28
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari Air Susu Ibu (Depkes RI, 2006). Makanan pendamping ASI ini diberikan pada bayi karena pada masa itu produksi ASI semakin menurun sehingga suplai zat gizi dari ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak yang semakin meningkat sehingga pemberian dalam bentuk makanan pelengkap sangat dianjurkan (WHO, 2000). Makanan tambahan berarti memberi makanan lain selain ASI dimana selama periode pemberian makanan tambahan seorang bayi terbiasa memakan makanan keluarga. Pemberian makanan tambahan merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan keterampilan motorik oral. Keterampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang (Depkes, 2000). Istilah untuk makanan pendamping ASI bermacam-macam yakni makanan pelengkap, makanan tambahan, makanan padat, makanan sapihan, weaning food, makanan peralihan, beiskot (istilah dalam bahasa jerman yang berarti makanan selain dari susu yang diberikan kepada bayi). Keseluruhan istilah ini menunjuk pada Universitas Sumatera Utara

Bab 2 Kedokteran gigi, Chapter 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bidang kedokteran gigi, penambah gizi seimbang

Citation preview

  • BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

    Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung

    zat gizi, diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan

    gizi selain dari Air Susu Ibu (Depkes RI, 2006). Makanan pendamping ASI ini

    diberikan pada bayi karena pada masa itu produksi ASI semakin menurun sehingga

    suplai zat gizi dari ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak yang semakin

    meningkat sehingga pemberian dalam bentuk makanan pelengkap sangat dianjurkan

    (WHO, 2000).

    Makanan tambahan berarti memberi makanan lain selain ASI dimana selama

    periode pemberian makanan tambahan seorang bayi terbiasa memakan makanan

    keluarga. Pemberian makanan tambahan merupakan proses transisi dari asupan yang

    semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga

    dibutuhkan keterampilan motorik oral. Keterampilan motorik oral berkembang dari

    refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan

    memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang

    (Depkes, 2000).

    Istilah untuk makanan pendamping ASI bermacam-macam yakni makanan

    pelengkap, makanan tambahan, makanan padat, makanan sapihan, weaning food,

    makanan peralihan, beiskot (istilah dalam bahasa jerman yang berarti makanan selain

    dari susu yang diberikan kepada bayi). Keseluruhan istilah ini menunjuk pada

    Universitas Sumatera Utara

  • pengertian bahwa ASI maupun pengganti ASI (PASI) untuk berangsur berubah ke

    makanan keluarga atau orang dewasa (Depkes RI, 2004).

    2.1.1 Jenis Makanan Tambahan

    a. Makanan tambahan lokal

    Makanan tambahan lokal adalah makanan tambahan yang diolah di rumah

    tangga atau di Posyandu, terbuat dari bahan makanan yang tersedia setempat, mudah

    diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan memerlukan pengolahan

    sebelum dikonsumsi oleh bayi. Makanan tambahan lokal ini disebut juga dengan

    makanan pendamping ASI lokal (MP-ASI Lokal) (Depkes RI, 2006).

    Pemberian makanan tambahan lokal memiliki beberapa dampak positif, antara

    lain ibu lebih memahami dan terampil dalam membuat makanan tambahan dari

    pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga ibu dapat

    melanjutkan pemberian makanan tambahan secara mandiri, meningkatkan partisipasi

    dan pemberdayaan masyarakat serta memperkuat kelembagaan seperti posyandu,

    memiliki potensi meningkatkan pendapatan masyarakat melalui penjualan hasil

    pertanian, dan sebagai sarana dalam pendidikan atau penyuluhan gizi

    (Depkes RI, 2006).

    b. Makanan tambahan olahan pabrik

    Makanan tambahan hasil olahan pabrik adalah makanan yang disediakan

    dengan olahan dan bersifat instan dan beredar dipasaran untuk menambah energi dan

    zat-zat gizi esensial pada bayi (Depkes RI, 2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • Makanan tambahan pabrikan disebut juga makanan pendamping ASI pabrikan

    (MP-ASI pabrikan) atau makanan komersial. Secara komersial, makanan bayi

    tersedia dalam bentuk tepung campuran instan atau biskuit yang dapat dimakan

    secara langsung atau dapat dijadikan bubur (Krisnatuti, 2000).

    Sunaryo (1998) dalam Krisnatuti (2000) menyatakan bahwa untuk membuat

    makanan bayi harus memenuhi petunjuk dan mempertimbangkan hal-hal berikut:

    1) Formula

    Formula harus dibuat berdasarkan angka kecukupan gizi bayi dan balita, bahan baku

    yang diizinkan, criteria zat gizi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.

    2) Proses Teknologi

    Pemilihan proses teknologi berkaitan dengan spesifikasi produk yang

    diinginkan, tingkat sanitasi dan higienitas yang dikehendaki, faktor keamanan

    pangan, serta mutu akhir produk.

    3) Higiene

    Produk jadi makanan tambahan harus memenuhi syarat-syarat seperti bebas

    dari mikroorganisme pathogen, bebas dari kontaminan hasil pencemaran mikroba

    penghasil racun atau alergi, bebas racun, harus dikemas tertutup sehingga terjamin

    sanitasinya dan disimpan di tempat yang terlindung.

    4) Pengemasan

    Kemasan yang dipakai harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak beracun,

    tidak mempengaruhi mutu inderawi produk (dari segi penampakan, aroma, rasa dan

    tekstur), serta mampu melindungi mutu produk selama jangka waktu tertentu.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5) Label

    Persyaratan label makanan bayi harus mengikuti codex standard 146-1985,

    dengan informasi yang jelas, tidak menyesatkan konsumen, komposisi bahan-bahan

    tercantum dalam kemasan, nilai gizi produk dan petunjuk penyajian.

    Makanan tambahan pabrikan seperti bubur susu diperdagangkan dalam

    keadaan kering dan pre-cooked, sehingga tidak perlu dimasak lagi dan dapat

    diberikan pada bayi setelah ditambah air matang seperlunya.

    Bubur susu terdiri dari tepung serealia seperti beras, maizena, terigu ditambah

    susu dan gula, dan bahan perasa lainnya. Makanan tambahan pabikan yang lain

    seperti nasi tim yakni bubur beras dengan tambahan daging, ikan atau hati serta

    sayuran wortel dan bayam, dimana untuk bayi kurang dari 10 bulan nasi tim harus

    disaring atau di blender terlebih dahulu. Selain makanan bayi lengkap (bubur susu

    dan nasi tim) beredar pula berbagai macam tepung baik tepung mentah maupun yang

    sudah matang (pre-cooked) (Pudjiadi, 2000).

    2.1.2 Tujuan dan Manfaat Pemberian Makanan Tambahan

    Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk menambah energi

    dan zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan

    bayi secara terus menerus, untuk mencapai pertumbuhan perkembangan yang

    optimal, menghindari terjadinya kekurangan gizi, mencegah resiko masalah

    gizi, defesiensi zat gizi mikro (zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan

    folat), menyediakan makanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan

    energy dengan nutrisi, memelihara kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan bila

    Universitas Sumatera Utara

  • sakit, membantu perkembangan jasmani, rohani, psikomotor, mendidik kebiasaan

    yang baik tentang makanan dan memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan

    yang sesuai dengan keadaan fisiologis bayi (Husaini, 2001).

    Pemberian makanan tambahan pada bayi juga bertujuan untuk melengkapi

    ASI (mixed feeding) dan diperlukan setelah kebutuhan energy dan zat-zat gizi tidak

    mampu dipenuhi dengan pemberian ASI saja. Pemberian makanan tambahan

    tergantung jumlah ASI yang dihasilkan oleh ibu dan keperluan bayi yang bervariasi

    dalam memenuhi kebutuhan dasarnya diantaranya untuk mempertahankan kesehatan

    serta pemulihan kesehatan setelah sakit, untuk mendidik kebiasaan makan yang baik

    mencakup penjadwalan waktu makan, belajar menyukai makanan (Sembiring, 2009).

    Menurut Suharjo (1999) dalam Pardosi (2009) Pemberian MP-ASI

    bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak, menyesuaikan kemampuan alat

    cerna dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI

    ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi,

    pemberian makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi

    diajar untuk mengunyah dan menelan makanan padat, serta membiasakan selera-

    selera baru.

    2.1.3 Komposisi Makanan Tambahan

    Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang kaya energy, protein dan

    mikronutrien (terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan

    fosfat), bersih dan aman, tidak ada bahan kimia yang berbahaya atau toksin, tidak ada

    potongan tulang atau bagian yang keras yang membuat bayi tersedak, tidak terlalu

    Universitas Sumatera Utara

  • panas atau asin, mudah dimakan bayi, disukai bayi, mudah disiapkan dan harga

    terjangkau (Rosidah, 2004).

    Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu hewani

    dan nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, daging. Golongan nabati terdiri

    dari buah-buahan, sayur-sayuran, padi-padian (Baso, 2007).

    Makanan tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung sejumlah

    kalori atau energi (karbohidrat, protein dan lemak), vitamin, mineral dan serat untuk

    pertumbuhan dan energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan dan harga yang

    terjangkau. Makanan harus bersih dan aman, terhindar dari pencemaran

    mikroorganisme dan logam, serta tidak kadaluarsa (Kepmenkes RI, 2007).

    Karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi yang paling murah, untuk

    mencukupi kebutuhan energi dianjurkan sekitar 60-70% energi total berasal dari

    karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar susu formula bayi, 40-50% kandungan

    kalorinya berasal dari karbohidrat terutama laktosa (Krisnatuti, 2000).

    Protein ASI rata-rata 1,15g/100ml sehingga apabila bayi mengkonsumsi ASI

    selama 4 bulan pertama (sekitar 600-900ml/hari). Pertambahan Protein pada bayi

    yang diberi MP-ASI pertama kali ( usia 6-12 bulan) pertambahan Protein nya tidak

    terlalu besar. Semakin bertambah usia bayi maka protein yang dibutuhkan semakin

    meningkat. Setelah menginjak usia satu tahun bayi membutuhkan protein sekitar dua

    kali lipat pada masa sebelum nya (Krisnatuti, 2000). Kacang-kacangan merupakan

    sumber protein nabati yang baik untuk bayi dan sebagai bahan campurannya

    digunakan tempe kedelai, kacang tanah, dan tempe koro benguk (Baso, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • Lemak merupakan sumber energi dengan konsentrasi tinggi. Lemak berfungsi

    sebagai sumber asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan K, serta member

    rasa gurih dan sedap pada makanan. Apabila energi dan protein sudah terpenuhi maka

    kecukupan gizi lemak yang dianjurkan tidak dicantumkan karena secara langsung

    kecukupan lemak sudah terpenuhi (Krisnastuti, 2000).

    Vitamin yang dibutuhkan terdiri dari vitamin yang larut dalam lemak dan

    vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D,

    E, dan K, sedangkan yang larut dalam air adalah vitamin vitamin C, B1, Riboflavin,

    Niasin, B6, B12, asam folat, dan vitamin lain yang tergolong vitamin B kompleks

    (Krisnastuti, 2000). ASI tidak mengandung vitamin D dalam konsentrasi yang

    dibutuhkan bayi. Vitamin ini secara alami dihasilkan oleh kulit ketika terpapar sinar

    matahari, dan bila bayi sering berjemur di daerah panas atau matahari beberapa kali

    seminggu maka kulitnya akan menghasilkan semua vitamin D yang dibutuhkan bayi

    (Satyanegara, 2004).

    Mineral dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Unsur Fe (besi) dan

    I (iodium) merupakan 2 jenis mineral bayi yang jarang terpenuhi yang mengakibatkan

    anemia dan gondok. Bayi tidak dilahirkan dengan cadangan zat besi yang memadai

    yang akan melindungi bayi dari anemia. Jika bayi diberi ASI maka kebutuhan zat

    besinya dapat terpenuhi sehingga tidak dibutuhkan tambahan. Setelah bayi berumur 6

    bulan, bayi harus mulai diberikan makanan yang mengandung zat besi (sereal,

    daging, sayuran hijau), yang dapat menjamin pasokan zat besi yang mencukupi untuk

    Universitas Sumatera Utara

  • pertumbuhan yang sehat (Satyanegara, 2004). Jenis mineral lainnya yang dibutuhkan

    bayi seperti kalsium, fosfor dan seng (Krisnastuti, 2000).

    2.2. Pola Pemberian Makanan Tambahan

    Air Susu Ibu (ASI) memenuhi seluruh kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi

    yaitu untuk pertumbuhan dan kesehatan sampai berumur enam bulan, sesudah itu ASI

    tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan bayi. Makanan tambahan mulai diberikan umur

    enam bulan satu hari. Pada usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi cukup

    berkembang dan mengunyah, menggigit, menelan makanan dengan baik, mulai

    tumbuh gigi, suka memasukkan sesuatu ke dalam mulut nya dan berminat terhadap

    rasa yang baru (Rosidah,2004).

    Makanan tambahan yang baik adalah kaya energi, protein, dan mikronutrien

    (terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C, dan folat), bersih dan aman,

    tersedia didaerah anda dan harga terjangkau serta mudah disiapkan (Depkes, 2006).

    Jumlah zat gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh bayi dapat dilihat pada

    setiap Recommended Dietary Allowance (RDA) yang telah diestimasikan berdasarkan

    kelompok usia, seperti tabel berikut:

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.1 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Anak Indonesia

    Standar Berat Badan UMUR Tinggi Badan dan Kecukupan

    Zat Gizi 0-6 bulan 7-12 bulan 12-36 bulan

    Berat badan (kg) 5,5 8,5 12 Tinggi badan (cm) 60 71 90 Energi (Kkal) 560 800 1250 Protein 12 15 23 Vitamin A (RE) 350 350 350 Ribovlavin (mg) 0,3 0,5 0,6 Niasin (mg) 2,5 3,8 5,4 Vitamin B12 (mg) 0,1 0,1 0,5 Asam Folat 22 32 40 Vitamin C (mg) 30 35 40 Kalsium (mg) 600 400 500 Fosfor (mg) 200 250 250 Magnesium (mg) 35 55 75 Besi (mg) 3 5 8 Seng (mg) 3 5 10 Iodium (mg) 50 70 70 Selenium (mg) 10 15 20

    Sumber: (Widya Karya Pangan dan Gizi, 2004)

    Angka kebutuhan diatas bukanlah suatu kebutuhan minimum dan maksimum,

    akan tetapi dapat dipakai untuk mengetahui tingkat konsumsi dari suatu populasi.

    2.2.1 Risiko /Dampak Pemberian MP-ASI Dini

    Risiko pemberian makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan

    berbahaya karena pemberian makanan yang terlalu dini dapat menimbulkan solute

    load hingga dapat menimbulkan hyperosmolality, kenaikkan berat badan yang terlalu

    cepat dapat menyebabkan obesitas, alergi terhadap salah satu zat gizi yang terdapat

    dalam makanan yang diberikan pada bayi. Bayi yang mendapat zat-zat tambahan

    seperti garam dan nitrat yang dapat merugikan pada ginjal bayi yang belum matang,

    Universitas Sumatera Utara

  • dalam makanan padat yang dipasarkan terdapat zat pewarna atau zat pengawet yang

    membahayakan dalam penyediaan dan penyimpanan makanan (Pudjiadi, 2000).

    Pemberian makanan tambahan pada bayi sebelum umur tersebut akan

    menimbulkan risiko sebagai berikut (Ariani, 2008):

    a) Seorang anak belum memerlukan makanan tambahan saat ini, makanan tersebut

    dapat menggantikan ASI, jika makanan diberikan maka anak akan minum ASI

    lebih sedikit dan produksi ASI ibu akan lebih sedikit sehingga akan lebih sulit

    untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

    b) Anak mendapat faktor perlindungan dari ASI lebih sedikit sehingga resiko infeksi

    meningkat.

    c) Risiko diare meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI.

    d) Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer, bubur nya berkuah

    dan sup karena mudah dimakan bayi, makanan ini memang membuat lambung

    penuh tetapi memberikan nutrient sedikit.

    e) Ibu mempunyai risiko lebih tinggi untuk hamil lagi.

    Pemberian makanan padat terlalu dini sering dihubungkan dengan

    meningkatnya kandungan lemak dan berat badan pada anak-anak. Makanan tambahan

    yang diberikan pada bayi cenderung mengandung protein dan lemak tinggi sehingga

    pada akhirnya akan berdampak pada konsumsi kalori yang tinggi dan mengakibatkan

    obesitas (Albar, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.2 Faktor faktor yang Memengaruhi Pemberian MP-ASI

    Beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI

    yaitu tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan penduduk, sosial ekonomi, begitu pula

    faktor kebudayaan, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat yang turun temurun

    mengenai pemberian MP-ASI pada bayi.

    1. Tingkat Pengetahuan

    Menurut Notoatmojo (2000), pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi

    setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap subyek tertentu. Pengetahuan ibu

    adalah faktor yang penting dalam pemberian makanan tambahan pada bayi karena

    dengan pengetahuan yang baik, ibu tahu kapan waktu pemberian makanan yang tepat.

    Pengetahuan dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, media

    cetak media elektronik, atau penyuluhan-penyuluhan. Pengetahuan didukung oleh

    pendidikan karena pendidikan merupakan suatu proses untuk mengembangkan semua

    aspek kepribadian manusia meliputi pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan

    sehingga terjadi perubahan perilaku yang positif.

    Ketidaktahuan tentang akibat pemberian makanan pendamping ASI dini dan

    cara pemberian nya serta kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung

    maupun tidak langsung menjadi penyebab masalah gizi kurang pada anak, khususnya

    pada anak dibawah 2 tahun (DepKes, 2000).

    2. Tingkat pendidikan

    Pendidikan adalah segala usaha untuk membina kepribadian, mengembangkan

    pengetahuan jasmani dan rohani agar mampu melaksanakan tugas.

    Universitas Sumatera Utara

  • Pendidikan bukan sekedar usaha pemberian informasi dan keterampilan tetapi

    diperluas ruang lingkup nya sehingga mencakup usaha mewujudkan kehidupan

    pribadi sosial yang memuaskan. Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan

    keterampilan maka terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan

    keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, makin mengerti waktu yang tepat

    memberikan makanan tambahan bagi bayi serta mengerti dampak yang ditimbulkan

    jika makanan tersebut diberikan terlalu dini. Ibu yang berpendidikan akan memahami

    informasi dengan baik penjelasan yang diberikan oleh petugas kesehatan, selain itu

    tidak akan terpengaruh dengan informasi yang tidak jelas.

    3. Sosial Ekonomi

    Status sosial ekonomi berhubungan erat dengan pekerjaan dan pendapatan

    orang tua yang nanti nya bepengaruh terhadap konsumsi energi. Ibu yang bekerja

    akan berpengaruh terhadap pola asuh anak, ibu menjadi kurang perhatian dan kurang

    dekat dengan anak karena sebagian besar waktu siang digunakan untuk bekerja diluar

    rumah. Selain itu pemberian ASI untuk bayipun semakin berkurang.

    Orang tua yang mempunyai pendapatan tinggi akan mempunyai daya beli

    yang lebih tinggi pula, sehingga memberikan peluang yang lebih besar untuk memilih

    berbagai jenis makanan. Adanya peluang tersebut mengakibatkan pemilihan jenis

    makanan dan jumlah makanan tidak lagi didasarkan pada kebutuhan dan

    pertimbangan kesehatan, termasuk pada pemberian makanan pendamping ASI bagi

    bayi.

    Universitas Sumatera Utara

  • Pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini bisa terjadi karena orang tua

    terlalu sibuk dengan pekerjaan diluar rumah dan pengasuhan anak diserahkan kepada

    orang lain. Banyak sekali orang tua yang memberikan makanan pendamping sebelum

    usia 6 bulan. Umumnya banyak ibu yang beranggapan bahwa jika anak nya kelaparan

    diberi makanan akan tidur nyenyak belum lagi anggapan masyarakat seperti orang tua

    terdahulu bahwa anak mereka dulu yang diberi makanan pada umur 2 bulan sampai

    sekarang dapat hidup sehat, alasan lain bahwa saat ini gencarnya promosi makanan

    bayi yang belum mengindahkan ASI eksklusif sampai 6 bulan (Lily, 2005).

    2.3. Pola Pemberian Makanan Pada Bayi

    Pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang/sekelompok orang untuk

    memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis,

    psikologis, budaya dan sosial (Suhardjo, 1986).

    Menurut Kartini (2006), yang mengutip pendapat Lie goan hong menyatakan

    pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam

    dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan

    cirri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu. Sedangkan menurut baliwati

    (2004) pola konsumsi makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang

    dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.

    2.3.1 Pola Makan pada Bayi Usia 0-6 Bulan

    Tahun pertama khususnya enam bulan pertama, adalah masa yang sangat

    kritis dalam kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung

    Universitas Sumatera Utara

  • dengan cepat, tetapi juga pembentukan psikomotor dan akulturasi terjadi dengan

    cepat. ASI harus merupakan makanan utama pada masa ini. Biasanya makanan

    tambahan ASI diperlukan pada trimerter ke dua yaitu pada anak setelah berumur

    enam bulan.

    ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, berikanlah ASI saja sampai bayi

    berumur 6 bulan (ASI Eksklusif). Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang

    produksi ASI terutama 30 menit pertama setelah lahir. Pada periode ini ASI saja

    sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi (Depkes, 2000).

    Kolustrum harus segera diberikan kepada bayi ,walaupun jumlah nya sedikit

    namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama. Sebaiknya

    jangan memberikan makanan atau minuman seperti air kelapa, air tajin, air the, madu,

    pisang, dan lain-lain) pada bayi sebelum diberikan ASI karena sangat membahayakan

    kesehatan bayi dan mengganggu keberhasilan menyusui.

    Pada umumnya bayi yang baru lahir mempunyai jadwal makan yang tidak

    teratur, bayi bisa makan sebanyak 6-12 kali atau lebih dalam 24 jam tanpa jadwal

    yang teratur. Menyusui bayi dapat dilakukan setiap 3 jam alasannya karena lambung

    bayi akan kosong dalam waktu 3 jam sehabis menyusui. Sejalan dengan

    bertambahnya usia jarak antara waktu menyusui menjadi lebih lama, karena kapasitas

    lambungnya membesar dan produksi susu ibu meningkat (Steven, 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • Beberapa contoh menu sehat makanan untuk bayi sesuai dengan kebutuhan

    gizi seperti berikut:

    Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Makanan Tambahan Menurut Umur Bayi, Jenis Makanan, dan Frekuensi Pemberian Makanan

    Usia Bayi Jenis Makanan Berapa Kali Sehari

    0-6 bulan ASI 10-12 kali sehari

    6-7 bulan ASI Saat dibutuhkan

    Buah lunak/sari buah Bubur: bubur havermout/bubur tepung beras merah

    1-2 kali

    7-9 bulan ASI Saat dibutuhkan

    Buah-buahan Hati ayam atau kacang-kacangan Beras merah atau ubi Sayuran (wortel, bayam) Minyak/santan/advokad Air tajin

    3-4 kali

    9-12 bulan ASI Saat dibutuhkan

    Buah-buahan Bubur/roti Daging/kacang-kacangan/ayam/ikan Beras merah/kentang/labu/jagung Kacang tanah Minyak/santan/avokad Sari buah tanpa gula

    4-6 kali

    12-24 bulan ASI Saat dibutuhkan

    Makanan pada umumnya, termasuk telur dengan kuning telurnya dan jeruk

    4-6 kali

    Sumber: Krisnatuti, D & Yenrina, R (2000)

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.3 Jadwal Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi (Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia /IDAI)

    0-6 bulan 6-7 bulan 7-9 bulan 9-12 bulan > 12 bulan Pukul 06.00

    ASI on demand

    ASI ASI/PASI ASI/PASI ASI/PASI

    Pukul 08.00 (makan pagi)

    ASI on demand

    Bubur susu Bubur menuju nasi tim

    Nasi tim menuju makanan keluarga

    Makanan keluarga

    Pukul 10.00

    ASI on demand

    Buah segar/biskuit

    Buah segar/biskuit

    Buah segar/biskuit

    Snack

    Pukul 12.00 (makan siang)

    ASI on demand

    ASI Bubur menuju nasi tim

    Nasi tim menuju makanan keluarga

    Makanan keluarga

    Pukul 14.00

    ASI on demand

    ASI ASI/PASI ASI/PASI

    Pukul 16.00

    ASI on demand

    Buah segar/biskuit

    Buah segar/biskuit

    Buah segar/biskuit

    Snack

    Pukul 18.00

    ASI on demand

    Bubur susu Bubur menuju nasi tim

    Nasi tim menuju makanan keluarga

    Makanan keluarga

    Pukul 21.00

    ASI on demand

    ASI ASI/PASI ASI/PASI ASI/PASI

    Sumber: Sembiring T, dkk (2009) 2.3.2 Pola Makan pada Bayi Usia 6-12 Bulan (ASI dan MP-ASI)

    Seorang bayi untuk tumbuh dan menjadi lebih aktif, gizi nya tidak cukup

    hanya dengan asupan ASI saja, karena ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi

    Universitas Sumatera Utara

  • sampai umur 6 bulan. Setelah itu produksi ASI semakin berkurang sedangkan

    kebutuhan bayi semakin meningkat seiring bertambah umur dan berat badannya.

    Makanan tambahan yang baik adalah kaya energi, protein, dan mikronutrien

    (terutama zat besi, zink, kalsium, vitamin A, vitamin C dan folat), bersih dan aman,

    tidak terlalu pedas atau asin, mudah dimakan oleh anak, disukai anak, harga

    terjangkau dan mudah disiapkan (Depkes RI, 2006).

    Walaupun bayi telah diperkenalkan dengan makanan tambahan sebagai tahap

    awal, perkenalkan dengan bubur dan sari buah dua kali sehari sebanyak 1-2 sendok

    makan penuh. Frekuensi pemberian bubur ini, lambat laun harus ditingkatkan.

    Menginjak umur 7-9 bulan porsi kebutuhannya dapat ditingkatkan yaitu sebanyak 3-6

    sendok penuh tiap kali makan, paling tidak empat kali sehari keadaan bubur harus

    tetap disaring, apabila bayi masih tampak lapar dapat diberi makanan kecil misalnya

    roti kering, pisang. Pada umur 9 bulan berikan bubur yang tidak disaring atau nasi tim

    yang dibuat dari bahan makanan bergizi tinggi (WHO, 2004).

    Menginjak usia 10-12 bulan bayi sudah dapat diberi bubur yang dicacah untuk

    mempermudah proses penelanan. Setelah berumur satu tahun bayi mulai mengenal

    makanan yang dimakan oleh seluruh anggota keluarga. Seorang bayi harus makan 4-5

    kali sehari. Makanan anak harus terdiri dari makanan pokok, kacang-kacangan,

    pangan hewani, minyak, santan atau lemak, buah-buahan (Krisnatuti, 2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.4 Makanan Tambahan Anak Usia 6 24 bulan

    6 8 bulan 8 9 bulan 9 12 bulan 12 24 bulan Jenis 1 jenis bahan

    dasar (6 bulan) 2 jenis bahan dasar (7 bulan)

    2-3 jenis bahan dasar (sajikan secara terpisah atau dicampur)

    3-4 jenis bahan dasar (sajikan secara terpisah atau dicampur)

    Makanan keluarga (tanpa garam,gula,penyedap, hindari santan dan gorengan)

    Tekstur Semi-cair (dihaluskan atau puree), secara bertahap kurangi campuran air sehingga menjadi semi padat

    Lunak (disaring) dan potongan makanan yang dapat digenggam dan mudah larut

    Kasar (dicincang) makanan yang dipotong dan dapat di genggam

    Padat

    Frekuensi Makanan Utama: 1-2x/hari Camilan: 1 x/hari

    Makanan Utama: 2-3x/hari Camilan: 1 x/hari

    Makanan Utama: 3x/hari Camilan: 2x/hari

    Makanan Utama: 3-4x/hari Camilan: 2x/hari

    Porsi 1-2 st, secara bertahap ditambahkan

    2-3 sm makanan semi padat. Potongan makanan seukuran sekali gigit

    3-4 sm makanan semi padat yang kasar. Potongan makanan ukuran kecil/sekali gigit

    5 sm makanan atau lebih

    ASI Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi Sesuka bayi Susu dan produk susu olahan

    - Belum boleh susu sapi slice keju cheddar cangkir yogurt untuk bayi

    Belum boleh susu sapi slice keju cheddar cangkir yogurt untuk bayi

    1-2 porsi susu sapi atau produk susu olahan

    Sumber: Safitri, 2007

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4. Status Gizi Bayi

    Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan

    penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologis

    akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Sehingga status gizi dapat

    diartikan sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel

    tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu

    (Supariasa dkk, 2002).

    Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh yang disebabkan konsumsi

    makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi seseorang dipengaruhi oleh jumlah dan

    jenis yang dikonsumsi dan penggunaan nya dalam tubuh. Apabila konsumsi makanan

    dalam tubuh terganggu dapat mengakibatkan status gizi jelek dan biasanya disebut

    kurang gizi (Almatsier, 2004).

    2.4.1 Penilaian Status Gizi pada Anak

    Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan

    gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif

    maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia

    (Arisman, 2006)

    Menurut Supariasa dkk (2001), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan

    dua cara yaitu: penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara

    tidak langsung.

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Penilaian status gizi secara langsung

    Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu :

    1. Secara antropometri : dengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau mengukur

    bagian tubuh seperti lingkar atas, lingkar kepala, tebal lapisan lemak dan lain-lain.

    2. Secara klinis : dengan pemeriksaan keadaan jasmani oleh dokter atau orang yang

    sudah terlatih. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

    dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada

    jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ-organ yang

    dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

    3. Secara biokimia : dengan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratoris

    yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan

    antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.

    4. Secara biofisik : dengan melihat kemampuan fungsi (khusus nya jaringan) dan

    melihat perubahan struktur dari jaringan.

    2. Penilaian status gizi secara tidak langsung

    Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 penilaian yaitu :

    1. Survei konsumsi makanan: Adalah suatu metode penentuan status gizi secara

    tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

    Kesalahan dalam survei makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang tidak tepat

    dalam menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi balita, kecenderungan

    untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan menambah makanan

    Universitas Sumatera Utara

  • yang bernilai sosial tinggi, keinginan melaporkan konsumsi vitamin dan mineral

    tambahan kesalahan dalam mencatat (food record).

    2. Statistik vital: Adalah dengan cara menganalisa data beberapa statistik kesehatan

    seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat

    penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

    3. Faktor Ekologi: malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi

    beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang

    tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll.

    2.4.2. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

    Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan

    adalah antropometri gizi. Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator untuk

    penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri

    dapat dilakukan oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan yang sederhana

    (Depkes, 2000).

    Selain itu pengukuran antropometri memiliki metode yang tepat, akurat

    karena mempunyai ambang batas dan rujukan yang pasti, pengukuran antropometri

    juga mempunyai prsedur yang sederhana dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel

    yang besar (Supariasa, 2002)

    Indeks yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan

    menurut umur (BB/U), Tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut

    tinggi badan (BB/TB).

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Berat badan menurut umur (BB/U)

    Berat badan adalah satu parameter yang sangat sensitif terhadap perubahan-

    perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya

    nafsu makan, atau menurunnya makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah

    parameter antropometri yang sangat labil, oleh sebab itu indeks BB/U lebih

    menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

    2. Tinggi badan menurut umur (TB/U)

    Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

    pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan

    pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif

    kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.

    Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang

    relatif lama. Indeks TB/U disamping menggambarkan status gizi masa lalu, juga erat

    kaitannya dengan status sosial ekonomi.

    3. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

    Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam

    keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi

    badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik

    untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB adalah indeks yang independen

    terhadap umur.

    Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitif/peka

    dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan

    Universitas Sumatera Utara

  • BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10%

    menunjukkan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan

    berhubungan langsung dengan angka kesakitan.

    Tabel 2.5 Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB Standar Baku Antropometri Menurut WHO 2005

    No Indeks yang

    dipakai Status Gizi Keterangan

    1 BB/U Berat Badan Normal Berat Badan Kurang Berat Badan Sangat Kurang

    Zscore -2 sampai 1 Zscore < -2 sampai -3 Zscore < -3

    2 TB/U Normal Pendek Sangat Pendek

    Zscore -2 sampai 3 Zscore < -2 sampai -3 Zscore < -3

    3 BB/TB Sangat gemuk Gemuk Resiko gemuk Normal Kurus Sangat kurus

    Zscore > 3 Zscore >2 sampai 3 Zscore >1 sampai 2 Zscore -2 sampai 1 Zscore < -2 sampai -3 Zscore < -3

    Sumber : Interpretasi Indikator Pertumbuhan Depkes 2008

    2.4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Status Gizi Pada Bayi

    Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi

    di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara

    efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan

    fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat

    setinggi mungkin (Almatsier, 2001).

    Ada dua faktor yang berperan dalam menentukan stautus gizi seseorang yaitu

    (Apriadji (1986) :

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Faktor Gizi Internal

    Faktor gizi internal adalah faktor-faktor yang menjadi dasar pemenuhan

    tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna makanan, status kesehatan, status

    fisiologis, kegiatan, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh. Secara langsung status

    gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak.

    Kedua penyebab langsung ini sangat terkait dengan pola asuh anak yang diberikan

    oleh ibu/pengasuh nya. Dan penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan di

    keluarga, Pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

    Ketiga faktor ini saling terkait dengan pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan

    keluarga (Dinkes Sumatera Utara, 2010)

    2. Faktor Gizi Eksternal

    Faktor gizi eksternal adalah faktor-faktor yang berpengaruh diluar diri

    seseorang, yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan

    dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga dan kebersihan lingkungan.

    2.5. Pola Makan dan Status Gizi

    Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Kondisi

    status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang akan

    digunakan secara efesien, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik,

    perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal

    (Roesli, 2005). Hal ini sesuai dengan penelitian Munawaroh (2006) di Kabupaten

    Pekalongan yang menyatakan bahwa Balita dengan pola makan yang tidak baik

    mempunyai resiko untuk mengalami status gizi kurang 8,1 kali lebih besar dari pada

    balita dengan pola makan yang baik.

    Universitas Sumatera Utara

  • Menurut Manalu (2008) penelitian di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-

    pungga Kabupaten Dairi. pada pengelompokan anak menurut pola makan diketahui

    bahwa anak yang memiliki pola makan yang baik maka status gizi nya baik sebanyak

    (86%), dan anak yang memiliki pola makan tidak baik tetapi ststus gizi nya baik

    sebanyak (13,6%), sedangkan anak yang memiliki pola pola makan baik tetapi status

    gizi nya tidak baik ada sebanyak (42,1%) dan anak yang memiliki pola makan tidak

    baik dan status gizinya juga tidak baik ada sebesar (57,9%). Analisa statistik

    menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi

    anak (p

  • Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah di perkenalkan UNICEF dan

    telah digunakan secara international, yang meliputi beberapa tahapan penyebab

    timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung dan tidak

    langsung, akar masalah dan pokok masalah. Berdasarkan Soekirman dalam materi

    Aksi Pangan dan Gizi nasional (Depkes RI, 2000), penyebab kurang gizi dapat

    dijelaskan sebagai berikut :

    Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang

    mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang

    kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi

    karena sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pula

    anak yang makannya tidak cukup cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah

    dan mudah terserang penyakit. Kenyataan nya baik makanan maupun penyakit secara

    bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.

    Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola

    asuh, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah

    kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga

    dalam jumlah yang cukup dan baik mutu nya. Pola pengasuhan adalah kemampuan

    keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar

    dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, dan sosial.

    Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana

    pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga.

    Universitas Sumatera Utara

  • Status gizi anak balita dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Unicef (1998),

    penyebab kurang gizi pada anak balita sebagaimana terlihat pada gambar 2.1.

    Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

    Gambar 2.1. Penyebab Kurang Gizi pada Anak (Unicef, 1998)

    Makanan tidak seimbang Infeksi

    Tidak cukup Persediaan pangan

    Sanitasi dan air bersih/pelayanan kesehatan dasar tidak memadai

    Kurang pendidikan Pengetahuan dan

    ketrampilan

    Penyebab langsung

    Kurang Gizi

    Dampak

    Pola asuh anak tidak memadai

    Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumberdaya

    Krisis Ekonomi, Politik, dan

    Penyebab tidak langsung

    Akar masalah

    Pokok masalah di masyarakat

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.7. Kerangka Konsep

    Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan pustaka di atas, maka dapat

    disusun kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

    Pola Pemberian MP-ASI

    - Jenis Makanan Tambahan

    - Jumlah Energi Protein

    - Frekuensi Makan - Usia Pertama kali

    diberi Makanan Tambahan

    Status Gizi

    Bayi

    Universitas Sumatera Utara