16
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks yang bekerja selama 24 jam penuh, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas dalam pelayanan kesehatan dirumah sakit muncul karena pelayanan di rumah sakit menyangkut banyak aspek pelayanan (bio-psiko-sosial-spiritual), pendidikan, dan penelitian serta mencakup berbagai tingkat kedisiplinan yang diterapkan dirumah sakit tersebut agar rumah sakit, perawat dan bidang kesehatan lainnya mampu memberikan pelayanan yang profesional baik dibidang medis maupun dibidang administrasi kesehatan (Rustiyanto, 2010). Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 659/MANKES/PER/VIII/2009 dalam Revalicha (2013) tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia, rumah sakit merupakan sebuah organisasi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perseorangan secara menyeluruh yang meliputi pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah sakit diharapkan mampu memberikan pelayanan yang baik dan kompleks, oleh karena itu untuk memenuhi tujuan tersebut dibutuhkan tenaga medis yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat. Perawat adalah salah satu tenaga medis yang diharapkan mampu memberikan pelayanan untuk menunjang kesembuhan klien.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan yang

kompleks yang bekerja selama 24 jam penuh, padat pakar dan padat modal.

Kompleksitas dalam pelayanan kesehatan dirumah sakit muncul karena pelayanan

di rumah sakit menyangkut banyak aspek pelayanan (bio-psiko-sosial-spiritual),

pendidikan, dan penelitian serta mencakup berbagai tingkat kedisiplinan yang

diterapkan dirumah sakit tersebut agar rumah sakit, perawat dan bidang kesehatan

lainnya mampu memberikan pelayanan yang profesional baik dibidang medis

maupun dibidang administrasi kesehatan (Rustiyanto, 2010).

Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.

659/MANKES/PER/VIII/2009 dalam Revalicha (2013) tentang Rumah Sakit

Indonesia Kelas Dunia, rumah sakit merupakan sebuah organisasi pelayanan

kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perseorangan secara menyeluruh

yang meliputi pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah sakit

diharapkan mampu memberikan pelayanan yang baik dan kompleks, oleh karena

itu untuk memenuhi tujuan tersebut dibutuhkan tenaga medis yang mampu

memberikan pelayanan kepada masyarakat. Perawat adalah salah satu tenaga

medis yang diharapkan mampu memberikan pelayanan untuk menunjang

kesembuhan klien.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang ikut berperan dalam

memberikan warna dalam pelayanan di rumah sakit. Perawat yang jumlahnya

dominan dalam sebuah rumah sakit juga memberikan pelayanan kesehatan pada

pasien secara konstan dan terus–menerus, oleh karena itu tenaga perawat

memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan kualitas pelayanan di

rumah sakit sehingga setiap usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan di

rumah sakit harus juga disertai dengan usaha untuk meningkatkan kualitas

pelayanan keperawatan dengan cara meningkatkan kinerja perawat. Perawat yang

menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan merupakan masalah yang sangat

penting dan perlu untuk dikaji dalam rangka meningkatkan dan mempertahankan

kualitas mutu pelayanan di rumah sakit, perawat yang memiliki kinerja baik

merupakan jaminan dalam jawaban untuk membrikan kualitas pelayanan

kesehatan yang diberikan kepada klien baik yang sakit maupun yang sehat

(Mulyono, Hamzah & Abdullah, 2013).

Perawat adalah seseorang yang profesional dalam melakukan pekerjaannya

yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan dalam

melaksanakan pelayanan dalam memberi asuhan keperawatan dalam berbagai

jenjang pelayanan keperawatan (Mahyar Suara et.al, 2010). Perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan di tuntut untuk bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan yang aman dan efektif serta bekerja pada lingkungan yang

memiliki standar kerja yang tinggi (Mahlmeister dalam Maharani, 2012). Begitu

banyak tanggung jawab dan beban kerja yang harus di laksanakan perawat dalam

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

memberikan asuhan keperawatan akan membuat profesi keperawatan sangat

rentan mengalami kejenuhan kerja (burnout).

Berdasarkan sumber yang diungkapkan oleh Kleiber & Enzmann

(Schaufely & Buunk) dalam Widiastuti dan Astuti (2012) menyatakan bahwa dari

2.946 publikasi mengenai kejenuhan kerja (burnout), 43% kejenuhan kerja (burnout)

terjadi pada bidang kesehatan (perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya) dan

pekerja sosial, 32% kejenuhan kerja (burnout) terjadi pada pengajar atau bidang

pendidikan, 9% kejenuhan kerja (burnout) terjadi pada bidang administrasi dan

manajemen, 4% kejenuhan kerja (burnout) pada pengacara dan polisi dan 12%

kejenuhan kerja (burnout) terjadi pada kelompok lain seperti siswa atau pelajar,

pasangan yang telah menikah dan pemeluk agama.

Kejenuhan kerja (burnout) adalah suatu keadaan dimana kondisi fisik,

mental dan emosional yang sangat drop yang disebabkan karena situasi kerja yang

sangat menuntut dalam jangka waktu yang panjang. Perawat yang memiliki

kejenuhan kerja (burnout) biasanya disebabkan karena kurangnya control,

ekspentasi kerja yang tidak jelas, dinamika ruang kerja yang fungsional,

ketidaksesuaian dalam nilai, pekerja yang tidak diskusi dan aktivitas perawat yang

ekstrim (overload), (Muslihudin dalam Maharani, 2012).

Kejenuhan kerja (burnout) biasanya terjadi pada tenaga kerja yang bekerja

secara monoton, pekerjaan yang dilakukan berulang–ulang, tidak menarik dan

bervariasi, namun ada kalanya kejenuhan kerja (burnout) terjadi atau muncul dari

suatu pekerjaan yang dianggap menarik dan meng-asyikkan (Anies dalam Pardede,

2009). Individu yang berada dalam kondisi jenuh seringkali membuat pikiran mulai

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

terasa penuh dan kehilangan rasional, hal ini dapat menyebabkan kewalahan

dengan pekerjaan dan akhirnya menyebabkan terjadinya keletihan mental,

emosional, kemudian mulai kehilangan minat dalam pekerjaan dan motivasi kerja

dan pada akhirnya kualitas kerja dan kualitas hidup menjadi menurun (National

Safety Council /NSC) dalam Maharani, 2012). Kejenuhan kerja (burnout) merupakan

suatu hal yang umum terjadi didalam pekerjaan, perawat merupakan salah satu

profesi yang beresiko memiliki beban kerja dan stress kerja yang tinggi (Dale dalam

Maharani, 2012).

Individu yang mengalami kejenuhan kerja (burnout) akan ditandai dengan

empat kondisi yaitu (a) kelelahan fisik yang ditandai dengan mudah lelah, mudah

mengalami sakit kepala, sering mengalami mual, perubahan pola makan,

perubahan pola tidur dan merasa tenanganya terkuras secara berlebihan. (b)

kelelahan dalam bentuk emosional yang ditandai dengan munculnya rasa depresi,

frustasi, merasa terperangkap di dalam tugas, apatis, mudah marah, mudah sedih

dan merasa tidak berdaya. (c) kelelahan dalam bentuk mental atau sikap yang

berupa perasaan negatif pada orang lain dan bersikap sinis pada orang lain,

berpandangan negatif pada diri sendiri dan pekerjaan. (d) perasaan dimana

individu merasa tidak mampu mencapai sesuatu yang berarti dalam hidup ditandai

dengan ketidakpuasan terhadap diri sendiri, pekerjaannya dan kehidupannya (Leats

& Stolar dalam As’ad dan Sutjipto, 2000).

Hasil wawancara tersetruktur yang dilakukan oleh Gorji (2011) terhadap

15 perawat di instansi rawat inap (IRNA) Rumah Sakit Baptis Kediri yang dipilih

secara acak menunjukkan 4 orang perawat (26,67%) memiliki kejenuhan kerja

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

tinggi, 5 orang perawat (33,34%) memiliki kejenuhan kerja sedang, 4 orang perawat

(26,67%) memiliki kejenuhan kerja ringan, dan 2 orang perawat (13,34%) memiliki

respon normal atau tidak mengalami kejenuhan kerja. Dari hasil wawancara diatas

dapat di tarik kesimpulkan bahwa dari 15 perawat, 13 perawat (86,68%) mengalami

kejenuhan kerja (burnout) sedangkan 2 perawat (13,34%) tidak mengalami

kejenuhan kerja (burnout). Perawat yang mengalami Kejenuhan Kerja (burnout)

ditandai dengan seringnya perawat melihat jam, menunda-nunda pekerjaan bahkan

mempercepat suatu kengiatan yang seharusnya belum waktunya untuk

dilaksanakan dan seringnya menggunkan handphone dalam jam kerja.

Menurut National Safety Council dalam Maharani (2012) kejenuhan kerja

(burnout) pada umumnya di akibatkan karena adanya stress kerja dan beban kerja

yang tinggi, Sehingga terdapat fakto–faktor yang saling berintraksi yang memicu

terjadinya kejenuhan kerja, yaitu faktor situasional (faktor eksternal) dan faktor

individu (faktor internal). Faktor eksternal meliputi beban kerja yang berlebihan,

dan kurangnya dukungan sosial.

Menurut Wandy dalam Maharani (2001) beban kerja merupakan frekuensi

rata-rata dari masing-masing pekerja yang harus dilaksanakan. Beban kerja disini

dapat dilihat dari tugas-tugas yang diberikan kepada individu tersebut, apakah

pekerjaan tersebut melebihi kemampuan indivdu, bervariasi bahkan ada tugas

tambahan yang harus dilaksanakan di luar tugas pokoknya, Sehingga semakin

banyak tugas tambahan yang harus dilaksankan perawat maka beban kerja juga

akan semakin tinggi, dan apabila beban kerja semakin besar maka akan

menyebabkan terjadinya kejenuhan kerja (burnout).

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

Selain beban kerja yang berlebihan faktor eksternal yang menyebabkan

kejenuhan kejenuhan kerja (burnout) adalah kurangnya dukungan sosial.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andarika dalam Rahman (2007)

menemukan bahwa ada hubungan yang negatif antara dukungan sosial dengan

tingkat kejenuhan kerja (burnout) pada perawat. Semakin tinggi dukungan sosial

yang diterima oleh perawat maka semakin rendah tingkat kejenuhan kerja (burnout)

sebaliknya perawat yang kurang mendapatkan dukungan sosial baik adari rekan

kerja maupun keluarga akan meningkatkan resiko untuk mengalami kejenuhan

kerja. Dari penelitian yang dilakukan oleh Farhati dan Rosyid dalam Rahman

(2007) menunjukkan pula bahwa ketika seseorang mendapatkan dukungan sosial

yang baik dari rekan kerja maupun keluarga serta karakteristik pekerjaan yang jelas

akan berdampak positif terhadap penurunan tingkat kejenuhan kerja (burnout).

Dengan demikin ketika seorang pekerja tidak mendapatkan dukungan sosial atau

kurangnya dukungan sosial baik dari rekan kerja, atasan ataupun keluarga akan

menyebabkan terjadinya kejenuhan kerja (burnout)

Adapun faktor lain yang menyebabkan terjadinya kejenuhan kerja (burnout)

adalah faktor internal. Faktor internal adalah faktor yang menyebabkan kejenuhan

kerja (burnout) yang datang dari dalam diri individu. Faktor individu meliputi faktor

demografi (usia, jenis kelamin, masa kerja atau lama kerja) dan karakteristik

kepribadina (locus of control, hardinnes, kepribadian) (Maslach dalam Widiastuti &

Astuti, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Mariyanti dan Citrawati (2011) perbedaan

tingkat kejenuhan kerja (burnout) pada perawat yang bertugas di ruang rawat inap

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

dan rawat jalan. Berdasarkan penelitian tersebut perawat yang rentan mengalami

kejenuhan kerja (burnout) adalah perawat dalam usia dewasa muda. Menurut Farber

dalam Mariyanti & Citrawati (2011) menyatakan bahwa individu yang berusia di

bawah 40 tahun paling beresiko dengan gangguan yang berhubungan dengan

sindrom kejenuhan kerja (burnout). Dimana kejenuhan kerja (burnout) yang dialami

oleh individu disebabkan karena harus melayani pasien yang bereda-beda, baik

karakter maupun penyakitnya. Hal yang membedakan tingkat kejenuhan kerja yang

dialami oleh individu adalah dari rentan usianya, dimana perawat yang berusia 22-

30 tahun mengalami kejenuhan kerja (burnout) dengan kategori rendah. HaL

tersebut disebabkan karena perawat dewasa muda secara fisik sedang mencapai

puncak kesehatan atau berada dalam kondisi fisik yang prima, sedangkan perawat

yang berusia 30-40 mengalami kejenuhan kerja kategori tinggi. Hal tersebut

disebabkan karena secara fisik mulai mengalami penuruan kondisi fisik.

Adapun faktor lain yang menyebabkan terjadinya kejenuhan kerja (burnout)

adalah masa kerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2012)

individu dengan lama kerja 1-5 tahun cendrung mengalami kejenuhan kerja

(burnout) dibandingkan dengan pekerja dengan masa kerja lebih dari 5 tahun, karena

semakin lama bekerja individu akan terbiasa dengan pekerjaannya, sedangkan

individu dengan lama kerja 1-5 tahun masih membutuhkan penyesuaian dengan

pekerjaannya sehingga secara tidak langsung dapat menjadi beban dan stress yang

pada akhirnya menyebabkan terjadinya kejenuhan kerja (burnout).

Penelitian yang dilakukan Zahorodny dan Pasannante dalam Nasir &

Omar (2006) mengemukakan bahwa perempuan lebih sering mengalami

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

kejenuhan kerja (burnout) dibandingkan dengan laki-laki, karena perempuan

mempunyai berbagai peran tidak hanya di lingkungan pekerjaan melainkan juga di

lingkungan keluarga. Peran ganda yang di jalankan oleh perempuan akan lebih

cepat menimbulkan terjadinya stress kerja yang akan berakhir pada kejenuhan kerja

(burnout) terhadap individu tersebut, dimana hal ini disebabkan karena adanya

konflik-konflik di dalam lingkungan keluarga sehingga menyebabkan proses

pelaksanaan suatu pekerjaan akan terhambat dan terganggu.

Penelitian yang dilakukan Jaya G dan Rahmat (2005) locus of control pertama

kali dieperkenalkan oleh Jullian Rotter pada tahun 1966, locus of control merupakan

keadaan dimana individu memiliki tanggung jawab terhadap pekrjaan. Menurut

Rotter dalam Jaya G & Rahmat (2005) locus of control dibedakan menjadi dua macam,

yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal. Dalam kejadian kejenuhan

kerja (burnout) terdapat perbedaan yang singnifikan antara locus of control internal dan

locus of control eksternal, dimana kejenuhan kerja (burnout) lebih rentan dialami oleh

individu yang memiliki locus of control eksternal daripada locus of control internal. Hal ini

disebabkan karena individu dengan locus of control eksternal cendrung beranggapan

bahwa kesuksesan yang di peroleh disebabkan karena faktor dari luar seperti nasib,

takdir dan keputusan yang ditentukan oleh orang lain sehingga hal ini akan

mempermudah individu tersebut merasa tertekan dan terbebani di dalam

pekerjaannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Arruum (2006) dalam penelitian

diungkapkan bahwa tipe kepribadian A lebih cendrung untuk mengalami stress

dibandingkan dengan tipe kepribadian B, adapun ciri-ciri yang muncul dari tipe

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

kepribadian A antara lain sering merasa terburu-buru dalam melakukan

pekerjaannya, tidak sabaran dan konsentrasi pada lebih dari satu pekerjaan dalam

waktu yang sama, cendrung tidak puas terhadap hidupnya, cendrung berkompetisi

dengan orang lain dalam sebuah situasi dan kondisi yang Nonkompetitif dan

emosional yang tidak setabil sehingga hal-hal inilah yang dapat meningkatkan

terjadinya stress yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Kreitner & Kinichi dalam Widiastuti &

Astuti (2012) seorang pekerja yang memiliki kepribadian herdinass yang tinggi secara

tidak langsung akan menghambat meningkatnya stress dalam menghadapi tuntutan

emosional dalam lingkungan pekerjaan dan sebaliknya apabila seorang individu

memilik kepribadian herdinass yang rendah akan cepat mengalami stress pada

tingkat yang kronis karena munculnya stressor dari pekerjaan yang dianggap

sebagai suatu ancaman sehingga muncul sikap pasif dalam melakukan pekerjaan.

Gentry & Kobasa dalam Widiastuti & Astuti (2012) Terdapat tiga aspek dasar

dalam keperibadian hardiness yaitu control, comitmen, dan tantangan. individu

dengan kepribadian hardiness mengalami kejenuhan kerja (burnout) ketika tiga aspek

dasar dari kepribadian hardiness melemah dan akan menjadi indicator munculnya

kejenuhan kerja (burnout).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti (2015) di

ruang rawat inap Airlangga, Diponegoro dan Imam bonjol RSUD “Kanjuruhan”

Kepanjen Kabupaten Malang, terdiri dari 40 perawat pelaksana.

Ruang rawat inap Airlangga merupakan ruangan dengan spesifikasi

penanganan untuk penyakit dalam. Perawat yang bertugas diruang rawat inap

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

Airlangga sebanyak 12 perawat yang termasuk karu dan wakaru sedangkan

perawat pelaksana terdiri dari 9 perawat. Perawat pelaksana yang bertugas diruang

rawat inap Airlangga terdiri dari 4 perawat laki-laki dan 5 perawat perempuan

dengan usia ≤40 tahun terdapat 8 perawat serta >40 tahun terdapat 1 perawat

sedangkan untuk masa kerjanya terdapat 6 perawat dengan masa kerja >5 tahun

dan 3 perawat dengan masa kerja ≤ 5 tahun. Ruang rawat inap Airlangga memiliki

kapasitas 28 pasien, dimana setiap shifnya terdiri dari 3 perawat untuk shif pagi, 3

perawat untuk shif siang dan 3 perawat untuk shif malam.

Ruang rawat inap Imam Bonjol merupakan ruangan dengan spesifikasi

penanganan penyakit saraf dan paru. perawat yang bertugas di ruang rawat inap

Imam Bonjol sebanyak 15 perawat termasuk karu dan wakaru sedangkan untuk

perawat pelaksananya terdiri dari 14 perawat. Perawat pelaksana yang bertugas

diruang rawat inap Imam Bonjol terdiri dari 5 perawat laki-laki dan 9 perawat

perempuan dengan usia ≤40 tahun terdapat 9 perawat serta usia >40 tahun

terdapat 5 perawat sedangkan unutuk masa kerjanya terdapat 2 perawat dengan

masa kerja ≤ 5 dan 12 perawat dengan masa kerja >5 tahun. Ruang rawat inap

Imam Bonjol memiliki kapasitas 40 pasien, dimana setiap shifnya terdiri dari 4

perawat untuk shif pagi, 3 perawat untuk shif siang dan 3 perawat untuk shif

malam.

Ruang rawat inap Diponegoro merupakan ruangan dengan spesifikasi

penanganan oprasi. perawat yang bertugas diruang rawat inap Diponegoro

sebanyak 19 perawat yang termasuk karu dan wakaru sedangkan untuk perawat

pelaksana terdiri dari 17 perawat. Perawat pelaksana yang bertugas diruang rawat

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

inap Diponegoro terdiri dari 9 perawat laki-laki dan 8 perawat perempuan dengan

usia ≤40 tahun terdapat 13 perawat serta usia >40 tahun terdapat 4 perawat

sedangkan untuk masa kerjanya terdapat 7 perawat dengan masa kerja ≤5 tahun

dan 10 perawat dengan masa kerja > 5 tahun. Ruang rawat inap Diponegoro

memiliki kapasitas 48 pasien.

Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada 13 perawat yang

bertugas di ruang rawat inap Airlangga, Diponegoro dan Imam bonjol RSUD

“Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang secara acak didapatkan 3 perawat

(23,07%) mengalami kejenuhan kerja kategori tinggi, hal ini disebabkan karena

individu merasa tidak efektif dan berkurangnya kecakapan dalam bekerja, 4

perawat (30,77%) mengalami kejenuhan kerja(burnout) kategori sedang, hal ini

disebabkan karena individu mulai mengeluarkan respon yang bersifat sinis pada

orang lain dan 6 perawat (46,16%) mengalami kejenuhan kategori rendah, hal ini

disebabkan karena individu mulai banyak kehilangan energi baik secara fisik

maupun emosional.

Berdasarkan data dan hasil studi pendahuluan serta dari beberapa faktor–

faktor diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang” Analisis faktor internal

yang mempengaruhi kejenuhan kerja (burnout) pada perawat yang bertugas diruang

rawat inap Airlangga, Diponegoro dan Imam bonjol RSUD”Kanjuruhan”

Kepanjen Kabupaten Malang.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat disusun

rumusan masalah sebagai berikut” apakah faktor internal mempengaruhi

kejenuhan kerja (burnout) pada perawat yang bertugas di ruang rawat inap

Airlangga, Diponegoro dan Imam bonjol RSUD”Kanjuruan” Kepanjen

Kabupaten Malang.

1.3. Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor internal yang

mempengaruhi kejenuhan kerja (burnout) pada perawat yang bertugas di ruang

rawat inap Airlangga, Diponegoro dan Imam bonjol RSUD “Kanjuruhan”

Kepanjen Kabupaten Malang.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Mendeskripsikan faktor internal (jenis kelamin, usia, masa kerja, locus of

control, hardiness dan tipe kepribadian) pada perawat yang bertugas di ruang

rawat inap Airlangga, Diponegoro dan Imam bonjol RSUD “Kanjuruhan”

Kepanjen Kabupaten Malang..

2. Mengidentifikasi kejenuhan kerja (burnout) pada perawat yang bertugas di ruang

rawat inap Airlangga, Diponegoro dan Imam bonjol RSUD “Kanjuruhan”

Kepanjen Kabupaten Malang.

3. Menganalisis faktor internal (jenis kelamin, usia, masa kerja, locus of control,

hardiness dan tipe kepribadian) yang mempengaruhi kejenuhan kerja (burnout)

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

pada perawat yang bertugas di ruang rawat inap Airlangga, Diponegoro dan

Imam bonjol RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang.

4. Menganalisis faktor internal (jenis kelamin, usia, masa kerja, locus of control,

hardiness dan tipe kepribadian) yang dominan mempengaruhi kejenuhan kerja

(burnout) pada perawat yang bertugas di ruang rawat inap Airlangga, Diponegoro

dan Imam bonjol RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang .

1.4. Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi peneliti

Dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam melakukan

penelitian dan dapat memberikan informasi terhadap penelitian selanjutnya

mengenai faktor internal kejenuhan (burnout) pada perawat.

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan

refrensi yang bermanfaat, sebagai masukan dan sebagai tambahan wawasan bagi

penelitian selanjutnya.

1.4.3. Bagi Rumah Sakit

1. Berdasarkan penelitian ini pihak rumah sakit dapat membuat terobosan–

terobosan baru untuk mengatasi kejenuhan kerja (burnout) pada perawat untuk

meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan di instansi

rumah sakit tersebut.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

2. Berdasakan penelitian ini perawat dapat memperbaiki kekurangan dan

kelemahan untuk meminimalisir tingkat kejadian kejenuhan kerja (burnout)

untuk meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan di

instansi rumah sakit tersebut.

1.5. Keaslian penelitian

1. Dari hasil kajian pustaka ada beberapa penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya tapi berlainan dengan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh

Efa Novita Tawale, Widjajaning Budi & Gartinia Nurcholis (2011) yang

berjudul “hubungan antara motivasi kerja perawat dengan kecendrungan

mengalami kejenuhan kerja (burnout) pada perawat di RSUD Serui –Papua”.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional dengan

menggunakan purposive sampling dalam pengambilan sampelnya. Adapun

perbedaan penelitian yang akan dilakukan sekarang dengan penelitian yang

dilakukan oleh Efa Novita Tawale, Widjajaning Budi & Gartinia Nurcholis

(2011) terdapat pada variabel penelitian, dan tujuan penelitian. Dimana variabel

independen pada penelitian yang akan dilakukan sekarang adalah analisis faktor

internal dan variabel dependennya adalah kejenuhan kerja (burnout) pada perawat,

sedangkan di lihat dari tujuan penelitian, penelitian yang akan dilakukan

sekarang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor internal terhadap

kejadian kejenuhan kerja (burnout) pada perawat di RSUD “Kanjuruhan”

Kepanjen Kabupaten Malang. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Efa

Novita Tawale, Widjajaning Budi & Gartinia Nurcholis (2011) dengan variabel

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

independen motivasi kerja perawat dan variabel dependen kecendrungan mengalami

kejenuhan kerja (burnout) serta tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan antara motivasi kerja perawat dengan kecendrungan

mengalami kejenuhan krja (burnout) pada perawat di RSUD Serui – Papua.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sulis Mariyanti & Anisah Citrawati (2011) yang

berjudul “kejenuhan kerja (burnout) pada perawat yang bertugas di ruang rawat

inap dan rawat jalan RSAB harapan kita” metode deskriptif adalah metode yang

digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik non probability

sampling dalam pengambilan sampelnya. Adapun perbedaan penelitian yang

akan dilakukan sekarang dengan penelitian yang dilakuakan oleh Sulis Mariyanti

& Anisah Citrawati (2011) terdapat pada variabel penelitian dan tujuan

penelitian, diaman variabel indepenen dari penelitian yang akan dilakukan

sekarang adalah analisis faktor internal dan variabel dependennya adalah kejenuhan

kerja (burnout) pada perawat sedangkan tujuannya adalah untuk menganalisis

pengaruh faktor internal terhadap kejadian kejenuhan kerja (burnout) pada

perawat di RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang. Sementara itu

penelitian yang dilakukan oleh Mariyanti & Anisah Citrawati (2011) hanya

menggunakan satu variabel yaitu kejenuhan kerja (burnout) pada perawat serta

tujuan penelitiannya untuk mengetahui hubungan anatra perawat yang bertugas

di ruang rawat inap dan rawat jalan terhadap kejadian kejenuhan kerja (burnout)

pada perawat.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23379/1/jiptummpp-gdl-muhammadyu-41883-2-babi.pdf · 1.1. Latar Belakang ... maupun dibidang administrasi

1.6. Batasan penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas tentang analisis faktor

internal yang mempengaruhi kejenuhan kerja (burnout) pada perawat yang bertugas

di ruang rawat inap kelas III RSUD “Kanjuruhan” Kepanjen Kabupaten Malang.

Batasan penelitian sebagai berikut :

1. Faktor internal (faktor individu) adalah faktor yang mempengaruhi kejenuhan

kerja (burnout) yang berasal dari dalam diri individu tanpa adanya pengaruh dari

lingkungan. Faktor internal, meliputi : faktor demografi (jenis kelamin, usia

perawat dan masa kerja perawat) dan karakteristik kepribadian (locus of control,

hardinnes dan tipe kepribadian)

2. Responden yang diteliti difokuskan pada perawat yang mengalami kejenuhan

kerja, Kejenuhan kerja (burnout) adalah keadaan dimana individu mengalami

kelelahan (fisik maupun mental), mengalami depersonalisasi (menarik diri dari

lingkungan pekerjaan, bersifat negatif pada diri sendiri, orang lain dan

kehidupannya) dan prestasi pribadi yang kurang (tidak efektif dalam melakukan

pekerjaan, kurangnya kecakapan dalam melakukan pekerjaan.