40
  1.1. DASAR HUKUM Dasar hukum yang menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang meliputi : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3518); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);

BAB I Pendahuluan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PENDAHULUAN

Citation preview

  • 1.1. DASAR HUKUM

    Dasar hukum yang menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Tata

    Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang meliputi :

    1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945;

    2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan

    Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 1993 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara

    Republik Indonesia Nomor 3518);

    3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan

    Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000

    Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

    4010);

    4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,

    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12

    Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor

    32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

    Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

    5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,

    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);

  • 6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat

    Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara

    Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

    7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

    Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

    Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

    Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

    8. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

    Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia

    Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik

    Indonesia Nomor 4833);

    9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

    Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara

    Republik Indonesia Nomor 5103);

    10. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata

    Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara

    Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5160);

    11. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang

    Kawasan Jabodetabekpunjur (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor

    54).

    1.2. TINJAUAN KEBIJAKAN

    1.2.1. RTRW NASIONAL

    Sehubungan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008

    tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka arahan penataan

    ruang dari RTRW Nasional yang berkaitan dengan RTRW Kota

    Tangerang adalah sebagai berikut:

    a. Wilayah Kota Tangerang masuk ke dalam Kawasan perkotaan

  • Jabodetabek yang ditetapkan sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional)

    di dalam sistem perkotaan nasional.

    b. Jaringan jalan nasional yang masuk di dalam wilayah Kota Tangerang,

    meliputi:

    - Jalan Arteri Primer yang terdiri dari Jl. Daan Mogot (Batas Provinsi

    DKI Jakarta Kota Tangerang), Jl. Raya Serang (Kota Tangerang

    Batas Kabupaten Tangerang) dimana Jl. Raya Serang di dalam

    wilayah Kota Tangerang menjadi dua ruas jalan yaitu Jl. Merdeka

    dan Jl. Gatot Subroto.

    - Jalan Bebas Hambatan (Jalan Tol) terdiri dari Jalan Tol Jakarta

    Tangerang, Jalan Tol Prof. Dr. Sedyatmo, dan Jakarta Outer Ring

    Road II (JORR II) ruas Teluk Naga Batuceper dan Cengkareng

    Batuceper Kunciran Serpong.

    - Jaringan jalur kereta api perkotaan untuk menghubungkan

    kawasan perkotaan dengan bandar udara pusat penyebaran primer

    dan mendukung aksesibilitas di kawasan perkotaan.

    c. Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta yang kawasannya

    masuk di dalam wilayah Kota Tangerang ditetapkan sebagai bandar

    udara pusat penyebaran skala pelayanan primer yang merupakan

    bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN.

    d. Sungai Cisadane yang sebagian wilayahnya masuk di dalam Kota

    Tangerang yang merupakan bagian dari Wilayah Sungai Cidanau

    Ciujung Cidurian Cisadane Ciliwung Citarum adalah wilayah

    sungai lintas provinsi.

    e. Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur ditetapkan sebagai Kawasan

    Strategis Nasional.

    1.2.2. TATA RUANG JABODETABEKPUNJUR

    Sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan

    Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak

    Cianjur (Jabodetabekjur) ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional,

  • maka arahan penataan ruang dari Penataan Ruang Kawasan

    Jabodetabekpunjur yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

    Kota Tangerang adalah sebagai berikut:

    1. Pengembangan sistem pusat permukiman di Kawasan Jabodetabekjur

    untuk mendorong pengembangan Pusat Kegiatan Nasional Kawasan

    Perkotaan Jakarta, dengan kota inti adalah Jakarta dan kota satelit

    adalah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan kota lainnya;

    2. Pengembangan Jalan Lingkar Luar Jakarta Kedua (Jakarta Outer Ring

    Road 2) dan jalan radialnya sebagai pembentuk struktur ruang

    Jabodetabekpunjur;

    3. Penataan angkutan masal jalan rel dengan angkutan jalan;

    4. Peningkatan pemanfaatan jaringan jalur kereta api pada ruas-ruas

    tertentu sebagai prasarana pergerakan komuter dari wilayah Bogor,

    Tangerang, Bekasi, dan Depok ke Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan

    sebaliknya;

    5. Pengembangan jalan yang menghubungkan antarwilayah dan

    antarpusat permukiman, industri, pertanian, perdagangan, jasa dan

    simpul-simpul transportasi serta pengembangan jalan penghubung

    antara jalan selain jalan tol dengan jalan tol;

    6. Pengembangan sistem jaringan transportasi masal yang

    menghubungkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan pusat-pusat

    kegiatan di sekitarnya;

    7. Pengembangan sistem transportasi masal cepat yang terintegrasi

    dengan bus yang diprioritaskan, perkeretaapian monorel, dan moda

    transportasi lainnya;

    8. Arahan drainase dan pengendalian banjir di Kawasan

    Jabodetabekpunjur dilakukan melalui upaya antara lain:

    a. penataan kawasan sempadan sungai dan anak-anak sungainya;

    b. normalisasi sungai-sungai dan anak-anak sungainya;

    c. pelestarian situ-situ serta daerah retensi air;

    d. pembangunan prasarana dan pengendali banjir; dan

  • e. pembangunan prasarana drainase.

    9. Kawasan lindung prioritas pada Kawasan Jabodetabekpunjur antara

    lain meliputi:

    a. situ;

    b. rawa;dan

    c. kawasan resapan air dan/atau retensi air.

    10. Proporsi ruang terbuka hijau publik kota/perkotaan di Kawasan

    Jabodetabekpunjur paling rendah 20% (dua puluh persen) dari luas

    wilayah masing-masing kota/perkotaan.

    11. Pemanfaatan ruang di Wilayah Kota Tangerang masuk ke dalam Zona

    B1 dan Zona B2, yang arahan pemanfaatan ruangnya adalah:

    - Zona B1 diarahkan untuk perumahan hunian padat, perdagangan

    dan jasa, serta industri ringan nonpolutan dan berorientasi pasar,

    dan difungsikan sebagai pusat pengembangan kegiatan ekonomi

    unggulan.

    - Zona B2 diarahkan untuk perumahan hunian sedang, perdagangan

    dan jasa, industri padat tenaga kerja, dan diupayakan berfungsi

    sebagai kawasan resapan air.

    - Di Zona B1 dan B2 dilarang membangun industri yang mencemari

    lingkungan dan banyak menggunakan air tanah.

    12. Dalam perencanaan kawasan budi daya ditetapkan kawasan budi

    daya prioritas dengan kriteria sebagai berikut:

    a. memiliki aksesibilitas tinggi yang didukung oleh prasarana

    transportasi yang memadai;

    b. memiliki potensi strategis yang memberikan keuntungan dalam

    pengembangan sosial dan ekonomi;

    c. berdampak luas terhadap pengembangan regional, nasional, dan

    internasional; dan

    d. memiliki peluang investasi yang menghasilkan nilai tinggi.

    Kawasan budi daya prioritas di Wilayah Kota Tangerang meliputi

    kawasan pusat kegiatan ekonomi yang mencakup pusat kegiatan

  • perdagangan dan pusat kegiatan industri serta kawasan sekitar bandar

    udara.

    1.2.3. RTRW PROVINSI BANTEN

    Arahan penataan ruang dari Penataan Ruang RTRW Provinsi Banten

    yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang

    adalah sebagai berikut:

    1. Kawasan Perkotaan Tangerang sebagai Pusat Kegiatan Nasional

    (PKN) sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun

    2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, selain itu

    sesuai ketentuan dalam PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana

    Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Nasional adalah

    kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala

    internasional, nasional, atau beberapa provinsi.

    2. Perkotaan Tangerang masuk ke dalam Perkotaan Metropolitan

    sebagai bagian dari Metropolitan Jabodetabekpunjur.

    3. Kota Tangerang masuk ke dalam Wilayah Kerja Pembangunan I (WKP

    I) yang diarahkan untuk pengembangan kegiatan industri, jasa,

    perdagangan, pertanian, dan permukiman/perumahan;

    4. Jaringan jalan nasional terdiri dari jalan arteri dan jalan kolektor dalam

    sistem jaringan jalan primer yang masuk di dalam wilayah Kota

    Tangerang, meliputi:

    a. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan arteri primer

    Merak Cilegon Serang Tangerang Batas DKI Jakarta yang

    meliputi ruas Jl. Raya Serang (Tangerang) dan Jl. Daan Mogot

    (Tangerang - Bts.DKI).

    b. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan kolektor primer

    di Provinsi Banten meliputi Tangerang Bandara Soekarno-Hatta.

    c. Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan (jalan tol) dalam

    kota di Provinsi Banten meliputi Jakarta Tangerang, JORR II

    (Jakarta Outer Ring Road II) : Kamal Teluk Naga Batu Ceper,

  • Cengkareng Batu Ceper Kunciran, Kunciran Serpong.

    d. Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan (jalan tol) antarkota

    di Provinsi Banten meliputi Tangerang Merak, Serpong

    Kunciran Bandara Soekarno Hatta Teluk Naga.

    5. Jaringan jalan propinsi berfungsi sebagai jalan kolektor dalam sistem

    jaringan jalan primer, yang masuk di dalam wilayah Kota Tangerang,

    meliputi:

    a. Ciputat Ciledug terdiri dari ruas Jl. Raden Fattah dan Jl. Raya

    Jombang (Ciledug);

    b. Tangerang Serpong - Bts.Bogor terdiri dari ruas Jl. Jenderal

    Sudirman dan Jl. MH. Thamrin;

    c. Jl. KH. Hasyim Ashari;

    d. Jl. HOS. Cokroaminoto; dan

    e. Karawaci Legok ruas Jl. Imam Bonjol.

    6. Pengembangan terminal meliputi terminal tipe A dan B, yaitu :

    a. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan terminal

    penumpang Tipe A meliputi Terminal Bandara Soekarno Hatta dan

    Poris Plawad; dan

    b. Pengembangan terminal penumpang Tipe B untuk melayani

    angkutan antar kota dalam provinsi dan angkutan kota meliputi

    Terminal Ciledug, Cimone, Cadas, dan Jatiuwung.

    7. Pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian meliputi :

    a. Mengembangkan jaringan prasarana KA yang menghubungkan

    kawasan-kawasan industri, simpul-simpul transportasi utama

    antara lain pembangunan jaringan prasarana baru pada lintas

    Serpong Tangerang Bandara Soekarno Hatta;

    b. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan prasarana KA yang

    padat melayani transportasi perkotaan antara lain pada lintas

    Tangerang Duri;

    c. Mengembangkan pelayanan angkutan KA bisnis dan eksekutif

    yang melayani angkutan perkotaan terutama pada lintas

  • Tangerang Duri;

    d. Pengembangan jalur kereta api (double track) Jakarta - Kota

    Tangerang;

    e. Meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana Stasiun Pasar

    Anyar (Kota Tangerang); dan

    f. Mengembangkan Stasiun Kereta Api Terpadu pada Kawasan

    Bandara Soekarno - Hatta.

    8. Arahan pengembangan bandar udara meliputi:

    a. Mengembangkan pelayanan sarana, prasarana dan sistem

    pengoperasian Bandar Udara Soekarno Hatta sesuai dengan

    fungsinya sebagai bandara pusat penyebaran primer yang secara

    langsung melayani pergerakan orang dan barang dalam negeri dan

    ke luar negeri; dan

    b. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian kegiatan

    pembangunan pada Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan

    (KKOP).

    c. Untuk mendukung kelancaran pergerakan orang dan barang dari

    dan ke Provinsi Banten dengan menggunakan Bandar Udara

    Soekarno-Hatta, maka yang diperlukan adalah rencana

    pembangunan jalan bebas hambatan untuk meningkatkan

    aksesibilitas ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.

    9. Arahan pengembangan angkutan masal cepat di wilayah perkotaan

    meliputi pengembangan angkutan masal cepat di wilayah

    Jabodetabekpunjur dalam sistem transportasi yang saling terkait

    dengan sistem transportasi Provinsi DKI Jakarta

    10. Adapun arahan pengembangan sumberdaya air dikembangkan pada

    lokasi :

    a. Bendungan Pasar Baru untuk pengendalian banjir.

    b. Bendung Cisadane pintu sepuluh untuk pengendalian banjir.

    11. Sungai Cisadane yang sebagian wilayahnya masuk di dalam Kota

    Tangerang yang merupakan bagian dari Wilayah Sungai Cidanau

  • Ciujung Cidurian Cisadane Ciliwung Citarum adalah wilayah

    sungai lintas provinsi

    12. Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur ditetapkan sebagai Kawasan

    Strategis Nasional.

    1.3. PROFIL WILAYAH KOTA TANGERANG

    Gambaran umum Kota Tangerang diuraikan dalam bentuk penjelasan

    karakteristik fisik, sosial dan ekonomi, serta analisis kondisi, potensi dan

    permasalahan kota secara keseluruhan yang akan mempengaruhi tata

    ruang kota dimasa yang akan datang.

    1.3.1. Karakteristik Fisik

    A. Letak Geografis

    Kota Tangerang yang terbentuk pada tanggal 28 Februari 1993

    berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1993, secara geografis

    terletak pada 106036 106042 Bujur Timur (BT) dan 606-

    6013Lintang Selatan (LS), dengan luas wilayah 181,818 Km2

    (termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19,69 km2). Secara

    administrasi Kota Tangerang terdiri dari 13 Kecamatan dan 104

    Kelurahan (Gambar 1.1 dan Gambar 1.2).

    Adapun batas administrasi Kota Tangerang adalah sebagai berikut:

    Sebelah Utara : Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan

    Sepatan (Kabupaten Tangerang).

    Sebelah Selatan : Kecamatan Curug (Kabupaten Tangerang),

    Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Pondok

    Aren (Kota Tangerang Selatan).

    Sebelah Timur : Provinsi DKI Jakarta.

    Sebelah Barat : Kecamatan Pasar Kemis dan Kecamatan

    Cikupa (Kabupaten Tangerang).

  • Gambar 1.1. PETA ORIENTASI WILAYAH KOTA TANGERANG

  • Gambar 1.2. PETA ADMINISTRASI WILAYAH KOTA TANGERANG

  • Memperhatikan posisi geografis, maka Kota Tangerang memiliki letak

    strategis karena berada di antara DKI Jakarta, Kota Tangerang

    Selatan dan Kabupaten Tangerang. Sesuai dengan Instruksi Presiden

    Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Jabotabek (Jakarta,

    Bogor, Tangerang, Bekasi), Kota Tangerang merupakan salah satu

    daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta.

    Posisi strategis tersebut menjadikan perkembangan Kota Tangerang

    berjalan dengan pesat. Pada satu sisi, menjadi daerah limpahan dari

    berbagai kegiatan di Kota Jakarta, di sisi lainnya Kota Tangerang

    menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten

    Tangerang sebagai daerah dengan sumber daya alam yang produktif.

    Pesatnya perkembangan Kota Tangerang, didukung pula dari

    tersedianya sistem jaringan transportasi terpadu dengan wilayah

    Jabodetabek, serta aksesibilitas dan konektivitas berskala nasional

    dan internasional yang baik sebagaimana tercermin dari keberadaan

    Bandara International Soekarno-Hatta, Pelabuhan International

    Tanjung Priok, serta Pelabuhan Bojonegara sebagai gerbang maupun

    outlet nasional. Kedudukan geostrategis Kota Tangerang tersebut

    telah mendorong bertumbuhkembangnya aktivitas industri,

    perdagangan dan jasa yang merupakan basis perekonomian Kota

    Tangerang saat ini.

    B. Kondisi Topografi

    Kondisi topografi Kota Tangerang berada pada ketinggian 10 - 30

    meter di atas permukaan laut (dpl), dengan bagian utara memiliki rata-

    rata ketinggian 10 meter dpl seperti Kecamatan Neglasari, Kecamatan

    Batuceper, dan Kecamatan Benda. Sedangkan bagian selatan

    memiliki ketinggian 30 meter dpl seperti Kecamatan Ciledug dan

    Kecamatan Larangan. Lihat Gambar 1.3.

  • Gambar 1.3.

    PETA KONTUR KOTA TANGERANG

  • Sebagian besar wilayah Kota Tangerang mempunyai tingkat

    kemiringan lahan antara 0-3% dan sebagian kecil wilayah pada bagian

    selatan kota memiliki kemiringan lahannya antara 3-8%, yang terdapat

    di Kelurahan Parung Serab, Kelurahan Paninggilan Selatan dan

    Kelurahan Cipadu Jaya. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian

    besar lahan di Kota Tangerang cukup landai. Hal ini juga sangat

    menguntungkan bagi pengembangan Kota Tangerang secara umum,

    terutama untuk pengembangan kegiatan perkotaan. Lihat Gambar 1.4.

    Dengan sebagian besar wilayah memiliki kemiringan lereng yang

    cukup datar, kendala pembagunan fisik di Kota Tangerang dapat

    dikurangi sehingga akan berdampak pada biaya pembangunan yang

    relatif lebih murah dibandingkan dengan kemiringan lereng di atas 8%.

    Ada beberapa cekungan-cekungan kecil yang berpotensi menimbulkan

    masalah banjir di beberapa tempat. Lihat Gambar 1.5.

    C. Jenis Tanah

    Jenis tanah yang terdapat di Kota Tangerang terdiri dari jenis aluvial,

    latosol dan padeolik yang tersebar di beberapa bagian wilayah.

    Gambaran mengenai kondisi jenis tanah di Kota Tangerang dapat

    dilihat pada Gambar 1.6.

    D. Geologi

    Kondisi Geologi di Kota Tangerang terdiri dari jenis aluvium, kipas

    aluvium dan tuff banten yang tersebar di beberapa bagian wilayah.

    Kondisi geologi dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.7.

    Tabel 1.1 STRUKTUR GEOLOGI DI KOTA TANGERANG

    Struktur Geologi Keterangan

    Aluvium Lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah

    Kipas Alluvium Tuf halus berlapis, tuf pasiran, berselingan dan tuf

    konglomerat

    Tuf Banten Tuf, tuf batu apung, batu pasir tufan

    Sumber : Peta geologi PLPG Bandung

  • Gambar 1.4.

    PETA LERENG KOTA TANGERANG

  • Gambar 1.5.

    PETA FISIOGRAFI PERMUKAAN KOTA TANGERANG

  • Gambar 1.6.

    PETA JENIS TANAH KOTA TANGERANG

  • Gambar 1.7.

    PETA STRUKTUR GEOLOGI KOTA TANGERANG

  • E. Hidrologi

    - Kondisi Air Permukaan

    Air permukaan di Kota Tangerang berupa sungai berfungsi untuk

    mengumpulkan air hujan ke daerah aliran sungai. Potensi air

    permukaan ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari oleh

    penduduk Kota Tangerang, seperti untuk minum, mandi maupun

    mencuci. Selain itu juga digunakan untuk kebutuhan air bagi

    industri. Oleh karena itu, untuk beberapa aliran sungai yang

    mempunyai cakupan daerah aliran sungai yang cukup luas perlu

    mendapat perhatian untuk dilakukan perlindungan, untuk

    mencegah terjadinya pencemaran air.

    Sungai-sungai besar yang melintasi Kota Tangerang, meliputi :

    1. Sungai Cisadane yang membelah Kota Tangerang menjadi 2

    (dua) bagian yaitu bagian timur aliran sungai dan bagian barat

    aliran sungai. Memiliki catchment area selaua 106.350 Ha.

    Dengan tinggo muka air banjir 100 tahunan berkisar antara 24,9

    (di bagian hulu) dan 12,1 (di bagian hilir) dan panjang 15 km,

    dengan lebar badan sungai 100 meter dan tinggi 5,25 meter.

    Debit airnya 88 m/detik. Di sepanjang DAS, sebagian besar

    merupakan areal terbangun (perumahan dan bangunan

    lainnya). Hal ini, menyebabkan terganggunya keseimbangan

    antara kecepatan aliran air yang masuk dengan kapasitas debit

    aliran sungai ini, sehingga terjadi peninggian muka air tahun ke

    tahun.

    2. Sungai Cirarab yang terletak pada batas sebelah barat dari

    Kecamatan Jatiuwung dengan Kecamatan Pasar Kemis

    (Kabupaten Tangerang). Adapun kondisi Daerah Aliran Sungai

    (DAS) Cirarab yang melintasi Kota Tangerang adalah sebagai

    berikut : Catchment area seluas 6.030 Ha, dengan panjang 7

    km dan lebar badan sungai 11 meter dan tinggi 3,5 meter serta

    debit air sebesar 24 m/detik.

  • 3. Sungai Angke terletak pada sebelah timur dari Kota Tangerang.

    Adapun kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Angke yang

    melintasi Kota Tangerang adalah sebagai berikut: catchment

    area seluas 7.430 Ha, dengan panjang 10 km, dan lebar badan

    sugai 12 meter serta tinggi 5,5, meter. Debit air sebesar 36

    m/detik.

    Peta DAS wilayah Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar 1.8.

    Berdasarkan perhitungan detail untuk debit pengaliran maksimum

    dan minimum pada beberapa sungai yang ada di Kota Tangerang,

    yang dilakukan oleh Dinas PU Pengairan Kota Tangerang

    menunjukan debit maksimum yang besar dimiliki oleh Sungai

    Cisadane (2.500 m/detik) dan kali Angke (105 m/detik).

    Umumnya sungai-sungai besar tersebut dimanfaatkan untuk

    saluran pembuangan. Selain itu, terdapat saluran air buatan yang

    ada di Kota Tangerang, meliputi Saluran Pembuangan Mookervart,

    Saluran Irigasi Induk Tanah Tinggi, Saluran Induk Cisadane Barat,

    Saluran Induk Cisadane Timur dan Saluran Induk Cisadane Utara.

    Saluran Induk dibangun sebagai saluran irigasi untuk persawahan,

    namun seiring perubahan fungsi lahan pertanian ke lahan non

    pertanian (kegiatan perkotaan), mengakibatkan saluran Induk

    dimanfaatkan juga sebagai saluran pembuangan.

    Selain itu, kondisi hidrologi di Kota Tangerang dapat dilihat

    berdasarkan karakteristik kemungkinan luah sumur (possibility of

    well yields), sebagai berikut :

    1. Luas sumur antara 2 - 25 liter/detik, yaitu akuifer dengan aliran

    melalui ruang antar butir setempat melalui rekahan, umumnya

    terdapat pada bantuan sedimen Kuarter, terdiri dari beberapa

    akuifer batu pasir, ketebalan berkisar antara 3 - 18 meter,

    keterusan 120 - 260 m/hari dengan kedalaman 150-250 meter

    di bawah tanah, kapasitas jenis 0,5 - 1,5 liter/detik/meter, muka

    air tanah statsi 3 - 21 meter di bawah muka tanah.

  • Gambar 1.8.

    PETA DAS KOTA TANGERANG

  • 2. Luas sumur kurang dari 5 liter/detik, merupakan akuifer dengan

    aliran melalui ruang antar butir, setempat melalui rekahan dan

    saluran pelarutan; terdiri dari beberapa akuifer bantuan sedimen

    Kuarter berupa batu pasir dan breksi, stempat batuan Tersier

    breksi, batu gamping koral dan batu gamping pasiran: ketebalan

    berkisar 3 - 20 meter, keterusan 7-100 m/hari dengan

    kedalaman sumur 60 - 250 meter, dibawah muka tanah,

    kapsitas jenis 0,1 - 0,4 liter/detik/meter, muka air tanah ststis 2 -

    45 meter di bawah tanah.

    3. Nir akuifer, yaitu daerah resapan air tanah langka atau tak

    berarti.

    - Kondisi Air Tanah

    Air tanah yang ada di Kota Tangerang, baik sistem pengaliran,

    jumlah, mutu, dan waktu pembetukannya sangat beragam

    tergantung dari faktor curah hujan, kondisi geologi, kemiringan

    lereng serta tutupan alahan pada masing-masing daerah. Sumber

    air yang berasal dari air tanah digunakan oleh masyarakat Kota

    Tangerang untuk keperluan sehari-hasi diperoleh melalui sumur

    bor dengan air tanah tertekan.

    F. Iklim

    Curah hujan di Kota Tangerang pada tahun 2009 adalah sebanyak

    1.804 mm dengan jumlah hari hujan 133 hari. Bulan Januari

    merupakan curah hujan paling banyak yaitu sebesar 355 mm selama

    20 hari, sedangkan curah hujan paling sedikit terjadi di bulan Agustus

    sebanyak 52 mm selama 5 hari. Lihat Gambar 1.9.

  • Gambar 1.9.

    PETA CURAH HUJAN KOTA TANGERANG

  • 1.3.2. Penggunaan Lahan

    Kota Tangerang memiliki luas wilayah sebesar 18.423,31 Ha, dari luasan

    tersebut 57,12% (10.523,39 Ha) adalah kawasan yang terbangun, artinya

    sebagian wilayah di Kota Tangerang sangat strategis untuk dapat

    dikonsolidasi ke dalam wilayah terbangun kota melalui perencanaan kota

    yang sesuai.

    Pola penggunaan lahan di Kota Tangerang dapat dikelompokkan ke

    dalam 2 (dua) kategori, yaitu kawasan lindung dan kawasan non lindung.

    A. Kawasan Lindung

    Berdasarkan data yang ada luas kawasan lindung di Kota Tangerang

    adalah seluas 278 Ha (1,5%). Sebagian besar kawasan lindung ini

    diantaranya meliputi kawasan Situ Cipondoh dan kawasan sempadan

    sungai dan sungai Cisadane.

    B. Kawasan Non-Lindung : Terbangun dan Non-Terbangun

    Wilayah Kota Tangerang memiliki luas sekitar 18.423,31 Ha yang

    terbagi menjadi 12.813 Ha (69,55%) kawasan yang sudah terbangun

    dan 5.609,89 Ha (30,45%) kawasan belum terbangun.

    Keberadaan lahan yang belum terbangun serta potensi yang dimiliki

    oleh Kota Tangerang memberi peluang kepada pihak investor, baik

    industri, perumahan abaru maupun perdagangan dan jasa untuk

    menanamkan modalnya di Kota Tangerang.

    Berkaitan dengan Zoning di Kota Tangerang, pusat kota ditetapkan di

    Kecamatan Tangerang. Kawasan pengembangan terbatas berada

    dibagian utara yaitu di Kecamatan Benda dan Kecamatan batceper

    yang masih mengikuti RTRW sebelumnya. Kecamatan Batuceper

    masih diarahkan untuk kegiatan pergudangan, industri dan perumahan

    susun. Kecamatan Benda yang wilayahnya meliputi sebagian Bandara

    International Soekarno Hatta diarahkan sebagai ruang terbuka hijau

    dan buffer (kawasan penyangga/kawasan pengaman) bandara, yang

    masih konsisten dengan RTRW sebelumnya. Sedangkan, Kecamatan

    Ciledug tetap diarahkan untuk kegiatan perumahan tapi dengan

  • penegasan yang lebih jelas antara perumahan skala menengah dan

    kecil. Kecamatan Jatiuwung di bagian barat dari Kota Tangerang

    diarahkan untuk kegiatan industri dengan pengembangan terbatas,

    serta permukiman penunjang industri. Kawasan tersebut tidak

    diarahkan untuk penambahan industri baru tetapi hanya untuk

    perluasan kegiatan yang sudah ada saja.

    Kondisi penggunaan lahan saat ini di Kota Tangerang dapat dibedakan

    menjadi dua yaitu lahan terbangun dan lahan belum terbangun (lahan

    lindung no-budidaya dan lahan budidaya).

    Tabel 1.2

    LUAS PENGGUNAAN LAHAN DI KOTA TANGERANG TAHUN 2009

    Kecamatan

    Penggunaan Lahan Luas

    Wilayah

    Sawah Pekarangan/ Tanah untuk Bangunan

    Tegalan/ Kebun/ Ladang/ Huma

    Rawa-rawa

    Kolam/ Empang

    Sementara Tidak

    diusahakan

    Lainnya

    Ciledug 25 823,66 23,60 4,60 876,86

    Larangan 905,83 7,20 26,70 939,73

    Kr. Tengah 14 846,78 91,30 11,80 83,50 1.047,38

    Cipondoh 369 1.318,20 50,00 11,80 29,80 12,20 1.791,00

    Pinang 495 1.323,83 88,96 126,18 14,04 111,00 2.159,01

    Tangerang 23 1.305,03 81,00 13,17 22,00 134,33 1.578,53

    Karawaci 34 1.204,11 49,71 29,29 8,47 21,93 1.347,51

    Cibodas 758,10 4,80 4,80 135,90 57,50 961,10

    Jatiwung 1.375,69 12,80 13,80 13,50 24,80 1.140,59

    Periuk 93 772,70 15,90 9,60 11,40 51,70 954,30

    Neglasari 316 903,00 172,00 38,20 26,40 152,09 1.607,69

    Batuceper 33 938,50 53,30 17,50 25,00 91,00 1.158,30

    Benda 225 193,44 91,00 26,70 55,80 1.969,37 2.561,31

    Jumlah 1.627 12.668,87 710,77 126,18 221,50 332,87 2.736,12 *18.423,31

    * : Luas Kota Tangerang termasuk dengan luas Bandara Soekarno Hatta

    Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka, 2009, BPS

    Kondisi penggunaan lahan eksisting di Kota Tangerang dapat di lihat

    pada Gambar 1.10

  • Gambar 1.10.

    PETA PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING KOTA TANGERANG

  • 1.3.3. Perekonomian

    Perekonomian Kota Tangerang masih didominasi oleh kegiatan

    perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan lokal/kota (radius 5-6

    meter) dan merupakan limpahan (overspill) dari kegiatan ekonomi Jakarta.

    Kegiatan industri yang merupakan kegiatan ekonomi Kota Tangerang

    yang dominan selama 2000 - 2008 memiliki kondisi yang stabil, namun

    cenderung mengalami penurunan terutama pada jenis industri skala

    besar. Penyusutan kawasan industri di Kota Tangerang yaitu pada

    Kecamatan Batuceper. Sedangkan kawasan industri di Jatiuwung lebih

    banyak didominasi oleh kegiatan industri pesanan dari perusahaan

    multinasional yang cenderung tidak memiliki pijakan yang kuat dan mudah

    berpindah tempat (footloose industry).

    Selain kegiatan ekonomi di bidang industri, saat ini Kota Tangerang

    memiliki potensi untuk pengembangan perumahan, dapat dilihat dari

    banyaknya proyek properti skala besar sudah mulaiu diimplementasikan,

    namun pada kenyataannya masih belum bisa memimpin pasar dan masih

    berada di bawah tekanan competitor produk sejenis seperti di Serpong

    dan Lippo Karawaci.

    Tabel 1.3

    ANALISA PERTUMBUHAN SEKTOR EKONOMI DI KOTA TANGERANG TAHUN 2000 S.D. 2008

    No Kegiatan Tahun

    2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

    1 Pertanian 0.23% 0.21% 0.20% 0.19% 0.18% 0.17% 0.16% 0.16% 0.15%

    2 Industri Pengelolaan

    58.45% 58.72% 58.88% 57.89% 57.51% 55.99% 56.22% 55.38% 54.57%

    3 Listrik, Gas dan Air Minum

    1.40% 2.71% 2.81% 2.70% 2.73% 2.70% 3.15% 2.99% 3.07%

    4 Bangunan/konstruksi

    1.78% 1.69% 1.64% 1.58% 1.56% 1.63% 1.53% 1.52% 1.51%

    5 Perdagangan, hotel & restoran

    25.50% 24.77% 24.52% 24.19% 23.71% 24.08% 23.40% 23.25% 23.02%

    6 Pengangkutan & komunikasi

    9.71% 9.79% 9.74% 9.65% 9.68% 10.57% 10.25% 10.43% 10.67%

    7 Bank & Lembaga Keuangan Lainnya

    0.85% 0.13% 0.25% 1.91% 2.73% 2.91% 3.44% 4.43% 5.18%

    8 Jasa-jasa 2.09% 1.99% 1.95% 1.90% 1.89% 1.94% 1.86% 1.85% 1.84%

  • 1.3.4. Kependudukan

    A. Perkembangan Penduduk

    Jumlah penduduk Kota Tangerang terus meningkat dari tahun ke

    tahun. Jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Karawaci

    karena memang diperuntukkan bagi kawasan perumahan, sedangkan

    jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Benda, hal ini

    disebabkan karena sebagian wilayah dari kecamatan Benda berfungsi

    untuk kawasan bandara.

    Tabel 1.4

    JUMLAH PENDUDUK KOTA TANGERANG

    Kecamatan 2001 2002 2003 2004 2004

    Ciledug 94,768 99,010 100,721 102,240 104,583

    Larangan 120,801 126,039 127,033 128,946 137,120

    Karang Tengah 84,786 88,208 96,129 97,577 100,724

    Cipondoh 127,102 133,921 144,367 146,540 153,289

    Pinang 107,471 111,451 116,031 117,779 121,110

    Tangerang 113,595 117,961 120,584 122,403 125,133

    Karawaci 150,574 155,959 161,371 163,799 168,052

    Cibodas 120,317 16,328 129,217 131,162 134,650

    Jatiuwung 119,150 126,237 123,045 124,900 126,680

    Periuk 101,736 107,818 111,510 113,188 117,005

    Neglasari 82,024 85,775 90,162 91,521 94,657

    Batuceper 72,275 75,308 80,087 81,293 84,324

    Benda 59,627 62,828 66,320 67,318 69,917

    Kota Tangerang 1,354,226 1,306,842 1,466,577 1,488,666 1,537,244

    Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka 2001-2005, BPS

    Laju pertumbuhan penduduk di Kota Tangerang paling tinggi pada

    tahun 2001-2002 yaitu sebesar 4,15 % dengan Kecamatan Neglasari

    sebesar 12,37 %. Sedangkan pada tahun 2002 -2003, laju

    pertumbuhan penduduk Kota Tangerang masih cukup tinggi yaitu

    sebesar 3,98 %. Hal ini disebabkan bukan hanya oleh pertumbunhan

    alami, tetapi juga karena daya tarik Kota Tangerang yang merupakan

  • wilayah hunian yang menarik bagi wilayah - wilayah yang ada di

    sekitar Tangerang terutama DKI Jakarta. Selain itu Kota Tangerang

    juga memiliki potensi ekonomi dalam sector indutri perdagangan dan

    jasa.

    Tabel 1.5

    LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK

    Kecamatan 2001-2002

    (%) 2002-2003

    (%) 2003-2004

    (%) 2004-2005

    (%)

    Ciledug 4,48 1,73 1,51 2,24

    Larangan 4,34 0,79 1,51 5,96

    Karang Tengah 4,04 8,98 1,51 3,12

    Cipondoh 5,36 7,80 1,51 4,40

    Pinang 3,70 4,11 1,51 2,75

    Tangerang 3,84 2,22 1,51 2,18

    Karawaci 3,58 3,47 1,50 2,53

    Cibodas 5,00 2,29 1,51 2,59

    Jatiuwung 5,95 -2,53 1,51 1,40

    Periuk 5,98 3,42 1,50 3,26

    Neglasari 18,68 5,11 1,51 3,31

    Batuceper -8,19 6,35 1,51 3,59

    Benda 5,37 5,56 1,50 3,72

    Kota Tangerang 4,62 3,51 1,51 3,16 Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka 2001-2005, BPS

    Kepadatan penduduk Kota Tangerang sebesar 75-80 jiwa/Ha dan

    dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk Kota Tangerang semakin

    meningkat tiap tahunnya.

    Dalam kurun waktu 2001-2005, Kecamatan Larangan dan Kecamatan

    Cibodas merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi

    di Kota Tangerang.

    Kepadatan penduduk di wilayah Kota Tangerang dapat dilihat pada

    Tabel 1.6. dan Gambar 1.11. berikut ini

  • Gambar 1.11.

    PETA KEPADATAN PENDUDUK KOTA TANGERANG

  • Tabel 1.6 KEPADATAN PENDUDUK KOTA TANGERANG

    Kecamatan Kepadatan Penduduk (jiwa per Ha)

    2001 2002 2003 2004 2005

    Ciledug 108 113 115 117 119

    Larangan 129 134 135 137 146

    Karang Tengah 81 84 92 93 96

    Cipondoh 71 75 81 82 86

    Pinang 50 52 54 55 56

    Tangerang 72 7 76 78 76

    Karawaci 112 116 120 122 125

    Cibodas 125 131 134 136 140

    Jatiuwung 83 88 85 87 88

    Periuk 107 113 117 119 123

    Neglasari 45 53 56 57 59

    Batuceper 71 65 69 70 73

    Benda 110 111 112 114 118

    Kota Tangerang 74 77 80 81 93

    Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka 2001-2005, BPS

    B. Komposisi Penduduk

    Komposisi penduduk merupakan gambaran yang dibagi dalam

    kelompok kelompok tertentu yang memiliki karakteristik yang sama,

    seperti berdasarkan umur.

    Tabel 1.7

    JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN KELOMPOK UMUR

    Kelompok Umur

    Jumlah Penduduk (jiwa)

    0 4 139,004 5 9 124,363

    10 -- 14 132,951

    15 19 121,944 20 24 138,490 25 29 183,641 30 34 187,111 35 39 149,519 40 44 109,545 45 49 86,324 50 54 58,472 55 59 37,466 60 64 22,996 65 69 18,156 70 74 11,042

    75 + 16,220

    Total 1,537,244

    Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka, 2005

  • Berdasarkan tabel di atas, kelompok umur 25-29 tahun merupakan

    kelompok umur dengan jumlah terbesar di Kota Tangerang. Kelompok

    umur 70 - 74 tahun merupakan kelompok umur dengan jumlah terkecil

    di Kota Tangerang.

    Berdasarkan tabel di atas, kelompok umur terbanyak adalah kelompok

    umur 15-64 tahaun yang merupakan usia produktif, yaitu sebesar

    71,26 % (=1.095.508 jiwa). Salah satu penyebab hal ini karena

    sebagian besar penduduk yang berimigrasi ke Kota Tangerang yang

    adalah penduduk dengan usia produktif.

    C. Ketenagakerjaan

    Aspek ketenagakerjaan sangat berkaitan dengan kependudukan

    dalam pembangunan ekonomi daerah dan dapat diketahui jumlah

    penduduk miskinnya. Berdasarkan tabel di bawah ini dapat dilihat

    bahwa penyerapan tenaga kerja terbanyak berada pada sektor

    industri, mengingat basis ekonomi Kota Tangerang adalah sektor

    industri, kemudian diikuti oleh sektor jasa dan sektor perdagangan,

    hotel & restoran.

    Tabel 1.8

    PORSI TENAGA KERJA DI TIAP SEKTOR EKONOMI 2000-2004

    Tahun Pertanian Industri Perdagangan, Hotel & Restoran

    Angkutan & Komunikasi

    Lainnya

    2000 2,02 32,75 24,71 10,41 10,58

    2001 2,75 33,96 16,14 3,62 15,43

    2002 2,75 33,96 16,14 3,62 15,43

    2003 2,78 33,63 16,20 3,65 15,50

    2004 2,78 33,63 16,20 3,65 15,50

    Sumber : BPS, dalam Rencana Induk Pembangunan Ekonomi (RIPE, 2006)

    1.4. POTENSI DAN PERMASALAHAN KOTA TANGERANG

    1.4.1. Perumahan dan permukiman

    Beberapa permasalahan yang terkait dengan perumahan dan

    permukiman di Kota Tangerang berupa:

    a. Belum memadainya penyediaan perumahan bagi pekerja industri. Hal

    ini dapat dilihat bahwa tingkat kepadatan permukiman yang sangat

  • tinggi dengan kondisi sanitasi lingkungan yang cukup buruk dan

    terbatasnya ketersediaan air bersih.

    b. Minat investasi yang kurang tepat lokasinya seperti di lokasi industri,

    kawasan sekitar bandara (kawasan bahaya kecelakaan dan kawasan

    kebisingan), serta di lokasi banjir.

    c. Adanya kebijakan pemerintah pusat tentang pembangunan rumah

    susun milik di lokasi bantaran sungai, yang seharusnya merupakan

    kawasan lindung.

    d. Menurunnya kualitas permukiman di Perumnas (I-IV). Hal ini dapat

    dilihat dari tingginya kepadatan penduduk yang tidak sesuai dengan

    rencana perkembangan jumlah penduduk pada saat merancang

    kawasan tersebut, dan ini menyebabkan infrastruktur yang disediakan

    sudah tidak lagi dapat melayani kebutuhan warga (seperti saluran

    drainase, pengelolaan air limbah dengan sistem perpipaan, supply air

    bersih, sampah, dan kemacetan di jalan raya).

    e. Banyaknya lokasi perumahan di sekitar DAS Kali Sabi, DAS Cirarab,

    Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Cantiga yang terkena banjir.

    Dari beberapa permasalahan mengenai perumahan dan permukiman di

    Kota Tangerang, terdapat potensi yang menarik di sini, yaitu:

    a. Model Rumah Susun Sewa yang dibangun di Kelurahan Manis, dinilai

    cukup berhasil sebagai tempat tinggal bagi pekerja industri.

    b. Adanya minat investasi dari pengembang perumahan sederhana sehat

    pada kawasan yang tidak terlalu besar dan juga di kawasan Kavling

    DPR Pinang Cipondoh.

    c. Adanya alokasi dana APBD, dana pusat dan BLN untuk program

    perbaikan kampong (kumuh).

    d. Potensi untuk revitalisasi kawasan perumahan Perumnas (I-IV).

    e. Mengembalikan kawasan di sekitas DAS Kali Sabi, Kali Cirarab, Kali

    Angke, Kali Pesanggrahan, dan Kali Cantiga sebagai areal resapan

    air.

  • 1.4.2. Ruang/Spasial

    Permasalahan yang ada di Kota Tangerang secara umum adalah:

    Banjir di Kota Tangerang yang disebabkan oleh sumber-sumber banjir

    seperti Sungai Cisadane, Cirarab, Sabi dan Angke, serta beberapa

    situ, yakni Situ Cipondoh, Situ Bulakan dan Situ Cangkring. Kondisi

    rawan banjir di Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar 1.12.

    Gangguan lalu lintas yang ditimbulkan akibat tumbuhnya sektor

    perdagangan dan jasa yang tidak terkendali, dan hal ini juga

    menyebabkan penurunan fungsi jalan.

    Tidak tersedianya ruang bagi ruang terbuka hijau.

    Kawasan industri yang terus mengalami penurunan kualitas terutama

    di Kecamatan Jatiuwung.

    Banyaknya lahan kosong yang sudah dikuasi oleh pengembang.

    Potensi yang bisa dilihat dilihat dari aspek keruangan di Kota Tangerang

    adalah:

    Pengembangan wilayah pusat yang baru.

    Investasi bagi pemilik modal untuk pengembangan perumahan sehat

    sederhana.

    Penyediaan bagi ruang terbuka hjau, bukan saja sebagai areal

    resapan air, tapi juga merupakan paru-paru kota bagi Kota Tangerang.

    1.4.3. Ekonomi

    Permasalahan pada bidang ekonomi dalam pengembangan Kota

    Tangerang adalah:

    Penurunan kawasan industri di beberapa tempat di Kota Tangerang.

    Padahal sektor industri adalah basic ekonomi di Kota Tangerang.

    Pertumbuhan perdagangan dan jasa dengan pola memita (ribbon

    development).

    Makin maraknya usaha rumah kontrakan yang tidak dilengkapi dengan

    standar kualitas sanitasi sehingga cenderung menjadi kawasan yang

    tidak tertata dan kumuh.

  • Gambar 1.12.

    PETA RAWAN BANJIR

  • Penilaian terhadap potensi ekonomi yang dimiliki oleh Kota Tangerang

    dalam bidang ekonomi adalah pengembangan pada sektor-sektor:

    Industri.

    Perdagangan dan jasa.

    Keuangan dan perbankan.

    Perumahan (potensi minat investasi oleh pengembangan perumahan).

    Pertumbuhan keempat sektor kegiatan tersebut semakin pesat dengan

    adanya ruas jalan tol Jakarta Tangerang Merak dan gerbang

    perhubungan udara Indonesia Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

    Keempat sektor kegiatan tersebut menjadi sumber mata pencaharian

    utama bagi sebagian besar penduduk Kota Tangerang.

    1.4.4. Transportasi

    Permasalahan dalam bidang transportasi di Kota Tangerang adalah

    sebagai berikut:

    Kemacetan lalu lintas di beberapa titik di Kota Tangerang.

    Tidak tersedianya jalur untuk lalu lintas angkutan barang.

    Banyak terdapat terminal bayangan di beberapa lokasi yang

    menimbulkan gangguan lalu lintas.

    Tidak adanya bus lokal dalam kota.

    Penurunan kelas jalan di sepanjang Jl. Daan Mogot Jl. Merdeka Jl.

    Gatot Subroto.

    Hierarki jalan yang belum jelas di Kota Tangerang.

    Potensi dalam pengembangan transportasi di Kota Tangerang adalah:

    Pengembangan angkutan terpadu dalam kota.

    Penyediaan terminal bagi beberapa lokasi pusat kegiatan.

    Pengembangan jalan STA 11 dan JORR II sebagai kemudahan akses

    bagi penduduk Kota Tangerang.

    1.4.5. Infrastruktur

    Permasalahan mengenai infrastruktur di Kota Tangerang adalah:

    Saluran drainase yang menyebabkan banjir.

    Penanganan masalah sampah, seperti lokasi TPA di Kota Tangerang.

  • Kurangnya sumber air bersih untuk kebutuhan penduduk dan industri.

    Potensi dalam pengembangan infrastruktur di Kota Tangerang adalah:

    Potensi investasi dari hasil kerjasama investor dengan PDAM dalam

    penyediaan kebutuhan air bersih di Kota Tangerang.

    Potensi dalam penyediaan daerah penampungan air sementara.

    Pengembangan teknologi komunikasi di era globalisasi.

    1.5. KONSEP RENCANA

    1.5.1. Pengembangan Berdasarkan Kondisi Eksisting (market share)

    A. Kesempatan Pengembangan Tingkat Lokal dan Kota

    Yang dimaksud dengan kesempatan pengembangan pada tingkat

    lokal dan kota adalah kesempatan tertentu yang berasal dari pasar

    yang ada pada tingkat lokal (dengan catchment area sekitar 5-6km)

    dan/atau dari pasar pada tingkat kota Tangerang.

    Pada prinsipnya data suplay dan demand yang ada selama 5 (tiga)

    tahun terakhir akan dijadikan sebagai dasar untuk proyeksi market

    share untuk 3-5 tahun ke depan. Penentuan market share masih akan

    memperhitungkan bukan saja berdasarkan kondisi pasar saat ini,

    tetapi juga informasi mengenai proyek-proyek baru yang akan

    dilakukan oleh para pesaing selama kurun waktu tersebut.

    B. Kesempatan Pengembangan Tingkat Nasional

    Overspill dari Jakarta: Conference Center.

  • Komplementer dengan Bandara Internasional Soekarno Hatta:

    Hotel berbintang.

    Universitas Propinsi Banten/Kota Tangerang.

    C. Kesempatan Pengembangan Tingkat Global

    Tourist Facilities

    Sebuah sentra kegiatan kultural dan perdagangan dari produk-

    produk manufaktur dan kerajinan yang diminati oleh turis asing

    maupun lokal dari luar daerah. Mereka yang sedang melakukan

    transit di Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan mempunyai

    waktu sekitar 3-5 jam bisa mengunjungi sentra ini. Atraksi utama

    sentra semacam ini adalah pertunjukan kultural seperti musik,

    tarian yang dapat dinikmati sambil memakan makanan yang khas

    dari daerah yang sama. Selain gerai-gerai yang menjual souvenir

    bisa juga ditawarkan berbagai jasa rekreatif, seperti pijat

    refleksi/tradisional, dst.

    Promotion and Design Center for Handicraft and Small Industry

    1.5.2. Pengembangan Berdasarkan Konsep Place Making (menciptakan pasar baru) A. Proyek Pemacu Awal: Univesitas, Tourism Facilities

    Kota Tangerang dikenal sebagai tempat beberapa penjara. Mengubah

    location image yang telah melekat pada lokasi sehingga nantinya

    mampu menarik investor properti untuk mengembangkan produk-

    produk berkelas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.

    Persyaratan pertama tentu saja memindahkan penjara tersebut dan

    setelah itu, kedua adalah mengembangkan sejumlah aktifitas yang

    mampu merubah citra lokasi tersebut dimata para investor.

    Aktifitas yang perlu dikembangkan sebagai Pemacu Awal sangat

    tergantung dari kegiatan apa yang diharapkan akan berkembang.

    Pemkot Tangerang mengarahkan kegiatan di lokasi pengembangan

    tersebut harus merupakan kegiatan yang terintegrasi dalam fungsi-

    fungsi ekonomi yang bersifat global (Walikota: Tangerang lebih dekat

    ke Singapura dari Jakarta), maka kegiatan awal yang diperlukan

  • untuk memacu proses pengembangan di lokasi tersebut harus sesuai

    dengan visi yang bersifat global tersebut.

    B. Special Zoning: IT Center, Techno Park

    C. Special Urban Services: sentra bisnis otomotif, furniture

    1.6. SISTEMATIKA LAPORAN

    Bab 1 Pendahuluan

    Bab ini membahas tentang dasar hukum, tinjauan kebijakan, profil

    wilayah, potensi dan permasalahan, konsep rencana dan terakhir

    sistematika pelaporan.

    Bab 2 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kota

    Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tujuan penataan ruang wilayah

    Kota Tangerang, kebijakan pemanfaatan ruang wilayah dan strategi

    penataan ruang wilayah dimana arahan tersebut akan turut

    mempengaruhi konsepsi pengembangan tata ruang yang direncanakan di

    masa mendatang.

    Bab 3 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Tangerang

    Dalam bab ini akan diuraikan mengenai rencana struktur tata ruang yang

    dilihat dari rencana pengembangan sistem perkotaan/kegiatan dan

    rencana pengembangan sistem prasarana wilayah.

    Bab 4 Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Tangerang

    Dalam bab ini akan diuraikan mengenai rencana pola pemanfaatan ruang

    yang terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya.

    Bab 5 Penetapan Kawasan Strategis Kota Tangerang

    Dalam bab ini akan diuraikan mengenai penetapan kawasan strategis

    kota, yang terdiri dari kawasan strategis dari sudut kepentingan

    pertumbuhan ekonomi, sosial budaya, dan daya dukung lingkungan hidup.

  • Bab 6 Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Tangerang

    Pada bab ini berisi tentang implementasi pemanfaatan ruang wilayah

    kota, prioritas tahapan pembangunan, indikasi program.

    Bab 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota

    Tangerang

    Pada bab ini berisi tentang ketentuan peraturan zonasi, ketentuan

    perijinan, insentif dan disinsentif dan arahan sanksi.