18
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif Fuhaid (2014) yang berjudul “pengaruh penambahan ethanol pada bahan bakar premium terhadap emisi gas buang pada motor matic” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengaruh emisi gas buang karbon dioksida ketika dilakukan penambahan ethanol 10% dan 20% mengalami penurunan dari 6,3 ppm (premium murni, Rpm 7000) menjadi 2,1 ppm (pada Rpm 3000) 2. Perubahan kecepatan juga berpengaruh terhadap turunnya kadar emisi gas buang karbon monoksida. 3. Pengaruh emisi gas buang hidro karbon ketika dilakukan penambahan ethanol 20% mengalami penurunan dari 162 ppm (premium murni, Rpm 3000) menjadi 40 ppm (pada Rpm 7000). Penelitian Buchari Ali dan Eman Slamet Widodo (2012) yang berjudul “Analisis unjuk kerja mesin sepeda motor type “x” 115 cc sistem karburator dengan menggunakan bahan bakar premium dan campuran premium ethanol (10,15,20)%” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Daya optimal yang diperoleh pada campuran bahan bakar premium dengan ethanol 15% yaitu dengan hasil nilai 5,82 KW pada putaran mesin 8000 Rpm. 2. Torsi optimal diperoleh pada campuran bahan bakar premium dengan ethanol 15% yaitu 7,70 N.m pada putaran mesin 5000 Rpm, sedangkan pada bahan bakar premium murni dengan nilai 7,36 N.m. campuran premium ethanol (10 dan 20%) menghasilkan nilai torsi 7,54 N.m dan 7,58 N.m.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peneliti Terdahulu

Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif Fuhaid (2014) yang

berjudul “pengaruh penambahan ethanol pada bahan bakar premium terhadap emisi

gas buang pada motor matic” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengaruh emisi gas buang karbon dioksida ketika dilakukan penambahan

ethanol 10% dan 20% mengalami penurunan dari 6,3 ppm (premium murni,

Rpm 7000) menjadi 2,1 ppm (pada Rpm 3000)

2. Perubahan kecepatan juga berpengaruh terhadap turunnya kadar emisi gas

buang karbon monoksida.

3. Pengaruh emisi gas buang hidro karbon ketika dilakukan penambahan

ethanol 20% mengalami penurunan dari 162 ppm (premium murni, Rpm

3000) menjadi 40 ppm (pada Rpm 7000).

Penelitian Buchari Ali dan Eman Slamet Widodo (2012) yang berjudul

“Analisis unjuk kerja mesin sepeda motor type “x” 115 cc sistem karburator dengan

menggunakan bahan bakar premium dan campuran premium ethanol (10,15,20)%”

menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Daya optimal yang diperoleh pada campuran bahan bakar premium dengan

ethanol 15% yaitu dengan hasil nilai 5,82 KW pada putaran mesin 8000

Rpm.

2. Torsi optimal diperoleh pada campuran bahan bakar premium dengan

ethanol 15% yaitu 7,70 N.m pada putaran mesin 5000 Rpm, sedangkan pada

bahan bakar premium murni dengan nilai 7,36 N.m. campuran premium

ethanol (10 dan 20%) menghasilkan nilai torsi 7,54 N.m dan 7,58 N.m.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

6

Penelitian Atok Setiyawan (2007) yang berjudul “Pengaruh ignition timing

dan compression ratio terhadap unjuk kerja dan emisi gas buang motor bensin

berbahan bakar campuran ethanol 85% dan premium 15% (E-85)” menghasilkan

kesimpulan bahwa pemajuan ignition timing dan peningkatan compression ratio

dapat meningkatkan unjuk kerja motor bensin berbahan bakar E-85 bila

dibandingkan dengan kondisi standar, meskipun masih dibawah unjuk kerja

premium. Ignition timing terbaik dicapai pada 30o BTDC sedangkan compression

ratio tercapai pada kondisi maksimum, yaitu 10,2:1. Berdasarkan variasi ignition

timing dan compression ratio yang diteliti, hasil penelitian menunjukan bahwa

menentukan ignition timing yang tepat dapat memberikan perbaikkan unjuk kerja

motor bensin secara signifikan dibandingkan dengan compression ratio.

Penelitian Fintas Afan Agrariksa, Bambang Susilo, dan Wahyunanto Agung

Nugroho (2013) yang berjudul “uji performansi motor bakar bensin (on chassis)

menggunakan campuran premium dan ethanol” menghasilkan kesimpulan bahwa

penambahan ethanol mampu meningkatkan daya keluaran motor meskipun sedikit.

Penambahan ethanol menurunkan konsumsi bahan bakar dari 1,59 kg/jam menjadi

0,75 kg/jam. Sehingga bisa dikatakan dengan penambahan ethanol, motor menjadi

50% lebih irit. Penambahan ethanol juga mampu menciptakan pembakaran yang

lebih sempurna. Pada hal ini terbukti dengan penurunan nilai emisi gas buang CO

dan peningkatan emisi CO2.

2.2 Bahan Bakar

Bahan bakar adalah suatu zat kimia yang mudah terbakar dan dapat

menghasilkan kalor (panas) sebagai sumber energi.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

7

Berdasarkan tingkatannya, bahan bakar terbagi 2 sebagai berikut :

1. Bahan bakar pertama (primary fuel)

Bahan bakar yang secara langsung digunakan untuk fungsi panas (energi)

dan penggunaannya. Secara teknis dilihat dari wujudnya, dapat berbentuk

padat, cair dan gas, seperti batubara, kayu, petroleum dan lain sebagainya.

2. Bahan bakar kedua (secondary fuel)

Bahan bakar yang dibuat dari bahan bakar lainnya dan kemudian digunakan

sebagai bahan jadi, bahan bakar ini disebut bahan bakar kedua yang

dihasilkan dari bahan bakar pertama, contohnya : gas batubara, gas air dan

sebagainya.

2.2.1 Pertalite

Pertalite merupakan bahan bakar minyak (BBM) jenis baru yang diproduksi

oleh pertamina. Berdasarkan keputusan Direktur jendral minyak dan gas bumi No.

313.K/10/DJM.T/2013 tentang standar dan mutu bahan bakar bensin 90 yang

dipasarkan di dalam negri. Di bawah ini spesifikasi pertalite :

1. Angka oktan riset (RON) 90,0

2. Stabilitas oksidasi minimal 360 menit

3. Kandungan sulfur maksimal 0,05% m/m setara dengan 500 ppm

4. Tidak boleh mengandung timbal

5. Tidak ada kandungan logam (mangan dan besi)

6. Kandungan oksiden maksimal 2,7% m/m

7. Distilasi 10% penguapan maksimal 74°c, titik didih maksimal 215°c.

8. Residu maksimal 2.0%

9. Sedimen 1 mg/liter

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

8

10. Unwashed gum maksimal 5 mg/100 ml

11. Berat jenis pada suhu 15°c minimal 715 kg/m3, maksimal 770 kg/m3

12. Penampilan visual jernih dan terang

13. Berwarna hijau

14. Kandungan pewarna maksimal 0,13 gram/100 liter

Selain yang tertera di atas, pemerintah juga memberikan syarat lainnya pada

bensin RON 90, yakni aditif yang dicampur harus kompatibel dengan

minyak bensin. Artinya tidak boleh menambah kekotoran mesin/kerak.

Aditif yang dicampur juga tidak boleh mengandung komponen pembentuk

abu (ash forming).

2.2.2 Ethanol

Ethanol adalah salah satu bahan bakar alternatif atau dapat diperbaharui

yang ramah lingkungan yang menghasilkan gas emisi karbon yang rendah

dibandingkan dengan bensin atau sejenisnya. Bioethanol adalah ethanol yang

dihasilkan oleh fermentasi glukosa yang dilanjutkan dengan proses destilasi.

Ethanol merupakan kependekan dari etil alkohol (C2H5OH) sering disebut dengan

grain alcohol atau alkohol. Berat jenisnya adalah 0,7939 g/mL, dan titik didihnya

78,3oC pada tekanan 766 mmHg. Sifat lainnya adalah larut dalam air serta

mempunyai kalor pembakaran 7093,72 kkal (Winarno, 2011).

Ethanol pada dasarnya terbuat dari ubi kayu, ubi jalar, jagung, tetes tebu dan

hasil perkebunan lainnya. Pembuatan bioethanol dapat dilakukan dengan dua

metode, yaitu hidrolisa asam dan hidrolisa enzim. Saat ini metode yang sering

digunakan adalah hidrolisa enzim. Metode hidrolisa enzim dapat dilakukan dengan

penambahan air dan enzim, selanjutnya dilakukan proses fermentasi gula menjadi

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

9

alkohol dengan menambahakan ragi. Hasil dari proses fermentasi ini akan diperoleh

ethanol.

Ethanol merupakan turunan dari alkohol merupakan bahan bakar dari

golongan oksigenat, yang memiliki basis molekul hidrokarbon. Yang jika

diturunkan akan menghasilkan proponal, butanol, methanol, dan ethanol. Secara

teoritis semua molekul organik keluarga alkohol dapat dipergunakan untuk bahan

bakar. Akan tetapi secara ekonomis dan teknis hanya dua jenis bahan bakar yang

cocok dipergunakan pada motor bakar, yaitu methanol dan ethanol.

2.3 Motor Bakar

Motor bakar atau lebih dikenal dengan nama mesin pembakaran dalam

(Internal Combustion Eengine) adalah suatu jenis pesawat yang prinsip kerjanya

mengubah energi kimia bahan bakar menjadi energi kalor, kemudian diubah lagi

menjadi energi mekanik atau gerak. Proses pembakaran berlangsung di dalam

motor bakar itu sendiri, sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi

sebagai fluida kerja (Sugiyanto, 2014).

Menurut (Ali & Widodo, 2012) Motor bakar terbagi menjadi 2 kelompok,

yaitu motor diesel dan motor bensin. Perbedaan umum terletak pada sistem

penyalaan campuran, pada motor bensin, campuran dibakar oleh loncatan bunga api

listrik yang dipercikan oleh busi atau juga sering disebut juga Spark Ignition Engine

(SIE), sedangkan pada motor diesel penyalaan terjadi karena kompresi yang tinggi

di dalam silinder kemudian bahan bakar diinjeksikan oleh nozzle, dengan demikian

disebut juga Compression Ignition Engine (CIE). SIE dan CIE juga dapat bekerja

berdasarkan siklus 2 langkah dan 4 langkah, dan umumnya saat ini lebih banyak

menggunakan mesin dengan siklus 4 langkah.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

10

2.3.1 Siklus Termodinamika

Konversi energi yang terjadi pada motor bakar torak berdasarkan pada

siklus termodinamika. Proses sebenarnya sangat komplek, sehingga analisa

dilakukan pada kondisi ideal dengan fluida kerja udara. Proses ideal tersebut

sebagai berikut :

1. Fluida kerja dari awal proses hingga akhir proses.

2. Panas jenis dianggap konstan meskipun terjadi perubahan temperature pada

udara.

3. Proses kompresi dan ekspansi berlangsung secara adiabatik. Tidak terjadi

perpindahan panas antara gas dan dinding silinder.

4. Sifat-sifat kimia fluida kerja tidak berubah selama siklus berlangsung.

5. Motor 2 (dua) langkah mempunyai siklus termodinamika yang sama dengan

motor 4 (empat) langkah.

Diagram P-V dan T-S siklus termodinamika dapat dilihat pada gambar 2.1

dibawah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Diagram P-V dan T-S siklus termodinamika

Sumber : (Cengel & Dr. Boles, 1994)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

11

2.3.2 Siklus Otto (siklus udara volume konstan)

Siklus udara volume konstan (siklus Otto) sering disebut dengan siklus

ledakan (explostion cycle) karena secara teoritis proses pembakaran terjadi sangat

cepat dan menyebabkan peningkatan tekanan secara tiba-tiba. Penyalaan untuk

proses pembakaran dibantu dengan loncatan bunga api. Siklus Otto dapat

digambarkan dengan grafik P vs v seperti terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Diagram P vs v dari siklus volume konstan

Sumber : (Arismunandar, 1988)

P = tekanan fluida kerja, kg/cm2

v = volume spesifik, m3/kg

qm = jumlah kalor yang dimasukkan, kcal/kg

qk = jumlah kalor yang dikeluarkan, kcal/kg

vL = volume langkah torak, m3 atau cm3

vs = volume sisa, m3 atau cm3

TMA = titik mati atas

TMB = titik mati bawah

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

12

Sifat ideal yang dipergunakan serta keterangan mengenai proses siklusnya

adalah sebagai berikut :

1. Fluida kerja dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan

2. Langkah isap (0-1) merupakan proses tekanan konstan

3. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropic

4. Proses pembakaran volume-konstan (2-3) dianggap sebagai proses

pemasukan kalor pada volume-konstan

5. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentropic

6. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada

volume konstan

7. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan

8. Siklus dianggap tertutup artinya siklus ini berlangsung dengan fluida kerja

yang sama atau gas yang berada di dalam silinder pada titik 1 dapat

dikeluarkan dari dalam silinder pada waktu langkah buang, tetapi pada

langkah isap berikutnya akan masuk sejumlah fluida kerja yang sama.

Proses siklus otto sebagai berikut :

Proses 1-2 : proses kompresi isentropic (adiabatic reversible) dimana piston

bergerak menuju TMA (titik mati atas) mengkompresi udara

sampai volume clearance sehingga tekanan dan temperature udara

naik.

Proses 2-3 : pemasukan kalor konstan, piston sesaat pada TMA (titik mati atas)

bersamaan kalor suplai dari sekelilingnya serta tekanan dan

temperatur meningkat hingga nilai maksimum dalam siklus.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

13

Proses 3-4 : proses isentropik udara panas dengan tekanan tinggi mendorong

piston turun menuju TMB (titik mati bawah). Energi dilepaskan

disekeliling berupa internal energi.

Proses 4-1 : proses pelepasan kalor pada volume konstanpiston sesaat pada TMB

(titik mati bawah) dengan mentransfer kalor ke sekeliling dan

kembali melangkah pada titik awal.

Gambar 2.3 Diagram P-V dan T-S siklus Otto

Sumber : (Cengel & Dr. Boles, 1994)

2.3.3 Prinsip Kerja Motor 4 (empat) Langkah

1. Langkah 1 : Langkah isap

Proses 0-1 proses isobaric (P=C) dimulai pada TMA yakni bila piston

mulai bergerak ke bawah. Katup isapnya sudah terbuka sebelum TMA, untuk

menghasilkan lubang isap yang luas, bila dalam silinder telah terjadi

kehampaan akibat gerakan piston ke bawah. Hal ini disebabkan oleh tahanan

aliran yang dialami oleh campuran baru yang mengalir melalui sistem isap,

maka isinya tidak pernah mencapai 100%, sehingga tekanan selama pengisian

selalu berada di bawah 100 kPa efektif. Pada frekuensi putar yang lebih tinggi,

tekanan tersebut akan semakin rendah. Begitu juga dengan isian silindernya,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

14

sehingga peningkatan daya yang diberikan tidak dapat sebanding dengan

frekuensi putarnya (efisiensi volumetri).

2. Langkah 2 : langkah Kompresi

Proses 1-2 proses adiabatic (P.Vk = C) dimana selama proses

berlangsung tidak ada panas yang masuk atau keluar sitem

P1 . V1k = P2 . V2

k

Dimana : K = indeks ekspansi atau kompresi untuk gas ideal standar yakni =1,4

dilanjutkan dengan proses pemasukan panas secara Isochoric (V=C), dimana

keadaan gas diubah dari keadaan awal ke keadaan akhir dengan memanaskan

silinder, sedang torak ditahan agar tidak bergerak sehingga volume gas dalam

silinder tetap dan tekanan akan naik.

Proses 2-3 : volume konstan (V2 = V3)

P2.V2

T2 =

P3.V3

T3

P2

T2 =

P3

T3 P3 =

P2 .T3

T2

Langkah kompresi, secara teoritis, dimulai pada saat piston bergerak

dari TMB menuju TMA. Tetapi dalam prakteknya langkah kompresi ini baru

terjadi setelah penutupan katup isapnya. Kadang-kadang kompresi tersebut

dapat terjadi lebih awal yakni bila tekanan berada di atas 100 kPa yang

disebabkan oleh energi gerak aliran campuran.

3. Langkah 3 : langkah kerja

Proses 3-4 : proses adiabatic (P.Vk = C)

P3 . V3k = P4 . V4

k

m . R . T3 . V3k-1 = m . R . T4 . V4

k-1

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

15

untuk mencari T2, didapatkan rumus

T2

T1 = [

V1

V2]k-1

Dimana, T1 = suhu awal (suhu ruangan 27oC)

T1 = 27+273 = 300oK

Langkah kerja terjadi saat piston bergerak dari TMA menuju TMB

disebabkan oleh pengembangan gas terbesar akibat suhu tertinggi harus terjadi

pada volume terkecil sehingga piston mendapatkan tekanan besar.

4. Langkah 4 : langkah Buang

Proses 1-0 adalah proses isobaric (P=C)

P0 = P1

Piston yang menuju ke TMA dari TMB sedikit mempertinggi tekanan

lebih gas yang sudah terbakar yang melalui katup buang akan mengalir ke

sistem buangnya. Seperti telah diuraikan pada langkah isap, tidak semua gas

bekas dapat dikeluarkan. Ruang bakar yang kecil dan pada perbandingan

pemampatan yang besar akan dapat memperbaiki keadaan itu. Di samping itu

apa yang disebut overlapping mempunyai peranan penting (Arends &

Berenschot, 1994).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

16

Gambar 2.4 Prinsip kerja motor 4 (empat) langkah

Sumber : (Arismunandar, 1988)

2.4 Dynamometer

Dynamometer adalah suatu mesin yang digunakan untuk mengukur torsi

(torque) dan kecepatan putaran (rpm) dari tenaga yang diproduksi oleh suatu mesin,

motor atau penggerak berputar lain.

Dynamometer dapat juga digunakan untuk menentukan tenaga dan torsi

yang diperlukan untuk mengoperasikan suatu mesin. Dynamometer yang dirancang

untuk dikemudikan disebut dynamometer absorsi/penyerap atau dynamometer

pasif. Dynamometer yang dapat digunakan, baik penggerak maupun penyerap

tenaga disebut dynamometer universal atau aktif. Meskipun banyak tipe-tipe

dynamometer yang digunakan, tetapi pada prinsipnya semua itu bekerja seperti

pada gambar 2.5.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

17

Gambar 2.5 Prinsip kerja dynamometer

Keterangan :

r : Jari-jari rotor (m)

w : Beban pengimbang (Kg)

f : Gaya kopel (N)

Prinsip kerjanya adalah rotor A diputarkan oleh sumber daya motor yang

diuji dengan stator dalam keadaan setimbang. Bila dalam keadaan diam maka

ditambahkan sebuah beban pengimbang W yang dipasangkan pada lengan C dan

diengselkan pada stator B. karena gesekan yang timbul, maka gaya yang terjadi di

dalam stator diukur dalam timbangan D dan penunjukanya merupakan beban atau

muatan dynamometer. Dalam satu poros, keliling rotor bergerak sepanjang 2.π.r

melawan gaya kopel f. jadi tiap putaran adalah : 2.π.r.f

Momen luar yang dihasilkan dari pembacaan D dan lengan L harus

setimbang dengan momen putar yaitu r x f, maka r x f = D x L. Jika motor berputar

dengan n putaran tiap menit, maka kerja per menit harus sama dengan 2.π.D.L.n,

harga ini merupakan suatu daya, karena menurut definisinya daya dibatasi oleh

waktu, kecepatan putar dan kerja yang terjadi.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

18

2.5 Pembakaran

Pembakaran dapat terjadi karena ada tiga komponen yang bereaksi, yaitu

bahan bakar, panas dan oksigen. Jika salah satu komponen tersebut tidak ada maka

tidak akan timbul reaksi pembakaran.

Bahan bakar + panas + oksigen

Pembakaran

Energi + gas buang

Gambar 2. 6 Skema pembakaran sempurna pada mesin bensin

Gambar 2.6 merupakan reaksi pembakaran sempurna, dimana diasumsikan

semua bahan bakar terbakar dengan sempurna perbandingan udara bahan bakar

14,7 : 1.

Proses pembakaran mesin bensin yang tidak terjadi dengan sempurna dapat

disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :

1. Waktu pembakaran singkat

2. Overlapping katup

3. Udara yang masuk tidak murni hanya oksigen

4. Kompresi tidak terjamin rapat sempurna.

Pembakaran tidak sempurna itu menghasilkan gas buang beracun, misalnya

CO, HC, Nox, Pb, Sox, CO2 dan juga masih menyisahkan oksigen disaluran buang.

2.6 Parameter Uji Performansi

Evaluasi unjuk kerja mesin terdapat beberapa parameter utama yang perlu

diperhatikan yang merupakan pengaruh dari beberapa kondisi. Parameter unjuk

kerja dalam penelitian ini meliputi : Torsi, Daya dan Emisi Gas Buang.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

19

2.6.1 Torsi

Torsi didefinisikan sebagai besarnya momen putar yang terjadi pada poros

output mesin akibat adanya pembebanan dengan sejumlah massa (kg). Pengukuran

torsi dapat dilakukan dengan meletakkan mesin yang akan diukur torsinya pada

engine testbed dan poros keluaran dihubungkan dengan rotor dynamometer

(Heywood, 1988). Prinsip kerja dari dynamometer mekanis adalah dengan

mengerem putaran poros keluaran mesin, kemudian mengukur gaya gesekan yang

terjadi menggunakan alat seperti timbangan, sehingga besarnya gaya gesek yang

terjadi dapat diketahui dengan melihat massa pembebanan yang terbaca pada alat

ukur. Besarnya torsi dapat diperoleh dengan persamaan : (Winarno, 2011)

T = m.g.L

Dimana : T = momen torsi (N.m)

m = massa yang terukur pada dinamometer (kg)

g = gravitasi bumi (m/s2)

L = panjang lengan dinamometer

2.6.2 Daya

Daya adalah kerja yang dihasilkan sebuah mesin tiap satu satuan waktu

dalam suatu percobaan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: (Winarno, 2011)

P = 2.π.n.T

60000

Dimana : P = daya (Kw)

n = putaran mesin (rpm)

T = momen torsi (N.m)

sedangkan untuk mengukur daya (Hp) sebagai berikut : (Yahya, 2014)

P = T.n

5252

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

20

Dimana : P = daya (Hp)

n = putaran mesin (rpm)

T = momen torsi (lbs.ft)

2.6.3 Emisi Gas Buang

1. CO (Carbon Monoksida)

Apabila karbon didalam bahan bakar terbakar dengan sempurna, akan

terjadi reaksi yang menghasilkan CO2 sebagai berikut :

C + O2 CO2

Apabila unsur oksigen udara tidak cukup, pembakaran tidak sempurna

sehingga karbon didalam bahan bakar terbakar dengan proses sebagai berikut :

C + O2 CO

Emisi CO dari kendaraan banyak dipengaruhi oleh perbandingan

campuran udara dengan bahan bakar yang masuk keruang bakar (AFR). Jadi

untuk mengurangi CO, perbandingan campuran harus kurus (excess air).

Namun akibatnya HC dan Nox lebih mudah timbul serta output mesin menjadi

berkurang.

2. CO2 (Karbon Dioksida)

Emisi CO2 menunjukan keadaan pembakaran bahan bakar yang baik

dalam proses pembakaran di ruang bakar. Emisi CO2 adalah reaksi kimia dari

emisi CO yang bereaksi dengan sedikit oksigen dan panas yang diakibatkan

dari panasnya mesin kendaraan dan saluran pembuangan gas buang kendaraan.

Kadar konsentrasi CO2 yang tinggi antara 12% - 15% menunjukan pembakaran

dalam ruang bakar terjadi pembakaran sempurna.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

21

3. HC (Hidrocarbon)

Sumber emisi HC dapat dibagi menjadi dua bagian, sebagai berikut:

a. Bahan bakar yang tidak terbakar dan keluar menjadi gas mentah

b. Bahan bakar terpecah karena reaksi panas berubah menjadi gugusan HC

lain yang keluar Bersama gas buang :

C18H18 H + C + H

Penyebab utama timbulnya HC, sebagai berikut :

c. Sekitar dinding-dinding ruang bakar bertemperatur rendah, dimana

temperatur itu tidak mampu melakukan pembakaran.

d. Missing (missfire)

e. Adanya overlaping katup (kedua katup terbuka bersam-sama) sehingga

merupakan gas pembilas/pembersih.

4. NO2 (Nitrogen oksida)

Jika terdapat unsur N2 dan O2 pada temperatur 1800 s/d 2000 oC akan

terjadi reaksi pembentukan gas NO seperti berikut :

N2 + O2 2NO

Diudara, NO mudah berubah menjadi NO2, Nox di dalam gas buang terdiri dari

95% NO, 3-4% NO2, dan sisanya N2O, N2O3 dan sebagainya.

5. SO2 (Sulfur oksida)

Bahan bakar bensin mengandung unsur belerang = S (sulfur). Saat

terjadi pembakaran, S akan bereaksi dengan H dan O untuk membentuk

senyawa sulfat dan sulfur oksida.

H + S + O HSO

S + O2 SO2

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulueprints.umm.ac.id/44794/3/BAB II.pdf · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Penelitian Faizur Al Muhajir, Toni Dwi Putra dan Naif

22

6. N2 (Nitrogen)

Udara yang digunakan untuk pembakaran dalam mesin, sebagian besar

terdiri dari inert gas, yaitu N2, sebagian kecil N2 akan bereaksi dengan O2

membentuk NO2, sebagian besar lainnya tetap berupa N2 hingga keluar

darimesin.

7. O2 (Oksigen)

Pembakaran yang tidak sempurna dalam mesin menyisakan oksigen ke

udara. Oksigen yang tersisa ini semakin kecil jika pembakaran terjadi semakin

sempurna.

8. H2O

H2O merupakan hasil reaksi pembakaran dalam ruang bakar, dimana

kadar air yang dihasilkan tergantung dari kualitas bahan bakar. Semakin

banyak uap air dalam pipa gas buang , mengindikasikan pembakaran semakin

baik. Semakin besar uap air yang dihasilkan, pipa knalpot tetap kelihatan bersih

dan ini sekaligus menunjukan makin bersih emisi yang dihasilkan.