Upload
ririn88
View
268
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Definisi yang disepakati bersama dalam suatu konsensus internasional para ahli asma
menyatakan bahwa asma adalah suatu kelainan inflamasi kronik saluran nafas. Sedangkan
definisi yang banyak dianut saat ini adalah yang dikemukakan oleh The American Thoracic
Society (1962) yaitu "Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai
hasil pengobatan".
Bila ditelaah lebih lanjut, definisi tadi dapat diuraikan menjadi:
1. Ada peningkatan respons trakea dan bronkus. Hal ini berarti bahwa jalan nafas
penderita asma mempunyai respon yang lebih hebat terhadap berbagai rangsangan
dibanding dengan orang normal.
2. Serangan asma jarang sekali hanya dicetuskan oleh satu macam rangsangan, tetapi
oleh berbagai rangsangan.
3. Kelainan tersebar luas pada kedua paru dan tidak hanya satu paru atau satu lobus
paru.
4. Derajat serangan asma dapat berubah-ubah, misalnya obstruksi lebih berat pada
malam hari dibanding dengan siang hari.
II. Prevalensi
Prevalensi asma di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti jenis kelamin, umur, status
atopi, keturunan dan lingkungan. Umumnya prevalensi anak lebih tinggi tinggi daripada
dewasa tapi ada juga yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi.
III. Klasifikasi
Asma menurut Konsensus Internasional diklasifikasikan berdasarkan etiologi,
beratnya penyakit, dan pola waktu terjadinya obstruksi saluran nafas.
a. Klasifikasi berdasarkan etiologi
Termasuk klasifikasi ini adalah:
1
Asma Ekstrinsik (alergik)
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa, dan disebabkan oleh alergen
yang diketahui.
Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan riwayat keluarga
yang mempunyai penyakit atopik seperti demam jerami, ekzema, dermatitis,
dan asma sendiri.
Disebabkan karena kepekaan individu terhadap alergen, biasanya protein,
dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, kain pembalut,
atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat.
Paparan terhadap alergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil
dapat mengakibatkan serangan asma.
Asma Intrinsik (idiopatik)
Sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas.
Faktor-faktor yang nonspesifik seperti flu biasa, latihan fisik, atau emosi dapat
memicu serangan asma.
Asma jenis ini lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dengan serangan
yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan
trakeobronkial.
b. Klasifikasi berdasarkan berat penyakit
Beratnya penyakit ditentukan oleh berbagai faktor yaitu:
Gambaran klinik sebelum pengobatan, dilihat dari gejala, eksaserbasi, gejala
malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis, dan uji faal paru.
Obat-obat yang digunakan untuk mengontrol penyakit.
Dari gabungan tersebut asma diklasifikasikan menjadi intermiten, ringan, sedang, berat.
c. Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan
Menurut GINA ( Global Initiatif for Astma ) yang disusun oleh National Heart Lung and
blood Institude Amerika bekerjasama dengan WHO, Klasifikasi asma dapat dibagi menjadi 4
golongan:
2
Berat /
ringannya Asma
Gejala Klinik Fungsi Paru
Asma
Intermitent
-Kambuhan < 1x/mgg
-Gejala asma malam hari < 2x/bln
-Eksaserbasi hanya sebentar
-Tidak ada gejala dan fungsi paru normal
diantara kambuhan
-APE > 80% prediksi
-Variabilitas APE
<20%
Asam Persisten
Ringan
-Kambuhan 1-2x/mgg tapi < 1x/hr
-Gejala asma malam hari > 2x/bln
-Eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas
-APE > 80% prediksi
-Variabilitas APE
20%-30%
Asam Persisten
Sedang
-Kambuhan / sesak nafas tiap hari
-Gejala asma malam hari > 1x/mgg
-Eksaserbasi mengganggu aktivitas dan
tidur
-APE 60%-80%
prediksi
-Variabilitas APE
>30%
Asam Persisten
Berat
-Kambuhan sering
-Gejala sesak terus menerus
-Gejala asma malam hari sering
-Aktivitas fisik terbatas karena asma
-APE <60% prediksi
-Variabilitas APE
>30%
Sumber: Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia
Klasifikasi diatas ditujukan untuk pengelolaan asma jangka panjang
d. Klasifikasi dapat pula berdasarkan berat atau ringannya serangan:
Ringan Sedang Berat
AktivitasDapat berjalan
Dapat berbaring
Jalan terbatas
Lebih suka duduk
Sukar berjalan
Duduk membungkuk
ke depan
Bicara Beberapa
kalimat
Kalimat terbatas Kata demi kata
Kesadaran Mungkin
terganggu
Biasanya terganggu Biasanya terganggu
Frekuensi nafas Meningkat Meningkat Sering > 30 menit
3
Retraksi otot-otot
bantu nafasUmumnya tidak
ada
Kadang ada Ada
Mengi Lemah sampai
sedang
Keras Keras
Frekuensi nadi < 100 100-120 > 120
Pulsus paradoksus Tidak ada
(< 10 mmHg)
Mungkin ada
( 10-25 mmHg)
Sering ada
( 25 mmHg)
APE sesudah
bronkodilator
> 80 % 60-80% < 60 %
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
SaO2 > 95 % 91-95 % < 90 %
IV. Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah
reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hipereaktivitas bronkus). Banyak faktor yang turut
menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas tersebut. Faktor genetik, biokimia, saraf
otonom, imunologis, infeksi, endokrin, psikologis, dan lingkungan lainnya, dapat turut serta
dalam proses terjadinya manifestasi asma. Karena itu asma disebut penyakit yang
multifaktorial.
Faktor-faktor pencetus asma :
Infeksi virus saluran nafas : influenza
Pemajanan terhadap allergen tungau, debu rumah, bulu binatang.
Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi
Kegiatan jasmani
Ekspresi emosional takut, marah, frustasi.
Obat-obat aspirin, penyekat beta, anti inflamasi non-steroid.
Lingkungan kerja : uap zat kimia.
Polusi udara : asap rokok.
Pengawet makanan : sulfit.
Lain-lain misalnya haid, kehamilan, sinusitis.
4
V. Patogenesis
Asma ditandai dengan 3 kelainan utama pada bronkus yaitu bronkokonstriksi otot
bronkus, inflamasi mukosa, dan bertambahnya sekret yang berada di jalan nafas.
Pada asma ekstrinsik, alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus
yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia, serta sekresi lendir yang tebal.
Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, walaupun sangat rumit.
Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat
antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobulin jenis IgE.
Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Bila satu molekul IgE
yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut
akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi
bronkus. Salah satu contohnya yaitu histamin dan prostaglandin. Pada permukaan sel mast
juga terdapat reseptor β-2 adrenergik, yang bila dirangsang dengan obat anti asma salbutamol
β-2 mimetik akan menghambat pelepasan histamin. Aminofilin juga dapat menghalangi
pembebasan histamin. Pada mukosa bronkus, darah tepi, dan sputum terdapat sangat banyak
eosinofil. Dulu fungsi eosinofil dalam sputum tidak diketahui, tapi baru-baru ini diketahui
bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang menghancurkan histamin dan
prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap asma. Dengan demikian
jelaslah bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi.
Asma intrinsik memiliki patogenesa yang berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin
diawali oleh kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus
yang akan merangsang bahan-bahan iritan dalam bronkus sehingga timbul refleks batuk dan
sekresi lendir. Serabut nervus vagus ini demikian sensitifnya hingga langsung menimbulkan
refleks konstriksi bronkus. Selain itu, lendir yang sangat lengket akan disekresi sehingga pada
kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran nafas yang hampir total, sehingga
menimbulkan status asmatikus, gagal nafas, dan kematian. Rangsangan yang paling penting
untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernafasan oleh flu (common cold), adenovirus, dan
juga oleh bakteri seperti Haemophilus influenzae. Selain itu, polusi udara oleh gas iritatif asal
industri, asap, dan udara dingin juga dapat berperanan. Faktor emosi juga memiliki peran
penting pada semua jenis asma.
5
VI. Diagnosis
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan urutan pemeriksaan berikut:
1. Anamnesis
Secara klinis asma diduga bila ada gejala mengi, batuk, sesak nafas, dan riwayat
pneumonia atau bronkitis yang berulang. Batuk yang menetap dan berulang terutama
sesudah pajanan berbagai zat tertentu, aktivitas, gangguan emosi, dan infeksi virus. Batuk
pada asma menjadi lebih berat pada malam hari. Namun kadang-kadang gejala asma
hanya berupa batuk-batuk kronik. Penting juga diketahui dalam anamnesis adalah gejala-
gejala yang membaik secara spontan atau dengan bronkodilator dan anti inflamasi, dan
faktor-faktor yang dapat mencetuskan asma dan atopi dalam keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
Hasil yang didapat tergantung stadium serangan, lamanya serangan serta jenis
asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang, tidak ditemukan kelainan fisik di luar
serangan. Kadang-kadang dapat ditemukan penyakit lain sebagai penyakit penyerta
berupa otitis media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung, sinusitis atau hiperplasia tonsil.
Pada inspeksi terlihat pernafasan yang cepat dan sukar, disertai batuk-batuk
paroksismal, dan ekspirium memanjang. Saat inspirasi terlihat retraksi daerah supra
klavikular, suprasternal, epigastrium, dan sela iga. Pada asma kronik, terlihat bentuk
toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, dan diameter anteroposterior
toraks bertambah. Saat serangan berat terlihat tanda-tanda kegelisahan sampai penurunan
kesadaran, kesukaran berbicara, takikardi, penggunaan otot bantu nafas, sianosis,
hiperinflasi, dan pulsus paradoksus. Pada perkusi terdengar hipersonor di seluruh toraks,
terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
Pada auskultasi, awalnya terdengar bunyi nafas kasar/mengeras. Bila penyakit makin
berat, mengi dapat terdengar baik saat ekspirasi maupun inspirasi. Dalam keadaan
normal, fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi. Saat serangan, fase ekspirasi
memanjang. Terdengar juga ronki kering dan ronki basah serta suara lendir bila banyak
sekresi bronkus.
Tanda-tanda yang berhubungan dengan tingkat obstruksi jalan nafas pada saat
pemeriksaan umumnya sangat tergantung pada kemampuan pengamat. Hal yang lebih
6
baik adalah mencari tanda-tanda yang berhubungan dengan hiperinflasi dada, seperti
hiperresonansi, retraksi subkostal, tarikan trakea dan tegangnya otot-otot skalenus.
3. Uji faal paru
Uji faal paru yang paling sederhana adalah pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE)
dengan alat Mini Wright Peak Flow Meter. Pemeriksaan ini memiliki arti bila dilakukan
secara serial. Variabilitas nilai APE sebesar 20% atau lebih antara pagi dan sore
merupakan diagnostik asma. Pemeriksaan paru yang lebih akurat adalah dengan
spirometri, yaitu menentukan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1/Volume
Ekspirasi Paksa detik pertama) dan rasio VEP1 terhadap kapasitas vital paksa (KVP).
Reversibilitas asma dapat dilihat dengan pengukuran faal paru (APE atau VEP1) sebelum
dan sesudah pemberian bronkodilator, misalnya inhalasi agonis β-2. Peningkatan APE
atau VEP1 sebesar 15% atau lebih sesudah inhalasi bronkodilator menunjukkan adanya
reversibilitas penyakit.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada penderita asma sering ditemukan eosinofilia. Uji kulit dengan alergen
merupakan pemeriksaan diagnostik pada asma alergi. Pemeriksaan IgE spesifik dalam
serum juga berguna dalam diagnostik asma alergi.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan foto toraks tidak begitu penting untuk diagnosis asma. Pemeriksaan ini
berguna untuk menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala mirip asma atau
untuk melihat komplikasi penyakit seperti atelektasis, pneumotoraks, pneumonia, dan
fraktur iga.
6. Uji provokasi bronkus
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperlihatkan dan mengukur derajat
hipereaktivitas bronkus yang terdapat pada penderita asma. Selain itu juga dilakukan bila
ada kecurigaan asma namun tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik dan faal
paru. Uji provokasi ini dapat dilakukan dengan beban kerja, hiperventilasi isokapnik,
udara dingin, maupun dengan inhalasi spesifik atau nonspesifik.
7. Analisa gas darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat.
7
VII. Diagnosis Banding
Bronkitis kronis
Emfisema paru
Gagal jantung kiri akut (asma kardial)
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan asma
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
Mencegah eksaserbasi / serangan akut
Meningkatkan fungsi paru mendekati normal dan mempertahankan keadaan
tersebut
Mengupayakan tercapainya tingkat aktivitas normal termasuk exercise
Menghindari efek samping karena obat
Mencegah terjadinya aliran udara yang irreversibel
Mencegah kematian karena asma
Pada prinsipnya obat anti asma untuk mengontrol penyakit terdiri dari pengobatan
pencegahan yang bersifat jangka panjang terutama antiinflamasi, serta pengobatan yang
bersifat mengatasi serangan, efeknya segera dan waktu bekerjanya singkat dikenal sebagai
bronkodilator.
Pengobatan asma jangka panjang didasarkan pada beratnya penyakit dan modifikasi dapat
dilakukan sesuai kondisi. Beberapa hal perlu diperhatikan yaitu:
1. Untuk mencapai kondisi terkontrol, pengobatan dapat dimulai dari level maksimal sesuai
berat penyakit, dan bila tercapai kondisi terkontrol diturunkan secara bertahap. Atau
sebaliknya dimulai dengan pengobatan sesuai berat penyakit dan dinaikkan bila
dibutuhkan.
2. Naikkan level pengobatan, bila tidak tercapai kondisi terkontrol atau keadaan asma
menetap atau tidak ada perbaikan.
3. Turunkan level pengobatan bila tercapai kondisi terkontrol yang stabil paling tidak 3
bulan, secara bertahap diturunkan sampai tercapai pengobatan level serendah mungkin
yang menghasilkan kondisi terkontrol seoptimal mungkin.
4. Setelah asma terkontrol tetap evaluasi pengobatan berkala (3-6 bulan sekali)
5. Pada kasus asma berat dengan penyakit penyerta atau dengan komplikasi maka
selayaknya dirujuk kepada ahli paru.
8
Pengobatan yang tepat sesuai berat penyakit disusun pula oleh NHLBI, GINA dan
WHO dengan maksud tercapainya pengamanan yang adekuat , hal ini berdasarkan data yang
menunjukkan kekerapan serangan atau eksaserbasi asma yang membutuhkan perawatan
rumah sakit atau pertolongan gawat darurat, walaupun telah terjadi perkembangan dalam
pengetahuan patogenesis, diagnosis dan berbagai jenis pengobatan asma.
Berikut ini telah disusun tuntunan (guideline) pengobatan yang relatif dipakai diseluruh
negara menurut NHLBI, GINA dan WHO 1998:
Berat Penyakit Pencegahan jangka panjang Pengobatan mengatasi serangan
Asma Persisten
Berat
Pengobatan setiap hari
Inhalasi steroid
MDI+spacer >1mg/hr atau
Steroid nebulasi>1mg, 2x/hr
Bila perlu steroid oral, dosis
kecil, selang sehari,pagi hari
Inhalasi bronkodilator kerja
singkat
Agonis beta-2 atau ipratropium
bromida atao oral agonis beta-2 3-
4x/hr
Asma Persisten
Sedang
Pengobatan setiap hari
Inhalasi steroid
MDI+spacer 400-800mcg/hr
atau Steroid nebulisasi
<1mg/hr
Inhalasi bronkodilator kerja
singkat
Agonis beta-2 atau ipratropium
bromida
Agonis beta-2 atau ipratropium
bromida oral agonis beta-2,
3-4x/hr
Asma persisten
Ringan
Pengobatan setiap hari
Inhalasi steroid
MDI+spacer 200-400mcg/hr
Kromoglikat (gunakan
MDI+spacer atau secara
nebulisasi
Inhalasi bronkodilator kerja
singkat
Agonis beta-2 atau ipratropium
bromida
Agonis beta-2 atau ipratropium
bromida oral agonis beta-2,
3-4x/hr
Asma Intermitten Tidak dibutuhkan Inhalasi bronkodilator kerja
singkat.
Agonis B2 atau ipratropium
bromid bila dibutuhkan.
9
Dirasakan tuntunan pengobatan tersebut tidak sepenuhnya dapat dilakukan di
Indonesia, mengingat bervariasinya tingkat kemampuan penderita, baik kemampuan
pengetahuan/ pendidikan maupun kemampuan ekonomi, serta kemampuan pemberi jasa
dalam hal ini fasilitas layanan kesehatan, maka dipikirkan modifikasi dari tuntunan tersebut
dengan mengindahkan kondisi di Indonesia.
Terjadinya eksaserbasi pada asma disebabkan oleh faktor pencetus yang bervariasi
dari satu penderita dengan penderita lainnya, dengan kata lain faktor pencetus bersifat
individual. Faktor pencetus dapat dibagi atas dua bagian yaitu inciter, yang dapat
mengakibatkan terjadinya bronkospasme tanpa meningkatkan hipereaktivitas bronkus (HBR),
contohnya asap rokok, bau-bauan merangsang, exercise dan inducer, yang dapat
menimbulkan inflamasi sehingga meningkatkan HBR, contohnya alergen, infeksi pernafasan,
bahan kimia.
Identifikasi faktor pencetus dapat dilakukan oleh penderita, keluarga penderita dengan
bantuan dokter. Untuk pencetus berupa alergen dapat dilakukan uji kulit (prick test).
Identifikasi pencetus mutlak dilakukan dengan tujuan untuk mencegah serangan dan
mengurangi pemakaian obat-obatan.
IX. Prognosis
Asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi asma dapat dikontrol dan penatalaksanaan
asma bermaksud untuk memperbaiki kualitas hidup penderita seoptimal mungkin sehingga
penderita dapat hidup normal dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.
10
Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah Sakit
11
Penilaian awal
Pengobatan awal :- Oksigen untuk mencapai saturasi O2≥90% - Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( nebulisasi ) setiap 20 menit dalam 1 jam
atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan )
- Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respon segera dengan bronkodilator/ jika akhir-akhir ini mendapat kortikosteroid orak, atau serangan asmanya berat
Serangan asma mengancam Jiwa
Serangan asma sedang /berat
Serangan asma ringan
Penilaian ulang setelah 1 jam
PulangPengobatan : dilanjutkan inhalasi agonis beta-2.Membutuhkan kortikosteroid oralEdukasi penderita
Dirawat di RSInhalasi Agonis beta-2 ± anti kolinergikKortikosteroid sistemikAminofilin dripTerapui oksigen Pantau APE, Sat O2, nadi, kadar teofilin
Dirawat di ICUInhalasi agonis beta-2 ± antikolinergikKortikosteroid IVPertimbangkan agonis beta-2 injeksi SC/IM/IVOkigenAminofilin DripIntubasi dan ventilasi mekanik bila perlu
Respon baik :Respon baik dan stabil dalam 60 menit.Pemeriksaan fisis normal.APE > 70% prediksi.Saturasi O2 > 90% (95% pada anak-anak ).
Respon tidak sempurna :Resiko tinggi distressPem Fisis :gjl ringan- sedangAPE > 50% tetapi tidak < 70%Saturasi O2 tidak perbaikan
Respon buruk dalam 1 jam :Resiko tinggi distressPem fisis : berat, gelisah dan kesadaran menurunAPE < 30%PaCO2 > 45mmHgPaO2 < 60 mmHg
Perbaikan Tidak ada perbaikan dalam 6-12 jam
Penatalaksanaan serangan asma di rumah
Penilaian berat serangan
Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat ( setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam ) atau bronkodilator
oral
12
Respon baikGejala ( batuk/berdahak sesak/mengi ) membaik. Perbaikan dengan agonis beta-2 dan bertahan selama 4 jam. APE > 80% prediksi/nilai terbaik
Respon burukGejala menetap atau bertambah berat. APE < 60% prediksi : tambahkan kortikosteroid oral, agonis beta-2 diulang
- Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3- 4 jam untuk 24-48 jam.Alternatif : bronkodilator oral setiap 6-8 jam- Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi ( bila sedang menggunakan steroid inhalasi ) selama 2 mgg, kmdn kembali ke dosis sebelumnya
Segera ke dokter/IGD/RS
Hubungi dokter untuk instruksi selanjutnya
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Anamnesis
Seorang pasien perempuan umur 30 tahun datang ke IGD RSUP Dr M Djamil Padang
pada tanggal 4 Juli 2009 dengan
Keluhan Utama
Sesak nafas meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas meningkat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak berbunyi
menciut, sesak dipengaruhi oleh emosi, makanan dan cuaca.
Demam (+) sejak 1 minggu yang lalu, demam tidak tinggi dan tidak menggigil.
Batuk (+) sejak 1 minggu yang lalu, dahak (+) berwarna putih kental.
Nyeri dada (-)
Riwayat sering berkeringat pada malam hari (-)
Riwayat alergi kulit, kulit merah dan eksim (-)
Riwayat sering pilek, flu yang dipengaruhi cuaca dan waktu, disertai bersin-bersin
lebih dari 5x pada pagi hari (+)
Riwayat sesak nafas sejak berumur 15 tahun. Pasien biasa berobat ke puskesmas dan
diberi obat aminophilin tablet, namun pasien tidak teratur meminum obat.
Nafsu makan biasa
BAB dan BAK biasa
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernahmenderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah dan adik pasien dikenal menderita penyakit asma
Riwayat Pekerjaan, kebiasaan
Ibu rumah tangga
13
Tidak pernah merokok
Pemeriksaan Umum
Keadaaan Umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Nafas : 26x/menit
Suhu : 38°C
Keadaan Gizi : sedang
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 60 Kg
Sianosis : -
Edema : -
Anemis : -
Kulit : tidak ada kelainan
Kelenjar Getah Bening: tidak teraba pembesaran KGB
Kepala : tidak ada kelainan
Rambut : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva tidak anemis
sclera tidak ikterik
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak ada kelainan
Gigi dan mulut : caries (+)
Leher : kelenjar tiroid tidak membesar
JVP 5-2 cmH2O
Dada
Paru
Inspeksi : simetris kiri=kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri=kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
14
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
kanan : LSD
atas : RIC II
pinggang jantung : ada
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, M1>M2. P2<A2 bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak membuncit
Palpasi : hati dan lien sulit dinilai
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) N
Punggung :
Inspeksi : simetris kiri=kanan
Palpasi : fremitus kiri=kanan, nyeri tekan CVA -
Perkusi : sonor kiri=kanan, nyeri ketok CVA -
Auskultasi : ekspirasi memanjang (+/+), wh (+/+), rh (-/-)
Genitalia : tidak diperiksa
Anggota gerak : reflex fisiologis +/+
reflex patologis -/-
Oedem tungkai -/-
Pemeriksaan laboratorium
4 juli 2009
Darah
Hb : 13,8 g/dl
Leukosit : 23.000/mm3
Ht : 41/mm3
Trombosit : 515.000/mm3
GDS : 86mg/dl
Ureum : 76 mg/dl
Kreatinin : 0,45mg/dl
15
Na/K/Cl : 142/4,6/106 mg/dl
Diagnosis Kerja
Asma bronkhial persisten sedang dalam serangan akut sedang
Bronkitis akut
Gravid 24-26 minggu
Terapi
Rest, O2 3-4 liter/menit
Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf
Ventolin udv 6x1
Mucopect tablet 1x1
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Metil prednisolon 2x125 mg iv
Anjuran
Kimia klinik
Kultur dan sensitivity kuman banal
APE score pagi-sore
Spirometri
Follow up
4 Juli 2009
Anamnesis : sesak nafas (+), demam (+), batuk berdahak (+),
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 94x/menit
Nafas : 26x/menit16
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
APE pagi 29%
Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang
Bronkitis akut
Gravid 24-26 minggu
Terapi :
Rest, O2 3-4 liter/menit
Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf
Ventolin udv 6x1
Mucopect tablet 1x1
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Metil prednisolon 2x125 mg iv
Analisa gas darah pukul 17:18 WIB
Ph : 7,38
PCO2 : 27
PO2 : 63
HCO3 : 16
BE ECF : - 9,1
SO2 : 91 %
Tindakan simple mask 6 liter/menit (selama 1jam)
Analisa gas darah pukul 21:35 WIB
Ph : 7,39
PCO2 : 29
PO2 : 84
HCO3 : 17,6
BE ECF : - 7,4
17
SO2 : 96 %
Tindakan simple mask 6 liter/menit (selama 1jam)
Analisa gas darah pukul 23:32 WIB
Ph : 7,4
PCO2 : 27
PO2 : 98
HCO3 : 19,7
BE ECF : - 8,1
SO2 : 98 %
Tindakan O2 kanul 4 liter/menit
5 Juli 2009
Anamnesis : sesak nafas (+), demam (-), batuk berdahak (+),
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100x/menit
Nafas : 24x/menit
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang
Bronkitis akut
Gravid 24-26 minggu
Terapi :
Rest, O2 3-4 liter/menit
Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf
Ventolin udv 6x1
Mucopect tablet 1x118
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Metil prednisolon 2x125 mg iv
Analisa gas darah pukul 09:40 WIB
Ph : 7,47
PCO2 : 30
PO2 : 70
BE ECF : -1,0
SO2 : 95 %
Tindakan masker rebreathing 8 liter/menit
Terapi akut ventolin (I, II, III)
Pukul 14:00 WIB
Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 106x/menit
Nafas : 28x/menit
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
Analisa gas darah pukul 13:29 WIB
Ph : 7,42
PCO2 : 34
PO2 : 101
BE ECF : -1,8
SO2 : 99 %
Tindakan O2 kanul 3liter/menit
Pukul 17:30 WIB
Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+) dahak susah keluar
Pemeriksaan Fisik
19
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 120x/menit
Nafas : 28x/menit
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
Analisa gas darah pukul 17:41 WIB
Ph : 7,47
PCO2 : 30
PO2 : 70
HCO3 : 21,8
BE ECF : -1,0
SO2 : 95 %
Tindakan masker rebreathing 8 liter/menit
Terapi : Terapi akut ventolin (I, II, III)
Bisolvon injeksi 3x1amp
Mucopect aff
Analisa gas darah pukul 20:20 WIB
Ph : 7,49
PCO2 : 30
PO2 : 90
HCO3 : 22,9
BE ECF : 0,3
SO2 : 98 %
Tindakan masker rebreathing 6 liter/menit
Analisa gas darah pukul 01:00 wib sampel darah tidak cukup
6 Juli 2009
Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
20
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang
Bronkitis akut
Gravid 24-26 minggu
Terapi :
Rest, O2 3-4 liter/menit
Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf
Combivent udv 8x1
Pulmicor udv 2x1
Bisolvon injeksi 3x1amp
Ceftriaxone 2x2 gr iv
Metil prednisolon 2x125 mg iv
Analisa gas darah
Ph : 7,46
PCO2 : 32
PO2 : 91
HCO3 : 22,8
BE ECF : -1,0
SO2 : 97%
Tindakan O2 4 liter/menit
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
21
Hb : 11,5 g/dl
Leukosit : 20.300/mm3
LED : 92 mm/jam
Hitung jenis : 0/0/5/84/8/3
HT : 34 %
Trombosit : 463.000/mm3
Total kolesterol: 157 mg/dl
HDL : 38 mg/dl
LDL : 23 mg/dl
Trigliserida : 136 mg/dl
SGOT : 36 u/I
SGPT : 39 u/I
Urin
Mikroskopis : Leukosit : 2-3
Eritrosit : 0-1
Silinder : -
Kristal : -
Epitel : + gepeng
Kimia : Protein : -
Glukosa : -
Bilirubin : -
Urobilinogen : +
7 Juli 2009
Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
22
Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang
Bronkitis akut
Gravid 24-26 minggu
Terapi :
Rest, O2 3-4 liter/menit
Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf
Combivent udv 8x1
Pulmicor udv 2x1
Bisolvon injeksi 3x1amp
Ceftriaxone 2x2 gr iv
Metil prednisolon 2x125 mg iv
Pukul 17:10 WIB
Anamnesis : sesak nafas (+) setelah batuk, batuk berdahak (+) dahak susah keluar
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 120x/menit
Nafas : 18x/menit
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
Terapi Combivent udv 3x (I, II, III) selang 20menit
8 Juli 2009
Anamnesis : sesak nafas (+), batuk berdahak (+)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sedang
23
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Nafas : 20x/menit
Suhu : af
Paru : ekspirasi memanjang (+/+), wheezing(+/+),ronkhi (-/-)
Diagnosis : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan akut sedang
Bronkitis akut
Gravid 24-26 minggu
Terapi :
Rest, O2 3-4 liter/menit
Drip aminophilin 10cc dalam dextrose 5 %, 8jam/kolf
Combivent udv 8x1
Pulmicor udv 2x1
Bisolvon injeksi 3x1amp
Ceftriaxone 2x2 gr iv
Metil prednisolon 2x125 mg iv
DAFTAR PUSTAKA
1. Sundaru H, 2006.Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi
IV revisi, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 245-250
24
2. Price SA and Wilson LM, 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Buku 1, Edisi 4, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp 177-190
3. Yunus F. Konsep Mutakhir Penanganan Asma dalam: Simposium Sehari "Yang Benar
Tentang Asma". Jakarta. 27 Februari 1999
4. NHLBI/WHO Workshop Report. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for
Asthma Management and Prevention. NHLBI 1995.
25