35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Peneliti Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan kajian yang berkaitan dengan faktor sosial dan personal terhadap niat beli konsumen baju bekas adalah : a. Dwi Agung Wibowo (2001) Penelitian yang berjudul Analisis Minat Beli Barang Bekas Di Toko Barkas Yogyakarta Penelitian ini untuk mengidentifikasikan pengaruh atribut produk yaitu kualitas produk, harga,dan pelayanan terhadap minat beli barang bekas dikalangan mahasiswa. Selain itu juga menjelaskan pengaruh yang dominan antara kualitas produk, harga, dan pelayanan terhadap minat beli barang bekas. Untuk mengetahui pengaruh variabel kualitas produk, harga dan pelayanan terhadap minat beli barang 6

Bab 2 tinjauan pustaka kajian peneliti terdahulu. konsep pelayanan. pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

Embed Size (px)

DESCRIPTION

alam file mantap kajian peneliti terdahulu..............................................................................................................................................................................................................................................nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnhhjhjghghhvhvhvnv n n n nnbnbnbnhjgg

Citation preview

Page 1: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Peneliti Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain

yang dapat dipakai sebagai bahan kajian yang berkaitan dengan faktor sosial

dan personal terhadap niat beli konsumen baju bekas adalah :

a. Dwi Agung Wibowo (2001)

Penelitian yang berjudul Analisis Minat Beli Barang Bekas Di Toko

Barkas Yogyakarta Penelitian ini untuk mengidentifikasikan pengaruh

atribut produk yaitu kualitas produk, harga,dan pelayanan terhadap minat

beli barang bekas dikalangan mahasiswa. Selain itu juga menjelaskan

pengaruh yang dominan antara kualitas produk, harga, dan pelayanan

terhadap minat beli barang bekas. Untuk mengetahui pengaruh variabel

kualitas produk, harga dan pelayanan terhadap minat beli barang bekas

maka digunakan alat analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian

dengan analisis regresi menunjukkan ada pengaruh positif dan signifikan

kualitas produk, harga dan pelayanan terhadap minat beli. Secara parsial

variabel kualitas produk dan pelayanan berpengaruh pada variabel minat

beli barang bekas, hanya variabel harga yang tidak berpengaruh terhadap

minat beli. Variabel yang dominan mempengaruhi minat beli adalah

variabel kualitas produk. Secara keseluruhan dilihat dari jawaban

kuisioner responden menyatakan berminat membeli barang bekas.

6

Page 2: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

Persamaan peneliti terdahulu dengan yang akan penulis lakukan adalah

meneliti niat beli konsumen dengan menggunakan alat analisis yang

sama yaitu regresi linear berganda.

Perbedaan peneliti terdahulu dengan yang akan penulis lakukan yaitu,

peneliti terdahulu lebih bersifat umum yaitu barang bekas, sedangkan

penelitian yang akan penulis lakukan lebih spesifik pada baju bekas

b. Tommy Hendro Trisdiarto (2012) 

Penelitian yang berjudul Pengaruh Faktor Sosial Dan Personal Terhadap

Sikap Dan Niat Beli Konsumen Untuk Barang Fashion Palsu Di Kota

Denpasar Dan Kabupaten Badung. Jenis penelitian ini adalah deskriptif,

dengan desain kuesioner yang dirancang menggunakan skala numerik

dengan skala 1-5, dan dilakukan di Kota Denpasar dan Kabupaten

Badung melalui metode "mal mencegat". Teknik statistik SEM

digunakan untuk menganalisis data. Penelitian ini hanya merujuk pada

barang fashion palsu, dan temuan dalam penelitian ini adalah bahwa

Faktor Sosial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap sikap

konsumen dan juga terhadap niat beli konsumen, begitu juga dengan

Faktor Personal yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

sikap konsumen dan niat beli konsumen. Terakhir adalah sikap

konsumen juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli

konsumen. Keterbatasan Penelitian hanya terbatas untuk konsumen di

Kota Denpasar dan Kabupaten Badung yang tidak dapat digeneralisir di

seluruh Indonesia atau pasar internasional lainnya. Konteks budaya lain

7

Page 3: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

dan kategori produk harus diselidiki di masa depan. Implikasi Praktis

penelitian ini memberikan pemahaman mendalam tentang sikap

konsumen di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung terhadap pemalsuan

barang fashion. Temuan penelitian dapat digunakan untuk merumuskan

strategi untuk akademisi, praktisi, dan lebih penting, para pembuat

kebijakan untuk membantu memberantas kegiatan pemalsuan. Studi

sebelumnya banyak dibuat pada pemalsuan dan pembajakan musik,

media, dan lainnya, sedangkan penelitian ini difokuskan secara eksklusif

pada barang fashion.

Persamaan peneliti terdahulu dengan yang akan penulis lakukan adalah

meneliti faktor sosial dan faktor personal konsumen.

Perbedaan peneliti terdahulu dengan yang akan penulis lakukan yaitu,

peneliti terdahulu objeknya adalah konsumen fashion palsu sedangkan

objek yang peneliti teliti adalah konsumen baju bekas.

2.2. Faktor Sosial

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor sosial. Beberapa contoh

faktor sosial adalah kelompok kecil, keluarga serta peranan dan status sosial

konsumen. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil.

Definisi kelompok adalah dua orang atau lebih yang berhubungan untuk

mencapai tujuan bersama. Keluarga dapat pempengaruhi perilaku pembelian.

Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam

masyarakat. Faktor sosial merujuk kepada efek yang diberikan dari seseorang

kepada sikap konsumen individu lainnya (Ang et al., 2001). Dua bentuk yang

8

Page 4: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

biasanya muncul adalah information susceptibility dan normative

susceptibility (Bearden et al., 1989; Wang et al., 2005).

Information susceptibility terjadi ketika sebuah keputusan pembelian

terjadi berdasarkan opini seseorang yang ahli (expert’s opinion) (Ang et al.,

2001; Wang et al., 2005). Opini dari orang lain tentunya menjadi sangat

berguna bagi seorang konsumen yang memiliki pengetahuan sangat terbatas

mengenai suatu produk. Sedangkan normative susceptibility adalah sebuah

keputusan pembelian berdasarkan harapan untuk dapat memikat orang lain

(Ang et al., 2001; Wang et al., 2005; Penz and Stottinger, 2005). Ada juga

dalam penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa derajat dari

collectivism berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain, tergantung pada

lokasinya (Koch and Koch, 2007). Lebih jauh dikatakan bahwa collectivism

adalah target-specifik (Hui et al., 1991). Bisa dikatakan bahwa seorang

individu merasa lebih terkumpul pada satu group tertentu dan menjadi lebih

individualistik terhadap group lainnya. Hofstede (1991) juga mengatakan

bahwa negara yang banyak memiliki collectivism adalah negara yang

memiliki pembangunan ekonomi yang cukup lambat.

2.3.Faktor Personal

Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh faktor pribadi seperti

umur dan tahapan daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta

kepribadian dan konsep diri pembeli. Umur sangat mempengaruhi keputusan

seorang konsumen dalam melakukan pembelian barang atau jasa. Tentunya

seorang anak yang belum bekerja tidak akan melakukan pembelian secara

9

Page 5: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

berlebihan. Sebaliknya, seorang yang sudah bekerja dan mempunyai

penghasilan lebih berpotensi untuk melakukan pembelian yang lebih besar.

Selain umur, pekerjaan juga mempengaruhi pembelian seorang konsumen.

Uang adalah sebuah alat untuk melakukan pembelian. Seseorang yang

bekerja dengan penghasilan lebih besar tentunya lebih berpotensi untuk

melakukan pembelian yang lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang

bekerja dengan penghasilan yang lebih kecil. Situasi ekonomi juga

mempengaruhi tingkat pembelian di sebuah negara. Negara yang sedang

mengalami krisis akan berdampak pada menurunnya tingkat ekonomi

masyarakatnya. Uang akan menjadi barang langka yang tentunya tidak akan

digunakan untuk keperluan yang tidak mendesak. Hal ini menyebabkan

tingkat pembelian akan cenderung menurun. Pengaruh gaya hidup konsumen

sangat tergantung pada konsumen itu sendiri.

Kebanyakan pembeli barang mewah mencari nilai untuk merek,

prestige, dan juga image namun tidak bersedia untuk membayar harga yang

mahal (Bloch et al., 1993). Pencarian novelty adalah sebuah rasa penasaran

dari konsumen untuk mencari varian dan perbedaan (Hawkins et al., 1980;

Wang et al., 2005). Konsumen yang mencari Novelty tentunya sangat tertarik

kepada produk yang memiliki resiko pembelian yang kecil (low purchase

risk). Berdasarkan teori Kohlberg akan moral competency theory (1976)

perilaku konsumen akan dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi mereka. Nilai-

nilai seperti integrity akan mempengaruhi mereka dalam melakukan kegiatan

yang tidak beretika dan tidak legal (Steenhaut and Van Kenhove, 2006).

10

Page 6: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

Integrity ditentukan oleh standar etika pribadi dan kepatuhan terhadap

hukum. Personal gratification adalah kebutuhan seseorang untuk merasa

sukses dan berhasil, mendapatkan pengakuan dari masyarakat, dan keinginan

untuk menikmati yang terbaik dalam hidup (Ang et al., 2001; Wang et al.,

2005). Konsumen yang meiliki personal gratification yang tinggi akan

menjadi lebih sadar untuk memiliki penampilan yang sangat bailk Oleh

karena itu, ada kemungkinan besar kalau mereka sangat tidak suka untuk

membeli barang dengan standar rendah dan tentunya memiliki pandangan

yang negatif dalam melakukan pembelian baju bekas.

Status consumption telah lama didefinisikan sebagai pembelian,

penggunaan, dan konsumsi dari barang dan jasa untuk meningkatkan status

(Mason, 1981; Scitovsky 1992; Eastman et al., 1997). Status memerlukan

adanya rasa menghargai dan rasa iri yang datang dari orang lain, dan

mewakili tujuan dari sebuah budaya. Lebih lanjut, hal ini meliputi adanya

ranking sosial atau pengakuan sebuah komunitas terhadap individu (Dawson

and Cavell, 1986; Scitovsky, 1992; Eastman, 1997). Adalah sangat tidak

akurat untuk mengatakan bahwa hanya mereka yang kaya yang melakukan

status consumption (Freedman, 1991; Miller, 1991; Eastman et al., 1997;

Shipman, 2004). Status consumption dilakukan oleh konsumen yang mencari

kepuasan pribadi dan ingin memperlihatkan prestige dan status mereka

kepada lingkungan sekitar, biasanya lewat bukti-bukti yang terlihat (Eastmen

et al., 1997). Status consumers mencari merek-merek yang memiliki simbol

yang dapat menaikkan status mereka. Oleh karena itulah konstruk dari status

11

Page 7: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

consumptin akan menggunakan scale yang dipakai oleh Eastmen et al.

(1997).

2.4.Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung

terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan

jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini

(Engel, Blackwell, & Miniard 1994). Hawkins, Best, dan Coney (2001)

mendefinisikan perilaku konsumen sebagai studi terkait individu, kelompok,

atau organisasi dan proses yang digunakan mereka dalam menyeleksi,

menggunakan, dan menempatkan produk, jasa, pengalaman, atau ide menjadi

alat pemuas kebutuhan dan dampaknya bagi konsumen dan masyarakat.

Menurut Schiffman dan Kanuk (1983), perilaku konsumen adalah

perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli,

menggunakan, mengevaluasi, dan membuang sisa-sisa produk, jasa, dan ide,

dimana mereka mengharapkan kebutuhannya terpenuhi melalui perilaku

tersebut. Lebih lanjut oleh Solomon (2002), perilaku konsumen dapat

diartikan sebagai kajian tentang proses-proses yang meliputi pemilihan,

pembelian, penggunaan, atau pembuangan sisa-sisa produk, jasa, ide, atau

pengalaman untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan yang dilakukan

secara individu atau kelompok.

Studi mengenai perilaku konsumen tidak hanya berfokus kepada apa

yang dibeli oleh kosumen, tetapi juga alasan mereka membeli, kapan,

dimana, bgaimana mereka membelinya, dan sesering apa mereka melakukan

12

Page 8: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

pembelian (Schiffman dan Kanuk 1983). Penelitian mengenai perilaku

konsumen dapat dilakukan dalam setiap fase proses konsumsi (sebelum

pembelian, ketika membeli, dan setelah pembelian). Terdapat dua tipe

konsumen, yaitu:

1. Konsumen pribadi. Membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri,

atau untuk penggunaan di dalam rumah tangga.

2. Konsumen organisasi. Membeli barang dan jasa untuk menjalankan

organisasinya.

Sumarwan (2004) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan

semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan

tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan,

menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan evaluasi.

 2.5.Model Sikap Konsumen

Menurut Sumarwan (2004), sikap konsumen merupakan faktor

penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Loudon dan Bitta

(1984) mendefinisikan sikap sebagai perasaan seseorang terhadap objek

(positif atau negatif, baik atau buruk, dan pro atau kontra). Sikap memiliki

beberapa karakteristik penting, yaitu: (1) memiliki objek, (2) memiliki arah,

intensitas, dan derajat, (3) memiliki struktur, dan (4) dapat dipelajari.

Sumarwan (2004) mendefinisikan sikap sebagai ungkapan perasaan seorang

konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa

menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan

manfaat dari objek tersebut. Kepercayaan konsumen adalah pengetahuan

13

Page 9: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

konsumen mengenai suatu objek, atributnya, dan manfaatnya. Menurut

allport, sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan

pada suatu objek atau kelompok objek baik disenangi atau tidak disenangi

secara konsisten (Sutisna 2001). Engel, Blackwell, dan Miniard (1995b)

menyatakan bahwa sikap memiliki tiga komponen, yaitu: (1) kognitif

(pengetahuan), (2) afektif (perasaan), dan (3) konatif (tindakan). Katz (1960),

diacu dalam Sumarwan (2004), mengemukakan empat fungsi dari sikap,

yaitu utilitarian, mempertahankan ego, ekspresi nilai, dan pengetahuan.

1. Fungsi utilitarian (The Utilitarian Function)

Seseorang menyatakan sikapnya terhadap suatu objek atau produk

karena ingin memperoleh manfaat dari produk (rewards) tersebut atau

menghindari produk (punishment)

2. Fungsi mempertahankan ego (The Ego-defensive Function)

Sikap berfungsi untuk melindungi seseorang (citra diri) dari

keraguan yang muncul dari dalam dirinya sendiri atau dari faktor luar

yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya.

3. Fungsi ekspresi nilai (The Value-Expressive Function)

Sikap berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup, dan

identitas social seseorang. Sikap akan menggambarkan minat, hobi,

kegiatan, dan opini dari seorang konsumen.

4. Fungsi pengetahuan (The Knowledge Function)

Seringkali konsumen perlu tahu terlebih dahulu mengenai sebuah

produk, sebelum ia menyukai kemudian membeli produk tersebut.

14

Page 10: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

Pengetahuan yang baik mengenai sebuah produk seringkali mendorong

seseorang untuk menyukai produk tersebut.

Setiadi (2008) menyatakan bahwa kepercayaan sikap, evaluasi merek,

dan maksud untuk membeli merupakan tiga komponen sikap. Setiadi (2008)

pun kemudian menjelaskan hubungan antara ketiga komponen sikap tersebut,

dimana kepercayaan dan persepsi merupakan komponen kognitif dari sikap,

komponen afektif berupa perasaan yang berhubungan dengan objek, dan

konatif yang berkaitan dengan tindakan yang berupa keinginan untuk

membeli (maksud beli).

2.6.Persepsi Konsumen

Pengambilan keputusan dalam pembelian sebuah produk seringkali

didasari oleh persepsi (Sumarwan 2004). Kotler (2000) mendefinisikan

persepsi sebagai proses yang digunakan oleh seorang individu untuk

memilih, Komponen Kognitif, Komponen Afektif, Komponen Konatif.

Menurut Schiffman dan Kanuk (1994), persepsi dapat digambarkan

sebagai ‘bagaimana kita melihat dunia disekitar kita’. Dua individu mungkin

menjadi subjek dalam menerima stimulus yang sama dan dalam kondisi yang

sama pula, namun individu tersebut memiliki proses masing-masing dalam

menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasi stimulus yang diterima

bergantung pada kebutuhan, nilai, dan harapan dari masing-masing individu

tersebut. Persepsi didefinisikan sebagai proses individu dalam menyeleksi,

mengorganisasi, dan menginterpretasikan stimulus menjadi gambaran yang

berarti dan koheren. Menurut Assael (1992), stimulus yang mempengaruhi

15

Page 11: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

respon individu dapat berupa aspek fisik, visual, atau komunikasi verbal.

Terdapat dua tipe stimulus penting yang mempengaruhi perilaku konsumen,

yaitu stimulus lingkungan dan pemasaran. Stimulus pemasaran merupakan

stimulus fisik yang didesain untuk mempengaruhi konsumen dan terdiri dari

produk dan atribut dari produk itu sendiri. Stimulus lingkungan berupa

pengaruh sosial dan budaya.

Menurut Solomon (2002), persepsi didefinisikan sebagai proses

dimana sebuah sensasi diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasi. Sensasi

mengacu pada respon segera dari sensor penerima (mata, telinga, hidung,

mulut, jari-jari) terhadap stimulus dasar, seperti cahaya, warna, suara, bau,

tekstur. Dengan kata lain, input yang diterima oleh panca indera merupakan

data mentah yang akan memulai proses persepsi.

Menurut Kotler dan Keller (2008), persepsi lebih penting

dibandingkan dengan realitas, karena persepsi berpengaruh terhadap perilaku

actual konsumen. Terdapat tiga proses persepsi yang mempengaruhi

perbedaan persepsi atas objek yang sama, yaitu:

Perhatian selektif : proses menyaring stimulus. Paparan Perhatian

Interpretasi

Distorsi selektif : kecenderungan menafsirkan informasi sehingga sesuai

dengan    pra-konsepsi individu.

Ingatan selektif : kecenderungan individu untuk mengingat informasi yang

mendukung pandangan dan keyakinan pribadi.

16

Page 12: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

Menurut Hawkins, Best, dan Coney (2001), paparan terjadi ketika

suatu stimulus datang ke dalam rangkaian syaraf sensor penerima individu.

Perhatian terjadi ketika stimulus mengaktivasi satu atau lebih syaraf sensor

penerima dan menghasilkan suatu sensasi yang dibawa ke otak untuk

diproses. Sedangkan interpretasi adalah pengujian arti menjadi sensasi.

Persepsi konsumen dapat digambarkan dengan kepercayaan konsumen

terhadap suatu produk, atribut, dan manfaat produk ( Sumarwan 2004).

Kepercayaan konsumen menyangkut kepercayaan bahwa suatu produk

memiliki berbagai atribut, serta manfaat dari berbagai atribut tersebut. Oleh

karena itu, kepercayaan terhadap produk akan berbeda di antara konsumen.

  2.7.Afektif

Loudon dan Bitta (1993) yang diacu dalam Hapsari (2010)

menyatakan bahwa afektif terkait dengan perasaan emosional seseorang.

Konsumen memilih tujuan menurut kriteria subyektif individu seperti

pengungkapan rasa cinta, kebanggan, status, dan keamanan. Kecenderungan

afektif menunjukkan delapan pengaruh utama pada perilaku konsumen, yaitu:

1. Tension reduction (Pengurangan ketegangan)

Konsumen yang memiliki kebutuhan akan menghasilkan ketegangan

jika mereka merasa tidak puas. Pada konteks ini, afektif digunakan untuk

menghindari atau mengurangi keresahan atau tekanan yang disebabkan

kebutuhan yang belum terpuaskan.

17

Page 13: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

2. Self expression (Ekspresi diri)

Afektif digunakan untuk menunjukkan identitas diri kepada orang

lain. Afektif muncul untuk menggambarkan ekspresi terhadap produk.

3. Ego defensive (Pertahanan diri)

Kebanyakan orang merasa bahwa berbagai situasi kehidupan yang

muncul dapat mengancam ego mereka. Situasi ini menghasilkan rasa malu

sosial, tantangan untuk perasaan harga diri, atau bentuk lain dari bahaya

psikologis.

4. Reinforcement (Menguatkan)

Konsumen yang dipengaruhi oleh motif penguatan memiliki

kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan situasi yang telah terbukti

menguntungkan, dimana pengalaman dapat ikut mempengaruhi.

5. Assertion (Penegasan)

Fokus dari penegasan ini, konsumen lebih berorientasi ke arah

prestasi dan melebihi orang lain. Produk dan jasa layanan yang diperoleh

merupakan suatu symbol kepuasan akan keberhasilan.

6. Affiliation (Keanggotaan)

Terkait dengan motif yang menjadi dasar untuk berhubungan sosial

dengan orang lain.

7. Identification (Pembentukan identitas)

Afektif untuk membangun pengembangan identitas dan peran baru

untuk meningkatkan konsep pribadi seseorang.

18

Page 14: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

8. Modelling (Model)

Berfokus pada kecenderungan untuk mengidentifikasi dan berempati

dengan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan perilaku yang meniru

individu-individu tertentu.

 2.8.Preferensi

Kotler (2000), diacu dalam Anindita (2010), mendefinisikan

preferensi sebagai pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap produk

(barang dan jasa). Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen

terhadap berbagai pilihan produk yang ada. Menurut Assael (1992), diacu

dalam Syifa (2010), preferensi terbentuk dari persepsi individu terhadap

suatu produk. Konsumen memiliki kecenderungan untuk membentuk

penetapan yang berbeda ketika melihat iklan, serta mengevaluasi produk dan

jasa. Menurut Kardes (2002), preferensi didefinisikan sebagai penetapan

evaluasi kepada objek yang beragam (dua objek atau lebih). Membandingkan

dua objek yang berbeda merupakan hal yang selalu dilibatkan dalam

preferensi. Terkadang sikap menjadi sebuah pondasi bagi preferensi, dan

preferensi terkadang menjadi dasar perbandingan antara atribut atau fitur dari

dua atau lebih produk. Lebih lanjut Kardes menyatakan bahwa preferensi

terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Attitude-based preference. Preferensi terbentuk atas dasar sikap

konsumen secara keseluruhan terhadap dua atau lebih produk.

2. Attribute-based preferences. Preferensi terbentuk atas dasar

perbandingan antara satu atau lebih atribut dari dua merek atau lebih.

19

Page 15: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

Hasil penelitian Sanbonmatsu et al. (1991), diacu dalam Kardes

(2002), menyatakan bahwa atribut dari sebuah produk sedikit berpengaruh

terhadap penentuan preferensi. Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa

atribut unik dari sebuah produk memberikan pengaruh yang lebih besar

terhadap preferensi. Tindak lanjut hasil penelitian menunjukkan bahwa

variabel kepribadian dan kebutuhan juga mempengaruhi konsumen dalam

membentuk preferensi berdasarkan atribut, dibandingkan dengan preferensi

yang dibentuk oleh sikap (Mantel dan Kardes !999, diacu dalam Kardes

2002). Pengambilan keputusan yang diperluas dengan melibatkan penentuan

merek merupakan strategi preferensi. Strategi sederhana tidak cukup ketika

pengambilan keputusan diperluas dengan melibatkan beberapa merek,

sejumlah atribut, dan sumber informasi. Sebagai gantinya, dibutuhkan sebuah

struktur informasi yang akan memberikan hasil mengenai merek yang disukai

oleh konsumen. Langkah pertama dalam strategi preferensi adalah posisi

yang kuat dari atribut penting sebuah produk. Kemudian, informasi

merupakan hal penting yang harus dimiliki (Hawkins, Best, dan Coney

2001).

 2.9.Niat Beli - Theory of Planned Behaviour

Menurut Theory of Planned Behaviour (TPB), perilaku membeli

ditentukan oleh niat pembelian, di mana hal tersebut ditentukan oleh sikap

(Fishbein and Ajzen, 1975). Sikap terhadap perilaku dibanding sikap

terhadap produk dianggap sebagai indikator yang yang lebih baik dibanding

perilaku (Yi, 1990). Walau demikian TPB juga mengatakan bahwa

20

Page 16: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

opportunities dan resources seperti misalnya akses terhadap baju bekas,

harus sudah ada sebelum perilaku membeli dapat terjadi. Tanpa situasi

tersebut, terlepas dari adanya sikap yang sangat positif, maka akan sangat

sulit untuk terjadi pembelian (Chang, 1998). Keputusan yang tidak beretika

seperti misalnya membeli baju bekas dapat dijelaskan lewat sikap, terlepas

dari kelas produk (product class) tersebut (Wee et al., 1995; Chang, 1998;

Ang et al., 2001). Adanya sikap yang lebih positif dari konsumen terhadap

baju bekas maka akan meningkatkan pembelian akan baju bekas tersebut.

Sama halnya dengan semakin negatifnya sikap konsumen terhadap baju

bekas, maka akan kecil kemungkinan bagi konsumen tersebut untuk

melakukan pembelian (Wee et al., 1995). Sebagai tambahan, faktor sosial

dan personal telah lama dianggap sebagai pengaruh kepada konsumen dalam

mengambil keputusan (Miniard and Cohen, 1983) terhadap niat pembelian.

 Minat beli (intention to buy) atau yang lebih dikenal dengan niat beli

berhubungan dengan rencana dan keinginan konsumen untuk membeli

produk tertentu, serta jumlah unit produk yang dibutuhkan pada periode

tertentu. Niat beli merefleksikan pernyataan mental konsumen terkait dengan

rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Durianto (2003),

diacu dalam Sari (2010), menyatakan bahwa niat beli terbentuk dari sikap

konsumen terhadap produk dan keyakinan konsumen terhadap kualitas

produk. Semakin rendah keyakinan konsumen terhadap suatu produk akan

berpengaruh terhadap turunnya niat beli konsumen.

Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995a), terdapat dua

21

Page 17: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

kategori niat pembelian konsumen, yaitu: (1) produk dan merek, dan (2) kelas

produk. Kategori pertama dirujuk sebagai pembelian yang terencana

sepenuhnya, karena pada kategori ini konsumen lebih bersedia

menginvestasikan waktu dan energi dalam berbelanja dan membeli. Alhasil

keterlibatan terhadap terhadap produk pun tergolong tinggi. Kategori kedua

dirujuk sebagai pembelian yang terencana walaupun pilihan merek dibuat di

tempat penjualan.

Penting untuk memperhatikan bahwa suatu pembelian dapat

direncanakan walaupun niat untuk membeli tidak dinyatakan secara verbal

atau secara tertulis pada daftar belanja. Hal tersebut dikarenakan produk

dipajang di atas rak di tempat jual barang sebagai daftar belanja pengganti.

Adanya peragaan produk yang dipajang, mendorong konsumen untuk

mengingat kebutuhan, pembelian pun kemudian dicetuskan. Ini kerap dirujuk

sebagai pembelian berdasar impuls.

Beberapa pembelian berdasar impuls tidak didasarkan pada

pemecahan masalah konsumen dan paling baik dipandang dari perspektif

hedonik atau pengalaman. Menurut penelitian Rook (Engel, Blackwell, dan

Miniard 1995a), pembelian berdasar impuls mungkin memiliki satu atau

lebih karakteristik berikut ini:

1. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen

untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual

yang langsung di tempat penjualan.

22

Page 18: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas. Mungkin ada motivasi untuk

mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.

3. Kegairahan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering

disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan”,

“menggetarkan”, atau “liar”.

4. Ketidak pedulian akan akibat. Desakan untuk membeli menjadi begitu

sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negative diabaikan.

Menurut Kotler (2000), niat pembelian seseorang dapat dipengaruhi

oleh sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain dapat mengurangi

alternatif yang disukai oleh individu bergantung kepada dua hal: (1)

intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternative yang disukai

konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.

Semakin besar sikap negatif orang lain terhadap suatu produk dan semakin

dekat orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar konsumen

mengubah niat belinya. Lebih lanjut Kotler menjelaskan bahwa dalam

melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub-keputusan

pembelian, yaitu: (1) keputusan merek, (2) keputusan pemasok, (3) keputusan

kuantitas, (4) keputusan waktu, dan (5) keputusan metode pembayaran.

Berhubungan dengan rencana dan keinginan konsumen untuk

membeli produk tertentu, serta jumlah unit produk yang dibutuhkan pada

periode tertentu. Niat beli merefleksikan pernyataan mental konsumen terkait

dengan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Durianto

(2003), diacu dalam Sari (2010), menyatakan bahwa niat beli terbentuk dari

23

Page 19: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

sikap konsumen terhadap produk dan keyakinan konsumen terhadap kualitas

produk. Semakin rendah keyakinan konsumen terhadap suatu produk akan

berpengaruh terhadap turunnya niat beli konsumen.

Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995a), terdapat dua

kategori niat pembelian konsumen, yaitu: (1) produk dan merek, dan (2) kelas

produk. Kategori pertama dirujuk sebagai pembelian yang terencana

sepenuhnya, karena pada kategori ini konsumen lebih bersedia

menginvestasikan waktu dan energy alam berbelanja dan membeli. Alhasil

keterlibatan terhadap terhadap produk pun tergolong tinggi. Kategori kedua

dirujuk sebagai pembelian yang terencana walaupun pilihan merek dibuat di

tempat penjualan. Penting untuk memperhatikan bahwa suatu pembelian

dapat direncanakan walaupun niat untuk membeli tidak dinyatakan secara

verbal atau secara tertulis pada daftar belanja. Hal tersebut dikarenakan

produk dipajang di atas rak di tempat jual barang sebagai daftar belanja

pengganti. Adanya peragaan produk yang dipajang, mendorong konsumen

untuk mengingat kebutuhan, pembelian pun kemudian dicetuskan. Ini kerap

dirujuk sebagai pembelian berdasar impuls.

Beberapa pembelian berdasar impuls tidak didasarkan pada

pemecahan masalah konsumen dan paling baik dipandang dari perspektif

hedonik atau pengalaman. Menurut penelitian Rook (Engel, Blackwell, dan

Miniard 1995), pembelian berdasar impuls mungkin memiliki satu atau lebih

karakteristik berikut ini:

24

Page 20: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

1. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen

untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi

visual yang langsung di tempat penjualan.

2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas. Mungkin ada motivasi untuk

mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.

3. Kegairahan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering

disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan”,

“menggetarkan”,atau “liar”.

4. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli menjadi begitu

sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negative diabaikan.

Menurut Kotler (2000), niat pembelian seseorang dapat dipengaruhi

oleh sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain dapat mengurangi

alternatif yang disukai oleh individu bergantung kepada dua hal: (1)

intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternative yang disukai

konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.

Semakin besar sikap negatif orang lain terhadap suatu produk dan semakin

dekat orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar konsumen

mengubah niat belinya. Lebih lanjut Kotler menjelaskan bahwa dalam

melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub-keputusan

pembelian, yaitu: (1) keputusan merek, (2) keputusan pemasok, (3) keputusan

kuantitas, (4) keputusan waktu, dan (5) keputusan metode pembayaran.

 2.10.Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pemikiran digunakan untuk menunjukkan arah bagi suatu

25

Page 21: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

Niat Beli Konsumen Baju Bekas (Y)

SSFaktor Sosial ( X1)

Faktor Personal (X2)

H1

H2

penelitian agar dapat berjalan sesuai dengan yang telah ditetapkan atau

sebagai gambaran untuk memperoleh kesatuan jawaban kerangka pemikiran.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Faktor Sosial (X1) dan

Faktor Personal (X2), Sedangkan Variabel dependen dalam penelitian ini Niat

beli konsumen (Y).

Berdasarkan teori-teori diatas dapat dikemukakan bahwa terdapat

hubungan faktor sosial dan personal terhadap niat beli konsumen baju bekas

pada pasar moderen Wawotobi Kabupaten Konawe, dimana dapat

digambarkan model kerangka pikir penelitian sebagai berikut:

Gambar 1.

Kerangka Pikir Penelitian

 2.11. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

26

Page 22: Bab 2 tinjauan pustaka   kajian peneliti terdahulu.  konsep pelayanan.  pppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppppp september 2013

penelitian karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang

relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data (Sugiyono, 2004:51).

Berdasarkan penelitian ini, maka peneliti mengajukan hipotesis yaitu :

1. Ada pengaruh faktor sosial terhadap niat beli konsumen baju bekas pada

pasar moderen Wawotobi Kabupaten Konawe.

2. Ada pengaruh faktor personal terhadap niat beli konsumen baju bekas

pada pasar moderen Wawotobi Kabupaten Konawe.

27