34
BAB I TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi Definisi yang disepakati bersama dalam suatu konsensus internasional para ahli asma menyatakan bahwa asma adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran nafas. Sedangkan definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang dikemukakan oleh The American Thoracic Society (1962) yaitu "Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan". Bila ditelaah lebih lanjut, definisi tadi dapat diuraikan menjadi: 1. Ada peningkatan respons trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan nafas penderita asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan dibanding dengan orang normal. 2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan, tetapi oleh berbagai rangsangan. 3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru dan tidak hanya satu paru atau satu lobus paru. 4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada malam hari dibanding dengan siang hari. 1

Asma Bronkhial

  • Upload
    ririn88

  • View
    268

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Asma Bronkhial

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Definisi yang disepakati bersama dalam suatu konsensus internasional para ahli asma

menyatakan bahwa asma adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran nafas. Sedangkan

definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang dikemukakan oleh The American Thoracic

Society (1962) yaitu "Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea

dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan

nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai

hasil pengobatan".

Bila ditelaah lebih lanjut, definisi tadi dapat diuraikan menjadi:

1. Ada peningkatan respons trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan nafas

penderita asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan

dibanding dengan orang normal.

2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan, tetapi

oleh berbagai rangsangan.

3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru dan tidak hanya satu paru atau satu lobus

paru.

4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada

malam hari dibanding dengan siang hari.

II. Prevalensi

Prevalensi asma di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, umur, status

atopi, keturunan dan lingkungan. Umumnya prevalensi anak lebih tinggi tinggi daripada

dewasa tapi ada juga yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi.

III. Klasifikasi

Asma menurut Konsensus Internasional diklasifikasikan berdasarkan etiologi,

beratnya penyakit, dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran nafas.

a. Klasifikasi berdasarkan etiologi

Termasuk klasifikasi ini adalah:

1

Page 2: Asma Bronkhial

Asma Ekstrinsik (alergik)

Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergen

yang diketahui.

Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan riwayat keluarga

yang mempunyai penyakit atopik seperti demam jerami, ekzema, dermatitis,

dan asma sendiri.

Disebabkan karena kepekaan individu terhadap alergen, biasanya protein,

dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, kain pembalut,

atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat.

Paparan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil

dapat mengakibatkan serangan asma.

Asma Intrinsik (idiopatik)

Sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas.

Faktor-faktor yang nonspesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi dapat

memicu serangan asma.

Asma jenis ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dengan serangan

yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan

trakeobronkial.

b. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit

Beratnya penyakit ditentukan oleh berbagai faktor yaitu:

Gambaran klinik sebelum pengobatan, dilihat dari gejala, eksaserbasi, gejala

malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis, dan uji faal paru.

Obat-obat yang digunakan untuk mengontrol penyakit.

Dari gabungan tersebut asma diklasifikasikan menjadi intermiten, ringan, sedang, berat.

c. Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan

Menurut GINA ( Global Initiatif for Astma ) yang disusun oleh National Heart Lung and

blood Institude Amerika bekerjasama dengan WHO, Klasifikasi asma dapat dibagi menjadi 4

golongan:

2

Page 3: Asma Bronkhial

Berat /

ringannya Asma

Gejala Klinik Fungsi Paru

Asma

Intermitent

-Kambuhan < 1x/mgg

-Gejala asma malam hari < 2x/bln

-Eksaserbasi hanya sebentar

-Tidak ada gejala dan fungsi paru normal

diantara kambuhan

-APE > 80% prediksi

-Variabilitas APE

<20%

Asam Persisten

Ringan

-Kambuhan 1-2x/mgg tapi < 1x/hr

-Gejala asma malam hari > 2x/bln

-Eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas

-APE > 80% prediksi

-Variabilitas APE

20%-30%

Asam Persisten

Sedang

-Kambuhan / sesak nafas tiap hari

-Gejala asma malam hari > 1x/mgg

-Eksaserbasi mengganggu aktivitas dan

tidur

-APE 60%-80%

prediksi

-Variabilitas APE

>30%

Asam Persisten

Berat

-Kambuhan sering

-Gejala sesak terus menerus

-Gejala asma malam hari sering

-Aktivitas fisik terbatas karena asma

-APE <60% prediksi

-Variabilitas APE

>30%

Sumber: Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia

Klasifikasi diatas ditujukan untuk pengelolaan asma jangka panjang

d. Klasifikasi dapat pula berdasarkan berat atau ringannya serangan:

Ringan Sedang Berat

AktivitasDapat berjalan

Dapat berbaring

Jalan terbatas

Lebih suka duduk

Sukar berjalan

Duduk membungkuk

ke depan

Bicara Beberapa

kalimat

Kalimat terbatas Kata demi kata

Kesadaran Mungkin

terganggu

Biasanya terganggu Biasanya terganggu

Frekuensi nafas Meningkat Meningkat Sering > 30 menit

3

Page 4: Asma Bronkhial

Retraksi otot-otot

bantu nafasUmumnya tidak

ada

Kadang ada Ada

Mengi Lemah sampai

sedang

Keras Keras

Frekuensi nadi < 100 100-120 > 120

Pulsus paradoksus Tidak ada

(< 10 mmHg)

Mungkin ada

( 10-25 mmHg)

Sering ada

( 25 mmHg)

APE sesudah

bronkodilator

> 80 % 60-80% < 60 %

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

SaO2 > 95 % 91-95 % < 90 %

IV. Etiologi

Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah

reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hipereaktivitas bronkus). Banyak faktor yang turut

menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut. Faktor genetik, biokimia, saraf

otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta

dalam proses terjadinya manifestasi asma. Karena itu asma disebut penyakit yang

multifaktorial.

Faktor-faktor pencetus asma :

Infeksi virus saluran nafas : influenza

Pemajanan terhadap allergen tungau, debu rumah, bulu binatang.

Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi

Kegiatan jasmani

Ekspresi emosional takut, marah, frustasi.

Obat-obat aspirin, penyekat beta, anti inflamasi non-steroid.

Lingkungan kerja : uap zat kimia.

Polusi udara : asap rokok.

Pengawet makanan : sulfit.

Lain-lain misalnya haid, kehamilan, sinusitis.

4

Page 5: Asma Bronkhial

V. Patogenesis

Asma ditandai dengan 3 kelainan utama pada bronkus yaitu bronkokonstriksi otot

bronkus, inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret yang berada di jalan nafas.

Pada asma ekstrinsik, alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus

yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia, serta sekresi lendir yang tebal.

Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, walaupun sangat rumit.

Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat

antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobulin jenis IgE.

Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Bila satu molekul IgE

yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut

akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi

bronkus. Salah satu contohnya yaitu histamin dan prostaglandin. Pada permukaan sel mast

juga terdapat reseptor β-2 adrenergik, yang bila dirangsang dengan obat anti asma salbutamol

β-2 mimetik akan menghambat pelepasan histamin. Aminofilin juga dapat menghalangi

pembebasan histamin. Pada mukosa bronkus, darah tepi, dan sputum terdapat sangat banyak

eosinofil. Dulu fungsi eosinofil dalam sputum tidak diketahui, tapi baru-baru ini diketahui

bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan

prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap asma. Dengan demikian

jelaslah bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi.

Asma intrinsik memiliki patogenesa yang berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin

diawali oleh kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus

yang akan merangsang bahan-bahan iritan dalam bronkus sehingga timbul refleks batuk dan

sekresi lendir. Serabut nervus vagus ini demikian sensitifnya hingga langsung menimbulkan

refleks konstriksi bronkus. Selain itu, lendir yang sangat lengket akan disekresi sehingga pada

kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran nafas yang hampir total, sehingga

menimbulkan status asmatikus, gagal nafas, dan kematian. Rangsangan yang paling penting

untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernafasan oleh flu (common cold), adenovirus, dan

juga oleh bakteri seperti Haemophilus influenzae. Selain itu, polusi udara oleh gas iritatif asal

industri, asap, dan udara dingin juga dapat berperanan. Faktor emosi juga memiliki peran

penting pada semua jenis asma.

5

Page 6: Asma Bronkhial

VI. Diagnosis

Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan urutan pemeriksaan berikut:

1. Anamnesis

Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan riwayat

pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan berulang terutama

sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan emosi, dan infeksi virus. Batuk

pada asma menjadi lebih berat pada malam hari. Namun kadang-kadang gejala asma

hanya berupa batuk-batuk kronik. Penting juga diketahui dalam anamnesis adalah gejala-

gejala yang membaik secara spontan atau dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan

faktor-faktor yang dapat mencetuskan asma dan atopi dalam keluarga.

2. Pemeriksaan fisik

Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta jenis

asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan fisik di luar

serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai penyakit penyerta

berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung, sinusitis atau hiperplasia tonsil.

Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batuk-batuk

paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi daerah supra

klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma kronik, terlihat bentuk

toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, dan diameter anteroposterior

toraks bertambah. Saat serangan berat terlihat tanda-tanda kegelisahan sampai penurunan

kesadaran, kesukaran berbicara, takikardi, penggunaan otot bantu nafas, sianosis,

hiperinflasi, dan pulsus paradoksus. Pada perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks,

terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.

Pada auskultasi, awalnya terdengar bunyi nafas kasar/mengeras. Bila penyakit makin

berat, mengi dapat terdengar baik saat ekspirasi maupun inspirasi. Dalam keadaan

normal, fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi. Saat serangan, fase ekspirasi

memanjang. Terdengar juga ronki kering dan ronki basah serta suara lendir bila banyak

sekresi bronkus.

Tanda-tanda yang berhubungan dengan tingkat obstruksi jalan nafas pada saat

pemeriksaan umumnya sangat tergantung pada kemampuan pengamat. Hal yang lebih

6

Page 7: Asma Bronkhial

baik adalah mencari tanda-tanda yang berhubungan dengan hiperinflasi dada, seperti

hiperresonansi, retraksi subkostal, tarikan trakea dan tegangnya otot-otot skalenus.

3. Uji faal paru

Uji faal paru yang paling sederhana adalah pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE)

dengan alat Mini Wright Peak Flow Meter. Pemeriksaan ini memiliki arti bila dilakukan

secara serial. Variabilitas nilai APE sebesar 20% atau lebih antara pagi dan sore

merupakan diagnostik asma. Pemeriksaan paru yang lebih akurat adalah dengan

spirometri, yaitu menentukan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1/Volume

Ekspirasi Paksa detik pertama) dan rasio VEP1 terhadap kapasitas vital paksa (KVP).

Reversibilitas asma dapat dilihat dengan pengukuran faal paru (APE atau VEP1) sebelum

dan sesudah pemberian bronkodilator, misalnya inhalasi agonis β-2. Peningkatan APE

atau VEP1 sebesar 15% atau lebih sesudah inhalasi bronkodilator menunjukkan adanya

reversibilitas penyakit.

4. Pemeriksaan laboratorium

Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen

merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE spesifik dalam

serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi.

5. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma. Pemeriksaan ini

berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala mirip asma atau

untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis, pneumotoraks, pneumonia, dan

fraktur iga.

6. Uji provokasi bronkus

Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperlihatkan dan mengukur derajat

hipereaktivitas bronkus yang terdapat pada penderita asma. Selain itu juga dilakukan bila

ada kecurigaan asma namun tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik dan faal

paru. Uji provokasi ini dapat dilakukan dengan beban kerja, hiperventilasi isokapnik,

udara dingin, maupun dengan inhalasi spesifik atau nonspesifik.

7. Analisa gas darah

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat.

7

Page 8: Asma Bronkhial

VII. Diagnosis Banding

Bronkitis kronis

Emfisema paru

Gagal jantung kiri akut (asma kardial)

VIII. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan asma

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

Mencegah eksaserbasi / serangan akut

Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan keadaan

tersebut

Mengupayakan tercapainya tingkat aktivitas normal termasuk exercise

Menghindari efek samping karena obat

Mencegah terjadinya aliran udara yang irreversibel

Mencegah kematian karena asma

Pada prinsipnya obat anti asma untuk mengontrol penyakit terdiri dari pengobatan

pencegahan yang bersifat jangka panjang terutama antiinflamasi, serta pengobatan yang

bersifat mengatasi serangan, efeknya segera dan waktu bekerjanya singkat dikenal sebagai

bronkodilator.

Pengobatan asma jangka panjang didasarkan pada beratnya penyakit dan modifikasi dapat

dilakukan sesuai kondisi. Beberapa hal perlu diperhatikan yaitu:

1. Untuk mencapai kondisi terkontrol, pengobatan dapat dimulai dari level maksimal sesuai

berat penyakit, dan bila tercapai kondisi terkontrol diturunkan secara bertahap. Atau

sebaliknya dimulai dengan pengobatan sesuai berat penyakit dan dinaikkan bila

dibutuhkan.

2. Naikkan level pengobatan, bila tidak tercapai kondisi terkontrol atau keadaan asma

menetap atau tidak ada perbaikan.

3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling tidak 3

bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level serendah mungkin

yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin.

4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali)

5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi maka

selayaknya dirujuk kepada ahli paru.

8

Page 9: Asma Bronkhial

Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI, GINA dan

WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini berdasarkan data yang

menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma yang membutuhkan perawatan

rumah sakit atau pertolongan gawat darurat, walaupun telah terjadi perkembangan dalam

pengetahuan patogenesis, diagnosis dan berbagai jenis pengobatan asma.

Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif dipakai diseluruh

negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998:

Berat Penyakit Pencegahan jangka panjang Pengobatan mengatasi serangan

Asma Persisten

Berat

Pengobatan setiap hari

Inhalasi steroid

MDI+spacer >1mg/hr atau

Steroid nebulasi>1mg, 2x/hr

Bila perlu steroid oral, dosis

kecil, selang sehari,pagi hari

Inhalasi bronkodilator kerja

singkat

Agonis beta-2 atau ipratropium

bromida atao oral agonis beta-2 3-

4x/hr

Asma Persisten

Sedang

Pengobatan setiap hari

Inhalasi steroid

MDI+spacer 400-800mcg/hr

atau Steroid nebulisasi

<1mg/hr

Inhalasi bronkodilator kerja

singkat

Agonis beta-2 atau ipratropium

bromida

Agonis beta-2 atau ipratropium

bromida oral agonis beta-2,

3-4x/hr

Asma persisten

Ringan

Pengobatan setiap hari

Inhalasi steroid

MDI+spacer 200-400mcg/hr

Kromoglikat (gunakan

MDI+spacer atau secara

nebulisasi

Inhalasi bronkodilator kerja

singkat

Agonis beta-2 atau ipratropium

bromida

Agonis beta-2 atau ipratropium

bromida oral agonis beta-2,

3-4x/hr

Asma Intermitten Tidak dibutuhkan Inhalasi bronkodilator kerja

singkat.

Agonis B2 atau ipratropium

bromid bila dibutuhkan.

9

Page 10: Asma Bronkhial

Dirasakan tuntunan pengobatan tersebut tidak sepenuhnya dapat dilakukan di

Indonesia, mengingat bervariasinya tingkat kemampuan penderita, baik kemampuan

pengetahuan/ pendidikan maupun kemampuan ekonomi, serta kemampuan pemberi jasa

dalam hal ini fasilitas layanan kesehatan, maka dipikirkan modifikasi dari tuntunan tersebut

dengan mengindahkan kondisi di Indonesia.

Terjadinya eksaserbasi pada asma disebabkan oleh faktor pencetus yang bervariasi

dari satu penderita dengan penderita lainnya, dengan kata lain faktor pencetus bersifat

individual. Faktor pencetus dapat dibagi atas dua bagian yaitu inciter, yang dapat

mengakibatkan terjadinya bronkospasme tanpa meningkatkan hipereaktivitas bronkus (HBR),

contohnya asap rokok, bau-bauan merangsang, exercise dan inducer, yang dapat

menimbulkan inflamasi sehingga meningkatkan HBR, contohnya alergen, infeksi pernafasan,

bahan kimia.

Identifikasi faktor pencetus dapat dilakukan oleh penderita, keluarga penderita dengan

bantuan dokter. Untuk pencetus berupa alergen dapat dilakukan uji kulit (prick test).

Identifikasi pencetus mutlak dilakukan dengan tujuan untuk mencegah serangan dan

mengurangi pemakaian obat-obatan.

IX. Prognosis

Asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi asma dapat dikontrol dan penatalaksanaan

asma bermaksud untuk memperbaiki kualitas hidup penderita seoptimal mungkin sehingga

penderita dapat hidup normal dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.

10

Page 11: Asma Bronkhial

Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah Sakit

11

Penilaian awal

Pengobatan awal :- Oksigen untuk mencapai saturasi O2≥90% - Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( nebulisasi ) setiap 20 menit dalam 1 jam

atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan )

- Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respon segera dengan bronkodilator/ jika akhir-akhir ini mendapat kortikosteroid orak, atau serangan asmanya berat

Serangan asma mengancam Jiwa

Serangan asma sedang /berat

Serangan asma ringan

Penilaian ulang setelah 1 jam

PulangPengobatan : dilanjutkan inhalasi agonis beta-2.Membutuhkan kortikosteroid oralEdukasi penderita

Dirawat di RSInhalasi Agonis beta-2 ± anti kolinergikKortikosteroid sistemikAminofilin dripTerapui oksigen Pantau APE, Sat O2, nadi, kadar teofilin

Dirawat di ICUInhalasi agonis beta-2 ± antikolinergikKortikosteroid IVPertimbangkan agonis beta-2 injeksi SC/IM/IVOkigenAminofilin DripIntubasi dan ventilasi mekanik bila perlu

Respon baik :Respon baik dan stabil dalam 60 menit.Pemeriksaan fisis normal.APE > 70% prediksi.Saturasi O2 > 90% (95% pada anak-anak ).

Respon tidak sempurna :Resiko tinggi distressPem Fisis :gjl ringan- sedangAPE > 50% tetapi tidak < 70%Saturasi O2 tidak perbaikan

Respon buruk dalam 1 jam :Resiko tinggi distressPem fisis : berat, gelisah dan kesadaran menurunAPE < 30%PaCO2 > 45mmHgPaO2 < 60 mmHg

Perbaikan Tidak ada perbaikan dalam 6-12 jam

Page 12: Asma Bronkhial

Penatalaksanaan serangan asma di rumah

Penilaian berat serangan

Terapi awal

Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam ) atau bronkodilator

oral

12

Respon baikGejala ( batuk/berdahak sesak/mengi ) membaik. Perbaikan dengan agonis beta-2 dan bertahan selama 4 jam. APE > 80% prediksi/nilai terbaik

Respon burukGejala menetap atau bertambah berat. APE < 60% prediksi : tambahkan kortikosteroid oral, agonis beta-2 diulang

- Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3- 4 jam untuk 24-48 jam.Alternatif : bronkodilator oral setiap 6-8 jam- Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi ( bila sedang menggunakan steroid inhalasi ) selama 2 mgg, kmdn kembali ke dosis sebelumnya

Segera ke dokter/IGD/RS

Hubungi dokter untuk instruksi selanjutnya

Page 13: Asma Bronkhial

BAB II

ILUSTRASI KASUS

Anamnesis

Seorang pasien perempuan umur 30 tahun datang ke IGD RSUP Dr M Djamil Padang

pada tanggal 4 Juli 2009 dengan

Keluhan Utama

Sesak nafas meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang

Sesak nafas meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak berbunyi

menciut, sesak dipengaruhi oleh emosi, makanan dan cuaca.

Demam (+) sejak 1 minggu yang lalu, demam tidak tinggi dan tidak menggigil.

Batuk (+) sejak 1 minggu yang lalu, dahak (+) berwarna putih kental.

Nyeri dada (-)

Riwayat sering berkeringat pada malam hari (-)

Riwayat alergi kulit, kulit merah dan eksim (-)

Riwayat sering pilek, flu yang dipengaruhi cuaca dan waktu, disertai bersin-bersin

lebih dari 5x pada pagi hari (+)

Riwayat sesak nafas sejak berumur 15 tahun. Pasien biasa berobat ke puskesmas dan

diberi obat aminophilin tablet, namun pasien tidak teratur meminum obat.

Nafsu makan biasa

BAB dan BAK biasa

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernahmenderita penyakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah dan adik pasien dikenal menderita penyakit asma

Riwayat Pekerjaan, kebiasaan

Ibu rumah tangga

13

Page 14: Asma Bronkhial

Tidak pernah merokok

Pemeriksaan Umum

Keadaaan Umum : sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Nadi : 90x/menit

Nafas : 26x/menit

Suhu : 38°C

Keadaan Gizi : sedang

Tinggi Badan : 160 cm

Berat Badan : 60 Kg

Sianosis : -

Edema : -

Anemis : -

Kulit : tidak ada kelainan

Kelenjar Getah Bening: tidak teraba pembesaran KGB

Kepala : tidak ada kelainan

Rambut : tidak ada kelainan

Mata : konjungtiva tidak anemis

sclera tidak ikterik

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Tenggorokan : tidak ada kelainan

Gigi dan mulut : caries (+)

Leher : kelenjar tiroid tidak membesar

JVP 5-2 cmH2O

Dada

Paru

Inspeksi : simetris kiri=kanan dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi : fremitus kiri=kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing (+/+), ronkhi (-/-)

14

Page 15: Asma Bronkhial

Jantung

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

kanan : LSD

atas : RIC II

pinggang jantung : ada

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, M1>M2. P2<A2 bising (-)

Abdomen

Inspeksi : tampak membuncit

Palpasi : hati dan lien sulit dinilai

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU (+) N

Punggung :

Inspeksi : simetris kiri=kanan

Palpasi : fremitus kiri=kanan, nyeri tekan CVA -

Perkusi : sonor kiri=kanan, nyeri ketok CVA -

Auskultasi : ekspirasi memanjang (+/+), wh (+/+), rh (-/-)

Genitalia : tidak diperiksa

Anggota gerak : reflex fisiologis +/+

reflex patologis -/-

Oedem tungkai -/-

Pemeriksaan laboratorium

4 juli 2009

Darah

Hb : 13,8 g/dl

Leukosit : 23.000/mm3

Ht : 41/mm3

Trombosit : 515.000/mm3

GDS : 86mg/dl

Ureum : 76 mg/dl

Kreatinin : 0,45mg/dl

15

Page 16: Asma Bronkhial

Na/K/Cl : 142/4,6/106 mg/dl

Diagnosis Kerja

Asma bronkhial persisten sedang dalam serangan akut sedang

Bronkitis akut

Gravid 24-26 minggu

Terapi

Rest, O2 3-4 liter/menit

Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf

Ventolin udv 6x1

Mucopect tablet 1x1

Ceftriaxone 2x1 gr iv

Metil prednisolon 2x125 mg iv

Anjuran

Kimia klinik

Kultur dan sensitivity kuman banal

APE score pagi-sore

Spirometri

Follow up

4 Juli 2009

Anamnesis : sesak nafas (+), demam (+), batuk berdahak (+),

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 94x/menit

Nafas : 26x/menit16

Page 17: Asma Bronkhial

Suhu : af

Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)

APE pagi 29%

Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang

Bronkitis akut

Gravid 24-26 minggu

Terapi :

Rest, O2 3-4 liter/menit

Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf

Ventolin udv 6x1

Mucopect tablet 1x1

Ceftriaxone 2x1 gr iv

Metil prednisolon 2x125 mg iv

Analisa gas darah pukul 17:18 WIB

Ph : 7,38

PCO2 : 27

PO2 : 63

HCO3 : 16

BE ECF : - 9,1

SO2 : 91 %

Tindakan simple mask 6 liter/menit (selama 1jam)

Analisa gas darah pukul 21:35 WIB

Ph : 7,39

PCO2 : 29

PO2 : 84

HCO3 : 17,6

BE ECF : - 7,4

17

Page 18: Asma Bronkhial

SO2 : 96 %

Tindakan simple mask 6 liter/menit (selama 1jam)

Analisa gas darah pukul 23:32 WIB

Ph : 7,4

PCO2 : 27

PO2 : 98

HCO3 : 19,7

BE ECF : - 8,1

SO2 : 98 %

Tindakan O2 kanul 4 liter/menit

5 Juli 2009

Anamnesis : sesak nafas (+), demam (-), batuk berdahak (+),

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 100x/menit

Nafas : 24x/menit

Suhu : af

Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)

Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang

Bronkitis akut

Gravid 24-26 minggu

Terapi :

Rest, O2 3-4 liter/menit

Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf

Ventolin udv 6x1

Mucopect tablet 1x118

Page 19: Asma Bronkhial

Ceftriaxone 2x1 gr iv

Metil prednisolon 2x125 mg iv

Analisa gas darah pukul 09:40 WIB

Ph : 7,47

PCO2 : 30

PO2 : 70

BE ECF : -1,0

SO2 : 95 %

Tindakan masker rebreathing 8 liter/menit

Terapi akut ventolin (I, II, III)

Pukul 14:00 WIB

Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 106x/menit

Nafas : 28x/menit

Suhu : af

Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)

Analisa gas darah pukul 13:29 WIB

Ph : 7,42

PCO2 : 34

PO2 : 101

BE ECF : -1,8

SO2 : 99 %

Tindakan O2 kanul 3liter/menit

Pukul 17:30 WIB

Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+) dahak susah keluar

Pemeriksaan Fisik

19

Page 20: Asma Bronkhial

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 120x/menit

Nafas : 28x/menit

Suhu : af

Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)

Analisa gas darah pukul 17:41 WIB

Ph : 7,47

PCO2 : 30

PO2 : 70

HCO3 : 21,8

BE ECF : -1,0

SO2 : 95 %

Tindakan masker rebreathing 8 liter/menit

Terapi : Terapi akut ventolin (I, II, III)

Bisolvon injeksi 3x1amp

Mucopect aff

Analisa gas darah pukul 20:20 WIB

Ph : 7,49

PCO2 : 30

PO2 : 90

HCO3 : 22,9

BE ECF : 0,3

SO2 : 98 %

Tindakan masker rebreathing 6 liter/menit

Analisa gas darah pukul 01:00 wib sampel darah tidak cukup

6 Juli 2009

Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sedang

20

Page 21: Asma Bronkhial

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 90x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : af

Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)

Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang

Bronkitis akut

Gravid 24-26 minggu

Terapi :

Rest, O2 3-4 liter/menit

Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf

Combivent udv 8x1

Pulmicor udv 2x1

Bisolvon injeksi 3x1amp

Ceftriaxone 2x2 gr iv

Metil prednisolon 2x125 mg iv

Analisa gas darah

Ph : 7,46

PCO2 : 32

PO2 : 91

HCO3 : 22,8

BE ECF : -1,0

SO2 : 97%

Tindakan O2 4 liter/menit

Pemeriksaan Laboratorium

Darah

21

Page 22: Asma Bronkhial

Hb : 11,5 g/dl

Leukosit : 20.300/mm3

LED : 92 mm/jam

Hitung jenis : 0/0/5/84/8/3

HT : 34 %

Trombosit : 463.000/mm3

Total kolesterol: 157 mg/dl

HDL : 38 mg/dl

LDL : 23 mg/dl

Trigliserida : 136 mg/dl

SGOT : 36 u/I

SGPT : 39 u/I

Urin

Mikroskopis : Leukosit : 2-3

Eritrosit : 0-1

Silinder : -

Kristal : -

Epitel : + gepeng

Kimia : Protein : -

Glukosa : -

Bilirubin : -

Urobilinogen : +

7 Juli 2009

Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 90x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : af

Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)

22

Page 23: Asma Bronkhial

Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang

Bronkitis akut

Gravid 24-26 minggu

Terapi :

Rest, O2 3-4 liter/menit

Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf

Combivent udv 8x1

Pulmicor udv 2x1

Bisolvon injeksi 3x1amp

Ceftriaxone 2x2 gr iv

Metil prednisolon 2x125 mg iv

Pukul 17:10 WIB

Anamnesis : sesak nafas (+) setelah batuk, batuk berdahak (+) dahak susah keluar

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 120x/menit

Nafas : 18x/menit

Suhu : af

Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)

Terapi Combivent udv 3x (I, II, III) selang 20menit

8 Juli 2009

Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sedang

23

Page 24: Asma Bronkhial

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 90x/menit

Nafas : 20x/menit

Suhu : af

Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)

Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang

Bronkitis akut

Gravid 24-26 minggu

Terapi :

Rest, O2 3-4 liter/menit

Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf

Combivent udv 8x1

Pulmicor udv 2x1

Bisolvon injeksi 3x1amp

Ceftriaxone 2x2 gr iv

Metil prednisolon 2x125 mg iv

DAFTAR PUSTAKA

1. Sundaru H, 2006.Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi

IV revisi, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 245-250

24

Page 25: Asma Bronkhial

2. Price SA and Wilson LM, 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

Buku 1, Edisi 4, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp 177-190

3. Yunus F. Konsep Mutakhir Penanganan Asma dalam: Simposium Sehari "Yang Benar

Tentang Asma". Jakarta. 27 Februari 1999

4. NHLBI/WHO Workshop Report. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for

Asthma Management and Prevention. NHLBI 1995.

25