerah atau tidak mengelola perbatasan

menyebabkan pulau-pulau hilang karena faktor alam yang tidak dipelihara dengan

baik.Wajar wilayah lepas direbut asing atau hilang secara phisik karena tidak

dikelola oleh negara secara berlanjut (Sustainable development).

Dengan demikian kelemahan-kelemahan itu harus segera dirubah sistem

keamanan saat ini sehingga sistem keamanan nasional merupakan kebutuhan yang

mendesak segera dibentuk yang disertai dengan kelembagaan yang dipimpin oleh

pemimpin yang cakap dan kultur masyarakat yang setia kepada pancasila.

Kelemahan-kelemahan itu, diantaranya: Pertama, Kelemahan pasal-pasal UUD

NRI 1945 dan UU Sektoral yang belum terjadi sinkronisasi peraturan, belum ada

hormonisasi kelembagaan dan kultur pancasila ditinggalkan berpeluang wilayah

lepas karena dikelola asing. Kedua, Kelemahan menetapkan Sistem Keamanan

saat ini (Sishankamrata) yang belum mensinkronkan UU Sektoral untuk mengatur

kelembagaan dan kultur masyarakat dalam ikatan Pancasila dan UUD NRI 1945

untuk mencapai tujuan nasional berpeluang wilayah akan dikelola asing dan bisa

lepas. Ketiga, Kelemahan memilih pimpinan dan ketidak-seimbangan fungsi

negara dalam mencapai tujuan nasional menciptkan kultur yang tidak patuh

hukum nasional sehingga beralasan wilayah lepas karena tidak dikelola oleh

negara, hilang secara phisik dan direbut asing.

3. Konstruksi ideal sistem hukum keamanan nasional di wilayah

perbatasan Indonesia.

a. Substansi.

Pertama, Konstruksi peraturan perundang-undangan dalam menanggulangi

ancaman global, kedaulatan, kesejahteraan dan kehidupan nasional.

Membangun Sistem hukum keamanan nasional dengan melihat kondisi

keamanan saat ini (Das Sein) dan kondisi keamanan yang diharapkan menurut

peraturan perundang-undangan (Das Sollen) menurut tabel sebagai berikut:

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

34

Tabel hubungan Ancaman, Kondisi keamanan dan kontruksi peraturan.

N

o

Ancaman Kondisi keamanan saat ini

(Das Sein)

Konstruksi Peraturan

perundang-undangan

Keamanan (Das Sollen)

1 Global Belum mampu atasi Information dan

Asimetrik Warfare serta Hybrid dan

proxy war.

Bentuk Undang-Undang

Keamanan Nasional

2 Kedaulatan

Nasional

Belum mampu atasi sengketa

perbatasan

Bentuk Undang-Undang Bela

Negara, Komponen Cadangan

dan Referendum

3 Kesejahteraan

Nasional

Belum mampu atasi kemiskinan dan

kesejahteraan masyarakat perbatasan

Bentuk Undang-Undang

Pengelolaan Perbatasan

4 Kehidupan

Nasional

Belum mampu atasi pencemaran

lingkungan hidup dan pencurian SKA

di wilayah perbatasan

Bentuk Undang-Undang

Keamanan Perbatasan dan

Keselamatan bangsa

Kedua, Konstruksi peraturan perundang-undangan keamanan nasional yang

berdasarkan nilai-nilai pancasila.

Membangun Sistem hukum keamanan nasional dengan menempatkan

nilai-nilai pancasila sebagai alat perekat sebagai berikut:

Nilai

Pancasila

Kondisi Keamanan Saat ini (Das Sein) Konstruksi

Per-UU

(Das Sollen) Belum

Mampu

Atasi

Ancaman

Global

Belum Mampu

Atasi Ancaman

Kedaulatan

Nasional

Belum

Mampu Atasi

Ancaman

Kesejahteraan

Nasional

Belum

Mampu Atasi

Ancaman

Kehidupan

Nasional

Ketuhanan Idiologi

Asing

Perang dan

Konflik

Keamanan

Budaya Adat

Keamanan

Kehidupan

Masy pbtsn

Bentuk UU

Keamanan

Nasional

Kemanusiaan Terorisme Keselamatan

Bangsa

Keamanan

Kesejahteraan

Masyarakat

Keamanan

Individu

Bentuk UU

Pengelolaan

Perbatasan

Persatuan Keamanan

Wilayah

Keamanan

Kedaulatan

Konflik

Vertikal

Konflik

Horizontal

Bentuk UU

Bela Negara,

Komcad dan

Referendum

Kerakyatan Sistem

Liberal &

Sosial

Benturan

kewenangan

Presiden &

Pang.TNI dlm

kead Darurat

(KLB)

Konflik Sosial Konflik

SARA

Bentuk UU

Keamanan

perbatasan

dan

Keselamatan

bangsa

Keadilan Gangguan

Keseimbang

an

Keamanan,

kesejahteraa

n dan

keselamatan

Terganggunya

Keutuhan wilayah

Terganggunya

Kestabilan

Nasional

Terganggunya

ketertiban

Masyarakat

Revisi UU

TNI, Hanneg,

Polri dan

Pemda

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

35

Ketiga, Konstruksi peraturan perundang-undangan yang mengatur

keseimbangan kekuasaan negara dalam peningkatan ketahanan nasional.

Pembagian kekuasaan negara saat ini menempatkan kekuasaan DPR terlalu besar

dengan kontrol yang penuh memangkas kepentingan negara menonjolkan

kepentingan kelompok.

Kondisi kekuasaan Negara menurut UUD NRI 1945 saat ini

Kondisi saat ini parlemen masih Unikameral berubah mengarah Bikameral

mirip Liberal. MPR bukan lagi lembaga tertinggi, dengan hilangnya kewenangan

membuat GBHN memposisikan DPR menjadi super body dengan check dan

balances terlalu berlebihan. Utusan daerah dan golongan dihapus menjadikan

keterwakilan lemah. Utusan daerah bermetamorfosis jadi DPD dengan

kewenangan tidak sama dengan DPR. Pembuatan GBHN diambil alih oleh

Bappenas.Terlebih munculnya lembaga KPK menambah buruk keharmonisan dan

saling menjatuhkan antara eksekutif, legislatif dan yudigatif dalam pengawasan

keuangan.

Keempat, Sinkronisasi sistem hukum keamanan nasional, sistem hukum

pengelolaan kesejahteraan dan sistem hukum keselamatan.

(a) Sinkronisasi UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU No 34

Tahun 2004 tentang TNI dan UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri dalam tugas-

tugas OMSP

(b) Sinkronisasi UU Sektoral penjabaran pasal 25A dan pasal 33 UUD NRI

1945 yaitu UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dengan PP No 68

BPK MK KY MA Presiden DPR

DPD

MPR

KABINET

PEMDA

Tumpang tindih fungsi

Rebutan fungsi

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

36

Tahun 2014 tentang Wilhanneg, khususnya akan membantu pengaturan Ruang

Udara Nasional (Prun) dan sinkronisasi Keppres No 63 Tahun 2004 dengan UU

No 27 Tahun 1999 perubahan KUHP dalam pengamanan obyek vital, instalasi

militer dan negara.

(c) Sinkronisasi UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI khususnya pasal 7 ayat-1

point-b (14 tugas OMSP) dengan UU No 24 Tahun 2007 tentang Bencana dan

UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri, khususnya pasal 14 point-i serta UU No 29

Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan dan UU No 23 Tahun 2014

tentang Pemda.

B. Struktural

1. Konstruksi kelembagaan keamanan nasional dan perbatasan.

Membentuk Badan Keamanan Nasional (National Security Council) yang

dipimpin Presiden dengan cara:

Pertama, merubah Nomenklatur Dewan Ketahanan Nasional menjadi

Badan Keamanan Nasional.

Kedua, merubah Nomenklatur Sishankamrata menjadi Siskamnas yang

menjadi induk Sishannas, Siskamdagri dan Sisgakkumtibmas dan Sistem

Keselamatan.Dalam hal ini akan terjadi Amandemen UUD NRI 1945.

Siskamdagri terdiri dari Sistem pertempuran (TNI), Sistem Intelijen (BIN), Sistem

Teritorial (Pemda) dan Sistem Kamtibmas (Polri).Sistem Teritorial dilaksanakan

strategi hankamrata gabungan TNI dan Rakyat.Kamtibmas bagian dari

Siskamdagri bukan pengertian kamtibmas disamakan dengan kamdagri (Internal

security) terkesan mengambil alih fungsi TNI, BIN dan Pemda.

Ketiga, Tidak memberlakukan ketetapan MPR No V dan Ketetapan MPR

No VI tentang peran TNI/Polri dan Pemisahan TNI/Polri hasil keputusan politik

era reformasi yang dirasakan bertentangan dengan Pasal 30 UUD NRI 1945

kecuali kedudukan Polri tetap dibawah Presiden tetapi administrasi Polri

dikendalikan Kemdagri seperti TNI kedudukan dibawah Presiden dan administrasi

TNI dikendalikan Kemhan. Dengan kedudukan Polri dibawah Presiden, Polri

tetap terjamin independen dan tidak dibawah komando pengendalian TNI.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

37

2. Konstruksi tugas-tugas aktor keamanan, kesejahteraan dan

keselamatan masyarakat perbatasan dalam peningkatan ketahanan

nasional.

Membentuk Badan Keamanan Perbatasan (Bakamtas) yang terdiri

Bakamtas Darat, Laut dan Udara dengan pembagian sektor dengan institusi lain

sebagai berikut:

Pembagian Sektor Bakamtas Laut

KEDAULATAN DAN HAK BERDAULATDI REZIM HUKUM PERAIRAN INDONESIA

0 MIL 12 MIL 24 MIL 200 MIL 350 MIL

D a r a t a n

LANDAS KONTINEN12 - 350 Mil

KAWASANBEBAS

Zona Ekonomi Eklusif ( ZEE )

12 - 200 Mil

Laut Teritorial

0 - 12 Mil

Zona Tambahan

12 - 24 Mil

KET : CARA PENARIKAN

BATAS REZIMO MIL = TITIK DASAR

kedaulatan penuh

kepabeanan, sanitasi,

imigrasi & fiskal

eksplorasi dan eksploitasi sumber

daya laut

berhak pemanfaatan SDA

Pembagian Sektor Bakamtas Udara

TNI

KKP

POLRI

BAKAMTASLA

BAKAMLA Bea Cukai

ADIZ TNI

Polairud

PERHUB

Bea Cukai Immigrasi

ADIZ TNI

BAKAMTASUD ADIZ TNI

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

38

Khusus Bakamtas Darat merupakan operasi Gabungan antara TNI,

Polri, BIN, Beacukai, Immigrasi, Perhub dan Pemda dalam satu kantor

diperbatasan darat dalam mengoptimalkan koordinasi dan perijinan lintas

batas. Pos-pos Pengamanan Perbatasan diperketat untuk mengawasi

kegiatan illegal, kejahatan transnasional dan berbagai bentuk

penyelundupan serta Human trafficking. Leading sektor Bakamtasrat

adalah Pemda didukung oleh institusi lain dan dibangun JIP (Jalan

Inspeksi Perbatasan) yaitu jalan diperkeras dari Posisi Kantor Operasi

Gabungan Pengamanan Perbatasan menuju ke Pos-pos Pengamanan

Perbatasan.

Pembagian Sektor Bakamtas Darat

500 m

1 km

2 km

3 km

b. Konstruksi tugas-tugas aktor pengelolaan kesejahteraan di

perbatasan

Konstruksi yang mendesak harus dibuat dalam pembagian tugas aktor-

aktor kesejahteraan di perbatasan diantaranya:

Pertama, Penggantian Nomenklatur Badan Nasional Pengelolaan

Perbatasan (BNPP) diganti dengan Badan Pengelola Perbatasan Kesejahteraan

Nasional (BPPKN) yang mempunyai tenaga pelaksana dan bukan koordinasi antar

kementerian / lembaga.

Kedua, Tugas Bappeda Pemda dalam perencanaan pembangunan daerah

dan sekaligus pelaksana pembangunan daerah harus menyerahkan tugas

pembangunan daerah khusus jalan dan sarana prasarana lain seperti jembatan,

sekolah, pasar dan lain-lain di wilayah perbatasan dengan radius 3 km dari garis

batas kepada BPPKN.

Batas Darat

Bakamtasrat

TNI Polri

Bea Cukai Immigrasi

Pemda

JIP

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

39

Ketiga, Keberadaan Komando Daerah Militer (Kodam) di daerah dalam

pembuatan jalan tembus menuju ke pos-pos perbatasan atau Jarak Inspeksi

Perbatasan (JIP) harus kerjasama perencanaan dan pelaksanaan pembangunan

dengan Bappeda dan BPPKN.Anggaran berasal dari program kementerian

pertahanan mendukung tugas pemberdayaan wilayah pertahanan.

Keempat, Keberadaan Polisi Daerah di daerah dalam pembuatan pos-pos

polisi di perbatasan harus kerjasama perencanaan dan pelaksanaan pembangunan

dengan Bappeda dan BPPKN.Anggaran berasal dari program Mabes Polri

mendukung tugas polri di wilayah yurisdiksi hukum.

Kelima, Keberadaan Pemerintah Daerah dengan otonomi daerahnya

sebagai leading sektor perencanaan pembangunan antara pembangunan sarana dan

prasarana kekuatan TNI, Polri, BPPKN, dengan tugas Pemda sendiri.

Keenam, Anggaran program pembangunan wilayah perbatasan untuk

kesejahteraan Institusi TNI, Polri, BPPKN dan Pemda berasal dari

APBN.Penyaluran anggaran melalui kementerian pertahanan, Mabes Polri,

BPPKN dan Pemda secara sendiri-sendiri.

c. Konstruksi tugas-tugas aktor keselamatan di perbatasan

Aktor-aktor keselamatan bangsa di wilayah perbatasan perlu dibentuk

Badan Pengaman Kommunikasi dan Transportasi serta Obyek Vital Nasional

(BPKT-Obvitnas) sebagai pengganti kelembagaan yang lama GBC, JBC, dan

JCM yang selama ini dinilai sering ganti personel, kurang menguasai

permasalahan dan bersifat koordinatif serta tidak mempunyai tenaga pelaksana.

Dengan munculnya lembaga baru itu perlu konstruksi tugas-tugas aktor

keselamatan bangsa di perbatasan:

AKTOR Pencegahan/

Mitigasi

Kesiap-

Siagaan

Tanggap

Darurat

Rehabilitasi

dan

Rekonstruksi

TNI Early

Warning

Satu Kompi

Standby

Banmil Banmil

Polri Early

Warning

Satu Kompi

Standby

Banpol Banpol

Pemda Perencanaan

Dana

Kontijensi

Kesiapan

Alpal,

Personel dan

Leading

Sektor

Pertologan

Leading

Sektor

Pertolongan

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

40

Sembako

Basarnas Mitigasi Diklat SAR Pertolongan Evaluasi

BNPB Mitigasi Diklat

Pertolongan

Bencana

Pertolongan Evaluasi

BPKT-

Obvitnas

Mitigasi Pam Obvitnas

dan pengawas

komtrans.

Pertolongan Membantu

Pemda dalam

Rehabilitasi

dan

Rekonstruksi

Berdasarkan Tabel diatas peran pemda adalah leading sektor memimpin

pertolongan terhadap bencana dan kecelakaan, menerima banmil dan banpol serta

mengkoordinasikan dengan Basarnas, BNPB dan BPKT-Obvit dalam tanggap

darurat dan rehabilitasi serta rekonstruksi. Pendidikan dan Pelatihan Bersama

perlu dilakukan untuk melatih kesiap-siagaan bencana dan kecelakaan di daerah.

3. Harmonisasi kelembagaan keamanan, kesejahteraan dan keselamatan

di wilayah perbatasan.

a. Harmonisasi kelembagaan keamanan di wilayah perbatasan

Harmonisasi aktor-aktor TNI & Polri

Pertama, Harmonisasi keberadaan TNI/Polri dalam Bantuan Militer (Banmil) dan

Bantuan Kepolisian (Banpol).

Kedua, Harmonisasi Keberadaan TNI dan Polri dalam keanggotaan DPR sebagai

utusan golongan.TNI dan Polri tidak menggunakan hak memilih atau dipilih

dalam pemilu legislatif tetapi ditunjuk untuk mewakili TNI dan Polri.

Ketiga, Harmonisasi Keberadaan TNI dan Polri dalam pengerahan pasukan

dibawah komando pengendalian Presiden dalam Keadaan Darurat atau Keadaan

Luar Biasa.

Harmonisasi aktor-aktor Intelijen

Keberadaan Intelijen dalam melaksanakan fungsi penyelidikan,

pengamanan dan penggalangan jika tidak diatur dalam Undang-Undang

Keamanan Nasional akan berbenturan kewenangan dengan TNI dan Polri.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

41

Pertama, Permasalahan kehormatan (Dignity) antara aktor keamanan

Intelijen, TNI dan Polri dalam mengumpulkan keterangan perlu diatur dalam

Undang-Undang agar tidak berjalan sendiri-sendiri.Aktor-aktor tersebut tidak mau

dikatakan “Tidak Mampu” ego sektoral dan gengsi satuan membuat saling

menyalahkan tugas.

Kedua, Permasalahan KPK mengenai penyadapan, tehnik penyadapan

merupakan bagian dari pengumpulan keterangan dalam fungsi penyelidikan

intelijen, Polri dan kejaksaan.Jika fungsi aktor-aktor intelijen berjalan baik dan

benar maka tidak diperlukan lembaga KPK karena dirasakan membuat konflik

elite politik secara transparan di media, sebaiknya lembaga KPK dihapus karena

KPK bukan masuk daftar lembaga tinggi negara.Jadi KPK berkuasa seperti

lembaga tinggi negara berdampak buruk terhadap kerjasama luar negeri.

Ketiga, Permasalahan kewenangan menangkap, menahan dan

interogasi.Kerjasama aktor-aktor intelijen dengan leading sektor polri secara

terpadu dalam penangkapan, penahanan dan interogasi dibutuhkan tatkala

tersangka kejahatan terhadap keamanan negara sudah diketahui agar tidak terjadi

pelanggaran HAM.Diperlukan badan pengawas dalam setiap prosedur

penangkapan, penahanan dan interogasi.

Keempat, Permasalahan hasil pengolahan data informasi dan penggunaan

diperuntukan untuk kebutuhan keputusan politik.Keputusan politik justru

memasukkan intelijen yang berpihak kepada partai politik walaupun ditujukan

kepada Presiden dan Kementerian/Lembaga terkait.Prinsip Single Client terkesan

melanggengkan dan memperkuat posisi kekuasaan.Keputusan politik disarankan

diganti keputusan negara atau pemerintah tanpa memandang kekuasaan berasal

dari partai politik mana sehingga loyalitas intelijen terhadap keamanan negara

dengan melaksanakan fungsi keadilan antara hak dan kewajiban negara,

masyarakat dan individu sehingga benar-benar terjadi penghormatan terhadap

hak-hak asasi manusia.

Kelima, Permasalahan Intelijen Pertahanan. Kerancuan Intelijen Stratejik

yang dijalankan oleh TNI tidak sepenuhnya dilaporkan ke Kementerian

Pertahanan selaku pengguna berdampak early warning terhadap Presiden tidak

maksimal.Perlu dibuat aktor-aktor intelijen atase pertahanan dan atase TNI

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

42

dengan fungsi-fungsi yang berbeda.Jabatan Presiden dan Mentri adalah jabatan

politik tentunya tidak diperkenankan penggunaan dan pengerahan aktor-aktor

intelijen untuk kepentingan politik.Perlu badan pengawas dalam pelaksanaan

fungsi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan.

b. Harmonisasi kelembagaan kesejahteraan di wilayah perbatasan.

Harmonisasi kelembagaan kesejahteraan dalam pelaksanaan pembangunan

nasional di daerah harus seimbang dengan lembaga keamanan dan keselamatan

diantaranya:

Pertama, Harmonisasi kelembagaan keamanan yang terdiri dari TNI dan

Polri dengan kelembagaan kesejahteraan BNPP dan Pemda (Bappeda) selaku

pelaksana pembangunan perbatasan tentunya harus satu kata memperjuangkan

keberhasilan pembangunan nasional di daerah.

Kedua, Harmonisasi kelembagaan keamanan, kesejahteraan dan

keselamatan dalam hal: (a) penentuan wilayah pemberdayaan pertahanan (b)

penentuan wilayah yurisdiksi hukum, (c) penentuan wilayah administrasi

pemerintah, (d) penentuan peta bantuan pertolongan dan kecelakaan.

c. Harmonisasi kelembagaan keselamatan di wilayah perbatasan

Harmonisasi kelembagaan keselamatan Basarnas dan BNPB dengan TNI,

Polri dan Pemda dalam koordinasi dan kerjasama pertolongan terhadap bencana

dan kecelakaan diantaranya:

Pertama, Harmonisasi komando dan pengendalian Banmil dan Banpol

dengan Basarnas dan BNPB dipegang Pemda, bukan dikendalikan Basarnas dan

BNPB.Karena Bantuan tersebut untuk Pemda.

Kedua, Harmonisasi masalah administrasi seperti Makan, Pemeliharaan

Alat, sarana dan prasarana, dukungan Minyak dalam pelaksanaan bantuan TNI

dan Polri. Perlu dibuat MoU perjanjian dukungan tersebut jika dana kontijensi

pemda tidak tersedia.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

43

C. Kultural.

1. Konstruksi budaya adat dengan pendekatan sistemik wilayah

perbatasan.

Konstruksi budaya adat yang taat hukum dengan pendekatan sistemik

wilayah perbatasan dengan keseimbangan pendekatan keamanan, kesejahteraan

dan keselamatan dengan tolak ukur Ubi Societas ibi ius, pencapaian Tujuan

nasional dengan ikatan nilai-nilai pancasila dan peningkatan kearifan lokal.

2. Konstruksi Pemilihan Pemimpin nasional yang berkarakter bangsa.

Konstruksi pemilihan pemimpin nasional yang berkarakter bangsa harus

memiliki empat kriteria yaitu:

Pertama, mutlak terlebih dahulu harus memiliki dan menguasai

kepemimpinan terdiri dari karakter, kompetensi, pengalaman dan keteladanan.

Kedua, pemimpin nasional harus menjadi negarawan, artinya harus fokus

pada kepentingan nasional dan upaya pencapaian tujuan nasional.

Ketiga, pemimpin nasional harus menghayati masalah keindonesiaan

secara utuh, meliputi ciri geografi, demografi dan kultural serta konsep

kebangsaan, kerakyatan dan kenegaraan sesuai pancasila.

Keempat, pemimpin nasional harus memiliki wawasan tentang dinamika

perkembangan regional maupun global sehingga mampu mengatasi masalah

dalam percaturan geopolitik, geoekonomi dan geostrategic yang melahirkan

kebijakan yang strategis visioner dalam rangka melindungi kepentingan nasional

dan mewujudkan tujuan nasional.

3. Konstruksi Fungsi-fungsi Negara dan Pemerintah di wilayah

perbatasan dalam rangka peningkatan ketahanan nasional

a. Konstruksi keseimbangan tugas pokok alat negara yang

melaksanakan fungsi negara.

Pemilihan pemimpin alat negara (TNI dan Polri), eksekutif, legislatif dan

yudigatif yang berbakat dan mempunyai kemampuan yang terlatih,

berpengetahuan dan berpengalaman harus ditempatkan pada jabatan yang tepat.

Begitu juga aktor-aktor negara dengan perubahan ancaman kedaulatan,

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

44

kesejahteraan dan kehidupan nasional memaksa memilih pemimpin yang

mempunyai multi skill, visi dan misi mempunyai tujuan dan sasaran serta

berkarakter kebangsaan yang berdasarkan pancasila dan UUD NRI 1945 secara

murni dan konsekwen. Pemimpin-pemimpin tersebut harus diberikan fungsi-

fungsi negara yang seimbang.

Pelaksana fungsi negara oleh alat negara

Fungsi

Negara

TNI POLRI Pemerintah Kehakiman

Pertahanan XV

Keamanan X V

Pengaturan XV XV

Ketertiban XV

Kesejahteraan XV

Keadilan XV XV

V = saat ini

X = Konstruksi keseimbangan

Catatan: Masing-masing Institusi/lembaga menjalankan dua fungsi, keadaan

akan terganggu jika ada yang sedikit dan ada yang lebih. Fungsi TNI era

Soeharto Dwi Fungsi ABRI kenyataannya enam fungsi tersebut dijalankan

semua sebagai institusi yang super body sehingga melanggengkan kekuasaan

dan terjadi penyelewengan UUD NRI 1945.

b. Konstruksi keseimbangan pemilihan pemimpin nasional dan daerah

dalam melaksanakan fungsi pemerintah

Konstruksi keseimbangan pemilihan pemimpin nasional dan daerah dalam

melaksanakan fungsi-fungsi pemerintah yang duduk dalam birokrasi pemerintah.

Kondisi birokrasi pemerintah saat ini yang kurang efektif dan pandangan ke depan

dalam memilih pimpinan nasional dan daerah yang mewakili tugas-tugas

pemerintahan sebagai berikut:

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

45

Birokrasi

Pemerintah

Kurang Effektif Pandangan ke Depan

Hierarki Kurang bisa mengatasi kompleksitas Pemimpin yang mempunyai visi

dan misi, Team Work, Koordinasi

Lateral dan Informal Network.

Spesialisasi

menurut fungsi

Kurang menumbuhkan komunikasi

dan koordinasi antar sejawat

Pemimpin yang multiskill dan

jejaring organisasi.

Peraturan yang

seragam

Masih membutuhkan peraturan

tambahan yang berbeda

Kebebasan lembaga dan

masyarakat

Prosedur Standar Respon terhadap perubahan lambat,

kurang bisa menghadapi

kompleksitas dan kurang mendorong

interkoneksi

Self-Direction dan Self-

Management. Tuntutan pasar dan

etika masyarakat.

Karir berjenjang Pemimpin sedikit dan pekerja yang

banyak. Banyak pekerja yang

berpendidikan mengharapkan

promosi sehingga tidak cukup ruang

untuk pengembangan

Karir berdasarkan kompetensi.

Upah/Gaji sesuai kemampuan.

Hubungan

Impersonal

Hubungan hanya didasarkan pada

hubungan pekerjaan.

Hubungan antar personal yang kuat

dan menyeluruh. Dorongan yang

kuat terhadap hasil.

Koordinasi dari

atas

Pekerja yang berpendidikan merasa

sudah siap untuk Self-Management.

Self-Managing Teams. Komunikasi

dan kolaborasi lateral.

Berdasarkan Tabel diatas telah terjadi pergeseran paradigma pemilihan

pemimpin yang awalnya pekerjaan individual berdasarkan hierarki menjadi

pekerjaan menjadi Team work, yang mempunyai visi dan misi. Pemimpin yang

awalnya hanya melaksanakan spesialisasi fungsi-fungsi pemerintah dengan single

skill menjadi pemimpin pekerjaannya berdasarkan proyek dengan multiskil dan

mengerti organisasi.Pemimpin yang awalnya tugas berdasarkan prosedur standar

berubah menjadi tugas-tugas yang inovatif sesuai tuntuan pasar dan etika

masyarakat.Pemimpin yang awalnya diatur dengan karir yang berjenjang berubah

menjadi pola kompetensi bersaing berdasarkan kemampuan

pengetahuan.Pemimpin yang awalnya kekuasaannya berdasarkan pekerjaan untuk

dilayani berubah menjadi pemimpin yang melayani.

G. Penutup

1. Simpulan.

Simpulan dari naskah akademis ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Sistem hukum keamanan saat ini belum mampu menanggulangi ancaman

kedaulatan, kesejahteraan dan kehidupan nasional dikarenakan terdapat kendala-

kendala kelembagaan, peraturan perundang-undangan dan kultur masyarakat,

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

46

yang berisi kendala-kendala Substansi, struktur dan kultur dalam sistem hukum

keamanan saat ini, yaitu:

Pertama, Wilayah lepas dapat timbul dari ancaman global mulai tekanan

peraturan, organisasi dan kebiasaan internasional diakibatkan karena pengaruh

asing.

Kedua, Ancaman kedaulatan dapat menimbulkan wilayah lepas karena hilang

secara phisik atau direbut oleh asing.

Ketiga, Ancaman kesejahteraan nasional jika pembangunan nasional tidak

berjalan baik, tingkat kemiskinan tinggi dan pemimpin daerah tidak terwakili

menyebabkan melunturnya ketahanan nasional dengan terlihat masyarakat tidak

patuh hukum dan kearifan lokal meluntur berakibat wilayah lepas karena negara

membiarkan kondisi terpuruk berlarut-larut dan wilayah tidak dikelola dengan

berlanjut.

Keempat, Ancaman kehidupan nasional dengan tidak adanya jaminan keamanan

di Laut Timor, Selat Malaka dan Blok Ambalat oleh negara maka Asing akan

mengamankan wilayah tersebut yang berdampak wilayah dapat lepas karena

direbut asing.

b. Sistem hukum keamanan nasional menurut UUD NRI 1945 dan Peraturan

perundang-undangan saat ini ditemukan kelemahan diantaranya:

Pertama, Kelemahan pasal-pasal UUD NRI 1945 terutama pasal 18, 25A,

30 dan 33; dan UU Sektoral yang belum terjadi sinkronisasi peraturan, belum ada

hormonisasi kelembagaan dan kultur pancasila ditinggalkan berpeluang wilayah

lepas karena tidak dikelola oleh negara dan direbut asing.

Kedua, Kelemahan menetapkan Sistem Keamanan saat ini

(Sishankamrata) yang belum mensinkronkan UU Sektoral untuk mengatur

kelembagaan dan kultur masyarakat dalam ikatan Pancasila dan UUD NRI 1945

untuk mencapai tujuan nasional berpeluang wilayah hilang secara phisik, wilayah

lepas karena tidak diamankan, dijaga dan dipetahankan sehingga direbut asing.

Ketiga, Kelemahan memilih pimpinan dan ketidak-seimbangan fungsi

negara dalam mencapai tujuan nasional menciptkan kultur yang tidak patuh

hukum nasional sehingga beralasan wilayah lepas karena tidak dikelola oleh

negara, hilang secara phisik dan direbut asing.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

47

c. Konstruksi ideal sistem hukum nasional di wilayah perbatasan:

Pertama, konstruksi peraturan perundang-undangan yang mengatur

keamanan kedaulatan, kesejahteraan dan kehidupan nasional agar wilayah tidak

lepas dengan alasan: a) wilayah harus sering dikontrol, dipelihara, dan dibangun

supaya tidak hilang secara phisik. b) Masyarakat harus diikat dengan kesepakatan

pancasila dan dipenuhi kesejahteraannya supaya tidak dipengaruhi asing. c)

wilayah harus dapat diamankan supaya tidak direbut asing. d) wilayah harus

dihitung jumlahnya, dijaga dan diperbaiki (reklamasi) supaya tidak hilang secara

phisik.

Kedua, konstruksi peraturan perundang-undangan yang berdasarkan nilai-

nilai pancasila dengan tujuan agar pimpinan peduli terhadap pembangunan

nasional di perbatasan untuk kesejahteraan masyarakat supaya tidak dipengaruhi

asing.

Ketiga, kontruksi peraturan perundang-undangan yang mengatur

keseimbangan kekuasaan negara dalam peningkatan ketahanan nasional dengan

tujuan agar kekuasaan negara melaksanakan prioritas program peningkatan

ketahanan nasional terhadap kultur masyarakat agar patuh hukum supaya tidak

terpengaruh asing.

Keempat, sinkronisasi sistem hukum keamanan nasional, kesejahteraan

nasional dan keselamatan bangsa dengan tujuan agar fungsi kelembagaan

keamanan, kesejahteraan dan keselamatan dapat memberi rasa aman, sejahtera

dan perlindungan masyarakat perbatasan supaya tidak terpengaruh asing.

2. Rekomendasi

a. Amandemen UUD NRI 1945pasal 18, 25A, 30 dan 33. Pembentukan UU

keamanan nasional dan sinkronisasi sistem hukum keamanan saat ini dan revisi

UU sektoral yang berdasarkan nilai-nilai pancasila serta melaksanakan UUD NRI

1945 secara murni dan konsekwen dalam keseimbangan keamanan, kesejahteraan

dan kehidupan nasional dalam rangka peningkatan ketahanan nasional agar tidak

mudah dipengaruhi asing.

b. Harmonisasi aktor-aktor kelembagaan keamanan, kesejahteraan dan

keselamatan bangsa dengan membentuk Badan Keamanan Nasional (Nasional

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar negara

48

Security Council) dan Badan Keamanan Perbatasan agar dapat mengamankan,

menjaga, memelihara dan membangun serta mempertahankan wilayah secara

integral dan komprehensif supaya tidak lepas.

c. Mengaktifkan kearifan lokal, memilih pemimpin nasional/daerah yang

berkarakter kebangsaan dan membagi fungsi negara dan pemerintah secara

seimbang dengan nilai-nilai pancasila sebagai perekat masyarakat perbatasan

dengan pendekatan sistemik wilayah perbatasan agar tercapai tujuan nasional dan

tidak mudah terpengaruh asing.

Rekomendasi diatas dirasakan perlu perubahan masa depan diantaranya

memilih dan menunjuk pemimpin keterwakilan daerah yang ditetapkan undang-

undang sehingga dapat mempengaruhi masyarakat perbatasan yang cinta tanah

air, bangsa dan negara untuk peningkatan ketahanan nasional. Kesalahan memilih

pemimpin berdampak kegagalan pembangunan, berarti kegagalan pemerintah

dalam mencapai tujuan nasional.Akibat kesalahan-kesalahan ini Indonesia

berpeluang disintegrasi bangsa maka sistem hukum keamanan saat ini harus

dirubah yang baru menyesuaikan perubahan lingkungan strategis global, regional,

dan nasional.