Upload
rini-oktaviani-handayani
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
1/193
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU
HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (VOLUNTARY
COUNSELING AND TESTING) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
CIPUTAT TAHUN KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN
TAHUN 2014
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
AYU WULAN SARI
NIM : 1110101000045
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/ 2014 M
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
2/193
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2014
Ayu Wulansari
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
3/193
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Juli 2014Ayu Wulansari, NIM : 1110101000045
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU
HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary
Counseli ng and Testing) Di WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT,
KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014
xvii + 155 halaman, 20 tabel, 3 bagan, 4 lampiran
ABSTRAK
Saat ini di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi HIV/AIDS pada ibu
rumah tangga, disusul dengan tingginya prevalensi HIV pada anak. HIV/AIDS
telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang menyebabkan
terhambatnya perkembangan ekonomi dan memperburuk kemiskinan rumah
tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan produktivitas yang lebih
besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6 juta keluarga lagi ke
jurang kemiskinan . Oleh karena itu, dilakukannya upaya pencegahan penularanHIV dari ibu ke anak melalui program Voluntary Counseling and Testing
khususnya pada kelompok ibu hamil.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT diWilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan
desain studi crosssectional dengan sampel penelitiannya adalah 76 ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Ciputat yang dipilih secara acak dengan metode cluster
random sampling. Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah umur, status
pekerjaan, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang VCT, sikap, norma subyektif,
dan persepsi kontrol perilaku yang dihubungkan dengan niat ibu hamil untuk
memanfaatkan layanan VCT. Variabel tersebut diukur dengan menggunakan
kuesioner yang diolah sampai bivariat dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menujukkan 50% ibu hamil memiliki niat untuk
memanfaatkan layanan VCT dan berdasarkan uji bivariat ditemukan bahwa
variabel pengetahuan, sikap, norma subyektif dan persepsi kontrol perilaku
berhubungan secara signifikan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan
layanan VCT.
Dengan demikian disarankan kepada Puskesmas Ciputat untuk
mengoptimalkan sosialisasi kesehatan melalui kerjasama dengan instansi
kesehatan swasta, kader, dan kelurahan dengan melakukan penyuluhan mengenai
layanan VCT, untuk meningkatkan niat ibu hamil dalam memanfaatkan layanan
VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.
Kata kunci : Niat VCT, HIV/AIDSDaftar Bacaan : 69 (1960 – 2014)
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
4/193
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Undergraduate, July 2014Ayu Wulan Sari, NIM: 1110101000045
FACTORS RELATED WITH MATERNAL INTENTION TO UTILIZE
THE SERVICES OF VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING IN
THE REGION OF CIPUTAT HEALTH CENTER, SOUTH TANGERANG
IN 2014
xvii + 155 pages, 20 tables, 4 figures, 4 attachments
ABSTRACT
Nowadays in Indonesia, there is an increase in the prevalence ofHIV/AIDS among housewife, followed by the high prevalence of HIV in children.
HIV/AIDS has reduced life expectancy for over than 20 years that cause
hampered the economic development and aggravate of households. Other than
that, the HIV/AIDS cause loss of productivity larger than any other disease, and 6
million families pushed back into poverty again. Therefore, made efforts
prevention of HIV transmission from mother to children through a program of
voluntary counseling and testing, especially on the group of pregnant woman.
This research aims to determine the factor of related to maternal intention
to utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center in 2014. This
research used a cross-sectional study design with sample of this research was 76
pregnant women in the region of Ciputat Health Center randomly selected by themethod of cluster random sampling . Variables examined in this study were age,
employment status, education level, knowledge of VCT, attitude, subjective norm,
and perception of behavioral control were related with maternal intention to utilize
VCT services. These variables were measured using a questionnaire that
processed by bivariate test using chi-square test.
The results showed 50% of pregnant women have the intention to utilize
VCT services and based on bivariate tests found that variables of knowledge,
attitude, subjective norm, and perception of behavioral control were significantly
related with maternal intention to utilize VCT services.Thereby it is suggested to Ciputat Health Center to optimize health
socialization through cooperation with private health instance, cadres, and villagechief to conduct information about VCT service, to increase maternal intention to
utilize VCT service in the region of Ciputat Health Center.
Keywords : VCT Intention, HIV/AIDS
Reading List Of : 69 (1960 – 2014)
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
5/193
PENYATAAN PERSETUJUAN
JUDUL SKRIPSI
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NIAT IBU
HAMIL UNTUK MEMANFAATKAN LAYANAN VCT (Voluntary
Counsel ing and Testing ) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPUTAT
KOTA TANGERANG SELATAN PROVINSI BANTEN TAHUN 2014
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 11 Juli 2014
Mengetahui
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
6/193
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Ciputat, 11 Juli 2014
Anggota I
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
7/193
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ayu Wulan Sari
Tempat, tanggal
lahir
: Palembang, 27 Juli 1991
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Sedap Malam No. 80 Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat
Kota Tangerang Selatan 15419
Agama : Islam
Status Pernikahan : Lajang
Nomor Handphone : +62 85269051331 atau +6289624632662
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
2010-Sekarang S1-Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2006-2009 Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang
2003-2006 SMP Negeri 52 Palembang
1996-2003 SD Negeri 357 Palembang
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
8/193
LEMB R PERSEMB H N
Kebahagiaan yang selalu kalian berikan
Kasih sayang yang berlimpah setiap harinya
Doa terbaik yang selalu kalian panjatkan
Jika itu motivasi yang kalian berikan untukku
Dengan skripsi ini caraku membalas semuanya.
Tiada kata yang pernah bisa kusampaikan pada
kalian,
namun selalu kan ku kenang kasih sayang yang
tak pernah berujung itu………….
I dedicate
this work to
“M y belove parents, My Family, and
My Honey”
Whose untiring care and endles love have constantlysurrounded me and been a powerfull source of inspiration of
which this is a partial reflection.
Written by Ayuwulansari
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
9/193
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji serta syukur kehadirat Allah SWT. yang
telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang bejudul Faktor – Faktor Yang
Berhubungan Dengan Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
(Voluntary Counseling And Testing Hiv ) Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2014.
Adapun skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari bahwa skripsi ini
tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. DR. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Raihana Nadra Alkaff, M.MA selaku penanggung jawab peminatan
promosi kesehatan serta dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
3. Ibu Ratri Ciptaningtyas, S.sn. Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
4. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D dan Ibu Julie
Rostina, SKM, MKM yang telah menguji dan memberikan masukan yang
sangat bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini.
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
10/193
5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan
penulis.
6. Dr. Derly, Bidan Popy, Bidan Rahma dan segenap staff, serta ibu kader
Puskesmas Ciputat terima kasih telah mau berbagi ilmu dan pengalaman
selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data.
7. Keluarga tercinta, khususnya buat mama dan papa serta kakak dan adik
tersayang yang selalu memberikan motivasi dan do‟a dari awal kuliah sampai
penyusunan skripsi ini.
8. Andy Agusta Triwardana terima kasih untuk motivasinya, bantuannya dan
do‟anya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
9. Sahabat seperjuangan Santri Jadi Dokter 2010 (Bayu, Zata, Harun, Rosi, Rusti,
Ana, Rendy), Sahabat-sahabatku di Prodi Kesehatan Masyarakat angkatan
2010 (Fitria, Fitri), Sahabat terbaikku Promkes 2010 terima kasih atas
kebersamaan yang telah kita lalui dua tahun ini semoga kebersamaan ini selalu
terjaga.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih kurang dari
sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan
di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Amin.
Ciputat, Juli 2014
Penulis
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
11/193
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………..
ABSTRACT……………………………………………………………………
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………………
KATA PENGANTAR……………………………………………...................
DAFTAR ISI…………………………………………………………..............
DAFTAR TABEL………………………………………………….................
DAFTAR BAGAN…………………………………………………………….
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..
1.1. Latar Belakang…………………………………………………….............
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………................
1.3. Pertanyaan Penelitian…………………………………………..………….
1.4. Tujuan Penelitian……………………………………………….................
1.5. Manfaat Penelitian…………………………………………….…………..
1.6. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………..….............
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….
2.1. HIV/AIDS…………………………………………………………………
2.1.1. Definisi HIV/AIDS……………………………………………………
2.1.2. Patogenisis HIV/AIDS……………………………………………….
2.1.3. Manifestasi Klinis…………………………………………………….
i
ii
iii
iv
v
vii
ix
xiv
xv
xvi
xvii
1
1
7
8
9
10
12
13
13
13
14
14
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
12/193
2.1.4. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium……………………
2.2. HIV Pada Kehamilan………………………………………………………
2.2.1. Definisi Kehamilan………………………………………………………
2.2.2. Cara Penularan HIV Pada Kehamilan………………………………..
2.2.3. Penatalaksanaan………………………………………………................
2.2.4. Pencegahan HIV……………………………………………………...
2.3. Voluntary Counseling And Testing (VCT)…………………………….....
2.3.1. Definisi Konseling Dalam VCT……………………………………...
2.3.2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing ……………………………
2.3.3. Peran Voluntary Counseling and Testing ………………………….....
2.3.4. Prinsip Voluntary Counseling and Testing …………………………...
2.3.5. Struktur Organisasi Voluntary Counseling and Testing ……………...
2.3.6. Model Pelayanan Voluntary Counseling and Testing ………………..
2.3.7. Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)………...
2.3.8. Ketersediaan Sar ana dan Prasarana VCT ……………………………
2.3.8.1. Klinik Konseling Voluntary Counseling and Testing ……………
2.3.8.2. Konselor Untuk Voluntary Counseling and Testing ………….....
2.3.9. Tahapan Pelayanan Voluntary Counseling and Testing ……………...
2.3.9.1. Konseling Pra Testing…………………………………………….
2.3.9.2. Informed Consent …………………………………………………
2.3.9.3. Testing HIV dalam Voluntary Counseling and Testing …………
2.3.9.4. Konseling Pasca Testing………………………………………….
2.4. Teori Perilaku Berencana (Theory Of Planned Behavior )……………...
2.4.1. Niat…………………………………………………………………...
15
15
15
15
16
16
17
17
19
20
23
25
28
29
30
30
34
36
36
38
39
41
42
47
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
13/193
2.4.2. Sikap………………………………………………….........................
2.4.3. Norma Subyektif ………………………………………......................
2.4.4. Persepsi Kontrol Diri…………………………………………………
2.5. Pendidikan………………………………………………………………...
2.6. Umur ………………………………………………….…………………...
2.7. Status Pekerjaan…………………………………………………………...
2.8. Pengetahuan……………………………………………………………….
2.9. Kerangka Teori……………………………………………………………
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN………….
3.1. Kerangka Konsep……………………………………………………….....
3.2. Definisi Operasional………………………………………….....................
3.3. Hipotesis Penelitian………………………………………………………..
BAB IV METODELOGI PENELITIAN………………………………………
4.1. Desain Penelitian…………………………………………………………..
4.2. Lokasi Penelitian……………………………………………………….....
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………………...
4.3.1. Populasi Penelitian……………………………………………………
4.3.2. Sampel Penelitian………………………………………………….....
4.3.2.1. Jumlah Sampel………………………………………………….....
4.4. Metode Pengumpulan Data……………………………………………….
4.5. Pengumpulan Data………………………………………………………..
4.6. Instrumen Penelitian………………………………………………………
4.5.1. Uji Validitas dan Reabilitas…………………………………………...
4.6. Pengolahan Data dan Analisis Data……………………………………..
48
50
51
52
54
55
56
58
60
62
63
66
67
67
67
67
67
68
69
72
75
75
78
80
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
14/193
4.6.1. Analisis Data………………………………………………………..
BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………
5.1. Univariat…………………………………………………………………...
5.1.1. Umur Ibu Hami Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…………………..
5.1.2. Pendidikan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…………
5.1.3. Status Pekerjaan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT……
5.1.4. Pengetahuan Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT……......
5.1.5. Sikap Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT……………….
5.1.6. Norma Subyektif Ibu hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT…...
5.1.7. Persepsi Kontrol Diri Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT
5.1.8. Niat Ibu Hamil Untuk Memanfaatkan Layanan VCT………………...
5.2. Bivariat………………………………………………………………….....
5.2.1. Hubungan Umur dengan Niat…………………………………………
5.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat…………………………………..
5.2.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat……………………………..
5.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat………………………….………
5.2.5. Hubungan Sikap dengan Niat…………………………………………
5.2.6. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat…………………………….
5.2.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri dengan Niat………………………..
BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………......
6.1. Keterbatasan Penelitian……………………………………………………
6.2. Hasil Penelitian.......………………………………………………….…….
6.2.1. Gambaran Umur Responden…………………………………….…….
6.2.2. Gambaran Pendidikan Responden……………………………………
82
84
84
84
85
86
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
99
101
101
101
102
103
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
15/193
6.2.3. Gambaran Status Pekerjaan Responden………………………………
6.2.4. Gambaran Pengetahuan Responden……………………………..……
6.2.5. Gambaran Sikap Responden………………………………………….
6.2.6. Gambaran Norma Subyektif Responden………………………………...
6.2.7. Gambaran Persepsi Kontrol Diri Responden…………………………
6.2.8. Gambaran Niat Responden……………………………………………
6.3. Hubungan Antara Faktor Penyebab Dengan Niat…………………………
6.3.1. Hubungan Umur dengan Niat VCT……………………………….......
6.3.2. Hubungan Pendidikan dengan Niat VCT……………………………..
6.3.3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Niat VCT……………………….
6.3.4. Hubungan Pengetahuan dengan Niat VCT……………………………
6.3.5. Hubungan Sikap dengan Niat VCT……………………………….......
6.3.6. Hubungan Norma Subyektif dengan Niat VCT……………………….
6.3.7. Hubungan Persepsi Kontrol Diri dengan Niat VCT…………………..
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………
7.1. Simpulan…………………………………………………….......................
7.2. Saran……………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….............
104
106
108
110
112
113
115
115
119
122
125
129
134
138
141
141
142
145
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
16/193
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 3.2
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Tabel 5.10
Tabel 5.11
Tabel 5.12
Tabel 5.13
Tabel 5.14
Tabel 5.15
Definisi Operasional
Sampel Rw Terpilih
Uji Validitas Dan Reabilitas
Frekuensi Umur Ibu Hamil
Frekuensi Pendidikan Ibu Hamil
Frekuensi Status Pekerjaan Ibu Hamil
Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil
Frekuensi Sikap Ibu Hamil
Frekuensi Norma Subyektif Ibu Hamil
Frekuensi Persepsi Control Diri Ibu Hamil
Frekuens Niat Ibu Hamil
Hubungan Umur Dengan Niat Ibu Hamil
Hubungan Pendidikan Dengan Niat Ibu Hamil
Hubungan Status Pekerjaan Dengan Niat Ibu Hamil
Hubungan Pengetahuan Dengan Niat Ibu Hamil
Hubungan Sikap Dengan Niat Ibu Hamil
Hubungan Norma Subyektif Dengan Niat Ibu Hamil
Hubungan Persepsi Control Diri Dengan Niat Ibu Hamil
63
68
78
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
96
97
98
99
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
17/193
DAFTAR BAGAN
Nomor Judul Halaman
Bagan 2.1. Kerangka Teori 59
Bagan 3.1. Kerangka Konsep 62
Bagan 4.1. Alur Pengumpulan Data 75
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
18/193
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Aqciured Immunodeficiency syndrome
ANC : Antenatal Care
ARV : Anti Retrovirus
ELISA : Enzyme Linked Imunosorbent Assay
HIV : Human Immunodeficiency Virus
IMS : Infeksi Menular Seksual
KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
ODHA : Orang Dengan Hiv/Aids
PMTCT : Prevention Of Mother To Child Transmition
TB : Tuberculosis
TPB : Theory Planned Behavior
TRA : Theory Reaction Action
UNAIDS : United Nations
VCT : Voluntary Counseling and Testing
WHO : World Health Organization
WPS : Wanita Pekerja Seksual
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
19/193
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuisioner Penelitian
2. Ouput Penelitian
3. Izin Penelitian
4. Surat Permohonan Permintaan Data
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
20/193
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit
infeksi penyebab kematian peringkat atas dengan angka kematian (mortalitas) dan
angka kejadian penyakit (morbiditas) yang tinggi serta membutuhkan diagnosis
dan terapi yang cukup lama (WHO, 2006). HIV merupakan virus yang menyerang
sel darah putih (limfosit ) di dalam tubuh yang mengakibatkan turunnya kekebalan
tubuh manusia sehingga menyebabkan Aqciured Immunodeficiency Syndrome
(AIDS).
Sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1981 di Amerika Serikat,
penyebaran HIV/AIDS di seluruh dunia termasuk Indonesia berkembang sangat
pesat. Kasus ini telah mengakibatkan kematian 25 juta orang serta menginfeksi
lebih dari 40 juta orang lainnya. Berdasarkan laporan global, pada tahun 2012
jumlah penderita HIV mencapai 35,3 juta orang (Global Report UNAIDS, 2013).
Data dari Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah komulatif kasus
HIV yang telah dilaporkan hingga September 2013 sebanyak 118.787 kasus yang
tersebar di 33 provinsi dengan 348 kab/kota di Indonesia. Sejak tahun 1998
sampai dengan Maret 2013 tercatat sebanyak 1.844 warga Banten telah terdeteksi
terjangkit HIV. Provinsi Banten masuk ke dalam sepuluh besar provinsi dengan
jumlah komulatif kasus HIV/AIDS sebesar 851 orang (KPA, 2013). Menurut
laporan triwulan III Juli – September 2013 dari Direktorat Jendral Pengendalian
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
21/193
Penyakit dan Lingkungan Kemenkes, di Tangerang Selatan jumlah kasus
HIV/AIDS terdata 99 kasus (Kemenkes, 2013).
Di Indonesia persentase kumulatif HIV paling banyak ditemukan kasus
pada kelompok umur 25-49 tahun (73,4%). Dan pada kasus AIDS yang paling
banyak terdeteksi yaitu pada kelompok umur 30-39 tahun (39,5%). Berdasarkan
data tersebut terlihat bahwa kelompok umur yang paling berisiko terhadap
penularan HIV dan kejadian AIDS adalah kelompok umur produktif yaitu rentan
umur 20-39 tahun (Kemenkes, 2013). Saat ini ibu rumah tangga merupakan salah
satu kelompok yang sangat rentan HIV/AIDS. Secara global, di dunia setiap
harinya sekitar 2000 anak usia 15 tahun ke bawah terinfeksi HIV akibat penularan
dari ibu ke bayinya. Sementara itu, sekitar 1.400 anak – anak usia 15 tahun
meninggal akibat AIDS (WHO, 2011).
Prevalensi HIV pada ibu hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38%
(2012) menjadi 0,49% (2016), dan jumlah ibu hamil HIV positif yang
memerlukan layanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) juga
akan meningkat dari 13.189 orang pada tahun 2012 menjadi 16.191 orang pada
tahun 2016. Demikian pula jumlah anak berusia di bawah 15 tahun yang tertular
HIV dari ibunya pada saat dilahirkan ataupun saat menyusui akan meningkat dari
4.361 (2012) menjadi 5.565 (2016), yang berarti terjadi peningkatan angka
kematian anak akibat AIDS. Hingga September 2013, prevalensi kasus HIV pada
Ibu rumah tangga sebanyak 43% atau 108 kasus. Peningkatan ini juga diikuti
dengan meningkatnya persentase kasus HIV pada anak dari 1,8% pada tahun 2010
menjadi 4,3% akhir tahun 2013 (Kemenkes, 2013).
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
22/193
Dari data tersebut terlihat bahwa Indonesia telah memasuki populasi
umum dimana masyarakat umum mulai terjangkit. Hal ini terlihat dari
peningkatan kasus HIV/AIDS di Indonesia tidak hanya terjadi pada kelompok
beresiko tinggi, namun kini kasus HIV/AIDS meningkat setiap tahunnya pada
kelompok populasi rendah seperti ibu rumah tangga (Dame, 2011). Tingginya
jumlah kasus HIV/AIDS berdampak terhadap populasi umum, seperti ibu hamil
sehingga meningkatkan resiko penularan HIV dari Ibu ke bayi.
Kementrian Kesehatan RI memperkirakan jika di Indonesia setiap
tahunnya terdapat 9.000 ibu hamil positif HIV yang melahirkan bayi, berarti akan
lahir sekitar 3.000 bayi dengan HIV positif tiap tahun (Kemenkes, 2013).
HIV/AIDS telah mengurangi harapan hidup selama lebih dari 20 tahun yang
menyebabkan terhambatnya perkembangan ekonomi dan memperburuk
kemiskinan rumah tangga. Selain itu, HIV/AIDS menyebabkan kehilangan
produktivitas yang lebih besar dibandingkan penyakit lainnya, dan mendorong 6
juta keluarga lagi ke jurang kemiskinan sampai tahun 2015 (Komisi AIDS di
Asia, 2008).
Resiko penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar 24 – 25%. Namun, resiko
ini dapat diturunkan menjadi 1-2% dengan tindakan intervensi bagi ibu hamil HIV
positif, yaitu melalui layanan konseling dan tes HIV sukarela, pemberian obat
antiretroviral, persalinan sectio caesaria, serta pemberian susu formula untuk bayi
(Depkes, 2008). Oleh karena itu, untuk meminimalisir resiko penularan HIV,
WHO mengembangkan program penanggulangan HIV/AIDS berupa Guideline on
HIV infection and AIDS in Prison Geneva dan juga HIV testing and Counseling in
Prison and other closed setting yang dilaksanakan sejak tahun 2007. Indonesia
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
23/193
telah mengembangkan upaya pencegahan HIV melalui pelayanan Voluntary
Counselling and testing atau yang dikenal dengan singkatan VCT (WHO, 2007).
Berdasarkan kebijakan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 Tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS pasal 17 disebutkan bahwa semua ibu hamil yang
melakukan pemeriksaan kehamilannya diharuskan mengikuti pemeriksaan
diagnostis HIV dengan tes dan konseling (VCT) sebagai upaya pencegahan dan
penularah HIV dari ibu ke anak yang di kandungnya (Kemenkes, 2013).
Konseling dan tes sukarela atau Voluntary Counseling and Testing (VCT)
merupakan pintu masuk (entry point ) untuk membantu masyarakat mendapatkan
akses ke semua pelayanan, baik informasi, edukasi, terapi dan dukungan
psikososial (Depkes, 2008). Dengan terbukanya akses, maka kebutuhan akan
informasi yang tepat dan akurat akan tercapai, sehingga proses berpikir dan
perilaku dapat diarahkan menjadi lebih sehat. Pelayanan VCT dapat digunakan
untuk mengubah perilaku berisiko, memberikan informasi yang benar tentang
pencegahan dan penularan HIV, seperti penggunaan kondom, tidak berbagi alat
suntik, pengetahuan tentang IMS (infeksi menular seksual) dan lain-lain
(Kemenkes, 2006).
Jumlah institusi pelayanan kesehatan di Indonesia yang melayani VCT
terus mengalami peningkatan. Hingga Desember 2011, Kementerian Kesehatan
melaporkan 500 tempat VCT aktif di 33 provinsi, meningkat dari 156 di 27
provinsi pada tahun 2009. Di Indonesia layanan HIV/AIDS yang aktif melaporkan
kasus sebanyak 503 layanan Konseling dan Tes HIV (Kemenkes, 2013).
Sementara itu, di Provinsi Banten, sebanyak 3,709 orang bersiko yang berkunjung
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
24/193
ke klinik VCT. Akan tetapi, hal ini tidak sebanding dengan estimasi populasi
berisiko HIV/AIDS tahun 2012 di Provinsi Banten yaitu, 20.000 orang
(Kemenkes, 2012).
Kota Tangerang Selatan, terdapat dua instansi pemerintah yang
menyediakan layanan VCT yaitu Puskesmas Jombang dan Puskesmas Ciputat.
Berdasarkan laporan tahunan Kementerian Kesehatan tahun 2013, dari 98 orang
yang memanfaatkan layanan VCT, dinyatakan 17 orang yang terdeteksi HIV
positif yang berasal dari populasi beresiko di Puskesmas Ciputat. Dari uraian data
tersebut terlihat bahwa Puskesmas Ciputat termasuk satu – satunya Puskesmas di
Tangerang Selatan yang aktif menjaring infeksi HIV melalui layanan VCT.
Namun, hasil wawancara peneliti dengan bidan di Puskesmas Ciputat,
selama ini pemeriksaan VCT masih didominasi oleh kelompok populasi kunci,
terdiri dari wanita pekerja seks (WPS) yang sebelumnya telah melakukan terapi
metadon. Artinya, pelayanan tes VCT hanya dilakukan oleh sejumlah kecil
kelompok, belum secara umum dimanfaatkan oleh masyarakat luas sekitar
Ciputat. Layanan VCT di Puskesmas Ciputat sudah beroperasi dari tahun 2010,
namun terdapat hambatan dalam peningkatan layanan VCT. Hambatan tersebut
berupa rendahnya jumlah kunjungan masyarakat umum yang memanfaatkan
layanan VCT.
Di tahun 2013 Puskesmas Ciputat memperluas layanan VCT pada
kelompok ibu hamil yang melakukan layanan Antenatal care (ANC). Namun,
layanan ini belum aktif. Dari hasil wawancara dengan bidan di Puskesmas
Ciputat, hal ini dipengaruhi oleh faktor informasi mengenai layanan VCT yang
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
25/193
belum diterima oleh masyarakat setempat, khususnya ibu rumah tangga. Faktor
tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi dari petugas kesehatan tentang
keberadaan layanan VCT dikarenakan keterbatasan SDM di Puskesmas Ciputat.
Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Ermarini (2013) terlihat
bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam pemanfaatan layanan
VCT yaitu keyakinan seseorang dengan pemanfaatan layanan VCT, motivasi atau
dukungan dari LSM dan petugas kesehatan serta akses ke layanan VCT.
Berdasarkan hasil analisis multivariat terdapat dua variabel yang paling
berhubungan dengan pemanfaatan layanan VCT yaitu usia dan pengetahuan
terkait VCT, yaitu tentang manfaat VCT dan tahapan dalam layanan VCT.
Menurut Kementerian Kesehatan, di tahun 2010 sebanyak 6 persen
penduduk usia di atas 15 tahun yang mengetahui tentang layanan VCT. Kelompok
dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi memiliki informasi yang lebih baik
tentang pelayanan VCT maupun penanggulangan HIV dibandingkan dengan
kelompok ekonomi rendah.
Hal di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan Abebe (2006),
melaporkan bahwa responden yang memiliki persepsi kerentanan yang tinggi
menyatakan niatnya untuk melakukan VCT dari pada mereka yang memiliki
persepsi kerentanan yang rendah (48,9%). Terlihat dari jumlah responden dengan
persepsi yang tinggi terhadap keparahan HIV/AIDS menyatakan niatnya untuk
VCT sebanyak (52,6%) orang.
Menurut Mugisha (2010) dalam Wati (2013) adapun yang diperlukan
untuk mendukung seseorang memanfaatkan layanan VCT meliputi sensitifitas
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
26/193
terhadap pengujian, mobilisasi masyarakat, dan peningkatan kualitas dan kuantitas
VCT. Dari penelitian Nguyen (2007) dalam Wati (2013) beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang memanfaatkan layanan VCT yaitu informasi mengenai
keberadaan layanan VCT. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menekankan
pentingnya peran pembangunan jaringan dengan rumah sakit, lembaga swadya
masyarakat, serta masyarakat perkotaan dan pedesaan dalam menyebarluaskan
informasi terkait VCT.
Dari hasil studi pendahuluan bahwa pemanfaatan layanan VCT oleh
kelompok ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat rendah < 26,7%. Hal ini
dipengaruhi oleh pengetahuan rendah ibu hamil terkait manfaat layanan VCT
sebanyak 66,7%. Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berkaitan dengan faktor – faktor yang berhubungan dengan niat
ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Puskesmas Ciputat Kota
Tangerang Selatan tahun 2014.
1.2. Rumusan masalah
Peningkatan kasus AIDS pada Ibu Rumah Tangga kemudian disusul
dengan terjadinya peningkatan prevalensi HIV pada anak menjadi perhatian
khusus bagi tenaga kesehatan dan pemerintah. Untuk menghindari terjadinya
peningkatan kasus HIV dari ibu ke anak, kelompok ibu hamil dianjurkan
melakukan konseling dan testing HIV secara periodik untuk mengetahui status
HIV dirinya.
Berdasarkan studi pendahuluan terlihat bahwa masih rendahnya
pemanfaatan layanan VCT oleh kelompok ibu hamil di Puskesmas Ciputat.
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
27/193
Kemudian disusul dengan rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh kelompok
ibu hamil. Hal ini didukung oleh faktor informasi mengenai layanan VCT yang
belum diterima oleh masyarakat umum khususnya ibu hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat. Faktor tersebut dilatarbelakangi oleh minimnya sosialisasi
dari petugas kesehatan tentang keberadaan layanan VCT dan bagaimana cara
mengaksesnya.
Selain itu, praktik pelayanan kesehatan dan ketersediaan sumber daya
dalam pelayanan VCT juga mempengaruhi tindakan ibu hamil dalam melakukan
VCT. oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja
yang berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT
diwilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan tahun 2014.
1.3. Pertanyaan penelitian
1. Bagiamana gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status
pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah
Kerja Puskesmas Ciputat ?
3. Bagaimana gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat ?
4. Bagaimana gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
5. Bagaimana gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
6. Bagaimana gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
28/193
7. Adakah hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan status
pekerjaan ) terhadap niatnya untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat ?
8. Adakah hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk memanfaatkan
layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
9. Adakah hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
10. Adakah hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat ?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan niat Ibu
hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Tahun 2014.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan,dan status
pekerjaan ) terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.
2. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil terhadap layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat.
3. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil terhadap layanan VCT di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat.
4. Diketahuinya gambaran norma subyektif ibu hamil terhadap layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
5. Diketahuinya gambaran persepsi kontrol diri ibu hamil terhadap layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
29/193
6. Diketahuinya gambaran niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
7. Diketahuinya hubungan antara karakteristik ibu hamil (Umur, pendidikan dan
status pekerjaan) dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di
Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
8. Diketahuinya hubungan antara sikap ibu hamil terhadap niatnya untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
9. Diketahuinya hubungan antara norma subyektif ibu hamil terhadap niatnya
untuk memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
10. Diketahuinya hubungan antara persepsi ibu hamil terhadap niatnya untuk
memanfaatkan layanan VCT di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :
1.5.1. Bagi Masyarakat Umum
Penelitian ini dapat memberikan informasi yang lebih luas kepada
masyarakat umum mengenai keberadaan klinik VCT dan layanannya serta
prosedur untuk mengaksesnya sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
layanan klinik VCT.
1.5.2. Bagi Pusat Kesehatan Masyarakat
1.5.2.1. Manajemen
Sebagai masukan dalam mengembangkan manajemen yang baik
dalam efektivitas pelaksanaan program layanan VCT di Puskesmas
Ciputat khususnya pada kelompok ibu hamil.
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
30/193
1.5.2.2. Petugas Kesehatan
Sebagai salah satu sumber informasi dalam melakukan perencanaan
kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat, khususnya pencegahan dan penanggulangan penularan HIV
dari ibu ke anak yang saat ini mengalami peningkatan.
1.5.3. Bagi Dinas Kesehatan
Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan sosialisasi
program pencegahan penularan HIV dan AIDS dari Ibu ke anak. Selain itu,
sebagai masukan dalam meningkatkan upaya kerjasama yang baik guna
meningkatkan efektifitas program layanan VCT di Kota Tangerang Selatan.
1.5.4. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Diperolehnya ilmu pengetahuan baru terkait aplikasi promosi
kesehatan di lingkungan masyarakat khusunya pada program pencegahan
penularan HIV dan AIDS dari ibu ke anak, serta terciptanya kerjasama
yang menguntungkan dan bermanfaat dengan institusi lain.
1.5.5. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian terkait pemanfaatan layanan VCT.
b. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait perilaku kesehatan
yang telah didapatkan di perkuliahan.
c. Melatih pola pikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah
khusunya dalam bidang Kesehatan.
1.6. Ruang lingkup penelitian
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT di wilayah
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
31/193
kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan Provinsi Banten tahun 2014. Penelitian
ini dilakukan oleh Mahasiswi Promosi kesehatan Program Studi Kesehatan
Masyarakat angkatan 2010 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
bulan Januari sampai dengan Juni 2014. Populasi penelitian ini adalah semua ibu
hamil di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan
diwilayah kerja Puskesmas Ciputat dengan alasan Puskesmas Ciputat merupakan
Puskesmas yang memiliki layanan VCT di Kota Tangerang Selatan dan sosialisasi VCT
oleh petugas kesehatan belum berjalan optimal. Penelitian ini dilakukan dengan
metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan survei cross sectional . Data ini
didapat dari data primer dan sekunder yaitu melalui kuisioner dan data kunjungan
ibu hamil pada layanan Antenatal Care (ANC).
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
32/193
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. HIV/AIDS
2.1.1. DEFINISI HIV DAN AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang
menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit ) yang mengakibatkan
turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat
virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan.
Namun orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila
melakukan hubungan seks beresiko dan berbagi alat suntik dengan orang
lain (KPAN, 2012).
AIDS ( Acquired immunodeficiency syndrome) merupakan
sindrom dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker
tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh infeksi HIV
( Human Immunodeficiency Virus) (Daili et al, 2009). HIV merupakan
virus sitopatik diklasifikasikan dalam Famili retrovirus, subfamili
lentivirinae, genus lentivirus. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV
manifestasi dari menurun kekebalan tubuh akibat Virus HIV. Akibat
menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang maka orang tersebut sangat
mudah terkena penyakit seperti TBC, kandidiasis, berbagai radang pada
kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan kanker. Stadium AIDS
membutuhkan pengobatan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
33/193
jumlah virus HIV di dalam tubuh sehingga bisa sehat kembali (KPAN,
2012).
2.1.2. PATOGENESIS HIV/AIDS
Mekanisme utama infeksi HIV dimulai setelah virus masuk ke
dalam tubuh pejamu. Setelah masuk ke dalam tubuh pejamu, HIV
menyerang sel darah putih (limfosit Th) yang merupakan sumber
kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan
memasuki limfosit Th, virus memaksa limfosit Th untuk memperbanyak
dirinya, sehingga akhirnya menyebabkan kematian limfosit Th, kematian
limfosit Th itu membuat daya tahan tubuh berkurang, sehingga mudah
terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur, atau parasit)
sehingga hal itu menyebabkan kematian pada orang dengan HIV/AIDS.
Selain menyerang limfosit Th, virus HIV juga memasuki sel tubuh yang
lain, organ yang sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya.
Virus HIV diliputi oleh selubung protein pembungkus yang sifatnya toksik
(racun) terhadap sel, khususnya sel otak serta susunan saraf pusat dan tepi
lainnya, sehingga terjadilah kematian sel otak (Hidayat, 2008).
2.1.3. Manifestasi Klinis
Gejala – gejala ( symptom) secara klinis pada seseorang penderita
AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada
umumnya adalah bermula dari gejala – gejala umum yang lazim didapati
seperti rasa lelah dan lesu, berat badan menurun secara drastis, demam
yang sering dan berkeringat diwaktu malam, kurang nafsu makan, bercak-
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
34/193
bercak putih di lidah dan di dalam mulut, pembengkakan leher, radang
paru – paru, kanker kulit. Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS
pada umumnya ada 3 hal antara lain tumor, infeksi oportunistik, dan
manifestasi neurologi.
2.1.4. Diagnosis Klinis dan Pemeriksaan Laboraturium
Diagnosis adanya infeksi dengan HIV dapat ditegakkan
dilaboraturium dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus
tersebut. Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut
menggunakan metode ELISA ( Enzym Linked Imunosorbent Assay). Bila
hasil tes ELISA positif maka dilakukan pengulangan. Jika masih tetap
positif maka selanjutnya dikonfirmasi dengan test yang lebih spesifik yaitu
metode Western Blott.
2.2. HIV PADA KEHAMILAN
2.2.1. DEFINISI KEHAMILAN
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam
tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan
kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan
suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis kehamilan tidak
dapat diabaikan (Cunningham, 2005)
2.2.2. Cara Penularan HIV pada kehamilan
Banyak penelitian membuktikan bahwa penularan HIV terjadi pada
masa intrauterine dan masa intrapartum (Setiawan, 2009). Distribusi
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
35/193
penularan dari ibu ke bayi diperkirakan sebagian terjadi beberapa hari
sebelum persalinan, dan pada saat plasenta mulai terpisah dari dinding
uterus pada waktu melahirkan. Penularan diperkirakan terjadi karena bayi
terpapar oleh darah dan sekresi saluran genital ibu. Suatu penelitian
memberikan proporsi kemungkinan penularan HIV dari ibu ke anaknya
saat dalam kandungan sebesar 23 – 30%, ketika proses persalinan 50 –
65% dan saat menyusui 12 – 20%. Di negara maju, transmisi HIV dari ibu
ke fetus sebesar 15 – 25% sementara di negara berkembang sebesar 25 –
35%. Tingginya angka transmisi ini berkaitan dengan tingginya kadar
virus dalam plasma ibu (Setiawan, 2009).
2.2.3. Penatalaksanaan HIV pada Kehamilan
Untuk mengurangi resiko penularan dari ibu ke bayi maka
penanganan pencegahan infeksi bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV
sebaiknya dimulai sejak saat bayi di dalam kandungan. Ibu yang sudah
diketahui terinfeksi HIV sebelum hamil, perlu dilakukan pemeriksaan
untuk mengetahui jumlah virus di dalam plasma, jumlah sel T CD4+, dan
genotype virus. Juga perlu diketahui, apakah ibu tersebut sudah mendapat
anti retrovirus (ARV) atau belum. Data tersebut kemudian dapat
digunakan sebagai bahan informasi kepada ibu tentang resiko penularan
terhadap pasangan seks, bayi, serta cara pencegahannya (Setiawan, 2009).
2.2.4. Pencegahan HIV
Upaya pencegahan HIV/AIDS hanya dapat efektif bila
dilaksanakan dengan komitmen seluruh lapisan masyarakat dan komitmen
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
36/193
politik yang tinggi untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku risiko
tinggi terhadap penuluran HIV. Adapun upaya pencegahan meliputi :
1. Abstinence – Tidak berhubungan seks (selibat)
2. Be Faithful – Selalu setia pada pasangan
3.Condom – Gunakan kondom disetiap hubungan seks berisiko
4. Drugs – Jauhi narkoba
2.3. VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT)
2.3.1.
Definisi Konseling dalam VCT
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang
menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan
HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan
perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV dan memastikan
pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes, 2008).
Konseling dan Testing Sukarela yang dikenal sebagai VCT
(Voluntary Conseling and Testing ) adalah proses konseling pra testing,
konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat
rahasia dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV yang
penting untuk pencegahan dan perawatannya (Anastasya, 2010). Menurut
haruddin dkk (2007), VCT juga merupakan salah satu model untuk
memberikan informasi secara menyeluruh dan dukungan untuk mengubah
perilaku berisiko serta mencegah penularan HIV/AIDS. Kegiatan
konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan
pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
37/193
perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan
memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS
(Depkes, 2006).
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang
menyediakan dukungan psikologis contohnya meyakinkan bahwa terjamin
kerahasiaanya, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah
penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang
bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan
berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS.
1. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada
saat mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan
memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan
HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling,
dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik,
dan ART.
2. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk
memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan
bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko
infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS, mempelajari status
dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku
beresiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna
mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
38/193
3. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan,
segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi,
dan risiko.
Di dalam VCT ada dua kegiatan utama yakni konseling dan tes
HIV. Konseling dilakukan oleh seorang konselor khusus yang telah dilatih
untuk memberikan konseling VCT. Tidak semua konselor bisa dan oleh
memberikan konseling VCT. Oleh karena itu, seorang konselor VCT
adalah orang yang telah mendapat pelatihan khusus dengan standar
pelatihan nasional. Konseling dalam rangka VCT utamanya dilakukan
sebelum dan sesudah tes HIV.
Konseling setelah tes HIV dapat dibedakan menjadi dua yakni
konseling untuk hasil tes positif dan konseling untuk hasil tes negatif.
Namum demikian sebenarnya masih banyak jenis konseling lain yang
sebenarnya perlu diberikan kepada pasien berkaitan dengan hasil VCT
yang positif seperti konseling pencegahan, konseling kepatuhan berobat,
konseling keluarga, konseling berkelanjutan, konseling menghadapi
kematian, dan konseling untuk masalah psikiatris yang menyertai
klien/keluarga dengan HIV dan AIDS.
2.3.2. Tujuan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
a. Mendorong orang sehat, tanpa keluhan / asimtomatik untuk
mengetahui tentang HIV, sehingga mereka dapat mengurangi
kemungkinan tertular HIV.
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
39/193
b. Merupakan sebuah strategi kesehatan masyarakat yang efektif,
karena mereka dapat mengetahui status HIV mereka, sehingga tidak
melalukan hal-hal yang dapat ikut menyebarkan virus HIV bila
mereka masih berisiko sebagai penyebar HIV.
c. Mendorong seseorang yang sudah ODHA ( Orang Dengan HIV/AIDS)
untuk mengubah pendirian yang sangat merugikan seperti: ODHA
merupakan penyakit keturunan atau penyakit kutukan, atau
HIV/AIDS merupakan vonis kematian.
d. Memberi informasi tentang HIV/AIDS, tes, pencegahan dan
pengobatan ODHA.
e. Mengenali perilaku atau kegiatan yang menjadi sarana yang
memudahkan penularan HIV.
f. Memberikan dukungan moril untuk mengubah prilaku ke arah yang
lebih sehat dan aman dari infeksi HIV.
Tujuan dari VCT ini merupakan suatu langkah awal yang penting
menuju program pelayanan HIV/AIDS lainnya yaitu pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak, pencegahan dan manajemen klinis
penyakit – penyakit yang berhubungan dengan HIV, pengendalian
penyakit TBC (tuberculosis) serta dukungan psikologis dan hukum
(Anastasya, 2010).
2.3.3. Peran Voluntary Counselling and Testing (VCT)
a. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat
klien mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan
memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
40/193
HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling,
dukungan, akses untuk terapi suportif , terapi infeksi oportunistik , dan
ART.
b. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk
memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan
bantuan konselor terlatih,menggali dan memahami diri akan risiko
infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status
dirinya, dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku
berisiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna
mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.
c. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan tekanan,
segera setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi,
dan risiko.
Konseling dan tes HIV sukarela yang dikenal sebagai Voluntary
Counseling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan
masyarakat sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan
AIDS berkelanjutan. Program VCT dapat dilakukan berdasarkan
kebutuhan klien dengan memberikan layanan dini dan memadai baik
kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk
pencegahan primer melalui konseling dan KIE (komunikasi, informasi
dan edukasi) seperti pemahaman HIV, pencegahan penularan dari ibu ke
anak ( Prevention of Mother To Child Transmission – PMTCT) dan akses
terapi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis (TBC) dan infeksi menular
seksual.
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
41/193
VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk
memperoleh intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan
bantuan konselor terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi
HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS, mempelajari status dirinya,
mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan
mencegah penularan infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan
meningkatkan perilaku sehat.
VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan
kerahasiaan, yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di
laboratoruim. Test HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami
dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah
mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. VCT merupakan hal
penting karena :
1. Merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV dan AIDS
2. Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif
maupun negatif, dengan fokus pada pemberian dukungan atas
kebutuhan klien seperti perubahan perilaku, dukungan mental,
dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV dan
AIDS.
3. Mengurangi stigma masyarakat.
4. Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan mental.
5. Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien
baik kesehatan maupun psikososial.
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
42/193
Meskipun VCT adalah sukarela namun utamanya diperuntukkan
bagi orang-orang yang sudah terinfeksi HIV atau AIDS, dan keluarganya,
atau semua orang yang mencari pertolongan karena merasa telah
melakukan, tindakan berisiko di masa lalu dan merencanakan perubahan di
masa depannya, dan mereka yang tidak mencari pertolongan namun
berisiko tinggi.
2.3.4. Prinsip Pelayanan VCT
Menurut pedoman VCT yang diterbitkan oleh Departemen
Kesehatan RI tahun 2008, prinsip pelayanan konseling VCT adalah :
1. Sukarela Dalam Melaksanakan Testing HIV
Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien,
tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukannya
testing terletak ditangan klien, kecuali testing HIV pada darah donor di
unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing
dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk
testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja
seksual,penasun, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia, dan
asuransi kesehatan.
2. Saling Mempercayai Dan Terjamin Konfidensialitas
Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan
martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus
dijaga kerahasiaanya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak
diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
43/193
informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat
dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus
klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari klien dapat
diketahui.
3. Mempertahankan Hubungan Relasi Konselor-Klien Yang Efektif
Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil
testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk
mengurangi perilaku beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan
perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan
hasil testing positif.
4. Testing Merupakan Salah Satu Komponen Dari VCT
WHO dan Departeman Kesehatan RI telah memberikan
pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV.
Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing
oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien
(Depkes, 2008).
Begitu pula yang diutarakan dalam artikel internet dari situs
perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia, ada beberapa prinsip yang
harus dipatuhi dalam pelayanan VCT, yakni VCT harus dilakukan dengan
:
a. Sukarela, tanpa paksaan
b. Kerahasiaan terjamin : proses dan hasil tes rahasia dalam arti hanya
diketahui dokter/konselor dan klien
c. Harus dengan konseling
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
44/193
d. VCT tidak boleh dilakukan tanpa adanya konseling atau dilakukan
secara diam – diam
e. Harus ada persetujuan dari pasien dalam bentuk penandatanganan ‘
Lembar Persetujuan’ (informed consent)
Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT) bukan
hanya pasien penderita HIV/AIDS saja, tetapi semua masyarakat yang
membutuhkan pemahaman diri tentang HIV agar dapat mencegah dirinya
dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan kepada orang lain.
Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut dengan klien. Di
klinik VCT, klien dapat bersama dengan konselor mendiskusikan hal – hal
yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS,
perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil
negatif atau positif.
2.3.5. Struktur Organisasi
Struktur organisasi pelayanan VCT menurut pedoman pelayanan
VCT Depkes RI tahun 2008 terdiri dari :
1. Kepala Klinik VCT
Kepala klinik VCT adalah seorang yang memiliki keahlian manajerial
dan program terkait dengan pengembangan layanan VCT dan
penanganan program perawatan, dukungan dan pengobatan
HIV/AIDS. Kepala klinik VCT bertanggung jawab terhadap Direktur
Utama atau Direktur Pelayanan. Kepala klinik VCT mengelola seluruh
pelaksanaan kegiatan didalam/diluar unit, serta bertanggung jawab
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
45/193
terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan institusi
pelayanan lain yang berkaitan dengan HIV.
2. Sekretaris / Administrasi
Petugas administrasi atau sekretaris adalah seorang yang memiliki
keahlian di bidang administrasi dan berlatarbelakang minimal
setingkat SLTA.
3. Koordinasi Pelayanan Medis
Koordinator pelayanan medis adalah seorang dokter yang
bertanggung jawab secara teknis medis dalam penyelenggaraan
layanan VCT. Koordinator pelayanan medis bertanggungjawab
langsung kepada kepala klinik VCT.
4. Koordinator Pelayanan Non Medis
Koordinator pelayanan non medis adalah seorang yang mampu
mengembangkan program perawatan, dukungan dan pengobatan
HIV/AIDS terkait psikologis, sosial, dan hukum. Koordinator pelayan
non medis minimal sarjana kesehatan/non kesehatan yang
berlatarbelakang pendidikan sarjana psikologis atau sarjana ilmu
sosial yang sudah terlatih VCT. Secara administrasi bertanggung
jawab terhadap kepala unit VCT.
5. Konselor
Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non
kesehatan yang telah mengikuti pelatihan VCT. Tenaga konselor VCT
minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah
SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5 – 8 orang
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
46/193
klien perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien
konseling pasca testing.
Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor :
a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperbolehkan
melakukan tindakan medik.
b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.
c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV
d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan Pasca konseling
dapat dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan
klien.
Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah :
a. Berlatar belakang kesehatan atau non kesehatan yang mengerti
tentang HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan
dengan gangguan kesehatan fisik dan mental.
b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul
pelatihan konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan
oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2000.
6. Petugas Penanganan Kasus
Petugas penanganan kasus yang berasal dari tenaga on kesehatan
yang telah mengikuti pelatihan managemen kasus. minimal
pendidikan tenaga petugas penanganan kasus adalah SLTA. Seorang
petugas penanganan kasus menangani 20 orang klien dalam satu
kali periode penanganan.
7. Petugas Laboraturium
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
47/193
Petugas laboraturium minimal seorang petugas pengambil darah
yang berlatarbelakang perawat. Petugas laboraturium atu teknisi
telah mengikuti pelatihan tentang teknik memproses testing HIV
dengan cara ELISA, testing cepat, dan mengikuti algoritma testing
yang diadopsi dari WHO.
2.3.6. Model Pelayanan VCT
Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait
yang dibutuhkan, misalnya klinik IMS, klinik TB, ART, dan sebagainya.
Lokasi layanan VCT hendaknya perl petunjuk atau tanda yang jelas hingga
mudah diakses dan mudah diketahui oleh klien VCT. Nama klinik cukup
mudah dan dimengerti sesuai dengan etika dan budaya setempat dimana
pemberian nama tidak mengundang stigma dan diskriminasi.
Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai setting ,
dan sangat bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat,
kebutuhan masyarakat dan profil klien, seperti individual atau pasangan,
perempuan atau laki – laki, dewasa atau anak muda.
Model layanan VCT terdiri dari :
1. Mobile VCT (Penjangkaun Dan Keliling)
Layanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela model
penjangkaun dan keliling (mobile VCT) dapat dilaksanakan oleh LSM
atau layanan kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok
masyarakat yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular
HIV/AIDS di wilayah tertentu. Layanan ini diawali dengan survey atau
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
48/193
penelitian atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut dan survey
tentang layanan kesehatan dan layanan dukungan lainnya di daerah
setempat.
2. Statis VCT (Klinik VCT Tetap)
Pusat konseling dan testing HIV/AIDS Sukarela teintegrasi dalam
sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya, artinya bertempat dan
menjadi bagian dari layanan kesehatan yang telah ada. Sarana
kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki kemampuan
memenuhi kebutuhan masyarakat akan konseling dan testing HIV/AIDS,
layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait
dengan HIV/AIDS.
2.3.7. Sasaran Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT)
Masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status HIV
agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan
penularan kepada orang lain. Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT
disebut dengan klien. Sebuatan klien dan bukan pasien merupakan salah
satu pemberdayaan dimana klien akan berperan aktif didalam proses
konseling. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah bersama
mendiskusikan hal – hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap
tentang HIV/AIDS. Perilaku berisiko, testing HIV dan pertimbangan yang
terkait dengan hasil negatif atau positif (Depkes, 2006).
2.3.8. Ketersediaan Sarana Dan Prasarana
2.3.8.1. Klinik Konseling VCT
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
49/193
Keterbatasan sarana dan prasarana akan sangat berpengaruh
dalam proses konseling dan testing HIV secara sukarela. VCT adalah
pelayanan yang mengutamakan kenyamanan dan kerahasiaan orang
yang melakukan VCT oleh karena itu sarana yang tersedia harus betul
– betul dapat menjamin kerahasiaan dan kenyamanan. Menurut
Kepmenkes RI Nomor:1507/Menkes/SK/X/2005 bahwa sarana dan
prasarana yang harus tersedia di layanan VCT adalah :
1. Papan nama / petunjuk
Papan petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga
memudahkan akses klien ke klinik VCT, demikian juga di depan
ruang klinik VCT dipasang papan bertuliskan pelayanan VCT.
2. Jam Kerja Layanan
Jam kerja layanan konseling dan testing terintegrasi
dalam jam kerja institusi pelayanan kesehatan setempat.
Dibutuhkan jumlah konselor yang cukup agar layanan dapat
dilakukan sehingga klien tidak harus menunggu terlalu lama.
Layanan konseling penjangkauan dilakukan atas kesanggupan
jam kerja para penjangkauan dan ketersediaan waktu klien.
Sebaiknya tersedia jam kerja pada pagi hari maupun sore hari
sehingga mempermudah akses klien yang bekerja maupun
bersekolah. Di fasilitas kesehatan dengan keterbatasan sumber
daya, maka konseling dan testing tidak dapat dilakukan setiap
hari kerja. Oleh karena itu, jam kerja VCT disesuaikan dengan
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
50/193
jam kerja pelayanan kesehatan lain yang terkait konseling dan
testing seperti KIA, TB, IMS, dan PENASUN.
3. Ruang Tunggu
Ruang tunggu layanan konseling seharusnya dilengkapi
dengan materi komunikasi, Infoemasi dan Edukasi (KIE) : Poster,
Leaflet , brosur yang berisi bahan pengetahuan tentang HIV dan
AIDS, Infeksi Menular Seksual (IMS), Keluarga Berencana, Ante-
natal Care (ANC), tuberculosa (TB), hepatitis, penyalahgunaan
napza, perilaku sehat, nutrisi, pencegahan penularan dan seks
aman; Informasi prosedur konseling dan testing; Kotak Saran;
Tempat sampah, tisu dan persedian air minum; Bila mungkin
sediakan TV, video dan mainan anak; Buku catatan resepsionis
untuk perjanjian klien kalau mungkin komputer untuk mencatat
data; Meja dan kursi yang nyaman dan kalender.
4. Ruang konseling dilengkapi dengan :
Tempat duduk bai klien dan konselor; Buku catatan
perjanjian klien dan catatan harian, formulir informed consent ;
catatan medis klien; formulir pra dan pasca testing; buku
rujukan; formulir rujukan; kalender dan alat tulis; kondom dan
alat peraga penis; jika memungkinkan alat peraga reproduksi
perempuan; alat peraga lainnya misalnya gambar berbagai
infeksi oportunistik dan alat peraga menunyuntik yang aman;
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
51/193
Buku resep gizi seimbang; Tisu; Air minum; Kartu rujukan;
Lemari arsip atau lemari dokumen yang dapat dikunci.
5. Ruang pengambilan darah dilengkapi dengan :
Jarum dan speril steril; Tabung dan botol tempat
penyimpanan darah; Stiker kode; Kapas alkohol; Cairan
desinfektan; Sarung tangan karet; Apron plastik; Sabun dan
tempat cuci tangan dengan air mengalir; Tempat sampah
barang terinfeksi; barang tidak terinfeksi dan barang tajam;
petunjuk pajanan okupasional dan alur permintaan pertolongan
pasca pajanan okupasional.
6. Ruang petugas kesehatan dan petugas non kesehatan
dilengkapi dengan :
Meja dan kursi; tempat pemeriksaan fisik; stetoskop
dan tensi meter; kondom dan alat peraga penggunaanya;
KIE HIV dan AIDS serta infeksi oppurtunistik ; blangko resep;
Alat timbangan berat badan.
7. Ruang Laboraturium dilengkapi dengan :
Reagen untuk testing dan peralatannya; sarung tangan
karet; Jas laboraturium; Lemari pendingin; Alat sentrifusi; Ruang
penyimpanan testing kit; Buku – buku register; Cap tanda positif
atau negatif; Pedoman testing HIV; Pedoman pajanan okupasi;
Lemari untuk menyimpan arsip yang dapat dikunci.
Ruang konseling harus memenuhi persyaratan aman dan
nyaman oleh karena konseling merupakan waktu yang lama serta
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
52/193
harus menjaga kerahasiaan, ruangan tertutup dan suara tidak dapat
didengar dari ruangan lain, satu alur dengan pintu masuk dan
keluar yang berbeda, akses mudah dan cukup pencahayaan agar
proses konseling dan edukasi menggunakan alat peraga dapat
dengan jelas dilakukan.
Ruang konseling harus nyaman, terjaga kerahasiaanya, dan
terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan darah. Terdapat
pintu masuk dan pintu keluar bagi klien yang berlainan yang
letaknya sedemikian rupa sehingga klien yang selesai konseling
dan klien berikutnya yang akan konseling tidak saling bertemu.
2.3.8.2. Konselor untuk VCT
Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non
kesehatan yang tealh mengikuti pelatihan VCT. Tenaga Konselor VCT
minimal dua orang dan tingkat pendidikan konselor VCT adalah
SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5-8 orang klien
perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien konseling
pasca testing. Tugas konselor VCT :
a. Mengisi kelengkapan pengisian formulir klien,
pendokumentasian dan pencatatan konseling klien dan
menimpannya agar terjaga kerahasiaannya.
b. Pembaruan data dan pengetahuan HIV/AIDS
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
53/193
c. Membuat jejaring eksternal dengan layanan pencegahan dan
dukungan di masyarakat dan jejaring internal dengan berbagai
bagian rumah sakit yang terkait.
d. Memberikan informasi HIV/AIDS yang relevan dan akurat,
sehingga klien merasa berdaya untuk membuat pilihan untuk
melaksanakan testing atau tidak. Bila klien setuju melakukan
testing, konselor perlu mendapat jaminan bahwa klien betul
menyetujui melalui penandatanganan informed consent tertulis.
e. Menjaga bahwa informasi yang disampaikan klien kepadanya
adalah bersifat pribadi dan rahasia. Selama konseling pasca
testing konselor harus memberikan informasi lebih lanjut
seperti, dukungan pskososial dan rujukan. Informasi ini
diberikan baik kepada klien dengan HIV positif maupun negatif.
f. Pelayanan khusus diberikan kepada kelompok perempuan dan
mereka yang dipinggirkan, sebab mereka sangat rawan
terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan seorang konselor :
a. Jika konselor VCT bukan seorang dokter tidak diperolehkan
melakukan tindakan medik.
b. Tidak melakukan tugas sebagai pengambil darah klien.
c. Tidak memaksa klien untuk melakukan testing HIV.
d. Jika konselor VCT berhalangan melaksanakan pasca konseling dapat
dilimpahkan ke konselor VCT lain dengan persetujuan klien.
Kualifikasi dasar seorang konselor VCT adalah :
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
54/193
a. Berlatar belakang kesehatan non kesehatan yang mengerti tantang
HIV/AIDS secara menyeluruh, yaitu yang berkaitan dengan
gangguan kesehatan fisik dan mental.
b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar modul pelatihan
konseling dan testing sukarela HIV yang diterbitkan oleh
Departemen Kesehatan RI tahun 2000.
2.3.9. Tahapan Pelayanan VCT
2.3.9.1. Konseling Pra Testing
Alur pelaksanaan VCT dan ketrampilan melakukan konseling
pra testing dan konseling pasca testing perlu memperhatikan tahapan
berkut ini :
a. Penerimaan klien
- Informasikan kepada klien tentang pelayanan tanpa
nama (anonimus) sehingga nama tidak dinyatakan.
- Pastikan klien datang tepat waktu dan usahakan tidak
menunggu
- Jelaskan tentang prosedur VCT
- Buat catatan rekam medik klien dan pastikan setiap
klien mempunyai nomor kodenya sendiri.
Kartu periksa konseling dan testing. Klien mempunyai
kartu dengan nomer kode. Data ditulis oleh konselor. Untuk
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
55/193
meminimalkan kesalahan, kode harus diperiksa ulang oleh
konselor dan perawat/pengambil darah. Tanggung jawab klien
dalam konseling adalah sebagai berikut :
- Bersama konselor mendiskusikan hal – hal yang terkait
dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV/AIDS,
perilaku beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang
terkait dengan hasil negatif atau positif
- Sesudah melakukan konseling lanjutan, diharapkan
dapat melindungi dirinya sendiri dan keluarganya dari
penyebaran infeksi, dengn cara mengunakan berbagai
informasi dan alat preverensi yang tersedia bagi
mereka.
- Untuk klien dengan HIV positif memberitahu pasangan
atau keluarganya akan status HIV dirinya dan
merencanakan kehidupan lebih lanjut.
b. Konseling pra testing HIV/AIDS
- Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir.
- Perkenalan dan arahan.
- Membangun kepercayaan klien pada konselor yang
merupakan dasar utama bagi terjaganya kerahasiaan
sehingga terjalin hubungan baik dan terbina sikap saling
memahami.
- Alasan kunjungan dan klarifikasi tentang fakta dan mitos
tentang HIV/AIDS
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
56/193
- Penilaian risiko untuk membantu klien mengetahui
faktor risiko dan menyiapkan diri untuk pemeriksaaan
darah
- Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau
tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang
cara menyesuaikan diri dengan status HIV.
- Di dalam konseling pra testing seorang konselor VCT
harus dapat membuat keseimbangan antara pemberian
informasi, penilaian risiko dan merespon kebutuhan
emosi klien.
- Konselor VCT melakukan penilaian sistem dukungan.
- Klien memberikan persetujuan tertulisnya (Informed
consent ) sebelum dilakukan testing HIV/AIDS.
2.3.9.2. Informed Consent
a. Semua klien sebelum menjalani testing HIV harus memberikan
persetujuan tertulisnya. Aspek penting didalam persetujuan
tertulis itu adalah sebagai berikut :
- Klien telah diberi penjelasan cukup tentang risiko dan
dampak sebagai akibat dari tindakannya dan klien
menyetujuinya.
- Klien mempunyai kemampuan menangkap pengertian
dan mampu menyatakan persetujuannya (secara
intelektual dan psikiatris).
- Klien tidak dalam paksaan untuk memberikan
persetujuan bagi dirinya karena keterbatasan dalam
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
57/193
memahami informasi maka tugas konselor untuk
berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan
informasi sehingga klien memahami dengan benar dan
dapat menyatakan persetujuannya.
b. Batasan Umur Untuk Dapat Menyatakan Persetujuan Testing
HIV.
Umur anak untuk dapat menyatakan persetujuan
pemeriksaan ketika anak telah dapat berkembang pikiran
abstarak dan logikanya, yakni pada umur 12 tahun. Secara
hukum seseorang dianggap dewasa ketika seorang laki –
laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun
atau pernah menikah. Antara umur 12 tahun sampai usia
dewasa secara hukum, persetujuan dapat dilakukan dengan
persetujuan orang tua.
Ketika anak berumur dibawah 12 tahun, orang tua
atau pengampunya yang menandatangani surat persetujuan
(informed consent ), jika ia tidak punya orang tua atau
pengempu, maka kepala institusi, kepala puskesmas, kepala
rumah sakit, kepala klinik atau siapa yang bertanggung
jawab atas diri anak harus menandatangani informed
consent . Jika anak dibawah umur 12 tahun memerlukan
testing HIV, maka orangtua atau pengampunya harus
mendampingi secara penuh.
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
58/193
2.3.9.3. Testing HIV dalam VCT
Prinsip testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya.
Testing diimaksud untuk menegakkan diagnosis. Terdapat serangkaian
testing yang berbeda – beda karena perbedaan prinsipp metoda yang
digunakan. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk
mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah
darah klien yang diambil secara intervena, plasma atau serumnya. Pada
saat ini belum digunakan spesiemen lain seperti saliva, urin, dan spot
darah kering. Penggunaan metode testing cepat (rapid testing )
memungkinkan klien medapatkan hasil testing pada hari yang sama.
Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan
diagnosis, pengamanan darah donor ( skrining ), untuk surveilans, dan
untuk penelitian. Hasil testing yang disampaikan kepada klien adalah
benar milik klien. Petugas laboraturium harus menjaga mutu dan
konfidensialitas. Hindari terjadinya kesalahan, baik teknis (tehnical
error ) dan admisintratif (administratif error ). Petugas laboraturium
(perawat) (mengambil) darah setelah klien mnejalani konseling par
testing.
Bagi pengambil darah dan teknisi laboraturium harus
memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a. Sebelum testing harus didahului dengan konseling dan
penandatanganan informed concent
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
59/193
b. Hasil testing HIV harus dierifikasi oleh dokter patologi klinis
atau dokter terlatih atau dokter penanggung jawab
laboraturium.
c. Hasil diberikan kepada konselor dalam amplop tertutup.
d. Dalam laporan pemeriksaan hanya ditulis nomor atau kode
pengenal.
e. Jangan memberi tanda berbeda yang mencolok terhadap
hasil yang psotif dan negatif.
f. Meskipun spesimen berasal dari sarana kesehatan lainnya
yang berbeda, tetap harus dipastikan bahwa klien telah
menerima konseling dan menandatangani informed
consent.
2.3.9.4. Konseling Pasca Testing
Konseling pasca testing membantu klien memahami dan
menyesuaikan diri dengan hasil testing. Konselor mempersiapkan klien
untuk menerima hasil testing, memberikan hasil testing. Konselor
mempersiapkan klien untuk menerima hasil testing, memberikan hasil
testing, dan menyediakan informasi selanjutnya. Konselor mengajak
klien mendiskusikan startegi untuk menurunkan penuluran HIV. Kunci
utama dalam menyampaikan hasil testing adalah sebagai berikut :
a. Periksa ulang seluruh hasil klien catatan medik. Lakukan hal ini
sebelum bertemu klien, untuk memastikan kebenarannya.
b. Sampaikan hasil hanya kepada klien secara tatap muka.
c. Berhati – hatilah dalam memanggil klien dari ruang tunggu.
8/19/2019 Ayu Wulan Sari - Fkik.unlocked
60/193
d. Seorang konselor tak diperkenankan memberikan hasil pada
klien atau lainnya secara verbal dan non verbal selagi berada di
ruang tunggu.
e. Hasil testing tertulis.
2.4. TEORI PERILAKU BERENCANA (Theory Of Planned Behavior )
Theory of Planned Behaviour (TPB) ini adalah pengembangan dari
Theory of Reasoned Action (1975) dan keduanya dikemukakan oleh Icek
Ajzen. Menurut Theory of Reasoned Action (TRA), seseorang akan
berperilaku tertentu yang didasari oleh niat melakukan perilaku tersebut.
Niat perilaku ini dipengaruhi oleh norma subyektif dan sikap terhadap
perilaku tersebut. Sikap individu terhadap suatu perilaku ini berasal dari
keyakinan individu terhadap perilaku tersebut, sedangkan norma subyektif
berasal dari keyakinan normatif .
Theory Of Planned