61
10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1. Definisi Komunikasi Menurut Nasir (2009) komunikasi merupakan penyampaian informasi dalam sebuah interaksi tatap muka yang berisi ide, perasaan, perhatian, makna, serta pikiran, yang diberikan pada penerima pesan dengan harapan si penerima pesan menggunakan informasi tersebut untuk mengubah sifat dan perilaku. Tamsuri (2016) komunikasi adalah kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih, berbagi ide, pikiran dengan menggunakan lambang dan memiliki tujuan terjadinya perubahan pada orang lain. 2.1.2. Tipe Komunikasi Nasir (2009) berpendapat bahwa perawat menggunakan berbagai tingkatan komunikasi pada peran professionalnya. Keterampilan komunikasi harus meliputi teknik yang menggambarkan kompetensi dalam tiap tingkat. Adapun tipe komunikasi meliputi: 2.1.2.1 Komunikasi intrapersonal (intrapersonal Communication) merupakan bentuk komunikasi di dalam diri individu terdiri atas sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan dan memberikan umpan balik pada dirinya sendiri dalam proses inernal yang berkelanjutan, komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. 2.1.2.2 Komunikasi interpersonal (interpersonal communication) merupakan suatu proses pengiriman pesan antara dua orang atau lebih dengan efek dan feedback langsung. Komunikasi interpersonal memiliki sifat-sifat yaitu bersifat dua arah yang berarti melibatkan dua orang dalam suatu interaksi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi

2.1.1. Definisi Komunikasi

Menurut Nasir (2009) komunikasi merupakan penyampaian informasi

dalam sebuah interaksi tatap muka yang berisi ide, perasaan, perhatian,

makna, serta pikiran, yang diberikan pada penerima pesan dengan

harapan si penerima pesan menggunakan informasi tersebut untuk

mengubah sifat dan perilaku.

Tamsuri (2016) komunikasi adalah kegiatan yang melibatkan dua orang

atau lebih, berbagi ide, pikiran dengan menggunakan lambang dan

memiliki tujuan terjadinya perubahan pada orang lain.

2.1.2. Tipe Komunikasi

Nasir (2009) berpendapat bahwa perawat menggunakan berbagai

tingkatan komunikasi pada peran professionalnya. Keterampilan

komunikasi harus meliputi teknik yang menggambarkan kompetensi

dalam tiap tingkat. Adapun tipe komunikasi meliputi:

2.1.2.1 Komunikasi intrapersonal (intrapersonal Communication)

merupakan bentuk komunikasi di dalam diri individu terdiri

atas sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Seorang individu

menjadi pengirim sekaligus penerima pesan dan memberikan

umpan balik pada dirinya sendiri dalam proses inernal yang

berkelanjutan, komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu

bentuk komunikasi yang lainnya.

2.1.2.2 Komunikasi interpersonal (interpersonal communication)

merupakan suatu proses pengiriman pesan antara dua orang

atau lebih dengan efek dan feedback langsung. Komunikasi

interpersonal memiliki sifat-sifat yaitu bersifat dua arah yang

berarti melibatkan dua orang dalam suatu interaksi.

11

2.1.2.3 Komunikasi publik (Public communication) merupakan suatu

proses komunikasi dimana pesan-pesan yang disampaikan oleh

pembicara dalam situasitatap muka didepan khalayak yang lebih

besar dengan tujuan menumbuhkan semangat kebersamaan,

memberikan informasi, mendidik, serta memepengaruhi orang

lain dalam upaya menumbuhkan semangat.

2.1.2.4 Komunikasi massa (mass Communication) komunikasi yang

berlangsung dalam situasi interposed ketika antara sumber dan

penerima tidak terjadi kontak secara langsung.

2.1.3 Unsur dalam komunikasi

Menurut Tamsuri. (2016) ada tiga unsur dalam komunikasi, yaitu

komunikator, pesan, dan komunikan.

2.1.3.1 Komunikator adalah individu atau kelompok yang memiliki

kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan pesan

kepada orang lain (komunikan.)

2.1.3.2 Pesan adalah produk aktual dari sumber / komunikaor. Isi pesan

dapat berupa ide/gagasan, eperintah, informasi, dan ungkapan

perasaan. Pesan efektif adalah pesan yang dapat dipahami

(decodable) oleh komunikan secara utuh dan tidak menimbulkan

bias atau distorsi pesan.

2.1.3.3 Komunikan adalah individu, kelompok atau massa yang

diharapkan menerima pesan yang disampaikan oleh

komunikator atau sumber.

2.1.4 Jenis Komunikasi

Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi

tertulis, komunikasi verbal, komunikasi non-verbal, komunikasi satu

arah dan komunikasi dua arah.

12

2.1.4.1 Komunikasi tertulis merupakan komunikasi yang penyampaian

pesan secara tertulis baik manual maupun melalui media

seperti email, surat, media cetak. lainnya. Prinsip komunikasi

tertulis yaitu lengkap, ringkas, pertimbangan, konkrit, jelas,

benar, dan sopan. Menurut Arwani & Monica (2003),

menyatakan dalam rumah sakit, komunikasi tertulis dapat

berupa catatan perkembangan pasien, catatan medis, laporan

perawat dan catatan lainnya yang memiliki fungsi sebagai

berikut :

a. Sebagai tanda bukti tertulis otentik, seperti persetujuan

operasi

b. Dokumentasi historis, seperti rekam medis pasien.

c. Jaminan keamanan

d. Pedoman atau dasar bertindak, seperti surat keputusan,

surat perintah, surat pengangkatan, dan standar

operasional prosedur.

e. Keuntungan komunikasi tertulis di rumah sakit, sebagai

berikut :

1) Adanya dokumen tertulis

2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman

3) Dapat menyampaikan ide yang rumit

4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan

5) Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai

6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan

komunikasi lisan.

7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian

2.1.4.2 Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang disampaikan

secara lisan. Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau

melalui sarana komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari

komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni

13

dilakukan secara tatap muka sehingga umpan balik dapat

diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari pihak

komunikan (Arnold & Boggs, 2003). Potter & Perry (2009),

mengemukakan komunikasi verbal ini harus memperhatikan

arti denotative dan konotatif, kosa kata, tempo bicara, intonasi,

kejelasan dan keringkasan serta waktu dan kesesuaian. Jenis

komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah

Sakit dalam hal pertukaran informasi secara verbal terutama

pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi ini biasanya

lebihakurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini

adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara

langsung.

2.1.4.3 Komunikasi non verbal merupakan proses komunikasi dimana

pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi

ini adalah cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan

pesan kepada orang lain. Stuart & Laraia (2005), menyatakan

tenaga medis perlu menyadari pesan verbal dan non verbal

yang disampaikan oleh pasien mulai dan saat pengkajian

sampai evaluasi asuhan keperawatan karena pesan non verbal

dapat memperkuat pesan yang disampaikan secara verbal,

misalnya, menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi

wajah, kontak mata, simbolsimbol serta cara berbicara seperti

intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan gaya

berbicara.

2.1.4.4 Komunikasi simbolik merupakan symbol lisan dan nonverbal

yang digunakan pihak lain untuk menyampaikan arti. Seni dan

musik merupakan komunikasi simbolik yang digunakan

perawat untuk meningkatkan pemahaman dan mendorong

pemulihan (Lane, 2006).

2.1.4.5 Metakomunikasi merupakan istilah yang luas merujuk kepada

seluruh faktor yang memengaruhi komunikasi. Kesadaran akan

14

faktor ini membantu individu memahami hal yang

dikomunikasikan (Arnold & Boggs, 2003).

2.1.5 Fungsi Komunikasi

Menurut Lasswell (dikutip dalam Effendy, 2009) mengemukakan

bahwa komunikasi terdiri dari tiga fungsi :

2.1.5.1 Pengamatan terhadap lingkungan (the surveilence of the

environment), penyikapan ancaman dan kesempatan yang

mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur

didalamnya.

2.1.5.2 Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi

lingkungan (correlation of the compenents of society in

making a respone in the Environment)

2.1.5.3 Penyebaran warisan sosial (transmission of the social

inheritance). Di sini berperan sebagai pendidik, baik dalam

kehidupan rumah tangganya maupun sekolah yang

meneruskan warisan sosial kepda keturunan berikutnya.

2.1.6 Tujuan Komunikasi

Menurut Nasir dkk (2009), umumnya komunikasi mempunyai beberapa

tujuan antara lain:

2.1.6.1 Perubahan sikap

Seorang komunikan seelah menerima pesan dan kemudian

sikapnya berubah, baik posiif aaupun negaif. Dalam berbagai

situasi kita berusaha mempengaruhi sikap otrang lain dan

berusaha agar orang lain bersikap posistif sesuai keinginan

kita.

2.1.6.2 Perubahan pendapat

Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman.

Pemahaman ialah kemampuan memehami pesan secara cermat

sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Setelah

15

memahami apa yang dimaksud komuikator maka akan

terciptapendapat yang berbeda-beda bagi komunikan.

2.1.6.3 Perubahan perilaku

Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku maupun

tindakan seseorang, dari perilaku yang destruktif (tidak

mencerminkan perilaku hidup sehat, menuju perilaku hidup

sehat)

2.1.6.4 Perubahan Sosial

Membangun dan memelihara ikatan hubungan dengan orang

lain sehingga menjadi hubungan yang semakin baik.

2.1.7 Faktor penghambat komunikasi

Menurut Nasir dkk (2009) Beberapa faktor penghambat komunikasi

sebagai berikut :

2.1.7.1 Status sosial

Cara seseorang berkomunikasi harus melihat dari siapa lawan

kita, misalnya keluarga kita maka komunikasi yang akan

terbina adalah komunikasi yang lebih santai, dekat dan akrab,

akana berbeda hal nya bila kita berbicara dengan orang lain,

maka kita harus berpikir agamanya apa,tingkat pendidikan nya

bagaimana, ideologinya seperti apa, posisinya sebagai apa,

tingkat kehidiupan nya seperti apa dan sebagainya.

2.1.7.2 Status psikologis

Dalam kondisi marah dan kecewa, cemas, iri hati, bingung,

dan pikiran kalut baik komunikan maupun komunikator

terlebih dahulu harus dipersiapkan, sehingga apa yang akan

disampaikan akan sesuai dengan isi pesan. Seorang perawat

harus bisa mengesampingkan kondisi amarahnya, rasa

kecewanya, kecemasannya, perasaan iri hatinya, kebingungan

nya, dan kekalutannya saat akan berkomunikasi dengan klien,

terkadang kita menjumpai perawat marah sama keluarga klien

16

karena baru saja ada masalah dengan rumah tangganya. Hal ini

perlu dihindari, karena akan terjadi kebuntuan dalam hubungan

perawat dan klien.

2.1.7.3 Status budaya

Manusia berada pada tingkat keanekaragaman budaya, ras,

norma, kebiasaan, bahasa, gaya hidup, postur tubuh, warna

kulit dan sebagainya. Keanekaragaman itulah yang membuat

manusia harus beradaptasidalam pergaulan dan berkomunikasi.

Seseorang harus bisa menyesuaikan bagaimana harus bergaul

dan berkomunikasi dalam situasi keberagaman.

2.1.7.4 Prasangka

Prasangka merupakan dugaan yang belum menjamin

kebenarannya dan selalu menjurus pada kesimpulan negatif,

karena pandangan nya tidak realistis. Apapun kalau dilihat

buruknya saja, tidak ada seorangpun yang baik dan sebaliknya

siapun yang selalu dilihat baiknya saja dan tidak ada orang

yang tidak baik sehingga perlu dipandang secara objektif.

2.1.7.5 Hambatan semantis

Faktor semantis disebabkan karena faktor bahasa yang

digunakan oleh komunikator sebagai “alat” untuk menyelurkan

pikiran dan perasaannya kepada komunikan karena terdapat

gaya bahasa dan arti yang berbeda dalam berkomunikasi,

sehingga perawat dalam bekerja merawat pasien perlu

memperhatikan membaca dan melihat logat bahasa dan

mengukur kemampuannya dalam berbahasa sehingga bila

perlu memakai penerjemah bahasa agar tidak terjadi kesalahan

dalam komunikasi.

2.1.7.6 Lingkungan

Lingkungan yang berisik dan tidak bersahabatakan

menghambat dalam upaya menerjemahkan isi pesan, hal

tersebut akan mengganggu konsentrasi dalam mempersepsikan

17

isi pesan yang akan disampaikan, sehingga perlu penjelasan

artikulasi dan pengucapannya dan bila perlu menggunakanalat

pengeras suara untuk memperjelas isi pesan.

2.1.7.7 Hambatan mekanis

Dalam berkomunikasi menggunakan media, informasi, atau isi

pesanyang disampaikan oleh komunikator terkadang tidak

sesuai dengan isi pesan yang diterima oleh komunikan,

kemungkinaan bila berbicara melalui telepon dan terjadi

kesalahan dalam menerima isi pesan yang mungkindisebabkan

adanya keusakan pada teleponnya, untuk itu komunikasi

melalui teplepon perlu adanya pengulangan isi pesan sampai

dengan isi pesan tersebut bisa di persepsikan dan diartikan

sesuai dengan kehendak komunikator, selain itu berkomunikasi

melalui telepon hendaknya pesan singkat, padat, berisi.

2.2 Komunikasi Efektif

Peraturan Menteri kesehatan nomor 11 /MENKES/ PER/ II / 2017 pasal

5 ayat 5 tentang 6 sasaran keselamatan pasien nomer 2 yaitu

meningkatkan komunikasi efektif dalam patient safety. Pada Bab III

pasal 2 (1) dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di

fasilitas pelayanan kesehatan, Menteri membentuk komite nasional

keselamatan pasien untuk meningkatkan keselamatan pasien di fasilitas

pelayanan kesehatan, komite nasional keselamatan pasien memiliki tugas

memberikan masukan dan pertimbangan kepada Menteri dalam rangka

penyusunan kebijakan nasional dan peraturan keselamatan pasien.

(Depkes, 2008) mengemukakan sasaran keselamatan pasien kedua yaitu

rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas

komunikasi antar para pemberi layanan. Menurut komite akreditasi

rumah sakit (2012) Maksud dan tujuan sasaran keselamatan pasien

dengan peningkatan komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat,

18

lengkap, jelas, dan mudah dipahami oleh pasien maka akan mengurangi

kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.

Standar Joint Commision International (JCI) Edisi 5 tahun 2014

menyatakan bahwa sasaran keselamatan pasien kedua yaitu tentang

komunikasi efektif salah satunya dengan komunikasi SBAR saat

handover, hal ini sebagai upaya untuk mengurangi dampak akibat

penyampaian dan penerimaan informasi yang tidak tepat yaitu dengan

memperkenalkan komunikasi efektif yang dapat digunakan dalam

handover, dengan komunikasi terstruktur disebut SBAR (Situation

Background Assesment and Recommendation).

Menurut Australian Healthcare & Hospital Association (2009),

informasi yang harus disampaikan dalam handover harus

berkesinambungan agar asuhan keperawatan dapat berjalan dengan

sempurna, apabila pelaksanaan handover tidak baik dapat menyebabkan

terputusnya arus informasi dan dapat berakibat pada gagalnya pemberian

asuhan keperawatan selanjutnya. terdapat hubungan motivasi dengan

pelaksanaan komunikasi SBAR dalam handover pada perawat

pelaksana, karena perawat yang mampu berkomunikasi yang baik akan

meningkatkan citra profesionalisme pada dirinya (Dewi, 2012).

Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah

diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon, bila

diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah

terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis,

seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk

melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito.

Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu

kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon

19

termasuk: menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara

lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima

membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan

mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang

dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat NORUM/LASA

dilakukan eja ulang.

Kebijakan dan/atau prosedur mengidentifikasi alternatif yang

diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak

memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat

darurat/emergensi di IGD atau ICU.

Kegiatan yang dilaksanakan:

2.2.1 Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil

pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah

atau hasil pemeriksaan tersebut.

2.2.2 Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara

lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil

pemeriksaan tersebut.

2.2.3 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang

memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

2.2.4 Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten

dalam melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi

lisan melalui telepon.

2.3 Syarat komunikasi yang efektif meliputi :

Menurut Tamsuri (2016) untuk membuat komunikasi efektif, diperlukan

beberapa syarat yang selanjutnya dikenal dengan tujuh C dalam

komunikasi (The seven C’s of Communication)

2.3.1 Credibility (kredibilitas) adalah pengakuan komunikator terhadap

keberadaan komunikator, seseorang komunikan bisa di katakan

20

credible bila memiliki kelebihan-kelebihan yang mampu memikat

khalayak sehingga mau mendengarkan pembicaraan,

memepercayai pembicaraan, dan melaksanakan pesan yang telah

disampaikan.

2.3.2 Context (konteks) pesan yang disampaikan hendaknya sesuai

dengan kepentingan sasaran yang berarti materi yang akan

disampaikan sesuai dengan yang dibutuhkan saat ini.

2.3.3 Content (isi) isi materi merupakan inti dari kegiatan komunikasi

yang akan disampaikan sebagai pesan oleh komunikator, yang

berpengaruh bagi penerima pesan.

2.3.4 Clarity (kejelasan) pesan yang disampaikan oleh komunikator

diterima dan dimengerti oleh penerima.

2.3.5 Continuty dan Consistency (Kontinuitas dan konsistensi) pesan

yang disampaikan konsisten dan berkesinambungan dan tidak

menyimpang dari topik dan tujuan komunikasi yang telah

ditetapkan.

2.3.6 Channel (Saluran) saluran yang digunakan dalam komunikasi

sesuai dan memungkinkan penerimaan yang baik oleh

komunikan.

2.3.7 Capability of audience (kemampuan komunikan) materi dari isi

pesan dan tekhnik penyampaian pesan disesuaikan dengan

kemampuan penerimaan sasaran, sedangkan pesan itu sendiri

mudah diterima dan tidak membingungkan.

2.4 Komunikasi antara petugas kesehatan

Perawat menjalankan peran yang membutuhkan interaksi dengan

berbagai anggota tim pelayanan kesehatan. Komunikasi disini berfokus

pada pembentukan tim, fasilitas proses kelompok, kolaborasi,

konsultasi, delegasi, supervisi, kepemimpinan, dan manajeman (Triola,

2006). Interaksi perawat dengan tim lain yang efektif yaitu

21

memberikan informasi/ instruksi secara lengkap dan jelas tanpa

memakai singkatan yang tidak baku/standar.

Melakukan read back terhadap informasi/instruksi yang diterima secara

lisan maupun tulisan melalui telepon atau melaporkan hasil

pemeriksaan penting yang membutuhkan verifikasi oleh penerima

informasi. Standarisasi singkatan, akronim, simbol yang berlaku di

rumah sakit, memberlakukan standar komunikasi pada saat operan

handover communication. Meningkatkan ketepatan laporan. Repeat

back dilakukan saat dokter memberi instruksi sebelum memasukkan

obat (Depkes, 2008).

Arwani & Monica (2003) menyatakan berkomunikasi di rumah sakit,

petugas dan tenaga medis harus melakukan proses verifikasi terhadap

akurasi dari komunikasi lisan dengan catat, baca kembali dan

konfirmasi ulang (CABAK), yaitu :

2.4.1 Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan.

Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui

sarana. Komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan harus

memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan

suara (tidak besar dan tidak kecil), jelas, singkat dan padat.

2.4.2 Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut (catat).

Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka

penerima pesan harus mencatat pesan yang diberikan secara

jelas. Untuk mendokumentasikan pesan lisan (telepon),

perawat harus menuliskan waktu panggilan, penelpon, pihak

yang ditelepon, pihak penerima informasi, dan informasi yang

diterima.

2.4.3 Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima

pesan (Baca). Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus

membacakan kembali pesan tersebut kepada pemberi pesan

22

agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapan diterima dengan

baik.

2.4.4 Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada

pemberi pesan (konfirmasi). Pemberi pesan harus

mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima pesan dan

memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang

kurang atau salah.

2.5 Komunikasi Antar perawat

Menurut Tamsuri. (2016) Koordinasi dan komunikasi tidak hanya

diperlukan antar tenaga profesional kesehatan, tetapi juga dalam suatu

tim profesi, termasuk perawat. Dengan demikian, perawat mampu

melaksanakan peran dan fungsinya secara berkesinambungan.

Perawat merupakan profesi yang harus setia setiap saat disisi klien

sehingga kerjasama, koordinasi, dan komunikasi antar perawat yang

terlibat dalam tim perawatan klien harus selalu dilakukan untuk

mencegah terputusnya proses keperawatann yang diselenggarakan.

Gangguan komunikasi antarperawat dapat mengakibatkan proses

keperawatan terhenti, kinerja asuhan keperawatan juga akan menurun,

bahkan menghambat tujuan asuhan keperawatan.

Hasil penelitian Chaboyer, et al 2007 (Sugiharto, 2012) di Australia dan

sejumlah negara lain menunjukkan bahwa kurang lebih 30% aktifitas

keperawatan bergantung dari komunikasi.

Pelaksanaan serah terima diperlukan komunikasi yang efektif,

sebagaimana pada peraturan menteri kesehatan nomor 11 /MENKES/

PER/ II / 2017 dikatakan bahwa salah satu sasaran keselamatan pasien

meliputi peningkatan komunikasi yang efektif, komunikasi yang efektif

antar perawat dapat terjadi saat pelaksanaan handover, handover ini

23

bertujuan menyampaikan informasi dari setiap pergantian shift serta

memastikan efektifitas dan keamanan dalam perawatan pasien,

pelaksanaan komunikasi yang baik saat handover berpengaruh terhadap

peningkatan keselamatan pasien ( Triwibowo, C, 2016).

Tenaga keperawatan harus memperhatikan kekompakan tim yang dapat

dicapai melalui kerjasama dan komunikasi yang baik antar anggota tim.

Kerjasama ini mengandung unsur berbagi tugas untuk dikerjakan

beberapa perawat untuk mencapai tujuan keperawatan yang optimal.

Agar kerjasama ini berhasil baik, diperlukan hal berikut :

2.5.1 kesesuaian pemahaman tentang tujuan keperawatan yang akan

dilakukan dan pemahaman tentang masing-masing tugas

anggota tim keperawatan.

2.5.2 Pendelegasian wewenang

2.5.3 Kesediaan untuk menerima umpan balik antaranggota tim

keperawatan.

2.5.4 Terciptanya rasa solidaritas kelompok

2.5.5 Terciptanya iklim kerja yang kondusif dalam tim.

2.6 Konsep komunikasi SBAR (Situasion, Background, Assessmen,

Recomendation).

Menurut Rofii, (2013) SBAR adalah metode terstruktur untuk

mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian

segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang efektif dan

meningkatkan keselamatan pasien.

Sukesih (2015) dalam The 2 nd University Reseach Coloquim,

mengatakan komunikasi yang efektif adalah dengan menggunakan

komunikasi SBAR, komunikasi SBAR merupakan komunikasi dengan

menggunakan alat yang logis untuk mengatur informasi yang dapat

ditransfer kepada orang lain secara akurat dan efisien.

24

Teknik SBAR terdiri atas unsur Situation (S), Background (B),

Assessment (A), Recommendation (R).

2.6.1 Unsur- unsur SBAR sebagai berikut:

2.6.1.1 Situation : menjelaskan kondisi terkini dan keluhan

yang terjadi pada pasien seperti penurunan tekanan

darah, gangguan irama jantung, sesak nafas, dan

lainnya.

2.6.1.2 Background : menggali informasi mengenai latar

belakang klinis yang menyebabkan timbulnya keluhan

klinis, seperti bagaimana riwayat kesehatan dahulu

dan riwayat kesehatan sekarang, riwayat alergi obat-

obatan, hasil pemeriksaan laboratorium yang sudah

diberikan, hasil pemeriksaan penunjang, dan lainnya.

2.6.1.3 Assessment : penilaian/pemeriksaan fisik terhadap

kondisi pasien terkini sehingga perlu diantisipasi agar

kondisi pasien tidak memburuk.

2.6.1.4 Recommendation : merupakan usulan sebagai tindak

lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi

masalah pasien saat ini seperti menghubungi dokter,

mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan

penunjang, dan lainnya/ intervensi apa yang sudah

dan yang belum di lakukan untuk mengatasi masalah

pasien.

2.6.2 Kelebihan dokumentasi SBAR

Komunikasi SBAR mempunyai kelebihan yaitu menyediakan cara

yang efektif dan efisien untuk menyampaikan informasi dalam

timbang terima pasien, Lisbeth Blom et al (2015) dalam penelitian

studi kuantitatif komparatif nya menyebutkan komunikasi SBAR

lebih efisien digunakan karena terdapat isi kalimat yang terstruktur.

25

Selain itu menurut Rina Safitri (2012) dalam penelitian

kuantitatifnya menyebutkan bahwa pelatihan tekhnik komunikasi

SBAR berpengaruh terhadap motivasi dan kepuasan perawat dalam

melakukan operan.

2.6.3 Manfaat dokumentasi SBAR

Manfaat Komunikasi SBAR dapat meningkatkan keselamatan

pasien, Cecep Triwibowo, (2012) dalam penelitian kualiatifnya

menyebutkan bahwa keselamatan pasien meningkat dengan adanya

handover yang baik, selain itu menurut Siti Nur Qomariah (2014)

pada penelitian kuantitatifnya menyebutkan terdapat hubungan

komunikasi antar perawat dengan insiden keselamatan pasien dan

ada hubungan komunikasi perawat, dokter, departemen penunjang

medis,pasien dengan insiden keselamatan pasien.

26

Situation

Diagnosis Keperawatan

(Data)

Background

Riwayat

Keperawatan

Assesment :

KU,TTV,GCS,Skala

Nyeri,skala resiko jauh

Recomendation :

1. Tindakan yang sudah

2. Dilanjutkan

3. Stop

4. Modifikasi

5. Strategi Baru

Data Demografi

Diagnosis medis

Gambar 2.1 : Skema Timbang Terima (handover) SBAR

Sumber : Nursalam, 2014

27

2.7 Konsep Timbang Terima Pasien (handover)

Menurut Eaton, (2010) dalam Marjani (2015) timbang terima memiliki

beberapa istilah lain. Beberapa istilah itu diantaranya handover,

handoffs, shift report, signout, signover dan cross coverage. Handover

adalah komunikasi oral dari informasi tentang pasien yang dilakukan

oleh perawat pada pergantian shift jaga. Friesen et al (2010) dalam

Fadilah (2016) menyebutkan tentang definisi dari timbang terima

pasien adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggung jawab

dan tanggung gugat) selama perpindahan perawatan yang

berkelanjutan yang mencakup peluang tentang pertanyaan, klarifikasi

dan konfirmasi tentang pasien. Timbang terima juga meliputi

mekanisme transfer informasi yang dilakukan, tanggungjawab utama

dan kewenangan perawat dari perawat sebelumnya ke perawat yang

akan melanjutnya perawatan.

Nursalam (2008), menyatakan timbang terima adalah suatu cara dalam

menyampaikan sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan

klien. Timbang terima pasien adalah waktu dimana terjadi perpindahan

atau transfer tanggungjawab tentang pasien dari perawat yang satu ke

perawat yang lain. Tujuan dari timbang terima pasien adalah

menyediakan waktu, informasi yang akurat tentang rencana perawatan

pasien, terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang akan terjadi dan

antisipasinya.

Nursalam (2015) Komunikasi saat serah terima tugas (overan/timbang

terima) antar perawat, di perlukan komunikasi yang jelas tentang

kebutuhan pasien, intervensi yang sudah dan belum dilaksanakan,

serta respon yang terjadi pada pasien. Perawat melakukan timbang

terima bersama dengan perawat lainnya dengan cara berkeliling

kesetiap pasien dan menyampaikan kondisi pasien secara akurat

didekat pasien. Karena cara tersebut dinilai lebih efektif dan

28

membantu perawat dalam menerima overan / timbang terima secara

nyata.

2.7.1 Tujuan handover (Nursalam, 2015)

2.7.1.1 Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien

(data fokus).

2.7.1.2 Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum

dilakukan dalam asuhan keperawatan kepada klien.

2.7.1.3 Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera

ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya.

2.7.1.4 Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.

Menurut Scovell, 2010 dalam Triwibowo, 2016, handover

bertujuan untuk menyampaikan informasi dari setiap pergantian

shift serta memastikan efektifitas dan keamanan dalam

perawatan pasien.

2.7.2 Handover memiliki 2 fungsi utama yaitu:

2.7.2.1 Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan

mengekspresikan perasaan perawat.

2.7.2.2 Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar

dalam penetapan keputusan dan tindakan

keperawatan.

2.7.3 Manfaat handover bagi perawat (Nursalam, 2015)

2.7.3.1 Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.

2.7.3.2 Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab

antar perawat.

2.7.3.3 Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien

berkesinambungan.

2.7.3.4 Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien.

29

2.7.4 Langkah-langkah dalam handover (Eaton, 2010)

2.7.4.1 Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.

2.7.4.2 Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-

hal yang akan disampaikan.

2.7.4.3 Perawat primer menyampaikan kepada perawat

penanggung jawab shift selanjutnya meliputi: (kondisi

atau keadaan pasien secara umum, tindak lanjut untuk

dinas yang menerima operan, rencana kerja untuk

dinas yang menerima laporan).

2.7.4.4 Penyampaian timbang terima diatas harus dilakukan

secara jelas dan tidak terburu-buru.

2.7.4.5 Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-

sama secara langsung melihat keadaan pasien.

2.7.5 Prosedur dalam pelaksanaan handover

Menurut Chaboyer et all, (2008), prosedur timbang

terima meliputi :

2.7.5.1 Persiapan

a. Kedua kelompok dalam keadaan siap.

b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku

catatan.

2.7.5.2 Pelaksanaan

a. Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima

kepada masing- masing penanggung jawab:

b. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian

shift atau operan.

c. Dari nurse station perawat berdiskusi untuk

melaksanakan timbang terima dengan mengkaji

secara komprehensif yang berkaitan tentang

masalah keperawatan klien, rencana tindakan

30

yang sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal

penting lainnya yang perlu dilimpahkan.

d. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan

perincian yang lengkap sebaiknya dicatat secara

khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada

perawat yang berikutnya.

e. Hal-hal yang perlu disampaikan pada handover

adalah :

1) Identitas klien dan diagnosa medis.

2) Masalah keperawatan yang kemungkinan

masih muncul.

3) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum

dilaksanakan.

4) Intervensi kolaborasi dan dependen.

5) Rencana umum dan persiapan yang perlu

dilakukan dalam kegiatan selanjutnya,

misalnya operasi, pemeriksaan laboratorium

atau pemeriksaan penunjang lainnya,

persiapan untuk konsultasi atau prosedur

lainnya.

6) Perawat yang melakukan timbang terima

dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan

melakukan validasi terhadap hal-hal yang

kurang jelas Penyampaian pada saat timbang

terima secara singkat dan jelas

7) Lama timbang terima untuk setiap klien tidak

lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi

khusus

8) Pelaporan untuk timbang terima dituliskan

secara langsung oleh perawat pada buku

laporan.

31

Diagnosis medis

masalah

Diagnosa

keperawatan

Rencana

tindakan

Yang telah

dilakukan

Perkembangan

keadaan pasien

Masalah :

1. Teratasi

2. Belum

3. Sebagian

Gambar 2.2 : Skema timbang terima

Sumber : Nursalam, 2015

Pasien

Yang akan

dilakukan

32

2.8 Landasan Teoritis Keperawatan

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh teori keperawatan Imogine King

(Theory of Goal Attainment), teori keperawatan oleh Myra Estrine Levine

(Levine’s Conservation model) dan teori keperawatan Sister Calista Roy

(Adaptation teori).

Teori King berasumsi bahwa manusia seutuhnya (Human being) sebagai

sistem terbuka yang secara konsisten berinteraksi dengan lingkungannya.

Pada teori King menjabarkan tiga sistem interaksi yang dikenal dengan

Dynamic interacting system, meliputi personal sysem (individual),

interpersonal system (group) dan sosial system (Brajakson 2017; Martha

Raile.2016).

Melalui dasar sistem tersebut, maka King menganggap manusia merupakan

individu yang reaktif yakni bereaksi terhadap situasi, orang dan objek.

Manusia sebagai makhluk yang berorientasi terhadap waktu tidak lepas dari

masa lalu dan sekarang yang dapat mempengaruhi masa depan dan sebagai

makhluk sosial manusia akan hidup bersama orang lain yang akan selalu

berinteraksi. Parker (2001) dalam Anita (2013).

Pada teori Imogene King, personal system (individu) merupakan sistem

terbuka yang meliputi persepsi (perception), diri (self), pertumbuhan dan

perkembangan (growth and development), citra diri (body image), ruang

(space), dan waktu (time). Interpersonal system (group) merupakan suatu

hubungan antara perawat dan pasien yang meliputi interaksi, komunikasi,

transaksi, peran dan stress. Social system (sosial) yang berarti bahwa sistem

pembatas peran organisasi sosial, perilaku, dan praktik yang dikembangkan

untuk memelihara nilai-nilai dan mekanisme pengaturan antara praktik dan

aturan terdiri dari organisasi, otoritas, kekuasaan, status dan pengambilan

keputusan. (Brajakson 2017).

33

Pada penelitian ini konsep teori King yang digunakan lebih spesifik dalam

konsep sistem interpersonal meliputi interaksi, komunikasi, transaksi, peran

dan stres. Interaksi merupakan hubungan timbal balik oleh dua orang atau

lebih. Komunikasi didefinisikan oleh King adalah proses dimana informasi

yang diberikan dari satu orang ke orang lain baik langsung maupun tidak

langsung. (Aziz Alimul 2004; Alligood.2014)

Levine’s Conservation model difokuskan dalam mempromosikan adaptasi

dan mempertahankan keutuhan menggunakan prinsip-prinsip konservasi.

Pada teori ini menjabarkan tiga konsep mayor yaitu : Wholeness (holism ),

Adaptasi, Konservasi.

Wholeness (holism) adalah suatu sistem terbuka, yang menekankan pada

suara, organik, progresif mutualisme antara fungsi-fungsi dan bagian dari

keseluruhan yang mempunyai batas-batas terbuka dan sangat fleksibel.

Levine meyakini bahwa hal ini merupakan bagian dari individu yang

menekankan bahwa mereka berespon dalam satu keutuhan pribadi

terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan.

Menurut Levine adaptasi merupakan sebuah proses perubahan yang

bertujuan mempertahankan integritas individu dalam menghadapi realitas

lingkungan internal dan eksternal.

Konservasi merupakan hasil dari adaptasi, konservasi merupakan konsep

universal, sesuai dengan aturan alam, konservasi bergantung pada sistem

hidup yang berhubungan dengan integrasi seluruh sistem (Kasron. 2017;

Aligood 2014)

Model ini membimbing perawat untuk berfokus pada pengaruh dan

tanggapan tingkat individu. Melalui konservasi individu dapat menghadapi

hambatan, beradaptasi sesuai dengan lingkungannya dan mempertahankan

34

keunikan mereka. Menurut Levine konservasi merupakan hasil dari

adaptasi, tujuan dari konservasi adalah kemampuan dan kekuatan untuk

menghadapi masalah yang ada. Model konservasi menurut Levine bahwa

manusia dan lingkungan selalu terkait dan dapat beradaptasi terhadap

perubahan yang terjadi oleh lingkungannya untuk bersama-sama menjaga

keutuhan individu.(Levine, 1990 ; Aligood 2014 ).

Roy Adaptation teori menjelaskan bahwa adaptasi merupakan suatu proses

dan hasil dimana pemikiran dan perasaan seseorang individu atau

kelompok yang sadar bahwa manusia dan lingkungan adalah satu kesatuan.

Roy menjelaskan bahwa keperawatan sebagai proses interpersonal yang

diawal adanya kondisi maladaptasi akibat perubahan lingkungan baik

internal maupun eksternal. Sebagai suatu sistem, manusia mempunyai

proses internal yang berperan untuk mempertahankan kesatuan individu,

berinteraksi dengan lingkungan dan mengatasi lingkungan melalui

mekanisme adaptasi bio-psikososial. (Kasron, 2017, Aligood, 2014)

Keterkaitan penelitian ini pada teori Levine dan teori Roy menekankan

proses adaptasi dan konservasi pada perawat sebagai individu yang

melaksanakan penerapan komunikasi SBAR pada handover di RSUD

Banjarmasin, dikarenakan perubahan tersebut baru terlaksana sehingga

memerlukan proses adaptasi.

2.9 Kerangka Teori Keperawatan

Kerangka teori menjelaskan secara singkat konsep teori yang mendasari

penelitian. Kerangka teori merupakan struktur logis pemahaman yang

mengarahkan peneliti pada konsep teori yang melatarbelakangi penelitian.

(Nursalam, 2013).

Pada penelitian ini menggunakan dasar teori keperawatan Imogene King

(Goal Attainment), Myra Estrine Levine (Levine’s Conservation model)

35

Adaptasi

Teori

Imogine

king

Teori

Myra

E.Levine

Wholness

Konservasi

Adaptasi

Komunikasi SBAR

Sistem Personal

Sistem Sosial

dan teori keperawatan Sister Calista Roy (Adaptation teori). Alasan

peneliti memilih 3 teori tersebut karena teori Imogine king, Myra E.Levine

dan Calista Roy menjelaskan bahwa manusia sebagai sistem interpersonal

yang mampu berinteraksi, berkomunikasi, dan saling terikat untuk

beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan. Penerapan

komunikasi SBAR pada perawat dalam melaksanakan handover mencakup

konsep tersebut.

Hal ini diterjemahkan dalam gambar kerangka teori sebagai berikut:

Gambar 2.3 : Kerangka teori keperawatan komunikasi SBAR.

Sumber : Kasron, 2017

Sistem

interpersonal :

- Interaksi

- Komunikasi

- Transaksi

- Peran

- Stres

Teori

Sister

Calista

Roy

36

Dalam penelitian ini, teori keperawatan Imogene King, Myra Estrin Levine

dan Sister Calista Roy dipilih karena sesuai dengan model penerapan

komunikasi SBAR di Rumah sakit. Dalam teori King sistem interpersonal

diasumsikan sebagai bagian yang mencakup individu yang memiliki sifat

terbuka untuk menerima perubahan dalam melaksanakan komunikasi

SBAR. Sedangkan konsep teori konservasi Levine menjelaskan adanya

keterikatan antara manusia dan lingkungan yang beradaptasi terhadap

perubahan lingkungan. Kemudian adaptasi menurut teori Roy menjelaskan

adanya perubahan mekanisme kerja perawat sebelum dan sesudah

penerapan komunikasi SBAR diperlukan proses adaptasi perawat dalam

pelaksanaannya untuk mencapai tujuan terlaksananya komunikasi yang

efektif antar perawat.

Adapun kerangka pikir pada penelitian ini di jelaskan sebagai berikut :

Gambar 2.4 Kerangka pikir penelitian

Sumber : Kasron, 2017

Teori

imogine

King

Teori

Myra.E

Levine

Teori

Sister

Calista

Roy

Interpersonal

Wholness

Konservasi

Adaptasi

Adaptasi

Penerapan komunikasi

SBAR dalam

melaksanakan handover

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63