46
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus dalam rangka memperbaiki indikator sosial maupun ekonomi pada suatu wilayah dari waktu ke waktu (Gunawan Sumodiningrat,2009: 6). Disamping itu pembangunan juga merupakan suatu proses yang multi dimensional yang menyangkut perubahan- perubahan penting dalam suatu struktur, sistem sosial, ekonomi, sikap masyarakat, dan lembaga-lembaga nasional, akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan angka pengangguran, dan pemberantasan kemiskinan (Todaro,1997). Sebelumnya, perencanaan pembangunan dan seluruh agenda pembangunan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan asumsi pejabat atas prioritas dan kebutuhan masyarakat. Keadaan ini membuat masyarakat cenderung bersikap pasif terhadap berbagai permasalahan pembangunan dan cenderung melahirkan anemo masyarakat yang tidak terlalu peduli akan masalah pembangunan sehingga ada anggapan bahwa perencanaan pembangunan daerah hanya merupakan tanggungjawab pemerintah saja dan kalau pun ada aspirasi masyarakat, itu hanya dianggap sebagai sumbang saran yang tidak mengikat. Akibat dari strategi perencanaan yang bersifat sentralistik tersebut, berbagai masalah timbul kehadapan masyarakat antara lain pembangunan yang dilaksananakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga selain hasilnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25944/5/Chapter I.pdf · dalam rangka memperbaiki indikator sosial maupun ekonomi pada suatu wilayah dari

  • Upload
    buidiep

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan adalah suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus

dalam rangka memperbaiki indikator sosial maupun ekonomi pada suatu wilayah dari

waktu ke waktu (Gunawan Sumodiningrat,2009: 6). Disamping itu pembangunan

juga merupakan suatu proses yang multi dimensional yang menyangkut perubahan-

perubahan penting dalam suatu struktur, sistem sosial, ekonomi, sikap masyarakat,

dan lembaga-lembaga nasional, akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan angka

pengangguran, dan pemberantasan kemiskinan (Todaro,1997).

Sebelumnya, perencanaan pembangunan dan seluruh agenda

pembangunan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan asumsi pejabat atas prioritas

dan kebutuhan masyarakat. Keadaan ini membuat masyarakat cenderung bersikap

pasif terhadap berbagai permasalahan pembangunan dan cenderung melahirkan

anemo masyarakat yang tidak terlalu peduli akan masalah pembangunan sehingga ada

anggapan bahwa perencanaan pembangunan daerah hanya merupakan tanggungjawab

pemerintah saja dan kalau pun ada aspirasi masyarakat, itu hanya dianggap sebagai

sumbang saran yang tidak mengikat.

Akibat dari strategi perencanaan yang bersifat sentralistik tersebut,

berbagai masalah timbul kehadapan masyarakat antara lain pembangunan yang

dilaksananakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga selain hasilnya

masih dirasakan kurang mengangkat kualitas hidup masyarakat dan menjadi

terbengkalai karena kurang mendapat respon positif dari mayarakat.

Seperti yang dikemukakan oleh Mochtar Mas’ud (dalam Afifuddin : 70).

bahwa pada era orde baru strategi pembangunan bertumpu pada pengejaran efisiensi

daripada partisipasi. Sehingga pada saat itu perencanaan pembangunan atau

pemerintah dihadapkan kepada dua pilihan strategi pembangunan yang dilematis,

prioritas produktivitas atau prioritas demokrasi. Yang mana keduanya bersifat “zero

sum game”, artinya jika salah satu yang dipilih yang satunya harus dipinggirkan.

Pemerintah pada saat itupun memilih produktivitas dengan keyakinan bahwa

demokrasi akan tercapai dengan sendirinya tatkala produktivitas menghasilkan

tingkat kemakmuran tertentu bagi rakyat seperti halnya yang diterapkan di negara

Jepang, Korea selatan, dan Singapura. Namun, strategi tersebut terbukti gagal total.

Pembangunan yang menekan partisipasi dan demokrasi bukan hanya menyebabkan

implosi (ledakan ke dalam) namun juga eksplosi (ledakan keluar). Akibat riilnya

adalah krisis yang berlangsung 1997 yang disusul dengan jatuhnya rejim orde baru.

Seiring dengan gerakan reformasi yang bergulir di Indonesia pada

pertengahan tahun 1998, pemerintah dituntut untuk melakukan perombakan sistem

penyelenggaraan pemerintahan yang dulunya bersifat sentralistik menuju pada

desentralisasi. Mulai dari kelembagaan, manajemen, serta perilaku para aparatur

pemerintahan. Salah satu kebijakan yang kemudian diterapkan adalah dengan

menerapkan sistem otonomi daerah dimana daerah diberikan pelimpahan

kewenangan untuk mengurus, menata, dan mengatur daerahnya sendiri dengan

asumsi bahwa daerah lebih mengetahui/memahami potensi, kebutuhan dan segala

permasalahan yang ada di daerah yang bersangkutan serta dalam rangka percepatan

pelayanan kepada masyarakat dan menyerap aspirasi masyarakat setempat.

Pelaksanaan otonomi daerah dimulai ditetapkannya UU No.22 tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku sejak 1 Januari 2001. Dan untuk saat ini

kedua undang-undang yang sangat penting dan strategis sifatnya bagi sistem

pemerintahan di daerah tersebut kemudian diubah sebagaimana yang telah

diundangkan dalam UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah yang pada dasarnya tetap mempertahankan format umum otonomi daerah,

namun memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada pemerintah provinsi dan

pemerintah pusat untuk menjamin konsistensi kebijakan secara nasional. Dengan

adanya undang-undang tersebut sebagai payung hukum dari pelaksanaan

pemerintahan di daerah maka diharapkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan

dapat berjalan dengan lebih cepat dalam hal pemberian pelayanan kepada masyarakat,

efektif dan efisien. Salah satu wujud dari penyelenggaraan pemerintahan itu adalah

melalui pelaksanaan pembangunan daerah.

Melalui UU No.32 tahun 2004 ini, bangsa Indonesia secara tegas

menghendaki agar ditengah euforia reformasi, sistem yang sentralistik menuju

desentralistik, pemerintah daerah harus mengarahkan berbagai hal dalam rangka

implementasi kebijakan otonomi daerah pada percepatan perwujudan kesejahteraan

masyarakat melalui kualitas pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, dan

optimalisasi pembangunan peran serta dan tanggungjawab masyarakat terhadap

pembangunan (partisipasi masyarakat dalam pembangunan). Suatu skema baru

otonomi daerah, yang di dalamnya termuat semangat melibatkan masyarakat, dengan

menekankan bahwa kualitas otonomi akan ditentukan oleh sejauh mana keterlibatan

masyarakat. Maka dengan sendirinya harus ditunjukkan adanya saluran aspirasi

masyarakat sejak dini. Dari sini dapat kita lihat bahwa sudah seharusnya bahwa ide

awal dari proses pembangunan harus menyertakan masyarakat dalam perumusannya.

Makna perumusan ini merupakan proses perumusan yang umum, dimana pada rakyat

diberikan kesempatan untuk mengajukan pokok-pokok harapan, dan kepentingan

dasarnya.

Dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

secara tegas menyatakan bahwa ada 16 (enam belas) urusan wajib yang menjadi

kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/kota, yang meliputi :

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.

2. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum.

5. Penanganan bidang kesehatan.

6. Penyelenggaraan Pendidikan.

7. Penanggulangan masalah sosial.

8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan.

9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah.

10. Pengendalian lingkungan hidup.

11. Pelayanan pertanahan.

12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil.

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan.

14. Pelayanan administrasi penanaman modal.

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya.

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa era reformasi dan otonomi daerah

telah memberikan peluang dan ruang gerak bagi pemerintah daerah dan masyarakat

setempat (lokal) dalam melaksanakan pembangunan di daerah menurut prakarsa

sendiri berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Hal ini menegaskan bahwa

otonomi daerah melalui UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah ini

dibangun atas dasar semangat otonomi luas dan nyata serta menghendaki

pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah dalam

menunjang keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.

Kemudian, didalam Undang-undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dijelaskan juga bahwasanya dalam

sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah mengamanatkan adanya

partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.

Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa dalam sistem perencanaan

pembangunan ada 5 (lima) pendekatan yang digunakan dalam penyusunan

perencanaan pembangunan, yakni meliputi :

1. Pendekatan politik, yaitu memandang bahwa pemilihan presiden/kepala

daerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat memilih menentukan

pilihannnya berdasarkan program-program yang ditawarkan masing-masing

calon presiden/kepala daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan dari

agenda pembangunan yang ditawarkan presiden/kepala daerah pada saat

kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.

2. Pendekatan teknokratik, dilaksanakan dengan menggunakan metode dan

kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara

fungsional bertugas untuk itu.

3. Pendekatan partisipatif, dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang

berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka

adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Dimana

proses partisipatif ini akan tercermin dalam pelaksanaan Musyawarah

Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), yang diharapkan mampu untuk

mengakomudir dan memahami apa yang sebenarnya yang menjadi kebutuhan

dan aspirasi masyarakat untuk diagendakan dalam pembangunan daerah yang

sedang dan akan berlangsung.

4. Pendekatan atas-bawah (top-down), dan ;

5. Pendekatan bawah-atas (bottom-up).

Pendekatan atas-bawah (top-down) dan pendekatan bawah-atas (bottom-

up) dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas – bawah

dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat

nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan , dan Desa.

Pasca pemilihan Bupati Dairi, dimana pemilihan ini merupakan pertama

kalinya penduduk Dairi memilih secara langsung Bupati dan Wakil Bupati Dairi,

yang mana pada Pemilukada Bupati Dairi ini dilaksanakan 2 (dua) kali putaran,

Putaran pertama pada tanggal 28 oktober 2008 yang diikuti oleh 7 (tujuh) pasangan

calon, dan putaran kedua pada tanggal 9 Desember 2008 yang diikuti oleh 2 (dua)

pasangan calon yang memiliki suara terbanyak pada putaran pertama.

Pemilihan umum kepala daerah secara langsung ini tentunya sangat jauh

berbeda dengan pemilihan Bupati/Wakil Bupati Dairi sebelumnya yang dipilih oleh

anggota DPRD Dairi melalui sidang Istimewa dengan agenda rapat pemilihan Bupati

dan Wakil Bupati Dairi, dimana pada pemilihan bupati yang dipilih oleh anggota

DPRD ini setiap pasangan calon yang diajukan oleh partai politik cukup

menyampaikan visi dan misi di depan para anggota DPRD Dairi namun untuk

pemilihan kepala daerah (Bupati/Wakil Bupati Dairi) secara langsung, maka merujuk

pada Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan pada pasal 59 ayat

(5) point (k) Daerah mengamanatkan bahwa setiap pasangan calon wajib

menyerahkan naskah visi, misi dan program dari setiap pasangan calon secara tertulis

sebagai salah satu syarat untuk maju sebagai kontestan pada pemilihan kepala daerah.

Yang mana visi dan misi dari Bupati/Wakil Bupati Dairi terpilih tersebut akan

menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Dairi (RPJMD-Dairi).

Kemudian didalam UU.No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (SPPN), dijelaskan bahwa Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) merupakan penjabaran dari visi, misi dan program

kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka

Panjang (RPJP) Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan

keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program

kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dala kerangka pendanaan yang

bersifat indikatif.

Seiring dengan pergantian kepala daerah di Kabupaten Dairi, yang mana

Kabupaten Dairi saat ini dipimpin oleh Bapak KRA.Johnny Sitohang Adinegoro dan

Bapak Irwansyah Pasi, SH sebagai Bupati dan Wakil Bupati Dairi periode 2009-2014

yang dilantik pada tanggal 20 April 2009, maka secara otomatis visi dan misi serta

motto Kabupaten Dairi yang pada masa kepemimpinan Bapak DR.MP.Tumanggor,

Dess adalah “Membangun Bersama Rakyat” berubah dengan motto yang

dicanangkan oleh Bapak KRA.Johnny Sitohang Adinegoro dan Bapak Irwansyah

Pasi, SH, yakni “Bekerja Untuk Rakyat” yang sepertinya lebih memotivasi

masyarakat Dairi agar lebih giat bekerja pada profesi masing-masing dan keterlibatan

rakyat dalam setiap aktivitas pembangunan di Kabupaten Dairi (Buletin Bakohumas

Kabupaten Dairi. Edisi khusus 2009: 4). Yang mana motto “Bekerja Untuk

Rakyat”bukan hanya motto Bupati dan Wakil Bupati Dairi namun bisa dijadikan

motivasi bagi masyarakat Dairi untuk ambil andil dalam membangun Daerah

(Sidikalang Pos, Edisi I, 9-16 Maret 2010: 2).

Berbagai upaya pembangunan yang sampai saat ini sedang dilaksanakan

oleh Pemerintah Kabupaten Dairi seperti perbaikan jalan, pendirian sekolah-sekolah,

peningkatan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan ketahanan pangan dan

agrobisnis, pengembangan kepariwisataan, dan sebagainya cukup mendapat respon

dari masyarakat walaupun hasilnya belumlah dirasakan secara maksimal.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi isu penting manakala

diletakkan atas dasar keyakinan bahwa masyarakatlah yang paling tahu apa yang

mereka butuhkan dan masyarakat jugalah yang paling tahu permasalahan yang

mereka hadapi (Juliantara Dadang, 2004 : 136). Maka sudah selayaknya Kabupaten

Dairi yang saat ini terdiri dari 15 (lima belas) kecamatan yang tebagi dalam 8

(delapan) kelurahan dan 161 desa yang memiliki karakteristik penduduk dan

kebutuhan yang berbeda-beda pula, untuk itu Pemerintah Kabupaten Dairi dalam

melaksanakan fungsi Pelayanan pembangunan perlu menampung aspirasi masyarakat

dan memberikan ruang partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan

Kabupaten Dairi sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah

dan menumbuhkembangkan kesadaran akan partisipasi aktif masyarakat terhadap

pembangunan di Kabupaten Dairi.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk

melaksanakan penelitian dengan judul : “Perencanaan Partisipatif dalam

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan dalam latar belakang, maka

yang menjadi perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : “

1. Bagaimanakah proses perencanaan dalam penyusunan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014 ?

2. Bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun

2009-2014 ?

3. Bagaimanakah proses perencanaan partisipatif dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun

2009-2014 ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui proses perencanaan dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi Tahun

2009-2014.

2. Untuk mengetahui proses perencanaan partisipatif dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014.

3. Untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2009-2014.

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Secara ilmah, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

berfikir secara ilmiah dan menuliskannya di dalam bentuk karya ilmiah

berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari ilmu

administrasi negara.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan atau

referensi bagi Pemerintah Kabupaten Dairi dan para stakeholders

pembangunan dalam proses partisipatif penyusunan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Dairi.

3. Secara Akademis, penelitian ini dapat menambah wawasan bagi penulis dan

pembaca, dan bagi mereka yang berminat dengan masalah ini, dan sebagai

referensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP

USU.

1.5.Kerangka Teori

Dalam penelitian kerangka teori digunakan untuk memberikan landasan

dasar yang berguna untuk membantu penelitian dalam memecahkan masalah.

Kerangka teori dimaksudkan untuk memberi gambaran dan batasan tentang konsep-

konsep yang digunakan sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan, dengan

demikian penulisan dapat menggunakan teori-teori yang relevan dengan tujuan

penelitian.

1.5.1 Pembangunan

Istilah “pembangunan” harus dipahami dalam konteks yang luas. Alasan

untuk mengatakan demikian dikarenakan terdapat kesepakatan yang mengatakan

pembangunan harus mencakup segala segi kehidupan dan penghidupan bangsa dan

negara yang bersangkutan, meskipun dengan skala prioritas yang berbeda dari suatu

negara dengan negara lain.

Dalam konteks luas tersebut, Menurut Afifuddin (2010 : 52) bahwa

pembangunan tersebut mengandung pengertian :

1. Pembangunan merupakan suatu proses

Pembangunan merupakan rangakaian kegiatan yang berlansung secara

berkelanjutan dan terdiri dari tahapan-tahapan. Banyak cara yang dapat digunakan

untuk menentukan pentahapan tersebut, seperti berdasarkan jangka waktu, biaya, atau

hasil tertentu yang diharapkan.

2. Pembangunan adalah perubahan

Perubahan dalam arti mewujudkan suatu kondisi kehidupan bernegara dan

bermasyarakat yang lebih baik dari kondisi sekarang. Kondisi yang lebih baik itu

harus dilihat dalam cakupan segi kehidupan dan bukan sekedar meningkat taraf

hidupnya, akan tetapi juga dalam segi-segi kehidupan lainnya. Karena dapat

dipastikan bahwa satu segi kehidupan bertalian erat dengan segi-segi kehidupan

lainnya, misalnya peningktan di bidang ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya.

3. Pembangunan adalah pertumbuhan

Yang dimaksud dengan pertumbuhan ialah kemampuan suatu negara

untuk terus selalu berkembang, cakupannya pun adalah seluruh segi kehidupan.

Sebagai wujud implementasinya, tidak ada satu pun segi kehidupan yang luput dari

usaha pembangunan. Karena suatu negara dipandang sebagai suatu organisme, maka

logis pulalah apabila pertumbuhan itu diperlakukan sebagai bagian yang mutlak dari

pengertian pembangunan.

4. Pembangunan adalah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan

Keadaan yang lebih baik, yang didambakan oleh suatu masyarakat, serta

pertumbuhan yang diharapkan akan terus berlangsung, tidak akan terjadi dengan

sendirinya, apalagi secara kebetulan. Berarti bahwa baik secara konseptual maupun

secara operasional, tujuan dan berbagai kegiatan dengan sengaja ditentukan dalam

seluruh potensi dan kekuatan. Satu kondisi ideal yang merupakan sasaran

pembangunan adalah apabila kesadaran itu terdapat dalam diri seluruh warga

masyarakat pada semua lapisan dalam tingkatan dan tidak terbatas hanya pada

kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.

5. Pembangunan adalah sesuatu rencana yang tersusun secara rapi yang dilakukan

secara terencana, baik jangka panjang, menengah dan jangka pendek.

Perencanaan mutlak dilakukan oleh dan dalam setiap organisasi, apa pun

tujuannya, apa pun kegiatannya tanpa melihat apakah organisasi bersangkutan besar

atau kecil. Negara merupakan organisasi, sehingga dalam usaha pencapaian tujuan

pembangunan para pimpinannya mau tidak mau pasti terlibat dalam kegiatan-

kegiatan perencanaan. Merencanakan berarti mengambil keputusan sekarang tentang

hal-hal yang akan dilakukan pada jangka waktu tertentu di masa depan. Perencanaan

merupakan keputusan untuk waktu yang akan datang, mengenai apa yang akan

dilakukan, Bilamana akan dilakukan, Dan siapa yang akan melakukan.

6. Pembangunan adalah cita-cita akhir dari perjuangan negara atau bangsa

Pada umumnya, komponen-komponen dari cita-cita akhir dari negar-

negara modern di dunia baik yang sudah maju atau pun yang sedang berkembang

adalah : keadilan sosial, kemakmuran yang merata, perlakuan sama di mata hukum,

kesejahteraan material dan spiritual, kebahagiaan untuk semua, ketentraman dan

keamanan. Semuanya dapat disimpulkan menjadi kebahagiaan lahir batin, Akan

tetapi kenyataan menunjukkan bahwa keadaan kebahagiaan lahir batin tersebut tidak

akan pernah tercapai, berarti bahwa selama satu negara atau bangsa ada, selama itu

pulalah ia terus melakukan kegiatan pembangunan.

Dari pengertian tersebut tersirat bahwa pembangunan berarti proses

menuju perubahan-perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas hidup

masyarakat itu sendiri. Berdasarkan beberapa defenisi tersebut, sasaran pembangunan

yang utama adalah manusia dan esensi dari pembangunan tersebut adalah adanya

perubahan dari kondisi yang selumnya menjadi lebih baik lagi (adanya peningkatan

kualitas hidup).

1.5.2 Perencanaan Pembangunan Daerah

1.5.2.1 Pengertian Perencanaan Pembangunan Daerah

Berbicara mengenai perencanaan pembangunan daerah tentunya tidak

terlepas dari konsep perencanaan. Dimana istilah perencanaan ini sudah sangat umum

kita dengarkan dalam pembicaraan sehari-hari. Perencanaan berasal darikata rencana,

yang berarti rancangan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Dari pengertian

yang sederhana ini dapat diuraikan komponen penting, yakni tujuan (apa yang hendak

dicapai), kegiatan (tindakan-tindakan untuk merealisasikan tujuan), dan waktu

(kapan, bilamana kegiatan itu hendak dilakukan). Dengan demikian, suatu

perencanaan bisa dipahami sebagai respon (reaksi) terhadap masa depan (Abe,

2005:57).

Perencanaan menurut George R.Terry (dalam Nasution,2008 : 5) adalah

merupakan upaya untuk menggunakan asumsi-asumsi mengenal masa yang akan

datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang

diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan Sondang.P Siagian

(dalam Nasution, 2008 : 7) mendefenisikan perencanaan sebagai keseluruhan proses

pemikiran dan penentuan secara matang dari pada hal-hal yang akan dikerjakan di

masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Conyers dan Hill (dalam Nasution, 2008 : 5) mendefenisikan perencanaan

sebagai suatu proses yang bersinambung yang mencakup keputusan-keputusan atau

pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan-

tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Dari segi politik, Miriam Budiarjo

(dalam ketaren, 2009 :39) mendefenisikan perencanaan sebagai sebuah proses

konsensus antara kelompok-kelompok warga negara dan juga konsensus antara

negara yang diperankan oleh kepala pemerintahan dan warganya, dimana konsensus

tersebut akan melahirkan adanya keputusan publik.

Oleh karena itu, Perencanaan mutlak diperlukan dalam setiap kegiatan

termasuk pada pembangunan daerah, sebab tanpa adanya kegiatan perencanaan maka

akan terjadi kesimpang siuran yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai hal

negatif seperti : tumpang tindih (overlapping), ketidakjelasan arah, dan sebagainya

yang akan mengakibatkan pemborosan.

Perencanaan pembangunan menurut Nasution (2008: 105) merupakan

suatu tahapan awal dalam proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, perencanaan

pembangunan akan menjadi bahan pedoman atau acuan dasar bagi pelaksanaan

pembangunan (action plan). Oleh karena itu, perencanaan pembangunan hendaknya

bersifat implementatif (dapat dilaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan).

Sedangkan menurut Riyadi dan Deddy Bratakusumah, Perencanaan pembangunan

adalah suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang

didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk

melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas kemasyarakatan, baik yang

bersifat fisik (material) maupun non fisik (mental dan spiritual), dalam rangka

mencapai tujuan yang lebih baik.

Khusus untuk meluruskan pemahaman dan pelaksanaan perencanaan

pembangunan di Indonesia, Undang-undang No.25 Tahun 2004 mendefenisikan

perencanaan pembangunan yakni Sebagai Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (SPPN) adalah suatu kesatuan tata-cara perencanaan pembangunan untuk

menghasilkan rencana-rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan

tahunan, yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di

tingkat pusat dan daerah. Demikian pula menurut Nurcholis (2008:18), bahwa

perencanaan pembangunan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa

depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang

tersedia, yang dituangkan dalam suatu dokumen sebagai panduan bagi para pelaku

pembangunan untuk mencapai tujuan negara. Perencanaan pembangunan ini dibuat

ditingkat nasioanal dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota).

Secara umum perencanaan pembangunan daerah menurut Nasution (2008)

didefenisikan sebagai proses dan mekanisme untuk merumuskan rencana jangka

panjang, menengah, dan pendek di daerah yang dikaitkan pada kondisi, aspirasi, dan

potensi daerah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam rangka menunjang

pembangunan nasional. Sedangkan secara praktis, menurut Nasution (2008), bahwa

perencanaan pembangunan daerah didefenisikan sebagai suatu usaha yang sistematis

dari pelbagai pelaku (actor), baik umum (publik) atau pemerintah, swasta maupun

kelompok masyarakat lain pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling

kebergantungan dan keterkaitan aspek-aspek lingkungan lainnya dengan cara:

1. Secara terus-menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan

daerah.

2. Merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-kebijakan pembangunan daerah.

3. Menyusun konsep strategi-strategi bagi pemecahan masalah (solusi).

4. Melaksanakan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang tersedia.

5. Sehingga peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan.

1.5.2.2 Syarat-Syarat Perencanaan Pembangunan Daerah

Menurut Rainer Rohdewold (dalam Ketaren 2009: 50) bahwasanya

pembangunan daerah itu dilakukan denagan syarat-syarat :

1. Kejelasan data kependudukan

Karena penduduk merupakan sasaran pemanfaat dari perencanaan

pembangunan. Ketidakjelasan data kependudukan menyebabkan perencanaan

pembangunan akan menemui kesulitan dalam menentukan penyusunan alokasi

pembangunan.

2. Kejelasan batas administratif yang menjadi jangkauan perencanaan.

Kadang-kadang perencanaan pembangunan daerah yang dilakukan pada

suatu wilayah yang batas-batasnya tidak jelas. Ketidakjelasan itu disebabkan oleh

kondisi geografis yang kompleks, misalnya berupa wilayah perairan, wilayah

pegunungan, wilayah kepulauan terpencil. Dalam kondisi demikian perencanaan

pembangunan daerah tidak dapat dialkukan secara murni berdasarkan wilayah

administratif daerah;

3. Kejelasan Pembiayaan.

Ketidakjelasan pembiayaan akan menimbulkan kesulitan dalam

menentukan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan perncanaan

pembangunan. Ketidakjelasan tujuan ini diakibatkan oleh kesulitan untuk

menentukan sumberdaya pembangunan yang hendak dipakai untuk membiayai

perncanaan pembangunan.

4. Kejelasan Permasalahan yang dihadapi.

Jika permasalahan yang dihadapi sulit diidentifikasi, perencana

pembangunan akan mengalamin kesulitan untuk menentukan pilihan kebijakan.

Ketidakjelasan permasalahan yang dihadapi ini diakibatkan oleh gesekan kepentingan

diantara para pengusul atau gesekan kepentingan diantara para pengambil kebijakan

politik.

5. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai.

Ketidakjelasan tujuan yang hendak dicapai akan menimbulkan kesulitan

untuk menetukan siapa yang akan bertanggungjawab pada pelaksanaan perencanaan

pembangunan. Ketidakjelasan tujuan pembangunan ini diakibatkan oleh kesulitan

untuk menentukan sektor pembangunan yang menjadi pilihan pembangunan (prioritas

utama,pertama,kedua dan seterusnya).

Menurut Sondang P.Siagian (dalam Nasution 2009: 22), bahwa perencanaan

yang baik itu harus memenuhi syarat-syarat, sebagai berikut :

1. Mempermudah tercapainya tujuan

2. Dibuat oleh orang-orang yang yang berkompeten dan paham dengan

tujuan yang ingin dicapai.

3. Disertai perincian yang teliti

4. Tidak boleh terlepas dari pemikiran pelaksanaan / actions plans.

5. Bersifat sederhana

6. Perencanaan itu harus luwes (fleksibel).

7. Ada ruang pengambilan Resiko

8. Harus bersifat praktis

9. Bersifat forcasting atau perkiraan.

1.5.2.3 Tujuan dan Fungsi Perencanaan Pembangunan

Sesuai dengan Undang-Undang No.25 tahun 2004, dalam rangka

mendorong proses pembangunan secara terpadu dan efisien, pada dasarnya

perencanaan pembangunan nasional di Indonesia mempunya 5 tujuan dan fungsi

pokok, yakni sebagai berikut :

1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan.

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar daerah, waktu dan

fungsi pemerintah, baik pusat maupun daerah.

3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan dan pengawasan.

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

5. Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif dan adil.

1.5.2.4 Jenis dan Sistem Perencananaan Pembangunan Daerah

Menurut UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat (2), menyatakan

bahwa perencanaan pembangunan nasional tersebut menghasilkan :

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP).

b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

c. Rencana Pembangunan Jangka Pendek (Rencana Pembangunan Tahunan).

Maka rencana pembangunan daerah berada dalam kesatuan sistem

perencanaan pembangunan nasional yang terdiri dari :

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).

b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

c. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP)

Perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Dairi yang tersusun dalam

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten (RPJP-Kab), Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten (RPJM-Kab) dan Rencana Kerja

Pemerintah Kabupaten (RKP-Kab), merupakan kebijaksanaan perumusan

kebijaksanaan daerah dan koordinasi antar sektor dan merupakan seluruh rencana

strategis yang menggambarkan segala sesuatu yang perlu diwujudkan.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Dairi (RPJP-

Kab.Dairi) memuat visi,misi dan arah pembangunan Kabupaten Dairi yang mengacu

pada RPJP Provinsi Sumatera Utara dan RPJP Nasional. RPJP Kabupaten Dairi ini

memberikan gambaran apa yang hendak dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Dairi

dalam jangka waktu 20 tahun.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Dairi (RPJM-

Kab.Dairi) merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati Dairi yang

penyusunannya berpedoman pada RPJP-Kab.Dairi dan memperhatikan RPJP-

Prov.Sumut, dan RPJP Nasional. RPJM-Kab.Dairi ini memuat kebijakan keuangan

Kabupaten Dairi, strategi pembangunan Kabupaten Dairi, kebijakan umum, dan

program kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Dairi dan program

kerja kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan

kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJM-Kab.Dairi ini memberikan

gambaran apa yang akan dicapai dalam 5 tahun kedepan

Rencana kerja Pemerintah Kabupaten Dairi (RKP-Kab.Dairi) merupakan

penjabaran dari RPJM-Kab.Dairi dan mengacu pada RKP-Prov.Sumut dan RKP

Nasional memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, dan pendanaannya, baik yang

langsung dilaksanakan oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong

partisipasi masyarakat. RKP-Kab.Dairi ini memberikan apa yang akan dikerjakan dan

dicapai dalam tahun anggaran berjalan.

1.5.2.5 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D)

Menurut UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional pasal 5 ayat (2) menyatakan bahwa Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) merupakan penjabaran dari visi, misi dan

program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional,

memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan

umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas Satuan Kerja

Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja

dala kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Dairi

merupakan pedoman dan acuan bagi dinas, badan, dan kantor serta bagian pada

sekretariat daerah di lingkungan pemerintah kabupaten Dairi dan merupakan acuan

bagi Pemerintah Kabupaten Dairi dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah

Daerah (RKPD) kab.Dairi setiap tahunnya.

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

dilakukan dengan tahapan dan jadwal sebagai berikut :

Pendekatan Materi awal Rancangan

Awal

Rancangan Musrenbang Rancangan Akhir Pengesahan

Pendekatan

politik

1. Visi, misi

dan program

kepala daerah

hasil pilkada

langsung

Pendekatan

teknokratik

2.Ka.Bappeda

menjabarkan

visi, misi dan

program

kepala daerah

pada

rancangan

awal RPJMD

3.Ka.Bappeda

mengakomodasi

rancangan

Renstra SKPD

untuk

menyempurnakan

rancangan awal

RPJMD

5.Ka.Bappeda

menyempurnakan

Draft RPJMD

sesuai hasil

kesepakatan

dalam

Musrenbang

Pendekatan

partisipatif

4. Rancangan

RPJMD

menjadi bahan

bahasan

dengan

stakeholders

dalam

Musrenbang

RPJMD

Prosedur

Pengesahan

6. RPJMD

disahkan

melalui

peraturan

kepala daerah

dan atau

RPJMD

disahkan

melalui

Peraturan

Daerah

(Perda)

Jadwal Masa

kampanye

calon kepala

daerah

Paling lambat

setelah kepala

daerah hasil

pilkada

dilantik

Tiga bulan

setelah

kepala daerah

hasil pilkada

dilantik

Sumber : Modul Bahan Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah, USAID LGSP, Jakarta, 2008.

1.5.3 Partisipasi

Salah satu ciri manajemen pemerintahan yang menganut paham demokrasi

adalah , mengikut sertakan seluruh masyarakat dalam proses pembangunan melaui

partisipasi, mulai dari perencanaan sampai tahap evaluasi. Sedangkan demokrasi

mengandung kata kunci partisipasi. Pada prinsipnya “parisipasi” mempunyai makna

yang sama dengan “peran serta”.

Kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” , take a

part, yang diartikan sebagai peran serta atau ambil bagian atau kegiatan bersama-

sama dengan orang lain. Longman Dictionary of Contemporary English menyatakan ‘

Participation is the act of taking part inan activity of event”, pengertian ini

menekankan pengambilan kegiatan pada aktivitas , dalam arti masyarakat melakukan

aktivitas. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefenisikan partisipasi yaitu

pengambilan bagian, keikutseertaan, peran serta dan penggabungan diri menjadi

peserta. Jadi secara singkat partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran

dan emosi perasaan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta turut

tanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan. Atau dengan kata lain partisipasi

merupakan suatu proses yang dalam tujuan pencapaiannya melibatkan kepentingan

rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak

langsung).

Partisipasi dalam urusan publik belakangan ini menjadi bahan perhatian

dan sorotan. Banyak kalangan yang menggunakan kata partisipasi sehingga tanpa

kata partisipasi rasanya diskusi, seminar, musyawarah ataupun kebijakan yang

diluncurkan kurang mendapatkan tempat di hati masyarakat. Kata partisipasi ini juga

sering dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang bernuansa pembangunan, kebijakan

dan pelayanan pemerintah. Sementara kata “partisipatif” menunjukkan kata sifat yaitu

untuk menerangkan kata dasarnya, sehingga partisipatif lebih bermakna sebagai kata

sifat yang menitikberatkan pada persoalan proses partisipasi.

Bank Dunia (1999) mendefenisikan partisipasi sebagai proses dimana

setiap stakeholders mempengaruhi dan membagi pengawasan pada inisiatif

pembagunan dan keputusan serta sumber daya yang mempengaruhi mereka.

Partisipasi yang melibatkan masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan

publik terhadap penyelenggara dan lembaga pemerintahan, karena dengan melibatkan

masyarakat dalam proses pengambilan keputusan maka diharapkan kepercayaan

publik terhadap penyelenggga dan lembaga pemerintahan dapat terus ditingkatkan.

Maka dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat ini dipercaya sebagai indikator

bagi menguatnya dukungan dan keabsahan pemerintah yang sedang berkuasa.

Disamping itu juga partisipasi akan mendorong orang untuk ikut untuk

bertanggungjawab didalam suatu kegiatan, karena apa yang disumbangkannya adalah

atas dasar kesukarelaan sehingga timbul rasa bertanggungjawab kepada organisasi

(Supriyatno, 2009:343).

Ada 3 (tiga) bentuk partisipasi menurut Oakley (1991), yaitu :

1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari

partisipasi dalam pembangunan adalah dengan melihatnya sebagai suatu

keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat

desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.

2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang

panjang antara praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrument

yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa

perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasi

yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil

dari adanya partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi dapat

dilakukan melalui beberapa dimensi, yaitu :

1. Sumbangan pikiran (ide atau gagasan)

2. Sumbagan materi (dana, barang dan alat)

3. Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja)

4. Memanfaatkan atau melaksanakan pelayanan pembangunan.

3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, yaitu partisipasi merupakan latihan

pemberdayaan bagi masyarakat meskipun sulit untuk mendefenisikan akan

tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan kerterampilan

dan kemampuan masyarakat untuk ikut terlibat dalam pembangunan.

Menurut Budi Supriyatno (2009:344) bahwa partisipasi masyarakat yang

dibutuhkan dalam pembangunan adalah partisipasi yang dilakukan secara sukarela

atau tanpa paksaan dan didorong oleh prakarsa atau swadaya masyarakat. Tentunya

hal ini sangat relevan dengan cita-cita otonomi daerah yakni untuk mendorong

prakarsa dan swadaya masyarakat. Cara berpartisipasi ini dapat dikategorikan atas :

1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan

Artinya keputusan-keputusan untuk kepentingan umum yang dibuat

pemerintah seyogyanya melibatkan masyarakat, sehingga keputusan-.

keputusan tersebut akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Keputusan-

keputusan yang selama ini dinilai tidak bermanfaat, karena dibuat secara top-

down tanpa melibatkan masyarakat.

2. Partisipasi dalam melakukan perencanaan pembangunan

Dalam merencanakan pembangunan, agar tidak menyimpang perlu

melibatkan masyarakat yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi, seperti

perencanaan pembebasan tanah masyarakat untuk pelebaran jalan, atau untuk

membangun gedung sekolah, sarana kesehatan (Rumah sakit ataupun

Puskesmas), gedung-gedung pemerintah, ataupun sarana dan prasarana publik

lainnya.

3. Partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan

Dalam hal ini masyarakat perlu dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan

sehingga terjadi sinergi antara pemerintah dan masyarakat, misalnya dalam

pembangunan terminal, pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan.

4. Partisipasi dalam evaluasi

Untuk memastikan bahwa perencanaan sesuai dengan pelaksanaan, seluruh

kegiatan harus dievaluasi. Evaluasi ini tentunya perlu melibatkan partisipasi

masyarakat.

Sebenarnya, jika ditinjau dari tujuan dan semangat otonomi daerah

tentunya sangat baik sekali dan relevan untuk mempercepat kesejahteraan

masyarakat, namun yang masih menjadi masalah adalah desentralisasi dan otonomi

daerah yang sekarang ini dilaksanakan belum sepenuhnya menjamin partisipasi

masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan.Yang menjadi kendala ataupun

permasalahan dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat di Indonesia adalah :

1. Sering muncul dilema karena ada upaya untuk menghindari ataupun meniadakan

partisipasi dengan alasan time consumming, costly, dan masyarakat juga malas

karena time consumming dan banyak tantangan dari opposing interest groups.

2. Permasalahan yang biasanya dihadapi di tubuh pemerintah adalah :

a. Siapa yang berpartisipasi (scope of participation).

b. Bagaimana caranya pihak-pihak yang berpartisipasi tersebut dapat saling

berkomunikasi dan mengambil keputusan (mode of communication and

decissions).

c. seberapa jauh yang didiskusikan dalam partisipasi itu diadopsi atau

diperhatikan dalam kebijakan atau kegiatan publik ( extent of authority).

3. Tidak tersedia ruang partisipasi yang cukup yang memungkinkan masyarakat

terlibat dalam proses-proses politik yang berhubungan dengan kepentingan

mereka.

4. Disisi lain bahwa keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan

juga belum secara memadai diakomodasi oleh saluran-saluran partisipasi yang

tersedia (Juliantara Dadang,2004:137).

5. Masih rendahnya akses terhadap informasi publik mengenai kegiatan perencanaan

pembangunan dan pemerintahan, hal ini menyebabkan kualitas partisipasi

masyarakat menjadi rendah.

6. Proses partisipasi tanpa substansi, dalam hal ini banyak event-event atas nama

partisipasi hanya fokus pada prosedur dengan melupakan substansi partisipasi

sebagai wahana untuk kesetaraan relasi kekuasaan dan keadilan distribusi

sumberdaya.

7. Rendahnya keterlibatan dan keterwakilan kelompok perempuan.

Hampir seluruh forum musyawarah dan lembaga perwakilan warga masih

didominasi oleh kelompok laki-laki dan cenderung mengabaikan keterwakilan

kelompok peremuan.

8. Apatisme Masyarakat, muncul akibat berbagai kegitan yang melibatkan

partisipasi masyarakat tidak membuahkan hasil dan tidak sesuai dengan keinginan

dan cita-cita masyarakat sehingga masyarakat merasa apatis terhadap partisipasi.

Kemudian untuk menetukan keberhasilan partisipasi masyarakat, maka

menurut Curtis Ventris (dalam Modul Bahan Diskusi Publik seri Partisipasi

Masyarakat dalam Pemerintahan Daerah, Jakarta 2007) menyatakan ada 5 kondisi

sebagai faktor penentu keberhasilan partisipasi masyarakat, yaitu :

a. Political complexity (sistem politik yang berlaku, apakah memungkinkan

keterwakilan).

b. Accountability (akuntabel terhadap kepentingan umum).

c. Tidak ada cooptation (praktek cooptasi yang mematikan partisipasi.

d. Political economy, dimana masyarakat dan pemerintah berjuang untuk memenuhi

kepentingan masing-masing.

e. Community (tingkat pendidikan, distribusi penduduk, dan sebagainya).

1.5.4 Perencanaan Partisipatif

Perencanaan pembangunan kabupaten menggunakan kerangka kerja

partisipatif yang disebut dengan perencanaan pembangunan partisipatif . Perencanaan

pembangunan partisipatif menghendaki adanya keterlibatan aktif dan optimal dari

seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yang ada di kabupaten, pelibatan

mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.

Pemerintah kabupaten/kota dalam membuat perencanaan tetap harus mengacu kepada

dokumen pembangunan provinsi dan dokumen perencanaan pembangunan nasional.

Jadi, perencanaaan pembangunan partisipatif ini memadukan antara proses

perencanaan yang bergerak dari bawah ke atas (bottom-up) dan proses perencanaan

yang bergerak dari atas kebawah (top down).

Perencanaan Partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannnya

melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara

langsung maupun tidak langsung). Tujuan untuk kepentingan rakyat, yang bila

dirumuskan dengan tanpa melibatkan rakyat maka akan sulit dipastikan bahwa

rumusannya berpihak pada rakyat. Menurut Alexander Abe (2005), perencanaan

partisipatif akan mempunyai dampak penting yaitu:

1. Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi.

2. Memberikan nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan.

3. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik rakyat.

Konsep perencanaaan pembangunan partisipatif, jika dikaitkan dengan

pendapat friedman, sebenarnya merupakan suatu proses politik untuk memperoleh

kesepakatan bersama (collegtiveagreement) melalui aktivitas negosiasi antar seluruh

pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan. Proses politik ini dilakukan

secara transparan dan aksesibel sehingga masyarakat memperoleh kemudahan

mengetahui setiap proses pembangunan yang dilaksanakan serta setiap tahap

perkembangannya. Dalam hal ini perencanaan partisipatif ini dirancang sebagai

sebuah alat pengambilan keputusan yang diharapkan dapat meminimalkan potensi

konflik antar stakeholder pembangunan.

Perencanaan partisipatif ini juga dapat dipandang sebagai instrumen

pembelajaran masyarakat (social learning) secara kolektif melalui interaksi antar

seluruh pelaku (actor) pembangunan tersebut. Pembelajaran ini pada akhirnya akan

meningkatkan kapasitas seluruh stakeholder dalam upaya pencapaian tujuan, arah dan

sasaran pembangunan. Selain sebuah proses politik, perencanaan partisipatif ini juga

merupakan sebagai sebuah proses teknis. Dalam proses ini yang lebih ditekankan

adalah peran dan kapasitas fasilitator untuk mendefenisikan dan mengidentifikasi

stakeholder secara tepat. Selain itu proses ini juga diarahkan untuk memformulasikan

masalah secara kolektif, merumuskan strategi dan rencana tindak kolektif, serta

melakukan mediasi konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya publik.

Menurut Wiyoso (2009 : 194), konsep partisipasi masyarakat dapat dicapai

apabila masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam setiap kegiatan yang menyangkut

kepentingan mereka. Namun, partisipasi masyarakat dalam memberdayakan mereka

tidak cukup apabila sifatnya hanya mobilisasi atau indoktrinasi. Demikian juga

pemberdayaan masyarakat tidak dapat mencapai hasil yang optimum apabila

partisipasi hanya bersifat konsolidasi. Maka bentuk partisipasi dalam rangka

pemberdayaan masyarakat perlu dipahami secara baik. Pemberdayaan masyarakat

adalah upaya untuk memberikan keleluasaan pada masyarakat agar mereka dapat

menentukan pilihan-pilihan dalam menanggapi dinamika kehidupan yang berubah

sehingga perubahan sesuai dengan yang akan mereka sepakati dan terapkan.

Dalam pembangunan yang sentralistik dan top-down partisipasi cenderung

bersifat manipulatif indoktrinasi. Masyarakat biasanya pasif dan hanya menerima

tanpa pernah dilibatkan dalam dialog dan komunikasi, sehingga partisipasi ini bersifat

satu arah dimana kerjasama sebagai bagian terpenting dalam partisipasi tidak atau

kurang berjalan. Keputusan-keputusan yang diambil bukan berdasarkan pada

kesepakatan-kesepakatan tetapi lebih ditentukan oleh kepentingan-kepentingan yang

berkuasa (mendominasi) atau mereka yang merencanakan program.

Karena suasana tata kehidupan masyarakat telah berubah menuju

demokrasi maka partisipasi seharusnya berubah ke arah yang lebih mengikutsertakan

berbagai pihak (stakeholder) yang terlibat dalam proses pemberdayaan masyarakat.

Partisipasi dalam bentuk saling hubungan yang terwujud atas dasar saling

memerlukan dan kerjasama secara wajar (equal) dengan upaya yang saling

menguntungkan. Equal tidak hanya sekedar dalam bentuk struktur dan fungsi tetapi

dalam tanggungjawab bersama atas resiko dan konsekuensi dari kesepakatan

bersama.

Untuk itu, menurut Wiyoso (2009 : 194), dalam meningkatkan partisipasi

masyarakat, diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :

1. Adanya peluang untuk memberikan saran dan perhatian sehingga setiap orang

mempunyai kontribusi dalam forum diskusi pengambilan keputusan.

2. Dibutuhkan komunikasi dua arah.

3. Adanya upaya untuk saling memahami dan posisi saling bernegosiasi, dan

berdialog, serta semangat toleransi dengan seluruh anggota kelompok masyarakat.

4. Dalam setiap diskusi tidak hanya sekedar menghasilkan keputusan tetapi secara

bersama-sama memikirkan implikasi dan akibat dari keputusan yang diambil

menyangkut keuntungan dan hambatan dan kemungkinan kerugian.

5. Dalam interaksi ada proses saling belajar dan upaya untuk mengoptimalkan hasil

melalui metode partisipatoris yaitu berusaha melakukan proses evaluasi untuk

menimbulkan kesadaran diri masyarakat.

1.5.5 Perencanaan Partisipatif dalam Penyusunan RPJMD

Perencanaan Partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah adalah keterlibatan mental atau pikiran dan emosi

perasaan, sumbangan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholder)

pembangunan dalam penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah dengan tujuan untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.

Sebagai wujud dari proses perencanaan partisipatif dalam perencanaan

pembangunan daerah, maka untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) perlu menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan

Pembangunan (Musrenbang) penyusunan RPJMD, yang dilaksanakan sepanjang

bulan maret.

Musrenbang adalah forum multi-pihak terbuka yang secara bersama

mengidentifikasi dan menentukan prioritas kebijakan pembangunan masyarakat.

Kegiatan ini berfungsi sebagai negosiasi, rekonsiliasi, dan harmonisasi perbedaan

antara pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sekaligus mencapai

konsensus bersama mengenai prioritas kegiatan pembangunan berikut anggarannya

(Modul Bahan Pelatihan dan Pendampingan Penyusunan Rencana pembangunan,

USAID LGSP, 2007 : 2).

Pemerintah telah menetapkan kegiatan Musrenbang sebagai sarana untuk

melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan di daerah. Berbagai

prakarsa juga telah ditempuh sejumlah daerah untuk meningkatkan efektifitas

partisipasi masyarakat, antara lain dengan melembagakan prosedur Musrenbang

dalam Peraturan Daerah (Perda) dan keterlibatan stakeholder dalam berbagai

pembahasan dan perumusan perencanaan pembangunan daerah, baik rencana jangka

panjang, menengah, maupun rencana kerja tahunan pemerintah daerah.

Adapun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

disusun dengan tahapan dan langkah-langkah sebagai berikut :

2. Tahap pertama: Penyiapan Rancangan Awal RPJM

Rancangan awal RPJM yang disiapkan oleh kepala Bappeda untuk

mendapatkan gambaran awal visi, misi, dan program bupati terpilih yang memuat

strategi pembangunan kabupaten, kebijakan umum, program prioritas bupati, dan

arah kebijakan keuangan kabupaten. Rancangan awal RPJMD menjadi pedoman bagi

kepala SKPD dalam menyusun rancangan Renstra-SKPD.

2. Tahap kedua : Penyiapan Rancangan Rencana Strategis (Renstra) SKPD.

Penyiapan Rancangan Rencana Strategis (Renstra) SKPD merupakan

tanggungjawab kepala SKPD yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan,

program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD dengan

berpedoman pada rancangan RPJM. Program dalam renstra SKPD bersifat indikatif,

tidak mengabaikan keberhasilan yang sudah dicapai selama ini, dan diselaraskan

dengan program prioritas bupati terpilih.

3. Tahap ketiga : Penyusunan Rancangan Akhir RPJM Kabupaten.

Rancangan akhir RPJM merupakan integrasi rancangan awal RPJM

dengan rancangan Renstra-SKPD, yang penyusunannya menjadi tanggungjawab

Kepala Bappeda, dan menjadi masukan utama dalam Musrenbang Jangka Menengah

Kabupaten.

4. Tahap keempat : Penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah kabupaten.

Musrenbang Jangka Menengah kabupaten merupakan forum konsultasi

dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan untuk membahas

rancangan RPJM kabupaten. Tujuan penyelenggaraan Musrenbang Jangka Menengah

Kabupaten adalah mendapatkan komitmen para pemangku kepentingan pembangunan

yang menjadi masukan dalam penyempurnaan rancangan RPJM. Musrenbang Jangka

Menengah kabupaten dilaksanakan paling lambat 3 bulan setelah bupati/wakil bupati

terpilih dilantik.

Adapun langkah-langkah dalam penyelenggaraan Musrenbang Jangka

Menengah Kabupaten adalah sebagai berikut :

a. Persiapan, meliputi :

1. Penggandaan naskah rancangan RPJM Kabupaten.

2. Menyiapkan panduan pelaksanaan yang memuat durasi,

tanggal/waktu pelaksanaan, mekanisme, dan susunan acaradengan

kelompok bahasan sebagai berikut :

i. Pemaparan visi, misi, dan program bupati.

ii.Pemaparan kondisi umum kabupaten dan prediksi 5 tahun

kedepan.

iii. Pemaparan dan penyepakatan strategi pembangunan kabupaten

dan kebijakan umum.

iv. Pemamparan dan penyepakatan arah kebijakan keuangan

kabupaten.

v.Pemaparan dan penyepakatan program pembangunan kabupaten

yang meliputi program SKPD, lintas SKPD, dan program

kewilayahan.

3. Mengirim surat undangan kepada peserta.

b. Pelaksanaan Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten

1. Pembukaan oleh : Bupati (sekaligus membuka secara resmi, dan

ketua Bappeda kabupaten), Ketua DPRD.

2. Pemaparan visi, misi, dan program bupati oleh kepala Bappeda.

3. Pemaparan kondisi umum kabupaten dan prediksi oleh tim

fasilitasi/tenaga ahli.

4. Pemaparan dan penyepakatan strategi pembangunan kabupaten

dan kebijakan umum oleh tim fasilitasi.

5. Pemaparan dan penyepakatan arah kebijakan keuangan kabupaten

oleh tim fasilitasi/tenaga ahli.

6. Pemaparan dan penyepakan program pembangunan kabupaten

yang meliputi program SKPD, lintas SKPD, dan program

kewilayahan oleh kepala SKPD.

7. Kepala Bappeda kabupaten merumuskan kesepakatan para

pemangku kepentingan pembangunan hasil Musrenbang Jangka

Menegah Kabupaten.

8. Penutupan : Kepala Bappeda kabupaten membacakan hasil

rumusan kesepakatan dalam Musrenbang dan diakhiri dengan

sambutan dan penutupan secara resmi oleh Bupati.

c. Keluaran

Materi kesepakatan dan komitmen hasil Musrenbang Jangka

Menengah Kabupaten sebagai masukan utama penyempurnaan

rancangan RPJM, menjadi rancangan akhir RPJM.

d. Peserta

1. Para Kepala satuan Kerja Perangkat Daerah, anggota DPRD,

instansi/lembaga daerah, TNI dan POLRI, Pengadilan dan

Kejaksaan, para pemangku kepentingan (stakeholders)

pembangunan kabupaten.

2. selain unsur-unsur terkait di atas Kabupaten wajib

mengikutsertakan perwakilan dari Bappeda Provinsi dan

mengikutsertakan pihak-pihak lain yang dianggap memiliki

kepentingan terhadap pembangunan kabupaten.

e. Nara Sumber

1. Kepala Bappeda sebagai penyampai Rancangan RPJM.

2. Fasilitator/tenaga ahli dalam mengenai bahan bahasan.

3. Fasilitator/tenaga ahli dalam memfasilitasi pembahasan dan

pengambilan keputusan dalam Musrenbang jangja Menengah

Kabupaten.

5. Tahap kelima : Penyusunan Rancangan Akhir RPJM

Penyusunan rancangan akhir RPJM kabupaten merupakan tanggungjawab

Kepala Bappeda kabupaten dengan masukan utama hasil kesepakatan Musrenbang

Jangka Menengah Kabupaten untuk disampaikan kepada bupati, dan selanjutnya

diproses untuk ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten

Adapun langkah-langkah dalam penyusunan Rancangan akhir RPJM

kabupaten adalah, sebagai berikut :

a. Menyusun rancangan akhir RPJM dengan memuat kesepakatan hasil

Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten dibantu tim fasilitasi.

b. Menyusun naskah akademis rancangan peraturan daerah tentang

RPJM dibantu Tim fasilitasi dan Kepala SKPD yang bertanggung

jawab tehadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum.

c. Menyampaikan rancangan akhir RPJM, beserta naskah akademis dan

naskah kesepakatan hasil Musrenbang Jangka Menengah Kabupaten

kepada bupati.

6. Tahap keenam : Penetapan Peraturan daerah (Perda) tentang RPJM.

Agar RPJM kabupaten menjadi dokumen perencanaan Jangka Menengah

kabupaten, maka perlu ditetapkan dengan peraturan daerah paling lambat 3 (tiga)

bulan sejak bupati dilantik. Peraturan Daerah tentang RPJM menjadi pedoman kepala

SKPD untuk menyempurnakan rancangan Renstra-SKPD menjadi Renstra-SKPD,

yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala SKPD.

Adapun langkah-langkah dalam penetapan Peraturan daerah tentang

RPJM adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan surat Bupati, perihal penyampaian naskah rancangan

Peraturan daerah tentang RPJM oleh kepala SKPD yang bertanggung

jawab terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi hukum, beserta

lampirannya kepada DPRD sebagai inisiatif Pemerintah kabupaten.

2. Sebelum RPJM ditetapkan menjadi Peraturan daerah perlu melakukan

konsultasi dengan Gubernur cq. Bappeda Provinsi.

Diagram Tata cara Penyusunan RPJM Kabupaten

(Sumber : Undang-undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional).

diacu

Lokasi Kegiatan Rencana Tata

Ruang

Analisis Keuangan

Daerah

Visi, Misi dan Program Bupati

Musrenbang Jangka

Menegah Kabupaten

Rumusan hasil Kesepakatan & Komitmen Stakeholder

Rancangan Awal RPJM

--------------------- - Srtategi Pembangunan Kabupaten - Arah Kebijakan Umum - Arah Kebijakan Keuangan Daerah - Program Prioritas

dijabarkan

Rancangan Renstra SKPD

- Visi, Misi, Tujuan, - Strategi,, Kebijakan - Program, Indikasi Kegiatan, dan Pendanaan

• Rancangan kerangka Regulasi

• Rancangan Kerangka Pendanaan

Rancangan Akhir RPJM

- Visi, Misi, Program Bupati - Arah, Kebijakan keuangan daerah - Strategi Pembangunan Kabupaten & Kebija- Kan umum - Program, indikasi kegiatan, dan penda- naan • Ranca-

ngan Kerang- ka Reu-lasi

• Ranca-ng an Kerang-ka pen- Danaan

- Program transisi - Kaidah Pelaksana-an.

Penetapan Perda

Tentang RPJM

Peraturan Daerah tentang RPJM

Prediksi Kondisi Umum

Kabupaten - Geografi -Perekonomi-an daerah - Sosial-Buadaya - Prasarana dan sarana - Pemeriintah-an Umum - dll

Rancangan RPJM

- Visi, Misi, Program Bupati - Arah Kebijakan Keuangan daerah - Strategi Pembangunan Kabupatend& Kebija-kan Umum - Program, indikasi ke-giatan, dan pendanaan a.Rancangan Kerang-ka Reulasi b.Rancangan Kerang-kaPenda-naan

1.6 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara

abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian

ilmu sosial (Singarimbun, 1995 : 37).

Agar mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang akan

diteliti maka penulis mencoba mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang

digunakan, yaitu :

1. Pembangunan merupakan proses menuju perubahan-perubahan yang

dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat dari kondisi yang

sebelumnya menjadi lebih baik lagi (adanya peningkatan kualitas hidup).

2. Perencanaan Pembangunan secara umum merupakan proses dan mekanisme

untuk merumuskan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek di daerah

yang dikaitkan pada kondisi, aspirasi, dan potensi daerah dengan melibatkan

peran serta masyarakat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

3. Partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan

sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta turut tanggungjawab terhadap

usaha yang bersangkutan. Atau dengan kata lain partisipasi merupakan suatu

proses yang dalam tujuan pencapaiannya melibatkan kepentingan rakyat, dan

dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak

langsung).

4. Perencanaan Partisipatif merupakan Pendekatan perencanaan yang dilaksanakan

dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap

pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan

menciptakan rasa memiliki. Hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan masyrakat

dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)

5. Perencanaan Partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah adalah keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan,

sumbangan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholder)

pembangunan dalam penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah dengan tujuan untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan

rasa memiliki.

6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Derah (RPJMD) merupakan

penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah yang penyusunannya

berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan

memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah,

strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD), lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program

kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dala kerangka pendanaan

yang bersifat indikatif.

7. Musrenbang Jangka Menengah kabupaten merupakan forum konsultasi dengan

para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan untuk membahas

rancangan RPJM kabupaten.

1.7 Operasionalisasi Konsep

Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat

diketahui indikator-indikator apa saja yang melekat dalam variabel sebagai

pendukung untuk dianalisa dari variabel tersebut (singarimbun, 1999:46).

Adapun yang menjadi operasionalisasi konsep dalam penelitian ini adalah

proses perencanaan partisipatif dalam penyusunan RPJMD, yaitu :

a. Pembangunan, dengan indikator :

1. Pembangunan merupakan suatu proses

2. Pembangunan adalah perubahan

3. Pembangunan adalah pertumbuhan

4. Pembangunan adalah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan

5. Pembangunan adalah sesuatu rencana yang tersusun secara rapi yang

dilakukan secara terencana, baik jangka panjang, sedang dan jangka

menengah.

b. Perencanaan Pembangunan Daerah, dengan indikator :

1. Kejelasan data kependudukan

2. Kejelasan batas administratif yang menjadi jangkauan perencanaan

3. Kejelasan Pembiayaan

4. Kejelasan Permasalahan yang dihadapi

5. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai

c. Partisipasi Masyarakat, dengan indikator :

1. Adanya peluang untuk memberikan saran dan perhatian sehingga setiap

orang mempunyai kontribusi dalam forum diskusi pengambilan keputusan.

2. Dibutuhkan komunikasi dua arah.

3. Adanya upaya untuk saling memahami dan posisi saling bernegosiasi, dan

berdialog, serta semangat toleransi dengan seluruh anggota kelompok

masyarakat.

4. Dalam setiap diskusi tidak hanya sekedar menghasilkan keputusan tetapi

secara bersama-sama memikirkan implikasi dan akibat dari keputusan yang

diambil menyangkut keuntungan dan hambatan dan kemungkinan kerugian.

5. Dalam interaksi ada proses saling belajar dan upaya untuk mengoptimalkan

hasil melalui metode partisipatoris yaitu berusaha melakukan proses

evaluasi untuk menimbulkan kesadaran diri masyarakat.

c. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), dengan indikator :

1. Wujud atau dimensi yang diberikan oleh masyarakat dalam Musrenbang,

misalnya berupa ide, gagasan, materi maupun sumbangan tenaga.

2. Keterlibatan masyarakat dalam penetapan rencana pembangunan daerah.

Keterlibatan ini adalah apakah masyarakat dilibatkan dalam proses

Musrenbang termasuk dalam hal pengambilan keputusan.

3. Keterwakilan masyarakat dalam komposisi peserta Musrenbang. Artinya

apakah peserta Musrenbang sudah mewakili seluruh elemen termasuk wakil

dari perempuan.

4. Penetapan sasaran program pembangunan sesuai dengan aspirasi

masyarakat.

d. Proses partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD), dengan indikator :

1. Mekanisme/tata cara pelaksanaan Musrenbang penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Bagaimanakah

Musrenbang itu diselenggarakan, siapa yang bertanggungjawab dan siapa

yang berkoordinasi dalam pelaksanaan Musrenbang RPJMD tersebut.

Apakah pelaksanaan Musrenbang tersebut telah sesuai dengan prosedur

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang RPJMD.

2. Usulan program dan kegiatan yang diajukan dalam Musrenbang RPJMD.

Program-program apa saja yang diajukan, apakah sesuai dengan visi dan

misi yang diajukan oleh bupati terpilih pada saat kampanye.

3. komunikasi antar peserta dalam penyelenggaraan Musrenbang RPJMD.

Artinya bagaimanakah arus komunikasi selama berlangsungnya

Musrenbang RPJMD baik antar peserta maupun antar peserta dengan SKPD

yang hadir.

1.8.Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat

penelitian, kerangka teori, lanasan teori penelitian, dan sitematika

penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan

data, unit analis data dan tekhnik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah, visi, misi,

tugas pokok, fungsi, komposisi pegawai dan struktur organisasi.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan

dokumentasi yang dianalisis.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi

penelitian.

BAB VI PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang

dilakukan.