Upload
truongkiet
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Bali saat ini menjadi salah satu tujuan wisatawan mancanegara,
pembangunan pun dilaksanakan di segala bidang. Upaya pembangunan
tersebut dilaksanakan dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada,
tidak terkecuali di bidang pariwisata dan transportasi. Hal tersebut
merupakan salah satu andil yang dilakukan Kota Denpasar untuk turut
serta dalam mensukseskan program Nasional di bidang Industri
Kepariwisataan. Dengan tumbuhnya pariwisata khususnya di Kota
Denpasar.
Sebagai salah satu daerah tujuan wisata tentunya saja banyak
pengunjung yang datang dari berbagai pelosok tanah air bahkan tidak
hanya pengunjung dari tanah air tetapi juga pengunjung dari manca
negara. Untuk memperlancar perjalanan para wisatawan tersebut,
diperlukan adanya suatu sarana penunjang yaitu sarana di bidang
transportasi.
Dalam memberikan pelayanan dan mempermudah para wisatawan
di bidang transportasi, di daerah Kecamatan Denpasar banyak berdiri dan
berkembang tempat penyewaan mobil yang menyediakan berbagai jenis
mobil untuk disewakan dengan harga sewa yang bervariasi, sehingga
para wisatawan tersebut tinggal memilih mana yang diminati serta harga
1
2
sewanya yang terjangkau. Didirikannya tempat persewaan mobil ini
diharapkan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang sering terjadi dan
timbul di dalam masyarakat khususnya di bidang transportasi.
Seseorang yang membutuhkan jasa transportasi dapat menyewa
mobil di tempat persewaan mobil. Sebelum menyewa, terlebih dahulu
dibuatlah perjanjian antara kedua belah pihak, yaitu antara penyewa dan
yang menyewakan, dalam hal ini adalah perjanjian sewa menyewa
mobil.
Menurut Subekti yang dimaksud dengan sewa meyewa: “Suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang,
selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh
pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”.1
Berdasarkan pengertian yang diuraikan di atas terdapat tiga unsur
yang terkandung di dalam sewa-menyewa, yaitu: benda, harga, dan
waktu. Unsur itu yang penting benda yang dinikmati, harga sewa yang
dibayar dan lamanya waktu sewa sudah ditentukan secara pasti di dalam
perjanjian sewa menyewa tersebut.
Untuk menentukan waktu dan besarnya sewa kendaraan tersebut
maka di sini diperlukan adanya perjanjian sewa-menyewa antara pihak
yang satu dengan yang lainnya, apabila si penyewa tidak melaksanakan
1R.Subekti, 1984, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung (Selanjutnya disingkat Subekti 1) h. 39.
3
kewajiban dalam hal ini mengembalikan kendaraan sesuai dengan tepat
waktu dan tidak membayar uang sewa sesuai dengan apa yang telah
diperjanjikan , sesuai dengan pasal 1234 KUHPer menyebutkan bahwa ”
memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu isi perjanjian
tersebut dengan prestasinya dalam sewa menyewa mobil adalah berbuat
sesuatu yaitu mengembalikan mobil yang disewa tepat pada waktunya,
dan membayar uang sewa sesuai dengan yang diperjanjikan.
Namun dalam menyatakan sewa menyewa mobil debitur tidak
melaksanakan prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan. Hal ini dapat
digolongkan kedalam wanprestasi.
Perjanjian sewa-menyewa bertujuan untuk memberikan hak
pemakaian saja, bukan hak milik atas suatu benda,oleh karena itu pihak
yang menyewakan tidak usah seorang pemilik atas benda yang disewakan
itu, cukuplah misalnya ia seorang yang mempunyai hak pakai atau
vruchtgebruik atas benda tersebut.
Dalam setiap perjanjian masing-masing pihak diwajibkan untuk
memenuhi apa yang menjadi isi dari perjanjian atau para pihak wajib
untuk memenuhi prestasinya. Prestasi ini dapat berupa memberikan
sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Apabila isi dari
perjanjian yang telah disepakati tidak dipenuhi oleh salah satu pihak,
maka hal ini menimbulkan wanprestasi.
Kalau kita telusuri maka dari perikatan dan perjanjian, maka
didalamnya terdapat makna adanya persetujuan, jadi tidak akan ada
4
perikatan, bila tidak ada kesepakatan sebagai wujud yaitu adanya hak
dan kewajiban, maka hal itu akan membawa suatu konsekuensi hukum
bagi para pihak, dalam bagian ini menjelaskan tentang perjanjian kredit
perbankan pada umumnya seperti yang telah dikemukakan terlebih
dahulu tentang perjanjian yang akan dikaji dari segi pengertiannya.
Sedangkan R. Setiawan, SH. Mengutip pendapat sarjana yang
bernama Pitlo menjelaskan pengertian perikatan :”Perikatan adalah suatu
hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua atau lebih atas
dasar pihak yang satu (kreditur) berhak atas suatuprestasi (debitur) dan
pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi”.2
Mengenai wanprestasi banyak sarjana hukum atau ahli hukum
yang memberikan pendapatnya, diantaranya adalah :
Menurut A.A.N.G. Dirksen, S.H “wanprestasi mengandung arti
tidak dipenuhinya suatu prestasi yang diwajibkan bagi debitur
sebagaimana telah disepakati dalam perjanjian yang dibuat dengan pihak
kreditur. Tidak dipenuhinya kewajibannya tersebut dapat terjadi karena
datang dalam debitur sendiri dan dapat juga karena datangnya dari luar
debitur.”3
Menurut A. Ridwan Halim, S.H” yang dimaksud dengan
wanprestasi adalah kelalaian suatu pihak dalam memenuhi kewajibannya
2R.Setiawan, 1986, Pokok – pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Jakarta, h. 2.
3A.A.N.G. Dirksen, 1998, Hukum Perikatan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 56.
5
terhadap pihak lain yang seharusnya ditunaikannya berdasarkan
perikatan yang telah dibuat.”4
Menurut Abdulkadir Muhammad
“wanprestasi berasal dari sitilah aslinya dalam bahasa Belanda ‘wanprestatie’ artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada 2 (dua) kemungkinan alasan, yaitu :1. Karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan maupun
karena kelalaian.2. Karena keadaan memaksa (force majeure) jadi diluar
kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah. 5
Akibat hukum yang timbul terhadap debitur yang mengalami
wanprestasi dalam suatu perjanjian dimana debitur tidak memenuhi
kewajibannya, secara nyata dapatlah dilihat bahwa akibatnya tidak
dapatnya perjanjian dipenuhi atau dilaksanakan secara benar, maka
seorang kreditur tidak mendapat pemenuhan hak-haknya yang semestinya
didapatkan sesuai dengan adanya perjanjian tersebut.
Secara yuridis, akibat hukum dari wanprestasi dalam suatu
perjanjian tidaklah sederhana itu, sebab perjanjian sebagai ikatan dalam
bidang hukum harta benda antara dua subjek atau lebih, dimana satu
pihak berhak atas sesuatu dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk
4A. Ridwan Halim,1982, Hukum Dalam Tanya Jawab, Gahlia Indonesia, Jakarta, h. 158.
5Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I) h. 54
6
melakukannya. Meletakan suatu akibat yang diatur oleh hukum jikalau
terjadi keadaan wanprestasi itu sendiri.
Menurut Purwahid Patrik, akibat hukum terhadap perjanjian
karena wanprestasi, maka debitur harus :
1. Mengganti kerugian;
2. Benda yang dijadikan objek dari perikatan sejak saat tidak
dipenuhinya kewajiban menjadi tanggungjawab dari debitur;
3. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik,
kreditur dapat minta pembatalan (putusan) perjanjian.6
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian sewa menyewa mobil yang
disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga ?
2. Bagaimanakah penyelesaian perjanjian sewa menyewa mobil yang
disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari pembahasan tidak menyimpang dari
permasalahan, maka ruang lingkup penulisan perlu dibatasi hubungan
hukum antara penyewa dengan pihak ketiga dan Upaya – upaya apa yang
ditempuh terhadap mobil yang disewa kemudian digadaikan.
6Purwahid Patrik, 1994, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, h.11
7
1.4. Orisinalitas
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia
pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan
orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan, beberapa
judul penelitian skripsi atau disertai terdahulu sebagai pembanding. Adapun
dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 2 skripsi yang
pembahasannya berkaitan dengan “ Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Mobil
yang Disewakan Oleh Penyewa di Gadaikan Pada Pihak Ketiga“
Tabel 1.1. Daftar Penelitian Sejenis
No Judul Penulis Rumusan Masalah1 Wanprestasi Dalam
Perjanjian Sewa Menyewa Sepeda Motor Di Kabupaten Badung
I Wayan Iwan Indrawan (mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana) Tahun 1999
1. Bagaimanakah bentuk wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa sepeda motor di Kabupaten Badung ?
2. Bagaimanakah penyelesaian akibat wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian sewa menyewa sepeda motor di Kabupaten Badung
2 Tanggung Jawab Penyewa dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Roda Empat Di Kota Denpasar
I.G.A.Ayu Mirah Novia Sari (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana) Tahun 2009
1. Bagaimana tanggung jawab penyewa apabila pihak penyewa wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan roda empat di Kota Denpasar ?
2. Bagaimanakah upaya penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan roda empat di Kota Denpasar ?
8
Tabel 1.2. Daftar Penelitian Penulis
No Judul Penulis Rumusan Masalah1 Pelaksanaan
Perjanjian Sewa Menyewa Mobil yang Disewakan Oleh Penyewa di Gadaikan Pada Pihak Ketiga
Kadek Wahyu Cahayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2014
1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga ?
2. Bagaimanakah penyelesaian perjanjian sewa menyewa mobil yang disewa oleh penyewa digadaikan pada pihak ketiga ?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan pokok dari penyusunan skripsi ini dapat dibedakan menjadi
2 antara lain :
a. Tujuan umum
1. Untuk melatih didalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara
tertulis.
2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum.
4. Untuk mengembangkan diri pribadi ke dalam kehidupan
masyarakat.
5. Untuk pembulat studi di bidang ilmu hukum.
6. Untuk mengetahui sewa menyewa mobil yang disewa oleh
penyewa.
7. Untuk mengetahui tanggung jawab penyewa terhadap mobil yang
disewa di gadaikan pada pihak ketiga.
9
b. Tujuan Khusus
1. Untuk memahami sewa menyewa mobil yang disewa oleh
penyewa.
2. Untuk memahami tanggung jawab penyewa terhadap mobil
yang disewa di gadaikan pada pihak ketiga.
1.6. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan
dapatmenambah ilmu pengetahuan hukum mengenai
perjanjian khususnya sewa menyewa mobil.
2. Untuk memberikan referensi kepada adik kelas sebagai bahan
untuk menelesaikan permasalahan yang sejenis.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat dipakai sebagai
pedoman dalam menyelesaikan permasalahan yang sejenis khususnya dalam
perjanjian sewa menyewa mobil.
1.7. Landasan Teoritis dan Hipotesis
a. Landasan Teoritis
Bahwa sewa menyewa merupakan suatu perjanjian yang
menyerahkan barang, oleh karena dalam hal sewa menyewa, pihak
yang menyewakan diwajibkan menyerahkan barangnya kepada si
penyewa, sedang pihak yang menyewa ini diwajibkan membayar
10
harga sewa, akan tetapi sifat penyerahan barang. Dalam perjanjian
sewa menyewa, bahwa si pemiliki barang (yang menyewakan),
hanyalah menyerahkan pemakaian/menggunaan dari barang yang
disewakan kepada si penyewa, dengan menerima pembayaran
berupa “harga sewa” dan hak milik atas barang tersebut adalah tetap
berada di tangan si pemilik. Jadi barang itu diserahkan tidak untuk
dimiliki, melainkan hanya untuk dipakai atau dinikmati
penggunanya. Dengan demikian penyerahan tadi hanya bersifat
penyerahan kekuasaan belaka atas barang yang disewa tersebut.
Untuk menunjang pembahasan permasalahan tersebut di atas,
ada beberapa teori yang berhubungan dengan judul dari skripsi
tersebut di atas antara lain :
Menurut Subekti: “Meskipun sewa menyewa itu suatu
perjanjian konsensuil, namun oleh undang-undang diadakan
perbedaan antara sewa tertulis dan sewa lisan”.7
Menurut Subekti “Dengan dijualnya barang yang disewa,
suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan,
kecuali apabila ia telah diperjanjikan pada waktu menyewakan
barangnya tersebut (Pasal 1576 KUHPer).”8
7R.Subekti, 1989, Hukum Perjanjian, cet. VI, PT. Intermasa, Jakarta, (selanjutnya disingkat Subekti II), h. 94.
8R.Subekti, 1985, Aneka Perjanjian, cet. VII, Alumni Bandung, Bandung, (selanjutnya disingkat Subekti III), h. 48.
11
Pasal 1552 ayat 1 KUHPer mengatakan :“Pihak yang
menyewakan harus menanggung, bahwa pada barang yang disewa
tiada cacat, yang berakibat menghalangi si penyewa memakai
barang, meskipun pihak yang menyewakan, pada waktu persetujuan
sewa menyewa itu diadakan, tidak tahu adanya cacat itu.”9
Ayat 2 pasal tersebut menegaskan : “Apabila si penyewa
mendapat rugi sebagai akibat dari cacat itu, maka pihak yang
menyewakan harus memberi ganti kerugian.”10
Pasal 1550 KUHPer menyebutkan tiga macam kewajiban
pokok dari pihak yang menyewakan yaitu :
Ke-1 : Untuk menyerahkan (leveran) barangnya kepada sipenyewa.
Ke-2 : Untuk memelihara barangnya sedemikian rupa, sehinggabarangnya dapat dipakai secara yang dimaksudkan.
Ke-3 : Untuk berusaha supaya si penyewa selama persetujuansewa menyewa berjalan, selalu secara tenteram dapatmemakai dan menikmati barang yang disewa itu(“Rusting genot”).11
Hak pihak yang menyewakan adalah :
- Uang sewa harus dibayar oleh pihak penyewa tepat pada
waktunya sesuai dengan perjanjian.
9Wirjono Prodjodikoro, 1981, Hukum Perjanjian tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, cet. VII, Sumur Bandung, Bandung, (selanjutnya disingkat Wirjono Prodjodikoro I) h. 53.
10Ibid, h. 53.
11Ibid, h. 54.
12
- Pihak yang menyewakan berhak untuk menuntut ganti
rugi kepada pihak penyewa apabila barang yang
disewakan rusak.
Pasal 1560 KUHPer menyebutkan dua kewajiban pokok dari
si penyewa tersebut :
Ke-1 : Untuk memakai barang sewaan secara yang sangatberhati-hati(“Alsengoed huisvader”) dan menuruttujuan dan maksud dari persetujuan sewa menyewa.
Ke-2 : Untuk membayar uang sewa pada waktu-waktu yangditentukan dalam persetujuan sewa-menyewa.12
Hak dari pihak penyewa adalah :
- Penyerahan barang yang disewa harus dalam keadaan
terpelihara sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan
yang dimaksudkan.
- Adanya jaminan dari pihak yang menyewakan akan
kenikmatan, ketentraman dan tidak adanya cacat dari
barang yang disewa.
Djoko Prakoso dan Bambang Riyadi Lany, dalam bukunya
menulis bahwa menurut pasal 1553 KUHPer dalam sewa menyewa
resiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh si pemilik
barang, yaitu pihak yang menyewakan.13
Tentang pengertian dari resiko dapat diketahui dari bagian
umum hukum perjanjian yang diatur dalam buku KUHPer yaitu
12Ibid
13Joko Prakosa dan Bambang Riyadi Lany, 1987, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, PT. Bina Ksara, Jakarta, h. 68.
13
resiko adalah merupakan kewajiban untuk memikul kerugian yang
disebabkan oleh suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak
yang menimpa barang yang menjadi obyek perjanjian. Peraturan
tentang resiko dalam sewa menyewa tidak begitu jelas diterangkan
oleh pasal 1553 KUHPer. Dalam pasal ini disebutkan bahwa apabila
barang yang disewa musnah karena suatu peristiwa perjanjian sewa
menyewa gugur demi hukum. Dari perkataan “Gugur demi Hukum”,
ini disimpulkan bahwa masing-masing pihak sudah tidak dapat
menuntut suatu apa-apa dari pihak lawannya.
Menurut Abdulkadir Muhammad jika tidak dilaksanakannya
kewajiban perjanjian dapat menimbulkan berbagai kemungkinan
akibat, baik yang berkenaan dengan perjanjiannya sendiri maupun
yang berkenaan dengan kewajiban pihak-pihak.14
Kewajiban-kewajiban para pihak sebaiknya dimuat di dalam
perjanjian sewa menyewa tersebut.
Abdulkadir Muhammad juga mengatakan bahwa perjanjian
sewa menyewa dapat dibuat secara tertulis dan dapat pula secara
tidak tertulis.15
Menurut Subekti perbedaan antara sewa tertulis dan tidak
tertulis yang diadakan oleh Pasal 1570 dan Pasal 1571
14Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad II) h. 14.
15Ibid, h. 77.
14
KUHPer(yang tertulis secara otomatis apabila diadakan dengan
jangka waktu, setelah lewatnya waktu itu sedangkan yang tidak
tertulis memerlukan pemberitahuan penghentian) tidak perlu
dipertahankan. Cukuplah diadakan perbedaan antara sewa yang
diadakan dengan tenggang waktu dan yang tanpa waktu tertentu.16
Sesuai dengan bunyi dari Pasal 1573 KUHPeryang
menyatakan bahwa:
“Jika, Setelah berakhirnya suatu penyewaan yang dibuat dengan tulisan, si penyewa tetap menguasai barang yang disewa dan dibiarkan menguasainya, maka terjadilah dengan ini suatu sewa baru, yang akibatnya diatur dalam pasal-pasal yang mengenai penyewaan-penyewaan dengan lisan.”
Berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat diartikan bahwa suatu
perjanjian kendaraan lebih lanjut agar dalam mengadakan suatu
sewa-menyewa itu diperjanjikan sehingga nantinya tidak
menyulitkan kedua belah pihak.
Menurut Subekti mengemukakan bahwa dalam sewa
menyewa itu resiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul
oleh si pemilik barang yaitu pihak yang menyewakan.17
Jadi disini berarti bilamana salah satu pihak yang terikat
dalam perikatan tersebut melaksanakan suatu perbuatan atau tidak
menepati pelaksanaan pemenuhan prestasi sesuai dengan waktu
yang ditentukan.
16R.Subekti, 1992, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selanjutnya disingkat Subekti IV) h. 31.
17Subekti 1, Op.Cit, h. 44.
15
Memang dengan tidak tepat pada waktunya debitur belum
juga melaksanakan prestasinya sudah dianggap lalai, tetapi ada
pelaksanaan prestasi yang tidak ditentukan secara pasti bagaimana
nantinya mempersoalkan tidak tepat waktu dalam perjanjian.
Mariam Darus Badrulzaman, menyebutkan bahwa ada tiga
bentuk wanprestasi yaitu :
a. Debitur sama sekali tidak berprestasi
b. Debitur salah berprestasi
c. Debitur terlambat berprestasi
ad.a. Debitur sama sekali tidak berprestasi
Dalam hal ini debitur tidak perlu dinyatakan lalai oleh
kreditur, karena dalam hal ini diharapkan debitur dapat
berprestasi percumalah memberi dorongan kepada debitur agar
melaksanakan perikatan yang ia tidak mampu
melaksanakannya.
ad.b. Debitur salah berprestasi
Dalam hal debitur berprestasi salah, apakah debitur
dinyatakan lalai lebih dahulu oleh kreditur agar nantinya iada
dapat menuntut pembatalan perikatan dengan tambahan ganti
rugi, biaya atau bunga.
16
ad.c. Debitur terlambat berprestasi
Disini berarti tidak berprestasinya debitur tepat pada
waktunya yang disepakati dengan kreditur akan tetapi debitur
berprestasi lebih dari waktunya.18
R. Subekti, dalam bukunya tentang aneka perjanjian
menguraikan bahwa wnaprestasi (Kelalaian dan kealpaan) seorang
debitur dapat berupa empat macam yaitu :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
diakukannya.19
b. Hipotesis
Berdasarkan pada kerangka teori yang telah diuraikan maka
terhadap permasalahan yang telah dirumuskan di atas dapat
dikemukakan hipotesa sebagai berikut:
1. Hubungan hukum yang terjadi antara penyewa dengan pihak
ketiga, saling keterkaitan, karena penyewa mendapatkan uang
dari pihak ketiga dan pihak ketiga menerima mobil sebagai
benda jaminan atas uang yang di keluarkan.
18Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan , PT.Citra Aditya Bhakti, Bandung, h. 19
19R. Subekti I, loc. cit.
17
2. Upaya yang ditempuh para pihak Motor dalam penyelesaian
wanprestasi adalah secara kekeluargaan, apabila secara
kekeluargaan tidak dapat diselesaikan, maka akan dilakukan
upaya hukum yaitu melakukan gugatan perdata ke pengadilan.
5. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Berdasarkan fokus penelitiannya, penelitian hukum dibagi
lagi menjadi beberapa jenis.Prof. Abdulkadir Muhammad
membaginya menjadi 3 (tiga) yaitu penelitian hukum normatif,
penelitian hukum normatif-empiris, penelitian hukum empiris.20
Ketiga jenis penelitian tersebut dapat menggunakan studi
kasus hukum.Dalam hal ini, kasus hukum dikonsepkan sebagai
peristiwa hukum dan produk hukum. Lebih lanjut penjelasan
mengenai ketiga jenis penelitian tersebut sebagai berikut :
1. Penelitian hukum normatif (normative law research)
menggunakan studi kasus hukum normatif berupa produk
perilaku hukum, misalnya mengkaji rancangan undang-undang.
Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma
atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan
perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum normative
berfokus pada inventarisasi hukum fositif, asas-asas dan doktrin
20Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, cet. I, PT.Citra Aditya Bhakti,Jakarta, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad III), h. 52.
18
hukum, penemuan hukum dalam perkara in concreto, sistematik
hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum, dan
sejarah hukum.
2. Penelitian hukum normatif-empiris (applied law research),
menggunakan studi kasus hukum normatif-empiris berupa
produk perilaku hukum, misalnya mengkaji implementasi
perjanjian kredit.Pokok kajiannya adalah pelaksanaan atau
implementasi ketentuan hukum positif dan kontrak secara faktual
pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Penelitian hukum normatif-empiris (terapan) bermula dari
ketentuan hukum positif tertulis yang diberlakukan pada
peristiwa hukum in concretodalam masyarakat, sehingga dalam
penelitiannya selalu terdapat gabungan dua tahap kajian yaitu :
a. Tahap pertama adalah kajian mengenai hukum normatif yang
berlaku
b. Tahap kedua adalah penerapan pada peristiwa in
concretoguna mencapai tujuan yang telah
ditentukan.Penerapan tersebut dapat diwujudkan melalui
perbuatan nyata dan dokumen hukum. Hasil penerapan akan
menciptakan pemahaman realisasi pelaksanaan ketentuan
ketentuan hukum normatif yang dikaji telah dijalankan secara
patut atau tidak, karena penggunaan kedua tahapan tersebut,
19
maka penelitian hukum normatif-empiris membutuhkan data
sekunder dan data primer.
3. Penelitian hukum empiris menggunakan studi kasus hukum
empiris berupa perilaku hukum masyarakat.Pokok kajiannya
adalah hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual
behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang
dialami setiap orang dalam hubungan hidup
bermasyarakat.Sumber data penelitian hukum empiris tidak
bertolak pada hukum positif tertulis, melainkan hasil observasi
di lokasi penelitian.21
Dalam penulisan skripsi ini, dipergunakan jenis penelitian yuridis
empiris, yaitu melakukan penelitian terhadap suatu permasalahan
yang ditinjau dari segi hukum dan kemudian dihubungkan dengan
praktek penerapannya di lapangan. Penelitian dilakukan untuk dapat
mengetahui perjanjian dalam sewa menyewa mobil dan penyelesaian
wanprestasi yang paling efektif yang nantinya akan dipergunakan di
SC.Rent car.
b. Sifat penelitian
Sifat penelitian ini dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat
deskriptif, yakni penelitian secara umum termasuk pula didalamnya
penelitian ilmu hukum, bertujuan untuk dapat menentukan ada
21Ibid, h.54
20
tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala laindalam
masyarakat. Yang nantinya hasil dari pada penelitian ini bersifat
deskriptif analisis, artinya hasil dari penelitian tersebut diharapkan
dapat menggambarkan adanya hubungan atau keterkaitan fakta-fakta
yang ada di lapangan dengan permasalahan yang akan diteliti.
c. Sumber data
Untuk menunjang permasalahan yang diajukan, maka data
harus melalui suatu penelitian.Sedangkan, arti kata penulisan itu
adalah suatu penyelidikan yang bersifat ilmiah. Dengan demikian
metode penelitian adalah suatu jalan yang ditempuh untuk
mengadakan penyelidikan yang bersifat ilmiah.
Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah bersumber dari:
1. Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung di lapangan melalui teknik
wawancara (interview), teknik ini dilakukan tanpa mengajukan
daftar pertanyaan tetapi sebelum wawancara dilakukan sudah
membuat catatan-catatan pertanyaan untuk menjadi pegangan
dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan.22
2. Data Sekunder
Data skunder bersumber kepustakaan, text book, kamus hukum.
Data skunder dibidang Hukum meliputi:
22Burhan Ashofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, cet. IV PT. Rineka Cipta, Jakarta, h. 96.
21
a. Bahan hukum primer
Data yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
seperti Kitab Undang – undang Hukum Perdata
b. Bahan hukum sekunder
Merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu serta
menganalisis.Contoh,buku karangn R.Subekti, Abdulkadir
Muhammad, Wijono prodjodikoro, dan lain-lain.
c. Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan
hukum primer dan sekunder. Contoh, Koran Kompas, artikel
dari website,dan lain sebagainya.
d. Teknik pengumpulan data
Di dalam pengumpulan data menggunakan teknik :
1. Teknik wawancara
Wawancara atau interview, yakni suatu proses tanya jawab
lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik,
yang satu dapat melihat muka dan mendengarkan, yang lain
dengan telinganya sendiri dan suaranya sebagai alat informan
yang langsung tentang beberapa data sosial baik yang
terpandang maupun yang bermanfaat. Informan adalah orang-
orang yang memberikan data atau keterangan dimana ia
mengalami langsung permasalahan yang dibahas.
22
2. Teknik kepustakaan
Teknik kepustakaan didapatkan dengan membaca beberapa
literatur berkaitan dengan permasalahan dengan
menggunakan teknik telaahan dokumen yaitu membaca serta
menganalisa bahan-bahan bacaan yang terkait dan relevan
dengan skripsi ini.
e. Teknik pengolahan dan analisis data
Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode
penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang
dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan
data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum
positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk
menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan
dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi obyek
kajian.23
23 Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar grafika, Palu, h. 107.