16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan minyak bumi di Indonesia semakin hari semakin meningkat, bahkan tak hanya di Indonesia untuk konsumsinya melebihi kapasitas seharusnya. Keadaan ini diperkirakan akan terus meningkat dan jika dibiarkan begitu saja akan menyebabkan krisis bahan bakar fosil. Diperkirakan hingga tahun 2030 konsumsi energi masih tergantung kepada energi minyak bumi yang tidak terbarukan. Kondisi energi Indonesia saat ini masih mengandalkan pada migas sebagai penghasil devisa maupun untuk memasok kebutuhan dalam negeri bahkan untuk beberapa tahun terakhir Indonesia justru mengimpor migas dari negara lain karena alasan harga jual yang lebih murah. Meskipun Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang beragam, namun pengelolaan dan penggunaannya belum optimal. Berbagai potensi energi tersebut antara lain: sumber energi nabati, gas, panas bumi, energi nuklir, energi surya, energi angin dan energi laut (Biro Riset LM FEUI, 2012).

BAB I Pendahuluan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

NNN

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKebutuhan minyak bumi di Indonesia semakin hari semakin meningkat, bahkan tak hanya di Indonesia untuk konsumsinya melebihi kapasitas seharusnya. Keadaan ini diperkirakan akan terus meningkat dan jika dibiarkan begitu saja akan menyebabkan krisis bahan bakar fosil. Diperkirakan hingga tahun 2030 konsumsi energi masih tergantung kepada energi minyak bumi yang tidak terbarukan. Kondisi energi Indonesia saat ini masih mengandalkan pada migas sebagai penghasil devisa maupun untuk memasok kebutuhan dalam negeri bahkan untuk beberapa tahun terakhir Indonesia justru mengimpor migas dari negara lain karena alasan harga jual yang lebih murah. Meskipun Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang beragam, namun pengelolaan dan penggunaannya belum optimal. Berbagai potensi energi tersebut antara lain: sumber energi nabati, gas, panas bumi, energi nuklir, energi surya, energi angin dan energi laut (Biro Riset LM FEUI, 2012). Untuk menekan pertumbuhan penggunaan bahan bakar fosil, salah satu cara yang bisa ditempuh yaitu mengendalikan penghematan energi serta pengembangan energi alternatif. Bahkan pemerintah telah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional diantaranya dengan menetapkan target produksi biofuel pada tahun 2025 sebesar 5% dari total kebutuhan energi minyak nasional dan penugasan kepada Departemen Kehutanan untuk berperan dalam penyediaan bahan baku biofuel termasuk pemberian ijin pemanfaatan lahan hutan terutama lahan yang tidak produktif (Bustomi dkk, 2008). Energi alternatif dapat diperoleh dari tanaman/nabati. Ide penggunaan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar diesel didemonstrasikan pertama kalinya oleh Rudolph Diesel ( tahun 1900). Penelitian di bidang ini terus berkembang dengan memanfaatkan beragam lemak nabati dan hewani untuk mendapatkan bahan bakar hayati (biofuel) dan dapat diperbaharui (renewable). Perkembangan ini mencapai puncaknya di pertengahan tahun 80-an dengan ditemukannya alkil ester asam lemak yang memiliki karakteristik hampir sama dengan minyak diesel fosil yang dikenal dengan biodiesel. Biodiesel dari biji nyamplung merupakan salah satu solusi pemenuhan kebutuhan energi dalam menghadapi krisis bahan bakar yang berasal dari minyak bumi.Oleh karena itu, usaha untuk mencari bahan bakar alternatif yang dapat diperbarui (renewable) semakin banyak dilakukan, salah satunya dengan upaya pembuatan biodiesel dari biji nyamplung terutama dikarenakan pemanfaatan biji nyamplung yang belum optimal. Di Indonesia nyamplung tersebar mulai dari bagian barat sampai bagian timur. Sebaran alam pohon nyamplung di Indonesia ditemui di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, hingga Nusa Tenggara Timur dan Papua. Jenis tersebut juga dijumpai hampir di seluruh daerah terutama pada daerah pesisir pantai antara lain: Taman Nasional (TN) Alas Purwo, TN Kepulauan Seribu, TN Baluran, TN Ujung Kulon, Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran, Kawasan Wisata (KW) Batu Karas, Pantai Carita (Banten), P. Yapen (Jayapura), Biak, Nabire, Manokwari, Sorong, Fakfak (Wilayah Papua), Halmahera dan Ternate (Maluku Utara), TN Berbak (Pantai Barat Sumatera) (Hambali,2006).1.2 Sifat Bahan Baku dan Produk1.2.1 Bahan BakuBahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan biodiesel ialah minyak biji nyamplung (Calophyllum inophyllum) dan methanol. Sedangkan bahan baku pembantu yakni berupa CaO sebagai katalis padat dalam fixed bed reactor (reaktor unggun tetap).Jika diasumsikan 2,5 kg biji nyamplung akan menghasilkan 1 liter minyak nyamplung dibandingkan dengan jarak butuh 4 kg untuk menghasilkan 1 liter minyak jarak maka untuk memenuhi kebutuhan biodiesel tahun 2025 sebanyak 720.000 kilo liter (5,1 juta ton biji nyamplung) dibutuhkan paling kurang 254.000 ha tanaman nyamplung, jumlah ini hampir setengah dari luasan yang ada sekarang sehingga harapan menjadikan bahan biodiesel terbuka lebar. Pengolahan biji nyamplung sebagai bahan baku biodiesel selain hemat dalam proses pembakaran, sumbernya dapat diperbaharui sehingga tidak mengganggu ekologi.Inti (kernel) nyamplung memiliki kandungan minyak yang sangat tinggi yaitu sebesar 75% (Dweek and Meadows, 2002); 71,4% pada inti yang kering dengan kadar air 3,3% (Heyne, 1987); 40-73% (Soerawidjaja et al., 2005); 55,5% pada inti yang segar dan 70,5% pada inti yang kering (Greshoff dalam Heyne, 1987). Produksi biji nyamplung dapat mencapai 100 kg per pohon (Dweek and Meadows, 2002; Friday and Okano, 2006). Ekstraksi minyak dari biji nyamplung dapat dilakukan dengan pengepresan atau menggunakan pelarut. Pada proses pengepresan dari 100 kg buah dihasilkan 17,5 kg minyak atau sekitar 17,5% dari bobot biji atau 48,6% dari bobot inti kering (Sahirman, 2009).a. Minyak Nyamplung (Calophyllum inophyllum)Sifat-sifat fisik minyak nyamplung ialah sebagai berikut:Densitas: 0,944 g/ml (pada suhu 20oC)Viskositas: 56,7 cPBilangan asam: 59,94 mg KOH/gAsam lemak bebas: 29,53 %Bilangan Iod: 86,42 mg/gBilangan penyabunan: 198,1 mh KOH/gIndeks bias: 1,447Kadar air: 0,25%(Balitbang Kehutanan,2008)

b. Methanol (CH3OH)Sifat-sifat fisik CH3OH ialah sebagai berikut:Berat molekul: 32,04 g/molDensitas : 0,78208 gr/ml (30oC)Viskositas: 0,51 cp (30oC)Titik didih: 64,7oCTitik beku: -97,8 oCTemperatur kritis: 239,9 oCTekanan kritis: 80,9 atmPanas laten: 8430 kalori/molTekanan uap: 100 mm (21,2 oC)Kemurnian: 99,85%( Perry, 1997) c. Kalsium Oxide (CaO)Rumus molekul: CaOMassa molekul: 56.077 g/molDensitas: 3.35 g/cm3Titik didih: 2850oC Titik beku: 2572oC d. Phosphate Acid (H3PO4)Rumus molekul: H3PO4Berat molekul: 98 g/molDensitas: 1,8334 g/cm3Titik didih: 213oCTitik leleh: 42,35oCSpesific gravity: 1.5-1.71.2.2 ProdukBiodiesel merupakan produk utama pada proses pembuatan biodiesel dari minyak biji nyamplung (Calophyllum inophyllum), sedangkan gliserol ialah produk samping dari hasil pembuatan biodiesel. a. BiodieselBiodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang berasal dari bahan-bahan alami (biomassa) yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel. Kebutuhan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel seringkali berbenturan dengan bidang pangan (edible oils). Salah satu jenis tanaman yang berpotensi dan tidak berbenturan dengan bidang pangan (edible oils) adalah Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). Nyamplung merupakan tanaman serbaguna dari biji Nyamplung dihasilkan minyak dengan rendemen 40-73%, yang dapat digunakan sebagai biodiesel.Adapun karakteristik biodiesel dari biji nyamplung ialah sebagai berikut:ParameterSatuanNilai

Massa jenis (40oC)Kg/m3850-890

Viskositas kinematik (40oC)Mm2/s (cSt)2.3-6.0

Angka cetaneMin.51

Titik nyalaoCMin.100

Titik kabutoCMaks.18

Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50oC)Maks.no.3

Air dan Sedimen%volMaks.0.05

Temp. distilasi 90%oCMaks.360

Abu tersulfatkan% massaMaks.0.02

Belerangppm-m(mg/kg)Maks.100

Fosforppm-m(mg/kg)Maks.10

Bilangan asamMg-KOH/gMaks.0.8

Bilangan iod%massa (gI2/100g)Maks.115

(SNI Biodiesel no.04-7182-2008)b. GliserolSifat fisik gliserol ialah sebagai berikut:Berat molekul: 92 gr/molDensitas: 1,26 gr/cm3Viskositas: 1,5 Pa.sTitik lebur: 18oC (pada 1 atm)Titik didih: 290oC (pada 1 atm)(Perry, 1997)

1.3 Penentuan Kapasitas Produksi Dalam menentukan kapasitas produksi suatu pabrik, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain:a. Proyeksi kebutuhan biodiesel dalam negerib. Kapasitas pabrik komersial yang masih beroperasic. Ketersediaan bahan baku

1.3.1 Proyeksi Kebutuhan Biodiesel Dalam NegeriKonsumsi biodiesel akan kebutuhan biosolar dan lainnya tiap tahunnya semakin meningkat. Secara keseluruhan, konsumsi biodiesel dapat dilihat pada tabel 1.2:Tabel 1.2 Data konsumsi biodiesel IndonesiaTahunJumlah (ton)

20065785

200724030

200856070

200929370

201065860

2011140175

2012195800

2013195800

(sumber: Biofuels Annual Jakarta, 2013).

Berdasarkan data pada Tabel 1.2, melalui metode regresi linear dengan menggunakan persamaan garis lurus:y = ax + bdimana:y = konsumsi biodiesel di Indonesiax = tahun produksia = slope b = intersep Maka diperoleh persamaan laju kenaikan konsumsi biodiesel seperti yang terlihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Grafik Regresi Linier Kebutuhan Biodiesel

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa gradient kebutuhan hidrogen di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Dengan menggunakan persamaan kurva regresi linear pada Gambar 1.1, maka dapat diproyeksikan jumlah konsumsi biodiesel untuk tahun 2017, yaitu:y = 13382 x 29983Untuk tahun (x) 2018, maka diperoleh jumlah kebutuhan biodiesel Indonesia (y) sebesar 26.704.893 ton/tahun.Kapasitas produksi dapat diartikan sebagai jumlah maksimal output yang dapat diproduksi dalam satuan waktu tertentu. Pabrik yang didirikan harus mempunyai kapasitas produksi yang optimal dengan biaya yang minimal.Berdasarkan data-data di atas, maka di ambil 1% dari jumlah kebutuhan biodiesel Indonesia untuk kapasitas produksi pabrik. Adapun perhitungan terhadap kebutuhan bahan baku pada pabrik biodiesel ialah sebagai berikut:Kebutuhan bahan baku = 1% dari kebutuhan biodiesel Indonesia= 1% x 26.704.493 ton/tahun= 267.045 ton setara dengan 18.753,16 ha tanaman nyamplungMaka, ditetapkan bahan baku yang akan digunakan sebesar 267.045 ton/tahun. Pabrik biodiesel dari biji nyamplung ini direncanakan akan dioperasikan dengan kapasitas produksi sebesar 270.000 ton/tahun.

1.2 Kapasitas Pabrik Komersial Yang Masih BeroperasiKapasitas pabrik biodiesel yang masih beroperasi di Indonesia berkisar antara 60-350.000 ton/tahun. Daftar pabrik-pabrik yang memproduksi biodiesel di Indonesia hingga saat ini dapat dilihat pada Tabel 1.3:Tabel 1.3 Produksi Biodiesel di IndonesiaPabrikKapasitas (ton/tahun)

PT. Musimas, Sumatera Utara100.000

PT. Prajona Nelayan, Riau60.000

PT. Wilmar Bioenergi350.000

PT. Eterindo Wahanatama, Gresik 350.000

PT. Sumi Asih200.000

PT. Molindo Raya700

(Sumber: Market Inteligence Report On, 2008)

1.3 Ketersediaan Bahan Baku Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan biodiesel ini adalah biji nyamplung (Calophyllum inophyllum) . Biji nyamplung sebagian besar didapat dari lahan tanaman nyamplung yang tersedia di sumatera.

Tabel 1.4 Luas lahan nyamplung di masing-masing wilayah di IndonesiaNo.WilayahLuasan Lahan Potensial untuk Budidaya Nyamplung (ha)

Tanaman NyamplungTanah Kosong dan BelakangTotal

1.Sumatera 7.40016.80024.200

2.Jawa2.2003.4005.600

3.Bali dan Nusa Tenggara15.7004.70020.400

4.Kalimantan10.10019.20029.300

5.Sulawesi3.1005.9009000

6.Maluku8.4009.70018.100

7.Papua79.80016.400110.600

(Sumber: Peta Penutupan lahan citra satelit Landsat 7 ETM+)Di Indonesia, penyediaan bahan baku biofuel, antara lain dilakukan Kementerian Kehutanan dengan pemberian izin pemanfaatan lahan hutan yang berpotensi sebagai bahan baku biofuel, misalnya penanaman 10 juta biji nyamplung seluas 10.000 hektare di Madura. Dalam program siaran Iptek Voice, 8 September 2011, Djeni Hendra dari Balitbang Kementerian Kehutanan menjelaskan proses pembuatan biodiesel dari biji nyamplung. Dimulai dengan memecah buah nyamplung, mengekstraksi minyak dari kernel nyamplung dengan memakai alat pres ulir, memfiltrasi minyak nyamplung kasar dan memprosesnya menjadi biodiesel melalui proses transesterifikasi. Hasilnya, dari 2 kg nyamplung menghasilkan 1 liter biodiesel. Budi daya nyamplung kita lakukan di Klaten, Purworejo dan Banyuwangi. Dicanangkan sejak 2009 dan mulai bisa dipanen tahun 2012. Dephut memperkirakan usaha ini sangat prospektif. Jika mengacu pada kebutuhan biofuel pada tahun 2025 sebanyak 720.000 kiloliter dapat terpenuhi, maka ditaksir akan menyerap tenaga kerja sebanyak 120.000 orangMenurut Bustomi, produktivitas biji nyamplung sangatlah tinggi dan bervariasi antara 40-150 kg/pohon/th atau sekitar 20 ton/ha/th dan lebih tinggi dibandingkan jenis tanaman lain seperti Jarak pagar: 5 ton/ha/th dan sawit: 6 ton/ha/th. Untuk 1 ha dengan jumlah tanaman sebanyak 400 pohon dengan menghasilkan 40.000 ton biji kering yang menghasilkan 16.000 liter/tahun atau sebanding dengan 14.24 ton/tahun.Pendirian pabrik biodiesel dengan kapasitas bahan baku 270.000 ton/tahun ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:1. Memanfaatkan lahan pada garis pantai yang ada.2. Mendukung program pemerintah dalam menekan pertumbuhan penggunaan bahan bakar fosil.3. Meningkatkan produktivitas tanaman nyamplung sebagai penghasil biofuel.4. Dapat diproyeksikan untuk ekspor, guna menambah devisa daerah.

1.4 Jadwal Kegiatan Pendirian Pabrik BiodieselRencana pendirian pabrik biodiesel dapat dilihat pada tabel 1.5 Pengoperasian pabrik ini direncanakan pada tahun 2019 dan pemasarannya direncanakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, disamping tidak menutup kemungkinan untuk menjajaki pasar luar negeri di masa yang akan datang.Tabel 1.5 Jadwal pendirian pabrik Biodiesel dari minyak biji nyamplungNoKegiatanTahun ke-

IIIIII

1.Desain konstruksi bangunan

2.Identifikasi peralatan

3.Pencarian investor

4.Legalitas lokasi pabrik

5.Pembelian dan pengadaan peralatan

6.Masa konstruksi

7.Perekrutan karyawan/wati

8.Start up pabrik

1.5 Tujuan Rancangan Tujuan rancangan pabrik pembuatan biodiesel minyak biji nyamplung ini adalah untuk menerapkan disiplin ilmu Teknik Kimia, khususnya di bidang rancang,proses dan operasi teknik kimia sehingga akan memberikan gambaran kelayakan pra-rancangan pendirian pabrik ini. Tujuan lain dari prarancangan pabrik ini adalah :1. Untuk menghasilkan bahan bakar alternatif ramah lingkungan sehingga akan menghemat bahan bakar diesel konvensional.2. Membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar sehingga tercipta kesejahteraan masyarakat serta untuk menambah pendapatan negara melalui pajak penghasilan.3. Mendorong perkembangan agroindustri sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan asli daerah (PAD), sumber pendapatan petani dan masyarakat, pengembangan wilayah serta dapat membantu mengentaskan kemiskinan.