Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penerapan kebijakan desentralisasi merupakan landasan
normatif bagi perubahan penyelenggaraan pemerintahan di
daerah, termasuk dalam hal perubahan kewenangan baik di
tingkat Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, maupun
Pemerintah Kabupaten/Kota. Perubahan ini berimplikasi pada
perubahan beban tugas dan struktur organisasi yang
melaksanakan kewenangan-kewenangan tersebut yang kemudian
menuntut dilakukannya penataan kelembagaan pemerintahan di
daerah.
Konsep tersebut telah cukup memadai dan
diimplementasikan dengan menerbitkan Undang-Undang tentang
Pemerintahan Daerah dan diikuti dengan peraturan pelaksananya
yang memberikan ruang kewenangan bagi daerah untuk
melaksanakan urusan di daerah. Sejak reformasi sampai sekarang
telah terjadi tiga kali perubahan fundamental dalam Undang-
undang Pemerintahan Daerah (Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014) sebagai upaya mengakomodasi
dinamika perubahan lingkungan strategis yang terus berkembang
dalam kehidupan masyarakat. Substansi pengaturan tersebut
meliputi hubungan pemerintah pusat dan daerah,
penyelenggaraan pemerintahan daerah, urusan pemerintahan,
- 2 -
pembinaan dan pengawasan, penataan daerah, perangkat daerah,
keuangan daerah dan juga pengembangan demokrasi lokal. Aspek-
aspek tersebut dianggap penting untuk diatur sehingga
penyelenggaraan desentralisasi memberikan dampak
kesejahteraan bagi masyarakat di daerah.
Selain hal tersebut, setiap daerah sesuai karakter dan
potensi yang dimiliki mempunyai prioritas berbeda antara satu
daerah dengan daerah lain dalam mensejahterakan
masyarakatnya. Masing-masing daerah otonom mempunyai
prioritas dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
menyebabkan jumlah Perangkat Daerah berbeda satu daerah
dengan daerah lain sesuai karakter, potensi dan kebutuhan
masyarakatnya.
Kedudukan Jakarta sebagai ibukota negara diatur
tersendiri dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga memiliki
karakter yang berbeda dengan daerah lain. Perbedaan tersebut
sebagai berikut: (a) pelaksanaan otonomi daerah berada pada
lingkup provinsi, dan kedudukan Kota dan Kabupaten sebagai
Perangkat Daerah; (b) anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta
berjumlah paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen)
dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI
Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang; (c) peran
Gubernur Provinsi DKI Jakarta tidak hanya sebagai Kepala Daerah
dan Wakil Pemerintah Pusat di Daerah melainkan juga sebagai
Kepala Ibukota Negara; (d) jumlah kecamatan di Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu hanya 2 (dua) kecamatan,yaitu
Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan
- 3 -
Seribu Selatan, sedangkan daerah lain sekurang-kurangnya 3
(tiga) kecamatan.
Karena pelaksanaan otonomi pada lingkup provinsi di
Provinsi DKI Jakarta, maka kedudukan kota/kabupaten bersifat
administratif dan merupakan wilayah kerja Gubernur. Dalam
lingkup Provinsi, sehingga Gubernur DKI Jakarta berkedudukan
ganda di samping sebagai Kepala Daerah juga sebagai wakil
Pemerintah Pusat di Daerah dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan.
Tersedianya Perangkat Daerah yang efisien dan efektif
menjadi sebuah keharusan. Adapun kedudukan Perangkat Daerah
merupakan unsur pembantu Kepala Daerah (dalam hal ini
Gubernur) dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi wewenang daerah. Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah,
Urusan Pemerintahan terdiri dari Urusan Pemerintahan Wajib dan
Urusan Pemerintahan Pilihan. Urusan pemerintahan dimaksud
terdiri dari:
1. urusan pemerintahan wajib, yaitu: (a) urusan wajib berkaitan
dengan pelayanan dasar, meliputi: pendidikan; kesehatan;
pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan dan
kawasan pemukiman; ketertiban umum dan perlindungan
masyarakat; dan sosial; (b) urusan wajib tidak berkaitan
dengan pelayanan dasar, meliputi: tenaga kerja; pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak; pangan; pertanahan;
lingkungan hidup; administrasi kependudukan dan catatan
sipil; pemberdayaan masyarakat; pengendalian penduduk dan
keluarga berencana; perhubungan; komunikasi dan
informatika; koperasi, usaha kecil dan menengah; penanaman
- 4 -
modal; kepemudaan dan olahraga; statistik; persandian;
kebudayaan; perpustakaan; dan kearsipan.
2. urusan pemerintahan pilihan, yaitu: kelautan dan perikanan;
pariwisata; pertanian; kehutanan; energi dan sumber daya
mineral; perdagangan; perindustrian; dan transmigrasi.
3. urusan pemerintahan umum, yaitu: pembinaan wawasan
kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka
memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan
pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa; pembinaan
kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras,
dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan
lokal, regional, dan nasional; penanganan konflik sosial sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; koordinasi
pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan untuk
menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan
memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi
serta keanekaragaman Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; pengembangan kehidupan
demokrasi berdasarkan Pancasila; dan pelaksanaan semua
urusan pemerintahan bukan merupakan kewenangan daerah
dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertikal.
Berdasarkan hal tersebut, maka elemen yang juga perlu
diperhatikan secara mendalam adalah menyangkut kelembagaan,
bahwa kewenangan daerah tidak dapat terlaksana jika tidak
diakomodir oleh kelembagaan daerah yang merupakan wadah
- 5 -
atau sarana berlangsungnya penyelenggaraan urusan yang
menjadi kewenangan daerah tersebut.
Dalam rangka menyusun organisasi kelembagaan
pemerintah daerah untuk mencapai tujuan otonomi daerah yang
responsif terhadap perkembangan zaman dan tuntutan
masyarakat yang semakin beragam, maka upaya awal yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan pembaharuan atau penataan
kelembagaan pemerintah daerah yang selama ini diterapkan.
Pasca dilaksanakannya desentralisasi berdasarkan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sampai saat ini
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014,
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sudah 4 (empat) kali
melakukan perubahan Peraturan Daerah tentang Organisasi
Perangkat Daerah, sebagai berikut :
Pertama, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
Kedua, Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Organisasi Perangkat Daerah.
Ketiga, Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang
Organisasi Perangkat Daerah.
Keempat, Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta.
Penerapan kebijakan kelembagaan pasca Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 2016 dirasa belum optimal. Sejak berlakunya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
- 6 -
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah, telah terjadi perubahan paradigma dalam
pembentukan dan penataan Perangkat Daerah yang sebelumnya
mengacu pada prinsip miskin struktur kaya fungsi berubah
menjadi prinsip tepat fungsi (right function), tepat ukuran (right
sizing) dan tepat perilaku (right behavior) yang berorientasi pada
pelayanan, pemberdayaan, dan peningkatan kesejahteraan bagi
masyarakat yang berkualitas dan berkelanjutan berdasarkan
beban kerja yang sesuai dengan kondisi nyata di masing-masing
Daerah yang terimplementasikan dengan konsep tipelogi
Perangkat Daerah baik tipe A, tipe B, dan tipe C.
Pasca berlakunya Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi
DKI Jakarta, telah dilakukan evaluasi kelembagaan di Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2017 terhadap 42 (empat puluh
dua) Perangkat Daerah yang ada saat ini. Dalam evaluasi
kelembagaan tersebut terakomodir beberapa permasalahan
diantaranya:
a. terdapat potensi beban kerja yang relatif kecil pada beberapa
Perangkat Daerah;
b. terdapat potensi irisan tugas dan fungsi baik antar Perangkat
Daerah maupun di internal Perangkat Daerah; dan/atau
c. terdapat potensi beban kerja yang tidak berimbang di internal
beberapa unit kerja masing-masing Perangkat Daerah.
Pelaksanaan kerja pembangunan pemerintah daerah
tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan penjabaran dari visi,
misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran,
strategi, arah kebijakan pembangunan daerah dan keuangan
- 7 -
daerah, serta program perangkat daerah dan lintas perangkat
daerah dengan kerangka pendanaan untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah.
Untuk itu, penyelenggaraan urusan pemerintahan sangat
ditentukan oleh penataan organisasi Perangkat Daerah yang
menyesuaikan dengan substansi materi dalam dokumen RPJMD
2017 – 2022 dalam rangka merealisasikan visi dan misi serta
program prioritas Gubernur.
Evaluasi kelembagaan harus mempertimbangkan beberapa
hal berikut:
a. bentuk, jenis, dan jumlah kelembagaan Perangkat Daerah
diarahkan untuk lebih proporsional dan fokus dalam
menyelesaikan program-program prioritas Gubernur sesuai
yang tertuang dalam dokumen RPJMD; dan
b. Efisiensi Perangkat Daerah yang tidak berkaitan langsung
dengan program-program prioritas Gubernur dalam dokumen
RPJMD.
Mengacu kepada hal tersebut maka perlu dilakukan
penataan dalam rangka mewujudkan organisasi perangkat daerah
yang ideal yang berdasarkan prinsip-prinsip organisasi dan
penyesuaian terhadap visi dan misi Kepala Daerah serta mampu
melaksanakan urusan berdasarkan karakteristik daerah dan
kebutuhan masyarakatnya. Organisasi perangkat Daerah
diharapkan menjadi organisasi yang mapan dan mampu berperan
sebagai wadah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah serta
sebagai proses interaksi antara Pemerintah dengan institusi
daerah lainnya dan masyarakat secara optimal dengan
memperhatikan tetap kehususan Provinsi DKI Jakarta.
- 8 -
Melalui penataan organisasi Perangkat Daerah diharapkan
tidak terjadi lagi duplikasi tugas dan fungsi Perangkat Daerah,
urusan kepentingan, tumpang tindih atau saling lempar tanggung
jawab terhadap suatu urusan tertentu diantara Perangkat Daerah
di masa mendatang.
Guna optimalisasi pelaksanaan tugas dan penyesuaian
dengan peraturan yang baru, sebagaimana diamanatkan dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 99
Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengendalian Penataan
Perangkat Daerah, maka Provinsi DKI Jakarta perlu melakukan
pengkajian kembali secara mendalam dan menyesuaikan
organisasi perangkat daerahnya sebagai bentuk upaya
penyederhanaan birokrasi pemerintah yang mengarah pada
prinsip tepat fungsi (right function), tepat ukuran (right sizing) dan
tepat perilaku (right behavior) yang berorientasi pada pelayanan,
pemberdayaan, dan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat
yang berkualitas dan berkelanjutan berdasarkan beban kerja yang
sesuai dengan kondisi nyata di masing-masing Daerah dalam
rangka mewujudkan pemerintahan yang baik (good local
government) yang mendukung percepatan pencapaian visi dan misi
Kepala Daerah.
1.2 DASAR HUKUM
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
hukum pembentukan Peraturan Daerah dan pembentukan
Perangkat Daerah, antara lain sebagai berikut:
a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
- 9 -
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan dasar
hukum konstitusional bagi Pemerintahan Daerah
membentuk Peraturan Daerah sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 18 ayat (6), menyatakan bahwa Pemerintahan
Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan.
b. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tidak saja menjadi
dasar hukum dalam pembentukan Organisasi Perangkat
Daerah, melainkan juga dasar hukum pelaksanaan
otonomi berada pada lingkup provinsi.
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menjadi dasar
hukum mengenai hak dan kewajiban serta wewenang dan
tanggung jawab Pemerintah Daerah (dalam hal ini
Gubernur dan Perangkat Daerah) sebagai eksekutif dan
DPRD sebagai legislatif dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah dan tugas pembantuan termasuk juga sebagai
dasar hukum dalam pembentukan Perangkat Daerah.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 merupakan
dasar hukum pengaturan langsung dan detail mengenai
Perangkat Daerah baik di Provinsi maupun di kota /
- 10 -
kabupaten yang merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal
212 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang
Kecamatan
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 yang
merupakan pelaksanaan Pasal 228 dan Pasal 230 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagai dasar hukum bagi Kecamatan dan
Kelurahan.
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 97 Tahun 2016
tentang Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 97 Tahun 2016
merupakan pelaksanaan Pasal 118 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah sebagai dasar pembentukan Perangkat Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2017
tentang Pedoman Pembentukan Dan Klasifikasi Cabang Dinas
Dan Unit Pelaksana Teknis Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2017
merupakan pelaksanaan Pasal 19 ayat (5), Pasal 22 ayat
(8), Pasal 28 ayat (5), Pasal 41 ayat (5), dan Pasal 49 ayat
(5) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah sebagai dasar dan pedoman untuk
pembentukan dan klasifikasi cabang dinas dan unit
pelaksana teknis daerah.
- 11 -
h. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018
tentang Pembinaan Dan Pengendalian Penataan Perangkat
Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018
merupakan pelaksanaan Pasal 115 ayat (1) Perat uran
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah sebagai dasar pembinaan dan pengendalian
penataan perangkat daerah.
i. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan
Dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 merupakan
pelaksanaan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah sebagai dasar
dalam membentuk perangkat daerah provinsi daerah
khusus ibukota jakarta.
Peraturan perundang-undangan tersebut, menjadi dasar
dalam penyusunan Naskah Akademik mengenai penataan
Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta.
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
Pengkajian ini bermaksud untuk melakukan identifikasi
dan analisa terhadap kondisi eksisting dan kewenangan perangkat
daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar dapat dirumuskan
kembali konsep bentuk kelembagaan organisasi perangkat daerah
yang tepat fungsi (right function), tepat ukuran (right sizing) dan
tepat perilaku (right behavior) sebagai landasan bagi Pemerintah
- 12 -
Provinsi DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pembinaan Dan Pengendalian
Penataan Perangkat Daerah untuk mewujudkan visi dan misi
Gubernur serta mengakomodir kebutuhan pelayanan yang
berkelanjutan bagi masyarakat dalam rangka memperbaiki dan
meningkatkan kinerja kelembagaan sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 sehingga dapat melaksanakan administrasi
pemerintahan daerah yang proporsional dan sesuai kebutuhan
(flat, transparan, hirarki yang pendek dan terdesentralisasi, efisien
dan efektif) dengan tetap mengakomodir Undang-Undang Nomor
29 Tahun 2007.
Tujuan naskah akademik ini adalah:
a. Melakukan pengkajian dan evaluasi kembali terhadap kondisi
eksisting, permasalahan, dan kebutuhan kelembagaan
perangkat daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018
tentang Pembinaan Dan Pengendalian Penataan Perangkat
Daerah.
b. Menganalisa bentuk kelembagaan perangkat daerah
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyesuaikan visi dan misi
Gubernur dalam dokumen RPJMD 2018 – 2022 sehingga tepat
fungsi, tepat ukuran, dan tepat perilaku mengacu kepada
Undang-Undang 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2016 dengan tetap mengakomodir
kekhususan Provinsi DKI Jakarta sesuai amanat Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2007.
c. Merumuskan desain struktur organisasi Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta.
- 13 -
1.4 KELUARAN (OUTPUT)
Evaluasi kelembagaan dalam reformasi birokrasi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dimaksudkan untuk
mengidentifikasi permasalah dan hambatan kinerja kelembagaan
dalam usaha meningkatkan mutu pelayanan publik.
Adapun tujuan evaluasi kelembagaan adalah memberikan
arahan dan pertimbangan bagi tersusunnya konsep naskah
akademik rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan
Susunan Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka
penataan kelembagaan sesuai tuntutan perkembangan dan
tuntutan normatif peraturan perundang-undangan mengacu pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018 tentang
Pembinaan Dan Pengendalian Penataan Perangkat Daerah.
1.5 METODE PENGKAJIAN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, salah
satu proses yang dilakukan dalam pembentukan suatu peraturan
perundang-undang termasuk di dalamnya Peraturan Daerah
adalah harmonisasi, yaitu upaya untuk menyelaraskan suatu
peraturan perundang-undangan dengan peraturan perundang-
undangan lain baik peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi maupun sederajat atau sama (Peraturan Daerah), sehingga
Peraturan Daerah tersusun secara sistematis, tidak saling
bertentangan atau tumpang tindih (overlaping). Hal tersebut
- 14 -
merupakan konsekuensi kedudukan Peraturan Daerah sesuai
hierarki peraturan perundang-undangan.
Pengharmonisasian terhadap materi muatan Konsep
Rancangan Peraturan Daerah tentang Organisasi Perangkat
Daerah, agar tidak tumpang tindih dan saling bertentangan,
sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan
ambiguitas dalam penerapannya. Pelaksanaan harmonisasi secara
horizontal, Peraturan Daerah yang ada di Provinsi DKI Jakarta
terkait penyelenggaraan urusan pemerintahan baik langsung
maupun tidak langsung dipelajari secara cermat agar materi
muatan Konsep Rancangan Peraturan Daerah selaras dengan
tugas dan fungsi Perangkat Daerah yang secara substansial terkait
dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan harmonisasi, ada 2 (dua) aspek
dilakukan. Pertama, harmonisasi vertikal, yakni harmonisasi
peraturan perundang-undangan terhadap peraturan perundang-
undangan yang lain dalam hierarki berbeda atau lebih tinggi dari
Peraturan Daerah. Kedua, harmonisasi horizontal, yaitu
harmonisasi dengan Peraturan Daerah yang ada sehingga Konsep
Rancangan Peraturan Daerah yang disusun saling isi mengisi dan
tidak tumpang tindih dengan peraturan daerah yang telah ada.
Harmonisasi dilakukan berangkat dari asas lex posterior
delogat legi priori yang artinya peraturan perundang-undangan
yang baru mengesampingkan atau mengalahkan peraturan
perundang-undangan yang lama dan asas lex specialist delogat legi
generalis yang berarti suatu peraturan perundang-undangan yang
bersifat khusus mengenyampingkan peraturan perundang-
undangan bersifat umum. Kedua asas tersebut menjadi prinsip
- 15 -
dalam penyusunan Naskah Akademik dan Konsep Rancangan
Peraturan Daerah tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Metode pendekatan pengkajian ini adalah dengan :
1. Harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan pengaturan kelembagaan Perangkat Daerah. Melalui
pendekatan tersebut diharapkan terwujud harmonis materi
muatan Rancangan Peraturan Daerah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang ada.
2. Menggunakan metode tailor made, yaitu berupaya menyusun
desain kelembagaan perangkat daerah pada Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta dengan melakukan analisis terhadap
kondisi eksisting yang ada sekarang serta kebutuhan di masa
mendatang.
Data yang digunakan dalam pengkajian ini meliputi studi
literatur dan dokumentasi untuk mengumpulkan data dan
bahan berupa peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan pengaturan kelembagaan perangkat daerah baik yang
bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Selain itu, juga
dilakukan pengumpulan data dan bahan berupa hasil
pengkajian yang sudah dilakukan sebelumnya sebagai bahan
perbandingan dan analisis.
Pengkajian ini juga termasuk penelitian hukum normatif, maka
diperlukan data dan informasi dari bahan hukum primer,
sekunder, dan tertier.
a. bahan hukum primer, yakni peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan kedudukan, peran, dan
fungsi Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor
18 Tahun 2016 serta kedudukan dan peran Pemerintahan
- 16 -
Provinsi DKI Jakarta sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2007 maupun Peraturan
perundang-undangan lain yang terkait dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan.
b. bahan hukum sekunder, yakni bahan bacaan atau literatur
yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum
primer seperti: hasil penelitian dan literatur berkaitan
penyelenggaraan pemerintahan daerah, kelembagaan, dan
sebagainya.
c. bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer
dan sekunder yang berupa kamus hukum dan ensiklopedi
ilmu hukum bila diperlukan.
Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut metode yang
digunakan sebagai berikut:
a. Studi kepustakaan
Melalui studi kepustakaan diharapkan dapat menggali data
dan informasi yang diperlukan berhubungan dengan
substansi naskah akademik ini dengan prinsip-prinsip
rasional, kritis, objektif, dan impersonal dari berbagai
sumber.
b. Pengumpulan data sekunder
Data sekunder diperoleh selain melalui diskusi berkaitan
aspek yang harus diperhatikan dalam penyusunan
substansi atau materi muatan Rancangan Peraturan
Daerah dan naskah akademik.
c. Focus Group Discussion (FGD) dengan para pengambil
kebijakan dan unsur professional / ahli.
- 17 -
Memperhatikan kompleksitas permasalahan dan asas dan
prinsip yang perlu diperhatikan agar penyusunan naskah
akademik agar dapat memberikan landasan filosofis, sosiologis,
dan yuridis terhadap materi muatan pengkajian ini sejalan asas
dan prinsip dalam pembentukan peraturan perundang-udangan,
maka analisis penyusunan naskah akademik ini menggunakan
pendekatan sebagai berikut:
1. empiris, yaitu norma-norma yang harus diperhatikan dalam
penyusunan suatu peraturan perundang-undangan (dalam hal
ini Rancangan Peraturan Daerah) terkait dengan tugas,
wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah termasuk
pembinaan secara umum terkait dengan aspek kelembagaan;
2. yuridis, yaitu aspek yang perlu diperhatikan dalam perumusan
muatan materi Peraturan Daerah berdasarkan analisis yang
disampaikan dalam naskah akademik. Metode digunakan
context of justification dengan cara menggali peraturan
perundang-undangan;
3. teori hukum, dimaksudkan agar naskah akademik memenuhi
teori hukum, antara lain aspek yang perlu diperhatikan di
dalam pembentukan norma;
Data dan bahan yang telah dikumpulkan selanjutnya
diolah dengan menggunakan teknik analisis penghitungan dengan
menggunakan kriteria Tipelogi Perangkat Daerah yg diatur di
dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016, yang
mencakup indikator-indikator sebagai berikut:
1. Kriteria tipelogi Perangkat Daerah untuk menentukan tipe
Perangkat Daerah berdasarkan hasil pemetaan urusan
pemerintahan dengan variabel:
a. umum dengan bobot 20% (dua puluh persen); dan
- 18 -
b. teknis dengan bobot 80% (delapan puluh persen).
2. Kriteria variabel umum ditetapkan berdasarkan karakteristik
Daerah yang terdiri atas indikator:
a. jumlah penduduk;
b. luas wilayah; dan
c. jumlah anggaran pendapatan dan belanja Daerah.
3. Kriteria variabel teknis ditetapkan berdasarkan beban tugas
utama pada setiap Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah Provinsi dan kabupaten/kota serta fungsi
penunjang Urusan Pemerintahan. Ketentuan mengenai
perhitungan variabel umum dan teknis tersebut tercantum
dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016.
Berkenaan dengan hal tersebut, Kementerian Dalam Negeri
telah mengembangkan sistem informasi pemetaan Urusan
Pemerintahan dan penentuan beban kerja Perangkat Daerah yang
dapat diakses melalui internet dengan mengakses situs:
fasiltasi.otda.kemendagri.go.id, sehingga seluruh kabupaten /
kota dan provinsi lebih mudah dan ada standarisasi dalam
mengolah data urusan pemerintahan.
Selain kriteria sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016, pengkajian ini juga
memasukkan unsur kekhususan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
sesuai amanat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007, Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 97 Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pembinaan
dan Pengendalian Penataan Perangkat Daerah.
- 19 -
Dalam pengkajian ini yang dijadikan acuan utama adalah
hasil dari sistem informasi pemetaan urusan pemerintahan,
penentuan beban kerja, dan perumpunan perangkat daerah yang
dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri ditambah dengan
analisa mengenai kekhususan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebutuhan
DKI Jakarta dalam visi dan misi Gubernur serta pelaksanaan
penataan Perangkat Daerah terhadap pembentukan, kedudukan,
susunan, pembagian tugas dan fungsi, beban kerja, dan tata
laksana perangkat daerah agar tepat fungsi, tepat ukuran dan
sinergis dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan
sesuai dengan asas pembentukan perangkat daerah yang
berorientasi pada perlindungan, pelayanan, pemberdayaan dan
peningkatan kesejahteraan yang efektif, efisien dan berkualitas.
Pendekatan dilakukan dengan pengharmonisasian
terhadap peraturan perundang-undangan baik materi yang
termuat dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat
umum maupun peraturan perundang-undangan yang bersifat
khusus.
- 20 -
BAB II
KONDISI EKSISTING PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA
2.1 GAMBARAN UMUM
2.1.1 KONDISI GEOGRAFIS, TOPOGRAFI, GEOLOGI,
HIDROLOGI DAN KLIMATOLOGI
Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah yang
terletak pada posisi 5019’12” Lintang Selatan - 6 0 23’ 54” Lintang
Selatan dan 106022’ 42” Bujur Timur - 106058’ 18” Bujur Timur
dengan ketinggian ratarata ±7 meter di atas permukaan laut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007,
Provinsi DKI Jakarta memiliki batas-batas yaitu sebelah utara
dengan Laut Jawa, sebelah timur dengan Kabupaten Bekasi dan
Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat, sebelah selatan dengan Kota
Depok Provinsi Jawa Barat; dan sebelah barat dengan Kabupaten
Tangerang dan Kota Tangerang Provinsi Banten.
Wilayah Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah
dengan ketinggian rata-rata 8 meter di atas permukaan laut.
Namun, sekitar 40 persen wilayah Jakarta berupa dataran yang
permukaan tanahnya berada 1 - 1,5 meter di bawah muka laut
pasang.
Secara geologis, Struktur seluruh daerah di Jakarta terdiri
dari endapan Pleistocene yang terdapat ±50 meter di bawah
permukaan tanah. Di sisi utara, permukaan keras baru terdapat
- 21 -
pada kedalaman 10-25 meter, semakin ke selatan permukaan
keras semakin dangkal pada kedalaman 8-15 meter, pada
sebagian wilayah, lapisan permukaan tanah yang keras terdapat
pada kedalaman 40 meter. Sedangkan struktur di sisi selatan
terdiri atas lapisan alluvial. Pada dataran rendah pantai
merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 Kilometer. Di bawah
terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada
permukaan tanah karena timbunan seluruhnya oleh endapan
alluvium.
Secara umum, karakteristik keteknikan tanah dan batuan
di Provinsi DKI Jakarta menunjukan bahwa terdapat 4 (empat)
karakteristik utama, yaitu:
a. Pasir lempungan dan lempung pasiran, merupakan endapan
aluvial sungai dan pantai berangsurangsur dari atas ke bawah
terdiri dari lanau lempungan, lanau pasiran dan lempung
pasiran. Semakin kearah utara mendekati pantai di
permukaan berupa lanau pasiran dengan sisipan lempung
organik dan pecahan cangkang kerang, tebal endapan antara
perselang-seling lapisannya bekisar antara 3-12 meter, namun
ketebalan secara keseluruhan endapan tersebut diperkirankan
mencapai 300 meter. Lanau lempungan tersebar secara
dominan di permukaan, abu-abu kehitaman sampai abu-abu
kecoklatan, setempat mengandung material organik, lunak-
teguh, plastisitas sedang-tinggi. Lanau pasiran, kuning
keabuan, teguh, plastisitas sedang-tinggi. Lempung pasiran,
abu-abu kecokolatan, tegus, plastisitas sedang-tinggi. Pada
beberapa tempat nilai penetormeter saku (qu) untuk lanau
lempungan antara lanau pasiran antara 2-3 kg/cm2 dan
lempung pasiran antara 1,5-3 kg/cm2, tebal lapisan (data
sondir dan bor tangan) lanau lempungan antara 1,5-5 m,
- 22 -
lanau pasiran antara 0,5-3 meter dan lempung pasiran antara
1-4 m dan kisaran nilai tekanan konus lanau lempungan
antara 2-20 kg/m2, lanau pasiran antara 15-25 kg/m2 dan
lempung pasiran antara 10-40 kg/m2.
b. Satuan Pasir Lempungan, merupakan endapan pematang
pantai berangsur-angsur dari atas kebawah terdiri dari
perselang-selangan lanau pasiran dan pasir lempungan. Tebal
endapan antara 4,5-13 meter. Di permukaan didominasi oleh
pasir lempungan, dengan warna coklat muda dan mudah
terurai. Pasir berbutir halus-sedang, mengandung lempung,
setempat kerikilan dan pecahan cangkang kerang. Lanau
pasiran berwarna kelabu kecoklatan, lunak, plasitisitas
sedang. Di beberapa tempat nilai penetrometer saku (qu) untuk
pasir lempungan antara 0,75-2 kg/cm2 dan lanau pasiran
antara 1,5-3 kg/cm2, tebal lapisan (data sondir dan bor
tangan) pasir lempungan antara 3-10 m dan lanau pasiran
antara 1,5-3 meter dan kisaran nilai tekanan konus pasir
lempungan antara 10-25 kg/m2 dan lanau pasiran antara 2-
10 kg/m2.
c. Satuan Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan, merupakan
endapan limpah banjir sungai. Satuan tersebut tersusun
beselang-selang antara lempung pasrian dan pasir lempungan.
Lempung pasiran umumnya berwarna abu-abu kecoklatan,
coklat, dengan plasitisitas sedang, konsistensi lunak-teguh.
Pasir lempungan berwarna abu-abu, angka lepas, berukuran
pasir halus-kasar, merupakan endapan alur sungai dengan
ketebalan 1,5-17 meter.
d. Lempung Lanauan dan Lanau Pasiran, merupakan endapan
kipas aluvial vulkanik (tanah tufa dan konglomerat),
- 23 -
berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lempung
lanauan dan lanau pasiran dengan tebal palisan antara 3-13,5
meter. Lempung lanauan tersebar secara dominan di
permukaan, coklat kemerahan hingga coklat kehitaman,
lunak-teguh, plasitisitas tinggi. Lanau pasiran,
merahkecoklatan, teguh, plasitisitas sedang-tinggi. Di beberapa
tempat nilai penetrometer saku untuk lempung antara 0,8-
2,85 kg/cm2 dan lanau lempungan antara 2,3-3,15 kg/cm2 ,
tebal lapisan (data sondir dan bor tangan) lempung antara 1,5-
6 m dan lanau lempungan antara 1,5-7,5 meter. Kisaran nilai
tekanan konus lempung antara 2-50 kg/m2 dan lanau
lempungan antara 18-75 kg/m2. Tufa dan konglomerat
melapuk menengah – tinggi, putih kecoklatan, berbutir pasir
halus-kasar, agak padu dan rapuh.
Provinsi DKI Jakarta merupakan endapan vulkanik quarter
yang terdiri dari 3 (tiga) formasi yaitu: Formasi Citalang, Formasi
Kaliwangu, dan Formasi Parigi. Formasi Citalang memiliki
kedalaman hingga kira-kira 80 meter. Formasi Citalang didominasi
oleh batu pasir pada bagian bawahnya dengan bagian atasnya
merupakan batu lempung, sedangkan di beberapa tempat terdapat
breksi/konglomerat terutama pada bagian Blok M dan Dukuh
Atas. Formasi Kaliwangu didominasi oleh batu lempung diselingi
oleh batu pasir yang memiliki kedalaman sangat bervariasi,
dengan kedalaman bagian utaranya lebih dari 300 meter dan di
sekitar Babakan, formasi Parigi mendesak keatas hingga
kedalaman 80 meter. Dengan kondisi geografis demikian, disadari
bahwa Jakarta termasuk wilayah rawan banjir. Dalam siklus 5-6
tahunan Jakarta memiliki potensi banjir cukup tinggi, terbukti
pada tahun 2002, 2007 dan tahun 2013, 2014 terjadi banjir besar
dengan kerugian yang besar pula. Mengingat Jakarta merupakan
- 24 -
kota yang terbentuk secara alami, sehingga penataan kota tidak
dapat dilakukan secara optimal khususnya dalam sistem tata
air/drainase dan jalan. Sebagian besar tanah di Jakarta sudah
menjadi hak milik atau dikuasai perorangan sehingga menyulitkan
dalam penataan kota, karena memerlukan dana yang besar untuk
pembebasan lahan milik warga.
Potensi air bawah tanah di Provinsi DKI Jakarta sebagian
besar terletak dalam cekungan air bawah tanah yang tidak
mengenal batas administrasi pemerintahan dan bersifat lintas
kabupaten/kota yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi, yang
secara teknis diatur dalam Keputusan Menteri Energi Dan Sumber
Daya Mineral Nomor 716 K/40/MEM/2003 tentang Batas
Horisontal Cekungan Air Tanah Di Pulau Jawa dan Pulau Madura,
berikut Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Jawa Tengah dan DIY.
Menurut keputusan tersebut, Provinsi DKI Jakarta berada pada
Cekungan Air Tanah (CAT) Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta
yang merupakan cekungan air tanah lintas Provinsi, yang berada
di antara Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Jawa
Barat dengan luas sekitar 1.439 Km2 . Sebarannya mencakup
sebagian Kota Tangerang dan sebagian Kabupaten Tangerang,
seluruh wilayah DKI Jakarta, sebagian Kabupaten Bogor dan
sebagian Kabupaten Bekasi.
Berdasarkan letaknya, Kota Jakarta termasuk kota delta
(delta city) yaitu kota yang berada pada muara sungai yang
umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup rentan
terhadap perubahan iklim. Meskipun demikian, keberadaan
sungai dan laut menyebabkan sebuah delta city memiliki
keunggulan strategis, terutama dalam hal transportasi perairan.
Kota delta umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup
rentan terhadap perubahan iklim. Selain sungai, Provinsi DKI
- 25 -
Jakarta memiliki 6 buah situ dan 15 tempat parkir air (retention
basin). Fungsi utama tempat parkir ini adalah sebagai wadah
”retention” atau tempat menahan sementara luapan air sungai
pada saat muka air sungai meningkat.
Dalam hal musim, wilayah Indonesia pada umumnya
dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Untuk wilayah Jakarta yang termasuk dalam wilayah iklim tropis
memiliki karakteristik musim penghujan rata-rata pada bulan
Oktober hingga Maret dan musim kemarau pada bulan April
hingga September. Puncak musim penghujan di DKI Jakarta
terjadi pada bulan November hingga Januari dengan curah hujan
tertinggi pada bulan Januari dan hari hujan tertinggi selama 26
hari terjadi pada bulan Januari tahun 2014.
2.1.2 KONDISI DEMOGRAFIS
Pertumbuhan penduduk dapat dipengaruhi oleh kelahiran,
kematian, dan migrasi. Pada tahun 2016 jumlah penduduk
Provinsi DKI Jakarta mencapai 10.277.628 jiwa. Dilihat dari
komposisi penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk
laki-laki Provinsi DKI Jakarta tahun 2015 sebanyak 5.159.683
jiwa atau 50,20 persen dari jumlah keseluruhan penduduk, sedikit
lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan yaitu
sebanyak 5.117.945 jiwa atau 49,80 persen. Oleh karenanya,
Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016 memiliki sex ratio sebesar
100,8 penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan.
Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta cenderung terus
meningkat dari tahun ke tahun, dengan pertumbuhan pada tahun
2012 sebesar 1,13 persen, tahun 2013 sebesar 1,09 persen, tahun
- 26 -
2014 sebesar 1,06 persen, tahun 2015 sebesar 1,09 persen, dan
tahun 2016 sebesar 0,98 persen. Provinsi DKI Jakarta memiliki
kepadatan penduduk tertinggi dibandingkan dengan provinsi
lainnya di Indonesia, dengan kepadatan penduduk 15,51 ribu
jiwa/Km2. Struktur penduduk Provinsi DKI Jakarta menunjukkan
dominasi penduduk usia produktif (15-64) Pada tahun 2016,
penduduk usia produktif tercatat sebanyak 7.324.391 jiwa atau
sebesar 71,27 persen dari total penduduk, penduduk yang belum
produktif (0-14 tahun) sebanyak 2.553.915 jiwa atau 24,85
persen, dan penduduk yang tidak produktif lagi atau melewati
masa pensiun sebanyak 399.302 atau 3,89 persen. Dengan
struktur penduduk tersebut, angka ketergantungan (dependency
ratio) DKI Jakarta pada tahun 2016 sebesar 40,32 persen yang
berarti dari 100 penduduk usia produktif DKI Jakarta akan
menanggung secara ekonomi sebesar 40,32 penduduk usia tidak
produktif.
Secara umum, komposisi penduduk menurut jenis kelamin
memiliki tren yang hampir sama antar wilayah Kota/Kabupaten
Administrasi, penduduk laki-laki cenderung berjumlah sama
banyak dibandingkan penduduk perempuan. Jumlah penduduk
tertinggi adalah Kota Administrasi Jakarta Timur yaitu sebanyak
2.892.783 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat
pada Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yaitu sebanyak
23.987 jiwa.
2.1.3 KONDISI PEMERINTAHAN
Dalam hal administrasi pemerintahan, Provinsi DKI
Jakarta dibagi menjadi 5 (lima) Kota Administrasi dan 1 (satu)
- 27 -
Kabupaten Administrasi. Hal tersebut guna meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat agar lebih efektif dan efisien.
Wilayah kecamatan terbagi menjadi 44 kecamatan, dan kelurahan
menjadi 267 kelurahan. Wilayah Provinsi DKI Jakarta terluas
adalah Kota Administrasi Jakarta Timur, yaitu 27,65 persen dari
luas Provinsi DKI Jakarta, sedangkan wilayah terkecil adalah
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dengan luas 1,28
persen.
Pembagian wilayah Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada
Tabel 1.
TABEL 1
PEMBAGIAN WILAYAH PROVINSI DKI JAKARTA
KOTA /
KABUPATEN
ADMINISTRASI
LUAS
(Km2)
JUMLAH
KECAMATAN KELURAHAN RW RT
Jakarta Pusat 48,13 8 44 389 4.572
Jakarta Utara 146,66 6 31 449 5.223
Jakarta Barat 129,54 8 56 586 6.481
Jakarta Selatan 141,27 10 65 576 6.088
Jakarta Timur 188,03 10 65 707 7.926
Kepulauan Seribu 8,70 2 6 24 127
Jumlah 662,33 44 267 2.731 30.417
Sumber : Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jakarta, 2018
- 28 -
2.1.4 POTENSI PENGEMBANGAN WILAYAH
Jakarta merupakan wilayah yang sangat strategis baik
dalam lingkup nasional, regional, maupun internasional. Oleh
karena itu, dalam pengembangan wilayah memperhatikan
lingkungan strategis sekitarnya. Dalam pengembangan wilayah,
rencana struktur ruang DKI Jakarta merupakan perwujudan dan
penjabaran dari struktur ruang kawasan perkotaan
Jabodetabekpunjur. Sejalan dengan hal tersebut, maka
perencanaan struktur ruang telah memperhatikan berbagai aspek
lingkungan strategis yang diduga akan mempengaruhi
perkembangan kota Jakarta secara keseluruhan. Rencana
struktur ruang yang dikembangkan di DKI Jakarta meliputi empat
struktur ruang, yaitu sistem pusat kegiatan, sistem dan jaringan
transportasi, sistem prasarana sumber daya air, dan sistem dan
jaringan utilitas perkotaan.
Sistem pusat kegiatan terdiri dari sistem pusat kegiatan
primer dan sekunder. Sistem dan jaringan trasnportasi terdiri dari
sistem dan jaringan transportasi darat, transportasi laut dan
transportasi udara. Selanjutnya sistem prasarana sumber daya air
terdiri dari sistem konservasi sumber daya air, sistem
pendayagunaan sumber daya air, dan sistem pengendalian daya
rusak air. Sedangkan sistem dan jaringan utilitas perkotaan terdiri
atas sistem dan jaringan air bersih, sistem prasarana dan sarana
pengelolaan air limbah, sistem prasarana dan sarana pengelolaan
sampah, sistem dan jaringan energi, serta sistem dan jaringan
telekomunikasi.
- 29 -
2.2 VISI DAN MISI
Dalam merumuskan dan mempersiapkan Perencanaan
strategik, organisasi harus:
1. Menentukan visi, misi, tujuan, dan sasaran yang akan dicapai.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Perencanaan
strategik merupakan keputusan mendasar yang dinyatakan
secara garis besar sebagai acuan operasional kegiatan
organisasi terutama dalam pencapaian tujuan akhir organisasi;
2. Mengenali lingkungan dimana organisasi
mengimplementasikan interaksi-nya, terutama suasana
pelayanan yang wajib diselenggarakan oleh organisasi kepada
masyarakat;
3. Melakukan berbagai analisis yang bermanfaat dalam
positioning organisasi dalam percaturan memperebutkan
kepercayaan pelanggan;
4. Mempersiapkan semua faktor penunjang yang diperlukan
terutama dalam mencapai keberhasilan operasional organisasi;
5. Menciptakan sistem umpan balik untuk mengetahui efektivitas
pencapaian implementasi perencanaan strategik.
Penetapan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategik dalam
organisasi antara lain:
1. Visi
Untuk lembaga pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah pengertian yang selama ini dijadikan acuan
adalah sebagai berikut:
- 30 -
a. Visi adalah pandangan jauh ke depan, kemana dan
bagaimana instansi pemerintah harus dibawa dan berkarya
agar tetap konsisten dan dapat eksis, antisipatif, inovatif
serta produktif.
b. Visi adalah cara pandang jauh ke depan ke mana instansi
pemerintah harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan
inovatif. Visi adalah suatu gambaran yang menantang
tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh instansi
pemerintah.
Perlu diketahui bahwa visi tersebut harus merupakan visi
bersama, oleh karena itu, organisasi yang bermaksud untuk
membentuk Visi Bersama, perlu secara terus menerus
mengajak anggotanya untuk mengembangkan visi individu
mereka. Tanpa visi individu cenderung menghasilkan hanya
sekedar “persetujuan” terhadap visi orang lain. Hasilnya
adalah “kepatuhan” bukan “komitmen”.
Visi bersama merupakan gambaran pandangan kedepan yang
dibawa oleh orang-orang yang ada dalam organisasi tanpa
melihat apa perannya masing-masing. Visi bersama muncul
dari visi individu, sehingga muncul rasa kebersamaan dan
komitmen dari anggota organisasi. Jadi visi bersama berakar
dari visi individu, yang kemudian terbentuk bedasarkan
adanya aspirasi bersama yang berbasis rasa kebersamaan
(Commonality) yang tinggi.
Oleh karena itu, proses penetapan Visi Organisasi haruslah
menggunakan dua pendekatan utama yakni pendekatan
partisipatif dan pendekatan dari bawah keatas (Bottom-up
Approach). Dan untuk organisasi pemerintah termasuk
Pemerintah Daerah di Seluruh Indonesia pendekatan proses
- 31 -
perencenaannya telah diatur dalam Undang-undang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia.
2. Misi
Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan setiap
organisasi harus mempunyai Misi yang jelas. Misi merupakan
pernyataan yang menetapkan tujuan organisasi dan sasaran
yang ingin dicapai. Pernyataan misi membawa organisasi
kepada suatu fokus. Misi menjelaskan mengapa organisasi itu
ada, apa yang dilakukannya, dan bagaimana melakukannya.
Untuk lembaga pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah pengertian yang selama ini dijadikan acuan
sebagai berikut :
a. Misi adalah sesuatu yang harus diemban oleh instansi,
sesuai visi yang ditetapkan agar tujuan organisasi dapat
terlaksana dan berhasil dengan baik.
b. Misi adalah suatu yang harus dilaksanakan oleh instansi
pemerintah agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan
berhasil dengan baik. Dengan pernyataan misi tersebut,
diharapkan seluruh pegawai dan pihak yang
berkepentingan dapat mengenal instansi pemerintah, dan
mengetahui peran dan program-programnya serta hasil
yang akan diperoleh dimasa mendatang (Inpres No. 7 tahun
1999)
Adapun Visi dan Misi pada Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta 2018-2022 adalah:
- 32 -
VISI
“Jakarta kota maju, lestari dan berbudaya yang warganya terlibat
dalam mewujudkan keberadaban, keadilan dan kesejahteraan bagi
semua.”
MISI
1. Misi Pertama : Menjadikan Jakarta kota yang aman, sehat,
cerdas, berbudaya, dengan memperkuat nilai-nilai keluarga
dan memberikan ruang kreativitas melalui kepemimpinan yang
melibatkan, menggerakkan dan memanusiakan.
2. Misi Kedua : Menjadikan Jakarta kota yang memajukan
kesejahteraan umum melalui terciptanya lapangan kerja,
kestabilan dan keterjangkauan kebutuhan pokok,
meningkatnya keadilan sosial, percepatan pembangunan
infrastruktur, kemudahan investasi dan berbisnis, serta
perbaikan pengelolaan tata ruang.
3. Misi Ketiga : Menjadikan Jakarta tempat wahana aparatur
negara yang berkarya, mengabdi, melayani, serta
menyelesaikan berbagai permasalahan kota dan warga, secara
efektif, meritokratis dan berintegritas.
4. Misi Keempat : Menjadikan Jakarta kota yang lestari, dengan
pembangunan dan tata kehidupan yangmemperkuat daya
dukung lingkungan dan sosial.
5. Misi Kelima : Menjadikan Jakarta ibukota yang dinamis
sebagai simpul kemajuan Indonesia yangbercirikan keadilan,
kebangsaan dan kebhinekaan.
- 33 -
2.3 ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Provinsi
DKI Jakarta berdasarkan pelaksanaan otonomi daerah berada
pada lingkup provinsi, kedudukan Gubernur sebagai Kepala
Daerah dan Wakil Pemerintah di daerah yang secara hukum
bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan urusan
pemerintahan di Provinsi DKI Jakarta atas tugas, wewenang, dan
kewajiban yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Wewenang Gubernur tidak dapat dilimpahkan kepada
Kepala Perangkat Daerah karena peraturan perundang-undangan
(wewenang atribusi) memberikan kepada Gubernur bukan kepada
Kepala Perangkat Daerah. Kepala Perangkat Daerah
melaksanakan tugas (wewenang mandat) yang diberikan Gubernur
yang secara administratif bertanggungjawab melalui Sekretaris
Daerah.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016,
Perangkat Daerah terdiri dari: Sekretariat Daerah; Sekretariat
DPRD; Inspektorat; Dinas; Badan; Badan Penunjang Lainnya; Kota
Administrasi; Kabupaten Administrasi; Kecamatan; dan
Kelurahan.
Dinas berjumlah 23 (dua puluh tiga) yang terdiri atas:
Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Bina Marga, Dinas
Sumber Daya Air, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan
Pertanahan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman,
Satpol PP, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan,
Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas
Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian penduduk,
Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian, Dinas
- 34 -
Lingkungan Hidup, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil,
Dinas Perhubungan, Dinas Komunikasi, Informatika, dan
Statistik, Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, serta
Perdagangan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Dinas
Kehutanan, dan Dinas Perindustrian dan Energi.
Badan berjumlah 8 (delapan) yang terdiri atas: Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan Pengelola Keuangan
Daerah, Badan Pengelola Aset Daerah, Badan Pajak dan Retribusi
Daerah, Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah, Badan
Kepegawaian Daerah, Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Badan Penunjang lainnya berjumlah 2 (dua) yang terdiri
atas: Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa, dan Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik.
Kota Administrasi berjumlah 5 (lima) terdiri atas: Kota
Administrasi Jakarta Pusat; Kota Administrasi Jakarta Utara; Kota
Administrasi Jakarta Barat; Kota Administrasi Jakarta Selatan;
dan Kota Administrasi Jakarta Timur.
Kabupaten Administrasi yaitu Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Dinas dan badan
tertentu dapat mempunyai Unit Pelaksana Teknis sesuai
kebutuhan. Namun tidak semua tugas dan fungsi yang
dilaksanakan Kepala Perangkat Daerah dapat ditarik oleh
Gubernur dan dilimpahkan kepada Unit Pelaksana Teknis karena
Kepala Perangkat Daerah juga mendapatkan wewenang atribusi
dari undang-undang.
- 35 -
Wewenang Gubernur dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi fungsi Kepala Perangkat Daerah
berupa perencanaan, pembinaan dan pengawasan.
1. Perencanaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang
dimaksud dengan perencanaan adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan
pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Perencanaan pembangunan terdiri dari:
a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah adalah
dokumen perencanaan untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
Sesuai ketentuan Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 25 Tahun 2004,
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
menyiapkan rancangan RPJP Daerah melalui Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Jangka Panjang
Daerah, yaitu forum antar pelaku dalam rangka menyusun
rencana pembangunan Nasional dan rencana pembangunan
Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut.
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), adalah
dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun. Menurut
Pasal 14 ayat (2) UU Nomor 25 Tahun 2004, Kepala Bappeda
menyiapkan rancangan awal RPJM Daerah sebagai penjabaran
dari visi, misi, dan program Kepala Daerah (dalam hal ini
Gubernur) ke dalam strategi pembangunan Daerah, kebijakan
umum, program prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan
keuangan Daerah. RPJM Daerah merupakan penjabaran dari
visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya
berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM
- 36 -
Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi
pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan
Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat
Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-
rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif. Sesuai ketentuan Pasal 15
ayat (4) UU Nomor 25 Tahun 2004, Kepala Bappeda menyusun
rancangan RPJM Daerah menggunakan rancangan Renstra-
SKPD dan berpedoman pada RPJP Daerah.
c. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan
Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. RKPD merupakan
penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP,
memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas
pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik
yang dilaksanakan langsung pemerintah maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
d. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja
Perangkat Daerah (Renstra-SKPD), adalah dokumen
perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5
(lima) tahun. Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi,
kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang disusun
sesuai tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah serta
berpedoman kepada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.
Sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (3) UU Nomor 25 Tahun 2004,
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyiapkan rancangan
Renstra-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
dengan berpedoman pada rancangan awal RPJM Daerah.
- 37 -
e. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah -
Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja
Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. Renja-SKPD
disusun dengan berpedoman kepada Renstra SKPD dan
mengacu kepada RKPD, memuat kebijakan, program, dan
kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh
Pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, Kepala Bappeda Provinsi DKI
Jakarta mendapatkan wewenang atribusi dalam penyiapan
RPJPD, RPJMD, dan RKPD. Demikian dengan Kepala SKPD juga
mendapatkan wewenang atribusi dalam penyiapan Renstra-SKPD
dan Renja-SKPD. Menurut UU Nomor 25 Tahun 2004 yang
diberikan wewenang dalam penyusunan Renstra dan Renja SKPD
adalah SKPD.
2. Pembinaan
Pembinaan adalah sebuah konsep populer dalam sistem
organisasi birokrasi di Indonesia, bahkan hampir setiap peraturan
perundang-undangan terdapat kata-kata pembinaan terutama
dalam tugas dan fungsi organisasi birokrasi, akan tetapi batasan
atau definisi pembinaan beragam.
Secara umum pembinaan dapat diartikan sebagai usaha
untuk memberi pengarahan dan bimbingan guna mencapai suatu
tujuan tertentu. Pembinaan merupakan hal umum yang
digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, kecakapan
dibidang pendidikan, ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan
lainnya. Pembinaan menekankan pada pendekatan praktis,
pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan.
- 38 -
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005,
yang dimaksud pembinaan adalah upaya yang dilakukan
pemerintah dalam rangka mewujudkan tujuan penyelenggaraan
otonomi daerah. Lingkup pembinaan tersebut, meliputi: (a)
koordinasi; (b) pemberian pedoman teknis; (c) pemberian
bimbingan dan konsultasi; (d) pendidikan dan pelatihan.
3. Pengawasan dan Pengendalian
Istilah pengawasan dikenal dalam ilmu manajemen dan
ilmu administrasi sebagai salah satu unsur dalam kegiatan
pengelolaan. Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut
dengan controlling yang diterjemahkan dengan pengawasan dan
pengendalian. Istilah controlling lebih luas daripada pengawasan.
Beberapa ahli manajemen memberikan pemahaman yang sama
pengertian controlling dengan pengawasan. Dalam hal ini
pengawasan termasuk pengendalian.
Menurut George T. Terry dalam Winardi, “control is to
determine what is accomplished, evaluate it, and apply corrective
measures is needed to ensure result in keeping with the plan”.
Lembaga Administrasi Negara (2003), menjelaskan pengawasan
adalah suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah
pelaksanaan pekerjaan/kegiatan telah dilakukan sesuai dengan
rencana. Di dalam pengawasan pada dasarnya membandingkan
kondisi yang ada bila terjadi penyimpangan atau hambatan segara
diambil tindakan koreksi.
Fungsi pengawasan untuk membantu manajemen dalam 3
(tiga) hal, yaitu: (1) meningkatkan kinerja organisasi; (2)
memberikan opini atas kinerja organisasi; (3) mengarahkan
manajemen untuk melakukan koreksi atas permasalahan dalam
pencapaian kinerja yang ada. Ketiga hal tersebut dilakukan
- 39 -
dengan cara memberikan informasi yang dibutuhkan secara cepat
dan memberikan tingkat kenyakinan akan pencapaian rencana
yang telah ditetapkan. Definisi lain pengawasan adalah proses
pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi
untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang
dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya.
Berdasarkan hal tersebut, pengawasan dapat bersifat (a)
politik, bilamana menjadi ukuran atau sasaran adalah efektivitas
dan atau legitimasi; (b) yuridis (hukum), bilamana tujuannya
menegakkan yuridiksitas dan atau legalitas, (c) ekonomis,
bilamana yang menjadi sasaran adalah efisiensi dan teknologi, (d)
moril dan susila, bilamana yang menjadi sasaran atau tujuan
mengetahui keadaan moralitas.
Hasil pengawasan menjadi masukan dalam pengambilan
kebijakan, antara lain untuk: (a) menghentikan atau meniadakan
kesalahan, penyimpangan, dan hambatan yang terjadi; (b)
mencegah terulang kembali kesalahan dan/atau penyimpangan
dari rencana yang ditetapkan; (c) mencari cara-cara yang lebih
baik atau membina yang telah baik untuk mencapai maksud dan
tujuan. Pengawasan akan bermakna, manakala diikuti dengan
langkah-langkah atau upaya tindak lanjut yang nyata dan tepat
oleh Kepala Perangkat Daerah, yaitu merevisi kebijakan yang tidak
tepat dan/atau yang belum ada atau diperlukan segera untuk
ditetapkan oleh Gubernur.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016,
besaran Perangkat Daerah ditetapkan berdasarkan tiga variabel,
yaitu jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah Anggaran
- 40 -
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh karena itu besaran
organisasi perangkat daerah secara eksplisit dapat ditentukan.
Variable penentu besaran Organisasi Perangkat Daerah
lainnya berdasarkan kewenangan otonomi khusus seperti daerah
Provinsi DKI Jakarta dapat mempertimbangkan variabel khusus
dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
bersifat khusus yaitu Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007.
Pembagian wilayah administrasi pemerintahan
berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil,
dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Menurut Pasal 2 UU Nomor 23 Tahun 2014, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah Provinsi dan
Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah Kabupaten dan Kota, dan
Daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan
dibagi atas kelurahan dan/atau Desa.
Kedudukan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota
merupakan Daerah dan masing-masing mempunyai Pemerintahan
Daerah kecuali untuk Kota Administrasi dan Kabupaten
Administrasi di Provinsi DKI Jakarta. Artinya, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 sudah menegaskan Kota Administrasi dan
Kabupaten Administrasi di Provinsi DKI Jakarta bukan sebagai
Daerah atau Daerah Otonom, yaitu kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- 41 -
Pelaksanaan otonomi pada lingkup provinsi di Provinsi DKI
Jakarta, maka wilayah kerja Bupati/Walikota menjadi wilayah
kerja Gubernur. Artinya, Kota dan Kabupaten di Provinsi DKI
Jakarta statusnya sebagai daerah merupakan wilayah
administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur adalah
Provinsi, Kota Administratif dan Kabupaten Administratif baik
sebagai Kepala Daerah maupun sebagai wakil Pemerintah Pusat di
Daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan.
Berdasarkan uraian tersebut, Kota dan Kabupaten di
Provinsi DKI Jakarta menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2007, kedudukannya sebagai Perangkat Daerah
Provinsi dengan penamaan Kota Administratif dan Kabupaten
Administratif. Hal tersebut, yang membedakan pelaksanaan
otonomi dengan daerah lain di Indonesia, dimana pelaksanaan
otonomi di daerah lain berada pada lingkup provinsi dan
kabupaten/kota sebagai daerah otonom, sedangkan di Provinsi
DKI Jakarta pelaksanaan otonomi hanya berada pada lingkup
provinsi.
Meskipun kedudukan Kota Administrasi dan Kabupaten
Administrasi sebagai Perangkat Daerah, tugas dan fungsi Walikota
dan Bupati bukan melaksanakan urusan pemerintahan yang
menjadi tugas dan fungsi Dinas dan Lembaga Teknis Daerah,
melainkan melaksanakan urusan pemerintahan umum.
Kedudukan Kecamatan sesuai Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014, daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan. Atas
dasar tersebut, dapat ditafsirkan kedudukan Kecamatan sebagai
Unit Kerja Perangkat (UKP) Kota Administratif dan Kabupaten
Administratif. Untuk daerah lain sesuai ketentuan Pasal 209 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, kedudukan kecamatan
- 42 -
sebagai Perangkat Daerah Kabupaten/Kota karena
Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom, sementara di Provinsi
DKI Jakarta kedudukan Kota/Kabupaten sebagai Perangkat
Daerah Provinsi.
Penjelasan Kecamatan dan Kelurahan di Provinsi DKI
Jakarta sebagai Unit Kerja Perangkat Kota Administrasi dan
Kabupaten Administrasi sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007.
Dengan demikian secara wilayah administratif, kedudukan
Provinsi sebagai daerah otonom, Kota Administratif dan
Kabupaten Administratif sebagai Perangkat Daerah Provinsi,
Kecamatan dan Kelurahan sebagai Unit Perangkat Kerja Kota
Administratif dan Kabupaten Administratif, maka struktur
penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi DKI Jakarta
berdasarkan pembagian wilayah administratif.
Walikota dan Bupati di Provinsi DKI Jakarta berperan
sebagai kepala wilayah tetapi tidak memiliki daerah dalam arti
daerah kewenangan. Tugas Walikota dan Bupati selain
melaksanakan urusan pemerintahan umum juga melaksanakan
tugas umum pemerintahan di wilayah Kota Administatif untuk
Walikota dan Bupati di wilayah Kabupaten Administratif,
melaksanakan tugas atributif bidang koordinasi pemerintahan
terhadap seluruh instansi pemerintah baik Perangkat Daerah
maupun instansi vertikal di Kota Administratif dan Kabupaten
Administratif; penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban,
penegakan peraturan perundang-undangan termasuk Peraturan
Gubernur; pembinaan penyelenggaraan pemerintahan di
Kecamatan dan kelurahan; pelaksanaan tugas pemerintahan
- 43 -
lainnya yang belum dilaksanakan Kecamatan dan Kelurahan serta
Perangkat Daerah di wilayah kecamatan.
Kecamatan dibentuk dalam rangka meningkatkan
koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan
pemberdayaan masyarakat kelurahan. Menurut Pasal 223 UU
Nomor 23 Tahun 2014, Kecamatan diklasifikasikan atas: (1)
Kecamatan tipe A untuk Kecamatan dengan beban kerja yang
besar; (2) Kecamatan tipe B untuk Kecamatan dengan beban kerja
yang kecil. Penentuan beban kerja kecamatan didasarkan pada
jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah kelurahan.
Koordinasi baik yang dilakukan Walikota dan Bupati
maupun Camat bertujuan untuk mencapai keserasian,
keselarasan, keseimbangan, sinkronisasi, dan integrasi
keseluruhan kegiatan pemerintahan yang diselenggarakan di Kota
Administrasi, Kabupaten Administrati, dan Kecamatan, guna
mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan
efisien.
Kelurahan menurut Pasal 229 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun
2014, Kelurahan dipimpin oleh seorang Kepala Kelurahan yang
disebut Lurah selaku Perangkat Kecamatan dan bertanggung
jawab kepada Camat. Lurah diangkat oleh Bupati / Walikota
(dalam hal ini Kepala Daerah) atas usul Sekretaris Daerah dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lurah mempunyai tugas membantu Camat dalam: (a)
melaksanakan kegiatan pemerintahan kelurahan; (b) melakukan
pemberdayaan masyarakat; (c) melaksanakan pelayanan
masyarakat; (d) memelihara ketenteraman dan ketertiban umum;
(e) memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum; (f)
- 44 -
melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh camat; (g)
melaksanakan tugas lain sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta saat ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2016, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun
2018 dan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang
Organisasi Perangkat Daerah, maka pola Organisasi Perangkat
Daerah dapat dilihat pada lampiran I Naskah Akademik ini dan
untuk Jumlah Perangkat Daerah dan produk hukum daerah yang
berkaitan dengan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
TABEL 2
JUMLAH PERANGKAT DAERAH
NO PERANGKAT DAERAH JUMLAH
1. Sekretariat Daerah 1
2. Sekretariat DPRD 1
3. Inspektorat 1
4. Dinas 23
5. Badan 8
6. Badan Penunjang Lainnya 2
7. Kota Administrasi 5
8. Kabupaten Administrasi 1
9. Kecamatan 44
- 45 -
10. Kelurahan 267
Jumlah 353
Sumber : Biro Organisasi dan Reformasi Birokrasi, 2017
TABEL 3
PRODUK HUKUM DAERAH YANG BERKAITAN DENGAN
ORGANISASI DAN TATA KERJA PERANGKAT DAERAH
NO NO PERGUB JUDUL TANGGAL
PENETAPAN
1. No 254 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengelola Keuangan Daerah
29 Desember
2016
2. No.256 tahun 2016 Organisasi dan Tata kerja Badan
Kepegawaian Daerah
29 Desember
2016
3. No.257 tahun 2016 Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengembangan Sumber Daya
Manusia
29 Desember
2016
4. No 253 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Badan
Perencanaan Pembangunan
Daerah
29 Desember
2016
5. No. 259 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pembinaan Badan Usaha Milik
Daerah
29 Desember
2016
6. No. 255 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengelola Aset Daerah
29 Desember
2016
7. No. 258 Tahun
2016
Oranisasi dan Tata Kerja Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik
29 Desember
2016
- 46 -
8. No. 260 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Badan
Penanggulangan Bencana
Daerah
29 Desember
2016
9. No. 262 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pendapatan dan Retribusi
Daerah
29 Desember
2016
10. No. 261 Tahun
2016
Organisai dan Tata Kerja Badan
Pelayanan Pengadaan Barang /
Jasa
29 Desember
2016
11. No. 273 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Bina Marga
29 Desember
2016
12. No. 279 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Cipta Karya, Tata Ruang, dan
Pertanahan
29 Desember
2016
13. No. 280 Tahun
2016
No. 149 Tahun
2018
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Kehutanan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Kehutanan
29 Desember
2016
21 Desember
2018
14. No. 263 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Kependudukan dan Pencatatan
Sipil
29Desember
2016
15. No. 278 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Kesehatan
29 Desember
2016
16. No. 268 Tahun Organisasi dan Tata kerja Dinas 29 Desember
- 47 -
2016 Ketahanan Pangan, Kelautan,
dan Pertanian
2016
17. No. 266 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Koperasi, Usaha Kecil dan
Menengah, serta Perdagangan
29 Desember
2016
18. No. 284 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Lingkungan Hidup
29 Desember
2016
19. No. 269 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan
29 Desember
2016
20. No. 283 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pemberdayaan, Perlindungan
Anak, dan Pengendalian
Penduduk
29 Desember
2016
21. No. 276 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pemuda dan Olahraga
29 Desember
2016
22. No. 281 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu
29 Desember
2016
23. No. 264 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Penanggulangan Kebakaran dan
Penyelamatan
29 Desember
2016
24. No. 277 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Pendidikan
29 Desember
2016
25. No.270 Tahun Organisasi dan Tata Kerja Dinas 29 Desember
- 48 -
2016
No. 5 Tahun 2019
Perhubungan
Perubahan Atas Peraturan
Gubernur Nomor 270 Tahun
2016 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Perhubungan
2016
21 Januari 2019
26. No. 267 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Perindustrian dan Energi
29 Desember
2016
27. No. 282 Tahun
2016
No. 10 Tahun 2018
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Perpustakaan dan Kearsipan
29 Desember
2016
6 Februari 2018
28. No. 274 tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman
29 Desember
2016
29. No. 275 Tahun
2016
No. 20 Tahun 2018
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Sosial
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Sosial
29 Desember
2016
19 Maret 2018
30. No. 272 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Sumber Daya Air
29 Desember
2016
31. No. 271 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi
29 Desember
2016
32. No. 285 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Satpol
PP
29 Desember
2016
33. No. 265 Tahun
2016
No. 75 Tahun 2018
Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Komunikasi, Informatika, dan
Statistik
Perubahan Atas Peraturan
29 Desember
2016
26 Juli 2018
- 49 -
Gubernur Nomor 265 Tahun
2016 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Dinas Komunikasi,
Informatika, dan Statistik
34. No. 252 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja
Inspektorat
29 Desember
2016
35. No. 250 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Daerah
29 Desember
2016
36. No. 251 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja
Sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah
29 Desember
2016
36. No. 286 Tahun
2016
Organisasi dan Tata Kerja Kota
Administrasi
29 Desember
2016
37. No. 287 Tahun
2016
No. 131 Tahun
2018
Organisasi dan Tata Kerja
Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu
Organisasi dan Tata Kerja
Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu
29 Desember
2016
30 November
2018
Sumber : Biro Organisasi dan Reformasi Birokrasi, 2018
- 50 -
BAB III
PENDEKATAN PENATAAN KELEMBAGAAN
3.1 DASAR PERTIMBANGAN PENATAAN KELEMBAGAAN
PEMERINTAH DAERAH
Suatu organisasi dituntut untuk melakukan perubahan
mengikuti dinamika perubahan lingkungan apabila organisasi
tersebut ingin tetap mempertahankan eksistensinya baik dalam
skala kecil maupun besar. Organisasi harus memiliki strategi baru
yang lebih fleksibel menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang
sering terjadi. Terbitnya Undang-Undang 23 Tahun 2014,
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016, dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018 menuntut
penyesuaian pada pola penataan kembali kelembagaan dalam
lingkup organisasi Perangkat Daerah.
Penataan kembali kelembagaan merupakan proses yang
berkelanjutan, dalam arti bahwa seiring atau pada setiap terjadi
perubahan disertai kondisi terbaru menuntut sebuah aksi
penataan kelembagaan. Dalam rangka menata sistem
Pemerintahan Daerah agar menyesuaikan dan harmonis dengan
pencapaian visi dan misi yang diemban Kepala Daerah, maka
kebijakan penataan kelembagaan menjadi langkah yang tepat.
Penataan kelembagaan atau organisasi tersebut harus diimbangi
dengan penataan pada unsur dan elemen utama lainnya dari
sistem tersebut, antara lain penataan keuangan, penataan SDM,
- 51 -
penataan kebutuhan sarana dan prasarana serta penataan pola
hubungan kerja antar unit dalam organisasi.
Selanjutnya terkait dengan penataan kelembagaan,
terdapat beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan untuk
melakukan penataan kelembagaan Pemerintah Daerah, yang
meliputi 3 (tiga) aspek yaitu : aspek yuridis, aspek kebutuhan
empiris dan aspek akademis.
3.1.1 ASPEK YURIDIS
Secara yuridis, penataan dan evaluasi kelembagaan
Pemerintah Daerah didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun
2018 tentang Pembinaan dan Pengendalian Penataan Perangkat
Daerah. Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota, yang mempengaruhi perubahan pada
kelembagaan di Daerah tertuang di dalam Lampiran Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014. Dalam hal penataan kelembagaan
daerah, salah satu kapasitas kelembagaan ditentukan oleh beban
kerja yang didasarkan atas besar kecilnya kewenangan yang
dimiliki oleh suatu daerah. Namun demikian, di atas semuanya,
keluarnya Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Menteri Dalam Negeri ini dimaksudkan untuk mendorong daerah
membuat organisasi perangkat daerah yang rasional dan objektif
disesuaikan dengan dinamika dan potensi yang dimiliki oleh
masing-masing daerah serta sesuai dengan asas pembentukan
perangkat daerah yang berorientasi pada perlindungan,
- 52 -
pelayanan, pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan yang
efektif, efisien dan berkualitas.
Keluarnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016
tentang Perangkat daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengendalian
Penataan Perangkat Daerah maka Pemerintah Daerah harus
menyesuaikan kembali kelembagaan perangkat daerah secara
keseluruhan.
3.1.2 ASPEK EMPIRIS
Selain didasarkan atas aspek yuridis, penataan
kelembagaan suatu daerah juga harus didasarkan pada
kebutuhan empiris. Kebutuhan empiris ini merupakan suatu
konsekuensi dari dinamisasi perkembangan yang terjadi di
masyarakat seiring dengan berbagai tuntutan kebutuhan yang
semakin meningkat. Kebutuhan yang dewasa ini menjadi bagian
dari pola kehidupan masyarakat antara lain kebutuhan terhadap
penyediaan pelayanan publik yang lebih baik, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas, kebutuhan terhadap informasi dan
komunikasi, dan kebutuhan-kebutuhan lain yang semakin
berkembang dari hari ke hari. Dengan munculnya berbagai
kebutuhan baru dan berkembangnya kebutuhan yang telah ada,
pemerintah perlu memfasilitasi dan mengatur penyediaan
kebutuhan tersebut yang mana untuk menanganinya dibutuhkan
suatu kelembagaan pemerintah.
Di samping berkembangnya berbagai kebutuhan tersebut
yang selanjutnya berimplikasi terhadap kebutuhan kelembagaan
- 53 -
perangkat daerah, dalam kenyataan empiris juga muncul
permasalahan-permasalahan yang membutuhkan penanganan
segera. Oleh karenanya, perlu adanya pola organisasi yang
memberikan kemungkinan untuk melakukan penanganan secara
cepat dan tepat.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018
mendorong bagi Daerah untuk menciptakan kelembagaan yang
tepat ukuran dan tepat fungsi (rightsizing), sehingga dinamisasi
perubahan kebutuhan sebagaimana dijelaskan di atas lebih cepat
untuk ditangani dan dipecahkan oleh kelembagaan yang ada.
Perbedaan paradigma penataan kelembagaan yang tepat
aturan dan tepat fungsi tersebut harus didasarkan pada
pengukuran beban kerja perangkat daerah secara terukur dan
akuntabel. Diharapkan dengan adanya ketentuan ini,
kelembagaan Perangkat Daerah di masa depan akan lebih mampu
mengatasi masalah yang ada dan masalah yang mungkin muncul.
Idealnya, kelembagaan Perangkat Daerah juga menganut pada
karakteristik tersebut sehingga efektifitas organisasi akan semakin
meningkat.
3.1.3 ASPEK AKADEMIS
Semakin maraknya tuntutan berbagai pihak untuk
melakukan reformasi birokrasi juga berdampak pada penataan
kelembagaan yang cenderung efektif dan efisien. Hal ini sejalan
dengan perkembangan paradigma pemerintahan di negara –
negara maju yang dewasa ini telah meninggalkan konsep
pemerintahan / birokrasi yang menekankan pada konsep
administrasi pemerintahan yang mekanistis dan kaku. Konsep
- 54 -
tersebut kemudian dikenal pula dengan sebutan birokrasi feodal
atau tradisional yaitu birokrasi yang lebih cenderung menerapkan
sentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Dalam bentuk birokrasi semacam ini perkembangan
kebutuhan masyarakat cenderung kurang dapat terlayani.
Disamping itu, birokrasi feodal juga menimbulkan inefisiensi dan
produktivitas yang rendah, sementara yang menonjol justru
formalisme dan rigiditas sehingga efektivitas dalam melaksanakan
pelayanan dan pembangunan tidak bisa berjalan sesuai dengan
yang diharapkan.
Dengan adanya kekecewaan terhadap hasil yang
didapatkan dari Birokrasi feodal tersebut, timbul dorongan untuk
menciptakan inovasi baru dalam praktek penyelenggaraan
birokrasi. Konsep inovasi birokrasi antara lain dihasilkan Ted
Gabler dan David Osborn yang mengemukakan 10 (sepuluh)
prinsip dalam melaksanakan perubahan-perubahan dalam
pemerintahan yang diberi istilah Reinventing Government.
Kesepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1. Catalyttic Government: Steering Rather Rowing;
Pemerintah lebih mengkonsentrasikan diri pada aspek
pengaturan/regulasi dengan membuat kebijaksanaan dari
pada sebagai pelaksana kebijakan atau pelaksana
penyelenggaraan pelayanan umum bagi masyarakat;
2. Community-owned Government: Empowering Rather Than
Serving;
Pemerintah lebih bertujuan kepada memberdayakan
masyarakat (empowering citizens) tidak hanya melayani
yang membuat masyarakat terlena dan tergantung kepada
pemerintah tetapi pemberian layanan dan penyediaan
- 55 -
fasilitas dilakukan dalam rangka pendewasaan dan
pemandirian masyarakat;
3. Competitive Government: Injecting Competition into service
Delivery;
Menciptakan kompetisi dalam pemerintahan dengan
mendorong terjadinya kompetisi dalam pemberian layanan
di antara penyelenggara pelayanan umum;
4. Mission-Driven Government: Transforming Rule-Driven
Organizations;
Pemerintah atau birokrasi Max weber mengemukakan
bahwa jalannya birokrasi dikendalikan atau diarahkan oleh
aturan, konsepsi tersebut dirasakan kurang tepat lagi
tetapi sebaiknya Pemerintah atau birokrasi berjalan
diarahkan oleh tujuan dan misi (mission) yang telah
ditetapkan yakni untuk kepentingan masyarakat;
5. Results-Oriented Government: Funding Outcomes, Not Input;
Pemerintah yang berorientasi pada hasil dengan penekanan
atau pokok perhatian bukan pada aspek "inputs",
melainkan pada aspek hasilnya (outcomes);
6. Customer-Driven Government: Meeting the Needs of the
Customer, Not the Bureaucracy;
Pemerintah yang diarahkan oleh kebutuhan dari konsumen
yaitu masyarakat bukan diarahkan oleh kebutuhan dari
pada Birokrasi;
7. Enterprising Government: Earning Rather Than Spending;
Penanaman semangat entrepreneur dalam Pemerintah,
yakni bersemangat untuk menghasilkan atau mendapatkan
- 56 -
keuntungan untuk penerimaan keuangan (earning money),
daripada memikirkan bagaimana menghabiskan anggaran
yang dialokasikan (spending money);
8. Anticipatory Government: Prevention Rather Than Cure;
Pemerintah yang antisipatif, yakni melakukan antisipasi
baik berupa pencegahan terjadinya sesuatu permasalahan,
antisipasi terhadap perubahan yang mungkin akan terjadi,
daripada mengatasi masalah setelah permasalahan
tersebut muncul atau menyesuaikan setelah perubahan
terjadi;
9. Decentralized Government: From Hierarchy to Participation and
Teamwork;
Pemerintah yang melaksanakan desentralisasi atau
mendelegasikan kewenangan kepada unsur-unsur
bawahannya antara lain dengan menerapkan pola
manajemen partisipatif serta kerjasama kelompok
(teamwork) dalam pencapaian sasaran organisasi.
10. Market-Oriented Government: Leveraging Change Through the
Market;
Pemerintah yang mendorong berlakunya "mekanisme
pasar" secara sehat dan menyesuaikan tuntutan
perubahan berdasarkan tuntutan dan mekanisme pasar.
11. Kondisi lingkungan internal dan eksternal organisasi menjadi
faktor penting yang mendorong terjadinya perubahan
organisasi seperti Pemerintahan sehingga perubahan dalam
kehidupan berorganisasi tidak dapat dielakkan. Perubahan
yang terjadi di dalam organisasi (internal) umumnya terkait
dengan latar belakang, kemampuan, dan kapasitas internal,
- 57 -
serta motivasi dari para aktor perubahan yang ada dalam
organisasi. Perubahan organisasi yang disebabkan oleh faktor
eksternal (dari luar organisasi) merupakan imlementasi atas
tuntutan peran sosio-ekonomi-politik organisasi terhadap
lingkungannya terutama terkait dengan kebutuhan pelanggan
(konsumen) dan penyedia barang dan jasa (produsen).
Perubahan yang dilakukan dalam organisasi ditujukan
untuk menjaga keseimbangan organisasi. Pola perubahan
organisasi biasa dimulai dengan perubahan atas sistem dan
struktur organisasi, aplikasi keterampilan tenaga kerja, serta
peningkatan dan pengembangan pengetahuan anggota organisasi.
Perlu disadari bahwa tidak ada kemajuan tanpa perubahan
tapi tidak berarti bahwa setiap perubahan akan mengakibatkan
adanya kemajuan. Jadi pembahasan tentang perubahan di sini
terutama terkait dengan dasar pertimbangan perubahan
organisasi.
Berbagai penelitian tentang organisasi menunjukkan
bahwa ada perbedaan kesuksesan antara organisasi yang diubah
secara berencana dengan organisasi yang perubahannya tidak
direncanakan terlebih dahulu. Geiner (Liliwery, 1997),
menyimpulkan bahwa organisasi yang dapat melakukan
perubahan dengan baik adalah organisasi yang memiliki proses
sebagai berikut:
1. para pimpinan harus mengikuti saran agen pembaharuan
(kemauan dan rendah hati mendengarkan gagasan-gagasan
baru);
2. mengangkat seorang konsultan organisasi;
3. para pimpinan melibatkan bawahan dalam penerapan bentuk
pengujian yang disarankan oleh konsultan organisasi;
- 58 -
4. memanfaatkan keahlian konsultan mencari dan mendapatkan
fakta, mendiskusikan masalah kemudian membuat
identifikasi, dan terakhir segera mencari jalan keluar;
5. pimpinan membuktikan kepada seluruh pimpinan Unit Kerja
dan pada bawahan di organisasi itu, bahwa gagasan dan
metode baru yang ditawarkan konsultan telah menghasilkan
sesuatu yang baru yang dinikmati oleh semua orang pada
semua tingkat organisasi.
Perubahan dapat terjadi melalui revolusi, reformasi,
evolusi, dan inovasi. Hal ini sangat terkait dengan
tanggapan/respon setiap orang, baik yang ada dalam organisasi,
maupun yang diluar organisasi. Beberapa tanggapan tersebut
antara lain menerima, menolak, siap, belum siap. Perbedaan
tanggapan tersebut membuat masing-masing orang menentukan
pilihan yang berbeda-beda terhadap perubahan. Anggota
organisasi akan memilih salah satu dari tiga alternatif sebagai
berikut:
1. Menjadi motor perubahan atau agen perubahan: Setiap orang
yang mampu menjadi katalisator dengan penuh tanggung
jawab dapat melakukan perubahan aktivitas tertentu. Mereka
memiliki posisi di garda terdepan terhadap proses perubahan
yang terjadi. Lebih dari itu, mereka juga dituntut untuk
memiliki pengetahuan tentang konsep dan alasan perlunya
suatu perubahan harus dilakukan. Dengan demikian,
merekapun dapat mempengaruhi serta meyakinkan pihak lain
tentang perlunya perubahan organisasi.
2. Mendiamkan perubahan: posisi ini merupakan posisi yang
paling banyak dipilih oleh mereka yang ingin mengambil posisi
aman terhadap kondisi yang ada. Mereka tidak berada pada
- 59 -
posisi sebagai pelopor perubahan, namun juga tidak menolak
atas perubahan yang terjadi. Ketika perubahan itu akan
membawa keuntungan, maka perubahan itu akan mereka
dukung. Sebaliknya, jika mereka melihat perubahan itu tidak
membawa keuntungan mereka memilih posisi aman dengan
diam pada posisi yang ada pada saat ini.
3. Menghambat perubahan atau resisten terhadap perubahan:
Keterbatasan kemampuan dan keterampilan dapat
mengakibatkan orang resisten terhadap perubahan.
Sejalan dengan konsepsi tersebut negara-negara yang
tergabung dalam OECD (Organization for Economic Cooperation and
Development) melakukan Langkah-langkah serupa untuk
mengadakan perubahan dalam birokrasinya dengan melakukan
perubahan-perubahan sebagai berikut (Public Management Service
OECD, 1996) :
1. Melaksanakan desentralisasi kewenangan diantara organ-
organ pemerintahan baik di antara pemerintah pusat maupun
antara Pusat dan Daerah dan melaksanakan devolusi
tanggungjawab ke pemerintahan di bawahnya;
2. Mengadakan pengkajian ulang terhadap apa yang seharusnya
pemerintah lakukan dan yang pemerintah biayai, apa yang
seharusnya pemerintah biayai tapi mereka tidak lakukan dan
apa yang seharusnya pemerintah kerjakan tetapi tidak
dikerjakan dan apa yang seharusnya pemerintah tidak
kerjakan tetapi pemerintah kerjakan;
3. Mengadakan perampingan organisasi “downsizing” dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, mengadakan
privatisasi dan koorporatisasi kegiatan-kegiatan pemerintahan;
- 60 -
4. Mempertimbangkan cara-cara yang lebih efektif dalam
pembiayaan pemberian layanan seperti dengan mengadakan
contracting out, menyerahkan pada mekanisme pasar and
pengenaan retribusi;
5. Orientasi pada konsumen dengan menerapkan standar
kualitas untuk pelayanan kepada masyarakat;
6. Melakukan benchmarking dan pengukuran kinerja;
7. Mengadakan reformasi dengan mendisain pengaturan secara
mudah atau sederhana dan mengurangi komponen-komponen
pembiayaan.
Inggris tidak ketinggalan dalam melakukan pembaharuan
birokrasinya, mereka mengistilahkan “New Public Management”.
Inggris ingin menampilkan wajah baru pemerintahannya yang
lebih memberikan kepuasan kepada masyarakat. Untuk
melaksanakan tujuannya tersebut, Pemerintah Inggris
mengadakan langkah-langkah yang menurut Minogue adalah
sebagai berikut (The British Council, 2002) :
1. Mengadakan restrukturisasi sektor publik khususnya dengan
mengadakan privatisasi;
2. Memperkenalkan prinsip-prinsip kompetisi melalui privatisasi,
market testing pada pelayanan internal pemerintahan dan
meningkatkan efisiensi dalam pengawasan;
3. Mengatasi keterbatasan dana yang dimiliki, pembiayaan
pemerintahan dan pelayanan;
4. Berorientasi kepada konsumen melalui menjalin hubungan
yang serasi dengan pelaksana pelayanan dibandingkan hanya
memperhatikan kebutuhan yang mendasari pelayanan;
- 61 -
5. Memfokuskan pada outcomes dan outputs dibandingkan pada
inputs dan processes;
6. Meningkatkan akuntabilitas kepada konsumen atau pelanggan
yakni masyarakat;
7. Mengadakan penataan terhadap aturan yang ada dengan
menerapkan desentralisasi dengan menciptakan badan usaha
negara yang otonom;
8. Meningkatkan efisiensi, memperbaiki manajemen yang
mendasarkan pada pengukuran kinerja dan insentif.
Langkah-langkah public sector reform tersebut di atas
antara lain bermuara kepada pembenahan atau menata kembali
besaran organisasi pemerintah menyesuaikan dengan kebutuhan
dan peran serta fungsi pemerintahan.
Begitu pula halnya dengan organisasi perangkat daerah
yang dibentuk berdasarkan berbagai peraturan dan perundangan.
Dalam mendesain organisasi perangkat daerah, struktur
organisasi adalah hal yang perlu mendapat perhatian khusus.
Menurut Suryanto dkk (2008: 102-103) : “Struktur organisasi
merupakan peta formal yang menunjukkan pembagian dan
pengelompokkan tugas serta pengkoordinasian pelaksanaan
kegiatan dalam suatu organisasi. Semakin kompleks struktur
organisasi semakin dibutuhkan koordinasi, kontrol dan
komunikasi yang intensif diantara organisasi yang ada sehingga
para pimpinan dapat memastikan bahwa setiap unit dapat bekerja
dengan baik”. Oleh karena itu, Suryanto menegaskan bahwa
dalam mendesain organisasi pemerintahan daerah, pembagian
tugas, pengelompokkan tugas, dan pengkoordinasian kegiatan
perlu diperhatikan dengan baik.
- 62 -
Menurut Mintzberg (1993:153) dalam struktur organisasi
terdapat peraturan-peraturan, tugas dan hubungan kewenangan
yang bersifat formal. Hubungan kewenangan tersebut mengatur
bagaimana orang bekerjasama dan menggunakan sumber daya
yang ada untuk mencapai tujuan organisasi. Tugas-tugas yang
terdapat dalam struktur organisasi dibedakan ke dalam lima
unsur dasar, yaitu Strategic Apex, Middle Line, Technostructure,
Supporting Staff dan Operating Core. Masing-masing unsur
menjalankan fungsinya masing-masing dalam suatu hubungan
kerja yang sinergis dan sistematis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat diwujudkan. Bahwa setiap organisasi memiliki 5
(lima) bagian, meliputi staf inti teknis, manajemen puncak,
manajemen menengah, staf dukungan teknis, dan staf dukungan
administratif. Lima bagian dari organisasi tersebut dapat
bervariasi dalam ukuran dan pentingnya tergantung pada
lingkungan, teknologi organisasi, dan faktor lainnya.
Inti teknis termasuk orang-orang yang melakukan
pekerjaan dasar dari organisasi. Melakukan fungsi subsistem
produksi dan benar-benar menghasilkan produk dan layanan
output organisasi. Disinilah transformasi utama dari input ke
output berlangsung. Inti teknis adalah departemen produksi di
perusahaan manufaktur, kegiatan pembelajaran di universitas,
dan kegiatan pelayanan medis di rumah sakit. Dukungan teknis
merupakan fungsi dukungan teknis yang membantu organisasi
beradaptasi dengan lingkungannya. Karyawan dukungan teknis
seperti insinyur dan peneliti mengamati lingkungan terkait
permasalahan, peluang, dan perkembangan teknologi. Sedangkan
dukungan administrasi merupakan fungsi dukungan administratif
bertanggung jawab untuk kelancaran dan pemeliharaan
organisasi, termasuk unsur-unsur fisik dan manusia. Dalam
- 63 -
fungsi ini termasuk melaksanakan kegiatan sumber daya manusia
seperti perekrutan, mempekerjakan, dan pelatihan karyawan dan
pengembangan.
Mintzberg (1993:153) mendeskripsikan kelima unsur dasar
dimaksud sebagai berikut :
1. The Strategic Apex, yaitu bagian dari organisasi yang
berfungsi sebagai penanggungjawab berhasiltidaknya
organisasi mencapai tugas pokoknya;
2. The Middle Line, yaitu bagian dari organisasi yang bertugas
membantu menterjemahkan kebijakan-kebijakan top
manajemen untuk selanjutnya disampaikan kepada unit
pelaksana untuk ditindaklanjuti;
3. The Technostructure, yaitu bagian dari organisasi yang
berfungsi menganalisis kebijakan-kebijakan pimpinan dengan
mengeluarkan berbagai pedoman-pedoman atau standardisasi-
standardisasi tertentu yang harus diperhatikan oleh seluruh
perangkat daerah/pengguna masing-masing;
4. The Supporting Staff, yaitu bagian dari organisasi yang pada
dasarnya ikut memberi dukungan untuk tugas perangkat
daerah secara keseluruhan; dan
5. The Operating Core, yaitu bagian dari organisasi yang
berfungsi melaksanakan tugas pokok organisasi yang
berkaitan dengan pelayanan langsung kepada masyarakat.
Kendali kegiatan yang berada pada institusi tertentu
berdasarkan kewenangannya akan melahirkan suatu rnodel
konfigurasi birokrasi dengan ukuran efektivitas tertentu pula.
Berdasarkan pemahaman ini, mengukur efektifitas institusi dalam
melaksanakan fungsinya seharusnya dapat didasarkan pada
- 64 -
konfigurasi institusi. Sebagaimana dikemukakan Mintzberg
bahwa, konfigurasi institusi adalah berfungsinya struktur institusi
berdasarkan tiga kriteria. Pertama, dominasi kontrol oleh bagian
institusi tertentur. Kedua, derajat desentralisasi yang diterapkan.
Ketiga, mekanisme koordinasi yang digunakan. Berdasarkan
konfigurasi institusi dapat diketahui institusi yang paling
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas tertentu, dan
kemudian dapat diukur efektivitas fungsinya dalam melaksanakan
tugas tersebut.
Mengacu pada lima konfigurasi ini, pengukuran efektivitas
institusi pemerintah daerah dalam dalam melaksanakan fungsi
mengurus penyelenggaraan pemerintahan dapat dilakukan secara
cermat, baik menyangkut kinerja Sekretariat Daerah, Sekretariat
DPRD, Dinas Daerah, unsur penunjang Urusan Pemerintahan
(Badan Daerah), maupun Kecamatan.
3.2 ASPEK-ASPEK YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM
PENATAAN KELEMBAGAAN PERANGKAT DAERAH
Pada dasarnya, ada 2 (dua) macam sifat dari aspek-aspek
yang perlu dipertimbangkan dalam penataan kelembagaan Daerah
yaitu:
1. Aspek yang bersifat kualitatif
Disini, aspek-aspek tersebut sulit dihitung karena terkait
dengan nilai (value) yang notabene sulit untuk diukur karena
aspek ini memiliki unsur subyektifitas yang relatif besar.
Namun demikian, kekurangan ini dapat diatasi dengan
melakukan penilaian yang didasarkan atas pengalaman dan
- 65 -
kebutuhan di masa yang akan datang, bukan didasarkan pada
kebutuhan individual. Aspek-aspek tersebut misalnya adalah
nilai strategis daerah ataupun teknologi yang terkait dengan
visi dan misi suatu daerah.
2. Aspek yang bersifat kuantitatif
yakni aspek yang dapat dihitung dan diukur, misalnya potensi
dan kebutuhan daerah/masyarakat, jumlah SDM Aparatur,
aspek keuangan, dan aspek kewenangan.
Walaupun demikian terdapat pula aspek yang bersifat semi
kualitatif dan kuantitatif antara lain kualitas kewenangan dan
kualitas SDM. Aspek-aspek baik yang bersifat kuantitatif,
kualitatif maupun semi kualitatif dan semi kuantitatif inilah yang
akan menentukan beban tugas atau beban pekerjaan suatu
kelembagaan Daerah.
3.2.1 ASPEK KEWENANGAN
Desentralisasi dapat diartikan sebagai pelimpahan
kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom (suatu
kesatuan masyarakat), dengan demikian kewenangan yang
dilimpahkan kepada Daerah dapat dilakukan oleh Sektor Publik
(Pemerintahan), Sektor Swasta dan Masyarakat Daerah. Oleh
karenanya, dalam menata kelembagaan daerah, perlu diawali
terlebih dahulu dengan melakukan analisis terhadap kewenangan
daerah. Adapun penyelenggaraan kewenangan daerah dapat
dipilah menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
1. Kewenangan yang perlu diselenggarakan sepenuhnya atau
secara mandiri oleh Pemerintah Daerah atau kewenangan yang
- 66 -
sepenuhnya dimonopoli oleh Pemerintah. Kewenangan-
kewenangan yang semacam ini lebih banyak adalah
kewenangan dalam hal pembuatan kebijakan untuk
pengaturan (steering);
2. Kewenangan yang perlu diselenggarakan secara kerjasaama
antara Pemerintah Daerah dan Sektor Swasta atau
Masyarakat. Kewenangan semacam ini lebih banyak adalah
kewenangan dalam hal pelaksanaan kegiatan (pembangunan
dan pelayanan);
3. Kewenangan yang seyogyanya diserahkan kepada sektor
swasta atau masyarakat, pemerintah hanya membuat
pengaturan atau standar-standar untuk menjaga kualitas;
4. Kewenangan juga perlu dipilah, mana yang seyogyanya
dibiayai oleh Pemerintah walaupun pelaksanaannya dilakukan
sektor swasta atau masyarakat dan mana yang menjadi beban
atau tanggungjawab masyarakat. Dengan pemilahan tersebut,
penyelenggaraan kewenangan tidak seharusnya dimonopoli
(diatur dan diselenggarakan) oleh pemerintahan, namun
demikian dalam kondisi dewasa ini dimana sektor swasta dan
masyarakat yang relatif belum berdaya maka peran pemerintah
di negara berkembang seperti di Indonesia masih sangat
dibutuhkan.
3.2.2 ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
Baik dalam organisasi maupun dalam proses manajemen,
keberadaan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang
sangat penting dan sangat determinan. SDM dengan kualifikasi
- 67 -
baik akan mendorong perwujudan tujuan organisasi secara lebih
efektif dan efisien.
Dalam perspektif keilmuan yang telah menggunakan
pendekatan manajemen strategik, SDM tidak hanya dianggap
sebagai tool of management tapi juga sebagai sumber keunggulan
kompetitif dan elemen kunci untuk mencapai tujuan organisasi.
Perspektif tersebutlah yang menjadi dasar filosofis manajemen
Sumber Daya Manusia.
Dalam lingkup yang lebih luas, Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM) ini tidak hanya mencakup aspek hubungan
(relasi) antara karyawan dan organisasi saja, tetapi juga
menyangkut fungsi-fungsi yang lain seperti perencanaan,
rekrutmen, seleksi, training, pengembangan dan penlilaian hasil
kerja (Syafruddin Alwi, 2001; VI). Rekrutmen merupakan langkah
kedua atau ketiga dalam MSDM yang sebelumnya diawali dengan
Perencanaan Kepegawaian yang didahului dengan menetapkan
struktur organisasi beserta struktur pekerjaan dan profil yang
akan mengerjakan pekerjaan tersebut. Walaupun demikian
rekrutmen merupakan aspek yang sangat kritis dan menentukan
dalam proses Manajemen Sumber Daya Manusia dalam artian
proses manajemen SDM selanjutnya sangat ditentukan oleh
kualitas dari Proses Rekrutmen ini. Proses rekrutmen merupakan
"pintu gerbang" untuk memasuki "kawasan organisasi". Kalau
langkah awal ini sudah bejalan dengan baik, maka selanjutnya
sumber daya manusia akan lebih mudah dikembangkan.
Kelemahan atau kesalahan yang mungkin akan timbul dalam
proses pengembangan selanjutnya sudah dapat dieliminasi
sedemikian rupa.
- 68 -
Dalam konteks penataan kelembagaan, SDM baik secara
individual maupun Manajemen SDM yang diterapkan akan
berpengaruh terhadap kelembagaan yang dibentuk. SDM yang
berkualitas akan mengurangi besaran organisasi yang akan
diterapkan begitu halnya dengan pola manajemen SDM yang
profesional, dimulai dari proses rekrutmen, pengembangan
pegawai sampai dengan berhenti (pensiun) akan berpegaruh
terhadap organisasi yang ada.
Besar kecilnya kewenangan yang dimiliki oleh suatu
daerah, selain berimplikasi pada besar kecilnya beban kerja yang
harus diemban oleh kelembagaan Pemerintah Daerah tersebut,
juga berdampak pada besar kecilnya kebutuhan Sumber Daya
Manusia dan manajemennya. Oleh karenanya, untuk melakukan
penataan kelembagaan daerah, ketersediaan Sumber Daya
Manusia dan sistem manajemennya harus harus diperhatikan
kaitannya dengan kesiapan daerah untuk melaksanakan berbagai
kewenangan yang dimilikinya.
3.2.3 ASPEK KEUANGAN
Selain aspek kewenangan dan aspek Sumber Daya
Manusia, dalam penataan kelembagaan perlu juga memperhatikan
aspek keuangan, maksudnya perlu untuk mempertimbangkan
kemampuan daerah dalam membiayai kelembagaan yang
dihasilkannya. Semakin besar organisasi yang dibuat semakin
besar dana yang harus dialokasikan untuk membiayai
kelembagaan/organisasi tersebut. Dalam hal ini, penataan
kelembagaan yang dilakukan diharapkan dapat melakukan
perubahan-perubahan sebagai berikut:
- 69 -
1. Organisasi yang dibentuk dapat mengurangi pemborosan dan
inefisiensi yang terjadi
Dengan mempertimbangkan aspek keuangan, baik
pengeluaran, pendapatan atau manfaat yang dihasilkan
oleh kelembagaan yang terbentuk maka pemborosan dan
inefisiensi dapat dikurangi. Di sini, kelembagaan besar
belum tentu menjadikan pemborosan tetapi dapat pula
menghasilkan manfaat yang besar, tentu saja manfaat yang
dimaksudkan adalah manfaat untuk masyarakat.
Kelembagaan kecil belum tentu menghasilkan efisiensi tapi
dapat pula menimbulkan ketidakoptimalan potensi yang
dimilikinya atau terdapat pekerjaan yang tidak dapat
terlaksana padahal pekerjaan tersebut manfaatnya sangat
besar bagi masyarakat.
2. Pembentukan organisasi baik secara horizontal maupun secara
vertikal perlu juga mempertimbangkan pengalokasian sumber
dana secara efisien
Keterbatasan dana yang tersedia menuntut perlunya
pendistribusian secara adil, baik keadilan secara distributif
maupun keadilan secara alokatif sehingga tidak
menimbulkan kecemburuan dan ketidakharmonisan antar
unit organisasi. Unit organisasi yang memiliki beban tugas
yang besar seyogyanya mendapat alokasi dana yang cukup
untuk menjalankan tugas-tugasnya.
3. Penataan Kelembagaan Daerah diharapkan dapat mendorong
dan meningkatkan kreativitas, kewiraswastaan dan inisiatif di
sektor publik
Semangat entrepreneur dalam birokrasi perlu ditanamkan
sehingga tidak hanya mengetahui dan memahami
- 70 -
bagaimana membelanjakan tetapi juga mencari peluang
atau kesempatan untuk meningkatkan pendapatan.
4. Penataan Kelembagaan daerah juga diharapkan dapat
meningkatkan transparansi keuangan publik.
Masyarakat dapat memahami apakah yang telah
dibelanjakan pemerintah memberikan manfaat atau nilai
tambah bagi masyarakat atau justru sebaliknya. Dengan
adanya transparansi, Pemerintah Daerah juga akan lebih
meningkatkan kualitas program-program yang
dilaksanakan dan akan meningkatkan akuntabilitasnya
karena masyrakat akan menyoroti apa yang telah, sedang
dan akan dilakukannya.
3.2.4 ASPEK TEKNOLOGI
Perkembangan teknologi dewasa ini sangat pesat, termasuk
di dalamnya teknologi menyangkut sarana dan prasarana kerja.
Akibatnya, proses penyelesaian pekerjaan menjadi semakin
mudah, cepat dan berkualitas. Salah satu teknologi yang saat ini
banyak diperbincangkan adalah Electronic Government (E-
Government). Terkait dengan teknologi tersebut, berikut ini
disampaikan beberapa peluang dan keuntungan dari penerapan e-
government (Microsoft E-Government Strategy, 2001) :
1. Deliver electronic and integrated public services
Penerapan e-government akan memberikan nilai tambah
dalam peningkatan pelayanan dimana pelayanan akan
menjasi semakin cepat, akurat dan terpadu.
2. Bridge the digital divide
- 71 -
Pemerintah dapat menjadi jembatan penghubung dengan
masyarakat dalam memperkenalkan teknologi baru.
3. Achieve lifelong learning
Dapat menjadi sarana proses pembelajaran masyarakat.
4. Rebuild their customer relationship
Membangun hubungan dengan konsumen untuk
meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah.
5. Foster economic development
Untuk mendukung peningkatan pembangunan
perekonomian.
6. Establish sensible policies and regulations
Dengan semakin berkembangnya informasi memunculkan
berbagai isu aktual antara lain berkaitan dengan e-
commerce, cyber-crime, cyber-terrorism, dan lain-lain yang
memunculkan tuntutan untuk membuat kebijakan dan
pengaturannya.
7. Create a more participative form of government
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mendukung
demokrasi.
Sehubungan dengan peluang dan keuntungan yang akan
diperoleh dari penerapan e-government tersebut, maka teknologi
ini menjadi salah satu kebutuhan mendesak untuk diaplikasikan.
Pemerintah Malaysia telah mengantisipasinya dengan menetapkan
e-government sebagai salah satu prioritas dalam pembangunan di
negaranya.
Menyadari ketertinggalan dan kebutuhan serta keuntungan
penerapan teknologi e-government, dalam penataan kelembagaan
- 72 -
daerah di Indonesia harus juga dapat dipertimbangkan. Dalam
menerapkan teknologi informasi (e-government) harus
mempertimbangkan sebagai berikut :
1. Hardware yakni perangkat keras yang akan digunakan,
kebutuhan perangkat keras disesuaikan dengan sejauhmana
tingkat teknologi yang dibutuhkan.
2. Software yakni perangkat lunak berupa program-program
aplikasi yang tepat cepat dan sederhana sehingga dapat
mendukung dan mempermudah penyelesaian pekerjaan.
3. Humanware yakni faktor manusianya, kemampuan dari SDM
menjalankan teknologi yang dimiliki baik hardware maupun
softwarenya. Dalam birokrasi biasanya faktor humanware
terkadang menjadi kendala dalam mengaplikasikan teknologi
yang dimiliki. Kendala yang menhadangnya baik berupa
pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya maupun
terkait dengan budanya atau kebiasaan yang ada.
Dengan teknologi yang digunakan baik hardware, software
dan humanware, semakin tinggi tingkatannya maka akan semakin
ramping organisasi yang dibutuhkannya.
3.2.5 ASPEK KEBUTUHAN PELAYANAN
Menyadari berbagai perbedaan dalam hal potensi yang
dimiliki oleh setiap daerah, UU Nomor 23 Tahun 2014
memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyusun
kelembagaannya disesuaikan dengan kebutuhan dari daerah yang
bersangkutan termasuk sifat kekhususan maupun sifat
keistimewaan. Dalam penataan kelembagaan Pemerintah Daerah,
- 73 -
kebutuhan atau potensi yang dimiliki harus diperhatikan pula.
Untuk itu faktor-faktor kebutuhan atau potensi daerah yang perlu
diperhatikan antara lain sebagai berikut:
1. Luas wilayah kerja atau besarnya objek kewenangan yang
ditangani;
2. Jumlah penduduk yang mendapatkan Layanan;
3. Potensi pemerintah daerah;
4. Kebutuhan masyarakat;
5. Kompleksitas pekerjaan yang dilakukan;
6. Potensi masyarakat dan swasta.
Dengan memahami berbagai potensi dan kebutuhan yang
dimiliki tersebut, beban pekerjaan yang dipikul oleh suatu daerah
dapat diprediksi. Karena potensi dan kebutuhan suatu daerah
bersifat unik, maka beban pekerjaanya tidak dapat digeneralisir
atau disamaratakan.
3.2.6 ASPEK NILAI STRATEGIS DAERAH
Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang
bersifat wajib, diselenggarakan oleh seluruh provinsi,
kabupaten/kota, sedangkan penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang bersifat pilihan hanya dapat diselenggarakan
oleh daerah yang memiliki potensi unggulan dan kekhasan
daerah. Dalam rangka melakukan penataan potensi unggulan dan
kekhasan daerah, nilai strategis daerah juga harus menjadi
pertimbangan. Nilai strategis daerah ini biasanya tertuang dalam
Visi dan Misi Pemerintah Daerah. Dengan menentukan sektor-
- 74 -
sektor tertentu yang menjadi unggulan (core competency) maka
kelembagaan yang menanganinya pun perlu diperhatikan.
Sebagai kesimpulan, perlu dipahami bahwa penataan
kelembagan bukan suatu proses yang berdiri sendiri, artinya
kelembagaan Pemerintahan Daerah hanya merupakan suatu
subsistem dari suatu sistem yang lebih besar lagi yaitu Sistem
Pemerintahan Daerah. Oleh karenanya, perubahan dalam
kelembagaan akan berpengaruh dan dipengaruhi oleh sistem dan
subsistem lainnya. Penataan Kelembagaan juga merupakan suatu
proses kontinyu tidak bisa dilakukan hanya sekali jadi tetapi
harus dilakukan secara bertahap, terus menerus dan terpadu.
Untuk itulah Penataan kelembagaan Pemerintah Daerah perlu
dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor lain. Selain
itu juga harus mempertimbangkan jauh kedepan bagaimana
kelembagaan hasil penataan kelembagaan dilaksanakan di
lapangan dan tentu saja perlu diiringi oleh perubahan aspek-
aspek lain atau sub sistem-sub sistem lain yang erat
keterkaitannya.
- 75 -
BAB IV
ANALISA KELEMBAGAAN PERANGKAT DAERAH
4.1 ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
Pada dasarnya, struktur merupakan peta alur kerja di
dalam organisasi. Dalam rangka menentukan bentuk kelembagaan
ini, akan digunakan 4 (empat) indikator keorganisasian modern
yaitu: fleksibilitas, efektifitas, efisiensi, dan proporsionalitas. Agar
diperoleh pemahaman yang sama mengenai keempat karakteristik
tersebut, berikut ini dijabarkan mengenai pengertian dari masing-
masing karakteristik, sebagai berikut:
1. Fleksibilitas
Secara umum, konteks fleksibilitas pada penyusunan
organisasi perangkat daerah lebih ditekankan pada bagaimana
suatu organisasi dapat dengan mudah merespon dinamisasi
perkembangan lingkungan baik pada skala makro maupun
mikro. Oleh karenanya, dalam penataan kelembagaan suatu
daerah harus disesuaikan dengan besaran beban urusan yang
dimilikinya.
2. Efektivitas
Setiap urusan, baik dengan tingkat beban kerja besar, sedang
maupun kecil, perlu ditangani dengan baik. Efektivitas
kelembagaan yang menangani urusan tersebut dikatakan baik
apabila tujuan dan sasaran dari pelaksanaan urusan tersebut
dapat tercapai. Jadi efektifitas di sini lebih ditekankan pada
- 76 -
bagaimana kelembagaan daerah mampu berkontribusi positif
pada pencapaian visi dan misi daerah secara keseluruhan
dengan melaksanakan beban urusan yang diembannya. Ketika
beban urusan pemerintahan tergolong besar, dibutuhkan
kelembagaan yang besar untuk menanganinya karena dengan
dengan kelembagaan yang besar, kapasitas kewenangan yang
dimilikinya juga besar dan otomatis pelaksanaan penanganan
urusan tersebut menjadi efektif.
3. Efisiensi
Efisiensi dari kelembagaan yang melaksanakan suatu urusan
pemerintahan dapat dilihat dari: 1) tidak adanya duplikasi
institusi dalam penanganan urusan; 2) ketepatan pemilihan
model organisasi; 3) jumlah kelembagaan OPD yang optimal,
artinya jumlahnya disesuaikan dengan tingkat potensi dan
kebutuhan Provinsi DKI Jakarta, namun diupayakan
kelembagaan yang tersusun tersebut dapat bekerja optimal
mencapai tujuan dan sasaran penyelenggaraan pemerintahan.
Pendefinisian efisiensi ini juga dikaitkan dengan model
organisasi yang disesuaikan dengan jenis dan karakteristik
beban kerja urusan pemerintahan yang dilaksanakan.
Terdapat 2 model organisasi yang digunakan yaitu model
matriks dan model lini and staff, dimana keduanya sama-sama
baik, bila disesuaikan dengan jenis dan karakteristik beban
kerja urusan pemerintahan yang diemban oleh setiap
kelembagaan.
4. Proporsional
Pelaksanaan berbagai urusan pemerintahan yang ada harus
terbagi habis pelaksanaannya oleh kelembagaan yang
terbentuk, dan pembagian urusan tersebut harus merata dan
- 77 -
proporsional antar lembaga perangkat daerah. Artinya beban
urusan dengan kategori tinggi sebaiknya dilaksanakan oleh
kelembagaan yang besar, sementara beban urusan dengan
kategori sedang dan atau kecil dapat dilaksanakan oleh
kelembagaan kecil atau bila memungkinkan dilekatkan pada
kelembagaan yang juga menangani fungsi lain.
Selanjutnya, sebagaimana diketahui, model kelembagaan
daerah terdiri dari 4 (empat) jenis atau fungsi, yakni organisasi lini
(direpresentasikan oleh dinas), staf dan auxiliary (sekretariat),
supporting units (unsur penunjang urusan) dan lembaga tertentu /
lainnya. Oleh karena jenis dan fungsi dasarnya berbeda, maka
kewenangan yang diemban pun juga berbeda. Berikut ini
diuraikan masing-masing model kelembagaan tersebut:
1. Dinas adalah organisasi yang menjalankan tugas-tugas pokok
(kewenangan substantif atau kewenangan material) daerah.
Itulah sebabnya, bidang kewenangan dan nomenklatur dinas
dibentuk berdasarkan pertimbangan sektoral (sektor
pertanian, sektor kesehatan, dan sebagainya).
2. Sekretariat adalah unit organisasi yang bertugas menjalankan
fungsi-fungsi pembantuan untuk mendukung pelaksanaann
fungsi lini yang dijalankan dinas. Dengan kata lain, unit-unit
dalam sekretariat berkewajiban melaksanakan tugas-tugas
ketatausahaan dalam rangka pengambilan kebijakan, seperti
bagian umum, bagian kepegawaian, bagian keuangan, bagian
bina pemerintahan, dan sebagainya.
3. Unsur Penunjang Urusan Pemerintahan berbentuk "badan"
bertugas melaksanakan fungsi-fungsi strategis daerah yang
belum terakomodasikan oleh pola kelembagaan yang lain.
Fungsi-fungsi yang diemban oleh lembaga teknis bukanlah
- 78 -
kewenangan substantif daerah, namun memiliki peran yang
sangat penting bagi daerah. Contohnya adalah badan
penelitian dan pengembangan, dan badan perencanaan
daerah.
4. Lembaga Tertentu adalah lembaga yang dibentuk atas perintah
peraturan perundang-undangan yang merupakan bagian dari
perangkat daerah.
Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
2016, Pembentukan Perangkat Daerah dilakukan berdasarkan
asas Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
intensitas Urusan Pemerintahan dan potensi Daerah; efisiensi;
efektivitas; pembagian habis tugas; rentang kendali; tata kerja
yang jelas; dan fleksibilitas.
4.2 URUSAN PEMERINTAHAH
Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Sedangkan Perangkat Daerah Provinsi adalah unsur pembantu
Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dalam
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah Provinsi. Namun demikian, kewenangan Daerah Provinsi
DKI Jakarta selain menjalankan kewenangan Daerah Provinsi juga
menjalankan kewenangan daerah kabupaten dan kota sesuai sifat
kekhususannya.
Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya
- 79 -
dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara
Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani,
memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Urusan
Pemerintahan terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan
Pemerintahan Pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas
Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan
dasar; dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan
dengan pelayanan dasar.
Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar, terdiri atas: pendidikan; kesehatan; pekerjaan
umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan
permukiman; ketenteraman dan ketertiban umum serta
perlindungan masyarakat; dan sosial.
Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar, terdiri atas: tenaga kerja; pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak; pangan; pertanahan;
lingkungan hidup; administrasi kependudukan dan pencatatan
sipil; pemberdayaan masyarakat dan Desa; pengendalian
penduduk dan keluarga berencana; perhubungan; komunikasi
dan informatika; koperasi, usaha kecil, dan menengah;
penanaman modal; kepemudaan dan olah raga; statistik;
persandian; kebudayaan; perpustakaan; dan kearsipan.
Sedangkan Urusan Pemerintahan Pilihan, terdiri atas:
kelautan dan perikanan; pariwisata; pertanian; perdagangan;
kehutanan; energi dan sumber daya mineral; perindustrian; dan
transmigrasi.
Unsur penunjang Urusan Pemerintahan meliputi:
perencanaan; keuangan; kepegawaian serta pendidikan dan
- 80 -
pelatihan; penelitian dan pengembangan; dan fungsi penunjang
lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4.3 PERAN GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA
Implikasi pelaksanaan otonomi berada pada lingkup
provinsi, Provinsi DKI Jakarta berperan ganda, yaitu sebagai
Daerah Otonom sekaligus Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan kedudukan tersebut, Gubernur Provinsi DKI
Jakarta memiliki 3 (tiga) peran, yaitu sebagai Kepala Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Wakil Pemerintah Pusat di
Daerah dan Kepala Daerah.
4.3.1 PERAN GUBERNUR SEBAGAI KEPALA IBUKOTA NEGARA
KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007,
Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak,
kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara
asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional. Yang
dimaksud penyelenggaraan pemerintahan dalam ketentuan ini
adalah sebagai tempat kedudukan lembaga pusat baik eksekutif,
legislatif, maupun yudikatif, tempat kedudukan perwakilan negara
asing, dan tempat kedudukan kantor perwakilan lembaga
internasional.
- 81 -
Untuk mendukung kelancaran penyelenggara lembaga
pusat baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tempat
kedudukan perwakilan negara asing, dan tempat kedudukan
kantor perwakilan lembaga internasional, Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta diberikan kewenangan dalam penetapan dan pelaksanaan
kebijakan dalam bidang: (a) tata ruang, sumber daya alam, dan
lingkungan hidup; (b) pengendalian penduduk dan permukiman;
(c) transportasi; (d) industri dan perdagangan; (e) pariwisata; (f)
melestarikan dan mengembangkan budaya masyarakat Betawi
serta melindungi berbagai budaya masyarakat daerah lain yang
ada di daerah Provinsi DKI Jakarta.
Urusan pemerintahan tersebut disebut dengan urusan
pemerintahan bersifat khusus dalam kedudukan DKI Jakarta
sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendanaan
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat khusus
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam penyelenggaraan kewenangan dan urusan
pemerintahan yang bersifat khusus, Gubernur bertanggung jawab
kepada Presiden, yang secara operasional dibantu sebanyak-
banyak 4 (empat) Deputi Gubernur, yaitu pejabat yang membantu
Gubernur dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Provinsi
DKI Jakarta karena kedudukan sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Melalui UU Nomor 29 Tahun 2007, Gubernur hanya
diberikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab penyelenggaraan
urusan pemerintahan bersifat khusus kepada Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta, tidak disertai prasarana dan sarana serta sumber
daya aparatur, sehingga Deputi Gubernur dalam melaksanakan
- 82 -
tugas menggunakan prasarana dan sarana serta sumber daya
aparatur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
4.3.2 PERAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH
PUSAT DI DAERAH
Menurut Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014, daerah
provinsi selain berstatus sebagai daerah juga merupakan Wilayah
Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi Gubernur dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah
provinsi. Hal yang sama juga ditetapkan dalam Pasal 1 angka 7
UU Nomor 29 Tahun 2007, Gubernur adalah Kepala Daerah
Provinsi DKI Jakarta karena jabatannya berkedudukan juga
sebagai wakil Pemerintah di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Urusan pemerintahan umum tersebut, menurut Pasal 25
UU Nomor 23 Tahun 2014, meliputi: (a) pembinaan wawasan
kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan
pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka
Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) pembinaan persatuan
dan kesatuan bangsa; (c) pembinaan kerukunan antarsuku dan
intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna
mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional; (d)
penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. (e) koordinasi pelaksanaan tugas antar instansi
pemerintahan yang ada di wilayah Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul
- 83 -
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi
serta keanekaragaman Daerah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; (f) pengembangan kehidupan demokrasi
berdasarkan Pancasila; (g) pelaksanaan semua urusan
pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan Daerah dan
tidak dilaksanakan Instansi Vertikal. Urusan pemerintahan umum
tersebut dilaksanakan oleh Gubernur dan bupati/wali kota di
wilayah kerja masing-masing, dan dibantu oleh Instansi Vertikal.
Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum, Gubernur
bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri dan Bupati/
Walikota bertanggungjawab kepada Menteri melalui Gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Berdasarkan hal tersebut, kedudukan Gubernur sebagai
Wakil Pemerintah Pusat di Daerah melaksanakan urusan
pemerintahan umum, secara operasional dilakukan Instansi
Vertikal. Hal tersebut memberikan makna ke depan ada
pemisahan tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat Di
Daerah, yang selama ini berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004,
dilakukan oleh Perangkat Daerah melalui Sekretariat Daerah.
4.3.3 PERAN GUBERNUR SEBAGAI KEPALA DAERAH
Peran Gubernur Provinsi DKI Jakarta sebagai Kepala
Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom. Urusan pemerintahan dimaksud
adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Presiden yang pelaksanaannya dilakukan kementerian negara dan
- 84 -
penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani,
memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat. Sedangkan
yang dimaksud daerah otonom adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setiap Perangkat Daerah menyusun rencana strategis
dengan berpedoman pada RPJMD. Rencana strategis Perangkat
Daerah tersebut memuat tujuan, sasaran, program, dan kegiatan
pembangunan dalam rangka pelaksanaan Urusan pemerintahan
wajib dan/atau urusan pemerintahan pilihan sesuai dengan tugas
dan fungsi setiap Perangkat Daerah. Pencapaian sasaran,
program, dan kegiatan pembangunan dalam rencana strategis
Perangkat Daerah diselaraskan dengan pencapaian sasaran,
program, dan kegiatan pembangunan yang ditetapkan dalam
rencana strategis kementerian atau lembaga pemerintah
nonkementerian untuk tercapainya sasaran pembangunan
nasional.
4.4 PERAN WALIKOTA / BUPATI ADMINISTRASI
Kota / Kabupaten di Provinsi DKI Jakarta menurut Pasal
13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 dijelaskan
bahwa kedudukannya sebagai Perangkat Daerah Provinsi dengan
penamaan Kota Administratif dan Kabupaten Administratif
sehingga berbeda pelaksanaan otonominya dengan daerah lain di
Indonesia, dimana pelaksanaan otonomi di daerah lain berada
pada lingkup provinsi dan kabupaten/kota sebagai daerah
- 85 -
otonom, sedangkan di Provinsi DKI Jakarta pelaksanaan otonomi
hanya berada pada lingkup provinsi.
Secara wilayah administratif, kedudukan Provinsi sebagai
daerah otonom, Kota Administratif dan Kabupaten Administratif
sebagai Perangkat Daerah Provinsi, Kecamatan dan Kelurahan
sebagai Unit Perangkat Kerja Kota Administratif dan Kabupaten
Administratif, maka struktur penyelenggaraan pemerintahan di
Provinsi DKI Jakarta berdasarkan pembagian wilayah
administratif.
Walikota dan Bupati di Provinsi DKI Jakarta berperan
sebagai kepala wilayah tetapi tidak memiliki daerah dalam arti
daerah kewenangan. Tugas Walikota dan Bupati selain
melaksanakan urusan pemerintahan umum juga melaksanakan
tugas umum pemerintahan di wilayah Kota Administatif untuk
Walikota dan Bupati di wilayah Kabupaten Administratif
Peran Kota / Kabupaten Administrasi saat ini merupakan
Perangkat Daerah, namun demikian tugas dan fungsi Walikota /
Bupati Administrasi bukan melaksanakan urusan pemerintahan
yang menjadi tugas dan fungsi Dinas dan Lembaga Teknis Daerah,
melainkan melaksanakan urusan pemerintahan umum. Dengan
keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, maka tugas
pemerintahan umum yang dijalankan berdasarkan kewenangan
yang dilimpahkan oleh Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di
daerah.
Selain hal tersebut, Kota / Kabupaten Administrasi
dimungkinkan untuk berperan dalam melaksanakan sebagian
kewenangan dan urusan pemerintahan yang dilimpahkan oleh
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagaimana diatur dalam Pasal
26 ayat (9) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 yang
- 86 -
menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta
mendelegasikan sebagian kewenangan dan urusan pemerintahan
kepada pemerintah kota administrasi/kabupaten administrasi,
kecamatan, dan kelurahan dalam rangka meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat.
Menurut OECD (Organization for Economic Cooperation and
Development), untuk mengadakan perubahan dalam birokrasi
perlu melaksanakan desentralisasi kewenangan diantara organ-
organ pemerintahan melaksanakan devolusi tanggungjawab ke
pemerintahan di bawahnya sebagaimana kewenangan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta mendelegasikan sebagian kewenangan dan
urusan pemerintahan kepada Walikota / Bupati Administrasi
guna mendekatkan dan mempercepat pelayanan public baik yang
bersifat fisik maupun sosial kemasyarakatan dengan dibantu oleh
Camat dan Lurah.
Kota / Kabupaten Administrasi dalam menjalankan
pendelegasian tersebut dapat diberikan suatu lembaga teknis yang
berbentuk unit pelaksana teknis yang langsung bertanggung
jawab baik secara administrasi maupun secara operational kepada
Walikota / Bupati Administrasi guna memberikan pelayanan yang
efisien, efektif dan optimal kepada masyarakat di wilayah masing-
masing namun tetap berkoordinasi dengan Dinas atau Badan
pada tingkat Provinsi.
Mencermati susunan organisasi Kecamatan sebagaimana
diuraikan di atas, diperlukan perubahan organisasi dalam rangka
mendukung kebijakan bahwa Camat selaku Estate Manajer
(pengelola sebuah kawasan) dalam arti Camat mengawasi,
mengendalikan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan tugas
dan fungsi Dinas pada tingkat Kecamatan.
- 87 -
4.5 PERAN CAMAT DAN LURAH
Dengan pesatnya perkembangan ekonomi, sosial, budaya
dan teknologi di Provinsi DKI Jakarta, secara factual membuat
peran Camat dan Lurah bukan lagi sebagai kepala wilayah
melainkan perangkat daerah. Tanggung jawab sebagai pimpinan
dari perangkat daerah sendiri tidak mudah karena harus
melaksanakan program / kegiatan sesuai tugas fungsi serta
mempertanggungjawabkan anggaran yang diberikan untuk itu.
Kemampuan dalam bidang perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan anggaran menjadi syarat mutlak bagi keberhasilan
seorang lurah. Dalam praktek keseharian di lapangan, tidak
terhindarkan bagi lurah untuk menjalankan peran sebagaimana
dulu melekat menjadi tanggung jawab sebagai kepala wilayah,
khususnya berkaitan dengan pembinaan kemasyarakatan. Oleh
karena itu, dibutuhkan figur lurah yang bukan hanya cakap
dalam menjalankan tugas-tugas administratif tetapi juga memiliki
kemampuan yang baik dalam membina hubungan dengan
masyarakat.
Secara wilayah administratif, kedudukan Provinsi sebagai
daerah otonom, Kota Administratif dan Kabupaten Administratif
sebagai Perangkat Daerah Provinsi, Kecamatan dan Kelurahan
sebagai Unit Perangkat Kerja Kota Administratif dan Kabupaten
Administratif, maka struktur penyelenggaraan pemerintahan di
Provinsi DKI Jakarta berdasarkan pembagian wilayah
administratif.
Kecamatan dibentuk dalam rangka meningkatkan
koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan
- 88 -
pemberdayaan masyarakat kelurahan guna mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien.
Kelurahan dipimpin oleh seorang Kepala Kelurahan yang
disebut Lurah selaku Perangkat Kecamatan dan bertanggung
jawab kepada Camat. Lurah mempunyai tugas membantu Camat
dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan kelurahan;
melakukan pemberdayaan masyarakat; melaksanakan pelayanan
masyarakat; memelihara ketenteraman dan ketertiban umum;
memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh camat;
melaksanakan tugas lain sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Penguatan peran kelurahan dan kecamatan dilakukan
melalui pelimpahan sebagian kewenangan dari Walikota / Bupati
Administrasi kepada camat dan lurah di Jakarta agar dapat
menjadi estate manager. Camat dan Lurah sebagai estate manager
diharapkan tidak hanya menjalankan administrasi pemerintahan
tetapi sekaligus sebagai pengelola kawasan untuk urusan-urusan
teknis seperti kesehatan masyarakat, kebersihan lingkungan, dan
keamanan.
4.6 PEMBENTUKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 membawa
perubahan yang signifikan terhadap pembentukan perangkat
daerah, dengan prinsip tepat fungsi dan tepat ukuran (rightsizing)
berdasarkan beban kerja yang sesuai dengan kondisi nyata di
masing-masing daerah. Hal ini juga sejalan dengan prinsip
- 89 -
penataan organisasi perangkat daerah yang rasional, proposional,
efektif dan efisien.
Kerangka berfikir dalam pengelompokan elemen besar
organisasi perangkat daerah adalah bahwa pembentukan
organisasi terdiri dari 5 (lima) elemen yaitu strategic apex (kepala
daerah), middle line (sekretaris daerah), operating core (dinas
daerah), technostructure (badan/fungsi penunjang) dan supporting
staff (staf pendukung).
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016,
pembentukan dan susunan Perangkat Daerah berdasarkan
pemetaan Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan
Pilihan yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang
intensitas Urusan Pemerintahan Wajib dan potensi Urusan
Pemerintahan Pilihan serta beban kerja penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan. Pemetaan urusan dimaksud digunakan untuk
menentukan susunan dan tipe Perangkat Daerah.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala
daerah dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari unsur staf
yang diwadahi dalam sekretariat daerah, unsur pelaksana urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada daerah yang diwadahi
dalam dinas, unsur pelaksana fungsi-fungsi penunjang urusan
pemerintahan daerah yang diwadahi dalam badan daerah, unit
kerja yang melaksanakan fungsi khusus yaitu inspektorat dan
satuan polisi pamong praja serta kecamatan sebagai perangkat
daerah kabupaten/kota yang bersifat kewilayahan yang
melaksanakan fungsi koordinasi kewilayahan dan fungsi
pelayanan tertentu yang bersifat sederhana dan intensitas tinggi.
Sedangkan DPRD dibantu oleh Sekretariat DPRD yang bertugas
- 90 -
memberikan pelayanan administrasi kepada DPRD dalam
melaksanakan fngsi DPRD.
Pembentukan perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 97 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta harus
mempertimbangkan:
a. Kriteria tipelogi Perangkat Daerah untuk menentukan tipe
Perangkat Daerah berdasarkan hasil pemetaan Urusan
Pemerintahan dengan variabel:
1. umum dengan bobot 20% (dua puluh persen); dan
2. teknis dengan bobot 80% (delapan puluh persen).
b. Kriteria variabel umum tersebut ditetapkan berdasarkan
karakteristik Daerah yang terdiri atas indikator:
1. jumlah penduduk;
2. luas wilayah; dan
3. jumlah anggaran pendapatan dan belanja Daerah.
c. Kriteria variabel teknis tersebut ditetapkan berdasarkan beban
tugas utama pada setiap Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah serta fungsi penunjang Urusan
Pemerintahan.
Pada tiap-tiap variabel, baik variable faktor umum maupun
variable faktor teknis ditetapkan 5 kelas interval, dengan skala
nilai dari 200 sampai dengan 1.000.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Dalam Negeri
telah mengembangkan sistem informasi pemetaan Urusan
Pemerintahan dan penentuan beban kerja Perangkat Daerah yang
- 91 -
dapat diakses melalui internet di situs:
fasiltasi.otda.kemendagri.go.id. Sedangkan untuk hasil skor
urusan Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel 4.
TABEL 4
SKOR URUSAN PEMERINTAHAN
NO URUSAN SKOR TIPE BESARAN
ORGANISASI
1. Administrasi Kependudukan dan
Pencatatan Sipil 1000 Dinas Tipe A
2. Energi dan Sumber Daya Mineral 420 Dinas Tipe C
3. Inspektorat 1000 Inspektorat Tipe A
4. Kearsipan 740 Dinas Tipe B
5. Kebudayaan 820 Dinas Tipe A
6. Kehutanan 490 Dinas Tipe B
7. Kelautan dan Perikanan 670 Dinas Tipe B
8. Kepegawaian 820 Badan Tipe A
9. Kepemudaan dan Olahraga 1000 Dinas Tipe A
10. Kesehatan 940 Dinas Tipe A
11.
Ketenteraman dan Ketertiban
Umum serta Perlindungan
Masyarakat
(Sub Kebakaran)
840 Dinas Tipe A
12. Ketenteraman dan Ketertiban
Umum serta Perlindungan
1000 Satpol PP Tipe A
- 92 -
Masyarakat
(Sub Sat Pol PP)
13. Keuangan 1000 Badan Tipe A
14. Komunikasi dan Informatika 1000 Dinas Tipe A
15. Koperasi, Usaha Kecil, dan
Menengah 920 Dinas Tipe A
16. Lingkungan Hidup 970 Dinas Tipe A
17. Pangan 920 Dinas Tipe A
18. Pariwisata 950 Dinas Tipe A
19. Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang 886 Dinas Tipe A
20. Pemberdayaan Masyarakat dan
Desa 630 Dinas Tipe C
21. Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak 950 Dinas Tipe A
22. Penanaman Modal 820 Dinas Tipe A
23. Pendidikan 940 Dinas Tipe A
24. Pendidikan dan Pelatihan 820 Badan Tipe A
25. Penelitian dan Pengembangan 920 Badan Tipe A
26. Pengendalian Penduduk dan KB 820 Dinas Tipe A
27. Penghubung Provinsi - -
28. Perdagangan 722 Dinas Tipe B
29. Perencanaan 968 Badan Tipe A
- 93 -
30. Perhubungan (Untuk Wilayah
Daratan) 888 Dinas Tipe A
31. Perindustrian 1000 Dinas Tipe A
32. Perpustakaan 1000 Dinas Tipe A
33. Persandian 328 Bukan Dinas Tersendiri
(Setingkat Bidang)
34. Pertanahan 340 Bukan Dinas Tersendiri
(Setingkat Bidang)
35. Pertanian 720 Dinas Tipe B
36. Perumahan dan Kawasan
Permukiman 880 Dinas Tipe A
37. Sekretariat Daerah 940 Sekretariat Daerah Tipe A
38. Sekretariat Dewan 940 Sekretariat DPRD Tipe A
39. Sosial 1000 Dinas Tipe A
40. Statistik 980 Dinas Tipe A
41. Tenaga Kerja 800 Dinas Tipe B
42. Transmigrasi 360 Bukan Dinas Tersendiri
(Setingkat Bidang)
Sumber: Kemendagri melalui: fasiltasi.otda.kemendagri.go.id 2016
Sesuai hasil pemetaan tersebut, maka susunan Perangkat
Daerah Provinsi DKI Jakarta terdiri atas:
a. Sekretariat Daerah merupakan Perangkat Daerah tipe A;
b. Sekretariat DPRD merupakan Perangkat Daerah tipe A;
- 94 -
c. Inspektorat merupakan Perangkat Daerah tipe A;
d. Dinas, terdiri atas:
1. Dinas Pendidikan merupakan Perangkat Daerah tipe A yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan;
2. Dinas Kesehatan merupakan Perangkat Daerah tipe A yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan;
3. Dinas Bina Marga merupakan Perangkat Daerah tipe A
yang menyelenggarakan sub urusan pemerintahan di
bidang jalan, sub urusan pemerintahan di bidang jasa
konstruksi, dan sub urusan pemerintahan di bidang
permukiman;
4. Dinas Sumber Daya Air merupakan Perangkat Daerah tipe
A yang menyelenggarakan sub urusan pemerintahan di
bidang sumber daya air, sub urusan pemerintahan di
bidang air minum, sub urusan pemerintahan di bidang air
limbah, dan sub urusan pemerintahan di bidang drainase;
5. Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan
merupakan Perangkat Daerah tipe A yang
menyelenggarakan sub urusan pemerintahan di bidang
penataan ruang, sub urusan pemerintahan di bidang
bangunan gedung, sub urusan pemerintahan di bidang
penataan bangunan dan Lingkungannya, dan urusan
pemerintahan di bidang pertanahan;
6. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
merupakan Perangkat Daerah tipe A yang
- 95 -
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
7. Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan
merupakan Perangkat Daerah tipe A yang
menyelenggarakan sub urusan pemerintahan di bidang
kebakaran;
8. Satpol PP merupakan Perangkat Daerah tipe A yang
menyelenggarakan sub urusan pemerintahan di bidang
ketenteraman dan ketertiban umum;
9. Dinas Sosial merupakan Perangkat Daerah tipe A yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial;
10. Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan
Pengendalian Penduduk merupakan Perangkat Daerah tipe
A yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak, serta
urusan pemerintahan di bidang pengendalian penduduk
dan keluarga berencana;
11. Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian
merupakan Perangkat Daerah tipe A yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pangan,
urusan pemerintahan di bidang pertanian, dan urusan
pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan;
12. Dinas Lingkungan Hidup merupakan Perangkat Daerah tipe
A yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup, dan sub urusan pemerintahan di bidang
persampahan;
13. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan
Perangkat Daerah tipe A yang menyelenggarakan urusan
- 96 -
pemerintahan di bidang administrasi kependudukan dan
pencatatan sipil;
14. Dinas Perhubungan merupakan Perangkat Daerah tipe A
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perhubungan;
15. Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik merupakan
Perangkat Daerah tipe A yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika,
urusan pemerintahan di bidang statistik, dan urusan
pemerintahan di bidang persandian;
16. Dinas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah serta
Perdagangan merupakan Perangkat Daerah tipe A yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
koperasi, usaha kecil, dan menengah serta urusan
pemerintahan di bidang perdagangan;
17. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu merupakan Perangkat Daerah tipe A yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
penanaman modal, dan penyelenggaraan pelayanan
perizinan dan non perizinan;
18. Dinas Pemuda dan Olah Raga merupakan Perangkat
Daerah tipe A yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kepemudaan dan olah raga;
19. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan merupakan Perangkat
Daerah tipe A yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kebudayaan, dan urusan
pemerintahan di bidang pariwisata;
- 97 -
20. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan merupakan Perangkat
Daerah tipe A yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perpustakaan, dan urusan
pemerintahan di bidang kearsipan;
21. Dinas Perindustrian dan Energi merupakan Perangkat
Daerah tipe A yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perindustrian, dan urusan
pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral,
serta penyelenggaraan pelayanan pencahayaan kota;
22. Dinas Kehutanan merupakan Perangkat Daerah tipe A yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kehutanan, dan penyelenggaraan pelayanan pertamanan
dan pemakaman; dan
23. Dinas Tenaga Kerja merupakan Perangkat Daerah tipe B
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
tenaga kerja.
e. Badan, terdiri atas:
1. Badan Perencanaan Pembangunan merupakan Perangkat
Daerah tipe A yang menyelenggarakan fungsi penunjang
urusan pemerintahan di bidang perencanaan, dan fungsi
penunjang urusan pemerintahan di bidang penelitian dan
pengembangan;
2. Badan Pengelola Keuangan Daerah merupakan Perangkat
Daerah tipe A yang menyelenggarakan fungsi penunjang
urusan pemerintahan di bidang keuangan;
3. Badan Pengelola Aset Daerah merupakan Perangkat Daerah
tipe A yang menyelenggarakan fungsi penunjang urusan
pemerintahan di bidang keuangan khususnya bidang aset;
- 98 -
4. Badan Pajak dan Retribusi Daerah merupakan Perangkat
Daerah tipe A yang menyelenggarakan fungsi penunjang
urusan pemerintahan di bidang keuangan khususnya
bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
5. Badan Kepagawaian Daerah merupakan Perangkat Daerah
tipe A yang menyelenggarakan fungsi penunjang urusan
pemerintahan di bidang kepegawaian dan penyelenggaraan
pelayanan kesekretariatan KORPRI;
6. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia merupakan
Perangkat Daerah tipe A yang menyelenggarakan fungsi
penunjang urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan
pelatihan;
7. Badan Penanggulangan Bencana Daerah merupakan
Perangkat Daerah tipe A yang menyelenggarakan sub
urusan pemerintahan di bidang bencana;
8. Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
merupakan Perangkat Daerah tipe B yang
menyelenggarakan fungsi penunjang urusan pemerintahan
di bidang keuangan khususnya bidang pembinaan BUMD;
9. Badan Pelayanan Pengadaan Barang / Jasa merupakan
Perangkat Daerah yang menyelenggarakan fungsi
penunjang urusan pemerintahan di bidang lainnya berupa
pelayanan pengadaan barang / jasa; dan
10. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik merupakan Perangkat
Daerah yang menyelenggarakan fungsi penunjang urusan
pemerintahan di bidang kesatuan bangsa dan politik.
f. Kota Administrasi merupakan Perangkat Daerah yang terdiri
atas:
- 99 -
1. Kota Administrasi Jakarta Pusat;
2. Kota Administrasi Jakarta Utara;
3. Kota Administrasi Jakarta Barat;
4. Kota Administrasi Jakarta Selatan; dan
5. Kota Administrasi Jakarta Timur.
g. Kabupaten Administrasi merupakan Perangkat Daerah di
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
Pada Kota Administrasi / Kabupaten Administrasi dibentuk
Kecamatan. Kecamatan tersebut merupakan perangkat Kota
Administrasi / Kabupaten Administrasi.
Pada Kecamatan dibentuk Kelurahan. Kelurahan tersebut
merupakan perangkat Kecamatan.
Setelah Perangkat Daerah diimplementasikan berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016, terdapat beberapa unit
kerja pada Perangkat Daerah dan Perangkat Daerah yang
memerlukan evaluasi dan penyesuaian mengingat telah
dikeluarkannya dasar hukum dari Kementerian Dalam Negeri bagi
seluruh Pemerintah Daerah agar melakukan penataan kembali
atas Perangkat Daerah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengendalian
Penataan Perangkat Daerah dengan tetap memperhatikan
kekhususan kelembagaan Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor Nomor 97
Tahun 2016.
Evaluasi perangkat daerah menurut Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018 dilakukan 2 (dua) tahun
setelah pemerintah daerah melakukan penataan struktur
perangkat daerah, baik berupa pembentukan baru, penambahan,
- 100 -
penggabungan dan/atau pengurangan jumlah perangkat daerah
atau unit kerja pada perangkat daerah. Evaluasi perangkat daerah
meliputi aspek produktivitas dan efisiensi, serta aspek struktur
organisasi perangkat daerah.
1. Evaluasi Produktivitas Dan Efisiensi
Evaluasi terhadap aspek produktivitas dan efisiensi struktur
dilakukan dengan cara:
a. identifikasi pelaksanan tugas layanan utama dari unit kerja
eselon IV lini, yaitu tugas yang menghasilkan layanan
kepada masyarakat atau kepada perangkat daerah lain di
luar tugas dalam penyusunan laporan, monitoring,
evaluasi, pengelolaan keuangan, pengelolaan kepegawaian,
koordinasi internal, pengelolaan aset, peningkatan
kompetensi, surat menyurat dan arsip unit kerja, dan
tugas administrasi lainnya;
b. identifikasi frekuensi/volume pelaksanaan tugas, durasi
masingmasing pelaksanaan tugas yang menghasilkan
layanan utama;
c. sepakati durasi setiap pelaksanaan tugas layanan utama;
d. temukan bukti dukung pelaksanaan tugas dan bukti
dukung hasil pelaksanaan tugas;
e. kalikan frekuensi/volume dengan durasi pelaksanaan
tugas.
Struktur organisasi dianggap produktif dan efisien jika durasi
pelaksanaan tugas layanan utama setiap eselon IV mencapai
70% (tujuh puluh persen) dari waktu kerja efektif dalam 1
(satu) tahun (1250 jam) atau 875 (delapan ratus tujuh puluh
lima) jam. Jika durasi pelaksanaan tugas layanan utama
- 101 -
kurang dari 56% (lima puluh enam persen) dari waktu kerja
efektif dalam 1 (satu) tahun atau 700 (tujuh ratus) jam, unit
kerja tersebut tidak produktif dan tidak efisien sehingga harus
digabung dengan unit kerja lain yang sejenis atau berdekatan
fungsinya.
Dalam hal hasil evaluasi produktifitas dan efisiensi perangkat
daerah ditemukan beban kerja layanan utama seluruh eselon
IV melebihi dari 875 (delapan ratus tujuh puluh lima) jam
dapat dinaikkan tipe perangkat daerah sepanjang sesuai hasil
pemetaan yang telah dilakukan. Jika tipe perangkat daerah
sesuai dengan hasil pemetaan, dilakukan usul pemetaan ulang
terhadap urusan pemerintahan/penunjang urusan
pemerintahan yang bersangkutan.
2. Evaluasi Struktur Organisasi
Evaluasi dan pengendalian terhadap struktur organisasi
perangkat daerah meliputi aspek:
a. Besaran Organisasi
Evaluasi terhadap aspek besaran organisasi perangkat
daerah dilakukan dengan membandingkan hasil pemetaan
urusan pemerintahan dengan tipe perangkat daerah
dengan ketentuan:
1) jumlah dan tipe perangkat daerah tidak boleh melebihi
hasil pemetaan;
2) tipe perangkat daerah dapat diturunkan atau digabung
dengan perangkat daerah lain;
3) penurunan tipe atau penggabungan perangkat daerah
tidak boleh mengakibatkan tidak adanya nomenklatur
- 102 -
urusan pemerintahan tersebut dalam unit kerja pada
perangkat daerah tersebut; dan
4) pembentukan unit pelaksana teknis harus sesuai
dengan kriteria yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Jika terdapat penyimpangan dari ketentuan pada angka 1)
sampai dengan angka 4) di atas, pemerintah daerah wajib
menata ulang perangkat daerahnya.
d. Susunan Perangkat Daerah
Evaluasi terhadap aspek susunan perangkat daerah
dilakukan untuk membandingkan susunan perangkat
daerah yang diperbolehkan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan dengan perangkat daerah yang
dibentuk oleh daerah, dengan ketentuan:
1) Susunan perangkat daerah terdiri atas: a) Sekretariat
Daerah; b) Sekretariat DPRD; c) Inspektorat; d) Dinas; e)
Badan; dan f) Kota / Kabupaten Administrasi.
2) Pemerintah daerah tidak boleh membentuk perangkat
daerah yang tidak termasuk dalam jenis/bentuk
susunan perangkat daerah sebagaimana dimaksud
pada angka 1.
3) Unit kerja dan unit pelaksana teknis pada perangkat
daerah tidak melebihi batas maksimal yang ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan baik pada jenjang
jabatan administrator maupun pengawas.
Apabila terdapat susunan dan jenis perangkat daerah yang
menyimpang dari ketentuan pada angkat 1) sampai dengan
- 103 -
angka 3), maka pemerintah daerah wajib menyesuaikan
perangkat daerahnya sesuai dengan ketentuan tersebut.
e. Pewadahan Dan Perumpunan
Evaluasi pewadahan dan perumpunan perangkat daerah
dilakukan dengan ketentuan:
1) tugas dan fungsi pelaksanaan urusan pemerintahan
hanya boleh digabung dengan perangkat daerah yang
melaksanakan urusan pemerintahan dalam rumpun
yang sama;
2) penggabungan urusan pemerintahan daerah dalam
satu perangkat daerah hanya boleh dilakukan paling
banyak 3 (tiga) urusan pemerintahan. Dalam hal
beberapa urusan yang sudah digabung dalam satu
perangkat daerah ingin diwadahi dalam perangkat
daerah yang berdiri sendiri, boleh dilakukan apabila
hasil evaluasi produktivitas dan efisiensi perangkat
derah melebihi kapasitas beban maksimal dan harus
sesuai dengan hasil pemetaan;
3) urusan pemerintahan tidak bisa digabung dengan
urusan penunjang atau urusan pendukung;
4) pewadahan urusan pemerintahan yang ditangani oleh
satu perangkat daerah ke dalam dua atau lebih
perangkat daerah hanya diperbolehkan apabila
berdasarkan hasil produktivitas dan efisiensi perangkat
daerah melebihi kapasitas maksimal dan harus sesuai
dengan hasil pemetaan; dan
5) dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada angka 3, apabila seluruh urusan pemerintahan
- 104 -
dalam satu rumpun tidak memenuhi syarat untuk
dibentuk satu dinas.
Apabila terdapat pewadahan dan perumpunan yang
menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 (satu) sampai dengan angka 5 (lima), maka
pemerintah daerah wajib melakukan penyesuaian sesuai
dengan ketentuan tersebut.
f. Tugas Dan Fungsi
Evaluasi terhadap tugas dan fungsi perangkat daerah
dilakukan dengan ketentuan:
1) tugas dan fungsi perangkat daerah tidak boleh memuat
pelaksanaan urusan pemerintahan yang bukan menjadi
kewenangannya;
2) tugas dan fungsi satu perangkat daerah tidak boleh
tumpang tindih dengan tugas dan fungsi perangkat
daerah yang lain;
3) tugas dan fungsi yang sudah dilaksanakan oleh unit
pelaksana teknis tidak boleh tumpang tindih dengan
tugas dan fungsi bidang atau seksi/sub bidang pada
dinas/badan yang bersangkutan.
Apabila terdapat pembagian tugas dan fungsi perangkat
daerah menyimpang dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 3), maka
pemerintah daerah wajib melakukan penyesuaian sesuai
dengan ketentuan tersebut.
g. Tata Kerja Perangkat Daerah
Evaluasi terhadap tata kerja perangkat daerah dilakukan
dengan ketentuan:
- 105 -
1) kepala perangkat daerah bertanggung jawab kepada
kepala daerah melalui sekretaris daerah, kecuali
ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2) hubungan kerja sekretariat daerah adalah hubungan
direktif/penyusunan kebijakan, koordinatif, evaluatif
dan administratif dengan perangkat daerah lainnya;
3) unit kerja pada perangkat daerah termasuk unit
pelaksana teknis berada dan bertanggung jawab kepada
kepala perangkat daerah;
4) hubungan kerja antara perangkat daerah pelaksana
urusan pemerintahan dengan perangkat daerah
penunjang, dan perangkat daerah kewilayahan bersifat
koordinatif; dan
5) hubungan kerja inspektorat dengan perangkat daerah
lain bersifat pengawasan dan pembinaan dalam rangka
pencegahan dan penyelesaian penyimpangan
penyelenggaraan pemerintahan daerah oleh perangkat
daerah.
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap 42 (empat puluh dua)
perangkat daerah di Provinsi DKI Jakarta dengan mengacu pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018 dan
menyesuaikan dengan kebutuhan percepatan pencapaian visi-misi
Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana tertuang dalam
RPJMD 2018-2022, maka terdapat beberapa Perangkat Daerah
yang telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,
Perangkat Daerah mengalami pembubaran, Perangkat Daerah
mengalami pembentukan baru, dan beberapa Perangkat Daerah
- 106 -
mengalami penyesuaian nomenklatur, dengan rincian sebagai
berikut:
1. Perangkat Daerah yang telah sesuai dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018 dan kebutuhan
pencapaian target RPJMD 2018-2022, meliputi:
a. Sekretariat Daerah;
b. Sekretariat DPRD;
c. Inspektorat;
d. Dinas, terdiri atas:
1) Dinas Pendidikan;
2) Dinas Kesehatan;
3) Dinas Bina Marga;
4) Dinas Sumber Daya Air;
5) Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan;
6) Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman;
7) Satpol PP;
8) Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan;
9) Dinas Sosial;
10) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
11) Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan
Pengendalian Penduduk;
12) Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian;
13) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
14) Dinas Perhubungan;
15) Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik;
- 107 -
16) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu;
17) Dinas Pemuda dan Olahraga;
18) Dinas Perpustakaan dan Kearsipan;
e. Badan, terdiri atas:
1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
2) Badan Pengelola Keuangan Daerah;
3) Badan Pengelola Aset Daerah;
4) Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah;
5) Badan Kepegawaian Daerah;
6) Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia;
7) Badan Penanggulangan Bencana Daerah;
8) Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa; dan
9) Badan Kesatuan Bangsa dan Politik.
2. Perangkat Daerah yang mengalami pembubaran mengacu pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018 adalah
Dinas Perindustrian dan Energi dengan pertimbangan:
a. beban kerja urusan energi tidak memenuhi ketentuan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018;
dan
b. rumpun urusan perindustrian lebih dekat dengan urusan
KUKM dan urusan perdagangan sesuai kebutuhan
percepatan capaian target RPJMD 2018-2022.
3. Perangkat Daerah yang mengalami pembentukan baru
mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99
- 108 -
Tahun 2018 dan kebutuhan pencapaian target RPJMD 2018-
2022 adalah Dinas Kebudayaan dengan pertimbangan:
a. pemisahan urusan kebudayaan dengan urursan pariwisata
untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial masyarakat
yang majemuk melalui penguatan dan pengembangan nilai
budaya dan kekeluargaan di tengah kehidupan
masyarakat;
b. urusan kebudayaan memiliki beban kerja dan produktifitas
besar dengan tipelogi A; dan
c. Dinas Kebudayaan berdiri sendiri untuk menunjang
percepatan capaian target RPJMD 2018-2022.
4. Perangkat Daerah yang mengalami penyesuaian nomenklatur
mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99
Tahun 2018 dan kebutuhan pencapaian target RPJMD 2018-
2022, meliputi:
a. Dinas, terdiri atas:
1) Dinas Lingkungan Hidup dan Energi dengan
pertimbangan integrasi pengembangan energi yang
aman dan handal dengan konsep lingkungan hidup
yang ramah dan berkelanjutan (sustainable) guna
mendukung pengembangan kota;
2) Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan
pertimbangan:
a) peningkatan kewirausahaan yang kreatif dan
produktif;
b) pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif yang
berkelanjutan;
- 109 -
c) fasilitasi pelaku ekonomi kreatif; dan
d) mendukung terwujudnya kepulauan seribu dan
kota tua sebagai Kawasan Strategis Pariwisata
Nasional (KSPN).
3) Dinas Pertamanan dan Hutan Kota dengan
pertimbangan untuk percepatan peningkatan kualitas
dan kuantitas taman dan hutan kota serta ruang
terbuka hijau di wilayah Provinsi DKI Jakarta;
4) Dinas Perindustrian, Perdagangan, Dan KUKM dengan
pertimbangan:
a) kedekatan rumpun urusan pemerintahan; dan
b) integrasi kebijakan UMKM dengan industri kecil.
b. Badan Pendapatan Daerah dengan pertimbangan:
1) merupakan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pedoman Nomenklatur
Perangkat Daerah Provinsi Dan Daerah
Kabupaten/Kota Yang Melaksanakan Fungsi Penunjang
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan
2) integrasi tata kelola pendapatan antara lain pajak,
retribusi, kekayaan yang dipisahkan, dana
perimbangan, lain-lain pendapatan daerah yang sah,
dan pendapatan lainnya.
Berdasarkan data dan analisis tersebut, maka perlu
dilakukan penataan kembali kelembagaan Perangkat Daerah
Provinsi DKI Jakarta dalam rangka mewujudkan organisasi yang
tepat fungsi (right function) dan tepat ukuran (right sizing) dengan
penerapan prinsip pemerintahan yang baik (good governance).
- 110 -
BAB V
P E N U T U P
5.1 SIMPULAN
Penataan organisasi perangkat daerah merupakah hal yang
biasa dalam suatu siklus organisasi, termasuk dalam organisasi
pemerintah daerah. Penataan organisasi perangkat daerah
merupakan bagian dari proses perubahan organisasi dalam upaya
mengantisipasi berbagai kecenderungan yang berkembang. Melalui
penataan organisasi tersebut, diharapkan kinerja pemerintah
daerah menjadi lebih efektif dan efisien. Pada prakteknya,
penataan organisasi perangkat daerah seringkali direduksi
maknanya sebatas rasionalisasi (downsizing) struktur maupun
pegawai. Akibatnya, terjadi tarik-menarik kepentingan yang
bersifat politis dalam penataan organisasi perangkat daerah.
Padahal, penataan organisasi tidak selalu harus berupa
rasionalisasi (downsizing) karena bisa juga berupa penggabungan
(merger) dari beberapa organisasi dengan fungsi
sejenis/serumpun, bahkan pembentukan organisasi baru yang
memang diperlukan untuk mendukung visi dan misi organisasi.
Karena itu, paradigma baru yang seyogianya diterapkan dalam
penataan organisasi perangkat daerah adalah mencari struktur
dan fungsi yang proporsional (bukan sekedar miskin struktur,
kaya fungsi) serta mendesain organisasi perangkat daerah secara
benar (rightsizing), bukan sekedar downsizing.
Demikian pula dari sisi waktu, masa hidup suatu
organisasi sangat beragam, ada yang dipertahankan untuk jangka
waktu lama tetapi ada pula yang dibentuk untuk jangka waktu
- 111 -
pendek untuk menangani masalah yang bersifat mendesak (crash
program) atau ditujukan untuk mempersiapkan langkah-langkah
strategis untuk mendukung suatu program. Dengan kata lain,
kontinuitas suatu organisasi ditentukan oleh peran yang akan
dilakukan oleh organisasi itu. Untuk mengantisipasi berbagai
perkembangan di masa mendatang yang akan berlangsung dengan
cepat, diperlukan regulasi yang fleksibel dalam penataan
organisasi perangkat daerah.
Dengan demikian, penyusunan desain kelembagaan
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga harus
mempertimbangkan faktor-faktor lain agar desain yang dihasilkan
sesuai dengan kebutuhan daerah dan dapat mengantisipasi
berbagai kecenderungan perkembangan di masa mendatang.
Sejumlah dasar pemikiran yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan desain kelembagaan OPD, antara lain :
1. Kaidah perumpunan urusan.
2. Harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan
“sektoral”, misalnya UU Pajak dan Retribusi Daerah, UU
Penanggulangan Bencana, dan lain-lain.
3. Akomodasi kepentingan nasional, misalnya untuk ketahanan
pangan, penanganan bencana, kesetaraan gender,
perlindungan anak, dan lain-lain.
4. Pertimbangan proporsionalitas beban kerja antar OPD.
5. Optimalisasi fungsi dinas dan badan sebagai ujung tombak
dalam pembangunan dan pelayanan.
Prinsip-prinsip tersebut perlu menjadi dasar pertimbangan
ketika menyusun desain organisasi perangkat daerah agar
struktur yang dihasilkan tidak hanya efisien, tapi juga efektif.
- 112 -
Sekalipun penataan organisasi perangkat daerah tidak dapat
dilepaskan dari sejumlah pertimbangan politis, namun, orientasi
terhadap pencapaian visi dan misi daerah dan peran pemerintah
daerah perlu tetap menjadi faktor utama dalam menentukan
desain yang akan diterapkan agar kesinambungan tata
pemerintahan daerah dapat terus dipertahankan, bahkan dapat
mengantisipasi berbagai perkembangan di masa mendatang.
Oleh karena itu, berdasarkan hasil analisa dan pengkajian
yang telah dilakukan maka diusulkan penataan kelembagaan
Perangkat Daerah antara lain:
1. Perangkat Daerah yang mengalami pembubaran adalah Dinas
Perindustrian dan Energi dengan pertimbangan:
a. beban kerja urusan energi tidak memenuhi ketentuan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018;
dan
b. rumpun urusan perindustrian lebih dekat dengan urusan
KUKM dan urusan perdagangan sesuai kebutuhan
dokumen RPJMD 2018-2022.
2. Perangkat Daerah yang mengalami pembentukan baru adalah
Dinas Kebudayaan dengan pertimbangan:
a. pemisahan urusan kebudayaan dengan urursan pariwisata
untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial masyarakat
yang majemuk melalui penguatan dan pengembangan nilai
budaya dan kekeluargaan di tengah kehidupan
masyarakat;
b. urusan kebudayaan memiliki beban kerja dan produktifitas
besar dengan tipelogi A; dan
- 113 -
c. Dinas Kebudayaan berdiri sendiri untuk menunjang
pencapaian target pencapaian dokumen RPJMD 2018-
2022.
3. Perangkat Daerah yang mengalami penyesuaian nomenklatur,
meliputi:
a. Dinas, terdiri atas:
1) Dinas Lingkungan Hidup dan Energi dengan
pertimbangan integrasi pengembangan energi yang
aman dan handal dengan konsep lingkungan hidup
yang ramah dan berkelanjutan (sustainable) guna
mendukung pengembangan kota;
2) Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan
pertimbangan:
a) peningkatan kewirausahaan yang kreatif dan
produktif;
b) pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif yang
berkelanjutan;
c) fasilitasi pelaku ekonomi kreatif; dan
d) mendukung terwujudnya kepulauan seribu dan
kota tua sebagai Kawasan Strategis Pariwisata
Nasional (KSPN).
e) fasilitasi pelaku ekonomi kreatif.
3) Dinas Pertamanan dan Hutan Kota dengan
pertimbangan untuk percepatan peningkatan kualitas
dan kuantitas taman dan hutan kota serta ruang
terbuka hijau di wilayah Provinsi DKI Jakarta;
- 114 -
4) Dinas Perindustrian, Perdagangan, Dan KUKM dengan
pertimbangan:
a) kedekatan rumpun urusan pemerintahan; dan
b) integrasi kebijakan UMKM dengan industri kecil.
b. Badan Pendapatan Daerah dengan pertimbangan:
1) merupakan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pedoman Nomenklatur
Perangkat Daerah Provinsi Dan Daerah
Kabupaten/Kota Yang Melaksanakan Fungsi Penunjang
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan
2) integrasi tata kelola pendapatan antara lain pajak,
retribusi, kekayaan yang dipisahkan, dana
perimbangan, lain-lain pendapatan daerah yang sah,
dan pendapatan lainnya.
4. Penyesuaian terhadap seluruh Peraturan Gubernur tentang
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah sebagai tindak
lanjut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018.
5.2 SARAN
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
99 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengendalian Penataan
Perangkat Daerah, secara yuridis perlu dilakukan penataan
kembali organisasi perangkat daerah di Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta dengan prinsip tepat fungsi, tepat ukuran, dan tepat
perilaku dengan tetap mengacu pada sifat kekhususan Provinsi
- 115 -
DKI Jakarta sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2007.
Untuk mengimplementasikan rencana penataan kembali
organisasi perangkat daerah tersebut, maka Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta akan melakukan revisi terhadap Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah dengan konsep Draft Rancangan Peraturan
Daerah sebagaimana tertuang dalam lampiran yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Naskah Akademik ini.
- 116 -
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Blau Peter M & Marshall W. Meyer, (2000) Alih bahasa oleh Slamet
Rijanto, Birokrasi Dalam Masyarakat Modern, Prestasi
Pustakaraya, Jakarta.
Supriyono, Bambang, (2001) Pertautan Teori Organisasi Dan Institusi,
Melalui
http://images.hozinulasrul.multiply.multiplycontent.com/attach
ment/0/SJavGAoKCBoAAF@cPH41/Teori%20Institusi.pdf?nmid=
108832919
_________________(2010) Sistem Pemerintahan Daerah Berbasis
Masyarakat Multikultural, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar dalam Bidang Ilmu Sistem Pemerintahan Daerah pada
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Malang.
The British Council, (2002) Public Sector Reform in Britain Melalui
http://www.britishcouncil.org.
Gifford & Elizabeth Pinchot (1993), The End of Bureaucracy & The
Rise of the Intelligent Organization, Berrett – Koehler
Publishers, San Francisco.
Mintzberg, Henry, (1993) Structure in Five Designing Effective
Organizations, Prentice-Hall, Inc. New Jersey.
- 117 -
Nirwandar, Sapta, (1998), “Arah Kebijaksanaan Pemerintah
Tentang Kelembagaan Otonomi Daerah”, makalah pada
Lokakarya Format Penataan Kelembagaan Pemerintah Dalam
Rangka Meningkatkan Kinerja Otonomi Daerah, Bandung, 3
Desember 1998.
Osborne David dan Ted Gaebler (1992) berjudul: "Reinventing
Government, How the Entrepreneurial Spirit is Transforming
the Public Sector"
Osborne David and Peter Plastrik, (1997) Banishing Bureaucracy
The Five Strategies forReinventing Government.
Ron Ashkenas, Dave Ulrich, Todd Jick, Steve Kerr (2002), The
Boundaryless Organization Breaking The Chains of
Organizational Structure, Jhon Willey & Sons Inc.
Sachroni, Oman, (1998), “Kebijaksanaan Pemerintah Tentang
Otonomi Daerah”, makalah pada Lokakarya Format
Penataan Kelembagaan Pemerintah Dalam Rangka
Meningkatkan Kinerja Otonomi Daerah, Bandung, 3
Desember 1998.
Soekanto, Suryono,(2006), Penelitian Hukum Normatif : Suatu
Tinjauan Singkat, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada
- 118 -
Suwandi, Made, tt, “Menata Kewenangan Daerah”, Ditjen Otda
Jakarta, Melalui
http://www.hubdat.web.id/downloads/rakornis/2005/oton
omikewenangandaerah.pdf
LAN RI (2012), Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan, Kajian Standar
Pemerintahan Pusat.
UNDP (1996), Local governance, Report of the United Nations
Global Forum on Innovative Policies and Practices in Local
Governance, Gothenburg Sweden.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan
- 119 -
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 97 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2017 tentang
Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi Dan
Daerah Kabupaten/Kota Yang Melaksanakan Fungsi
Penunjang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pedoman Pembentukan Dan Klasifikasi Cabang Dinas Dan
Unit Pelaksana Teknis Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018 tentang
Pembinaan Dan Pengendalian Penataan Perangkat Daerah
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan
Dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta