Upload
andykayayansetiawan
View
117
Download
22
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 52 BAHAN-BAHAN KEMOTERAPI
Telah diketahui bahwa berbagai penyakit periodontal disebabkan oleh infeksi bakteri.
Bakteri mulai melekat kembali pada mahkota gigi segera setelah gigi dibersihkan.
Berjalannya waktu, plak supragingiva menjadi lebih kompleks, menyebabkan bakteri
lebih pathogen. Bakteri pada apikal dan menjadi subgingiva, dan akhirnya tulang
rusak, poket periodontal terbentuk. Pada poket periodontal, bentuk bakteri sangat
terstruktur dan kompleks biofilm. Karena proses ini berlanjut, biofilm bakteri meluas
sangat jauh secaar subgingiva dimana pasien tidak dapat mencapainya dengan
pembersihan rongga mulut. Selain itu, komplek biofilm tersebut memberikan
beberapa perlindugan dari mekanisme imunnologi host pada poket periodontal.,
sebagaiman antibiotik yang digunakan pada perawatan. Telah ditunjukkan bahwa
kekuatan antibiotik 500 kali lebih besar daripada dosis terapi biasa yang diperlukan
untuk efektif melawan bakteri pada biofilm.
Oleh karena itu masuk akal untuk merawat poket periodontal dengan
penghilangan secara mekanis faktor lokal (termasuk kalkulus) dan juga karena
gangguan biofilm plak subgingiva itu sendiri. Penghilangan mekanis mencakup
instrumentasi manual (contoh skaling dan root planing) dan instrument mesin
(ultrasonic scalar), dan prosedur tersebut dapat dipertimbangkan “terapi antiefektif”.
Banyak agen-agen kemoterapi sekarang tersedia bagi dokter gigi untuk merawati
penyakit periodontal (antibiotik oral) dan terapi antiinfeksi lokal (penempatan agen
antiinfeksi secara langsung pada pokte periodontal) dapat mengurangi gangguan
bakteri pada periondonsium.
Bakteri dan produk toksinnya menyebabkan “kerusakan tulang langsung”.
Tapi, pada akhirnya respon imun yang dimiliki tubuh terhadap infeksi bakteri tersebut
dapat menyebabkan destruksi tulang yang lebih (“kerusakan tulang tidak langsung”)
daripada yang disebabkan okeh bakteri pathogen dan produknya. Respon imun
tersebut dapat dipengaruhi lingkungan (contoh penggunaaan tembakau), dapatan
(penyakit sistemik), dan faktor resiko genetic. Agen kemoterapi dapat memodulasi
respon imun host terhadap bakteri dan mengurangi respon imun host yang merusak
diri sendiri terhadap bakteri pathogen dan oleh karena itu mengurangi kehilangan
tulang. Ini juga wajib pada penyedia pelayanan kesehatan untuk konsul pasien
berdasarkan efek faktor sistemik yang merugikan, mencakup penggunaan tembakau
dan stress. Bab ini membahas indikasi dan protokol untuk mengoptimalkan
penggunaan agen kemoterapi pada perawatan penyakit periodontal.
Penting untuk dicatat bahwa kerja yang signifikan telah dilakukan pada
pendekatan berbasis bukti sistematik untuk mengevaluasi berbagai terapi ntiinfektif
dan modulasi host. Meta analisa dari penelitian yang sama memberikan kekuatan
analisa statitika untuk mengevaluasi agen kemoterapi pada perawatan penyaki
tperiodotal Tapi malangnya, standarisasi protokol penelitian belum dilakukan. Oleh
karema itu, beberapa penelitian walupn relevan , tidak digunakan pda pendekatan
berbasis bukti. Penelitian lebih lanjut yang sama dan berbasis bukti merupakan
protokol yang perlu dijelaskan dengan lebih tepat untuk menggunakan agen
antiinfektif dalam perawatan penyakit periodontal.
DEFINISI
Agen kemoterapi merupakan istilah umum untuk bahan kimia yang memberikan
keuntungan terapetik klinis. Istilah ini tidak spesifik dalam apa yang agen lakukan
dalam mendapatkan keuntungan klinis. Keuntungan klinis dapat diperoleh melalui
aksi antimikroba attau peningkatan ketahanan atau resistensi tubuh. Agen antiinfektif
merupakan agen kemoterapetik yang berkerja dengan mengurangi jumlah bakteri
yang ada. Antibiotik terdiri dari tipe alami, semisintetik, sintetik agen antiinfektif
yang merusak atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme selektif, pada
umumnya dalam konsentrasi rendah. Antiseptik merupakan agen antimikroba kimia
yang diaplikasikan secara topical atau subgingival pada membrane mukosa, luka, atau
permukaan kulit untuk merusak mikroorganisme dan menghambat reproduksi atau
metabolism mereka. Dalam kedokteran gigi, antiseptic secara luas digunakan sebagai
bahan aktif dalam antiplak dan obat kumur antigingivitis dan pasta gigi. Disinfektan,
merupakan subkategori antiseptic, merupakan agen antimikroba yang pada umumnya
diaplikasikan pada permukaan yang mati untuk merusak mikroorganisme.
Agen kemoterapi dapat digunakan secara oral ataupun lokal. Dengan
pendekatan tujuannya, adalah untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada pada poket
periodontal. Pemberian secara sistemik antibiotik mungkin merupakan tambahan
penting dalam mengontrol infeksi bakteri karen bakteri dapat menyerang jaringan
periodontal, sehingga terapi mekanis sendiri kadang tidak efektif. Pemberian secara
lokal agen antiinfektif, pada umumnya langsung pada poket, mempunyai potensi
untuk konsentrasi yang lebih besar secara langsung pada area yang terinfeksi dan
mengurangi kemungkinan efek samping sistemik.
Selain itu, agen kemoterapi tunggal dapat mempunyai mekanisme aksi
ganda. Sebagai contoh, tetrasiklin (khususnya doksisiklin) merupakan agen
kemoterapi yang dapat mengurangi kolagen dan merusak tulang melalui
kemampuannya untuk menghambat enzim kolagenase. Sebagai agen antibiotik, tetra
juga dapat mengurangi pathogen periodontal pada penyakit periodontal.
Pemberian sistemik antibiotik
Latar belakang dan dasar pemikiran
Perawatan dari penyakit periodontal berdasarkan sifat infeksi penyakit tersebut.
Secara ideal, mikroorganisme penyebab harus diidentifikasi dan agen yang paling
efektif dipilih menggunakan uji antibiotik. Walaupun kelihatannya mudah, kesulitan
terutama pada identifikasi spesifik mikroorganisme penyebab daripada
mikroorganisme yang hanya berhubungngan dengan berbagai gangguan periodontal.
Antibiotik idela untuk penggunaan dalam pencegahan dan perawatan
penyakit periodontal harus spesifik untuk pathogen periodontal. Alogenik dan
nontoksik, substantive, tidak umum digunakan untuk penyakit lain, dan tidak mahal.
Akhir-akhir ini, antibiotik ideal untuk penyakit periodontal tidak ada. Walaupun
bakteri rongga mulut rentan terhadap banyak antibiotik, tidak ada antibiotik tunggal
pada konsentrasi yang dicapai dalam cairan tubuh dapat menghambat pathogen
periodontal. Memang, kombinasi antibiotik penting untuk menghilangkan semua
pathogen yang ada dari beberapa poket periodontal.
Implikasi biologis
Antibiotik sistemik dilepaskan dari dinding poket ke dalam cairan crevicular gingiva
(GCF). Patogen periodontal (“kompleks merah”) cenderung untuk menetap pada
biofilm yang melekat pada permukaan epitel poket periodontal. Kerentanan bakteri
dan kerentanan mereka terhadap antibiotik mungkin merupakan kunci untuk
keberhasilan antibiotik sistemik dalam perawatan penyakit periodontal. Tinjauan
sistematik terbaru menyimpulkan bahwa jika pasien menggunakan antibiotik
sistemik, ini memungkinkan untuk menjadi keuntungan pada perawatan dari infeksi
periodontal pasien.
Petunjuk untuk penggunaan antibiotik pada terapi periodontal mencakup berikut ini:
1. Diagnosis klinis dan keadaan menunjukkan kebutuhan untuk kemungkinan
dilakukannya terapi antibiotik sebagai tambahan dalam mengontrol penyakit
periodontal aktif.
2. Aktivitas penyakit yang berlanjut, diukur dengan kehilangan perlekatan yang
terus-menerus (poket probing depth ditambah resesi, eksudat purulen, dan
poket periodontal yang berlajut dari 5 mm atau lebih besar yang berdarah
pada saat probing, sebagai indikasi keterlibatan periodontal dan analisis
kemungkinan mikroba melalui sampling plak.
3. Ketika digunakan untuk penyakit periodontal, antibiotik dipilih berdasarkan
status medis dan dental pasien, medikasi terakhir, dan hasil daru analisis
mikroba, jika dilakukan.
4. Sampling plak mikroba mungkin dilakukan berdasarkan instruksi dari
laboratorium. Sampel biasanya diambil pada permulaan kunjungan sebelum
instrumentasi poket. Plak supragingiva dihilangkan, dan paper point
endodontik dimasukkan pada subgingiva kedalam poket yang terdalam untuk
menyerap bakteri pada plak yang terlepas.
5. Sampling plak dapat dilakukan pada pemeriksaan awal, root planing,
reevaluasi, atau kunjungan terapi periodontal pendukung. Indikasi klinsi untuk
uji plak mikroba mencakup bentuk aggresif penyakit periodontal, penyakit
yang sulit sembuh terhadap terapi mekanis standar, dan periodontitis yang
berhubungan dengan kondisi sistemik.
6. Antibiotik juga menunjukkan manfaat dalam pengurangan kebutuhan bedah
periodontal pada pasien dengan periodontitis kronis.
7. Beberapa penelitian menunjukkan perlekatan kembali dengan antibiotik yang
diberikan secara monoterapi. Tapi, bukti tidak cukup untuk rekomendasi
terapi antinikroba sistemik sebagai monoterapi (perawatan yang berdiri
sendiri tampa skaling dan root planing atau bedah).
Kemoterapi lain termasuk agen antiinfektif subgingiva yang diberikan secara lokal,
obat kumur klorheksidin setelah debridement, dan irigasi intraoral dirumah (contoh
Water Pik) dengan atau tanpa agen kemoterapi. Klorheksidin glukonat efektif sebagai
obat kumur antiplak untuk mengurangi gingivitis , tapi tidak sebagai irigasi
subgingival untuk mengurangi gingivitis, tapi tidak sebagai irigasi subgingiva untuk
mengurangi poket periodontal. Aktivitas antiinfektif klorheksidin glukonat sangat
mengurangi adanya bahan prganik pada poket periodontal subgingiva.
8. Slots dkk menjelaskan langkah-langkah menggunakan agen antiinfektif untuk
meningkatkan penyembuhan regenerative. Mereka disarankan mulai
menggunakan antibiotik 1 atau 2 hari sebelum bedah dan terus-menerus untuk
total selama setidaknya 8 hari. Tapi, manfaat dari cara ini tidak dicatat secara
baik, dan penelitian lebih lanjut diperlukan.
9. Menggunakan teknik yang berbasis bukti, meta analisi menunjukkan
perbaikan signifikan secara statistic pada kehilangan perlekatan ketika
tetrasiklin dan metronidazole digunakan sebagai tambahan untuk skaling dan
root planing.
Agen antiinfektif berikut ini semua telah digunakan dengan berhasil pada perawatan
periodontal. Tapi sayangnya, tidak terdapat pilihan yang terbaik dari antibiotik pada
saat ini. Oleh karena itu dokter gigi harus menyatukan riwayat penyakit pasien, gejala
dan tanda klinis, dan hasil dari pemeriksaaan radiografi dan kemungkinan sampling
untuk menentukan terapi periodontal.
Tetrasiklin
Tetrasiklin telah secara luas digunakan pada perawatan penyakit periodol. Mereka
sering digunakan untuk merawat refractory periodontitis, mencakup aggressive
periodontitis (LAP). Tetrasiklin mempunyai kemampuan untuk berkonsentrasi pada
jaringan periodontal dan menghambat pertumbuhan Actinobaccilus
actinomycetemcomitans. Selain itu, tetrasiklin mempunyai efek antikolagenase yang
dapat menghambat kerusakan jaringan dan mungkin membantu regenerasi tulang.
Farmakologi. Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotik yang dihasilkan
secara alami oleh spesies tertentu Streptomyces atau turunannnya secara semisintetik.
Antibiotik tersebut merupakan bakteriostatik danb efektif melawan multiplikasi
bakteri dengan cepat. Mereka pada umumnya lebih efektif melawan bakteri gram
positif daripada bakteri gram negative. Tetrasiklin efektif dalam merawat penyakit
periodontal karena konsentrasinya dalam cairan gingiva adalah 2 sampai 10 kali pada
serum. Ini memungkinkan konsentrasi tinggi obat dapat dikirimkan kedalam pokte
periodontal.
Penggunaan klinis. Tetrasiklin telah diteliti sebagai tambahan pada
perawatan LAP. A.actinomycetemcomitans merupakan mikroorganisme penyebab
tersering pada LAP dan menginvasi jaringan. Oleh karena itu, penghilangan mekanis
kalkulus dan plak dari permukaan akar mungkin tidak menghilangkan bakteri tersebut
dari jaringan periodontal. Tetrasiklin sistemik dapat menghilangkan bakteri jaringan
dan menujukkan penghentian kehilangan tulang dan menekan level
A.actinomycetemcomitans, dalam hubungannnya dengan skaling dan root planing.
Terapi kombinasi tersebut memungkinkan penghilangan mekanis deposit dari
permukaan akat dan penghilangan bakteri pathogen dari dalam jaringan. Peningkatan
level tulang setelah perawatan juga dilaporkan dari penggunaan obat ini. Karena
peningkatan resistensi dari tetrasiklin, metronidazole atau amoxicillin dengan
metronidazole ditemukan lebih efektif dalam merawat aggressive periodontitis pada
anak-anak. Beberapa peneliti mempercayai bahwa kombinasi metronidazole dengan
amoxicillin-asam klavulanik merupakan antibiotik yang paling sering digunakan.
Agen spesifik. Tetrasiklin, minosiklin dan doksisiklin merupakan anggota dari
kelompok tetrasiklin yang digunakan pada terapi periodontal.
Tetrasiklin. Diperlukan sediaan tetrasiklin 250 mg empat kali sehari. Tidak mahal,
tapi kekooperatifan mungkin berkuran kerana harus meminumnya empat kali sehari.
Minosiklin. Minosiklin efektif terhadap spectrum luas mikroorganisme. Pada pasien
dengan adult periodontitis, dia menekan spirochetes dan motile rod sama efektifnya
dengan skaling dan root planign, dengan penekanan hingga 3 bulan setelah terapi.
Minosiklin dapat diberikan dua kali sehari, sehingga mempermudah kekooperatifan
dibandingkan dengan tetrasiklin.
Doksisiklin. Doksisiklin mempunyai spectrum aktivitas yang sama dengan minosiklin
dan mungkin sama-sama efektif. Karena doksisiklin dapat diberikan hanya sekali
sehari, tapi pasien lebih sering mengeluh. Keluhan dikarenakan penyerapannya dari
saluran pencernaan. Dosis yang direkomendasikan ketika digunakan sebagai agen
anti infektif adalah 100 mg pada hari pertama, kemudian 100 mg pada hari
selanjutnya.
Metronidazole
Farmakologi. Metronidazole merupakan senyawa nitroimidazole yang dikembangkan
di Prancis untuk merawat infeksi protozoa. Mempunyai sifat bakterisid terhadap
organisme anaerobic dan dipercaya dapat mengganggu sintesis DNA bakteri dalam
kondisi dengan potensi pengurangan yang rendah. Metronidazole bukan merupakan
drug of choice untuk merawat infeksi A.actinomycetemcomitans, tapi mungkin efektif
pada level terapetik karena metabolit hidroksinya. Tapi, metronidazole efektif
terhadap A.actinomycetemcomitans jika dikombinasikan dengan antibiotik lain.
Metronidazole juga efektif melawan bakteri anaerob seperti Porphyromonas
gingivalis dan Prevotella intermedia.
Penggunaan klinis. Metronidazole telah digunakan secara klinis untuk
merawat gingivitis, NUG, periodontitis kronis, dan aggressive periodontitis.
Digunakan sebagai monoterapi dan juga kombinasi dengan root planing dan
pembedahan atau dengan antibiotik lain. Metronidazole juga telah berhasil digunakan
untuk merawat NUG.
Sediaan secara sistemik (750-1000 mg/hari selama 2 minggu), metronidazole
mengurangi pertumbuhan flora anaerob, termasuk spirochete, dan menurunkan tanda-
tanda klinis dan histopatologis periodontitis. Sediaan paling umum adalah 250 mg
tiga kali sehari selama 7 hari.
Efek samping. Metronidazole mempunyai efek antabuse ketika disertai
dengan konsumsi alcohol. Pada umunya respon sesuai dengan yang dikonsumsi dan
dapat menyebabkan kram parah, nausea, vomiting. Produk yang mengandung alcohol
harus dihindari selama terapi dan setidaknya 1 hari setelah terapi selesai.
Penisilin
Farmakologi. Penisilin merupakan drug of choice untuk perawtan banyak infeksi
serius pda manusia dan antibiotik yang paling luas digunakan, Penisilin merupakan
turunan alami dan semisintetik dari kultur penicillium Mereka menghambat produksi
dinding bakteri dan oleh karena itu bersifat bakterisid.
Penggunaan klinis. Penisilin tidak menunjukkan peningkatan level
perlekatan periodontal dan penggunaannya pada terapi periodontal tidak dibenarkan.
Efek samping. Penisilin dapat menginduksi reaksi alergi dan resistensi
bakteri; hingga 10 % pasien mungkin alergi terhadap penisilin.
Amoxicillin. Amoxicillin merupakan penisilin semisintetik dengan spectrum
antiinfektif lebih luas yang mencakup bakteri gram positif dan garam negative. Ini
menunjukkan penyerapan yang baik setelah digunakan secara oral. Amoxicillin
rentan terhadap penisilinase, enzim β-laktamase yang dihasilkan bakteri tertentu
yang memecah struktur cincin penisilin dan oleh karena itu menyebabkan penisilin
tidak efektif. Amoxicillin berguna untuk penatalaksanaan pasien dengan aggressive
periodontitis dan dosis yang disarankan adalah 500 mg selama 8 hari.
Amoxicillin-Clavulanate Potassium. Kombinasi amoxicillin dengan
clavunalate potassium membuat agen antiinfektif ini resisten terhadap enzim
penisilinase yang dihasilkan beberapa bakteri. Obat ini mungkin bergunga pada
penatalaksanaan pasien dengan LAP atau refractory periodontitis.
Cephalosporins
Farmakologi. Golongan β-lactam yang dikenal dengan cephalosporin
mempunyai aksi dan struktur yang sama dengan penisilin. Mereka sering digunakan
pada pengobatan dan resisten terhadap sejumlah β-laktamase yang secara normal
aktif melawan penisilin.
Penggunaan klinis. Cephalosporins pada umumnya digunakan untuk
merawat infeksi yang berhubungan dengan gigi. Penisilin mempunyai kelebihan
daripada cephalosporin dalam rentang aksi mereka melawan bakteri pathogen
periodontal.
Efek samping. Pasien yang alergi terhdap penisilin harus dipertimbangkan
alergi terhadap semua produk β-laktam. Rash, urtikaria, demam dan gangguan
saluran pencernaan berhubungan dengan penggunaan cephalosporin.
Klindamisin
Farmakologi. Klindamisin efektif melawan bakteri anaerob. Dia efektif pada
konsisi dimana pasien alergi terhadap penisilin.
Penggunaan klinis. Klindamisin menunjukkan keberhasilan pada pasien
dengan refractory periodontitis dengan terapi tetrasiklin.
Efek samping, klindamisin berhubungan dengan colitis pseudomembran, tapi
kejadiannya lebih tinggi daripada cephalosporin dan ampisilin. Diarea atau kram
mungkin akan terjadi selama terapi klindamisin yang dapat diindikasikan sebagai
colitis, dan klindamisin harus dihentikan.
Siprofloksasin
Farmakologi. Siprofloksasin merupakan quinolon aktif melawan gram
negative rods, termasuk semua bakteri pathogen periodontal anaerob dan fakultatif.
Penggunaan klinis. Karena menunjukkan efek minimal pada spesies
Streptococcus , dimana berhubungan dengan kesehatan periodontal, terapi
siprofloksasin mungkin memfasilitasi pembentukan mikrofolra yang berhubungan
dengan kesehatan periodontal.
Efek samping. Nausea, sakit kepala, rasa besi pda mulut, dan gangguan
abdominal berhubungan dengan siprofloksasin.
Terapi antibiotik berkelanjutan dan kombinasi
Dasar pemikiran
Karena infeksi periodontal mengandung berbagai macam bakteri, tidak ada antibiotik
tunggal yang mefektif melawan semua pathogen. Memang, perbedaan yang ada pada
flora mikroba berhubungan dengan berbagai sindrom penyakit periodontal.
Penggunaan klinis
Antibiotik yang bersifat bakteriostatik (contoh tetrasiklin) pada umumnya
membutuhkan pembelahan mikroorganisme dengan cepat untuk menjadi efektif.
Kesimpulan
Skaling dan root planing sendiri efektif dalam mengurangi kedalaman poket,
mendapatkan peningkatan level perlekatan periodontal. Dan menurunkan tingkat
keradangan (bleeding on probing). Jika skaling dan root planing dikombinasikan
dengan penempatan obat-obatan pada subgingiva (contoh minosiklin gel), tapi.
Keuntungan klinis tambahan memungkingkan, termasuk pengurangan kedalaman
poket, mendapatkan lebih level perlekatan klinis, dan pengurangan lebih jauh dalam
keradangan. Peningkatan level perlekatan klinis juga terjadi dengan gel klorheksidin
dan doksisiklin. Bukti menunjukkan bahwa beberapa antibiotik memberikan
perbaikan tambahan dalam level perlekatan ketika digunakan sebagai prosedur
tambahan selain skaling dan root planing. Penggunaan perawatan kemoterapi tidak
menghasilkan efek yang signifikan pada pasien.