Click here to load reader
Upload
aprillia-awantari
View
17
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
Pendahuluan
Avian influenza atau flu burung pertama kali ditemukan di Italia 100
tahumyang lalu. Pada mulanya hanya menyerang unggas, mulai dari ayan,
merpati, hingga burung-burung liar. Wabah virus ini menyerang manusia pertama
kali di Hongkong pada tahun 1997. Di Indonesia penyakit ini awalnya diduga
sebagai penyakit Tetelo atau VVND.
Penyakit ini merupakan penyakit baru (new emerging disease) yang
banyak menarik perhatian berbagai pihak karena penularannya yang sangat
cepat dengan angka kematian yang tinggi. Flu burung berpengaruh pada sektor
peternakan, khususnya unggas.
Tercatat terjadi tiga pademi besar yang disebabkan oleh virus influenza tipe
A. Pademi pertama terjadi pada tahun 1918 berupa flu spanyol yang disebabkan
oleh subtipe H1N1. Pademi kedua terjadi tahun 1958 berupa flu asia yang
disebabkan oleh H2N2. Pademi ketiga terjadi tahun 1968 berupa flu hongkong
yang disebabkan oleh H3N2.
BAB II
Isi
A. Pengertian
Penyebab flu burung atau avian influenza adalah virus AI dari famili
Orthomyxoviridae. Virus strain A ini dapat dibedakan menurut tipe hemaglutinin
(H) dan neuraminidase (N)-nya sehingga virus dapat digolongkan menurut
subtipenya, seperti H1N1, H2N1. Subtipe H5 dan H7 diperkirakan merupakan
penyebab wabah dengan tingkat kematian yang tinggi. Subtipen H5N1 dapat
bermutasi secara genetik dengan subtipe lain sehingga dapat menular ke
manusia atau hewan selain burung.
Virus AI dapat hidup selama 15 hari di luar jaringan hidup. Virus pada
unggas akan mati pada pemanasan 80C selama 1 menit, dan virus pada telur
akan mati pada suhu 64C selama 5 menit. Virus akan mati dengan pemanasan
sinar matahari dan peberian disinfektan.
Secara genetik, virus influenza tipe A sangat labil dan tidak sulit
beradaptasi untuk menginfeksi spesies sasaran. Virus ini tidak memilki sifat proof
reading, yaitu kemampuan untuk mendeteksi kesalahan yang terjadi dan
memperbaiki kesalahan saat replikasi. Ketidakstabilan sifat genetik virus inilah
yang mengakibatkan terjadinya strain/mutan virus baru. Akibat proses tersebut
virulensi virus AI berubah menjadi lebih ganas dari sebelumnya (HPAI).
Karakterisitik lain dari virus ini adalah kemampuannya untuk bertukar,
bercampur dan bergabung dengan virus influenza strain lain sehingga
menyebabkan munculnya strain baru yang berbahya bagi manusia.mekanisme
ini juga menyebabkan kesulitan dalam membuat vaksin untuk program
penanggulangan.
Mekanisme penularan flu burung pada manusia melalui beberapa cara:
1. Virus unggas liar unggas domestik manusia
2. Virus unggas liar unggas domestik babi manusia
3. Virus unggas liar unggas domestik babi manusia manusia.
B. Morfologi virus
Virus influenza mempunyai bentuk sferis dan mempunyai filamen. Virion
juga berbentuk sferis, mempunyai garis tengah antara 80 nm sampai 120 nm.
Bentuk filamen sering dijumpai pada sediaan segar virus yang dibiakkan dalam
cairan telur. Nukleokapsid virus influenza dikelilingi oleh selubung lipoprotein
yang mempunyai dua macam tonjolan atau spike yaitu hemaglutinin dan
neuraminidase.
Subkultur berulang dan berjalan cepat terhadap virus influenza dengan
mengadakan inokulasi pada kantung korioalantois telur berembrio dengan
mempergunakan virus dengan multiplisiti yang tinggi, akan menghasilkan
partikel-partikel virus influenza yang tidak infektif. Hal ini disebabkan oleh karena
RNA virus yang dihasilkan dengan cara ini tidak sempurna dan tidak lengkap.
Keadaan ini disebut fenomena Von Magnus.
Virus influenza relatif tahan in vitro dan dapat disimpan pada suhu 0 – 4
C selama berminggu-minggu tanpa kehilangan viabilitas. Pelarut lemak, protein
denaturant, formaldehid, dan iradiasi menghancurkan infeksivitas. Infektivits dan
hemaglutinasi lebih resisten terhadap inaktivasi pada pH alkali daripada pH
asam.
C. Sifat-sifat antigenik
Hemaglutinin dan neuraminidase adalah glikoprotein yang bertanggung
jawab atas dikeluarkannya kekebalan yang protektif terhadap virus influenza.
Berdasarkan sifat antigen spesifik dari antigen internal misalnya matrix protein
(M) dan nukleoprotein (NP), terdapat tiga tipe virus influenza yaitu, Tipe A, B, dan
C. Virus influenza tipe A merupakan penyebab pandemi influenza dan epidemi
yang terdapat di antara masa pademi, virus influenza B hanya kadang-kadang
saja menimbulkan epidemi sedangkan virus influenza C menyebabkan influenza
yang ringan. Virus influenza tipe B dan C hanya terdapat pada manusia.
Manusia akan menderita influenza jika tidak mempunyai kekebalan terhadap
glikoprotein hemaglutinin (HA) atau glikoprotein neuraminidase (NA) dari virus
yang menyerang. Jika terjadi mutasi pada gen untuk HA dan NA maka akan
terjadi perubahan ringan pada sifat antigenik virus influenza, terutama tipe A atau
B.
Protein HA virus influenza mengikat partikel virus ke sel yang rentan dan
merupakan antigen utama terhadap antibodi penetral. Variabilitas HA terutama
berperan pada evolusi strain baru. Protein HA dibelah menjadi 2 subunit, HA1
dan HA2 yang terikat erat oleh jembatan disulfida.
Duri HA pada pertikel virus adalah trimer, terdiri dari tiga dimer HA1 dan
HA2 yang terjalin. Pembelahan yang memisahkan HA1 dan HA2 diperlukan oleh
partikel virus untuk menjadi infeksius dan dimediase oleh protease seluler. Ujung
amino HA2 yang disebabkan oleh proses pembelahan, dibutuhkan oleh selubung
virus untuk berfusi dengan membran sel, sebuah langkah penting pada proses
infeksi virus.
Antigenitas NA, glikoprotein lain pada permukaan partikel virus influenza,
juga penting dalam penentuan subtipe isolat virus influenza. Duri pada partikel
virus merupakan tetramer, dibentuk dari 4 monomer yang identik. Setiap duri NA
mempunyai 4 tempat aktif. NA berfungsi pada akhir siklus replikasi virus. Enzim
sialidase memindahkan asam sialat dari glikokonjugat. Enzim ini memfasilitasi
pelepasan partikel baru dari permukaan sel yang terinfeksi selama proses
penonjolan dan membantu mencegah agregasi sesama virion dengan
membuang residu asam sialat dari glikoprotein virus.
D. Antigenic Drift & Antigenic Shift
Virus influenza sangat menonjol karena sering mengalami perubahan
antigen pada HA dan NA. Varian antigen virus influenza memiliki keuntungan
tertentu melebihi virus parental dengan adanya antibodi yang dibentuk untuk
melawan strain awal. Fenmena ini menimbulkan gambaran epidemiologi
influenza yang unik. Agen saluran pernapasan lain tidak menunjukan variasi
antigenik yang bermakna.
Dua permukaan antigen influenza memiliki variasi antigen yang tidak
bergantung satu sama lain. Perubahan antigen minor disebut antigen drift,
perubahan antigen mayor pada HA atau NA, disebut antigen shift,
mengakibatkan timbulnya subtipe baru. Antigen shift dalah yang paling penting
mungkin menimbulkan epidemik.
Antigen drift terjadi akibat akumulasi titik mutasi di dalam gen,
menyebabkan perubahan asam amino di dalam protein. Perubahan sekuens
dapat mengubah tempat antigen pada molekul sehingga virion dapat tidak
dikenali oleh sistem imun pejamu.
Antigenic shift mencerminkan perubahan drastis di dalam rangkaian protein
permukaan virus, perubahan ini terlalu ekstrim untuk dijelaskan oleh mutasi.
Genom virus influenza yang berudab secara mudah di susun kembali pada dua
sel yang terinfeksi. Mekanisme perubahan adalah penyusunan ulang gen antara
vrus influenza manusia dan avian. Virus influenza B dan C tidak memperlihatkan
antigenic shift karena hanya sedikit virus yang berhubungan terdapat pada
hewan.
E. Replikasi Virus Influenza
1. Perlekatan, Penetrasi, dan Pelepasan Selubung Virus
Virus melekat pada asam sialat permukaan sel melalui reseptor yang
teletak pada puncak globulus HA yang besar. Partikel virus kemudian
masuk ke dalam endosom melalui sebuah proses yang disebut
endositosis yang dimediasi reseptor. Langkah selanjutnya melibatkan
fusi antara selubg virus dan membran sel, memicu pelepasan
selubung.
2. Trankripsi dan Translasi
Transkripsi virus terjadi didalam nukleus, mRNA diproduksi dari
nukleokapsid virus. Polimerase yang di kode oleh virus terdiri dari
kompleks tiga protein P, terutama berfungsi untuk transkripsi.
Kerjanya didahului oleh pelepasan tundung dan metilasi ujung 5’ sari
transkripsi seluler yang baru disintesis oleh polimerase II RNA seluler.
Hal ini menjelaskan mengapa replikasi virus influenza dihambat oleh
daktinomisin dan α-amanitin yang menghalangi transkripsi seluler,
sedangkan virus RNA lain tidak terkena karena mereka tidak
menggunakan transkripsi seluler dalam sintesis virus RNA
3. Replikasi RNA Virus
Replikasi genom virus dilakukan oleh protein polimerasi dikode virus,
protein yang juga terlibat dalam trankripsi. Mekanisme yang mengatur
peran transkripsi dan replikasi alternatif protein yang sama, berkaitan
dengan banyaknya satu atau lebih protein nukleokapsid virus.
4. Maturasi
Terjadi dengan cara penonjolan pada permukaan sel. Masing-masing
komponen virus sampai di tempat tonjolan melalui jalur yang
berbeda. Nukleokapsid berkumpul di dalam nukleus dan dipindahkan
ke luar permukaan sel. Glikoprotein, HA dan NA disintesi di dalam
retikulum endoplasma, masing-masing dimodifikasi dan dikumpulkan
menjadi trimer dan tetramer kemudian dimasukkan ke dalam
membran plasma. Protein M1 berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan nukleokapsid dengan ujung sitoplasma glikoprotein.
Progeni virion membentuk tonjolan pada sel. Pada proses ini HA
memecah menjadi HA1 dan HA2 jika pejamu memiliki enzim
proteolitik yang sesuai. NA memindahkan ujung asam sialat dari
nukleoprotein permukaan seluler dan virus, memfasilitasi pelepasan
partikel virus dari sel dan mencegah agregasi.
F. Gambaran klinis
Masa inkubasi lamanya satu sampai tiga hari, diikuti dengan cepat oleh demam,
menggigil, sakit kepala, nyeri pinggang dan nyeri otot, kemudian diikuti oleh
gejala-gejala dan keluhan pernapasan bagian atas. Bila terjadi gangguan pada
saluran pernapasan bagian bawah, ini disebabkan oleh infeksi sekunder.
Infeksi dengan virus influenza ini dapat dihambat oleh IgG dan IgA yang
berhubungan dengan saluran pernapasan dan juga oleh glikoprotein inhibitor
yang terdapat pada sekresi mukus pada permukaan sel epitel silia.
G. Diagnosa
1. Isolasi dan indentifikasi virus
Bilasan hidung, hasil kumur, dan apusan tenggorokan merupakan
specimen terbaik untuk isolasi virus dan sebaiknya diambil dalam 3
hari setelah gejala muncul. Sampel disimpan pada suhu 4oC sampai
dilakukan inokulasi pada biakan sel, karena pembekuan dan
pencairan mengurangi kemungkinan untuk menemukan virus. Namun,
bila waktu penyimpanan lebih dari 5 hari maka sampel dibekukan
pada suhu -70oC.
2. Serologi
Uji serodiagnostik rutin yang digunakan adalah berdasarkan
hemaglutinasi( HI) dan ELISA.
Pasangan serum akut dan konvaselen diperlukan karena individu
normal biasanya memiliki antibody influenza. Peningkatan titer
sebanyak empat kali lipat atau lebih harus terjadi untuk
mengindikasikan infeksi influenza. Serum manusia umumnya
mengandung penghambat mukoprotein nonspesifik yang harus
dihancurkan sebelum pemeriksaan menggunakan HI.
Tes HI dapat menemukan strain virus yang menyebabkan infeksi
hanya jika tersedia antigen yang sesuai untuk digunakan. Uji
netralisasi adalah predictor kerentanan yang paling spesifik dan paling
baik terhadap infeksi, tetapi lebih jarang digunakan dan lebih
memakan waktu untuk dikerjakan daipada pemeriksaan lain. Tes
ELISA lebih sensitive daripada pemeriksaan lain.
3. Pemeriksaan penunjang lain
Deteksi genom avian influenza virus dengan PCR menggunakan
sepasang primer spesifik, tes imunoflouresensi terhadap antigen
menggunakan monoclonal antibody terhadap avian influenza virus.
Sifat Orthomixovirus yang penting
Virion Sferis, pleomorfik diameter 80-120 nm
(nukleokapsid heliks 9 nm)
Komposisi RNA (1%), protein (73%), lipid (20%),
karbohidrat (6%)
Genom RNA untai tunggal, bersegmen (delapan
molekul), sense negatif, ukuran total 13,6
kb
Protein Sembilan protein struktural da satu
nonstruktural
Selubung Mengandung protein hemaglutinin (HA)
dan neuraminidase (NA) virus
Replikasi Transkripsi nuklear; 5’ terminal RNA
seluler bertudung digunakan sebagai
primer; partikel matur melalui penonjolan
dari membran plasma
Karakteristik yang menonjol Sering terjadi penyusunan gen ulang
virus unfluenza menyebabkan epidemi di
seluruh dunia