Upload
dangnhi
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
17
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Pemasaran
Menurut (Gary, Wong, Philip Kotler, & John Saunders, 2008)
Pemasaran adalah mengelola hubungan pelanggan dengan menguntungkan. Tujuan
ganda dari pemasaran adalah untuk menarik pelanggan baru dengan menjanjikan
nilai superior dan mempertahankan pelanggan saat ini dan tumbuh dengan
memberikan kepuasan.
Menurut Kotler (2012:146) pengertian manajemen pemasaran adalah
penganalisaan, pelaksanaan, dan pengawasan, program-program yang ditujukan
utuk mengadakan pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk
mencapai tujuan organisasi. Hal ini sangat tergantung pada penawaran organisasi
dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar tersebut serta menentukan
harga, mengadakan komunikasi, dan distribusi yang efektif untuk memberitahu,
mendorong serta melayani pasar.
Konsep-konsep yang bersaing yang telah digunakan oleh organisasi untuk
kegiatan pemasaran mencakup: konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan,
konsep pemasaran, dan konsep pemasaran holistic.
1. Konsep produksi
Konsep produksi adalah salah satu dari konsep tertua dalam bisnis konsep
itu menegaskan bahwa konsumen akan memilih produk yang tersedia
dimana- mana dan murah. Manajer dari bisnis yang berorientasi produksi
berkonsentrasi pada mencapai efisiensi produk yang tinggi, biaya murah,
dan distribusi massal.
2. Konsep produk
Konsep produk menyatakan bahwa konsumen akan lebih menyukai
produk- produk yang menawarkan fitur-fitur yang bermutu, berprestasi,
atau inovatif. Para manajer dalam organisasi ini berfokus pada membuat
18
produk yang superior dan meningkatkannya sepanjang waktu. Akan
tetapi, para manajer ini kadang-kadang terperangkap dalam urusan cinta
dengan produk-produk mereka. Mereka mungkin komit dengan kesesatan
“perangkap tikus yang lebih baik” yang yakin bahwa sebuah perangkap
tikus yang baik itu bisa berhasil hanya kalau produk itu berharga,
didistribusikan, diiklankan, dan dijual secara memadai.
3. Konsep penjualan
Konsep penjualan menyatakan bahwa konsumen dan bisnis, jika
ditinggalkan sendiri, biasanya tidak akan membeli cukup banyak
produk-produk organisasi. Oleh karena itu, organisasi harus melakukan
usaha penjualan dan promosi yang agresif. Konsep penjualan itu
dicontohkan dalam pemikiran Sergio Zyman, mantan wakil dirut
pemasaran Coca-cola. Tujuan pemasaran adalah menjual lebih banyak
barang kepada lebih banyak orang lebih sering untuk mendapatkan lebih
uang supaya menghasilkan lebih banyak laba. Konsep penjualan
dipraktekkan paling agresif pada barang-barang yang tidak dicari, barang-
barang yang biasanya tidak dipikirkan oleh pembeli, seperti asuransi,
ensiklopedia, dan tempat-tempat penguburan. Kebanyakan perusahaan
mempraktekkan konsep penjualan ketika mereka memiliki kapasitas
berlebih. Tujuan mereka adalah menjual apa yang mereka buat dan bukan
membuat apa yang diinginkan pasar. Akan tetapi, pemasaran yang
berbasis pada penjualan agresif membawa resiko yang tinggi.
4. Konsep pemasaran
Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan
organisasi yang ditetapkan adalah perusahaan tersebut harus menjadi
lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan,
menyerahkan, dan mengomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar
sasaran terpilih.
2.2 Service (Layanan)
2.2.1 Pengertian Service
Service atau pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang
19
terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin
secara fisik dalam menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain.
Service atau pelayanan merupakan sebuah konsep pemasaran yang
bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal dengan menyentuh
emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif terhadap produk dan
service (Hendarsono dan Sugiharto,2013).
Jasa atau Layanan merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak
kasat mata dari suatu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan
dikonsumsi secara bersamaan, di mana interaksi antara penerima jasa
memengaruhi hasil jasa tersebut (Rangkuti, 2009).
Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh suatu
pihak ke pihak lain pada konsep yang tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan. Produk jasa dapat terikat atau tidak terikat satu sama lain. (Amstrong,
2012).
2.2.2 Karakteristik Jasa atau Layanan
Ada empat karakteristik pokok pada jasa yang membedakannya dengan
barang, yaitu (Tjiptono, 2006):
1. Intangibility
Jasa bersifat intangibel yang artinya tidak dapat dilihat, diraba, dicium atau
didengar sebelum dibeli seperti halnya produk. Jasa merupakan suatu
perbuatan, usaha atau kinerja. Konsep Intangibel memiliki dua
pengertian yaitu (Tjiptono, 2006):
a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan dirasa
b. Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau
dipahami secara rohaniah
2. Inseparability
Penjualan jasa dilakukan dengan menjual terlebih dahulu lalu kemudian
diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, hal ini berbeda dengan
karakteristik barang yang terlebih dahulu diproduksi lalu dijual.
20
3. Variability
Jasa memiliki banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung pada
siapa dan kapan jasa tersebut dihasilkan
4. Persihability
Jasa memiliki sifat yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan seperti
hal nya barang.
2.3 E-service
Menurut Winfried Lamersdorfetal (2004:11), dasar teknis dari e-services
dibangun dariaplikasi-aplikasi computer yang secara dramatis mendukung interaksi
yang kompleks (transaksi data) antara partner kerja heterogen dalam sudut pandang
mereka sebagai konsumen, bisnis, ataupun agen pemerintahan (dalam berbagai
kombinasi yang mungkin terjadi). Namun hasil komunikasi terdistribusi tersebut
tidak dapat diimplementasikan tanpa kontribusi tambahan yang terdiri dari sistem
informasi termasuk aspek keamanannya juga.
Menurut George Yee (2006:7), Sebuah e-service memiliki karakteristik
sebagai berikut:
Layanannya dapat diakses melalui internet
Layanannya dijalankan melalui software aplikasi (service software) yang
dimiliki oleh sebuah provider (biasanya sebuah perusahaan)
Perangkat lunak layanan milik perusahaan memungkinkan kita
menggunakan perangkat lunak milik perusahaan lain dalam rangka
menjalankan layanannya.
Sebuah provider dapat memiliki lebih dari satu layanan.
Layanan tersebut dikonsumsi atau digunakan oleh seorang atau oleh
aplikasi lain yang mengakses layanan tersebut melalui internet.
Biasanya ada biaya yang dibayarkan pengguna layanan kepada pihak
penyedia layanan.
Konsumen memiliki preferensi privasi dan keamanan tertentu dalam
layanan yang tidak boleh diganggu oleh provider.
21
Menurut George Yee (2006:95) Electronic services merupakan sebuah istilah
yang secara tidak langsung berbicara mengenai penawaran layanan menggunakan
perangkat elektronik, biasanya menggunakan internet E-service memiliki beberapa
tipe, termasuk tipe yang memungkinkan individu dan organisasi mengakses
informasi (contoh:browsing) dan yang memfasilitasi transmisi data (contoh:aplikasi
perbankan,e-shopping).
Menurut George Yee (2006:141) sebuah system e-service seharusnya dapat
membuat pengumpulan data menjadi sangat mudah dan efisien dengan menggunakan
integrasi, interkoneksi, dan teknologi data mining. Menurut George Yee (2006:283)
sebuah e-service adalah sebuah layanan yang ditawarkan oleh perusahaan kepada
konsumen melalui jaringan komputer. Layanan berupa kutipan laporan stok barang
biasanya sering digunakan sebagai contoh dari sebuah e-service. Pada saat itu,
konsumen login ke komputer server, dan setelah melalui autentifikasi yang tepat,
user dapat memperoleh layanan berupa laporan stok barang. Mengakses akun
seseorang melalui internet banking, juga dapat dijadikan salah satu contoh dari e-
service. Konsumen dapat melihat saldo, transfer dana, atau membayar tagihan.
Jaringan komputer yang digunakan biasanya berupa internet, namun dapat juga
berupa jaringan private perusahaan. Dalam satu waktu, satu Perusahaan dapat
melayani lebih dari konsumen dan banyak perusahaan melayani satu-satu konsumen.
2.4 E-service Quality
E-service quality merupakan versi terbaru dari service quality yang
dikembangkan untuk mengevaluasi pelayanan yang diberikan melalui jaringan
internet. Zeithaml, Parasuraman dan Malhotra (2000) membangun e-service quality
untuk memperbaharui model tradisional dari service quality yang akan digunakan
untuk mengukur electronic service quality dalam pengaturan internet.
Dalam jurnal Chang, Wang dan Yang (2009) definisi resmi pertama situs
layanan kualitas atau kualitas e-service yang diberikan oleh Zeithaml et al. (2001).
Menurut mereka, kualitas e-service dapat defined sebagai sejauh mana situs web
memfasilitasi efficient dan efektif belanja, pembelian, dan memberikan produk dan
layanan. Seperti yang dinyatakan dalam definition di atas, arti dari layanan
komprehensif yang mencakup aspek-aspek layanan pra dan pasca situs dari situs.
22
Dijelaskan dengan hal yang sama, Menurut (Zeithaml et al, 2001) dalam jurnal Hsin
Chang (2008) e-service quality adalah sejauh mana website dapat memfasilitasi
pelanggan secara efektif dan efesien dalam membeli produk atau jasa, pembelian,
dan sampai dengan pengiriman produk atau jasa
Menurut Chase (2006:337), e-service quality adalah perluasan dari
kemampuan suatu situs untuk memfasilitasi kegiatan belanja, pembelian dan
distribusi secara efektif dan efisien.
Jadi dapat disimpulkan bahwa e-service quality adalah kualitas pelayanan
secara elektronik yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan dalam
melakukan transaksi secara online melalui website dari memfasilitasi dari pembelian
sampai pengiriman produk kepada pelanggan dengan pola yang dilakukan secara
efektif dan efisien, baik dari segi fasilitas belanja, pembelian maupun distribusi.
2.4.1 Dimensi E-service Quality
Setelah melihat penelitian Chang, Wang dan Yang (2009) mengenai e-service
quality, terutama bagaimana customer memandang e-service quality, dari 7 dimensi
e-service quality, dapat terbagi menjadi dua bagian skala, yaitu Skala Pelayanan Inti
dan Skala Pelayanan Recovery. Menurut Zeithaml dalam Chang, Wang dan Yang
(2009), e-service quality empat dimensi inti, yaitu :
1. Efficency, adalah kemampuan customer untuk mendapatkan informasi
dari website, menemukan apa yang dibutuhkan dan informasi yang terkait
dengan produk serta melakukan pengecekan dengan usaha yang
seminimal mungkin
2. Fulfillment, adalah akurasi dari janji pelayanan yang diberikan, memliki
produk dalam stock dan lama waktu pengiriman produk sesuai dengan
janji
3. Reliability, berkaitan dengan technical function dari site, terutama
jangkauan yang memperlihatkan ketersediaan dan site berfungsi
sebagaimana mestinya
4. Privacy, adalah jaminan dimana data dan kebiasaan tidak terbuka kepada
pihak lain dan terutama informasi dari kartu kredit aman
Sedangkan yang termasuk kedalam dimensi skala recovery adalah sebagai berikut:
23
1. Responsiveness, adalah kemampuan dari e-retailers untuk menyediakan
informasi yang tepat bagi customer ketika mengalami sebuah masalah,
mampu memiliki mekanisme untuk menangani pengembalian dan
menyediakan garansi
2. Compensation, adalah mekanisme keterlibatan baik mengenai
pengembalian uang, pengembalian barang maupun penanganan mengenai
biaya
3. Contact, adalah kebutuhan customer untuk melakukan interaksi untuk
berbicara dengan service agent online ataupun menelepon ke pihak yang
berkepentingan
2.4.2 Model Konseptual E-service Quality
Model konseptual dari e-service quality dirancang oleh Zeithaml et al (2002)
untuk memahami dan meningkatkan e-service quality sebuah perusahaan. Berikut
adalah gambar yang menunjukan model konseptual e-service quality.
Gambar 2.1 Model Konseptual E-service Quality
(Zeithaml et al 2002:369)
24
Berdasarkan gambar di atas, model e-service quality dibagi menjadi dua
bagian yaitu dari sisi pelanggan dan sisi perusahaan. Dari sisi perusahaan terdapat
tiga rentang potential terhadap e-service quality sebuah situs web, yaitu rentang
informasi (information gap), rentang desain (design gap) dan rentang komunikasi
(communication gap) yang terjadi pada proses marketing, desain dan operasional
situs web. Ketiga rentang tersebut secara bersamaan akan mempengaruhi rentang
pemenuhan kebutuhan (fulfillment gap) yang terdapat pada sisi pelanggan, sehingga
rentang ini akan berpengaruh pada tingkat e-service quality dan value yang dirasakan
oleh pelanggan serta tingkah laku pelanggan dalam keputusan untuk membeli untuk
pertama kalinya atau melakukan pembelian berulang terhadap suatu barang atau jasa.
Berikut adalah penjelasan mengenai rentang-rentang yang terdapat dalam e-
service quality, yaitu :
1. Rentang informasi (information gap) merupakan ketidaksesuian
kebutuhan pelanggan terhadap suatu situs web dan keyakinan pihak
manajemen untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut.
2. Rentang desain (design gap) merupakan kegagalan suatu perusahaan
dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dalam hal pembuatan struktur dan
fungsi dari situs web.
3. Rentang komunikasi (communication gap) merupakan kurang tepatnya
pengertian dari bagian marketing suatu perusahaan mengenai fitur,
kemampuan dan keterbatasan dari situs web. Hal ini merupakan akibat
dari kurangnya komunikasi antara bagian operasional dan bagian
marketing, yang dapat berakibat pada tidak sesuainya informasi yang
dijanjikan.
4. Rentang pemenuhan kebutuhan (fulfillment gap) terjadi di pihak
pelanggan yang merupakan ketidaksesuaian antara kebutuhan dan
pengalaman masa lalu pelanggan. Rentang pmenuhan kebutuhan
dipengaruhi oleh kombinasi rentang informasi, desain dan komunikasi.
Rentang pemenuhan kebutuhan terjadi dalam dua bentuk yang berbeda,
yaitu :
a. Bentuk pertama adalah janji dari bagian marketing suatu perusahaan
kepada para pelanggan yang tidak sesuai dengan kenyataan mengenai
25
desain dan operasional suatu situs web yang terjadi akibat adanya
rentang komunikasi.
b. Bentuk kedua adalah kekecewaan seorang calon pelanggan baru
terhadap janji dari bagian marketing, yang terjadi akibat adanya
rentang desain dan rentang informasi.
Maka dapat disimpulkan bahwa rentang pemenuhan kebutuhan dan
pengalaman masa lalu pelanggan merupakan kunci penentu terhadap tingkat e-
service quality yang dimiliki saat ini. Rentang pemenuhan kebutuhan secara tidak
langsung menangkap pengalaman para pelanggan dan juga akan memiliki dampak
langsung terhadap tingkat e-service quality yang dimiliki saat ini.
2.5 Customer Satisfaction
Menurut Kotler dan Keller (2007) dalam seseorang Kasiri et al.
(2017), customer satisfaction adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul
setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang
diharapkan. Seorang pelanggan, jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh
produk atau jasa, sangat besar kemungkinannya menjadi pelanggan dalam waktu
yang lama.
Dalam definisi lain, Oliver dalam Su Lujun, Scott R Swanson dan Xiaohong
Chen (2016) menyebutkan bahwa customer satisfaction adalah tanggapan pelanggan
atas terpenuhinya kebutuhannya. Hal itu berarti penilaian bahwa suatu bentuk
keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barang/jasa itu sendiri,
memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu kebutuhan,
termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan kebutuhan
melebihi harapan pelanggan. Lebih lanjut, Su et al. (2016) menyebutkan bahwa
service quality adalah kunci yang cukup dominan dalam memengaruhi customer
satisfaction. Hal ini sesuai dengan studi yang telah dilakukan di tahun 2016.
Sedangkan menurut Johnson & Fornel (1991) dalam Y-F Kuo et al (2009)
menyebutkan bahwa customer satisfaction dapat dikategorikan kedalam dua konsep.
Konsep yang pertama adalah transaction – specific. Konsep ini menyebutkan
konsep kepuasan yang dihasilkan dari proses penilaian setelah konsumen membeli
produk tersebut. Pelanggan pasti segera mengevaluasi produk yang ia beli setelah
26
melakukan pembelian. Konsep yang kedua dikategorikan sebagai overall
satisfaction. Konsep ini disebut juga dengan general – overall merupakan konsep
kepuasan yang dihasilkan dengan evaluasi keseluruhan yang didasarkan pada
pengalaman konsumen. Menjadi lebih penting karena mencerminkan kinerja masa
lalu, saat ini, dan yang akan datang.
Berdasarkan definisi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kepuasan
pelanggan dapat terwujud ketika mereka merasakan apa yang diinginkan dapat
terpenuhi dan bahkan melebihi harapan pada pelanggan. Kepuasan pada pelanggan
juga dapat muncul ketika mereka merasakan perbandingan atas pengalaman yang
mereka rasakan sebelumnya.
2.5.1 Indikator Customer Satisfaction
Menurut Chinomona dan Sandada (2013:438) terdapat indikator yang
mengukur kepuasan pelangaan yaitu:
1. Memenuhi harapan pelanggan, yaitu pelanggan merasa harapan mereka
terpenuhi ketika merasakan layanan dan produk pada suatu organisasi atau
perusahan
2. Pemenuhan layanan yang terbaik, yaitu pelanggan merasa mendapatkan
layanan yang dapat melebihi harapan mereka
3. Pengevaluasian pelangan, yaitu pelanggan mengevaluasi kinerja serta
kualitas produk dengan pengalaman yang telah mereka rasakan
sebelumnya
Menurut teori Kottler dalam jurnal Suwardi (2011), menyatakan kunci untuk
mempertahankan pelanggan adalah kepuasan konsumen. Indikator Kepuasan
konsumen dapat dilihat dari :
1. Re-purchase. Membeli kembali, dimana pelanggan tersebut akan kembali
kepada perusahaan untuk mencari barang / jasa.
2. Menciptakan Word-of-Mouth. Dalam hal ini, pelanggan akan mengatakan
hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang lain
3. Menciptakan Citra Merek. Pelanggan akan kurang memperhatikan merek
dan iklan dari produk pesaing
27
4. Menciptakan keputusan Pembelian pada Perusahaan yang sama dan
membeli produk lain dari perusahaan yang sama.
Selain itu, terdapat aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan
pelanggan secara efektif, yaitu :
1. Warranty Costs. Beberapa perusahaan dalam menangani warranty costs
produk/jasa mereka dilakukan melalui persentase penjualan. Kegagalan
perusahaan dalam memberi kepuasan kepada pelanggan biasanya karena
perusahaan tidak memberi jaminan terhadap produk yang mereka jual
kepada pelanggan.
2. Penanganan terhadap komplain dari pelanggan. Secara statistik hal ini
penting untuk diperhatikan, namun seringkali terlambat bagi perusahaan
untuk menyadarinya. Bila komplain/klaim dari pelanggan tidak secepatnya
diatasi, maka customer defections tidak dapat dicegah.
3. Market Share. Merupakan hal yang harus diukur dan berkaitan dengan
kinerja perusahaan. Jika market share diukur, maka yang diukur adalah
kuantitas, bukan kualitas dari pelayanan perusahaan.
4. Costs of poor quality. Hal ini dapat bernilai memuaskan bila biaya untuk
defecting customer dapat diperkirakan.
5. Industry reports. Terdapat banyak jenis dan industry reports ini, seperti
yang disampaikan oleh J.D Power dalam Bhote, yakni report yang fairest,
most accurate, dan most eagerly yang dibuat oleh perusahaan.
2.5.2 Metode Pengukuran Customer Satisfaction
Sejumlah studi menunjukkan bahwa ada tiga aspek penting yang perlu
ditelaah dalam kerangka pengukuran kepuasan pelanggan (Fornell dalam Tjiptono,
2005), yaitu:
1. kepuasan general atau keseluruhan (overall satisfaction);
2. konfirmasi harapan (confirmation of expectation), yakni tingkat kesesuaian
antara kinerja dengan ekspektasi;
3. perbandingan situasi ideal (comparison to ideal), yaitu kinerja produk
dibandingkan dengan produk ideal menurut persepsi konsumen.
28
Sedangkan Kotler dalam Sunyoto (2013:132) memberikan gambaran metode
yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau
kepuasan pelanggannya dan pelanggan perusahaan pesaing. Kotler dalam Sunyoto
(2013:132) mengemukakan 4 metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem Keluhan dan Saran
Sebuah perusahaan yang berfokus pada pelanggan mempermudah
pelanggannya untuk memberikan saran, pendapat dan keluhan
mereka.Media yang di gunakan meliputi kotak saran yang di letakkan di
tempat-tempat strategis,menyediakan kartu komentar,saluran telepon
khusus dan sebagainya.Tetapi karena metode ini cenderung pasif,maka
sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan dan tidak
kepuasan pelanggan.Tidak semua pelanggan yang tidak puas lantas akan
menyampaikan keluhannya.Bisa saja mereka langsung beralih ke
perusahaan lain dan tidak akan menjadi pelanggan perusahaan tersebut
lagi.
2. Survei Kepuasan Pelanggan
Umumnya banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan di lakukan
dengan menggunakan metode survei baik melalui pos,telepon maupun
wawancara pribadi. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini
dapat di lakukan dengan berbagai cara diantaranya :
Directly Reported Satisfaction yaitu pengukuran dilakukan secara
langsung melalui pertanyaan.
Derived Dissatisfaction yaitu pengukuran dengan pertanyaan yang di
ajukan menyangkut 2 hal utama, yaitu besarnya harapan pelanggan
terhadap atribut tertentu dan besarnya kinerja yang telah mereka
rasakan atau terima.
Problem Analysis yaitu pengukuran dengan cara pelanggan yang
dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan 2 hal pokok, yaitu
masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran
dari menajemen perusahaan dan saran-saran untuk melakukan
perbaikan.
29
Importance-Performance Analysis. Dalam teknik ini responden
diminta meranking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan
derajat pentingnya setiap elemen tersebut. Selain itu juga, responden
diminta merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-
masing elemen tersebut.
3. Belanja Siluman (ghost shopping)
Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang
(ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan potensial
produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut
menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan
produk perusahaan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam
pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper juga
datang melihat langsung bagaimana karyawan berinteraksi dan
memperlakukan para pelanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu
kalau atasannya baru melakukan penilaian akan menjadi bias.
4. Analisis pelanggan yang hilang (lost customer analysis)
Pihak perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang sudah
berhenti menjadi pelanggan atau beralih ke perusahaan lain. Yang di
harapkan adalah memperoleh informasi bagi perusahaan untuk mengambil
kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan dan loyalitas
pelanggan.
2.5.3 Dampak Kepuasan Pelanggan
Menurut Hartini (2011:9), Pelanggan dihadapkan pada dua kondisi, yaitu
puas atau tidak puas. Ketika pelanggan merasa puas atau tidak puas dapat
memberikan dampak bagi perusahaan.
Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Hartini (2011:8) dalam menyikapi
ketidakpuasan ada beberapa hal yang dilakukan pelanggan, seperti :
1. Berhenti membeli produk atau jasa pada toko yang sama
2. Negative word of mouth
3. Mengeluh (komplain) pada penjual, agen swasta atau pemerintah
4. Menerima ganti rugi dari penjual
30
5. Melakukan penuntutan resmi untuk mendapat ganti rugi
Disisi lainnya, menurut Schiffman dan Kanuk dalam Hartini (2011:8) jika
pelanggan mengalami kepuasan, maka akan memberikan manfaat, seperti :
1. Hubungan antara pelanggan dan perusahaan akan menjadi harmonis.
2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang
3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas
4. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan
perusahaan
5. Reputasi perusahaan akan menjadi baik dimata pelanggan
6. Laba yang di peroleh meningkat.
Lebih lanjut digambarkan dalam penelitian Sahin, Zehir dan Kitapci (2011),
bahwa customer yang puas akan melakukan pembelian kembali dan menjadi
kebiasaan dalam pembelian customer sehingga melahirkan hubungan yang erat
antara brand atau produk dengan customer
2.6 Repurchase Intention
Repurchase intention didefinisi sebagai pertimbangan individu terkait dengan
pembelian ulang suatu produk dari suatu perusahaan, yang dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan sekitarnya (Lihat Hellier et al., 2003, Spais dan Vasileiou, 2006,
Atchariyachanvanich et al., 2006). Definisi ini menjelaskan bahwa semakin baik
kondisi lingkungan, semakin tinggi peluang terjadinya pembelian ulang. Sebaliknya,
semakin buruk kondisi lingkungan, semakin rendah peluang terjadinya pembelian
ulang. Hal ini memberikan pemahaman bagi pemasar terkait dengan stimulus-
stimulus yang didesain untuk mempengaruhi niat pembelian ulang.
Menurut Hume et al., (2006) definisi repurchase intention adalah keputusan
konsumen untuk terlibat dalam aktifitas dimasa depan dengan seorang penyedia jasa
dan bentuk aktifitas tersebut di masa depan. Lebih lanjut, Hume et al., (2006)
berpendapat bahwa niat pembelian ulang merupakan hasil dari sikap (attitude)
konsumen terhadap performa jasa yang dikonsumsinya.
Dari penelitian Hume et al., (2006) diketahui pada konsumen yang memiliki
kebutuhan yang kuat terhadap kebutuhan emosional terhadap suatu jasa., maka
kebutuhan emosionalnya tersebut akan menjadi kunci pendorong terhadap pembelian
31
ulang dan frekuensinya melakukan pembelian ulang. Hume et al., (2006)
berdasarkan penelitiannya menyatakan bahwa kunci pendorong dari pembelian ulang
konsumen adalah kepuasan dan persepsi konsumen terhadap nilai-nilai (values).
Hawkins (2004) berpendapat bahwa pelanggan yang melakukan pembelian
ulang berlanjut untuk terus membeli merek yang sama walaupun tidak memiliki
keterikatan emosi terhadap merek tersebut. Lebih lanjut, Hawkins (2004)
mengungkapkan bahwa pelanggan yang melakukan pembelian ulang memang
diinginkan, hanya saja pelanggan yang melakukan pembelian ulang tersebut rawan
terhadap tindakan kompetitior. Hal ini dikarenakan mereka membeli merek tertentu
hanya dikarenakan suatu kebiasaan atau karena merek tersedia di toko ditempat
mereka membeli produk.
2.6.1 Indikator Repurchase Intention
Menurut teori Yi dan Suna dalam jurnal Sahin A, Zehir C dan Kitapci H
(2012), repurchase behavior dapat diukur melalui dua indikator yaitu :
1. Repeat purchase intention
Repeat purchase intention adalah pembelian yang dilakukan dalam intensitas
yang berulang. Dalam penelitian ini Repeat purchase intention adalah kondisi
dimana konsumen memiliki tingkat intensitas akan kedatangan kembali
2. Repurchase probability
Repurchase probability adalah suatu kemungkinan terjadinya pembelian
kembali. Dalam penelitian ini maka Repurchase probability adalah
kemungkinan yang dihadapi konsumen untuk datang kembali
32
2.7. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran di atas dapat dijelaskan bahwa berdasarkan penelitian
terdahulu yang dilakukan Hsin Chang, Yao-Hua dan Wen-Yin Yang (2009)
mengenai hubungan antara e-service quality, customer satisfaction dan loyalty dalam
e-marketing. Dalam penelitian tersebut terdapat hubungan antara e-service quality
terhadap customer satisfaction pengaruh keduanya terhadap loyalty, dimana dimensi
dalam loyalti dalam penelitian tersebut adalah repurchase intention dan word of
mouth. Hasil penelitian menggambarkan bahwa, antara e-service quality terhadap
customer satisfaction memiliki efek yang cukup signifikan terhadap repurchase
intention. Maka dari itu, dalam penelitian ini, repurchase intention yang sebelumnya
adalah dimensi dari loyalty, kami jadikan variabel guna diteliti lebih lanjut.
Kerangka pemikiran ini pun diperkuat dengan hasil penelitian Kasiri et al.
(2017) yang memberikan gambaran hubungan antara hubungan service quality
dengan customer satisfaction. Sedangkan pemikiran mengenai pengaruh customer
satisfaction terhadap repurchase intention maupun service quality terhadap
repurchase intention dikembangkan atas dasar penelitian Kitapci et al. (2014).
Adapun yang menjadi dimensi e-service quality dalam penelitian ini adalah
efficiency, fulfilment, reliability, privacy, responsive, compensation dan contact.
Untuk customer satisfaction, dimensi penelitian berasal dari indikator variabel secara
langsung yaitu kepuasan menggunakan jasa dan pembelian di Astra Isuzu,
kepercayaan pelanggan untuk melakukan hal yang tepat dengan melakukan
pemesanan melalui situs web dan kepuasan secara keseluruhan. Sedangkan untuk
Repurchase intention (Z)
Customer satisfaction (Y)
E-service quality
(X)
H3
H1 H2
H4
33
dimensi repurchase intention, yaitu keinginan customer membeli kembali dimasa
yang akan datang.
2.8 Hipotesis
1. Untuk menjawab tujuan penelitian variabel X terhadap variabel Y (T-1)
Ho: variabel e-service quality tidak berpengaruh terhadap variabel
satisfaction.
Ha: variabel e-service quality berpengaruh terhadap variabel satisfaction.
2. Untuk menjawab tujuan penelitian variabel Y terhadap variabel Z (T-2)
Ho: variabel customer satisfaction tidak berpengaruh terhadap variabel
repurchase intention
Ha: variabel customer satisfaction berpengaruh terhadap variabel repurchase
intention.
3. Untuk menjawab tujuan penelitian variabel X terhadap variabel Z (T-3)
Ho: variabel e-service quality tidak berpengaruh terhadap variabel
repurchase intention
Ha: variabel e-service quality berpengaruh terhadap variabel repurchase
intention
4. Untuk menjawab tujuan penelitian variabel X dan variabel Y terhadap
variabel Z (T-4)
Ho : variabel e-service quality tidak berpengaruh terhadap variabel
repurchase intention melalui customer satisfaction.
Ha : variabel e-service quality berpengaruh terhadap variabel repurchase
intention melalui customer satisfaction.