Upload
trinhduong
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Alasan Pemilihan Judul
a. Orisinalitas
Penelitian terkait pemberdayaan masyarakat memang sudah banyak
dilakukan. Penelitian yang menyangkut implementasi program pemberdayaan juga
sudah beberapa kali dilakukan. Akan tetapi sejauh pengetahuan penulis, penelitian
yang mengambil tema ini di wilayah yang sama belum pernah ada. Di bawah ini
merupakan contoh penelitian yang dilakukan oleh beberapa peniliti yang memiliki
kaitan dengan dampak implementasi pemberdayaan masyarakat.
Pertama, skripsi tentang Dampak Program Pemberdayaan Masyarakat
Kelurahan (PPMK) terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kelurahan Bukit
Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan oleh Hariyana dari Universitas
Indonesia. Penelitian yang dilakukan Hariyana ini berfokus pada dampak program
pemberdayaan terhadap kesejahteraan. Dari hasil penelitian program
pemberdayaan PPMK tersebut mendapat respon positif dari responden.
Penelitian oleh Heriyana ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti. Perbedaan fokus penelitian jelas terlihat, pada penelitian ini ingin meneliti
terkait dampak program pemberdayaan secara lebih menyeluruh dan bersifat
evaluatif. Pada penelitian ini juga menggunakan dua metode penelitian, yaitu
penelitian kualitatif bersama dengan penelitian kuantitatif. Selain itu, penelitian ini
2
dengan penelitian Heriyana mengambil tempat yang berbeda dan juga mengambil
program yang berbeda.
Kedua, skripsi oleh Diana Fildzah dari UPN “Veteran” Jawa Timur tentang
Dampak Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Bank Sampah (Studi
di Bank Sampah Bintang Mangrove Kelurahan Gunung Anyar Tambak
Kecamatan Gunung Anyar Kota Surabaya). Penelitian yang dilakukan oleh
Fildzah berfokus pada dampak yang dihasilkan dari program pemberdayaan
masyarakat secara luas. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa Program Bank
Sampah Bintang Mangrove memberikan dampak ekonomi yang positif dalam
menambah penghasilan. Dampak sosial berdampak positif bagi masyarakat adanya
perubahan pola pikir terhadap pemilahan sampah, kini masyarakat mampu memilah
sampah berdasarkan jenisnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Fildzah memiliki perbedaan dengan penelitian
ini. Penelitian ini bersifat evaluatif. Penelitian ini juga menggunakan metode
campuran sehingga tidak hanya melihat dan memberikan gambaran mengenai
dampak namun juga mengukur dampak tersebut terutama dampak ekonomi. Selain
itu pada penelitian yang dilakukan ini mengambil program yang berbeda dan
tempat yang berbeda.
Ketiga, Dampak Pemberdayaan Masyarakat bagi Perempuan (Studi
tentang Pelaksanaan CSR PT. Badak NGL terhadap Anggota Perempuan
Kelompok Tani Lestari Indah di Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan,
Bontang). Penelitian ini dilakukan oleh Yosephin Diah Suci dari Universitas
Gadjah Mada. Penelitian oleh Suci ini berfokus pada peningkatan kapasitas SDM,
3
pendapatan, partisipasi, dan kemandirian anggota perempuan Kelompok Tani
Lestari Indah. Dan lebih menekankan pada dampak yang dirasakan oleh anggota
perempuan. Dari penelitian ini diketahui bahwa kapasitas anggota perempuan
meningkat selain itu pendapatan pun juga meningkat. Namun partisipasi masih
belum disalurkan secara maksimal dan anggota perempuan ini belum memiliki
kontrol terhadap pengambilan keputusan.
Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Suci dan yang dilakukan
oleh peneliti terletak pada cakupan fokus kajian dari dampak pemberdayaan. Pada
penelitian Suci cakupannya meliputi kapasitas SDM, pendapatan, partisipasi, dan
kemandirian sedangkan pada penlitian yang dilakukan cakupan lebih luas yaitu
mencakup dampak sosial yang di dalamnya terdapat dampak terhadap kapasitas
SDM, partisipasi, kemandirian, keberlanjutan, dan kewenangan masyarakat. Selain
dampak sosial, dampak ekonomi yang berupa efek pengganda ekonomi juga
menjadi bahasan pada penelitian ini. Selain itu perbedaan lain terletak pada tempat
dan juga program yang diteliti.
b. Aktualitas
Program peningkatan kesejahteraan terus diupayakan. Pengupayaan
kesejahteraan ini melalui berbagai pendekatan dalam implementasi programnya.
Salah satunya adalah pemberdayaan. Pemberdayaan masih terus menjadi salah satu
cara pembangunan masyarakat yang menjadi pilihan. Pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat tidak jarang menemui berbagai kendala. Selain menemui berbagai
kendala dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat pun juga banyak variasi
terkait kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu, menjadi penting ketika adanya
4
sebuah tinjauan setelah program pemberdayaan berlangsung. Hal ini berguna untuk
terus meningkatkan kualitas dari pemebrdayaan masyarakat yang kemudian dapat
memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Selain itu, menjadi penting
dalam pelaksanaan sebuah program pemberdayaan adalah dampak yang dihasilkan
di masyarakat sehingga perlunya tinjauan yang mendalam untuk melihat hal
tersebut dan dijadikan sebagai bahan pembelajaran.
c. Relevansi dengan studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan memiliki beberapa
fokus kajian di dalamnya. Fokus kajian di dalam PSdK yaitu Kebijakan Sosial, CSR
dan Pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini banyak membahas terkait
pemberdayaan masyarakat yang menjadi salah satu fokus kajian di Departemen
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki
relevansi dengan studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan.
2. Latar Belakang
Upaya pembangunan masyarakat di Indonesia bukan hanya menjadi
tanggung jawab Pemerintah. Pembangunan masyarakat dilakukan oleh berbagai
pihak, baik oleh lembaga swadaya masyarakat ataupun juga dari pihak swasta.
Indonesia sendiri memang mewajibkan beberapa perusahaan untuk menjalankan
program Tanggung Jawab Sosial sebagai salah satu kegiatan dalam rangka
pembangunan masyarakat. Ada beberapa peraturan dan Undang-Undang yang
menjelaskan perusahaan mana saja yang diharuskan melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan antara lain:
5
1. Keputusan Menteri BUMN Per-05/MBU/2007 yang berisi tentang kewajiban
BUMN (Badan Usaha Milik Negara) untuk melaksanakan program
Kemitraan dan program Bina Lingkungan. BUMN yang berbentuk persero
dan perum dalam melaksanakan CSR wajib mengikuti peraturan ini
sedangkan untuk BUMN yang berbentuk Perseroan dapat berpedoman pada
aturan ini yang ditentukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham.
2. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pada
pasal 74 dijelaskan bahwa perusahaan yang usahanya dibidang dan atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012, merupakan Peraturan
Pemerintah untuk melaksanakan pasal 74 UU Nomor 40 Tahun 2007. PP ini
pada pasal 2 dijelaskan bahwa setiap Perseroan sebagai subjek hukum wajib
untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 15
huruf b dijelaskan jika setiap penanam modal wajib melaksanakan tanggung
jawab sosial perusahaan.
5. Undang-Udang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,
kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan tidak secara gamblang di tuliskan
namun pada pasal 11 ayat 3 huruf p dijelaskan bahwa Kontrak Kerja Sama
Kegiatan Usaha Hulu harus memuat beberapa hal yang salah satunya adalah
pengembangan masyarakat dan jaminan hak-hak masyarakat adat. Selain itu
di pasal 40 ayat 2 dijelaskan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Tetap
menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan
6
hidup dan menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada pasal 68, setiap orang yang melakukan
usaha atau kegiatan yang berkaitan degnan lingkungan hidup berkewajiban:
a. Memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. Menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. Menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
Meskipun telah banyak regulasi yang mewajibkan namun tidak sedikit yang
belum melaksanakannya. Di sisi lain, ada pula perusahaan-perusahaan yang
memiliki komimen tinggi untuk melaksanakan berbagai kegiatan CSR yang tidak
hanya sebagai bentuk mentaati regulasi namun juga sebagai kesadaran yang
memang harus dilaksanakan. Tidak jarang juga selain untuk mematuhi regulasi juga
untuk mendapatkan penghargaan terutama penghargaan PROPER dari Kementrian
Lingkungan Hidup dimana kegiatan CSR sebagai salah satu penilaiannya.
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan melalui
kegiatan CSRnya tidak hanya sekadar pembangunan fisik belaka, namun juga
pembangunan masyarakat yang mengedepankan pembangunan manusia.
Pembangunan masyarakat merupakan usaha yang akan terus dilakukan untuk
mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Kondisi yang sejahtera ini adalah kondisi
yang selalu diupayakan melalui perubahan-perubahan yang ada di masyarakat dan
7
kondisi yang senantiasa diidamkan. Pembangunan masyarakat sendiri dapat terjadi
secara alamiah sehingga tidak harus merupakan hasil dari suatu program, akan
tetapi pembangunan dapat pula direncanakan untuk mewujudkan hasil tertentu
(Soetomo 2012:8). Soetomo (2012:25) juga menjelaskan pembangunan
masyarakat di dalamnya terdapat empat konsep dasar yang meliputi (1) Adanya
proses perubahan, (2) proses semakin terciptanya hubungan yang harmonis antara
kebutuhan dengan potensi, sumber daya dan peluang, (3) proses peningkatan
kapasitas, (4) proses yang bersifat multiimensi.
Indonesia banyak memiliki program yang dicanangkan guna mempercepat
proses pembangunan, dimana diharapkan kondisi sejahtera pun juga semakin dekat
dengan masyarakat. Model-model pembangunan di Indonesia juga memiliki
dinamikanya sejalan dengan arus mahzab pembangunan yang sedang masif di
periode tersebut. Model-model pembangunan ini memiliki perbedaan perspektif
dan pendekatan dalam pelaksanaannya. Seperti yang diketahui di tahun 1960an
Indonesia menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi sebagai bentuk
pembangunan masyarakat yang utama. Diharapkan dari tingginya pertumbuhan
ekonomi ini akan membawa dampak perningkatan kesejateraan melalui mekanisme
trickle down effect. Namun, model pembangunan tersebut berganti seiring dengan
perkembangan mahzab yang ada. Saat ini model yang banyak adalah model
pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah proses dimana masyarakat
diharapkan mampu untuk membuat keputusan dan mengelola pembangunan secara
mandiri serta mengaktualisasikan potensi manusia sebagai aktor utama dalam
8
pembangunan (Soetomo 2013:403). Pemberdayaan merupakan satu model
pembangunan yang tidak berpusat pada pertumbuhan ekonomi akan tetapi
pengembangan kapasitas dan kekuatan masyarakat untuk merubah kondisi
kehidupannya menjadi lebih baik, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat tercapai
dari hasil pemberdayaan ini. Pemberdayaan di Indonesia dilakukan dihampir semua
program yang ada. Meskipun pada pelaksanaannya masih belum memenuhi kriteria
pemberdayaan masyarakat yang baik. Pemberdayaan masyarakat menjadi arus
utama model pembangunan. Semua pembangunan bertitle pemberdayaan,
meskipun pada prakteknya masih banyak program yang digadang-gadang sebagai
program pemberdayaan masih memiliki napas pembangunan yang sentralistik atau
baru sebagai program karitatif. Pemberdayaan tidak dilakukan oleh pemerintah
saja, akan tetapi juga oleh swasta atau perusahaan atau digalakan oleh masyarakat
sendiri.
Pemberdayaan ini juga digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk
menjalankan kegiatan CSR mereka. Salah satu perusahaan melaksanakan program
CSR dengan model pemberdayaan masyarakat adalah PT. Pertamina (Persero) yang
juga merupakan salah satu BUMN Indonesia, sehingga kegiatan CSR yang
dijalankan tidak hanya berupa pemberian saja namun juga memberdayakan
masyarakat. Melalui kegiatan pemberdayaan ini program CSR dapat meningkatkan
kapasitas masyarakat. Salah satu kegiatan CSR pertamina yang juga bekerjasama
dengan Pemerintah Daerah adalah Program Pemberdayaan Petani melalui
Pembuatan Sentra Pemberdayaan Tani dengan Budidaya Durian Montong di Desa
Karanganyar, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali. Ini merupakan bentuk
9
kerjasama antara PT. Pertamina (Persero), Pemerintah Provinsi dan juga
Pemerintah Kabupaten. Kegiatan CSR di Desa Karanganyar ini tidak hanya
dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) sendiri dalam proses pemberdayaannya.
PT. Pertamina (Persero) menggandeng Yayasan Obor Tani sebagai mitra yang akan
memberikan transfer ilmu kepada kelompok petani yang telah dibentuk di Desa
tersebut.
Pemberdayaan yang dilakukan di Desa Karanganyar ini melibatkan banyak
stakeholder baik dari sisi perusahaan, pemerintah, dan lembaga sosial masyarakat.
Program pemberdayaan ini diharapkan mampu membantu masyarakat agar lebih
mampu meningkatkan kondisi kehidupannya. Kemudian yang menjadi menarik
adalah apakah dengan menggunkan model pemberdayaan masyarakat dan upaya
pemberdayaan tersebut melibatkan berbagai pihak tidak hanya pemerintah namun
juga dibantu oleh perusahaan dan LSM mampu untuk meningkatkan kondisi
kehidupan masyarakat di Desa Karanganyar.
Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat sebagai sebuah hasil dari
berjalannya sebuah program, dapat ditinjau dengan melakukan evaluasi. Program
pemberdayaan Sentra Pemberdayaan Tani yang dilakukan oleh CSR PT. Pertamina
(Persero) juga memerlukan sebuah kajian evaluasi untuk melihat perubahan kondisi
kehidupan masyarakat penerima program. Evaluasi dampak menjadi satu agenda
evaluasi yang penting untuk dilakukan dalam sebuah program. Oleh karena itu
peneliti mengajukan satu rumusan masalah yang dirasa menarik untuk ditinjau lebih
dalam.
10
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah di jelaskan sebelumnya, peneliti
kemudian merumuskan pertanyaan sebagai berikut:
Bagaimanakah dampak sosial ekonomi program pemberdayaan masyarakat
melalui Sentra Pemberdayaan Tani dengan komoditas durian Montong oleh
Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Pertamina (Persero) yang bekerjasama
dengan Yayasan Obor Tani di Desa Karanganyar, Kecamatan Musuk, Kabupaten
Boyolali?
4. Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan dinamika dampak yang
dirasakan oleh masyarakat Desa Karanganyar, Kecamatan Musuk, Kabupaten
Boyoali terkait adanya Program Pemberdayaan melalui Sentra Pemberdayaan Tani
dengan komoditas durian Montong.
b. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti yaitu penelitian ini dapat menambah pengetahuan
serta wawasan peneliti terkait pemberdayaan. Selain itu sebagai bahan ajar
peneliti dalam meningkatkan kapasitas pada proses pemberdayaan
2. Manfaat bagi masyarakat yaitu sebagai referensi dan sebagai penambah
wawasan untuk mengenbangkan pengetahuan.
3. Manfaat bagi instansi yang bergerak di bidang pemberdayaan adalah untuk
memberikan gambaran mengenai pemberdayaan dan dampaknya sehingga
11
menjadikan bahan ajar dan referensi untuk meningkatkan kualitas upaya
pemberdayaan.
5. Tinjauan Pustaka
a. Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayan masyarakat telah dianggap sebagai suatu konsep pendekatan
yang sempurna untuk melakukan pembangunan masyarakat. Pemberdayaan
Masyarakat banyak mementingkan peran serta masyarakat dalam proses
pembangunan, sehingga program yang dijalankan dapat dikatakan lebih ramah
terhadap masyarakat. Pemberdayaan secara etimologis berasal dari kata “daya”
sehingga pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses untuk menuju berdaya
atau suatu proses untuk memperoleh daya/kekuatan/kemampuan (Sulistyani,
2004:77). Namun menurut Sulistyani, memberikan “daya” ini tidak sama dengan
memberikan “kekuasaan”. Pemberdayaan diterjemahkan dari istilah Empowerment
yang menekankan pada pentingnya power untuk masyarakat sehingga masyarakat
mampu membangun dari masyarakat yang powerless menjadi lebih berdaya
(Soetomo 2015:69). Menurut Sulistyani pemberdayaan dan Empowerment kurang
memiliki kesesuaian. Winarni dalam Sulistyani (2004:79) merumuskan inti dari
pemberdayaan meliputi tiga hal, yaitu pengembangan, memperkuat posisi atau daya
dan terciptanya kemandirian. Kemandirian menjadi tujuan yang hendak dicapai
melalui pemberdayaan. Kemandirian ini memungkinkan masyarakat untuk tidak
lagi tergnatung dengan pihak lain dan dapat mengusahakan memenuhi
kebutuhannya.
12
Soetomo (2013: 403) menjelaskan pemberdayaan merupakan proses untuk
meningkatkan peluang, kesempatan, kewenangan dan kemampuan sehingga
masyarakat memiliki kapasitas dalam proses pengambilan keputusan dan
pengelolaan pembangunan secara mandiri. Loekman Soetrisno dalam Sutomo
(2013:403) menjelaskan adanya perbedaan pandangan terkait pemberdayaan yaitu
versi Paolo Freire dan versi Schumacher. Persamaan keduanya terletak pada
pentingnya setiap agen pembangunan bekerja dengan kelompok penduduk
setempat untuk membangun masyarakatt mereka sendiri. Perbedaannya yaitu
menurut Freire pemberdayaan tidak hanya memberikan kesempatan kepada rakyat
untuk menggunakan sumber daya alam dan pembangunan saja tetapi juga
mendorong masyarakat untuk melakukan perubahan struktural yang hanya
mungkin dilakukan dengan partisipasi politik. Versi Scumacher nuansa partisipasi
politik kurang kental, Schumacher mempercayai manusia mampu untuk
membangun dirinya tanpa harus terlebih dahulu menghilangkan ketimpangan
struktural yang ada, asalkan mereka di berikan kail bukan ikan.
Pemberdayaan masyarakat merupakan antitesis dari perspektif pembangunan
sebelumnya yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi. Menurut Soetomo
(2015:71) dalam implementasi pemberdayaan harus bersifat desentralisasi, buttom
up, berorientasi variasi lokal dan adanya proses belajar sosial. Desentralisasi
memberikan kewenangan sampai tingkat masyarakat lokal dalam pengambilan
keputusan serta dalam pengelolaan pembangunan dari awal hingga akhir.
Perumusan program pembangunan masyarakat diutamakan alur dari bawah ke atas
sehingga masyarakat memperoleh kesempatan untuk mengidentifikasi masalah dan
kebutuhan mereka sendiri. Masyarakat satu dengan yang lain memiliki kebutuhan
13
dan masalah yang berbeda sehingga pemberdayaan memberikan toleransi untuk
menghargai variasi lokal dan berorientasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
masyarakat. Pemberdayaan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengambil keputusan sendiri yang sebelumnya masyarakat harus memiliki
kapasitas untuk melakukannya. Oleh karena itu dalam pemberdayaan juga
terkandung pengembangan kapasitas. Dalam pemberdayaan, yang tidak kalah
penting adalah adanya keberlanjutan oleh karena itu peranan masyarakat dalam
setiap tahapan pemberdayaan diperlukan (Soetomo, 2015:81).
Salah satu bentuk dari aktualisasi pemberdayaan masyarakat tercermin dari
bentuk partisipasi masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan, mulai dari
proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan menikmati hasil (Soetomo,
2013:406). Ketika peran masyarakat meningkat, peran pemerintah akan menurun.
Partisipasi ini penting karena proses pembangunan tidak akan berlanjut tanpa
adanya partisipasi oleh masyarakat.
Partisipasi dalam pengembangan masyarakat digunakan secara umum dan
luas dan menjadi sentral serta prinsip dasar dari pengembangan masyarakat yang di
dalamnya terkat dengan gagasan Hak Asasi Manusia (Ife dan Tesoriero 2014:295).
Mikkelsen dalam Soetomo (2013:438) menginventarisasi enam tafsiran berbeda
tentang partisipasi:
a. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek
tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.
b. Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam
meningkatkan kemampuan menerima dan menanggapi proyek-proyek
pembangunan.
14
c. Partisipasi adalah proses yang aktif yang mengandung arti seseorang atau
kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasaannya
untuk hal itu.
d. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat dengan staf dalam
dinamika proyek agar memperoleh informasi dampak-dampak sosial.
e. Partisipasi adalah ketrlibatan secara sukarela masyarakat dalam perubahan
yang ditentukan sendiri.
f. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan dan lingkungan mereka.
Coyers dalam Soetomo (2013:408) mengemukakan lima cara mewujudkan
partisipasi yaitu (1) survai dan konsultasi lokal untuk memperoleh data, (2)
memanfaatkan agen lapangan untuk menyerap informasi, (3) perencanaan
desentralisasi, (4) perencanaan melalaui pemerintah lokal, (5) menggunakan
strategi pengembangan komunitas. Secara jelas partisipasi diartikan sebagai
keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan yang didorong oleh
determinasi dan kesadaran tentang arti keterlibatan tersebut.
Pemberdayaan yang diterjemahkan dari kata empowerment memiliki fokus
terhadap power yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi kekuasaan.
Dalam memandang pemberdayaan tidak terlepas dari kekuasaan, individu atau
keompok memiliki atau menggunakan kesempatan untuk meraih kekuasaan, ke
dalam tangan mereka, meredistribusi kekuasaan dari kaum ‘berpunya’ ke kaum
yang ‘tidak berpunya’ dan seterusnya (Ife dan Tosoriero, 2014: 129). Selanjutnya
Korten dalam Soetomo (2013: 404) merumuskan pengertian kekuasaan sebagai
kemampuan untuk mengubah kondisi masa depan melalui tindakan dan
15
pengambilan keputusan. Namun pembangunan juga digunakan untuk
meningkatkan kekuasaan. Oleh karena itu, kekuasaan dapat digambarkan sebagai
sumber daya dan hasil dari proses pembangunan. Korten juga menjelaskan
kekuasaan tidak hanya dari dimensi distributif akan tetapi juga dari dimensi
generatif. Dalam dimensi distributif, kekuasaan secara personal dapat diartikan
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Ditarik ke pemberdayaan, kekuasaan
dalam dimensi generatif lebih penting. Kelompok yang tidak memiliki kekuasaan
akan memperoleh tambahan kekuasaan dengan mengurangi kekuasaan kelompok
lain.
Pemberdayaan dimana tujuannya untuk menjadikan masyarakat mandiri juga
perlu dilihat dari aspek keberdayaan masyarakatnya. Indikator dalam mengukur
keberhasilan pemberdayaan ada berbagai pendapat. Menurut Sumodiningrat (dalam
Permana dan Purnomo) merumuskan lima indikator keberhasilan dalam
pemberdayaan. Kelima indikator tersebut adalah pertama, menurunnya penduduk
miskin. Kedua, berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan
penduduk miskin dengan menggunakan sumber daya yang tersedia. Ketiga,
meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan
penduduk miskin disekitarnya. Keempat, meningkatnya kemandirian kelompok
yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan
kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem
administrasi kelompok serta makin luasnya interaksi kelompok lain di dalam
masyarakat. Kelima, meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan
16
pendapatan yang ditandai dengan peningkatan pendapatan keluarga miskin yang
mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasar.
b. Efek Pengganda Ekonomi sebagai Dampak
Efek pengganda atau biasa disebut multiplaier effect merupakan salah satu
cara mengkaji dampak dari suatu kegiatan atau program. Ada beberapa pandangan
yang menjelaskan tentang efek pengganda ini. Tarigan (2005:129) menerangkan
efek penggada terjadi ketika ada keterkaitan antara permintaan dari luar wilayah,
produksinya meningkat, karena ada keterkaitan yang mengakibatkan produksi
sektor lain juga meningkat dan akan terjadi beberapa kali perputaran pertumbuhan
sehingga total kenaikan produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan dengan
kenaikan permintaan dari luar untuk sektor tersebut. Selanjutnya menurut Tarigan,
unsur efek pengganda ini akan berperan dalam meningkatkan pertumbuhan daerah
lain.
Efek pengganda dapat meliputi beberapa sektor tidak hanya satu atau dua
sektor akan tetapi tergantung pada indikator yang digunakan
(Rustiadi,Saefulhakim, dan Panuju, 2011:181). Selanjutya dijelaskan pula
setidaknya ada dua efek pengganda yaitu efek penggada tenaga kerja dan efek
pengganda pendapatan. Efek pengganda tenaga kerja bertujuan untuk menciptakan
sejumlah pekerjaan baru yang diciptakan ooleh aktivitas ekonomi baru dalam
masyarakat. Efek pengganda pendapatan oleh Blakey dalam Rustiadi,Saefulhakim,
dan Panuju (2011:181) merupakan aproksimasi terbaik untuk mengetahui potensi
17
perubahan kesejahteraan dari aktivitas ekonomi baru. Asumsinya adalah jika suatu
perubahan sektor produksi akan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Di sisi lain, Widodo (2006:176) menjelaskan dalam analisis angka
pengganda, efek penggada dapat pisahkan menjadi pengganda output, pengganda
pendapatan, dan pengganda kesempatan kerja. Widodo (2006.177-179) kemudian
juga menjelaskan masing-masing efek pengganda tersebut.
a. Efek pengganda output
Adanya permintaan akhir pada suatu sektor akan meningkatkan output itu
sendiri dan sektor lain dalam perekonomian. Hal ini dikarenakan adanya efek
langsung dan tidak langsung dari peningkatan permintaan akhir. Selain itu,
Rustiadi,Saefulhakim, dan Panuju (2011:262) menjelaskan pengganda output
merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total
ouput seluruh sektor di suatu wilayah. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan
budidaya durian ini, meningkatnya permintaan sektor di bidang pertanian durian
dapat menimbulkan dampak terhadap sektor lain yang ada di wilayah tersebut
sehingga mempengaruhi total output seluruh sektor.
b. Efek pengganda pendapatan
Perubahan peningkatan permintaan akhir suatu sektor juga akan
mempengaruhi peningkatan pendapatan masyarakat. Asumsinya adalah adanya
peningkatan permintaan akhir secara langsung maupun tidak langsung akan
meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayah produksi tersebut. Peningkatan
permintaan durian hasil pertanian dapat berdampak baik secara langsung maupun
tidak langsung terhadap peningkatan pendapatan petani.
18
c. Efek pengganda kesempatan kerja
Perubahan peningkatan produksi juga berpengaruh pada adanya peningkatan
kesempatan kerja. Peningkatan kesempatan kerja dapat berupa tumbuhnya
lapangan pekerjaan baru atau meningkatnya penyerapan tenaga kerja dari sektor
produksi. Adanya usaha baru budidaya durian ini dapat menyerap tenaga kerja
dalam berbagai bagian produksinya sehingga akan berdampak pada kesempatan
kerja yang terbuka di wilayah tersebut.
Pada penelitian ini difokuskan pada efek pengganda tenaga kerja, efek
pengganda pendapatan dan efek pengganda output. Ketiganya menggunakan
penghitungan statistik sederhana. Efek pengganda output di dasarkan pada
peningkatan permintaan bahan-bahan yang di hasilkan oleh masyarakat sekitar.
c. Teori Evaluasi
Evaluasi merupakan alat dari berbagai cabang ilmu pengetahuan untuk
menganalisis dan menilai fenomena ilmu pengetahuan dan aplikasi ilmu
pengetahuan dalam penerapan ilmu pengetahuan tersebut dalam praktik profesi
(Wirawan,2011:30). Evaluasi dapat dilakukan dalam berbagai hal baik itu
kebijakan, tindakan, kegiatan atau program yang dilaksanakan. Daniel L.
Stufflebeam dan Anthony J. Shinkfield dalam Wirawan (2011:30) mendefinisikan
teori evaluasi program sebagai :
“A program evaluation theory is a coherent set of conseptual, hypotetical,
pragmatic, and ethical principles forming a general framework to guide the study
and practice program evaluation”
19
Wirawan selanjutnya menjelaskan bahwa teori evaluasi menjelaskan
bagaimana memahami objek evaluasi, bagaimana memberikan nilai terhadap
program yang dievaluasi dan kinerjanya, bagaimana mengembangkan ilmu
pengetahuan dari hasil evaluasi. Dalam perkembangannya ada berbagai perspektif
untuk memahami teori evaluasi ini. Setidaknya ada dua model evaluasi yaitu
evaluasi formatif dan evaluasi summatif. Evaluasi formatif menurut The Program
Evaluation Standards dalam Wirawan (2011:86) adalah evaluasi yang didesain dan
dipakai untuk memperbaiki suatu objek, terutama ketika objek tersebut sedang
dikembangkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan evaluasi formatif dilakukan saat
program masih berlangsung dan digunakan sebagai bahan pertimbangan langkah
apa yang harus dilakukan selanjutnya agar program dapat berhasil. Evaluasi
sumatif merupakan evaluasi yang dilaksanakan saat program telah selesai
dilakukan. Sehingg dapat diperoleh hasil apa yang telah dicapai selama program
berlangsung.
Melakukan evaluasi program tidak dapat dilepaskan dari bagaimana
memahami logika program yang ada. Theory Driven Evaluation atau konsep teori
program merupakan evaluasi yang menggunakan logika program sebagai dasar
evaluasinya. Evaluasi berkenaan dengan esensi program yang meliputi tujuan,
perlakuan dan perubahan yang diharapkan dari pelaksanaan program (Wirawan,
2011:70). Konsep teori program sendiri memiliki dua dimensi yaitu dimensi
deskriptif dan dimensi peskriptif (Wirawan, 2011:68-70). Dimensi deskriptif
memfokuskan pada penjelasan program yang meliputi keberfungsian sumber
program, aktivitas, pengaruh, akibat, dan spesifikasi rantai asumsi. Dimensi
20
peskriptif memfokuskan pada apa yang harus dilakukan dalam keadaan yang ideak
dalam melaksanakan program. Namun fokus teori program banyak ke dimensi
deskriptif.
Evaluasi dengan konsep teori program harus mengetahui bagaimana logika
program. Logika program adalah suatu sistematika dan cara visual untuk
menyajikan dan berbagai pemahaman mengenai hubungan diantara sumber-sumber
yang harus dioperasikan dalam program, aktivitas yang harus dilakukan, dan
perubahan atau hasil yang diharapkan. Berikut diagram logika program:
Gambar 1.1
Logika Program
Sumber: Wirawan, 2011:71
Input merupakan masukan sumber-sumber yang diperlukan oleh program
agar dapat berjalan. Sumber ini dapat berupa tenaga, keuangan, dan sumber lain
yang dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk menjalankan program. Proses
merupakan serangkaian aktivitas peralatan, kejadian, teknologi yang merupakan
bagian dari pelaksanaan program atau intervensi program. Output atau keluaran
merupakan produk langsung dari aktivitas yang telah terjadi yang berupa target
jenis dan level layanan yang harus disajikan oleh program. Outcome atau pengaruh
adalah perubahan khusus perilaku, pengetahuan, ketrampilan, status dan level
berfungsinya partisipan program yang mendapat intervensi dalam jangka waktu 1-
5 tahun. Impact atau dampak (akibat) adalah perubahan yang diharapkan atau tidak
21
diharapkan yang terjadi dalam organisasi, masyarakat atau sistem sebagai hasil dari
aktivitas program dalam jangka waktu 6-10 tahun (Wirawan, 2011:71).
Pada penelitian ini lebih difokuskan pada evaluasi megenai dampak program
yang berjalan. Evaluasi dampak program menjadi satu agenda yang dilakukan
untuk melihat dan menilai apakah program berhasil dilakukan atau tidak. Dampak
atau Impact sendiri menurut Wibawa dkk (1994: 121) diterjemahkan sebagai
sebuah akibat yang dihasilkan dari suatu intervensi program kelompok sasaran, baik
akibat tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan oleh intervensi yang dilakukan
ataupun tidak, dari dampak tersebut mampu menimbulkan pola perilaku pada
masyarakat tersebut.
Dampak dapat dibagi menjadi beberapa aspek. Dalam penelitian ini peneliti
membatasi pada dampak sosial dan dampak ekonomi. Dampak sosial dan dampak
ekonomi kerap kali menjadi satu paket yang saling berkaitan. Suratmo (20014: 116-
117) menerangkan beberapa komponen dari dampak sosial-ekonomi. Komponen
tersebut antara lain: penyerapan tenaga kerja, perkembangan struktur ekonomi,
peningkatan pendapatan, perubahan lapangan pekerjaan, kesehatan masyarakat,
dan bentuk komponen kritis lain seperti sumber daya. Sedangkan dampak sosial
sendiri adalah perubahan yang terjadi pada manusia dan masyarakat yang
diakibatkan oleh aktivitas pembangunan (Hadi, 1995:24). Pengertian dampak sosial
tersebut sangat luas, sehingga peneliti kembali membatasi apa yang dimaksud
perubahan. Peneliti membatasi perubahan dengan aspek-aspek yang ada dalam
konsep pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan uraian dampak tersebut, peneliti
kemudian mengambil batasan terkait dampak sosial dan ekonomi. Pada penelitian
ini, dampak sosial dan ekonomi merupakan perubahan hasil proses pemberdayaan
22
yang dilakukan oleh PT. Pertamina (Persero) melalui kegiatan CSRnya dimana,
dampak sosial dan ekonomi ini memiliki indikator adanya perubahan pada
pendapatan penerima program, penyerapan tenaga kerja, perkembangan ekonomi
lokal, perkembangan kapasitas, dan perkembangan kapabilitas masyarakat
penerima program.