17
17 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pemasaran Menurut (Gary, Wong, Philip Kotler, & John Saunders, 2008) Pemasaran adalah mengelola hubungan pelanggan dengan menguntungkan. Tujuan ganda dari pemasaran adalah untuk menarik pelanggan baru dengan menjanjikan nilai superior dan mempertahankan pelanggan saat ini dan tumbuh dengan memberikan kepuasan. Menurut Kotler (2012:146) pengertian manajemen pemasaran adalah penganalisaan, pelaksanaan, dan pengawasan, program-program yang ditujukan utuk mengadakan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini sangat tergantung pada penawaran organisasi dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar tersebut serta menentukan harga, mengadakan komunikasi, dan distribusi yang efektif untuk memberitahu, mendorong serta melayani pasar. Konsep-konsep yang bersaing yang telah digunakan oleh organisasi untuk kegiatan pemasaran mencakup: konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran, dan konsep pemasaran holistic. 1. Konsep produksi Konsep produksi adalah salah satu dari konsep tertua dalam bisnis konsep itu menegaskan bahwa konsumen akan memilih produk yang tersedia dimana- mana dan murah. Manajer dari bisnis yang berorientasi produksi berkonsentrasi pada mencapai efisiensi produk yang tinggi, biaya murah, dan distribusi massal. 2. Konsep produk Konsep produk menyatakan bahwa konsumen akan lebih menyukai produk- produk yang menawarkan fitur-fitur yang bermutu, berprestasi, atau inovatif. Para manajer dalam organisasi ini berfokus pada membuat

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pemasaranlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/BAB II AULIA DESWARA.pdf · Menurut Kotler (2012:146) pengertian manajemen pemasaran adalah

  • Upload
    dangnhi

  • View
    231

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

17

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Pemasaran

Menurut (Gary, Wong, Philip Kotler, & John Saunders, 2008)

Pemasaran adalah mengelola hubungan pelanggan dengan menguntungkan. Tujuan

ganda dari pemasaran adalah untuk menarik pelanggan baru dengan menjanjikan

nilai superior dan mempertahankan pelanggan saat ini dan tumbuh dengan

memberikan kepuasan.

Menurut Kotler (2012:146) pengertian manajemen pemasaran adalah

penganalisaan, pelaksanaan, dan pengawasan, program-program yang ditujukan

utuk mengadakan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk

mencapai tujuan organisasi. Hal ini sangat tergantung pada penawaran organisasi

dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar tersebut serta menentukan

harga, mengadakan komunikasi, dan distribusi yang efektif untuk memberitahu,

mendorong serta melayani pasar.

Konsep-konsep yang bersaing yang telah digunakan oleh organisasi untuk

kegiatan pemasaran mencakup: konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan,

konsep pemasaran, dan konsep pemasaran holistic.

1. Konsep produksi

Konsep produksi adalah salah satu dari konsep tertua dalam bisnis konsep

itu menegaskan bahwa konsumen akan memilih produk yang tersedia

dimana- mana dan murah. Manajer dari bisnis yang berorientasi produksi

berkonsentrasi pada mencapai efisiensi produk yang tinggi, biaya murah,

dan distribusi massal.

2. Konsep produk

Konsep produk menyatakan bahwa konsumen akan lebih menyukai

produk- produk yang menawarkan fitur-fitur yang bermutu, berprestasi,

atau inovatif. Para manajer dalam organisasi ini berfokus pada membuat

18

produk yang superior dan meningkatkannya sepanjang waktu. Akan

tetapi, para manajer ini kadang-kadang terperangkap dalam urusan cinta

dengan produk-produk mereka. Mereka mungkin komit dengan kesesatan

“perangkap tikus yang lebih baik” yang yakin bahwa sebuah perangkap

tikus yang baik itu bisa berhasil hanya kalau produk itu berharga,

didistribusikan, diiklankan, dan dijual secara memadai.

3. Konsep penjualan

Konsep penjualan menyatakan bahwa konsumen dan bisnis, jika

ditinggalkan sendiri, biasanya tidak akan membeli cukup banyak

produk-produk organisasi. Oleh karena itu, organisasi harus melakukan

usaha penjualan dan promosi yang agresif. Konsep penjualan itu

dicontohkan dalam pemikiran Sergio Zyman, mantan wakil dirut

pemasaran Coca-cola. Tujuan pemasaran adalah menjual lebih banyak

barang kepada lebih banyak orang lebih sering untuk mendapatkan lebih

uang supaya menghasilkan lebih banyak laba. Konsep penjualan

dipraktekkan paling agresif pada barang-barang yang tidak dicari, barang-

barang yang biasanya tidak dipikirkan oleh pembeli, seperti asuransi,

ensiklopedia, dan tempat-tempat penguburan. Kebanyakan perusahaan

mempraktekkan konsep penjualan ketika mereka memiliki kapasitas

berlebih. Tujuan mereka adalah menjual apa yang mereka buat dan bukan

membuat apa yang diinginkan pasar. Akan tetapi, pemasaran yang

berbasis pada penjualan agresif membawa resiko yang tinggi.

4. Konsep pemasaran

Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan

organisasi yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi

lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan,

menyerahkan, dan mengomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar

sasaran terpilih.

2.2 Service (Layanan)

2.2.1 Pengertian Service

Service atau pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang

19

terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin

secara fisik dalam menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam kamus besar bahasa

Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain.

Service atau pelayanan merupakan sebuah konsep pemasaran yang

bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal dengan menyentuh

emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif terhadap produk dan

service (Hendarsono dan Sugiharto,2013).

Jasa atau Layanan merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak

kasat mata dari suatu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan

dikonsumsi secara bersamaan, di mana interaksi antara penerima jasa

memengaruhi hasil jasa tersebut (Rangkuti, 2009).

Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh suatu

pihak ke pihak lain pada konsep yang tidak berwujud dan tidak mengakibatkan

kepemilikan. Produk jasa dapat terikat atau tidak terikat satu sama lain. (Amstrong,

2012).

2.2.2 Karakteristik Jasa atau Layanan

Ada empat karakteristik pokok pada jasa yang membedakannya dengan

barang, yaitu (Tjiptono, 2006):

1. Intangibility

Jasa bersifat intangibel yang artinya tidak dapat dilihat, diraba, dicium atau

didengar sebelum dibeli seperti halnya produk. Jasa merupakan suatu

perbuatan, usaha atau kinerja. Konsep Intangibel memiliki dua

pengertian yaitu (Tjiptono, 2006):

a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan dirasa

b. Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau

dipahami secara rohaniah

2. Inseparability

Penjualan jasa dilakukan dengan menjual terlebih dahulu lalu kemudian

diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, hal ini berbeda dengan

karakteristik barang yang terlebih dahulu diproduksi lalu dijual.

20

3. Variability

Jasa memiliki banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung pada

siapa dan kapan jasa tersebut dihasilkan

4. Persihability

Jasa memiliki sifat yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan seperti

hal nya barang.

2.3 E-service

Menurut Winfried Lamersdorfetal (2004:11), dasar teknis dari e-services

dibangun dariaplikasi-aplikasi computer yang secara dramatis mendukung interaksi

yang kompleks (transaksi data) antara partner kerja heterogen dalam sudut pandang

mereka sebagai konsumen, bisnis, ataupun agen pemerintahan (dalam berbagai

kombinasi yang mungkin terjadi). Namun hasil komunikasi terdistribusi tersebut

tidak dapat diimplementasikan tanpa kontribusi tambahan yang terdiri dari sistem

informasi termasuk aspek keamanannya juga.

Menurut George Yee (2006:7), Sebuah e-service memiliki karakteristik

sebagai berikut:

Layanannya dapat diakses melalui internet

Layanannya dijalankan melalui software aplikasi (service software) yang

dimiliki oleh sebuah provider (biasanya sebuah perusahaan)

Perangkat lunak layanan milik perusahaan memungkinkan kita

menggunakan perangkat lunak milik perusahaan lain dalam rangka

menjalankan layanannya.

Sebuah provider dapat memiliki lebih dari satu layanan.

Layanan tersebut dikonsumsi atau digunakan oleh seorang atau oleh

aplikasi lain yang mengakses layanan tersebut melalui internet.

Biasanya ada biaya yang dibayarkan pengguna layanan kepada pihak

penyedia layanan.

Konsumen memiliki preferensi privasi dan keamanan tertentu dalam

layanan yang tidak boleh diganggu oleh provider.

21

Menurut George Yee (2006:95) Electronic services merupakan sebuah istilah

yang secara tidak langsung berbicara mengenai penawaran layanan menggunakan

perangkat elektronik, biasanya menggunakan internet E-service memiliki beberapa

tipe, termasuk tipe yang memungkinkan individu dan organisasi mengakses

informasi (contoh:browsing) dan yang memfasilitasi transmisi data (contoh:aplikasi

perbankan,e-shopping).

Menurut George Yee (2006:141) sebuah system e-service seharusnya dapat

membuat pengumpulan data menjadi sangat mudah dan efisien dengan menggunakan

integrasi, interkoneksi, dan teknologi data mining. Menurut George Yee (2006:283)

sebuah e-service adalah sebuah layanan yang ditawarkan oleh perusahaan kepada

konsumen melalui jaringan komputer. Layanan berupa kutipan laporan stok barang

biasanya sering digunakan sebagai contoh dari sebuah e-service. Pada saat itu,

konsumen login ke komputer server, dan setelah melalui autentifikasi yang tepat,

user dapat memperoleh layanan berupa laporan stok barang. Mengakses akun

seseorang melalui internet banking, juga dapat dijadikan salah satu contoh dari e-

service. Konsumen dapat melihat saldo, transfer dana, atau membayar tagihan.

Jaringan komputer yang digunakan biasanya berupa internet, namun dapat juga

berupa jaringan private perusahaan. Dalam satu waktu, satu Perusahaan dapat

melayani lebih dari konsumen dan banyak perusahaan melayani satu-satu konsumen.

2.4 E-service Quality

E-service quality merupakan versi terbaru dari service quality yang

dikembangkan untuk mengevaluasi pelayanan yang diberikan melalui jaringan

internet. Zeithaml, Parasuraman dan Malhotra (2000) membangun e-service quality

untuk memperbaharui model tradisional dari service quality yang akan digunakan

untuk mengukur electronic service quality dalam pengaturan internet.

Dalam jurnal Chang, Wang dan Yang (2009) definisi resmi pertama situs

layanan kualitas atau kualitas e-service yang diberikan oleh Zeithaml et al. (2001).

Menurut mereka, kualitas e-service dapat defined sebagai sejauh mana situs web

memfasilitasi efficient dan efektif belanja, pembelian, dan memberikan produk dan

layanan. Seperti yang dinyatakan dalam definition di atas, arti dari layanan

komprehensif yang mencakup aspek-aspek layanan pra dan pasca situs dari situs.

22

Dijelaskan dengan hal yang sama, Menurut (Zeithaml et al, 2001) dalam jurnal Hsin

Chang (2008) e-service quality adalah sejauh mana website dapat memfasilitasi

pelanggan secara efektif dan efesien dalam membeli produk atau jasa, pembelian,

dan sampai dengan pengiriman produk atau jasa

Menurut Chase (2006:337), e-service quality adalah perluasan dari

kemampuan suatu situs untuk memfasilitasi kegiatan belanja, pembelian dan

distribusi secara efektif dan efisien.

Jadi dapat disimpulkan bahwa e-service quality adalah kualitas pelayanan

secara elektronik yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan dalam

melakukan transaksi secara online melalui website dari memfasilitasi dari pembelian

sampai pengiriman produk kepada pelanggan dengan pola yang dilakukan secara

efektif dan efisien, baik dari segi fasilitas belanja, pembelian maupun distribusi.

2.4.1 Dimensi E-service Quality

Setelah melihat penelitian Chang, Wang dan Yang (2009) mengenai e-service

quality, terutama bagaimana customer memandang e-service quality, dari 7 dimensi

e-service quality, dapat terbagi menjadi dua bagian skala, yaitu Skala Pelayanan Inti

dan Skala Pelayanan Recovery. Menurut Zeithaml dalam Chang, Wang dan Yang

(2009), e-service quality empat dimensi inti, yaitu :

1. Efficency, adalah kemampuan customer untuk mendapatkan informasi

dari website, menemukan apa yang dibutuhkan dan informasi yang terkait

dengan produk serta melakukan pengecekan dengan usaha yang

seminimal mungkin

2. Fulfillment, adalah akurasi dari janji pelayanan yang diberikan, memliki

produk dalam stock dan lama waktu pengiriman produk sesuai dengan

janji

3. Reliability, berkaitan dengan technical function dari site, terutama

jangkauan yang memperlihatkan ketersediaan dan site berfungsi

sebagaimana mestinya

4. Privacy, adalah jaminan dimana data dan kebiasaan tidak terbuka kepada

pihak lain dan terutama informasi dari kartu kredit aman

Sedangkan yang termasuk kedalam dimensi skala recovery adalah sebagai berikut:

23

1. Responsiveness, adalah kemampuan dari e-retailers untuk menyediakan

informasi yang tepat bagi customer ketika mengalami sebuah masalah,

mampu memiliki mekanisme untuk menangani pengembalian dan

menyediakan garansi

2. Compensation, adalah mekanisme keterlibatan baik mengenai

pengembalian uang, pengembalian barang maupun penanganan mengenai

biaya

3. Contact, adalah kebutuhan customer untuk melakukan interaksi untuk

berbicara dengan service agent online ataupun menelepon ke pihak yang

berkepentingan

2.4.2 Model Konseptual E-service Quality

Model konseptual dari e-service quality dirancang oleh Zeithaml et al (2002)

untuk memahami dan meningkatkan e-service quality sebuah perusahaan. Berikut

adalah gambar yang menunjukan model konseptual e-service quality.

Gambar 2.1 Model Konseptual E-service Quality

(Zeithaml et al 2002:369)

24

Berdasarkan gambar di atas, model e-service quality dibagi menjadi dua

bagian yaitu dari sisi pelanggan dan sisi perusahaan. Dari sisi perusahaan terdapat

tiga rentang potential terhadap e-service quality sebuah situs web, yaitu rentang

informasi (information gap), rentang desain (design gap) dan rentang komunikasi

(communication gap) yang terjadi pada proses marketing, desain dan operasional

situs web. Ketiga rentang tersebut secara bersamaan akan mempengaruhi rentang

pemenuhan kebutuhan (fulfillment gap) yang terdapat pada sisi pelanggan, sehingga

rentang ini akan berpengaruh pada tingkat e-service quality dan value yang dirasakan

oleh pelanggan serta tingkah laku pelanggan dalam keputusan untuk membeli untuk

pertama kalinya atau melakukan pembelian berulang terhadap suatu barang atau jasa.

Berikut adalah penjelasan mengenai rentang-rentang yang terdapat dalam e-

service quality, yaitu :

1. Rentang informasi (information gap) merupakan ketidaksesuian

kebutuhan pelanggan terhadap suatu situs web dan keyakinan pihak

manajemen untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut.

2. Rentang desain (design gap) merupakan kegagalan suatu perusahaan

dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dalam hal pembuatan struktur dan

fungsi dari situs web.

3. Rentang komunikasi (communication gap) merupakan kurang tepatnya

pengertian dari bagian marketing suatu perusahaan mengenai fitur,

kemampuan dan keterbatasan dari situs web. Hal ini merupakan akibat

dari kurangnya komunikasi antara bagian operasional dan bagian

marketing, yang dapat berakibat pada tidak sesuainya informasi yang

dijanjikan.

4. Rentang pemenuhan kebutuhan (fulfillment gap) terjadi di pihak

pelanggan yang merupakan ketidaksesuaian antara kebutuhan dan

pengalaman masa lalu pelanggan. Rentang pmenuhan kebutuhan

dipengaruhi oleh kombinasi rentang informasi, desain dan komunikasi.

Rentang pemenuhan kebutuhan terjadi dalam dua bentuk yang berbeda,

yaitu :

a. Bentuk pertama adalah janji dari bagian marketing suatu perusahaan

kepada para pelanggan yang tidak sesuai dengan kenyataan mengenai

25

desain dan operasional suatu situs web yang terjadi akibat adanya

rentang komunikasi.

b. Bentuk kedua adalah kekecewaan seorang calon pelanggan baru

terhadap janji dari bagian marketing, yang terjadi akibat adanya

rentang desain dan rentang informasi.

Maka dapat disimpulkan bahwa rentang pemenuhan kebutuhan dan

pengalaman masa lalu pelanggan merupakan kunci penentu terhadap tingkat e-

service quality yang dimiliki saat ini. Rentang pemenuhan kebutuhan secara tidak

langsung menangkap pengalaman para pelanggan dan juga akan memiliki dampak

langsung terhadap tingkat e-service quality yang dimiliki saat ini.

2.5 Customer Satisfaction

Menurut Kotler dan Keller (2007) dalam seseorang Kasiri et al.

(2017), customer satisfaction adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul

setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang

diharapkan. Seorang pelanggan, jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh

produk atau jasa, sangat besar kemungkinannya menjadi pelanggan dalam waktu

yang lama.

Dalam definisi lain, Oliver dalam Su Lujun, Scott R Swanson dan Xiaohong

Chen (2016) menyebutkan bahwa customer satisfaction adalah tanggapan pelanggan

atas terpenuhinya kebutuhannya. Hal itu berarti penilaian bahwa suatu bentuk

keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barang/jasa itu sendiri,

memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu kebutuhan,

termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan kebutuhan

melebihi harapan pelanggan. Lebih lanjut, Su et al. (2016) menyebutkan bahwa

service quality adalah kunci yang cukup dominan dalam memengaruhi customer

satisfaction. Hal ini sesuai dengan studi yang telah dilakukan di tahun 2016.

Sedangkan menurut Johnson & Fornel (1991) dalam Y-F Kuo et al (2009)

menyebutkan bahwa customer satisfaction dapat dikategorikan kedalam dua konsep.

Konsep yang pertama adalah transaction – specific. Konsep ini menyebutkan

konsep kepuasan yang dihasilkan dari proses penilaian setelah konsumen membeli

produk tersebut. Pelanggan pasti segera mengevaluasi produk yang ia beli setelah

26

melakukan pembelian. Konsep yang kedua dikategorikan sebagai overall

satisfaction. Konsep ini disebut juga dengan general – overall merupakan konsep

kepuasan yang dihasilkan dengan evaluasi keseluruhan yang didasarkan pada

pengalaman konsumen. Menjadi lebih penting karena mencerminkan kinerja masa

lalu, saat ini, dan yang akan datang.

Berdasarkan definisi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kepuasan

pelanggan dapat terwujud ketika mereka merasakan apa yang diinginkan dapat

terpenuhi dan bahkan melebihi harapan pada pelanggan. Kepuasan pada pelanggan

juga dapat muncul ketika mereka merasakan perbandingan atas pengalaman yang

mereka rasakan sebelumnya.

2.5.1 Indikator Customer Satisfaction

Menurut Chinomona dan Sandada (2013:438) terdapat indikator yang

mengukur kepuasan pelangaan yaitu:

1. Memenuhi harapan pelanggan, yaitu pelanggan merasa harapan mereka

terpenuhi ketika merasakan layanan dan produk pada suatu organisasi atau

perusahan

2. Pemenuhan layanan yang terbaik, yaitu pelanggan merasa mendapatkan

layanan yang dapat melebihi harapan mereka

3. Pengevaluasian pelangan, yaitu pelanggan mengevaluasi kinerja serta

kualitas produk dengan pengalaman yang telah mereka rasakan

sebelumnya

Menurut teori Kottler dalam jurnal Suwardi (2011), menyatakan kunci untuk

mempertahankan pelanggan adalah kepuasan konsumen. Indikator Kepuasan

konsumen dapat dilihat dari :

1. Re-purchase. Membeli kembali, dimana pelanggan tersebut akan kembali

kepada perusahaan untuk mencari barang / jasa.

2. Menciptakan Word-of-Mouth. Dalam hal ini, pelanggan akan mengatakan

hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain

3. Menciptakan Citra Merek. Pelanggan akan kurang memperhatikan merek

dan iklan dari produk pesaing

27

4. Menciptakan keputusan Pembelian pada Perusahaan yang sama dan

membeli produk lain dari perusahaan yang sama.

Selain itu, terdapat aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan

pelanggan secara efektif, yaitu :

1. Warranty Costs. Beberapa perusahaan dalam menangani warranty costs

produk/jasa mereka dilakukan melalui persentase penjualan. Kegagalan

perusahaan dalam memberi kepuasan kepada pelanggan biasanya karena

perusahaan tidak memberi jaminan terhadap produk yang mereka jual

kepada pelanggan.

2. Penanganan terhadap komplain dari pelanggan. Secara statistik hal ini

penting untuk diperhatikan, namun seringkali terlambat bagi perusahaan

untuk menyadarinya. Bila komplain/klaim dari pelanggan tidak secepatnya

diatasi, maka customer defections tidak dapat dicegah.

3. Market Share. Merupakan hal yang harus diukur dan berkaitan dengan

kinerja perusahaan. Jika market share diukur, maka yang diukur adalah

kuantitas, bukan kualitas dari pelayanan perusahaan.

4. Costs of poor quality. Hal ini dapat bernilai memuaskan bila biaya untuk

defecting customer dapat diperkirakan.

5. Industry reports. Terdapat banyak jenis dan industry reports ini, seperti

yang disampaikan oleh J.D Power dalam Bhote, yakni report yang fairest,

most accurate, dan most eagerly yang dibuat oleh perusahaan.

2.5.2 Metode Pengukuran Customer Satisfaction

Sejumlah studi menunjukkan bahwa ada tiga aspek penting yang perlu

ditelaah dalam kerangka pengukuran kepuasan pelanggan (Fornell dalam Tjiptono,

2005), yaitu:

1. kepuasan general atau keseluruhan (overall satisfaction);

2. konfirmasi harapan (confirmation of expectation), yakni tingkat kesesuaian

antara kinerja dengan ekspektasi;

3. perbandingan situasi ideal (comparison to ideal), yaitu kinerja produk

dibandingkan dengan produk ideal menurut persepsi konsumen.

28

Sedangkan Kotler dalam Sunyoto (2013:132) memberikan gambaran metode

yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau

kepuasan pelanggannya dan pelanggan perusahaan pesaing. Kotler dalam Sunyoto

(2013:132) mengemukakan 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Sistem Keluhan dan Saran

Sebuah perusahaan yang berfokus pada pelanggan mempermudah

pelanggannya untuk memberikan saran, pendapat dan keluhan

mereka.Media yang di gunakan meliputi kotak saran yang di letakkan di

tempat-tempat strategis,menyediakan kartu komentar,saluran telepon

khusus dan sebagainya.Tetapi karena metode ini cenderung pasif,maka

sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan dan tidak

kepuasan pelanggan.Tidak semua pelanggan yang tidak puas lantas akan

menyampaikan keluhannya.Bisa saja mereka langsung beralih ke

perusahaan lain dan tidak akan menjadi pelanggan perusahaan tersebut

lagi.

2. Survei Kepuasan Pelanggan

Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan di lakukan

dengan menggunakan metode survei baik melalui pos,telepon maupun

wawancara pribadi. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini

dapat di lakukan dengan berbagai cara diantaranya :

Directly Reported Satisfaction yaitu pengukuran dilakukan secara

langsung melalui pertanyaan.

Derived Dissatisfaction yaitu pengukuran dengan pertanyaan yang di

ajukan menyangkut 2 hal utama, yaitu besarnya harapan pelanggan

terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang telah mereka

rasakan atau terima.

Problem Analysis yaitu pengukuran dengan cara pelanggan yang

dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan 2 hal pokok, yaitu

masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran

dari menajemen perusahaan dan saran-saran untuk melakukan

perbaikan.

29

Importance-Performance Analysis. Dalam teknik ini responden

diminta meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan

derajat pentingnya setiap elemen tersebut. Selain itu juga, responden

diminta merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-

masing elemen tersebut.

3. Belanja Siluman (ghost shopping)

Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang

(ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan potensial

produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut

menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan

produk perusahaan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam

pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper juga

datang melihat langsung bagaimana karyawan berinteraksi dan

memperlakukan para pelanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu

kalau atasannya baru melakukan penilaian akan menjadi bias.

4. Analisis pelanggan yang hilang (lost customer analysis)

Pihak perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang sudah

berhenti menjadi pelanggan atau beralih ke perusahaan lain. Yang di

harapkan adalah memperoleh informasi bagi perusahaan untuk mengambil

kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas

pelanggan.

2.5.3 Dampak Kepuasan Pelanggan

Menurut Hartini (2011:9), Pelanggan dihadapkan pada dua kondisi, yaitu

puas atau tidak puas. Ketika pelanggan merasa puas atau tidak puas dapat

memberikan dampak bagi perusahaan.

Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Hartini (2011:8) dalam menyikapi

ketidakpuasan ada beberapa hal yang dilakukan pelanggan, seperti :

1. Berhenti membeli produk atau jasa pada toko yang sama

2. Negative word of mouth

3. Mengeluh (komplain) pada penjual, agen swasta atau pemerintah

4. Menerima ganti rugi dari penjual

30

5. Melakukan penuntutan resmi untuk mendapat ganti rugi

Disisi lainnya, menurut Schiffman dan Kanuk dalam Hartini (2011:8) jika

pelanggan mengalami kepuasan, maka akan memberikan manfaat, seperti :

1. Hubungan antara pelanggan dan perusahaan akan menjadi harmonis.

2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang

3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas

4. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan

perusahaan

5. Reputasi perusahaan akan menjadi baik dimata pelanggan

6. Laba yang di peroleh meningkat.

Lebih lanjut digambarkan dalam penelitian Sahin, Zehir dan Kitapci (2011),

bahwa customer yang puas akan melakukan pembelian kembali dan menjadi

kebiasaan dalam pembelian customer sehingga melahirkan hubungan yang erat

antara brand atau produk dengan customer

2.6 Repurchase Intention

Repurchase intention didefinisi sebagai pertimbangan individu terkait dengan

pembelian ulang suatu produk dari suatu perusahaan, yang dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan sekitarnya (Lihat Hellier et al., 2003, Spais dan Vasileiou, 2006,

Atchariyachanvanich et al., 2006). Definisi ini menjelaskan bahwa semakin baik

kondisi lingkungan, semakin tinggi peluang terjadinya pembelian ulang. Sebaliknya,

semakin buruk kondisi lingkungan, semakin rendah peluang terjadinya pembelian

ulang. Hal ini memberikan pemahaman bagi pemasar terkait dengan stimulus-

stimulus yang didesain untuk mempengaruhi niat pembelian ulang.

Menurut Hume et al., (2006) definisi repurchase intention adalah keputusan

konsumen untuk terlibat dalam aktifitas dimasa depan dengan seorang penyedia jasa

dan bentuk aktifitas tersebut di masa depan. Lebih lanjut, Hume et al., (2006)

berpendapat bahwa niat pembelian ulang merupakan hasil dari sikap (attitude)

konsumen terhadap performa jasa yang dikonsumsinya.

Dari penelitian Hume et al., (2006) diketahui pada konsumen yang memiliki

kebutuhan yang kuat terhadap kebutuhan emosional terhadap suatu jasa., maka

kebutuhan emosionalnya tersebut akan menjadi kunci pendorong terhadap pembelian

31

ulang dan frekuensinya melakukan pembelian ulang. Hume et al., (2006)

berdasarkan penelitiannya menyatakan bahwa kunci pendorong dari pembelian ulang

konsumen adalah kepuasan dan persepsi konsumen terhadap nilai-nilai (values).

Hawkins (2004) berpendapat bahwa pelanggan yang melakukan pembelian

ulang berlanjut untuk terus membeli merek yang sama walaupun tidak memiliki

keterikatan emosi terhadap merek tersebut. Lebih lanjut, Hawkins (2004)

mengungkapkan bahwa pelanggan yang melakukan pembelian ulang memang

diinginkan, hanya saja pelanggan yang melakukan pembelian ulang tersebut rawan

terhadap tindakan kompetitior. Hal ini dikarenakan mereka membeli merek tertentu

hanya dikarenakan suatu kebiasaan atau karena merek tersedia di toko ditempat

mereka membeli produk.

2.6.1 Indikator Repurchase Intention

Menurut teori Yi dan Suna dalam jurnal Sahin A, Zehir C dan Kitapci H

(2012), repurchase behavior dapat diukur melalui dua indikator yaitu :

1. Repeat purchase intention

Repeat purchase intention adalah pembelian yang dilakukan dalam intensitas

yang berulang. Dalam penelitian ini Repeat purchase intention adalah kondisi

dimana konsumen memiliki tingkat intensitas akan kedatangan kembali

2. Repurchase probability

Repurchase probability adalah suatu kemungkinan terjadinya pembelian

kembali. Dalam penelitian ini maka Repurchase probability adalah

kemungkinan yang dihadapi konsumen untuk datang kembali

32

2.7. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran di atas dapat dijelaskan bahwa berdasarkan penelitian

terdahulu yang dilakukan Hsin Chang, Yao-Hua dan Wen-Yin Yang (2009)

mengenai hubungan antara e-service quality, customer satisfaction dan loyalty dalam

e-marketing. Dalam penelitian tersebut terdapat hubungan antara e-service quality

terhadap customer satisfaction pengaruh keduanya terhadap loyalty, dimana dimensi

dalam loyalti dalam penelitian tersebut adalah repurchase intention dan word of

mouth. Hasil penelitian menggambarkan bahwa, antara e-service quality terhadap

customer satisfaction memiliki efek yang cukup signifikan terhadap repurchase

intention. Maka dari itu, dalam penelitian ini, repurchase intention yang sebelumnya

adalah dimensi dari loyalty, kami jadikan variabel guna diteliti lebih lanjut.

Kerangka pemikiran ini pun diperkuat dengan hasil penelitian Kasiri et al.

(2017) yang memberikan gambaran hubungan antara hubungan service quality

dengan customer satisfaction. Sedangkan pemikiran mengenai pengaruh customer

satisfaction terhadap repurchase intention maupun service quality terhadap

repurchase intention dikembangkan atas dasar penelitian Kitapci et al. (2014).

Adapun yang menjadi dimensi e-service quality dalam penelitian ini adalah

efficiency, fulfilment, reliability, privacy, responsive, compensation dan contact.

Untuk customer satisfaction, dimensi penelitian berasal dari indikator variabel secara

langsung yaitu kepuasan menggunakan jasa dan pembelian di Astra Isuzu,

kepercayaan pelanggan untuk melakukan hal yang tepat dengan melakukan

pemesanan melalui situs web dan kepuasan secara keseluruhan. Sedangkan untuk

Repurchase intention (Z)

Customer satisfaction (Y)

E-service quality

(X)

H3

H1 H2

H4

33

dimensi repurchase intention, yaitu keinginan customer membeli kembali dimasa

yang akan datang.

2.8 Hipotesis

1. Untuk menjawab tujuan penelitian variabel X terhadap variabel Y (T-1)

Ho: variabel e-service quality tidak berpengaruh terhadap variabel

satisfaction.

Ha: variabel e-service quality berpengaruh terhadap variabel satisfaction.

2. Untuk menjawab tujuan penelitian variabel Y terhadap variabel Z (T-2)

Ho: variabel customer satisfaction tidak berpengaruh terhadap variabel

repurchase intention

Ha: variabel customer satisfaction berpengaruh terhadap variabel repurchase

intention.

3. Untuk menjawab tujuan penelitian variabel X terhadap variabel Z (T-3)

Ho: variabel e-service quality tidak berpengaruh terhadap variabel

repurchase intention

Ha: variabel e-service quality berpengaruh terhadap variabel repurchase

intention

4. Untuk menjawab tujuan penelitian variabel X dan variabel Y terhadap

variabel Z (T-4)

Ho : variabel e-service quality tidak berpengaruh terhadap variabel

repurchase intention melalui customer satisfaction.

Ha : variabel e-service quality berpengaruh terhadap variabel repurchase

intention melalui customer satisfaction.