14
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam pembangunan suatu negara. Bahkan ketika pra pemerintahan suatu negara, calon penguasa sering mengkampanyekan tentang peningkatan lapangan kerja sebagai “senjata ampuh” untuk memenangkan pemilihan umum. Beberapa alasan tersebut memang cukup logis mengingat penyerapan tenaga kerja menimbulkan beberapa dampak yang lain seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat melalui upah yang didapat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemiskinan, dan mengantisipasi masalah sosial lainnya. Di Indonesia, pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada periode pertama, strategi peningkatan penyerapan tenaga kerja menjadi salah satu tujuan utama dalam masa pemerintahannya. Penyerapan tenaga kerja atau biasa disebut sebagai pro-job menjadi agenda penting selain pro-poor (pengentasan kemiskinan), dan pro-growth (peningkatan pertumbuhan) (Kuncoro, 2012:73). Di dalam teori Cobb Douglas, dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara berasal dari peningkatan input tenaga kerja, modal, dan teknologi. Oleh karena

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

  • Upload
    vukhanh

  • View
    222

  • Download
    6

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan

ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

menjadi prioritas dalam pembangunan suatu negara. Bahkan ketika pra pemerintahan

suatu negara, calon penguasa sering mengkampanyekan tentang peningkatan

lapangan kerja sebagai “senjata ampuh” untuk memenangkan pemilihan umum.

Beberapa alasan tersebut memang cukup logis mengingat penyerapan tenaga kerja

menimbulkan beberapa dampak yang lain seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi,

kesejahteraan masyarakat melalui upah yang didapat yang pada akhirnya mengurangi

tingkat kemiskinan, dan mengantisipasi masalah sosial lainnya. Di Indonesia, pada

era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada periode pertama,

strategi peningkatan penyerapan tenaga kerja menjadi salah satu tujuan utama dalam

masa pemerintahannya. Penyerapan tenaga kerja atau biasa disebut sebagai pro-job

menjadi agenda penting selain pro-poor (pengentasan kemiskinan), dan pro-growth

(peningkatan pertumbuhan) (Kuncoro, 2012:73).

Di dalam teori Cobb Douglas, dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu

negara berasal dari peningkatan input tenaga kerja, modal, dan teknologi. Oleh karena

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

2

itu, pertumbuhan ekonomi suatu negara sering menjadi prioritas utama dalam proses

pembangunan sehingga diharapkan dapat memicu pertumbuhan penyerapan input

produksi salah satunya tenaga kerja.

Pertumbuhan ekonomi juga merupakan salah satu indikator yang sangat

penting bagi penyerapan tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena permintaan dari

tenaga kerja merupakan turunan dari permintaan output. Sehingga secara logika

terjadi pergerakan yang sama antara pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan

permintaan output dengan penyerapan tenaga kerja (Smith, 2003:40).

Dalam realita yang ada, proses pembangunan ternyata justru hanya semata

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidaklah berkualitas

sehingga penyerapan tenaga kerja rendah atau bahkan tidak terjadi, angka kemiskinan

tetap tinggi, dan ketimpangan pendapatan masing timpang. Padahal menurut Todaro

dan Smith (2006: 39), selain menciptakan pertumbuhan ekonomi proses

pembangunan haruslah berimbas terhadap pengurangan angka kemiskinan,

ketimpangan pendapatan, serta peningkatan penyerapan tenaga kerja.

Era otonomi daerah merupakan sebuah era yang sangat penting bagi suatu

pembangunan suatu negara. Perencanaan yang awalnya bersifat sentralisasi maka

dengan adanya otonomi daerah berubah menjadi desentralisasi. Era yang dimulai

pada tahun 2001 ini, daerah tidak lagi menerima program namun justru dengan

memiliki kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri. Tumbuhnya perhatian

terhadap otonomi daerah tidak hanya dikarenakan kegagalan dalam menciptakan

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

3

pemerataan dalam pertumbuhan namun juga disebabkan karena ketidakpastian akibat

susahnya melakukan perencanaan dari pusat untuk daerah (Kuncoro, 2012:49).

Di era otonomi daerah, terdapat kondisi yang menarik di mana pada periode

2002-2006 antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan tenaga kerja sama-

sama menunjukkan tren yang meningkat. Namun pada periode 2007-2012, antara

pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan tenaga kerja mengalami tren yang

berbeda di mana pertumbuhan ekonomi mengalami tren yang meningkat sedangkan

tren pertumbuhan tenaga kerja mengalami pertumbuhan yang menurun. Pada era

otonomi daerah, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja

mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun 2007 yang masing-masing mengalami

pertumbuhan sebesar 6,35% dan 4,69% (lihat Gambar 1.1). Jika dilihat lebih rinci,

pada tahun 2002 hingga 2012, pertumbuhan tenaga kerja dan angkatan kerja menurun

di akhir 2012 sedangkan pengangguran justru mengalami peningkatan (lihat Gambar

1.2).

Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia

pada Era Otonomi Daerah

Sumber: Diolah dari BPS dan World Bank (2014)

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

4

Pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja nasional juga tidak dapat

dilepaskan dari pengaruh pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja dalam

tingkat di bawahnya yaitu level provinsi. Pengaruh otonomi daerah tentu sangat besar

mengingat campur tangan pemerintah daerah lebih besar dalam rangka pembangunan

daerah salah satunya dari aspek penyerapan tenaga kerja. Selain itu, karakteristik

regional atau provinsi yang berbeda-beda menjadi kecenderungan tersendiri atas

pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.

Gambar 1.2. Pertumbuhan Tenaga Kerja, Angkatan Kerja, dan Pengangguran

Indonesia pada Era Otonomi Daerah

Sumber: Diolah dari BPS dan World Bank (2014)

Jika dilihat secara provinsi, perbandingan antara pertumbuhan ekonomi

dengan penyerapan tenaga kerja menunjukan fakta yang menarik. Beberapa provinsi

seperti Kalimantan Tengah (Kalteng), Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Utara

(Sulut), Sulawesi Tenggara (Sultra), Gorontalo dan beberapa provinsi lainnya

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

5

memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

penyerapan tenaga kerja. Meskipun ada juga beberapa provinsi yang memiliki rata-

rata pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di atas rata-rata nasional

seperti Jawa Timur (Jatim), Jawa Barat (Jabar), dan Sumatera Utara (Sumut) (lihat

Gambar 1.3).

Gambar 1.3. Perbandingan Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi dengan

Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi di Indonesia pada Era Otonomi Daerah

Sumber: Diolah dari BPS dan World Bank (2001-2013)

Secara total dalam lingkup nasional, pada rentang 2002-2006 rata-rata

mengalami pertumbuhan tenaga kerja sebesar 1% sedangkan pada periode 2007-2012

rata-rata mengalami pertumbuhan tenaga kerja 2%. Secara sektoral dalam lingkup

nasional, pada periode 2002-2006 rata-rata pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor

jasa keuangan dan transportasi yaitu sebesar 5% sedangkan rata-rata pertumbuhan

terendah terjadi pada sektor pertanian yaitu hanya sebesar 0,3%. Sementara itu pada

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

6

periode 2007-2012 rata-rata pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor jasa keuangan

yaitu sebesar 13,3% sedangkan rata-rata pertumbuhan terendah terjadi pada sektor

transportasi -1,9% (lihat Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Rata-Rata Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektoral dan Total Secara

Nasional Periode 2002-2006 dan 2007-2012

SEKTORAL 2002-2006 2007-2012

Pertanian 0,3% -0,5%

Konstruksi 4,3% 6,7%

LGT 3,4% 8,3%

Jasa Keuangan 5,0% 13,3%

Manufaktur -0,2% 4,4%

Jasa 0,8% 7,1%

Perdagangan 2,1% 3,2%

Transportasi 5,0% -1,9%

TOTAL 1,0% 2,0%

Keterangan:

LGT: listrik, gas, dan tambang

Sumber: Hasil olah data (2002-2012)

Secara sektoral berdasarkan Tabel 1.2, pangsa PDB sektoral terhadap pangsa

PDB total pada tahun 2002 paling besar disumbangkan oleh sektor manufaktur yaitu

sebesar 27,86%. Sedangkan pangsa terbesar kedua disumbangkan oleh sektor

perdagangan yaitu sebesar 16,16%. Proporsi yang sama juga masih terjadi pada tahun

2012 di mana sektor manufaktur dan perdagangan masih menjadi penyumbang

terbesar PDB total yaitu masing-masing sebesar 25,59% dan 18,06%. Berbeda

dengan PDB, pangsa tenaga kerja sektoral pada tahun 2002 dan 2012 sebagian besar

justru disumbangkan oleh sektor pertanian sebesar 44,33% dan 35,09%. Adanya

perbedaan pangsa tersebut menimbulkan kekhawatiran tersendiri karena peningkatan

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

7

output tanpa peningkatan tenaga kerja atau transformasi struktural yang tidak

seimbang dapat menimbulkan eksploitasi di sektor tersebut atau inefisiensi produksi.

Tabel 1.2. Persentase Pangsa PDB Sektoral Terhadap Total PDB dan Pangsa

Tenaga Kerja Sektoral Terhadap Total Tenaga Kerja pada Era Otonomi

Daerah

SEKTOR PDB TENAGA KERJA

2002 2012 2002 2012

Pertanian 15,39 12,53 44,33 35,09

Konstruksi 5,61 6,52 4,66 6,13

Listrik + Pertambangan 11,95 8,14 0,91 1,67

Jasa Keuangan 8,74 9,66 1,08 2,40

Manufaktur 27,86 25,59 13,21 13,87

Jasa 9,23 9,35 11,30 15,43

Perdagangan 16,16 18,06 19,41 20,90

Transportasi 5,06 10,13 5,10 4,51

Sumber: BPS dan World Bank (2001-2013)

Berdasarkan peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 1 Tahun 1999, salah satu

kewenangan daerah atau provinsi adalah menetapkan upah minimum provinsi yang

bersifat mengikat bagi kabupaten/kota di dalamnya. Berdasarkan upah minimum

provinsi secara riil, ada 12 provinsi yang memiliki upah minimum provinsi riil di atas

rata-rata nasional namun penyerapannya juga belum tentu maksimal. Salah satunya

adalah Aceh, di mana upah minimum provinsi riilnya terbesar ke tiga di Indonesia

namun penyerapan tenaga kerjanya masih di bawah rata-rata nasional (lihat Gambar

1.4). Kebijakan upah minimum provinsi memang terkadang menjadi problema terkait

dengan efektitasnya terhadap penyerapan tenaga kerja.

Selain itu berdasarkan UU No 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah

maupun UU No. 25 tahun 1999 tentang salah satu kewenangan di era otonomi

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

8

daerah adalah masalah pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah

menjadi penting terutama mengenai pemanfaatan belanja langsung daerah yang

berkaitan langsung dengan masyarakat. Hal ini menjadi salah satu kunci agar

pemanfaatan belanja tersebut dapat maksimal dan menciptakan efek positif salah

satunya bagi penyerapan tenaga kerja.

Gambar 1.4. Rata-rata Upah Minimum Provinsi Riil dan Penyerapan Tenaga

Kerja di 28 Provinsi di Indonesia pada Era Otonomi Daerah

Sumber: Diolah dari BPS, World Bank, dan CIEC (2001-2013)

Ketidakseimbangan antara sektor ekonomi dengan tenaga kerja juga

menimbulkan pertanyaan mengenai efisiensi dari pasar tenaga kerja di Indonesia.

Berdasarkan laporan yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) pada tahun

2011-2012, Indonesia dari segi efisiensi pasar tenaga kerja yang antara lain dilihat

dari segi hubungan antar pekerja, fleksibilitas upah, dan jam kerja, menduduki

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

9

peringkat 94 dari 142 negara di dunia yang artinya pasar tenaga kerja di Indonesia

sangatlah tidak efisien. Di antara negara-negara ASEAN yang masuk dalam

penilaian WEF, Indonesia hanya unggul dari Filipina yang menempati peringkat 113

dari 142 negara. Indonesia bahkan kalah dibandingkan dengan negara Vietnam dan

Kamboja jika dilihat dari aspek efisiensi pasar tenaga kerja tersebut (lihat Tabel 1.3).

Tabel 1.3. Peringkat Efisiensi Pasar Tenaga Kerja Negara – Negara di Kawasan

ASEAN Tahun 2011-2012

NEGARA PERINGKAT (1-142)

Singapura 2

Brunei Darussalam 9

Malaysia 20

Thailand 30

Kamboja 38

Vietnam 46

Indonesia 94

Filipina 113

Sumber: World Economic Forum (2012)

1.2. RUMUSAN MASALAH

Seperti telah dijelaskan pada bagian latar belakang, pertumbuhan ekonomi di

tiap provinsi belum tentu menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Tren

pertumbuhan ekonomi pada era otonomi daerah yang meningkat pada periode 2002-

2006 juga diikuti oleh pertumbuhan penyerapan tenaga kerja. Namun, pada periode

2007-2012 tren pertumbuhan ekonomi yang meningkat malah diikuti oleh tren

penurunan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan beberapa masalah tersebut maka

pertanyaan penelitian di dalam studi ini dapat dirinci sebagai berikut:

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

10

1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi daerah dan upah minimum provinsi

riil terhadap penyerapan tenaga kerja di 28 provinsi di Indonesia pada era

otonomi daerah?

2. Bagaimana perubahan penyerapan tenaga kerja sektoral pada periode 2002-2006

dan 2007-2012 di 28 provinsi di Indonesia berdasarkan analisis dynamic shift

share?

3. Apakah terjadi transformasi struktur tenaga kerja di 28 provinsi di Indonesia pada

periode 2002-2006 dan 2007-2012?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini terdiri dari:

1. Mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi dan upah minimum provinsi riil

terhadap perubahan penyerapan tenaga kerja di 28 provinsi di Indonesia pada era

otonomi daerah;

2. Mengetahui perubahan penyerapan tenaga kerja berdasarkan analisis dynamic

shift share di 28 provinsi di Indonesia pada periode 2002-2006 ke 2007-2012;

3. Mengetahui apakah terjadi transformasi struktur tenaga kerja di 28 provinsi di

Indonesia pada periode 2002-2006 ke 2007-2012;

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini terdiri dari:

1. Sebagai sarana berpendapat secara ilmiah untuk berbagai instrumen kebijakan

yang terkait dengan tenaga kerja, dan analisis sektoral sehingga mampu

menciptakan kebijakan yang menyeluruh atau berkualitas dalam lingkup tersebut;

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

11

2. Memperkaya studi empiris dalam hal tenaga kerja, analisis sektoral, dan

karakteristik regional;

3. Sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Strata Satu (S1).

1.5. PEMBATASAN PENELITIAN

Pada penelitian ini, difokuskan pada rentang waktu 2002 hingga 2012.

Alasan pemilihan rentang waktu tersebut antara lain karena rentang waktu tersebut

merupakan waktu diberlakukannya era otonomi daerah dan terkait juga dengan

ketersediaan serta aktualitas data. Sementara pemilihan 28 provinsi dikarenakan

keterbatasan data dan juga ada beberapa provinsi yang merupakan hasil pemekaran

(lihat Tabel 1.4). Sementara itu sektor PDRB dan penyerapan tenaga kerja dalam

penelitian berbeda jika dibandingkan dengan sektor yang terdapat di dalam BPS.

Perbedaannya hanyalah digabungya sektor pertambangan dan penggalian dengan

sektor listrik, gas, dan air sebagai akibat adanya data penyerapan tenaga kerja yang

digabung pada tahun 2002-2004 (lihat Tabel 1.5 dan 1.6).

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari jumlah tenaga

sektoral, produk domestik regional bruto (PDRB) sektoral, upah minimum provinsi

dan indeks harga konsumen. Untuk variabel upah minimum provinsi dibagi dengan

indeks harga konsumen digunakan untuk mengetahui seberapa besar daya beli

pekerja. Pemilihan variabel tersebut didasarkan pada beberapa penelitian empiris

yang dilakukan di berbagai negara dalam rentang waktu tertentu sehingga

menciptakan kerangka pemikiran untuk mengimplementasikannya dalam lingkup

provinsi di Indonesia.

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

12

Tabel 1.4. Alasan 6 Provinsi Tidak Dimasukan di Dalam Sampel Penelitian

PROVINSI ALASAN

Kepulauan Riau Baru pemekaran tahun 2002 dan data tenaga kerja tahun 2001-2004 tidak

tersedia.

Maluku Tidak tersedianya data tenaga kerja sektor listrik, gas, dan tambang pada

tahun 2001.

Papua Barat Tidak tersedianya data tenaga kerja pada tahun 2001-2005.

Sulawesi Barat Pemekaran dari Sulsel tahun 2004 dan data tenaga kerja tahun 2001-2005

tidak tersedia.

Sulawesi Selatan Tidak tersedianya data tenaga kerja sektor jasa keuangan tahun 2003.

Kalimantan Utara Tidak tersedia data tenaga kerja dan resmi secara administratif pada tahun

2013.

Tabel 1.5. Sektor dalam PDRB dan Tenaga Kerja

NO SEKTOR

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

2 Pertambangan dan Penggalian

3 Industri Pengolahan

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)

5 Bangunan

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran

7 Pengangkutan dan Komunikasi

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

9 Jasa-jasa

Sumber: BPS (2014)

Tabel 1.6. Perubahan Sektor di Dalam Penelitian

NO SEKTOR

1 Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan

2 Pertambangan, Penggalian, Listrik, Gas, dan Air Bersih

3 Industri Pengolahan

4 Bangunan

5 Perdagangan, Hotel dan Restoran

6 Pengangkutan dan Komunikasi

7 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

8 Jasa-Jasa

Sumber: Diolah dari BPS (2014)

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

13

1.6. HIPOTESA

Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah yang telah dibahas pada

pembahasan awal, maka peneliti memberikan dugaan sementara (hipotesis) terhadap

pertanyaan penelitian. Hipotesis tersebut terdiri dari:

- Bahwa pertumbuhan ekonomi daerah memberikan dampak positif dan

signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja;

- Bahwa upah minimum provinsi riil memberikan dapat memberikan dampak

positif maupun negatif signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja;

- Bahwa terdapat perubahan penyerapaan tenaga kerja di seluruh provinsi

dalam sampel penelitian;

- Bahwa terjadi transformasi struktural tenaga kerja di seluruh provinsi dalam

sampel penelitian.

1.7. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika dalam penelitian ini disusun dengan rincian sebagai berikut:

Bab I akan membahas mengenai pendahuluan, yang memuat latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan

penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab II akan membahas mengenai uraian terkait landasan teori yang terdiri dari

tinjauan pustaka, penelitian terdahulu sesuai dengan penelitian.

Bab III akan membahas mengenai uraian metodologi penelitian, model, hipotesis,

dan alat analisis.

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/76397/potongan/S1-299376...5 memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun tidak berimbas pada

14

Bab IV akan membahas mengenai hasil dan pembahasan penelitian yang terdiri dari

statistik deskriptif, tahapan analisis, hasil dan temuan serta pembahasan

penelitian.

Bab V akan membahas mengenai kesimpulan penelitian serta saran untuk

pengembangan akademis/penelitian selanjutnya dan juga berkaitan dengan

pengambilan kebijakan.