Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara berdasarkan hukum
yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Ada banyak bentuk
pelaksanaan peraturan hukum di Indonesia dengan norma dalam bidang
masing-masing kinerja, dalam artian semua sudah diatur oleh Peraturan
Perundang-Undangan. Salah satu peraturan yang diatur dalam kejahatan
kriminal adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).1
Tujuan Hukum Acara Pidana sebelumnya sudah disebutkan di dalam kitab
pedoman KUHAP yang mana berbunyi bahwa “tujuan hukum acara pidana
adalah untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materiil, yaitu kebenaran
yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah
pelaku yang dapat didakwakan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya
meminta pemeriksaan putusan pengadilan guna menentukan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu
dapat disalahkan”.2
1 Ayudistra Nur Indah dan Meutia Megah Shinta. 2015. Kewenanganan Polisi Sebagai
Penyidik Dalam Melakukan Penanganan Tempat Kejadian Perkara. Jurnal IPI. Vol
III/No. 3 (2015), Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret. 2 Ibid.
2
Hal tersebut berdasarkan pemikiran bahwa dalam praktek hukum/praktek
penegakan hukum ternyata pejabat penyidik pada saat mulai mengayunkan
langkah pertamanya dalam melakukan penyidikan maka secara otomatis dan
secara langsung sudah terikat dengan ketentuan-ketentuan 3 (tiga) pembuktian
yang diatur dalam KUHAP.3
Umumnya masyarakat merasa suatu masalah kriminal yang timbul di
lingkungan sekitar merupakan hal yang biasa dan sudah tidak langka hal
tersebut terjadi. Namun dalam beberapa kejahatan yang perbuatannya
dilakukan terus-menerus seperti teroris, hacker/peretas sistem, pencurian, dan
lain-lain membuat masyarakat menyerahkan semua urusan kriminal kepada
pihak yang berwenang yakni kepolisian. Khususnya kejahatan pencurian
nasabah bank yang berlanjut. Namun saat diketahui kejahatan ini dilakukan
berulang-ulang dengan cara berpindah-pindah dari nasabah bank 1 (satu) ke
nasabah bank lainnya, kebanyakan kejahatan ini dilakukan oleh pelaku yang
sama, karena sudah biasa dan sering dilakukan dimana pelaku menjadikan
kejahatan ini sebagai penopang hidupnya. Oleh sebab itu adanya keengganan
masyarakat dimana-mana atau tidak di-1 (satu) tempat sehingga kepedulian
terhadap pentingnya keamanan kurang bereaksi aktif, lalu memancing agar
terjadi kejahatan dikarenakan sebab masyarakat yang tidak membantu polisi
dalam menjaga keamanan, dan pihak-pihak yang dirugikan bisa korban
individu, keluarga, maupun instansi. Jika hal tersebut terjadi maka masyarakat
hanya akan menyerahkan kepada pihak yang berwenang atau tidak
3 Ibid.
3
melaporkannya sama sekali. Kebijakan seperti ini tidak membantu polisi
dalam menindaklanjuti kejahatan. Kejahatan pencurian yang berlanjut seperti
diatas dalam hukum kriminal, dijelaskan bahwa pencurian adalah pengambilan
properti milik orang lain secara tidak sah tanpa seizin pemilik.4
Menurut Pasal 362 KUHP yang menyatakan sebagai berikut
: ”Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
denda paling banyak enam puluh rupiah”.5
Oleh sebab itu dengan melandasakan pasal 7 ayat (1) KUHAP diperlukan
adanya kewenangan kepolisian untuk menjaga kemanan Negara dan
masyarakat agar tidak terjadi kejahatan-kejahatan dimana khususnya
kewenangan penyidik digunakan untuk mengungkap kejahatan tindak pidana
pencurian nasabah bank BNI.
Kewenangan penyidik dalam hal mencari bukti-bukti kejahatan sangat
penting pada kinerja kepolisian sebagai penyidik yang menangani semua
kejahatan jalanan. Dari semua bukti-bukti dan keterangan saksi yang berhasil
dikumpulkan akan diadakan gelar perkara yang pesertanya merupakan semua
anggota penyidik kepolisian setempat daerah tersebut, tentu hal ini termasuk
dalam bagian kewenangan penyidik yang telah diatur di dalam pasal 7 ayat (1)
KUHAP. Jika memang telah sepakat dalam gelar perkara sehingga
menemukan titik terang dan jelas maka akan dilakukan penangkapan pada
4 Interwiki, Definisi Pencurian, https://id.wikipedia.org, 14 Maret 2018.
5 Pasal 362 KUHP.
https://id.wikipedia.org/
4
tersangka kejahatan. Metode penangkapan akan disesuaikan oleh penyidik
yang mendapat surat perintah penangkapan dari Kepala Satuan Reserse
Kriminal (KASAT RESKRIM) dengan berkeahlian pada pelatihan-pelatihan
kepolisian. Dalam proses penindaklanjutan penyidik sering sekali mengalami
banyak kendala, seperti sulitnya mencari saksi mata untuk dimintai keterangan
dan saksi yang didatangkan tidak kooperatif sehingga membingungkan proses
penyidikan. Tidak hanya dalam pencarian keterangan tetapi dalam hal
pencarian barang bukti sulit diselidiki karena perlunya polisi bekerja sama
dengan pihak disekitar Tempat Kejadian Peristiwa (TKP). Nasabah bank yang
telah menjadi korban perlu dilakukan Olah Tempat Kejadian Peristiwa (TKP)
termasuk pemeriksaan Closed Circuit Television (CCTV), namun hal ini perlu
mendaptkan izin terlebih dahulu dari pihak bank.6
Fenomena peristiwa : sudah terlalu sering bagi 3 (tiga) tersangka yang
melakukan pencurian nasabah bank di Kota Malang. Namun segala upaya
penyidik dalam melakukan penangkapan, alhasil tesangka selalu dapat
meloloskan diri. Pada suatu hari ketika tersangka dapat di eksekusi dan
ditangkap tangan di Tempat Kejadian Peristiwa (TKP) tepatnya di salah satu
bank yaitu Bank Negara Indonesia (BNI) di Kota Sragen. Kewenangan
penyidik pada saat itu ialah menangkap basah 3 (tiga) tersangka dengan
memberikan 3 (tiga) peringatan. Namun 3 (tiga) tersangka mencoba melarikan
diri sehingga memicu penyidik untuk menembak tepat pada bagaian betis kaki
kiri tersangka. Upaya ini dilakukan agar tersangka tidak berhasil melarikan
6 Wawancara dengan Bripka Aldino RAW, S.H., Unit Resosilasi Mobil (RESMOB) Kasat
Reskrim Polres Malang. 23 Januari 2018.
5
diri. Salah satu dari tersangka meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah
sakit Saiful Anwar Kota Malang akibat banyaknya darah yang keluar dari luka
tembak. 2 (dua) tersangka lainnya segera di bawa penyidik dan diproses lebih
lanjut sesuai hukum.7
Berdasarkan Latar Belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian karena menyangkut lintas batas propinsi dan cara
pengungkapan pelaku pencurian nasabah bank yang keberadaannya selalu
berpindah tempat. Oleh karena itulah penelitian ini akan dituangkan dalam
bentuk tugas akhir atau skripsi dengan judul “Kewenangan Penyidik Polisi
Republik Indonesia Dalam Mengungkap Tindak Pidana Pencurian Nasabah
Bank”.
1.2 Rumusan Masalah
Agar lebih tepat dan terarahnya sasaran dengan judul yang penulis
kemukakan, maka akan ada beberapa permasalahan yang membahas tentang
judul dalam pokok pembahasan, sebagai berikut :
1. Bagaimana kewenangan penyidik dalam melakukan penangkapan
tersangka pencurian nasabah bank BNI?
2. Apa saja faktor penghambat dan pendukung yang ditemui penyidik pada
saat melaksanakan kewenangannya dalam melakukan penangkapan
tersangka pencurian nasabah bank BNI?
7 Ibid.
6
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan memahami kewenangan penyidik dalam
melakukan penangkapan tersangka pencurian nasabah bank berlanjut.
2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung yang ditemui
penyidik dalam melaksanakan kewenangannya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran
keilmuan khususnya hukum pidana dan hukum acara pidana yang
berguna menindaklanjuti salah satu kasus yakni tentang Kewenangan
Penyidik dalam Mengungkap Tindak Pidana Kejahatan Pencurian
Nasabah Bank yang berpindah-pindah tempat.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan jawaban dan solusi atas
permasalahan yang dikaji dalam pokok pembahasan penelitian ini.
b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam mencari titik
tengah dan bahan masukan pembelajaran bagi pihak Penyidik Polri
dalam mengungkap kejahatan kriminal pencurian nasabah bank.
c. Dapat meningkatkan pemahaman dan mengembangkan pola pikir
menjadi kritis dan sekaligus mengetahui tolak ukur kemampuan
penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang ditempuh.
7
1.5 Kegunaan Penelitian
1. Untuk dapat meneliti lebih jauh motif daripada perbuatan kejahatan ini
dilakukan.
2. Sebagai bahan bacaan untuk melihat tolak ukur dalam analisis kejahatan
ini dan agar menjadi acuan untuk kejahatan yang sama bila terjadi
dikemudian hari.
3. Untuk mengetahui lebih jauh kejahatan ini agar tidak terjadi lagi di
lingkungan masyarakat.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis empiris.
Data yang akan didapatkan merupakan bentuk file tertulis, dan
informasi dari pihak kepolisian terkait yang menangani pencurian
nasabah bank. Metode yuridis empiris bermaksud menganalisis
mengenai kewenangan serta faktor pendukung dan faktor penghambat
penyidik dalam sebuah permasalahan yang dilakukan dengan cara
memadukan data dan hukum dari data primer dan sekunder. Bukti
empiris adalah suatu sumber pengetahuan yang diperoleh dari
observasi atau percobaan. Metode penelitian empiris merupakan
informasi yang membenarkan suatu kepercayaan dalam kebenaran atau
kebohongan suatu klaim empiris.
a. Jenis Data
8
Dalam kasus hukum akan lebih mendukung penelitian jika
dibantu dengan beberapa jenis data, diantaranya :
1) Jenis Data Primer
Data ini diperoleh dari hukum positif atau peraturan tertulis
yang berhubungan langsung dengan penelitian ini. Contoh dari
beberapa bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
c) Undang-undang No. 2 Tahun 2000 Tentang Kepolisian.
d) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
e) Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen
Penyidikan.
f) Standar Operasional Prosedur (SOP) Bidang Penyidikan
Kepolisian Republik Indonesia.
g) Wawancara dengan IPTU Sugeng Iryanto dan Bripda
Aldino Unit Resosilasi Mobil (RESMOB), Kasat Reskrim
Polres Malang.
2) Jenis Data Sekunder
Data sekunder merupakan sebagai bahan hukum penunjang
dalam membantu penelitian. Kegunaan dari bahan hukum
sebagai aspek tolak ukur dan merupakan referensi dalam
9
menambah wawasan agar lebih jauh dalam melakukan
penelitian. Jenis yang menjadi bahan hukum penunjang dalam
penelitian ini adalah, sebagai berikut :
a) Buku atau literatur yang terkait dengan penulisan hukum.
b) Internet.
c) Jurnal tentang hukum.
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Akan lebih lengkap dan jelas jika dalam melakukan pengumpulan
data-data hukum diperlukan beberapa teknik yang sesuai dalam
pembahasan ini, diantaranya :
a. Studi kepustakaan dengan cara mendalami berbagai bahan-bahan
bacaan mengenai ilmu hukum pidana yang dilakukan di
Perpustakaan Pusat Kampus III Universitas Muhammadiyah
Malang.
b. Studi website hukum di kabar hukum.com, digilib Universitas
Lampung, dan Wikipedia Interwiki.
c. Studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan data-data dan
dokumen yang berkaitan berupa perundang-undangan antara lain :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
3) Undang-undang No. 2 Tahun 2000 Tentang Kepolisian.
4) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
10
5) Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen
Penyidikan.
6) Standar Operasional Prosedur (SOP) Bidang Penyidikan
Kepolisian Republik Indonesia.
7) Wawancara dengan IPTU Sugeng Iryanto dan Bripka Aldino
RAW Unit Resosilasi Mobil (RESMOB), Kasat Reskrim Polres
Malang.
1.6.3 Teknik Analisa Data
Untuk memecahkan sebuah permasalahan dibutuhkan keterampilan
dalam menganalisa data deskriptif kualitatif. Teknik analisa yang akan
digunakan adalah penyaringan informasi (information filtering).
Informasi yang didapatkan melalui wawancara akan di lakukan
penyaringan guna mengambil maksud atau bagian inti yang disebut
sebagai data kualitatif.
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini secara rinci terdiri dari 4 (empat) Bab besar yang
disusun secara terstruktur mulai dari Bab I hingga Bab ke-IV, dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Bab I Pendahuluan
Bab I berisikan, pertama dimulai dari sub-bab awal yaitu latar
belakang masalah yang penulis angkat lalu dijelaskan garis besar isi dalam
11
permasalahan dengan judul yang penulis kemukakan. Lalu kemudian
faktor-faktor yang menjadi pendorong permasalahan ini untuk dikaji di
dalam rumusan masalah serta manfaat daripada penulisaan yang di
kemukakan di dalam manfaat dan tujuan penulisan, serta dilengkapi
dengan kegunaan penelitian yang akan menjadi tolak ukur kemampuan
penulis dan menjadi bahan bacaan bagi para pembaca.
b. Bab II Tinjauan Pustaka
Bab II berisikan kerangka teori yang keseluruhan meliputi : Tinjauan
umum tentang kewenangan penyidik kepolisian, tugas dan kewenangan
penyidik sebagai polisi Republik Indonesia, tugas penyidik dalam
menanggulangi kejahatan, kewenangan penyidik dalam menanggulangi
kejahatan, tinjauan umum tentang penangkapan, tindak pidana berlanjut,
tindak pidana pencurian, tinjauan umum tentang bank, dan tinjauan umum
tentang efektivitas hukum.
c. Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada Bab III ini adalah menjelaskan dengan memaparkan bahan
hukum yang akan menjadi objek penelitian penulis, kemudian dikaji
secara cermat dengan berlandaskan teori-teori dan peraturan perundang-
undangan yang sudah dipaparkan dalam Bab II Kajian Pustaka.
d. Bab IV Penutup
Terakhir Bab IV berisikan Kesimpulan dan Saran, kesimpulan yang
dijelaskan dari keseluruhan penulisan hukum mulai dari awal hingga akhir
serta saran-saran dari penulis dan berbagai pihak yang berguna sebagai
12
rekomendasi terhadap pihak-pihak yang terkait dan bersangkutan.
Kemudian ditutup dengan daftar pustaka yang berisikan berbagai bahan
sumber rujukan penulisan hukum pada akhir penulisan.