16
9 Bab 2 Kajian Literatur Inovasi Teknologi Pertanian Inovasi merupakan istilah yang telah dipakai secara luas dalam berbagai bidang, baik industri, pemasaran, jasa, termasuk pertanian. Secara sederhana, Adams (1988) menyatakan, an innovation is an idea or object perceived as new by an individual. Dalam perspektif pemasaran, Simamora (2003) menyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, praktek, atau produk yang dianggap baru oleh individu atau grup yang relevan. Sedangkan Kotler (2003) mengartikan inovasi sebagai barang, jasa, dan ide yang diangap baru oleh seseorang. Definisi yang lebih lengkap disampaikan oleh Van Den Ban dan Hawkins (1996) yang menyatakan: an innovation is an idea, method, or object which is regarded as new by individual, but which is not always the result of recent research. Dari beberapa definisi tersebut, inovasi mempunyai tiga komponen, yaitu a) ide atau gagasan, b) metode atau praktek c) produk (barang dan jasa). Untuk dapat disebut inovasi, ketiga komponen tersebut harus mempunyai sifat “baru”. Sifat “baru” tersebut tidak selalu berasal dari hasil penelitian mutakhir. Hasil penelitian yang telah lalu pun dapat disebut inovasi, apabila diintroduksikan kepada masyarakat tani yang belum pernah mengenal sebelumnya. Jadi, sifat “baru” pada suatu inovasi harus dilihat dari sudut pandang masyarakat tani (calon adopter), bukan kapan inovasi tersebut dihasilkan. Pada tataran pemahaman yang lebih operasional, inovasi yang dihasilkan dapat berwujud teknologi, kelembagaan, dan kebijakan.

Bab 2 Kajian Literatur - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16491/2/T2_092016701_BAB II... · Salah satu faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi adalah

Embed Size (px)

Citation preview

9

Bab 2

Kajian Literatur

Inovasi Teknologi Pertanian

Inovasi merupakan istilah yang telah dipakai secara luas dalam

berbagai bidang, baik industri, pemasaran, jasa, termasuk pertanian.

Secara sederhana, Adams (1988) menyatakan, an innovation is an idea or object perceived as new by an individual. Dalam perspektif

pemasaran, Simamora (2003) menyatakan bahwa inovasi adalah suatu

ide, praktek, atau produk yang dianggap baru oleh individu atau grup

yang relevan. Sedangkan Kotler (2003) mengartikan inovasi sebagai

barang, jasa, dan ide yang diangap baru oleh seseorang. Definisi yang

lebih lengkap disampaikan oleh Van Den Ban dan Hawkins (1996)

yang menyatakan: an innovation is an idea, method, or object which is regarded as new by individual, but which is not always the result of recent research.

Dari beberapa definisi tersebut, inovasi mempunyai tiga

komponen, yaitu

a) ide atau gagasan,

b) metode atau praktek

c) produk (barang dan jasa).

Untuk dapat disebut inovasi, ketiga komponen tersebut harus

mempunyai sifat “baru”. Sifat “baru” tersebut tidak selalu berasal dari

hasil penelitian mutakhir. Hasil penelitian yang telah lalu pun dapat

disebut inovasi, apabila diintroduksikan kepada masyarakat tani yang

belum pernah mengenal sebelumnya. Jadi, sifat “baru” pada suatu

inovasi harus dilihat dari sudut pandang masyarakat tani (calon

adopter), bukan kapan inovasi tersebut dihasilkan. Pada tataran

pemahaman yang lebih operasional, inovasi yang dihasilkan dapat

berwujud teknologi, kelembagaan, dan kebijakan.

10

Salah satu faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi adalah

sifat dari inovasi itu sendiri. Inovasi harus mempunyai banyak

kesesuaian (daya adaptif) terhadap kondisi biofisik, sosial, ekonomi,

dan budaya yang ada di petani. Untuk itu, inovasi yang ditawarkan ke

petani harus inovasi yang tepat guna.

Menurut Badan Litbang Pertanian dalam Analisis Kebijakan

Pertanian, Strategi untuk memilih inovasi yang tepat guna adalah

dengan menggunakan kriteria-kritera sebagai berikut:

Inovasi Harus Dirasakan sebagai Kebutuhan oleh Petani Kebanyakan

Sudah terlalu sering inovasi-inovasi pertanian yang ditawarkan

kepada petani hanya “menggaruk di tempat yang tidak gatal”, karena

inovasi-inovasi tersebut lebih banyak bersifat daftar keinginan dari

pihak luar, bukan daftar kebutuhan masyarakat tani itu sendiri.

Kejadian yang mudah untuk ditebak adalah tidak diadopsinya inovasi

oleh petani.

Kalau diharapkan masyarakat (petani) akan menerima

(mengadopsi) suatu inovasi, para warga masyarakat harus yakin bahwa

inovasi itu memenuhi suatu kebutuhan yang benar-benar dirasakan

(Bunch, 2001). Inovasi akan menjadi kebutuhan petani apabila inovasi

tersebut dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi petani.

Sehingga identifikasi masalah secara benar menjadi sangat penting,

paling tidak ada dua alasan (Wahyuni, 2000), yaitu:

a) sesuatu yang kita anggap sebagai masalah, belum tentu

merupakan masalah yang dihadapi oleh petani,

b) kalau toh masalah tersebut ternyata benar merupakan

masalah petani, belum tentu pemecahannya sesuai dengan

kondisi petani.

Cara menemukan teknologi dengan kriteria ini adalah

a. mengidentifikasi masalah petani secara benar, dan

b. memberikan solusi masalah tersebut dengan inovasi

(teknologi) yang tepat.

11

Inovasi harus Memberi Keuntungan Secara Konkrit Bagi Petani

Faktor tunggal yang paling menentukan dalam menimbulkan

semangat akan suatu program adalah peningkatan pendapatan

perorangan yang dapat dicapai dengan teknologi anjuran program

(Bunch, 2001). Masih menurut Bunch, teknologi yang pertama kali

dianjurkan program biasanya harus dapat meningkatkan penghasilan

petani sebesar 50%-150%. Secara lebih tegas Soekartawi (1988)

mengatakan bahwa jika memang benar teknologi baru akan

memberikan keuntungan yang relatif lebih besar dari nilai yang

dihasilkan teknologi lama, maka kecepatan adopsi inovasi akan

berjalan lebih cepat.

Dari penjelasan tersebut, inovasi (teknologi) yang akan

diterapkan harus dijamin akan memberikan keuntungan lebih

dibanding inovasi (teknologi) yang sudah ada. Jika hal ini terjadi,

niscaya petani akan mempunyai semangat untuk mengadopsi. Untuk

menemukan inovasi (teknologi) dengan kriteria ini adalah

a) Bandingkan teknologi introduksi dengan teknologi yang

sudah ada.

b) Identifikasi teknologi dengan biaya yang lebih rendah atau

teknologi dengan produksi yang lebih tinggi.

Inovasi Harus Mempunyai Kompatibilitas/Keselarasan

Beberapa pakar mempunyai pendapat yang berbeda dalam

memaknai istilah kompatibilitas. Perbedaan pendapat tersebut

menguntungkan, karena justru memberikan makna yang lebih

lengkap. Beberapa penjelasan yang berbeda tentang kompatibilitas

inovasi (teknologi), dapat diuraikan sebagai berikut:

Bila teknologi baru merupakan kelanjutan dari teknologi lama

yang telah dilaksanakan petani, maka kecepatan proses adopsi inovasi

akan berjalan relatif cepat (Soekartawi, 1998). Disini kompatibilitas

diartikan sebagai kesesuaian antara teknologi lama (existing technology) dengan teknologi baru (introduction technology)

12

Setiap petani berusaha untuk meningkatkan penghasilan dari

keseluruhan usahataninya, dan bukannya dari satu jenis tanaman atau

hewan dengan mengorbankan salah satu yang lainnya. Karenanya,

teknologi baru harus sesuai dengan pola pertanian yang ada sehingga

dapat masuk dalam pola itu dengan semudah-mudahnya dan dengan

keuntungan sebesar-besarnya (Bunch, 2001). Penjelasan ini

memberikan pengertian tentang kompatibiltas sebagai kesesuaian

antara inovasi (teknologi) dengan pola pertanian. Sebagai contoh, jika

petani memanfaatkan daun jagung sebagai pakan ternak sapi, maka

introduksi teknologi pengomposan daun jagung akan sulit diadopsi

(tidak kompatibel).

Compatibility with socio-culture values and beliefs, with previously introduced ideas or with farmers’ felt needs (Van Den Ban

and Hawkins, 1996). Dalam penjelasan tersebut, kompatibilitas

mempunyai keterkaitan dengan nilai sosial budaya, kepercayaan,

gagasan yang dikenalkan sebelumnya, dan keperluan yang dirasakan

oleh petani.

Berdasarkan pendapat ketiga pakar tersebut dapat diperoleh

penjelasan mengenai kompatibilitas inovasi secara lebih lengkap, yaitu:

kesesuaian/keselarasan antara inovasi yang diintroduksikan dengan (a)

teknologi yang telah ada sebelumnya, (b) pola pertanian yang berlaku,

(c) nilai sosial, budaya, kepercayaan petani, (d) gagasan yang

dikenalkan sebelumnya, dan (e) keperluan yang dirasakan oleh petani.

Dengan demikian, inovasi yang mempunyai kompatibiltas tinggi

terhadap hal-hal tersebut, akan lebih cepat untuk diadopsi.

Untuk menemukan teknologi dengan kriteria tersebut, adalah

(a) melakukan benchmarking terhadap kondisi biofisik, tata nilai

sosial-ekonomi-budaya, existing technology, pola pertanian, (b)

identifikasi teknologi yang sesuai dengan kondisi benchmarking.

Inovasi harus dapat mengatasi faktor-faktor pembatas

Bunch (2001) mengatakan bahwa kalau suatu inovasi

diharapkan meningkatkan produktivitas suatu sistem pertanian

setempat, maka dengan satu atau cara lain, inovasi itu harus (dapat)

13

mengatasi faktor-faktor pembatas yang ada dalam sistem itu. Faktor

pembatas adalah keadaan atau prasyarat yang paling tidak memadai di

suatu wilayah.

Cara menemukan teknologi dengan kriteria tersebut, adalah

a. Mengidentifikasi faktor-faktor pembatas usahatani di lokasi

Penelitian, dan

b. Mengitroduksikan teknologi yang tepat untuk mengatasi faktor

pembatas tersebut.

Inovasi Harus Mendayagunakan Sumberdaya Yang Sudah Ada

Teknologi untuk para petani harus menggunakan sumberdaya

yang sudah mereka miliki. Kalau sumberdaya dari luar mutlak

diperlukan, kita harus memastikan bahwa sumberdaya itu murah,

dapat diperoleh secara teratur dengan mudah dari suatu sumber tetap

yang dapat diandalkan (Bunch, 2001).

Untuk memperoleh teknologi dengan kriteria tersebut, dapat

dilakukan dengan cara

(a) mengidentifikasi sumberdaya lokal yang tersedia,

(b) mencari teknologi yang banyak mamanfatkan sumberdaya

lokal tersebut.

Inovasi Dalam Harus Terjangkau oleh Kemampuan Finansial Petani

Hasil penelitian Musyafak et al. (2002) menunjukkan bahwa

beberapa kendala adopsi adalah (a) inovasi/teknologi dirasa mahal

sehingga tidak terjangkau oleh kemampuan finansial petani, (b)

orientasi usaha masih sambilan bukan utama, (c) harga komoditas

rendah, dan (d) ketersediaan sarana produksi tidak terjamin.

Dari penjelasan tersebut, kendala adopsi yang datang secara

internal dari inovasi itu sendiri adalah inovasi tersebut dirasakan mahal

oleh petani. Sedangkan kendala adopsi dari luar inovasi itu sendiri

adalah orientasi usaha, pasar, dan ketersediaan sarana pendukung

(saprodi, dll). Sebagus apapun teknologi kalau tidak terjangkau oleh

kemampuan finansial petani sebagai pengguna, maka akan susah untuk

14

diadopsi. Apalagi kebanyakan petani relatif miskin, maka inovasi yang

dirasakan murah akan lebih cepat diadopsi dibanding inovasi yang

mahal.

Cara menemukan teknologi ini adalah (a) mengidentifikasi

kemampuan permodalan petani, sumber kredit yang bisa diakses

petani, bantuan/pinjaman permodalan melalui program, dan sumber

modal lain, (b) evaluasi, apakah teknologi yang diintroduksikan

terbiayai oleh petani.

Inovasi Harus Sederhana Tidak Rumit dan Mudah Dicoba

Semakin mudah teknologi baru untuk dapat dipraktekkan,

maka makin cepat pula proses adopsi inovasi yang dilakukan petani.

Oleh karena itu, agar proses adopsi dapat berjalan cepat, maka

penyajian inovasi harus lebih sederhana (Sukartawi,1988). Dengan

demikian kompleksitas suatu inovasi mempunyai pengaruh yang besar

terhadap percepatan adopsi inovasi.

Untuk menemukan teknologi dengan kriteria tersebut,

dilakukan dengan mengevaluasi apakah teknologi yang

diintroduksikan sederhana (tidak rumit), jika memang rumit lakukan

peragaan, percontohan, pelatihan secara partisipatif.

Inovasi Harus Mudah untuk Diamati

Ada kalanya petani enggan untuk menanyakan keberhasilan

temannya yang telah berhasil menerapkan teknologi. Atau temannya

sengaja tidak memberi tahu, karena takut tersaingi. Jika teknologi yang

berhasil tadi tidak mudah untuk diamati, maka terjadi kendala dalam

penyebaran adopsi inovasi tersebut, akan tetapi jika teknologi tersebut

mudah diamati maka banyak petani yang mudah meniru tanpa harus

bertanya kepada petani yang bersangkutan. Dengan demikian akan

terjadi proses difusi, sehingga jumlah petani yang mengadopsi menjadi

lebih banyak. Agar teknologi mudah diamati, maka pada tahap awal

dilakukan percontohan atau demonstrasi teknologi yang dilakukan di

tempat yang mudah diamati, melakukan kunjungan lapang, diskusikan

teknologi yang ada di lapangan secara langsung.

15

Delapan kriteria diatas digunakan untuk memilih inovasi yang

tepat guna untuk diintroduksikan di lokasi Penelitian. Semakin banyak

kriteria-kriteria tersebut yang dipenuhi oleh suatu inovasi, maka

semakin besar peluang inovasi tersebut untuk diadopsi oleh petani.

Sebaliknya, semakin sedikit kriteria-kriteria tersebut yang dipenuhi

oleh suatu inovasi, maka semakin kecil peluang inovasi tersebut untuk

diadopsi.

Pembangunan Berkelanjutan

Dewasa ini, pakar ilmu ekonomi pembangunan mulai

menyadari bahwa daerah pedesaan pada umumnya dan sector

pertanian pada khususnya ternyata tidak bersifat pasif, tetapi jauh lebih

penting dari sekedar penunjang dalam proses pembangunan ekonomi

secara keseluruhan. Keduanya harus ditempatkan pada kedudukan

sebenarnya, yakni sebagai unsur atau elemen unggulan yang penting,

dinamis, dan bahkan sangat menentukan dalam strategi-strategi

pembangunan secara keseluruhan, terutama pada Negara sedang

berkembang yang berpedapatan rendah.

Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada

prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga

unsur pelengkap dasar, yakni1:

1. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian

penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga yang

khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para

petani kecil

2. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian

yang dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang

berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan

3. Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang

bersifat padat karya, yaitu non pertanian, yang secara langsung

1 Bab Sembilan” Transformasi Pertanian dan Pembangunan Daerah Pedesaan” dalam buku Pembangunan Ekonomi, Michael P Todaro

16

dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh

masyarakat pertanian.

Pembangunan Nasional secara keseluruhan mengacu pada

suatu intisari yang mempunyai skala pada pembangunan sector

pertanian dan daerah pedesaan. Pertumbuhan industri tidak akan

berjalan dengan lancar, dan kalaupun bisa berjalan, pertumbuhan

industri tersebut akan menciptakan berbagai ketimpangan internal

yang sangat parah dalam perekonomian bersangkutan. Pada gilirannya,

segenap ketimpangan tersebut akan memperparah masalah-masalah

kemiskinan, ketimpangan pendapatan, serta pengangguran.

Penyebab utama dari semakin buruknya kenerja pertanian di

Negara-negara Dunia Ketiga adalah terabaikannya sektor yang sangat

penting ini dalam perumusan prioritas pembangunan oleh

pemerintahan Negara-negara berkembang itu sendiri. Hal ini

diperparah dengan gagalnya pelaksanaan investasi dalam

perekonomian indrsutri perkotaan, yang terutama disebabkan oleh

kesalahan dalam memilih strategi industrialisasi subtistusi impor dan

penetapan nilai kurs yang terlalu tinggi. Strategi yang kemudian

terbukti tidak sesuai untuk Negara-negara berkembang itu memang

sangat berpengaruh karena didengung-dengungkan oleh para teoritisi

Barat sebagai strategi yang paling ampuh dan cepat dalam menyulap

sebuah perekonomian agraris menjadi perekonomian industry (strategi

industrialisasi) berupa subtitusi impor yang sangat popular selama

dasawarsa-dasawarsa pertama setelah perang dunia kedua.

Pertanian Berkelanjutan

Technical advisory committee of the CGIAR 2menjelaskan

bahwa pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang 2 CGIAR (Concultative Group on International Agricultural Research) adalah lembaga yang menghimpun belasan organisasi penelitian dunia yang bergerak di bidang pertanian ( termasuk peternakan dan kehutanan) dan pembangunan berkelanjutan untuk kepentingan kerjasama, konsultasi, dan koordinasi. Pendanaannya dilakukan oleh organisasi anggota dan sejumlah negara donor, baik dari negara maju maupun Negara berkembang.

17

untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang

berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas

lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam.

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan

implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian. Konsep pembangunan

berkelanjutan mulai dirumuskan pada akhir tahun 1980’an sebagai

respon terhadap strategi pembangunan sebelumnya yang terfokus pada

tujuan pertumbuhan ekonomi tinggi yang terbukti telah menimbulkan

degradasi kapasitas produksi maupun kualitas lingkungan hidup.

FAO juga mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai

berikut: ……manajemen dan konservasi basis sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan guna menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia generasi saat ini maupun mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan menkonservasi lahan, air, sumberdaya genetik tanaman maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat guna secara teknis, layak

secara ekonomis, dan diterima secara sosial (FAO, 1989).

Menurut Munasinghe (1993) didalam tulisan (Kuswaji 2010),

walau banyak variasi definisi pembangunan berkelanjutan, termasuk

pertanian berkelanjutan, yang diterima secara luas ialah yang

bertumpu pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi. Dengan

perkataan lain, konsep pembangunan berkelanjutan berorientasi pada

tiga dimensi keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi

(profit), keberlanjutan kehidupan sosial manusia (people),

keberlanjutan ekologi alam (planet), atau pilar Triple-P, yang

ditunjukkan pada Gambar 1.

18

Gambar 2.1

Segitiga Pilar Pembangunan (Pertanian Berkelanjutan)

Dimensi secara ekonomi mengandung pengertian bahwa suatu

kegiatan pembangunan harus mampu menghasilkan pertumbuhan

ekonomi, pemeliharaan kapital, penggunaan sumberdaya, serta

investasi secara efisien. Dimensi secara ekologis atau lingkungan alam

berarti bahwa kegiatan tersebut mampu mempertahankan integritas

ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi

sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity).

Dimensi secara sosial diartikan bahwa pembangunan tersebut dapat

menciptakan pemerataan hasil – hasil pembangunan, mobilitas sosial,

kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat,

identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan (Serageldin, 1996

dalam Dahuri 1998).

Hal ini sejalan dengan pemikiran A.T.Mosher, yang merujuk

pada paradigma modernisasi sebagai salah satu bentuk pembangunan

yang sukses dengan revolusi hijau. Revolusi pertanian didorong oleh

penemuan teknologi dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. Teori

Mosher berusaha mengubah sistem pertanian sub sisten menjadi

19

pertanian komersil, dengan meletakkan faktor mutlak pembangunan

pertanian salah satunya pasaran untuk hasil pertanian.

A.T Mosher didalam (Mubyarto, 1989;235) menganggap

teknologi yang senantiasa berubah itu sebagai syarat mutlak adanya

pembangunan pertanian. Apabila tidak ada perubahan dalam teknologi

maka pembangunan pertanian pun terhenti. Mosher mengartikan

teknologi pertanian sebagai cara-cara untuk melakukan pekerjaan

usaha tani. Didalamnya termasuk cara-cara bagaimana petani

menyebarkan benih, memelihara tanaman dan memungut hasil serta

memelihara ternak. Termasuk pula didalamnya teknologi atau metode

yang digunakan oleh petani. Teknologi atau metode yang diterapkan

dalam bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk menaikkan

produktivitas, apakah ia produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja.

Mubyarto juga berpendapat bahwa dalam menganalisa peranan

teknologi baru dalam pembangunan pertanian, digunakan dua istilah

lain yang sebenarnya berbeda namun dapat dianggap sama yaitu

perubahan teknik (technical change) dan inovasi (innovation). Istilah

perubahan teknik jelas menunjukkan unsur perubahan suatu cara baik

dalam produksi maupun dalam distribusi barang-barang dan jasa-jasa

yang menjurus kearah perbaikan dan peningkatan produktivitas.

Misalnya ada petani yang berhasil mendapatkan hasil yang lebih tinggi

daripada rekan-rekannya karena ia menggunakan sistem pengairan

yang lebih teratur. Caranya hanya dengan menggenangi sawah dalam

kondisi macak-macak dengan maksud memberikan kesempatan

tanaman untuk berkembang.Sedangkan inovasi berarti pula suatu

penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah

dikenal sebelumnya, artinya selalu bersifat baru. Sebagai contoh,

penyilangan bibit yang unggul, agar bibit lebih kuat di batangnya dan

menghasilkan bulir padi yang banyak.

Dari penjelasan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa

pertanian berkelanjutan ialah suatu cara bertani yang

mengintegrasikan secara komprehensif aspek lingkungan hingga sosial

ekonomi masyarakat pertanian. Suatu mekanisme bertani yang dapat

memenuhi kriteria keuntungan ekonomi, keuntungan sosial bagi

20

keluarga tani dan masyarakat; dan konservasi lingkungan secara

berkelanjutan. Dan dalam pelaksanaannya pertanian berkelanjutan

identik dengan pertanian organik.

Hal ini juga sesuai dengan tujuan Kongeragasi Suster-Suster

Cinta Kasih Putri-Putri Maria dan Yosef, dimana mereka memiliki visi

pemulihan kehidupan dan pemekaraan petani di Purworejo khususnya

di Desa Ringgit, dan misi memplopori gerakan pelestarian alam,

membudidayakan pertanian berkelanjutan, memperjuangkan

kemandirian petani, dan mengkampanyekan pola konsumsi lestari3 .

Pertanian Organik

Pada tiga dekade terakhir ini, peningkatan kepedulian

konsumen terhadap lingkungan semakin meningkat dan isu pemasaran

hijau mulai bergeser dari sekedar nilai tambah menjadi hal yang utama.

Meskipun jumlah pembeli produk organik semakin meningkat, namun

banyak diantara mereka yang tidak mengerti secara jelas apa

pengertian sebenarnya dari istilah organik tersebut. Pada umumnya

knsumen cenderung berpikir bahwa produk organik adalah produk

yang bagus tidak hanya dari segi kandungan nutrisi namun juga

penampilan produknya.

Pada tahun 1984 pertanian organik mulai muncul di Indonesia.

Adiyoga (2002) menjelaskan bahwa status pertanian organik di

Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup baik, walaupun

kontribusinya terhadap produksi total relatif masih kecil (diperkirakan

masih < 1%). Semakin 11 banyaknya lembaga swadaya masyarakat

yang bergerak dibidang pertanian organik merupakan suatu indikator

dan refleksi meningkatnya tingkat kesadaran akan pentingnya

konsumsi sayuran sehat/bersih.

Hingga saat ini pertanian organik semakin berkembang di

berbagai pelosok wilayah di Indonesia. Pertanian organik didasarkan

3 Makna Lestari disini adalah pola konsumsi yang sehat tanpa mengandung bahan kimia – menurut Sr. Alfonsa Desa Ringgit Purworejo

21

pada siklus dan sistem ekologi kehidupan. Pertanian organik

mengkombinasikan pengetahuan ilmiah mengenai ekologi dan

teknologi modern mengenai praktek pertanian tradisional berdasarkan

proses biologis yang terjadi secara alami. Pertanian organik

memanfaatkan proses alami di dalam lingkungan untuk mendukung

produktivitas pertanian, seperti pemanfaatan tanaman legum4 untuk

mengikat nitrogen ke dalam tanah, memanfaatkan predator untuk

menaggulangi hama, dan rotasi tanaman untuk mengembalikan kondisi

tanah dan mencegah penumpukan hama, yaitu dengan penggunaan

mulsa5 untuk mengendalikan hama dan penyakit, serta pemanfaatan

bahan bahan alami, termasuk pemanfaatan mineral bahan tambang

yang tidak diproses atau diproses seminimal mungkin, sebagai bahan

untuk pupuk, pestisida dan pengkondisian tanah.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Suwantoro

(2008) seringkali terdapat berbagai perbedaan praktek pertanian

organik di beberapa wilayah dalam proses budidaya. Berbagai

perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh (1) belum

diterapkannya standarisasi yang ada sehingga masing-masing kelompok

atau pelaku pertanian organik dapat menerapkan standard sendiri; (2)

orientasi pasar, dengan standar yang sudah ditetapkan oleh kelompok

dan apabila bisa meyakinkan pasar bahwa produknya berkualitas dan

layak dihargai lebih maka untuk selanjutnya cukuplah memakai

standar tersebut; (3) para petani kita, dengan adanya revolusi hijau

terbiasa melihat tanaman selalu dalam kondisi hijau. Untuk melakukan

pertanian organik sebagaimana mestinya seringkali belum mempunyai

ketetapan 100 persen sehingga dalam prakteknya masih menggunakan

pupuk kimia sebagai pupuk dasar dan sudah sebisa mungkin

meninggalkan penggunaan petisida kimia.

4 Tanaman legume merupakan jenis tanaman kacang – kacangan (Leguminosae), berfungsi sebagai tanaman penutup tanah dan pendukung kesuburan tanah melalui fiksasi nitrogen (N2) 5 Mulsa merupakan suatu material penutup tanaman yang bertujuan untuk menjaga kelembapan tanah yang berasal dari bahan – bahan alami yang mudah terurai seperti sisa – sisa tanaman seperti jerami dan alang – alang.

22

Berdasarkan perbedaan asumsi tersebut Suwantoro (2008) juga

menjelaskan system pertanian organik juga terbagi menjadi tiga yaitu

(1) system pertanian organik yaitu proses budidaya yang dilakukan

tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia serta mengembangkan

jenis benih local, serta adanya konversi selama 3 – 4 musim tanam

dengan melihat riwayat penggunaan pupuk dan pestisida kimia sintetis

pada lahan tersebut; (2) system pertanian semi organik, biasanya dalam

proses budidaya masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis

dalam jumlah terbatas untuk pupuk dasar maupun pupuk lanjutan dan

sebagian yang lain masih mentoleransi penggunaan pestisida kimia

dalam keadaan khusus; (3) system pertanian konvensional, merupakan

system pertanian yang masih mengandalakan pupuk dan pestisida

kimia sintetis. Pemupukan yang dilakukan belum berimbag

kebanyakan masih menggunakan pupuk urea.

Dengan melihat paparan diatas mengenai pertanian organik,

secara keseluruhan penelitian ini akan membahas pertanian organik

dengan metode SRI atau biasa disebut System Rice Intensification.

Metode SRI atau SRI Organik ini termasuk system pertanian organik

murni, dikatakan murni karena menggunakan pupuk kompos dan

penanganan hama dengan menggunakan Mol (Mikroorganisme Lokal).

Pada dasarnya, pemahaman SRI terletak pada proses tanaman

padi itu sendiri. Tanaman padi sawah dalam praktek SRI ternyata

bukan tanaman air. Dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman

padi membutuhkan cukup air, oleh karenanya tidak dilakukan

pengenangan dengan tujuan menyediakan lebih banyak oksigen di

dalam tanah sehingga akar tumbuh subur dan besar. Dengan demikian

tanaman dapat menyerap nutrisi/makanan sebanyak-banyaknya.

Dalam penerapannya, SRI mempunyai 3 landasan yang menjadi dasar

dalam praktek SRI, antara lain:

1. Bagaimana membuat tanaman padi memiliki banyak anakan. Hal

ini dilakukan dengan menanam bibit padi muda berumur 7 hari

yang masih membawa keeping biji bekal makanannya. Bibit padi

ditanam secara dangkal, tunggal atau satu bibit untuk satu titik

tanam, berjarak renggang antara titik tanam satu ke titik tanam

23

lainnya diatas 30 cm. menurut narasumber hal ini mengacu

model pyllochrone dari Katayama yang menunjukkan bahwa

pada hari ke-12 tanaman padi mengeluarkan tunasnya yang

pertama yang menjadi sumber 2/3 dari jumlah total anakan,

sehingga penanaman bibit padi yang telah berumur sebulan

sebagaimana biasa dilakukan saat ini akan merusak atau

menghilangkan tumbuhnya tunas awal. Implikasi besar dari

upaya ini adalah jumlah bibit padi yang diperlukan akan turun,

dari semula 30/50 kg/hektar menjadi hanya 3/5 kg/hektar saja.

2. Menghilangkan genangan air di sawah, karena sekalipun

tanaman padi beradaptasi baik di air, padi bukan tanaman air

karena padi tidak dilengkapi snorkel seperti layaknya tanaman

air. Dengan adanya genangan air, kebutuhan udara untuk akar

akan dipenuhi dari daun dengan mengubah pipa kapiler yang

biasa membawa cairan dari akar ke daun menjadi ruang yang

lebih besaruntuk membawa udara dari daun ke akar.

Implikasinya yaitu fungsi akar tinggal ¼ - ½ nya saja, dan siklus

hidup makhluk kecil di tanah sangat terganggu sehingga

ketersediaan makanan terputus dan hadirnya makhluk predator

juga berkurang atau hilang.

3. Menggantikan konsep pemupukan dengan konsep melengkapi

tanaman dengan bioreaktornya dengan menggunakkan kompos

sebagai generator siklus ruang dan mikroorganisme local sebagai

generator siklus kehidupan yang akhirnya menjadi siklus nutrisi

yang handal. Menurut bapak Mubiar dalam semiloka tentang

konsep pemupukan, sudah ditunjukkan dengan 23 musim tanam

padi secara berturut-turut tanpa menggunakkan pupuk dan dan

bahan kimia buatan apapun bahkan tanaman padi masih mampu

meningkatkan produktivitas dan kualitas produknya dengan

sangat berarti dan berkelanjutan. Hal ini hanya bisa dijelaskan

dengan rekayasa intensifikasi proses yang menyediakan ruang

proses yang lebih kecil sehingga mampu mempercepat proses

meningkatkan produktivitas dan proses menjadi lebih selektif

sehingga mampu meningkatkan kualitas produk.

24

Penelitian Terdahulu

Diakui atau tidak kegiatan partisipatif yang telah dilakukan

oleh para petani dalam menerapkan metode SRI di beberapa daerah

terus berkembang. Terdapat banyak istilah berbeda pula dalam yang

digunakan dalam pelaksanaan pertanian padi metode SRI ini, seperti

istilah yang digunakan oleh masyarakat Sumatera Barat khususnya di

daerah Sawahlunto yaitu “Metode Padi Tanam Sebatang”. Penelitian

yang telah dilakukan oleh Rakhmi (2008) menjelaskan bahwa

pelaksanaan metode SRI yang dilakukan oleh kelompok tani Binuang

Saiyo telah sukses melakukan usahatani padi sawah dengan system SRI.

Sebuah penelitian lain mengenai penerapan metode SRI yang

dilakukan oleh Richardson (2010) di Jawa Timur menyatakan bahwa

metode SRI yang diterapkan mampu menghasilkan panen rata – rata

sebesar 7 – 8 ton/ha. Sedangkan biasanya jumlah hasil panen hanya

mencapai 3 ton/ha.

Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Richardson dan Rakhmi, penelitian Putra (2009) pada kelompok tani

Lolongkaran budidaya padi yang ditetapkan tidak sepenuhnya sesuai

dengan prosedur pelaksanaan metode SRI, namun petani tersebut

menyesuaikan dengan kemampuan petani itu sendiri seperti dalam

kegiatan penyemaian, penanaman, dan pengaturan jarak tanam. Hal

tersebut disebabkan karena petani Lolongkaran belum terbiasa dengan

metode SRI tersebut.