Upload
fahmi-n-s
View
11
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PENDAHULUAN
Citation preview
1.1. DASAR HUKUM
Dasar hukum yang menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang meliputi :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1993 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3518);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4010);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4833);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata
Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara
Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5160);
11. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang
Kawasan Jabodetabekpunjur (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor
54).
1.2. TINJAUAN KEBIJAKAN
1.2.1. RTRW NASIONAL
Sehubungan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka arahan penataan
ruang dari RTRW Nasional yang berkaitan dengan RTRW Kota
Tangerang adalah sebagai berikut:
a. Wilayah Kota Tangerang masuk ke dalam Kawasan perkotaan
Jabodetabek yang ditetapkan sebagai PKN (Pusat Kegiatan Nasional)
di dalam sistem perkotaan nasional.
b. Jaringan jalan nasional yang masuk di dalam wilayah Kota Tangerang,
meliputi:
- Jalan Arteri Primer yang terdiri dari Jl. Daan Mogot (Batas Provinsi
DKI Jakarta Kota Tangerang), Jl. Raya Serang (Kota Tangerang
Batas Kabupaten Tangerang) dimana Jl. Raya Serang di dalam
wilayah Kota Tangerang menjadi dua ruas jalan yaitu Jl. Merdeka
dan Jl. Gatot Subroto.
- Jalan Bebas Hambatan (Jalan Tol) terdiri dari Jalan Tol Jakarta
Tangerang, Jalan Tol Prof. Dr. Sedyatmo, dan Jakarta Outer Ring
Road II (JORR II) ruas Teluk Naga Batuceper dan Cengkareng
Batuceper Kunciran Serpong.
- Jaringan jalur kereta api perkotaan untuk menghubungkan
kawasan perkotaan dengan bandar udara pusat penyebaran primer
dan mendukung aksesibilitas di kawasan perkotaan.
c. Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta yang kawasannya
masuk di dalam wilayah Kota Tangerang ditetapkan sebagai bandar
udara pusat penyebaran skala pelayanan primer yang merupakan
bagian dari prasarana penunjang fungsi pelayanan PKN.
d. Sungai Cisadane yang sebagian wilayahnya masuk di dalam Kota
Tangerang yang merupakan bagian dari Wilayah Sungai Cidanau
Ciujung Cidurian Cisadane Ciliwung Citarum adalah wilayah
sungai lintas provinsi.
e. Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur ditetapkan sebagai Kawasan
Strategis Nasional.
1.2.2. TATA RUANG JABODETABEKPUNJUR
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan
Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak
Cianjur (Jabodetabekjur) ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional,
maka arahan penataan ruang dari Penataan Ruang Kawasan
Jabodetabekpunjur yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Tangerang adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan sistem pusat permukiman di Kawasan Jabodetabekjur
untuk mendorong pengembangan Pusat Kegiatan Nasional Kawasan
Perkotaan Jakarta, dengan kota inti adalah Jakarta dan kota satelit
adalah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan kota lainnya;
2. Pengembangan Jalan Lingkar Luar Jakarta Kedua (Jakarta Outer Ring
Road 2) dan jalan radialnya sebagai pembentuk struktur ruang
Jabodetabekpunjur;
3. Penataan angkutan masal jalan rel dengan angkutan jalan;
4. Peningkatan pemanfaatan jaringan jalur kereta api pada ruas-ruas
tertentu sebagai prasarana pergerakan komuter dari wilayah Bogor,
Tangerang, Bekasi, dan Depok ke Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan
sebaliknya;
5. Pengembangan jalan yang menghubungkan antarwilayah dan
antarpusat permukiman, industri, pertanian, perdagangan, jasa dan
simpul-simpul transportasi serta pengembangan jalan penghubung
antara jalan selain jalan tol dengan jalan tol;
6. Pengembangan sistem jaringan transportasi masal yang
menghubungkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan pusat-pusat
kegiatan di sekitarnya;
7. Pengembangan sistem transportasi masal cepat yang terintegrasi
dengan bus yang diprioritaskan, perkeretaapian monorel, dan moda
transportasi lainnya;
8. Arahan drainase dan pengendalian banjir di Kawasan
Jabodetabekpunjur dilakukan melalui upaya antara lain:
a. penataan kawasan sempadan sungai dan anak-anak sungainya;
b. normalisasi sungai-sungai dan anak-anak sungainya;
c. pelestarian situ-situ serta daerah retensi air;
d. pembangunan prasarana dan pengendali banjir; dan
e. pembangunan prasarana drainase.
9. Kawasan lindung prioritas pada Kawasan Jabodetabekpunjur antara
lain meliputi:
a. situ;
b. rawa;dan
c. kawasan resapan air dan/atau retensi air.
10. Proporsi ruang terbuka hijau publik kota/perkotaan di Kawasan
Jabodetabekpunjur paling rendah 20% (dua puluh persen) dari luas
wilayah masing-masing kota/perkotaan.
11. Pemanfaatan ruang di Wilayah Kota Tangerang masuk ke dalam Zona
B1 dan Zona B2, yang arahan pemanfaatan ruangnya adalah:
- Zona B1 diarahkan untuk perumahan hunian padat, perdagangan
dan jasa, serta industri ringan nonpolutan dan berorientasi pasar,
dan difungsikan sebagai pusat pengembangan kegiatan ekonomi
unggulan.
- Zona B2 diarahkan untuk perumahan hunian sedang, perdagangan
dan jasa, industri padat tenaga kerja, dan diupayakan berfungsi
sebagai kawasan resapan air.
- Di Zona B1 dan B2 dilarang membangun industri yang mencemari
lingkungan dan banyak menggunakan air tanah.
12. Dalam perencanaan kawasan budi daya ditetapkan kawasan budi
daya prioritas dengan kriteria sebagai berikut:
a. memiliki aksesibilitas tinggi yang didukung oleh prasarana
transportasi yang memadai;
b. memiliki potensi strategis yang memberikan keuntungan dalam
pengembangan sosial dan ekonomi;
c. berdampak luas terhadap pengembangan regional, nasional, dan
internasional; dan
d. memiliki peluang investasi yang menghasilkan nilai tinggi.
Kawasan budi daya prioritas di Wilayah Kota Tangerang meliputi
kawasan pusat kegiatan ekonomi yang mencakup pusat kegiatan
perdagangan dan pusat kegiatan industri serta kawasan sekitar bandar
udara.
1.2.3. RTRW PROVINSI BANTEN
Arahan penataan ruang dari Penataan Ruang RTRW Provinsi Banten
yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang
adalah sebagai berikut:
1. Kawasan Perkotaan Tangerang sebagai Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun
2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, selain itu
sesuai ketentuan dalam PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Nasional adalah
kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
2. Perkotaan Tangerang masuk ke dalam Perkotaan Metropolitan
sebagai bagian dari Metropolitan Jabodetabekpunjur.
3. Kota Tangerang masuk ke dalam Wilayah Kerja Pembangunan I (WKP
I) yang diarahkan untuk pengembangan kegiatan industri, jasa,
perdagangan, pertanian, dan permukiman/perumahan;
4. Jaringan jalan nasional terdiri dari jalan arteri dan jalan kolektor dalam
sistem jaringan jalan primer yang masuk di dalam wilayah Kota
Tangerang, meliputi:
a. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan arteri primer
Merak Cilegon Serang Tangerang Batas DKI Jakarta yang
meliputi ruas Jl. Raya Serang (Tangerang) dan Jl. Daan Mogot
(Tangerang - Bts.DKI).
b. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan jalan kolektor primer
di Provinsi Banten meliputi Tangerang Bandara Soekarno-Hatta.
c. Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan (jalan tol) dalam
kota di Provinsi Banten meliputi Jakarta Tangerang, JORR II
(Jakarta Outer Ring Road II) : Kamal Teluk Naga Batu Ceper,
Cengkareng Batu Ceper Kunciran, Kunciran Serpong.
d. Pengembangan jaringan jalan bebas hambatan (jalan tol) antarkota
di Provinsi Banten meliputi Tangerang Merak, Serpong
Kunciran Bandara Soekarno Hatta Teluk Naga.
5. Jaringan jalan propinsi berfungsi sebagai jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer, yang masuk di dalam wilayah Kota Tangerang,
meliputi:
a. Ciputat Ciledug terdiri dari ruas Jl. Raden Fattah dan Jl. Raya
Jombang (Ciledug);
b. Tangerang Serpong - Bts.Bogor terdiri dari ruas Jl. Jenderal
Sudirman dan Jl. MH. Thamrin;
c. Jl. KH. Hasyim Ashari;
d. Jl. HOS. Cokroaminoto; dan
e. Karawaci Legok ruas Jl. Imam Bonjol.
6. Pengembangan terminal meliputi terminal tipe A dan B, yaitu :
a. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan terminal
penumpang Tipe A meliputi Terminal Bandara Soekarno Hatta dan
Poris Plawad; dan
b. Pengembangan terminal penumpang Tipe B untuk melayani
angkutan antar kota dalam provinsi dan angkutan kota meliputi
Terminal Ciledug, Cimone, Cadas, dan Jatiuwung.
7. Pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian meliputi :
a. Mengembangkan jaringan prasarana KA yang menghubungkan
kawasan-kawasan industri, simpul-simpul transportasi utama
antara lain pembangunan jaringan prasarana baru pada lintas
Serpong Tangerang Bandara Soekarno Hatta;
b. Meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan prasarana KA yang
padat melayani transportasi perkotaan antara lain pada lintas
Tangerang Duri;
c. Mengembangkan pelayanan angkutan KA bisnis dan eksekutif
yang melayani angkutan perkotaan terutama pada lintas
Tangerang Duri;
d. Pengembangan jalur kereta api (double track) Jakarta - Kota
Tangerang;
e. Meningkatkan pelayanan sarana dan prasarana Stasiun Pasar
Anyar (Kota Tangerang); dan
f. Mengembangkan Stasiun Kereta Api Terpadu pada Kawasan
Bandara Soekarno - Hatta.
8. Arahan pengembangan bandar udara meliputi:
a. Mengembangkan pelayanan sarana, prasarana dan sistem
pengoperasian Bandar Udara Soekarno Hatta sesuai dengan
fungsinya sebagai bandara pusat penyebaran primer yang secara
langsung melayani pergerakan orang dan barang dalam negeri dan
ke luar negeri; dan
b. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian kegiatan
pembangunan pada Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
(KKOP).
c. Untuk mendukung kelancaran pergerakan orang dan barang dari
dan ke Provinsi Banten dengan menggunakan Bandar Udara
Soekarno-Hatta, maka yang diperlukan adalah rencana
pembangunan jalan bebas hambatan untuk meningkatkan
aksesibilitas ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.
9. Arahan pengembangan angkutan masal cepat di wilayah perkotaan
meliputi pengembangan angkutan masal cepat di wilayah
Jabodetabekpunjur dalam sistem transportasi yang saling terkait
dengan sistem transportasi Provinsi DKI Jakarta
10. Adapun arahan pengembangan sumberdaya air dikembangkan pada
lokasi :
a. Bendungan Pasar Baru untuk pengendalian banjir.
b. Bendung Cisadane pintu sepuluh untuk pengendalian banjir.
11. Sungai Cisadane yang sebagian wilayahnya masuk di dalam Kota
Tangerang yang merupakan bagian dari Wilayah Sungai Cidanau
Ciujung Cidurian Cisadane Ciliwung Citarum adalah wilayah
sungai lintas provinsi
12. Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur ditetapkan sebagai Kawasan
Strategis Nasional.
1.3. PROFIL WILAYAH KOTA TANGERANG
Gambaran umum Kota Tangerang diuraikan dalam bentuk penjelasan
karakteristik fisik, sosial dan ekonomi, serta analisis kondisi, potensi dan
permasalahan kota secara keseluruhan yang akan mempengaruhi tata
ruang kota dimasa yang akan datang.
1.3.1. Karakteristik Fisik
A. Letak Geografis
Kota Tangerang yang terbentuk pada tanggal 28 Februari 1993
berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1993, secara geografis
terletak pada 106036 106042 Bujur Timur (BT) dan 606-
6013Lintang Selatan (LS), dengan luas wilayah 181,818 Km2
(termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19,69 km2). Secara
administrasi Kota Tangerang terdiri dari 13 Kecamatan dan 104
Kelurahan (Gambar 1.1 dan Gambar 1.2).
Adapun batas administrasi Kota Tangerang adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Teluknaga dan Kecamatan
Sepatan (Kabupaten Tangerang).
Sebelah Selatan : Kecamatan Curug (Kabupaten Tangerang),
Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Pondok
Aren (Kota Tangerang Selatan).
Sebelah Timur : Provinsi DKI Jakarta.
Sebelah Barat : Kecamatan Pasar Kemis dan Kecamatan
Cikupa (Kabupaten Tangerang).
Gambar 1.1. PETA ORIENTASI WILAYAH KOTA TANGERANG
Gambar 1.2. PETA ADMINISTRASI WILAYAH KOTA TANGERANG
Memperhatikan posisi geografis, maka Kota Tangerang memiliki letak
strategis karena berada di antara DKI Jakarta, Kota Tangerang
Selatan dan Kabupaten Tangerang. Sesuai dengan Instruksi Presiden
Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Jabotabek (Jakarta,
Bogor, Tangerang, Bekasi), Kota Tangerang merupakan salah satu
daerah penyangga Ibukota Negara DKI Jakarta.
Posisi strategis tersebut menjadikan perkembangan Kota Tangerang
berjalan dengan pesat. Pada satu sisi, menjadi daerah limpahan dari
berbagai kegiatan di Kota Jakarta, di sisi lainnya Kota Tangerang
menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten
Tangerang sebagai daerah dengan sumber daya alam yang produktif.
Pesatnya perkembangan Kota Tangerang, didukung pula dari
tersedianya sistem jaringan transportasi terpadu dengan wilayah
Jabodetabek, serta aksesibilitas dan konektivitas berskala nasional
dan internasional yang baik sebagaimana tercermin dari keberadaan
Bandara International Soekarno-Hatta, Pelabuhan International
Tanjung Priok, serta Pelabuhan Bojonegara sebagai gerbang maupun
outlet nasional. Kedudukan geostrategis Kota Tangerang tersebut
telah mendorong bertumbuhkembangnya aktivitas industri,
perdagangan dan jasa yang merupakan basis perekonomian Kota
Tangerang saat ini.
B. Kondisi Topografi
Kondisi topografi Kota Tangerang berada pada ketinggian 10 - 30
meter di atas permukaan laut (dpl), dengan bagian utara memiliki rata-
rata ketinggian 10 meter dpl seperti Kecamatan Neglasari, Kecamatan
Batuceper, dan Kecamatan Benda. Sedangkan bagian selatan
memiliki ketinggian 30 meter dpl seperti Kecamatan Ciledug dan
Kecamatan Larangan. Lihat Gambar 1.3.
Gambar 1.3.
PETA KONTUR KOTA TANGERANG
Sebagian besar wilayah Kota Tangerang mempunyai tingkat
kemiringan lahan antara 0-3% dan sebagian kecil wilayah pada bagian
selatan kota memiliki kemiringan lahannya antara 3-8%, yang terdapat
di Kelurahan Parung Serab, Kelurahan Paninggilan Selatan dan
Kelurahan Cipadu Jaya. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian
besar lahan di Kota Tangerang cukup landai. Hal ini juga sangat
menguntungkan bagi pengembangan Kota Tangerang secara umum,
terutama untuk pengembangan kegiatan perkotaan. Lihat Gambar 1.4.
Dengan sebagian besar wilayah memiliki kemiringan lereng yang
cukup datar, kendala pembagunan fisik di Kota Tangerang dapat
dikurangi sehingga akan berdampak pada biaya pembangunan yang
relatif lebih murah dibandingkan dengan kemiringan lereng di atas 8%.
Ada beberapa cekungan-cekungan kecil yang berpotensi menimbulkan
masalah banjir di beberapa tempat. Lihat Gambar 1.5.
C. Jenis Tanah
Jenis tanah yang terdapat di Kota Tangerang terdiri dari jenis aluvial,
latosol dan padeolik yang tersebar di beberapa bagian wilayah.
Gambaran mengenai kondisi jenis tanah di Kota Tangerang dapat
dilihat pada Gambar 1.6.
D. Geologi
Kondisi Geologi di Kota Tangerang terdiri dari jenis aluvium, kipas
aluvium dan tuff banten yang tersebar di beberapa bagian wilayah.
Kondisi geologi dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.7.
Tabel 1.1 STRUKTUR GEOLOGI DI KOTA TANGERANG
Struktur Geologi Keterangan
Aluvium Lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah
Kipas Alluvium Tuf halus berlapis, tuf pasiran, berselingan dan tuf
konglomerat
Tuf Banten Tuf, tuf batu apung, batu pasir tufan
Sumber : Peta geologi PLPG Bandung
Gambar 1.4.
PETA LERENG KOTA TANGERANG
Gambar 1.5.
PETA FISIOGRAFI PERMUKAAN KOTA TANGERANG
Gambar 1.6.
PETA JENIS TANAH KOTA TANGERANG
Gambar 1.7.
PETA STRUKTUR GEOLOGI KOTA TANGERANG
E. Hidrologi
- Kondisi Air Permukaan
Air permukaan di Kota Tangerang berupa sungai berfungsi untuk
mengumpulkan air hujan ke daerah aliran sungai. Potensi air
permukaan ini digunakan untuk kebutuhan sehari-hari oleh
penduduk Kota Tangerang, seperti untuk minum, mandi maupun
mencuci. Selain itu juga digunakan untuk kebutuhan air bagi
industri. Oleh karena itu, untuk beberapa aliran sungai yang
mempunyai cakupan daerah aliran sungai yang cukup luas perlu
mendapat perhatian untuk dilakukan perlindungan, untuk
mencegah terjadinya pencemaran air.
Sungai-sungai besar yang melintasi Kota Tangerang, meliputi :
1. Sungai Cisadane yang membelah Kota Tangerang menjadi 2
(dua) bagian yaitu bagian timur aliran sungai dan bagian barat
aliran sungai. Memiliki catchment area selaua 106.350 Ha.
Dengan tinggo muka air banjir 100 tahunan berkisar antara 24,9
(di bagian hulu) dan 12,1 (di bagian hilir) dan panjang 15 km,
dengan lebar badan sungai 100 meter dan tinggi 5,25 meter.
Debit airnya 88 m/detik. Di sepanjang DAS, sebagian besar
merupakan areal terbangun (perumahan dan bangunan
lainnya). Hal ini, menyebabkan terganggunya keseimbangan
antara kecepatan aliran air yang masuk dengan kapasitas debit
aliran sungai ini, sehingga terjadi peninggian muka air tahun ke
tahun.
2. Sungai Cirarab yang terletak pada batas sebelah barat dari
Kecamatan Jatiuwung dengan Kecamatan Pasar Kemis
(Kabupaten Tangerang). Adapun kondisi Daerah Aliran Sungai
(DAS) Cirarab yang melintasi Kota Tangerang adalah sebagai
berikut : Catchment area seluas 6.030 Ha, dengan panjang 7
km dan lebar badan sungai 11 meter dan tinggi 3,5 meter serta
debit air sebesar 24 m/detik.
3. Sungai Angke terletak pada sebelah timur dari Kota Tangerang.
Adapun kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Angke yang
melintasi Kota Tangerang adalah sebagai berikut: catchment
area seluas 7.430 Ha, dengan panjang 10 km, dan lebar badan
sugai 12 meter serta tinggi 5,5, meter. Debit air sebesar 36
m/detik.
Peta DAS wilayah Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar 1.8.
Berdasarkan perhitungan detail untuk debit pengaliran maksimum
dan minimum pada beberapa sungai yang ada di Kota Tangerang,
yang dilakukan oleh Dinas PU Pengairan Kota Tangerang
menunjukan debit maksimum yang besar dimiliki oleh Sungai
Cisadane (2.500 m/detik) dan kali Angke (105 m/detik).
Umumnya sungai-sungai besar tersebut dimanfaatkan untuk
saluran pembuangan. Selain itu, terdapat saluran air buatan yang
ada di Kota Tangerang, meliputi Saluran Pembuangan Mookervart,
Saluran Irigasi Induk Tanah Tinggi, Saluran Induk Cisadane Barat,
Saluran Induk Cisadane Timur dan Saluran Induk Cisadane Utara.
Saluran Induk dibangun sebagai saluran irigasi untuk persawahan,
namun seiring perubahan fungsi lahan pertanian ke lahan non
pertanian (kegiatan perkotaan), mengakibatkan saluran Induk
dimanfaatkan juga sebagai saluran pembuangan.
Selain itu, kondisi hidrologi di Kota Tangerang dapat dilihat
berdasarkan karakteristik kemungkinan luah sumur (possibility of
well yields), sebagai berikut :
1. Luas sumur antara 2 - 25 liter/detik, yaitu akuifer dengan aliran
melalui ruang antar butir setempat melalui rekahan, umumnya
terdapat pada bantuan sedimen Kuarter, terdiri dari beberapa
akuifer batu pasir, ketebalan berkisar antara 3 - 18 meter,
keterusan 120 - 260 m/hari dengan kedalaman 150-250 meter
di bawah tanah, kapasitas jenis 0,5 - 1,5 liter/detik/meter, muka
air tanah statsi 3 - 21 meter di bawah muka tanah.
Gambar 1.8.
PETA DAS KOTA TANGERANG
2. Luas sumur kurang dari 5 liter/detik, merupakan akuifer dengan
aliran melalui ruang antar butir, setempat melalui rekahan dan
saluran pelarutan; terdiri dari beberapa akuifer bantuan sedimen
Kuarter berupa batu pasir dan breksi, stempat batuan Tersier
breksi, batu gamping koral dan batu gamping pasiran: ketebalan
berkisar 3 - 20 meter, keterusan 7-100 m/hari dengan
kedalaman sumur 60 - 250 meter, dibawah muka tanah,
kapsitas jenis 0,1 - 0,4 liter/detik/meter, muka air tanah ststis 2 -
45 meter di bawah tanah.
3. Nir akuifer, yaitu daerah resapan air tanah langka atau tak
berarti.
- Kondisi Air Tanah
Air tanah yang ada di Kota Tangerang, baik sistem pengaliran,
jumlah, mutu, dan waktu pembetukannya sangat beragam
tergantung dari faktor curah hujan, kondisi geologi, kemiringan
lereng serta tutupan alahan pada masing-masing daerah. Sumber
air yang berasal dari air tanah digunakan oleh masyarakat Kota
Tangerang untuk keperluan sehari-hasi diperoleh melalui sumur
bor dengan air tanah tertekan.
F. Iklim
Curah hujan di Kota Tangerang pada tahun 2009 adalah sebanyak
1.804 mm dengan jumlah hari hujan 133 hari. Bulan Januari
merupakan curah hujan paling banyak yaitu sebesar 355 mm selama
20 hari, sedangkan curah hujan paling sedikit terjadi di bulan Agustus
sebanyak 52 mm selama 5 hari. Lihat Gambar 1.9.
Gambar 1.9.
PETA CURAH HUJAN KOTA TANGERANG
1.3.2. Penggunaan Lahan
Kota Tangerang memiliki luas wilayah sebesar 18.423,31 Ha, dari luasan
tersebut 57,12% (10.523,39 Ha) adalah kawasan yang terbangun, artinya
sebagian wilayah di Kota Tangerang sangat strategis untuk dapat
dikonsolidasi ke dalam wilayah terbangun kota melalui perencanaan kota
yang sesuai.
Pola penggunaan lahan di Kota Tangerang dapat dikelompokkan ke
dalam 2 (dua) kategori, yaitu kawasan lindung dan kawasan non lindung.
A. Kawasan Lindung
Berdasarkan data yang ada luas kawasan lindung di Kota Tangerang
adalah seluas 278 Ha (1,5%). Sebagian besar kawasan lindung ini
diantaranya meliputi kawasan Situ Cipondoh dan kawasan sempadan
sungai dan sungai Cisadane.
B. Kawasan Non-Lindung : Terbangun dan Non-Terbangun
Wilayah Kota Tangerang memiliki luas sekitar 18.423,31 Ha yang
terbagi menjadi 12.813 Ha (69,55%) kawasan yang sudah terbangun
dan 5.609,89 Ha (30,45%) kawasan belum terbangun.
Keberadaan lahan yang belum terbangun serta potensi yang dimiliki
oleh Kota Tangerang memberi peluang kepada pihak investor, baik
industri, perumahan abaru maupun perdagangan dan jasa untuk
menanamkan modalnya di Kota Tangerang.
Berkaitan dengan Zoning di Kota Tangerang, pusat kota ditetapkan di
Kecamatan Tangerang. Kawasan pengembangan terbatas berada
dibagian utara yaitu di Kecamatan Benda dan Kecamatan batceper
yang masih mengikuti RTRW sebelumnya. Kecamatan Batuceper
masih diarahkan untuk kegiatan pergudangan, industri dan perumahan
susun. Kecamatan Benda yang wilayahnya meliputi sebagian Bandara
International Soekarno Hatta diarahkan sebagai ruang terbuka hijau
dan buffer (kawasan penyangga/kawasan pengaman) bandara, yang
masih konsisten dengan RTRW sebelumnya. Sedangkan, Kecamatan
Ciledug tetap diarahkan untuk kegiatan perumahan tapi dengan
penegasan yang lebih jelas antara perumahan skala menengah dan
kecil. Kecamatan Jatiuwung di bagian barat dari Kota Tangerang
diarahkan untuk kegiatan industri dengan pengembangan terbatas,
serta permukiman penunjang industri. Kawasan tersebut tidak
diarahkan untuk penambahan industri baru tetapi hanya untuk
perluasan kegiatan yang sudah ada saja.
Kondisi penggunaan lahan saat ini di Kota Tangerang dapat dibedakan
menjadi dua yaitu lahan terbangun dan lahan belum terbangun (lahan
lindung no-budidaya dan lahan budidaya).
Tabel 1.2
LUAS PENGGUNAAN LAHAN DI KOTA TANGERANG TAHUN 2009
Kecamatan
Penggunaan Lahan Luas
Wilayah
Sawah Pekarangan/ Tanah untuk Bangunan
Tegalan/ Kebun/ Ladang/ Huma
Rawa-rawa
Kolam/ Empang
Sementara Tidak
diusahakan
Lainnya
Ciledug 25 823,66 23,60 4,60 876,86
Larangan 905,83 7,20 26,70 939,73
Kr. Tengah 14 846,78 91,30 11,80 83,50 1.047,38
Cipondoh 369 1.318,20 50,00 11,80 29,80 12,20 1.791,00
Pinang 495 1.323,83 88,96 126,18 14,04 111,00 2.159,01
Tangerang 23 1.305,03 81,00 13,17 22,00 134,33 1.578,53
Karawaci 34 1.204,11 49,71 29,29 8,47 21,93 1.347,51
Cibodas 758,10 4,80 4,80 135,90 57,50 961,10
Jatiwung 1.375,69 12,80 13,80 13,50 24,80 1.140,59
Periuk 93 772,70 15,90 9,60 11,40 51,70 954,30
Neglasari 316 903,00 172,00 38,20 26,40 152,09 1.607,69
Batuceper 33 938,50 53,30 17,50 25,00 91,00 1.158,30
Benda 225 193,44 91,00 26,70 55,80 1.969,37 2.561,31
Jumlah 1.627 12.668,87 710,77 126,18 221,50 332,87 2.736,12 *18.423,31
* : Luas Kota Tangerang termasuk dengan luas Bandara Soekarno Hatta
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka, 2009, BPS
Kondisi penggunaan lahan eksisting di Kota Tangerang dapat di lihat
pada Gambar 1.10
Gambar 1.10.
PETA PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING KOTA TANGERANG
1.3.3. Perekonomian
Perekonomian Kota Tangerang masih didominasi oleh kegiatan
perdagangan dan jasa dengan skala pelayanan lokal/kota (radius 5-6
meter) dan merupakan limpahan (overspill) dari kegiatan ekonomi Jakarta.
Kegiatan industri yang merupakan kegiatan ekonomi Kota Tangerang
yang dominan selama 2000 - 2008 memiliki kondisi yang stabil, namun
cenderung mengalami penurunan terutama pada jenis industri skala
besar. Penyusutan kawasan industri di Kota Tangerang yaitu pada
Kecamatan Batuceper. Sedangkan kawasan industri di Jatiuwung lebih
banyak didominasi oleh kegiatan industri pesanan dari perusahaan
multinasional yang cenderung tidak memiliki pijakan yang kuat dan mudah
berpindah tempat (footloose industry).
Selain kegiatan ekonomi di bidang industri, saat ini Kota Tangerang
memiliki potensi untuk pengembangan perumahan, dapat dilihat dari
banyaknya proyek properti skala besar sudah mulaiu diimplementasikan,
namun pada kenyataannya masih belum bisa memimpin pasar dan masih
berada di bawah tekanan competitor produk sejenis seperti di Serpong
dan Lippo Karawaci.
Tabel 1.3
ANALISA PERTUMBUHAN SEKTOR EKONOMI DI KOTA TANGERANG TAHUN 2000 S.D. 2008
No Kegiatan Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Pertanian 0.23% 0.21% 0.20% 0.19% 0.18% 0.17% 0.16% 0.16% 0.15%
2 Industri Pengelolaan
58.45% 58.72% 58.88% 57.89% 57.51% 55.99% 56.22% 55.38% 54.57%
3 Listrik, Gas dan Air Minum
1.40% 2.71% 2.81% 2.70% 2.73% 2.70% 3.15% 2.99% 3.07%
4 Bangunan/konstruksi
1.78% 1.69% 1.64% 1.58% 1.56% 1.63% 1.53% 1.52% 1.51%
5 Perdagangan, hotel & restoran
25.50% 24.77% 24.52% 24.19% 23.71% 24.08% 23.40% 23.25% 23.02%
6 Pengangkutan & komunikasi
9.71% 9.79% 9.74% 9.65% 9.68% 10.57% 10.25% 10.43% 10.67%
7 Bank & Lembaga Keuangan Lainnya
0.85% 0.13% 0.25% 1.91% 2.73% 2.91% 3.44% 4.43% 5.18%
8 Jasa-jasa 2.09% 1.99% 1.95% 1.90% 1.89% 1.94% 1.86% 1.85% 1.84%
1.3.4. Kependudukan
A. Perkembangan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Tangerang terus meningkat dari tahun ke
tahun. Jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Karawaci
karena memang diperuntukkan bagi kawasan perumahan, sedangkan
jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Benda, hal ini
disebabkan karena sebagian wilayah dari kecamatan Benda berfungsi
untuk kawasan bandara.
Tabel 1.4
JUMLAH PENDUDUK KOTA TANGERANG
Kecamatan 2001 2002 2003 2004 2004
Ciledug 94,768 99,010 100,721 102,240 104,583
Larangan 120,801 126,039 127,033 128,946 137,120
Karang Tengah 84,786 88,208 96,129 97,577 100,724
Cipondoh 127,102 133,921 144,367 146,540 153,289
Pinang 107,471 111,451 116,031 117,779 121,110
Tangerang 113,595 117,961 120,584 122,403 125,133
Karawaci 150,574 155,959 161,371 163,799 168,052
Cibodas 120,317 16,328 129,217 131,162 134,650
Jatiuwung 119,150 126,237 123,045 124,900 126,680
Periuk 101,736 107,818 111,510 113,188 117,005
Neglasari 82,024 85,775 90,162 91,521 94,657
Batuceper 72,275 75,308 80,087 81,293 84,324
Benda 59,627 62,828 66,320 67,318 69,917
Kota Tangerang 1,354,226 1,306,842 1,466,577 1,488,666 1,537,244
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka 2001-2005, BPS
Laju pertumbuhan penduduk di Kota Tangerang paling tinggi pada
tahun 2001-2002 yaitu sebesar 4,15 % dengan Kecamatan Neglasari
sebesar 12,37 %. Sedangkan pada tahun 2002 -2003, laju
pertumbuhan penduduk Kota Tangerang masih cukup tinggi yaitu
sebesar 3,98 %. Hal ini disebabkan bukan hanya oleh pertumbunhan
alami, tetapi juga karena daya tarik Kota Tangerang yang merupakan
wilayah hunian yang menarik bagi wilayah - wilayah yang ada di
sekitar Tangerang terutama DKI Jakarta. Selain itu Kota Tangerang
juga memiliki potensi ekonomi dalam sector indutri perdagangan dan
jasa.
Tabel 1.5
LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK
Kecamatan 2001-2002
(%) 2002-2003
(%) 2003-2004
(%) 2004-2005
(%)
Ciledug 4,48 1,73 1,51 2,24
Larangan 4,34 0,79 1,51 5,96
Karang Tengah 4,04 8,98 1,51 3,12
Cipondoh 5,36 7,80 1,51 4,40
Pinang 3,70 4,11 1,51 2,75
Tangerang 3,84 2,22 1,51 2,18
Karawaci 3,58 3,47 1,50 2,53
Cibodas 5,00 2,29 1,51 2,59
Jatiuwung 5,95 -2,53 1,51 1,40
Periuk 5,98 3,42 1,50 3,26
Neglasari 18,68 5,11 1,51 3,31
Batuceper -8,19 6,35 1,51 3,59
Benda 5,37 5,56 1,50 3,72
Kota Tangerang 4,62 3,51 1,51 3,16 Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka 2001-2005, BPS
Kepadatan penduduk Kota Tangerang sebesar 75-80 jiwa/Ha dan
dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk Kota Tangerang semakin
meningkat tiap tahunnya.
Dalam kurun waktu 2001-2005, Kecamatan Larangan dan Kecamatan
Cibodas merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi
di Kota Tangerang.
Kepadatan penduduk di wilayah Kota Tangerang dapat dilihat pada
Tabel 1.6. dan Gambar 1.11. berikut ini
Gambar 1.11.
PETA KEPADATAN PENDUDUK KOTA TANGERANG
Tabel 1.6 KEPADATAN PENDUDUK KOTA TANGERANG
Kecamatan Kepadatan Penduduk (jiwa per Ha)
2001 2002 2003 2004 2005
Ciledug 108 113 115 117 119
Larangan 129 134 135 137 146
Karang Tengah 81 84 92 93 96
Cipondoh 71 75 81 82 86
Pinang 50 52 54 55 56
Tangerang 72 7 76 78 76
Karawaci 112 116 120 122 125
Cibodas 125 131 134 136 140
Jatiuwung 83 88 85 87 88
Periuk 107 113 117 119 123
Neglasari 45 53 56 57 59
Batuceper 71 65 69 70 73
Benda 110 111 112 114 118
Kota Tangerang 74 77 80 81 93
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka 2001-2005, BPS
B. Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk merupakan gambaran yang dibagi dalam
kelompok kelompok tertentu yang memiliki karakteristik yang sama,
seperti berdasarkan umur.
Tabel 1.7
JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN KELOMPOK UMUR
Kelompok Umur
Jumlah Penduduk (jiwa)
0 4 139,004 5 9 124,363
10 -- 14 132,951
15 19 121,944 20 24 138,490 25 29 183,641 30 34 187,111 35 39 149,519 40 44 109,545 45 49 86,324 50 54 58,472 55 59 37,466 60 64 22,996 65 69 18,156 70 74 11,042
75 + 16,220
Total 1,537,244
Sumber : Kota Tangerang Dalam Angka, 2005
Berdasarkan tabel di atas, kelompok umur 25-29 tahun merupakan
kelompok umur dengan jumlah terbesar di Kota Tangerang. Kelompok
umur 70 - 74 tahun merupakan kelompok umur dengan jumlah terkecil
di Kota Tangerang.
Berdasarkan tabel di atas, kelompok umur terbanyak adalah kelompok
umur 15-64 tahaun yang merupakan usia produktif, yaitu sebesar
71,26 % (=1.095.508 jiwa). Salah satu penyebab hal ini karena
sebagian besar penduduk yang berimigrasi ke Kota Tangerang yang
adalah penduduk dengan usia produktif.
C. Ketenagakerjaan
Aspek ketenagakerjaan sangat berkaitan dengan kependudukan
dalam pembangunan ekonomi daerah dan dapat diketahui jumlah
penduduk miskinnya. Berdasarkan tabel di bawah ini dapat dilihat
bahwa penyerapan tenaga kerja terbanyak berada pada sektor
industri, mengingat basis ekonomi Kota Tangerang adalah sektor
industri, kemudian diikuti oleh sektor jasa dan sektor perdagangan,
hotel & restoran.
Tabel 1.8
PORSI TENAGA KERJA DI TIAP SEKTOR EKONOMI 2000-2004
Tahun Pertanian Industri Perdagangan, Hotel & Restoran
Angkutan & Komunikasi
Lainnya
2000 2,02 32,75 24,71 10,41 10,58
2001 2,75 33,96 16,14 3,62 15,43
2002 2,75 33,96 16,14 3,62 15,43
2003 2,78 33,63 16,20 3,65 15,50
2004 2,78 33,63 16,20 3,65 15,50
Sumber : BPS, dalam Rencana Induk Pembangunan Ekonomi (RIPE, 2006)
1.4. POTENSI DAN PERMASALAHAN KOTA TANGERANG
1.4.1. Perumahan dan permukiman
Beberapa permasalahan yang terkait dengan perumahan dan
permukiman di Kota Tangerang berupa:
a. Belum memadainya penyediaan perumahan bagi pekerja industri. Hal
ini dapat dilihat bahwa tingkat kepadatan permukiman yang sangat
tinggi dengan kondisi sanitasi lingkungan yang cukup buruk dan
terbatasnya ketersediaan air bersih.
b. Minat investasi yang kurang tepat lokasinya seperti di lokasi industri,
kawasan sekitar bandara (kawasan bahaya kecelakaan dan kawasan
kebisingan), serta di lokasi banjir.
c. Adanya kebijakan pemerintah pusat tentang pembangunan rumah
susun milik di lokasi bantaran sungai, yang seharusnya merupakan
kawasan lindung.
d. Menurunnya kualitas permukiman di Perumnas (I-IV). Hal ini dapat
dilihat dari tingginya kepadatan penduduk yang tidak sesuai dengan
rencana perkembangan jumlah penduduk pada saat merancang
kawasan tersebut, dan ini menyebabkan infrastruktur yang disediakan
sudah tidak lagi dapat melayani kebutuhan warga (seperti saluran
drainase, pengelolaan air limbah dengan sistem perpipaan, supply air
bersih, sampah, dan kemacetan di jalan raya).
e. Banyaknya lokasi perumahan di sekitar DAS Kali Sabi, DAS Cirarab,
Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Cantiga yang terkena banjir.
Dari beberapa permasalahan mengenai perumahan dan permukiman di
Kota Tangerang, terdapat potensi yang menarik di sini, yaitu:
a. Model Rumah Susun Sewa yang dibangun di Kelurahan Manis, dinilai
cukup berhasil sebagai tempat tinggal bagi pekerja industri.
b. Adanya minat investasi dari pengembang perumahan sederhana sehat
pada kawasan yang tidak terlalu besar dan juga di kawasan Kavling
DPR Pinang Cipondoh.
c. Adanya alokasi dana APBD, dana pusat dan BLN untuk program
perbaikan kampong (kumuh).
d. Potensi untuk revitalisasi kawasan perumahan Perumnas (I-IV).
e. Mengembalikan kawasan di sekitas DAS Kali Sabi, Kali Cirarab, Kali
Angke, Kali Pesanggrahan, dan Kali Cantiga sebagai areal resapan
air.
1.4.2. Ruang/Spasial
Permasalahan yang ada di Kota Tangerang secara umum adalah:
Banjir di Kota Tangerang yang disebabkan oleh sumber-sumber banjir
seperti Sungai Cisadane, Cirarab, Sabi dan Angke, serta beberapa
situ, yakni Situ Cipondoh, Situ Bulakan dan Situ Cangkring. Kondisi
rawan banjir di Kota Tangerang dapat dilihat pada Gambar 1.12.
Gangguan lalu lintas yang ditimbulkan akibat tumbuhnya sektor
perdagangan dan jasa yang tidak terkendali, dan hal ini juga
menyebabkan penurunan fungsi jalan.
Tidak tersedianya ruang bagi ruang terbuka hijau.
Kawasan industri yang terus mengalami penurunan kualitas terutama
di Kecamatan Jatiuwung.
Banyaknya lahan kosong yang sudah dikuasi oleh pengembang.
Potensi yang bisa dilihat dilihat dari aspek keruangan di Kota Tangerang
adalah:
Pengembangan wilayah pusat yang baru.
Investasi bagi pemilik modal untuk pengembangan perumahan sehat
sederhana.
Penyediaan bagi ruang terbuka hjau, bukan saja sebagai areal
resapan air, tapi juga merupakan paru-paru kota bagi Kota Tangerang.
1.4.3. Ekonomi
Permasalahan pada bidang ekonomi dalam pengembangan Kota
Tangerang adalah:
Penurunan kawasan industri di beberapa tempat di Kota Tangerang.
Padahal sektor industri adalah basic ekonomi di Kota Tangerang.
Pertumbuhan perdagangan dan jasa dengan pola memita (ribbon
development).
Makin maraknya usaha rumah kontrakan yang tidak dilengkapi dengan
standar kualitas sanitasi sehingga cenderung menjadi kawasan yang
tidak tertata dan kumuh.
Gambar 1.12.
PETA RAWAN BANJIR
Penilaian terhadap potensi ekonomi yang dimiliki oleh Kota Tangerang
dalam bidang ekonomi adalah pengembangan pada sektor-sektor:
Industri.
Perdagangan dan jasa.
Keuangan dan perbankan.
Perumahan (potensi minat investasi oleh pengembangan perumahan).
Pertumbuhan keempat sektor kegiatan tersebut semakin pesat dengan
adanya ruas jalan tol Jakarta Tangerang Merak dan gerbang
perhubungan udara Indonesia Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Keempat sektor kegiatan tersebut menjadi sumber mata pencaharian
utama bagi sebagian besar penduduk Kota Tangerang.
1.4.4. Transportasi
Permasalahan dalam bidang transportasi di Kota Tangerang adalah
sebagai berikut:
Kemacetan lalu lintas di beberapa titik di Kota Tangerang.
Tidak tersedianya jalur untuk lalu lintas angkutan barang.
Banyak terdapat terminal bayangan di beberapa lokasi yang
menimbulkan gangguan lalu lintas.
Tidak adanya bus lokal dalam kota.
Penurunan kelas jalan di sepanjang Jl. Daan Mogot Jl. Merdeka Jl.
Gatot Subroto.
Hierarki jalan yang belum jelas di Kota Tangerang.
Potensi dalam pengembangan transportasi di Kota Tangerang adalah:
Pengembangan angkutan terpadu dalam kota.
Penyediaan terminal bagi beberapa lokasi pusat kegiatan.
Pengembangan jalan STA 11 dan JORR II sebagai kemudahan akses
bagi penduduk Kota Tangerang.
1.4.5. Infrastruktur
Permasalahan mengenai infrastruktur di Kota Tangerang adalah:
Saluran drainase yang menyebabkan banjir.
Penanganan masalah sampah, seperti lokasi TPA di Kota Tangerang.
Kurangnya sumber air bersih untuk kebutuhan penduduk dan industri.
Potensi dalam pengembangan infrastruktur di Kota Tangerang adalah:
Potensi investasi dari hasil kerjasama investor dengan PDAM dalam
penyediaan kebutuhan air bersih di Kota Tangerang.
Potensi dalam penyediaan daerah penampungan air sementara.
Pengembangan teknologi komunikasi di era globalisasi.
1.5. KONSEP RENCANA
1.5.1. Pengembangan Berdasarkan Kondisi Eksisting (market share)
A. Kesempatan Pengembangan Tingkat Lokal dan Kota
Yang dimaksud dengan kesempatan pengembangan pada tingkat
lokal dan kota adalah kesempatan tertentu yang berasal dari pasar
yang ada pada tingkat lokal (dengan catchment area sekitar 5-6km)
dan/atau dari pasar pada tingkat kota Tangerang.
Pada prinsipnya data suplay dan demand yang ada selama 5 (tiga)
tahun terakhir akan dijadikan sebagai dasar untuk proyeksi market
share untuk 3-5 tahun ke depan. Penentuan market share masih akan
memperhitungkan bukan saja berdasarkan kondisi pasar saat ini,
tetapi juga informasi mengenai proyek-proyek baru yang akan
dilakukan oleh para pesaing selama kurun waktu tersebut.
B. Kesempatan Pengembangan Tingkat Nasional
Overspill dari Jakarta: Conference Center.
Komplementer dengan Bandara Internasional Soekarno Hatta:
Hotel berbintang.
Universitas Propinsi Banten/Kota Tangerang.
C. Kesempatan Pengembangan Tingkat Global
Tourist Facilities
Sebuah sentra kegiatan kultural dan perdagangan dari produk-
produk manufaktur dan kerajinan yang diminati oleh turis asing
maupun lokal dari luar daerah. Mereka yang sedang melakukan
transit di Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan mempunyai
waktu sekitar 3-5 jam bisa mengunjungi sentra ini. Atraksi utama
sentra semacam ini adalah pertunjukan kultural seperti musik,
tarian yang dapat dinikmati sambil memakan makanan yang khas
dari daerah yang sama. Selain gerai-gerai yang menjual souvenir
bisa juga ditawarkan berbagai jasa rekreatif, seperti pijat
refleksi/tradisional, dst.
Promotion and Design Center for Handicraft and Small Industry
1.5.2. Pengembangan Berdasarkan Konsep Place Making (menciptakan pasar baru) A. Proyek Pemacu Awal: Univesitas, Tourism Facilities
Kota Tangerang dikenal sebagai tempat beberapa penjara. Mengubah
location image yang telah melekat pada lokasi sehingga nantinya
mampu menarik investor properti untuk mengembangkan produk-
produk berkelas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.
Persyaratan pertama tentu saja memindahkan penjara tersebut dan
setelah itu, kedua adalah mengembangkan sejumlah aktifitas yang
mampu merubah citra lokasi tersebut dimata para investor.
Aktifitas yang perlu dikembangkan sebagai Pemacu Awal sangat
tergantung dari kegiatan apa yang diharapkan akan berkembang.
Pemkot Tangerang mengarahkan kegiatan di lokasi pengembangan
tersebut harus merupakan kegiatan yang terintegrasi dalam fungsi-
fungsi ekonomi yang bersifat global (Walikota: Tangerang lebih dekat
ke Singapura dari Jakarta), maka kegiatan awal yang diperlukan
untuk memacu proses pengembangan di lokasi tersebut harus sesuai
dengan visi yang bersifat global tersebut.
B. Special Zoning: IT Center, Techno Park
C. Special Urban Services: sentra bisnis otomotif, furniture
1.6. SISTEMATIKA LAPORAN
Bab 1 Pendahuluan
Bab ini membahas tentang dasar hukum, tinjauan kebijakan, profil
wilayah, potensi dan permasalahan, konsep rencana dan terakhir
sistematika pelaporan.
Bab 2 Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kota
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tujuan penataan ruang wilayah
Kota Tangerang, kebijakan pemanfaatan ruang wilayah dan strategi
penataan ruang wilayah dimana arahan tersebut akan turut
mempengaruhi konsepsi pengembangan tata ruang yang direncanakan di
masa mendatang.
Bab 3 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Tangerang
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai rencana struktur tata ruang yang
dilihat dari rencana pengembangan sistem perkotaan/kegiatan dan
rencana pengembangan sistem prasarana wilayah.
Bab 4 Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Tangerang
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai rencana pola pemanfaatan ruang
yang terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Bab 5 Penetapan Kawasan Strategis Kota Tangerang
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai penetapan kawasan strategis
kota, yang terdiri dari kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi, sosial budaya, dan daya dukung lingkungan hidup.
Bab 6 Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Tangerang
Pada bab ini berisi tentang implementasi pemanfaatan ruang wilayah
kota, prioritas tahapan pembangunan, indikasi program.
Bab 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota
Tangerang
Pada bab ini berisi tentang ketentuan peraturan zonasi, ketentuan
perijinan, insentif dan disinsentif dan arahan sanksi.