77
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SP DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI BANGSAL FLAMBOYAN IV RSUD SALATIGA Di susun Oleh : Dwi Kurniawati (294045) Oktifa Erlina Sari (294056) Latif Abdurohman (284046) PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN 2014

Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Citation preview

Page 1: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SP DENGAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI

BANGSAL FLAMBOYAN IV RSUD SALATIGA

Di susun Oleh :

Dwi Kurniawati (294045)

Oktifa Erlina Sari (294056)

Latif Abdurohman (284046)

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH KLATEN

2014

Page 2: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan

laporan kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Tn. SP dengan Gangguan

Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Bangsal Flamboyan IV RSUD Salatiga.

Penyelesaian laporan kasus ini tidak terlepas dari peran berbagai pihak. Untuk itu

kami menguncapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu :

1. Sri Sanjayaningsih, S.Kep selaku pembimbing lahan dan perseptor mata

kuliah KDM.

2. Chori Elsera, S.Kep. Ns selaku pembimbing akademik mata kuliah

Kebutuhan Dasar Manusia (KDM).

3. Rekan-rekan mahasiswa program studi keperawatan STIKES

Muhammadiyah Klaten, yang senantiasa mendukung kami.

Mengingat terbatasnya kemampuan kami dalam menyelesaikan analisa laporan

kasus ini tentunya masih ada kekeurangan didalam makalah ini. Untuk itu kami

mengharapkan saran dan kritik yang mebangun dari pembaca agar nantinya dalam

penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Semoga analisa jurnal ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Salatiga, 30 Februari 2014

Penulis

Page 3: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 1

C. Tujuan ........................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi ......................................................................................... 3

B. Etiologi ......................................................................................... 3

C. Manifestasi klinik ......................................................................... 3

D. Patofisiologi ................................................................................. 5

E. Pathway ........................................................................................ 8

F. Pemeriksaan penunjang ................................................................ 9

G. Komplikasi ................................................................................... 11

H. Penatalaksanaan ........................................................................... 11

I. Kebutuhan Dasar Oksigenasi

1. Pengertian ................................................................................ 16

2. Fisiologi/pengaturan ................................................................ 16

3. Pathway ................................................................................... 17

4. Faktor yang mempengaruhi ..................................................... 17

5. Nilai-nilai normal .................................................................... 18

6. Jenis gangguan ......................................................................... 19

J. Pengkajian Keperawatan .............................................................. 21

K. Diagnosa Keperawatan ................................................................. 24

L. Rencana Keperawatan .................................................................. 25

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian .................................................................................. 30

B. Analisa Data ............................................................................... 36

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan ................................................ 36

D. Rencana Keperawatan ................................................................ 37

E. Implementasi Keperawatan ........................................................ 38

F. Evaluasi ...................................................................................... 44

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 47

B. Saran ............................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

iv

HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SP DENGAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI

BANGSAL FLAMBOYAN IV RSUD SALATIGA

Di susun Oleh :

Dwi Kurniawati

Oktifa Erlina Sari

Latif Abdurrohman

Makalah ini telah dilakukan konsultasi dengan pembimbing klinik sebagai

salah satu tugas akhir stase Kebutuhan Dasar Manusia (KDM)

Salatiga, 30 Juni 2014

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Sri Sanjayaningsih, S.Kep Chori Elsera, S.Kep., Ns

Mahasiswa

Dwi Kurniawati Oktifa Erlina Sari Latif Abdurrohman

Page 5: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum

terjadi di masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang

menyebabkan kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas)

tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup

lama. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang

mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.

Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka

kesakitan dengan urutan teratas. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah

India dan China dalam jumlah penderita TB paru di dunia.

Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk

dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan

kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang

kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat

diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara

berkembang. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita

TB akan meningkat.

Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3

penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah

sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum

terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB

diperkirakan 175.000 per tahun.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses gangguan oksigenasi?

2. Apa tanda dan gejala yang muncul (manifestasi klinis) dari gangguan

oksigenasi?

3. Apa pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan gangguan oksigenasi?

4. Bagaimana cara menangani gangguan pernapasan?

5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan oksigenasi?

Page 6: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

2

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan

gangguan oksigenasi.

2. Tujuan Khusus

a. Menjelaskan konsep dasar oksigenasi.

b. Menjelaskan asuhan keperawatan klien dewasa dengan gangguan

oksigenasi, meliputi :

1. Pengkajian gangguan oksigenasi.

2. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada klien dewasa dengan

gangguan oksigenasi.

3. Melakukan perencanaan pada klien dewasa dengan gangguan

oksigenasi.

Page 7: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

3

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman

TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru,

tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB

berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam

pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).

B. Etiologi

Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium

tuberculosis). Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu

tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai

Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari

langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan

lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama

beberapa tahun.

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk

atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet

(percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara

pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet

tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk

kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat

menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,

sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian

tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh

banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif

hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil

pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut

dianggap tidak menular.

C. Manifestasi Klinik

Diagnosa TB berdasarkan gejala dibagi menjadi 3, diantaranya:

1. Gejala respiratorik, meliputi:

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang

paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian

berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak

berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar

Page 8: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

4

dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya

pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar

kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak nafas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau

karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,

anemia dan lain-lain.

d. Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.

Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik meliputi:

a. Demam

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore

dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama

makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain :

Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan

berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam

beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk,

panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala

pneumonia.

3. Gejala Tuberkulosis ekstra Paru

Tergantung pada organ yang terkena, misalnya : limfedanitis

tuberkulosa. Meningitsis tuberkulosa, dan pleuritis tuberkulosa.

4. Gejala klinis Hemoptoe :

Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara

membedakan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Batuk darah

1) Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan

2) Darah berbuih bercampur udara

3) Darah segar berwarna merah muda

4) Darah bersifat alkalis

5) Anemia kadang-kadang terjadi

6) Benzidin test negatif

b. Muntah darah

1) Darah dimuntahkan dengan rasa mual

2) Darah bercampur sisa makanan

3) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

4) Anemia sering terjadi

5) Benzidin test positif

Page 9: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

5

c. Epistaksis

1) Darah menetes dari hidung

2) Batuk pelan kadang keluar

3) Darah berwarna merah segar

4) Darah bersifat alkalis

5) Anemia jarang terjadi

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC.

Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai

seorang “suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu

dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua

kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa

dahaknya.

D. Patofisiologi

Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara

tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat

lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet

nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan

pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam

droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat,

maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan

bakteri lewat udara disebut dengan air-borne infection. Bakteri yang terisap

akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga

alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan

menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberkolosis dan fokus ini disebut

fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada jaringan

limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks

primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan

menjadi sensitif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.

Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh

tubuh melalui berbagai jalan, yaitu:

1. Percabangan bronkhus

Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring

(menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.

2. Sistem saluran limfe

Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak

langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus

dan menimbulkan tuberkulosis milier.

Page 10: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

6

Aliran darah

Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau

mengangkut material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini

dapat mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal,

kelenjar adrenal, otak, dan meningen.

Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)

Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang

lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan

menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat

sakit lama/keras atau memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu

lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang

disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer. Infeksi ini dapat

terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca-

primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang baru masuk ke

tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ

paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks

paru.

Infeksi Primer

Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum

mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat

seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup

sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier

bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana.

Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara

pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,

saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru,

dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi

sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi

dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif

menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang

masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada

umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan

kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai

kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak

mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa

bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi,

yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,

diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)

Page 11: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

7

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau

tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun

akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis

pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau

efusi pleura.

Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan

meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25

% sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO 1996).

Pengaruh Infeksi HIV

Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh

seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti

tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan

mengakibatkan kematian. Bila jumlah horang terinfeksi HIV meningkat, maka

jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di

masyarakat akan meningkat pula.

Page 12: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

8

E. Pathway

Bersin, batuk

peradangan

Tuberculosis paru

Percikan dahak

Kuman TB (Mycrobacterium

Tuberculosis)

Mencapai lobus paru

Bakteri sampai pada bagian alveoli

Proses

peradangan

Granulasi

Chemorection Merangsang

pengeluaran

bradikinin,

prostaglandin, dan

histamine

Reseptor nyeri hypertermia

Peningkatan

suhu tubuh

nyeri

Pengeluaran batuk

droplet meningkat

Hypotalamus

Aktivitas seluler

meningkat

Pemecahan KH,

lemak, protein

Nutrisi kurang

dari kebutuhan

Kehilangan

otot/lemak dan

protein

Sel mucus

berlebihan

Stimulasi sel-sel

goblet dan sel

mukosa

Akumulasi secret

pada saluran

pernapasan

Peningkatan

produksi mucus

Gangguan ADL

kelemahan

Respon batuk

Bersihan jalan

nafas tidak efektif

Resiko penularan

Pengeluaran

droplet

Page 13: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

9

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan sputum (S-P-S)

Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan

pemeriksaan tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu

pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan

yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat

dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah

untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang

non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan

sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan

melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-

obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik

selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara

bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL

(bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara

bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka

sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya

sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadang-

kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang

terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang

mengandung kuman BTA mudah ke luar.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan

3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000

kuman dalam 1 mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+)

di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum,

sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan

diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur

memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti

18-30%.

Rekomendasi WHO skala IUATLD :

Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative

Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman

Ditemukan 10-99 BTA : 1+

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+

Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+

2. Pemeriksaan tuberculin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat

untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium

tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas

Page 14: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

10

dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari

90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji

tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun

75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat

bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang

spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai

sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan

uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan,

disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan

48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter

daripembengkakan (indurasi) yang terjadi.

3. Pemeriksaan Rontgen Thoraks

Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya

suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum

pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan

rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai

TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus.

Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang

ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur

dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau

suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian

kontras.

Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil

pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri

tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan

respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di

beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada

penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok pada klien

dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari

tingkat eksudatif yang besar.

4. Pemeriksaan CT Scan

Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB

inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik

ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan

kelengkungan beras bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema

perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan

bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada temuan CT scan

pada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum

yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap saat. Pemeriksaan CT scan

Page 15: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

11

sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavasitas dan

lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.

5. Radiologis TB Paru Milier

TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan

TB paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi

primer. TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara

masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering

disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan

rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-

nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi

parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa

klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul yang

sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat

lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung

banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.

6. Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan

mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies

Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainnya harus dilihat sifat

koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan

kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap

binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis

antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang

diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap

darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan

imunoglobulin terutama IgG dan IgA.

G. Komplikasi

Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan

komplikasi, diantaranya :

1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.

2. Komplikasi lanjut :

- Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom Obstruksi Pasca

Tubercolosis)

- Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis paru, Cor

pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, ARDS.

H. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :

1. Pencegahan Tuberkulosis Paru

a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul

erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan

Page 16: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

12

meliputi tes tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif,

maka pemeriksaan radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan

mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif,

berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan

kemoprofilaksis.

b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-

kelompok populasi tertentu misalnya: karyawan rumah

sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni rumah tahanan, dan siswa-

siswi pesantren.

- Vaksinasi BCG

- Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12

bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi

bakteri yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau

utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif,

sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok

berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif

karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan

remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang

bergaul erat dengan penderita TB yang menular, individu yang

menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi

positif, penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat

imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.

- Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit

tuberkulosis kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di

tingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM

(misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonsia –

PPTI).

2. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :

a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat

b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)

c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas

bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu

a. Fase intensif (2-3 bulan) :

Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah

sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat

bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat,

terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien

yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar

Page 17: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

13

pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2

bulan. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British

Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5

mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan

Etambutol 15 mg/kgBB.

b. Fase lanjutan (4-7 bulan).

Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu

yang lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat

selama fase lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi

selektif. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British

Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan

Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol dapat

diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.

Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi.

Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat

untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara

obat yang diberikan haruslah yang masih efektif.

Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat

tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi

WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan

Etambutol (Depkes RI, 2004).

Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO

menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori

didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk

itu, penderita dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:

1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)

Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan

penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier,

perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis

dengan gangguan neurologis, dan penderita dengan sputum negatif

tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan

sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin,

pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan

selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam

seminggu ( tahap lanjutan ).

2. Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )

Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum

tetap positif, diberikan kepada :

a. Penderita kambuh

b. Penderita gagal terapi

Page 18: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

14

c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat

3. Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )

Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya

tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam

kategori I.

4. Kategori IV

Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan

rendah karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.

Obat-obatan anti tuberkulostatik

1. Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan berharga

murah. Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap

regimen pengobatan, kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang

sering terjadi adalah neropati perifer yang biasanya terjadi bila ada

faktor-faktor yang mempermudah seperti diabetes, alkoholisme, gagal

ginjal kronik dan malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini perlu diberikan

peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis sejak awal pengobatan. Efek

samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi.

2. Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen

pengobatan. Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu

diikutkan kecuali bila ada kontra indikasi. Pada dua bulan pertama

pengobatan dengan rifampisin, sering terjadi gangguan sementara pada

fungsi hati (peningkatan transaminase serum), tetapi biasanya tidak

memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadi gangguan

fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat terutama

pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin menginduksi

enzim-enzim hati sehingga mempercepat metabolisme obat lain seperti

estrogen, kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea, dan anti-koagulan.

Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan berkurang sehingga perlu

dipilih cara KB yang lain.

3. Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel

yang aktif memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya

nyata pada dua atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat

untuk meningitis TB karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak

aktif terhadap Mycrobacterium bovis. Toksifitas hati yang serius kadang-

kadang terjadi.

4. Etambutol : digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada

resistensi. Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan.

Untuk pengobatan yang tidak diawasi, etambutol diberikan dengan dosis

25 mg/kg/hari pada fase awal dan 15 mg/kg/hari pada fase lanjutan (atau

15 mg/kg/hari selama pengobatan). Pada pengobatan intermiten di bawah

Page 19: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

15

pengawasan, etambutol diberikan dalam dosis 30 mg/kg 3 kali seminggu

atau 45 mg/kg 2 kali seminggu. Efek samping etambutol yang sering

terjadi adalah gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta

warna dan penyempitan lapangan pandang. Efek toksik ini lebih sering

bila dosis berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal. Gangguan

awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka

etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya

fungsi penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak bisa mengerti perubahan

ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi obat alternative lainnya.

Pemberian pada anak-anak harus dihindari sampai usia 6 tahun atau

lebih, yaitu disaat mereka bisa melaporkan gangguan penglihatan.

Pemeriksaan fungsi mata harus dilakukan sebelum pengobatan.

5. Streptomisin : saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus

resistensi. Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk

berat badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan

500-700 mg/hari. Untuk pengobatan intermiten yang diawasi,

streptomisin diberikan 1 g tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi

750 ng tiga kali seminggu bila berat badan kurang dari 50 kg. Untuk anak

diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-20 mg/kg tiga kali seminggu

untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam plasma harus diukur

terutama untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping

akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh

dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. Obat-obat sekunder

diberikan untuk TBC yang disebabkan oleh kuman yang resisten atau

bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidak bisa ditoleransi.

Termasuk obat sekunder adalah kapreomisin, sikloserin, makrolid

generasi baru (azitromisin dan klaritromisin), 4-kuinolon (siprofloksasin

dan ofloksasin) dan protionamid.

Tabel Panduan Pemberian Obat Anti-Tuberkulosis

Obat anti-TB

esensial Aksi Potensi

Rekomendasi Dosis

(mg/kgBB)

Per hari Per minggu

3x 2x

Isoniazid (INH)

Rifampisin (R)

Pirazinamid (Z)

Streptomisin (S)

Etambutol (E)

Bakterisidal

Bakterisidal

Bakterisidal

Bakterisidal

Bakteriostatik

Tinggi

Tinggi

Rendah

Rendah

Rendah

5

10

25

15

15

10

10

35

15

30

15

10

50

15

45

Page 20: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

16

I. Kebutuhan Oksigenasi

1. Pengertian

Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem

(kimia atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak

berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai

hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi

penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan

dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel (Wahit Iqbal Mubarak,

2007).

Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses

metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel

tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2

ruangan setiap kali bernapas (Wartonah Tarwanto, 2006).

Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan

manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism

sel tubuh. Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat berartibagi

tubu, salah satunya adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu

dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar

terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan

oksigen merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap

perawat harus paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada

klienya serta mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan

pemenuhan kebutuhan tesebut.

2. Fisiologi

Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atmosfer ,

kemudian masuk melalui organ pernafasan bagian atas selanjutnya masuk

ke organ pernafasan bagian bawah seperti trakea, bronkus, bronkiolus dan

selanjutnya masuk ke alveoli. Selain untuk jalan masuknya udara e organ

pernafasan bawah, organ pernafasan atas juga berfungsi untuk pertukaran

gas, proteksi terhadap benda asing yang akan masuk ke pernafasan bagian

bawah, menghangatkan, filtrasi, dan melembabkan gas sedangkan fungsi

Page 21: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

17

organ pernafasan bagian bawah selain sebagai tempat untuk masuknya

oksigen, juga dalam proses difusi gas.

3. Pathway

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

a. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi meliputi :

1. Penurunan kapasitas membawa oksigen

2. Penurunan konsentrasi oksigen oksigen yang diinspirasi

b. Faktor perkembangan

Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru

yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada

yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu

bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang

dengan proporsi terhadap diameter transversal. Pada orang dewasa thorak

diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada

bentuk thorak dan pola napas.

Oksigen (O2)

Organ pernafasan

Mekanisme proses pernafasan

Batuk, sesak Peningkatan CO2

Penurunan CO2 Sekret, batuk

Gangguan pola

nafas

Gangguan

pertukaran gas

Gangguan

bersihan jalan

nafas

Gangguan pola nafas

Page 22: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

18

c. Faktor lingkungan

Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi.

Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2

yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah

ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga

kedalaman pernapasan yang meningkat.

Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan

berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah

panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan curah

jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat.

Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh

darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan

menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan

akan oksigen.

d. Gaya hidup

Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman

pernapasan dan denyut jantung, demikian juga dapat meningkatkan

suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dapat menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan koroner

5. Nilai-Nilai Normal Dan Cara Yang Mempengaruhi

Keterangan Nilai normal

pH 7,35-7,45

PO2 10 – 13 kpa

PCO2 4-6 kpa

SPO2 >95%

Alat untuk pemberian O2 :

a. Kanula nasal, O2 dengan aliran 1-5 L/menit, konsentrasi 24 - 44%.

b. Sungkup muka, O2 selang seling 6-8 L/menit, konsentrasi 40-60%.

c. Sungkup muka dengan kantong rebrething : O2 dengan konsentrasi tinggi

yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 L/menit.

Page 23: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

19

d. Sungkup muka dengan kantong non rebrething, konsentrasi O2 mencapai

99% dengan aliran 8-12 L/menit, dimana udara inspirasitidak bercampur

dengan udara respirasi.

6. Jenis Gangguan

a. Hypoxia

Merupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam tubuh, dari gas yang

diinspirasi ke jaringan.

Penyebab terjadinya hipoksia :

1. gangguan pernafasan

2. gangguan peredaran darah

3. gangguan sistem metabolism

4. gangguan permeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen (nekrose).

b. Hyperventilasi

Jumlah udara dalam paru berlebihan. Sering disebut hyperventilasi

elveoli, sebab jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh,

yang berarti bahwa CO2 yang dieliminasi lebih dari yang diproduksi →

menyebabkan peningkatan rata – rata dan kedalaman pernafasan.

Tanda dan gejala :

a. pusing

b. nyeri kepala

c. henti jantung

d. koma

e. ketidakseimbangan elektrolit

c. Hypoventilasi

Ketidak cukupan ventilasi alveoli (ventilasi tidak mencukupi

kebutuhan tubuh), sehingga CO2 dipertahankan dalam aliran darah.

Hypoventilasi dapat terjadi sebagai akibat dari kollaps alveoli, obstruksi

jalan nafas, atau efek samping dari beberapa obat.

Tanda dan gejala:

a. napas pendek

b. nyeri dada

Page 24: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

20

c. sakit kepala ringan

d. pusing dan penglihatan kabur

d. Cheyne Stokes

Bertambah dan berkurangnya ritme respirasi, dari perafasan yang

sangat dalam, lambat dan akhirnya diikuti periode apnea, gagal jantung

kongestif, dan overdosis obat. Terjadi dalam keadaan dalam fisiologis

maupun pathologis.

Fisiologis :

a. orang yang berada ketinggian 12000-15000 kaki

b. pada anak-anak yang sedang tidur

c. pada orang yang secara sadar melakukan hyperventilasi

Pathologis :

a. gagal jantung

b. pada pasien uraemi ( kadar ureum dalam darah lebih dari 40mg%)

e. Kussmaul’s ( hyperventilasi )

Peningkatan kecepatan dan kedalaman nafas biasanya lebih dari 20 x per

menit. Dijumpai pada asidosisi metabolik, dan gagal ginjal.

f. Apneu

Henti nafas , pada gangguan sistem saraf pusat

g. Biot’s

Nafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan klien dengan

gangguan sistem saraf pusat. Normalnya bernafas hanya membutuhkan

sedikit usaha. Kesulitan bernafas disebut dyspnea.

J. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas

Pengkajian dengan TB Paru pada klien dewasa, meliputi :

a. Identitas

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,

agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status

perkawinan, dan penanggung biaya.

b. Riwayat Sakit dan Kesehatan

1) Keluhan utama

Page 25: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

21

Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru

meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua

golongan, yaitu:

a) Keluhan respiratoris, meliputi:

- Batuk, nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah

- Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya

berupablood streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah

- Sesak napas

- Nyeri dada

Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan

jumlah darah yang dikeluarkan:

- Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari 600 cc/24

jam.

- Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam.

- Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari 250

cc/24 jam.

b) Keluhan sistematis, meliputi:

- Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam

influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang

serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek

- Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan

berat badan, dan malaise.

2) Riwayat penyakit saat ini

Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan

perawat dalam melengkapi pengkajian.

Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila

beristirahat?

Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau

digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah

dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang

enak dalam melakukan pernapasan?

Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?

Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?

Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul

mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala

secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang

sedang dilakukan klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi),

kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).

Page 26: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

22

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru,

keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain.

Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada

masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan

antitusif.

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu

menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota

keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.

2. Pengkajian Pola Fungsi Gordon

1) Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan

apakah mempunyai kebiasaan merokok, minum minuman beralkhohol,

apakah melakukan pemeriksaan rutin, persepsi pasien tentang berat

ringannya sakit, persepsi tentang tingkat kesembuhan, pendapat asien

tentang keadaan kesehatan saat ini.

2) Pola aktivitas dan latihan

Rutinitas mandi, kebersihan sehari-hari, aktivitas sehari-hari, kemampuan

perawatan diri.

3) Pola istirahat dan tidur

Pola istirahat dan tidur, waktu, lama dan kualitas tidur, insomnia.

4) Pola nutrisi metabolik

Pola kebiasaan makan, makanan yang disukai dan tidak disukai, adakah

suplemen makanan yang dikonsumsi, jumlah makan yang masuk, adakah

nyeri telan, fluktuasi BB 6 Bulan terakhir naik atau turun, diit khusus.

5) Pola eliminasi

Kebiasaan BAB (Frekuensi, kesulitan, ada/tidak ada darah, penggunaan

obat pencahar). Kebiasaan BAK (frekuensi, bau, warna, kesulitan BAK :

disuria, nokturia, inkontenesia)

6) Pola kognitif dan perceptual

Nyeri (kualitas, intensitas, durasi, skala nyeri, cara mengurangi nyeri),

fungi panca indra (penglihatan, pendengaran, pengecapan, penghidu,

perasa,alat bantu), kemampuan bicara, kemampuan membaca.

7) Pola konsep diri

Bagaimana klien memandang dirinya, hal-hal apa yang disukai klien

mengenai dirinya, apakah klien dapat mengidentifikasi kekuatan antara

kelemahan yang ada pada dirinya, hal-hal apa yang dapat dilakukan klien

secara baik.

Page 27: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

23

8) Pola koping

Masalah utama selama masuk RS, Kehilangan/perubahan yang terjadi

sebelumnya, takut terhadap kekerasan, pandangan terhadap masa depan,

koping mekanisme yang digunakan saat terjadinya masalah.

9) Pola seksual reproduksi

Masalah menstruasi, papsmear terakhir, perawatan payudara setiap bulan,

apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual, apakah penyakit

sekarang menggagu fungsi seksual.

10) Pola peran hubungan

Peran pasien dalam keluarga dan mayarakat, apakah klien punya teman

dekat, siapa yang dipercaya untuk membantu, klien jika ada kesulitan,

apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat, bagaimana keterlibatan

klien?

11) Pola nilai kepercayaan

Apakah klien menganut suatu agama, menurut agama klien bagaimana

hubungan manusia dengan penciptanya, dalam keadaan sakit apakah

klien mengalami hambatan dalam ibadah.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : kesadaran, kondisi pasien secara umum, tanda-tanda

vital, pertumbuhan fisik, keadaan kulit.

b. Pemeriksaan secara fisik

1. Kepala : bentuk dan ukuran, pertumbuhan rambut, kulit kepala, mata,

telinga, hidung, mulut.

2. Leher, bentuk, gerakan, peningkatan JVP, Pembesaran tyroid,

kelenjar getah bening, tonsil, nyeri wakyu menelan.

3. Dada :

Paru :

Inspeksi : bentuk dada, kelainan bentuk dada, retraksi dada, jenis

pernafasan, pergerakan, keadaan kulit dada, kecepatan, kedalaman.

Palpasi : kesimetrisan ekspansi dada saat bernafas, nyeri tekan,

massa, taktil fremitus

Perkusi : bunyi paru

Auskultasi : suara paru

Jantung

Inspeksi : pulsasi aorta, ictus cordis

Palpasi : pulsasi aorta.

Perkus : batas jantung

Auskultasi : bunyi jantung

4. Abdomen

Inspeksi : bentuk, warna kulit, jejas.

Page 28: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

24

Auskultasi : frekuensi peristaltik usus

Perkusi : adanya udara, cairan.

Palpasi : adanya masa, kekenyalan, nyeri tekan.

5. Genetalia

Terpasang alat bantu, kelainan genitalia, kebersihan

6. Anus dan rektum

Pembesaran vena/hemoroid, atresia ani, peradangan, tumor.

7. Ekstremitas

4. Pemeriksaan penunjang

5. Terapi yang diberikan.

K. Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa yang mungkin muncul :

1. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental / sekret

darah, upaya batuk buruk.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan

efektif, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, tebal,

dan edema bronchial.

3. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan dengan

pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret,

penurunan pertahanan / penekanan proses imflamasi, malnutrisi, kurang

pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan ditandai

dengan peningkatan suhu tubuh (hypertermi).

5. Resiko regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi obat yang

harus diminum.

6. Hipertermi

Page 29: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

25

L. INTERVENSI

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif

Definisi : Ketidakmampuan untuk

membersihkan sekresi atau obstruksi dari

saluran pernafasan untuk mempertahankan

kebersihan jalan nafas.

Batasan Karakteristik :

- Dispneu, Penurunan suara nafas

- Orthopneu

- Cyanosis

- Kelainan suara nafas (rales, wheezing)

- Kesulitan berbicara

- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada

- Mata melebar

- Produksi sputum

- Gelisah

- Perubahan frekuensi dan irama nafas

Faktor-faktor yang berhubungan:

- Lingkungan : merokok, menghirup

asap rokok, perokok pasif-POK,

infeksi

- Fisiologis : disfungsi neuromuskular,

hiperplasia dinding bronkus, alergi

jalan nafas, asma.

- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan

nafas, sekresi tertahan, banyaknya

NOC :

Respiratory status : Ventilation

Respiratory status : Airway

patency

Aspiration Control

Kriteria Hasil :

Mendemonstrasikan batuk efektif

dan suara nafas yang bersih, tidak

ada sianosis dan dyspneu (mampu

mengeluarkan sputum, mampu

bernafas dengan mudah, tidak ada

pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas yang

paten (klien tidak merasa tercekik,

irama nafas, frekuensi pernafasan

dalam rentang normal, tidak ada

suara nafas abnormal)

Mampu mengidentifikasikan dan

mencegah factor yang dapat

menghambat jalan nafas

NIC :

Airway suction

Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning

Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah

suctioning.

Informasikan pada klien dan keluarga

tentang suctioning

Minta klien nafas dalam sebelum suction

dilakukan.

Berikan O2 dengan menggunakan nasal

untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal

Gunakan alat yang steril sitiap melakukan

tindakan

Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas

dalam setelah kateter dikeluarkan dari

nasotrakeal

Monitor status oksigen pasien

Ajarkan keluarga bagaimana cara

melakukan suksion

Hentikan suksion dan berikan oksigen

apabila pasien menunjukkan bradikardi,

peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management

Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift

atau jaw thrust bila perlu

Posisikan pasien untuk memaksimalkan

ventilasi

Page 30: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

26

mukus, adanya jalan nafas buatan,

sekresi bronkus, adanya eksudat di

alveolus, adanya benda asing di jalan

nafas.

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat

jalan nafas buatan

Pasang mayo bila perlu

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

tambahan

Lakukan suction pada mayo

Berikan bronkodilator bila perlu

Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl

Lembab

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2

2 Gangguan Pertukaran gas

Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam

oksigenasi dan atau pengeluaran

karbondioksida di dalam membran kapiler

alveoli

Batasan karakteristik :

Gangguan penglihatan

Penurunan CO2

Takikardi

Hiperkapnia

Keletihan

somnolen

Iritabilitas

NOC :

Respiratory Status : Gas exchange

Respiratory Status : ventilation

Vital Sign Status

Kriteria Hasil :

Mendemonstrasikan peningkatan

ventilasi dan oksigenasi yang

adekuat

Memelihara kebersihan paru paru

dan bebas dari tanda tanda distress

pernafasan

Mendemonstrasikan batuk efektif

dan suara nafas yang bersih, tidak

ada sianosis dan dyspneu (mampu

mengeluarkan sputum, mampu

NIC :

Airway Management

Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift

atau jaw thrust bila perlu

Posisikan pasien untuk memaksimalkan

ventilasi

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat

jalan nafas buatan

Pasang mayo bila perlu

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

tambahan

Lakukan suction pada mayo

Berika bronkodilator bial perlu

Page 31: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

27

Hypoxia

kebingungan

Dyspnoe

nasal faring

AGD Normal

sianosis

warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)

Hipoksemia

hiperkarbia

sakit kepala ketika bangun

frekuensi dan kedalaman nafas abnormal

Faktor faktor yang berhubungan :

ketidakseimbangan perfusi ventilasi

perubahan membran kapiler-alveolar

bernafas dengan mudah, tidak ada

pursed lips)

Tanda tanda vital dalam rentang

normal

Barikan pelembab udara

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan

keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan

usaha respirasi

Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,

penggunaan otot tambahan, retraksi otot

supraclavicular dan intercostal

Monitor suara nafas, seperti dengkur

Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,

kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot

Catat lokasi trakea

Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan

paradoksis)

Auskultasi suara nafas, catat area penurunan

/ tidak adanya ventilasi dan suara tambahan

Tentukan kebutuhan suction dengan

mengauskultasi crakles dan ronkhi pada

jalan napas utama

auskultasi suara paru setelah tindakan untuk

mengetahui hasilnya

Page 32: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

28

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Hari/tanggal : Rabu, 23 Januari 2013

Jam : 21.00 WIB

Ruang : Flamboyan 4

Perawat : Latif, Oktifa, Dwi

I. IDENTITAS

A. PASIEN

Nama : Tn. SP

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 33 Th

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Pekerjaan : petani

Alamat : Kali kendel

No.CM : 266481

Tanggal masuk RS : 23 Januari 2014, 11.00

Diagnosa medik : TB PARU

B. PENAGGUNG JAWAB

Nama : Yusriyadi

Umur : 28 tahun

Alamat : Kali kendel

II. RIWAYAT KEPERAWATAN

A. RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Keluhan utama

Pasien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, pasien mengatakan

bertambah seseg bila melakukan aktivitas, klien tampak lemah.

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengatakan awalnya datang dipuskesmas tengaran dan disuruh

mondok, pasien mondok dipuskesmas selama 2 hari. Setelah 2 hari

mondok dipuskemas pasien disuruh pulang untuk melakukan rongten di

BP4 untuk mendapatkan surat rujukan dipuskesmas, setelah

mendapatkan surat rujukan dari puskesmas pasien datang di IGD rumah

sakit RSUD Salatiga. Pasien datang di IGD rumah sakit RSUD Salatiga

pada tanggal 23 januari 2014 jam 12.09 WIB dengan keluhan sesak

nafas, batuk berdahak. Pasien mengatakan badannya lemas, pasien

tampak lemah lalu di IGD rumah sakit RSUD Salatiga pasien

Page 33: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

29

mendapatkan terapi infus RL+amynophilin 20 tetes/menit, cefotaxime 1

gram/iv, ranitidin 50 mg/iv.

3. Riwayat penyakit masa lalu

Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya, pasien baru 1x

dirawat dirumah sakit. Pasien tidak mempunyai alergi dengan obat-

obatan ataupun makanan. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi.

B. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

1. Genogram

: Laki-laki : Pasien

: Perempuan : Tinggal bersama

C. PENGKAJIAN POLA FUNGSI GORDON

1. Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan

Pasien mengatakan kesehatanya sangat penting. Pasien jika sakit

memeriksakanya dipuskesmas. Pasien saat dirumah tidak merokok.

2. Pola nutrisi metabolik

Sebelum sakit : pasien makan sehari 3 kali, habis 1 porsi setiap kali

makan. Saat dirumah pasien makan sayur, lauk, dan nasi.

Untuk minum pasien minum ±5 gelas perhari (±1000 cc),

minum yang biasanya diminum pasien adalah air putih dan

teh.

Selama sakit : pasien makan sehari 3 kali habis 1 porsi, saat dirumah

sakit pasien makan nasi dan sayur. Untuk minum pasien

minum ± 4 gelas perhari (± 800 cc), minum yang biasa

diminum air putih dan teh.

3. Pola eliminasi

Sebelum sakit : pasien dirumah BAB sehari 1x, kadang 2 hari 1 kali

konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, tidak ada

lendir darah.

Page 34: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

30

Pasien BAK sehari ± 4 kali/hari, warna urine kuning

jernih, jumlah ± 950 cc. Tidak ada kesulitan saat BAK,

tidak ada disuria, hematuri, retensi urin.

Selama sakit : selama dirumah sakit pasien belum BAB.

Pasien BAK sehari sehari ± 7 kali/hari, urin kuning jernih,

jumlah ± 2000 cc. Tidak ada kesulitan sat BAK, tidak ada

hematuri, tidak terpasang kateter.

4. Pola aktivitas dan latihan

Sebelum sakit : klien melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri mulai

dari makan/minum, berpakaian, mandi, toileting, mobilisasi.

Saat sakit : aktivitas klien terbatas dengan penilaian sebagai berikut :

Aktivitas 0 1 2 3 4

Mandi √

Berpakaian √

Mobilisasi di TT √

Pindah √

Ambulasi √

Makan/minum √

Keterangan :

Score 0 : mandiri

Score 1 : dibantu sebagian

Score 2 : perlu dibantu orang

lain

Score 3 : perlu bantuan orang

lain dan alat

Score 4 : tergantung,tidak

mampu

5. Pola istirahat dan tidur

Sebelum sakit : pasien tidur ± 8 jam/hari dari jam 21.00 - 05.00, kadang

tidak tidur siang.

Selama sakit : pasien selama dirumah sakit saat malam hari pasien

kadang tidak bisa tidur, karena ramai tetapi kalau siang

pasien bisa tidur ± 1 jam pukul 13.00-14.00.

6. Pola kognitif dan perceptual

Pasien bisa berkomunikasi dengan baik, penglihatan pasien masih baik,

pasien tidak memakai alat bantu kaca mata, pasien juga bisa membedakan

bau teh, kopi dll.

7. Pola konsep diri

Pasien mengatakan selama dirumah sakit tidak dapat melakukan aktivitas

serta mncarai nafkah untuk anak dan istri. Ia merasa keluarga dan

tetangganya sayang dan peduli dg klien. Ia menyadari bahwa di rumah

sakit hanya menyusahkan keluarga, tidak bisa bertanggung jawab untuk

mencari nafkah.

Page 35: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

31

8. Pola koping

Pasien mengatakan apabila ada masalah selalu didiskusikan dengan istri,

keluaraga ataupun anak-anaknya.

9. Pola seksual-reproduksi

Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga juga sebagai ayah

dan istri.

10. Pola peran berhubungan

Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga juga berperan

sebagai ayah. Selama dirumah sakit pasien ditunggu oleh istrinya.

Keluarga mengatakan hubungan pasien dengan masyarakat sekitar baik.

Klien selalu menghadiri rapat dan gotong royong bersama-sama.

11. Pola nilai dan kepercayaan

Sebelum sakit : pasien beribadah, sholat 5 waktu dan berdoa

Selama sakit : saat sakit klien tidak mampu menjalankan

kewajiban. Klien hanya beribadah dan berdoa

ditempat tidur semoga cepat diberi kesembuhan

dan kesehatan.

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal, 23 Januari 2014)

A. KEADAN UMUM

1. Kesadaran : komposmentis, E4V5M6, orientasi baik

2. Kondisi pasien secara umum : pasien tampak lemah, tidak ada sianosis,

batuk produktif, ada sputum.

3. Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg

S : 36,7 oC

N : 92 x/menit

RR : 30x/menit

B. PEMERIKSAAN SECARA SISTEMIK

1. Kepala

a. Bentuk mesocepal, rambut terlihat bersih, warna rambut hitam, kulit

kepala tidak ada lesi, tak ada benjolan.

b. Mata : kelopak mata tidak ada pembengkakan, konjungtiva berwarna

merah muda, tidak ada konjungtivitis, mata bersih.

c. Telinga : tidak ada serumen, tidak bengkak, tidak ada gangguan

dipendengeran dan tidak memaka alat bantu.

d. Hidung : tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada nyeri tekan,

terpasang alat bantu O2 nasal kanul 3 L/menit

e. Mulut : bibir lembab, tidak ada sianosis, simetris. Mukosa lembab,

tidak ada pendarahan, tidak ada stomatitis.

Page 36: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

32

2. Leher

Tidak ada pembesaran limfe dan kelenjar tiroid, serta peningkatan JVP

3. Dada : paru dan jantung

PAYUDARA :

Inspeksi : simetris, tidak ada edema, tidak ada benjolan

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

PARU :

Inspeksi : gerak dada simetris, tidak ada kelainan bentuk dada,

tidak ada otot bantu pernafasan, terdapat retraksi dinding

dada.

Auskultasi : terdapat bunyi nafas ronchi basah di paru kanan

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada suara krepitasi,

Perkusi : resonan

JANTUNG :

Inspeksi : tidak tampak adanya ictus cordis

Auskultasi : terdengar bunyi S1 lup – S2 dup

Palpasi : ictus cordis teraba pada intercosta ke 5,6

Perkusi : redup

4. Abdomen

Inspeksi : warna kulit coklat, tidak ada jejas

Auskultasi : peristaltik usus 18x/menit

Palpasi : tympani

Perkusi : tidak ada nyeri tekan

5. Genetalia

Tidak terpasang kateter

6. Anus dan Rektum

Tidak benjolan pada rectum dan tidak ada pembesaran hemoroid, tidak

ada peradangan.

7. Ektremitas

Atas : anggota gerak lengkap, terpasang iv kateter RL 20 tpm di vena

dorsalis dextra.

Bawah : kedua kaki tidak ada edema, tidak ada varices, tidak ada

kelemahan otot.

Kekuatan otot :

5 5

5 5

Page 37: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

33

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan hematologi, tgl 23 Januari 2014

Keterangan Nilai Nilai normal

Lekosit 10,8 x 103

/µL 4,5-10 x 103 /µL

Eritrosit 5,10 x 106

/µL 4,5-5,5 x 106

/µL

HB 13,2 g/dL 14-18 g/dL

Hematokrit 39,8 % 40 – 54 %

MCV 77,9 FL 85-100 FL

MCH 26,0 Pg 28-31 Pg

MCHC 33,3 g/dL 30-35 g/dL

Trombosit 376 x 103

/µL 150-450 x 103

/µL

Golongan darah A -

Kimia Klinik

Gula Sewaktu 66 mg/dl <144 mg/dl

Ureum 18 mg/dl 10-50 mg/dl

Creatinin 1,4 mg/dl <1,4 mg/dl

SGOT 24 u/e <37 u/e

SGPT 16 u/e <42 u/e

V. TERAPI YANG DIBERIKAN

Tanggal 23 Januari 2014

Terapi O2 3 L/menit

Infus RL + Aminhophilin 20 tpm

Injeksi cefotaxime 1 gram/12 jam Jam 09.00 dan 21.00

Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00

Ambroxol 30 mg/8 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00

Tanggal 24 Januari 2014

Terapi O2 3 L/menit

Infus RL + Aminhophilin 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/24 jam Jam 09.00

Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00

Ambroxol 30 mg/12 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00

FDC 1.III tablet Jam 12.00

Tanggal 25 Januari 2014

Terapi O2 3 L/menit

Infus RL + Aminhophilin 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/24 jam Jam 09.00

Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00

Ambroxol 30 mg/12 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00

FDC 1.III tablet Jam 12.00

Page 38: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

34

VI. ANALISA DATA

No Data Etiologi Problem

1 DS : Pasien mengatakan

sesak nafas, Pasien

mengatakan batuk

berdahak

DO : Tidak ada sianosis,

Tidak ada cuping

hidung, Batuk

produktif, Ada

sputum, ronchi

basah

TD:110/80 mmHg

S: 36,7ºC

N: 92 x/menit

RR: 30x/menit

Penumpukan

Sputum, penyakit

TB paru

Ketidakefektifan

jalan nafas

2 DS : Pasien mengatakan

bertambah sesag

jika melakukan

aktivitas.

DO : Pasien tampak

lemes, Aktifitas

terlihat terbatas,

Terpasang kanul O2

3 L/menit

Keletihan/kelemahan Intoleransi aktifitas

VII. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan Penumpukan Sputum

ditandai dengan Pasien mengatakan sesak nafas, Pasien mengatakan batuk

berdahak, Tidak ada sianosis, Tidak ada cuping hidung, Batuk produktif,

Ada sputum, ronchi basah.

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Keletihan/kelemahan ditandai

dengan Pasien mengatakan bertambah sesag jika melakukan aktivitas,

Pasien tampak lemes, Aktifitas terlihat terbatas, Terpasang kanul O2 3

L/menit.

Page 39: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

35

VIII. RENCANA KEPERAWTAN

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Ketidakefektifan jalan nafas

berhubungan dengan

Penumpukan Sputum ditandai

dengan Pasien mengatakan

sesak nafas, Pasien

mengatakan batuk berdahak,

Tidak ada sianosis, Tidak ada

cuping hidung, Batuk

produktif, Ada sputum, ronchi

basah, penurunan suara nafas.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan

selama 3 x 24 jam di harapkan klien

menunjukkan jalan nafas yang paten dengan

kiteria hasil :

- Suara nafas yang bersih, tidak ada

sianosis dan dyspneu (mampu

mengeluarkan sputum, mampu bernafas

dengan mudah)

- irama nafas, frekuensi pernafasan dalam

rentang normal, tidak ada suara nafas

abnormal)

NIC :

Airway Management

1. Berikan terapi oksigen (O2)

2. Keluarkan sekret dengan batuk

3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

4. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu

nafas.

5. Monitor respirasi dan status O2

6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara

tambahan

7. Atur intake untuk cairan untuk mengencerkan

sekret.

8. Berikan bronkodilator

2 Intoleransi aktifitas

berhubungan dengan

Keletihan/kelemahan ditandai

dengan Pasien mengatakan

bertambah sesag jika

melakukan aktivitas, Pasien

tampak lemes, Aktifitas terlihat

terbatas, Terpasang kanul O2 3

L/menit, RR : 30x/menit

Setelah dilakukan asuhan keperawatan

selama 3 x 24 jam di harapkan klien

menunjukkan jalan nafas yang paten dengan

kiteria hasil :

- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik

tanpa disertai peningkatan tekanan

darah, nadi dan RR

- Mampu melakukan aktivitas sehari hari

(ADLs) secara mandiri

NIC :

Energy Management

1. Observasi adanya pembatasan klien dalam

melakukan aktivitas

2. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan

3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan

emosi secara berlebihan

5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

Page 40: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

36

IX. IMPLEMENTASI

Tanggal 23 Januari 2014

Dx Jam Implementasi Respon Pasien TTD, nama

1,2

1

1

1

2

1

1,2

1

1,2

1

1

2

2

20.00

20.05

20.10

20.45

21.00

21.00

21.30

21.45

22.00

23.00

02.00

04.00

05.00

1. Menerima operan jaga

2. Mengganti cairan infus

3. Berikan terapi O2 dengan nasal kanul

4. Memposisikan pasien semi fowler.

5. Mengobservasi adanya pembatasan

klien dalam melakukan aktivitas

6. Mengkaji adanya factor yang

menyebabkan kelelahan.

7. Memberikan terpai farmakologi

cefotaxime 1 gram.

8. Mengkaji suara nafas, catat adanya

suara tambahan

9. Memantau kondisi pasien

10. Memonitor tetesan infus

11. Memantau kondisi pasien

12. Monitor tetesan infus

13. Mengganti cairan intravena

14. Menyediakan air hangat untuk

kebersihan personal higiene (mandi)

15. Memonitor pasien akan adanya

kelelahan fisik secara berlebihan

16. Memonitor respon kardivaskuler

S : pasien mengatakan seseg berkurang

O : RR : 30x/menit

S : -

O : anjurkan untuk membatasi aktivitas

S :

O : anjurkan untuk menghemat energi

S : pasien mengatakan tangan kemeng.

O : Obat masuk melalui IV Cateter

S : -

O : terdengar suara ronchi basah di paru

sebelah kanan

S : -

O : kondisi pasien lemah

S : -

O : Pasien tidur

S : -

O : tidak ada kelelahan fisik secara berlebihan

S : -

Latif

Page 41: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

37

1,2

2

1

1

1

06.00

06.20

06.30

06.45

07.00

07.00

terhadap aktivitas

17. Memantau Vital Sign

18. Menganjurkan pasien untuk makan

secara teratur

19. Monitor kondisi umum, respirasi dan

status O2

20. Menganjurkan pasien untuk minum air

hangat untuk membantu mengeluarkan

sekret

21. Memberikan terapi Ambroxol 30 mg 1

tablet.

22. Melakukan operan jaga pada perawat

jaga pagi

O : Nadi 90x/menit

S : -

O : TD : 100/90 mmHg, N : 90x/menit, S :

36,5 oC

S : pasien mengatakan makan habis 1 porsi

O : makan habis 1 porsi

S : Pasien mengatakan batuk, lemes

O : keadaan umum sedang, SPO2 97%

S : -

O : Obat masuk peroral tidak dimuntahkan.

Tanggal 24 Januari 2014

Dx Jam Implementasi Respon Pasien TTD, nama

1

1

2

2

1

07.00

07.30

08.15

08.15

08.30

09.00

09.45

1. Menerima operan jaga

2. Memberikan lingkungan yang nyaman

dengan membersihkan tempat tidur

pasien

3. Memposisikan pasien semi fowler.

4. Memberikan terapi oksigen O2 3 Lpm

5. Memonitor pasien akan adanya

kelelahan fisik secara berlebihan

6. Memberikan terapi farmakologi

Ceftriaxone 1 gram, ranitidin 50 mg

7. Mengkaji suara nafas, catat adanya

S : Klien mengatakan seseg berkurang

O : -

S : klien mengatakan seseg setelah beraktivitas

O : -

S : pasien mengatakan tangan kemeng saat

obat masuk

O : Obat masuk melalui IV Cateter

S : -

Page 42: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

38

1

1

1,2

2

1

2

1

1,2

10.00

10.30

10.45

11.30

12.00

12.15

13.00

14.00

suara tambahan

8. Mengganti cairan intravena

9. Monitor respirasi dan status O2

10. Memantau Vital Sign dan kondisi

umum.

11. Memonitor pasien akan adanya

kelelahan fisik secara berlebihan

12. Memberikan terapi farmakologi

Ambroxol 30 mg dan FDC III Tablet

13. Memantau intake nutrisi

14. Memantau cairan intravena

15. Melakukan operan jaga

O : masih terdengar bunyi ronchi basah

S : -

O : amynophilin 24 mg drip infus

S : klien mengatakan sesek berkurang

O : O2 3 Lpm, RR : 32x/menit, SPO2 96%

S : pasien mengatakan batuk, seseg.

O : TD : 110/90 mmHg, N : 112x/menit S :

36,8 oC

S : -

O : tidak ada kelelahan fisik yang berlebihan

S : -

O : obat masuk peroral tidak dimuntahkan

S : klien mengatakan makanan habis 1 porsi

O : makanan habis 1 porsi

S : -

O : -

Oktifa

1

1

1

2

2

14.00

14.15

14.30

15.00

16.01

16.30

16.35

1. Menerima operan jaga

2. Memantau O2

3. Memposisikan pasien semi fowler.

4. Mengkaji suara nafas, catat adanya

suara tambahan

5. Menyediakan air hangat untuk

kebersihan personal higiene (mandi)

6. Memonitor pasien akan adanya

kelelahan fisik secara berlebihan

7. Memonitor respon kardivaskuler

terhadap aktivitas

S : -

O : O2 3 Lpm

S : klien mengatakan sesek berkurang

O : -

S : -

O : masih terdengar bunyi ronchi basah di paru

sebelah kanan

S : -

O : tidak ada kelelahan fisik secara berlebihan

S : -

O : Nadi 90x/menit

Page 43: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

39

1,2

2

1

2

16.45

17.00

17.45

18.00

19.00

20.00

8. Memantau Vital Sign

9. Monitor kondisi umum, respirasi dan

status O2

10. Mengganti cairan intravena

11. Memantau intake nutrisi

12. Mengkaji suara nafas, catat adanya

suara tambahan

13. Melakukan operan jaga

S : -

O : TD : 110/90 mmHg, N : 102x/menit R :

30x/menit, S : 37 O

C

S : klien mengatakan masih sesek

O : RR : 30x/menit, SPO2 97%

S : klien mengatakan makan habis 1 porsi

O : makanan tampak habis.

S : -

O : terdengar bunyi paru ronchi basah.

Dwi Kurniawati

1,2

1

1

2

1,2

1

1,2

1

1,2

20.00

20.10

20.10

20.15

21.00

21.30

21.45

22.00

23.00

1. Menerima operan jaga

2. Memposisikan pasien semi fowler.

3. Memantau terapi oksigen O2

4. Mengobservasi adanya pembatasan

klien dalam melakukan aktivitas

5. Menganjurkan pasien untuk menghemat

tenaga dalam aktivitas

6. Memberikan terpai farmakologi

cefotaxime 1 gram.

7. Mengkaji suara nafas, catat adanya

suara tambahan

8. Memantau kondisi pasien

9. Memonitor tetesan infus

10. Mengganti cairan intravena

S : pasien mengatakan seseg berkurang

O : -

S : -

O : Oksigen 3 Lpm

S : -

O : terdengar bunyi nafas ronchi basah di paru

kanan

S : klien mengatakan sesek sudah berkurang

O : O2 3 Lpm

Latif

Page 44: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

40

1

1

1,2

2

1

1

02.00

04.00

05.00

06.00

06.20

06.30

07.00

07.00

11. Monitor tetesan infus

12. Menyediakan air hangat untuk

kebersihan personal higiene (mandi)

13. Memonitor pasien akan adanya

kelelahan fisik secara berlebihan

14. Memonitor respon kardivaskuler

terhadap aktivitas

15. Memantau Vital Sign

16. Menganjurkan pasien untuk makan

secara teratur

17. Monitor kondisi umum, respirasi dan

status O2

18. Memberikan terapi Ambroxol 30 mg 1

tablet.

19. Melakukan operan jaga pada perawat

jaga pagi

S : -

O : amynophilin 24 mg drip infus

S : klien mengatakan masih sesek setelah

aktivitas

O :

S : pasien mengatakan batuk berkurang, seseg

berkurang

O : TD : 100/90 mmHg, R 29x/menit, S 37 oC

S : klien mengatakan makan habis 1 porsi

O : makanan habis 1 porsi

S : -

O : RR : 30x/menit, SPO2 97%

S :

O : Obat masuk peroral tidak dimuntahkan

Tanggal, 25 Januari 2014

Dx Jam Implementasi Respon Pasien TTD, nama

1

07.00

07.00

07.15

08.00

1. Menerima operan jaga

2. Mengganti cairan intravena

3. Memberikan lingkungan yang nyaman

dengan merapikan dan membersihkan

tempat tidur

4. Memposisikan pasien semi fowler.

S : Klien mengatakan seseg berkurang

O : -

Page 45: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

41

1

1

1

1

1,2

2

2

1

2

1

08.00

09.00

11.00

11.15

11.45

12.00

12.00

13.00

14.00

14.00

5. Mengkaji suara nafas, catat adanya

suara tambahan

6. Memberikan terapi farmakologi

Ceftriaxone 1 gram, ranitidin 50 mg

7. Monitor kondisi umum, respirasi dan

status O2

8. Monitor vital sign

9. Memonitor pasien akan adanya

kelelahan fisik secara berlebihan

10. Memonitor respon kardivaskuler

terhadap aktivitas

11. Memberikan terapi farmakologi

ambroxol 30 mg dan FDC III tablet

12. Memonitor intake nutrisi

13. Mengganti cairan infus

14. Melakukan operan jaga

S : -

O : masih terdengar bunyi ronchi basah

S : -

O : obat masuk melalui iv cateter

S : klien mengatakan masih sesek, tapi sudah

berkurang

O : RR : 28x/menit, SPO2 96%

S :

O : TD : 110/90 mmHg, 98x/menit, S : 37,3 oC

S : masih sesek setelah beraktivitas

O : -

S : -

O : Nadi 98x/menit

S : -

O : obat masuk peroral dan tidak dimuntahkan

S : klien mengatakan makan habis 1 porsi.

O : makanan habis 1 porsi

Oktifa

1

1

1

2

1

20.00

20.30

20.50

21.00

05.30

05.35

1. Menerima operan jaga

2. Memposisikan pasien semi fowler

3. Memantau oksigen (O2)

4. Memberikan terapi farmakologi

Ambroxol 30 mg dan ranitidin 50 mg

5. Mengkaji suara nafas, catat adanya

suara tambahan

1. Memonitor respon kardivaskuler

S : Klien mengatakan masih seseg

O : RR 36x/menit

S : -

O : O2 3 Lpm

S :-

O : Ambroxol 30 mg masuk peroral, ranitidin

50 mg masuk perintravena cateter

S : -

O : terdengar suara nafas ronchi basah di paru

sebelah kanan

S : setelah berjalan merasa seseg

Page 46: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

42

2

2

2

2

05.40

05.45

07.00

07.00

terhadap aktivitas

2. Monitor kondisi umum, respirasi dan

status O2

3. Memonitor pasien akan adanya

kelelahan fisik secara berlebihan

4. Memonitor nutrisi dan sumber energi

yang adekuat.

5. Memberikan Ambroxol 30 mg

O : -

S : -

O : SPO2 94%, N : 103, RR : 40x/menit

S : -

O : tidak ada otot bantu pernafasan

S : Makan habis 1 porsi

O : Diit lunak

S : Obat sudah diminum setelah makan

O : Obat masuk peroral

Dwi Kurniawati

X. EVALUASI

Tanggal DK Evaluasi TTD, Nama

23 Januari 2014

Jam 07.00

1 S : Pasien mengatakan masih merasakan sesak nafas

O : - Pasien masih tampak sesak TD : 100/90 mmHg, N : 90x/menit, S : 36,5 oC

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

1.Berikan terapi oksigen (O2)

2.Keluarkan sekret dengan batuk

3.Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

5.Monitor respirasi dan status O2

6.Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

8.Berikan bronkodilator

Latif

2 S : pasien mengatakan masih sesak setelah beraktifitas

O : nafas tampak cepat RR : 30x/m TD : 100/90 mmHg, N : 90x/menit, S : 36,5 oC

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi

1.Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

3.Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

Latif

Page 47: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

43

4.Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik secara berlebihan

5.Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

24 Januari 2014

Jam 14.00

1 S : Pasien mengatakan sesak nafas berkurang

O : RR: 32x/menit, SPO² 96% TD : 110/90 mmHg, N : 112x/menit S : 36,8 oC

A : Masalah belum teratasi

P : Lajutkan Intervensi

1.Berikan terapi oksigen (O2)

2.Keluarkan sekret dengan batuk

3.Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

5.Monitor respirasi dan status O2

6.Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

8.Berikan bronkodilator

Oktifa

24 Januari 2014

Jam 14.00

2 S : Pasien mengatakan masih sesak nafas setelah beraktifitas

O : RR 30x/menit TD : 110/90 mmHg, N : 112x/menit S : 36,8 oC

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi

1.Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

3.Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

4.Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik secara berlebihan

5.Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

Oktifa Erlina Sari

25 Januari 2014

Jam 07.00

1 S : Pasien mengatakan sesak sudah berkurang

O : O2 3 Lpm, TD : 110/90 mmHg, S : 37,3 oC, SPO2 94%, N : 103, RR : 40x/menit

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi

1.Berikan terapi oksigen (O2)

Page 48: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

44

2.Keluarkan sekret dengan batuk

3.Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

5.Monitor respirasi dan status O2

6.Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

8.Berikan bronkodilator

Dwi Kurniawati

25 Januari 2014

Jam 07.00

2 S : Pasien mengatakan masih sesek setelah beraktivitas

Pasien mengatakan makanan habis

O : N : 103, RR : 40x/menit, Makanan habis 1 porsi

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi

1.Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

3.Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat

4.Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik secara berlebihan

5.Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

Dwi Kurniawati

Page 49: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

45

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yang berarti bagi tubuh, salah

satunya adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk

mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan baik.

Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan oksigen merupakan garapan

perawat tersendiri, oleh karena itu setiap perawat harus paham dengan

manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen pada klienya serta mampu mengatasi

berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tesebut.

B. Saran

1. Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala

adanya gangguan oksigenasi.

2. Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan

sesuai dengan rencana keperawatan pada penderita gangguan kebutuhan

oksigenasi.

Page 50: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

46

DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, A aziz. 2006. Pengantar KMB aplikasi konsep dan proses

keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Jackson, Marilyn. 2011. Seri panduan praktis keperawatan klinis. Jakarta :

Elangga

Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian fisik keperawatan. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC

Tarwoto dan wartonah. 2011. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika

Taylor, Cynthio M. 2010. Diagnosa keperawatan dengan rencna asuhan. Jakarta :

EGC

Wilkinson, Judith. 2011. Buku saku diagnosa keperawatan. Jakarta : EGC

Page 51: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. SP DENGAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI BANGSAL FLAMBOYAN IV RSUD SALATIGA

Kelompok 16 Dwi Kurniawati Latif A Oktifa Erlina

Page 52: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur

vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan

kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.

Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara

menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas (Wartonah

Tarwanto, 2006).

Page 53: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Alat untuk pemberian O2 :

• Kanula nasal, O2 dengan aliran 1-5 L/menit, konsentrasi 24 - 44%.

• Sungkup muka, O2 selang seling 6-8 L/menit, konsentrasi 40-60%.

• Sungkup muka dengan kantong rebrething : O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 L/menit.

• Sungkup muka dengan kantong non rebrething, konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8-12 L/menit, dimana udara inspirasitidak bercampur dengan udara respirasi.

Page 54: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Jenis Gangguan Oksigenasi

• Hipoxia

• Hyperventilasi

• Hypoventilasi

• Cheyne Stokes

• Kussmaul’s ( hyperventilasi )

• Apneu

• Biot’s

Page 55: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Pengkajian keperawatan pada gangguan oksigenasi

• Identitas

• Keluhan utama

• Riwayat penyakit sekarang

• Riwayat penyakit dahulu

• Pengkajian pola fungsi gordon

• Pemeriksaan fisik head to toe

• Pemeriksaan penunjang

• Terapi

Page 56: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan oksigenasi

1. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental / sekret darah, upaya batuk buruk.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, tebal, dan edema bronchial.

3. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret, penurunan pertahanan / penekanan proses imflamasi, malnutrisi, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan ditandai dengan peningkatan suhu tubuh (hypertermi).

5. Resiko regimen terapi berhubungan dengan banyaknya kombinasi obat yang harus diminum.

6. Hipertermi

Page 57: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Asuhan Keperawatan

Pengkajian tanggal 23 Januari 2014

• PASIEN

Nama : Tn. SP

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 33 Th

Agama : Islam

Status perkawinan : Menikah

Pekerjaan : petani

Alamat : Kali kendel

No.CM : 266481

Tanggal masuk RS : 23 Januari 2014, 11.00

Diagnosa medik : TB PARU

Page 58: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Keluhan Utama 1. Keluhan utama

Pasien mengatakan sesak nafas, batuk berdahak, pasien mengatakan bertambah seseg bila melakukan aktivitas, klien tampak lemah.

2. Riwayat penyakit sekarang Mendapatkan surat rujukan dari puskesmas pasien datang di IGD rumah sakit RSUD Salatiga. Pasien datang di IGD rumah sakit RSUD Salatiga pada tanggal 23 januari 2014 jam 12.09 WIB dengan keluhan sesak nafas, batuk berdahak. Pasien mengatakan badannya lemas, pasien tampak lemah lalu di IGD rumah sakit RSUD Salatiga pasien mendapatkan terapi infus RL+amynophilin 20 tetes/menit, cefotaxime 1 gram/iv, ranitidin 50 mg/iv.

Page 59: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

• Riwayat penyakit masa lalu

Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya, pasien baru 1x dirawat dirumah sakit. Pasien tidak mempunyai alergi dengan obat-obatan ataupun makanan. Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi.

Page 60: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Pengkajian pola fungsi gordon

1.Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan

Pasien mengatakan kesehatanya sangat penting. Pasien jika sakit memeriksakanya dipuskesmas. Pasien saat dirumah tidak merokok.

Page 61: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

• PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal, 23 Januari 2014)

• KEADAN UMUM

• Kesadaran : komposmentis, E4V5M6, orientasi baik

• Kondisi pasien secara umum : pasien tampak lemah, tidak ada sianosis, batuk produktif, ada sputum.

• Tanda-tanda vital :

TD : 110/80 mmHg

S : 36,7 oC

N : 92 x/menit

RR : 30x/menit

Page 62: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

2. Pola nutrisi metabolik

• Sebelum sakit : pasien makan sehari 3 kali, habis 1 porsi setiap kali makan. Saat dirumah pasien makan sayur, lauk, dan nasi. Untuk minum pasien minum ±5 gelas perhari (±1000 cc), minum yang biasanya diminum pasien adalah air putih dan teh.

• Selama sakit : pasien makan sehari 3 kali habis 1 porsi, saat dirumah sakit pasien makan nasi dan sayur. Untuk minum pasien minum ± 4 gelas perhari (± 800 cc), minum yang biasa diminum air putih dan teh.

Page 63: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

3. Pola eliminasi • Sebelum sakit : pasien dirumah BAB sehari 1x, kadang 2

hari 1 kali konsistensi lembek, warna kuning kecoklatan, tidak ada lendir darah. Pasien BAK sehari ± 4 kali/hari, warna urine kuning jernih, jumlah ± 950 cc. Tidak ada kesulitan saat BAK, tidak ada disuria, hematuri, retensi urin.

• Selama sakit : selama dirumah sakit pasien belum BAB.Pasien BAK sehari sehari ± 7 kali/hari, urin kuning jernih, jumlah ± 2000 cc. Tidak ada kesulitan sat BAK, tidak ada hematuri, tidak terpasang kateter.

Page 64: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

4. Pola aktivitas dan latihan Sebelum sakit : klien melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri mulai dari makan/minum, berpakaian, mandi, toileting, mobilisasi. Saat sakit : aktivitas klien terbatas dengan penilaian sebagai berikut :

Aktivitas 0 1 2 3 4

Mandi V

Berpakaian V

Mobilisasi di TT V

Pindah V

Ambulasi V

Page 65: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

5. Pola istirahat dan tidur • Sebelum sakit : pasien tidur ± 8 jam/hari dari jam

21.00 - 05.00, kadang tidak tidur siang.

• Selama sakit : pasien selama dirumah sakit saat malam hari pasien kadang tidak bisa tidur, karena ramai tetapi kalau siang pasien bisa tidur ± 1 jam pukul 13.00-14.00.

6. Pola kognitif dan perceptual • Pasien bisa berkomunikasi dengan baik, penglihatan pasien

masih baik, pasien tidak memakai alat bantu kaca mata, pasien juga bisa membedakan bau teh, kopi dll.

Page 66: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

7. Pola konsep diri • Pasien mengatakan selama dirumah sakit tidak dapat

melakukan aktivitas serta mncarai nafkah untuk anak dan istri. Ia merasa keluarga dan tetangganya sayang dan peduli dg klien. Ia menyadari bahwa di rumah sakit hanya menyusahkan keluarga, tidak bisa bertanggung jawab untuk

mencari nafkah.

8. Pola koping • Pasien mengatakan apabila ada masalah selalu didiskusikan

dengan istri, keluaraga ataupun anak-anaknya.

Page 67: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

9. Pola seksual-reproduksi • Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga juga

sebagai ayah dan istri.

10. Pola peran berhubungan • Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga juga

berperan sebagai ayah. Selama dirumah sakit pasien ditunggu oleh istrinya. Keluarga mengatakan hubungan pasien dengan masyarakat sekitar baik. Klien selalu menghadiri rapat dan gotong royong bersama-sama.

11. Pola nilai dan kepercayaan • Sebelum sakit : pasien beribadah, sholat 5 waktu dan

berdoa

• Selama sakit : saat sakit klien tidak mampu menjalankan kewajiban. Klien hanya beribadah dan berdoa ditempat tidur semoga cepat diberi kesembuhan dan kesehatan.

Page 68: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

III. Pemeriksaan Fisik

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal, 23 Januari 2014)

A. KEADAAN UMUM

• Kesadaran : komposmentis, E4V5M6, orientasi baik

• Kondisi pasien secara umum : pasien tampak lemah, tidak ada sianosis, batuk produktif, ada sputum.

• Tanda-tanda vital : – TD : 110/80 mmHg S: 36,7 oC

– N : 92 x/menit RR: 30x/menit

Page 69: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

B. PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

1. Kepala • Bentuk mesocepal, rambut terlihat bersih, warna rambut

hitam, kulit kepala tidak ada lesi, tak ada benjolan.

• Mata : kelopak mata tidak ada pembengkakan, konjungtiva berwarna merah muda, tidak ada konjungtivitis, mata bersih.

• Telinga : tidak ada serumen, tidak bengkak, tidak ada gangguan dipendengeran dan tidak memaka alat bantu.

• Hidung : tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada nyeri tekan, terpasang alat bantu O2 nasal kanul 3 L/menit

• Mulut : bibir lembab, tidak ada sianosis, simetris. Mukosa lembab, tidak ada pendarahan, tidak ada stomatitis.

Page 70: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

2. Leher : Tidak ada pembesaran limfe dan kelenjar tiroid, serta peningkatan JVP

3. Dada

• PARU : • Inspeksi : gerak dada simetris, tidak ada kelainan

bentuk dada, tidak ada otot bantu pernafasan, terdapat retraksi dinding dada.

• Auskultasi : terdapat bunyi nafas ronchi basah di paru kanan

• Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada suara krepitasi,

• Perkusi : resonan

Page 71: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

JANTUNG : • Inspeksi : tidak tampak adanya ictus cordis

• Auskultasi : terdengar bunyi S1 lup – S2 dup

• Palpasi : ictus cordis teraba pada intercosta ke 5,6

• Perkusi : redup

4. Abdomen • Inspeksi : warna kulit coklat, tidak ada jejas

• Auskultasi : peristaltik usus 18x/menit

• Palpasi : tympani

• Perkusi : tidak ada nyeri tekan

Page 72: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

7. Genetalia

• Tidak terpasang kateter

8. Anus dan Rektum

• Tidak benjolan pada rectum dan tidak ada pembesaran hemoroid, tidak ada peradangan.

9. Ektremitas

• Atas : anggota gerak lengkap, terpasang iv kateter RL 20 tpm di vena dorsalis dextra.

• Bawah : kedua kaki tidak ada edema, tidak ada varices, tidak ada kelemahan otot.

Page 73: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Pemeriksaan penunjang,tgl 23 Januari 2014 Keterangan Nilai Nilai normal

Lekosit 10,8 x 103 /µL 4,5-10 x 103 /µL

Eritrosit 5,10 x 106 /µL 4,5-5,5 x 106 /µL

HB 13,2 g/dL 14-18 g/dL

Hematokrit 39,8 % 40 – 54 %

MCV 77,9 FL 85-100 FL

MCH 26,0 Pg 28-31 Pg

MCHC 33,3 g/dL 30-35 g/dL

Trombosit 376 x 103 /µL 150-450 x 103 /µL

Golongan darah A -

Kimia Klinik

Gula Sewaktu 66 mg/dl <144 mg/dl

Ureum 18 mg/dl 10-50 mg/dl

Creatinin 1,4 mg/dl <1,4 mg/dl

SGOT 24 u/e <37 u/e

Page 74: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Terapi yang diberikan

Tanggal 23 Januari 2014

Terapi O2 3 L/menit

Infus RL + Aminhophilin 20 tpm

Injeksi cefotaxime 1 gram/12 jam Jam 09.00 dan 21.00

Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00

Ambroxol 30 mg/8 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00

Tanggal 24 Januari 2014

Terapi O2 3 L/menit

Infus RL + Aminhophilin 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/24 jam Jam 09.00

Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00

Ambroxol 30 mg/12 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00

FDC 1.III tablet Jam 12.00

Tanggal 25 Januari 2014

Terapi O2 3 L/menit

Infus RL + Aminhophilin 20 tpm

Injeksi Ceftriaxone 1 gram/24 jam Jam 09.00

Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam Jam 09.00 dan 21.00

Ambroxol 30 mg/12 jam Jam 07.00, 12.00, 21.00

FDC 1.III tablet Jam 12.00

Page 75: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

ANALISA DATA

No Symptom Etiologi Problem 1 DS : Pasien mengatakan sesak nafas, Pasien

mengatakan batuk berdahak

DO : Tidak ada sianosis, Tidak ada cuping hidung,

Batuk produktif, Ada sputum, ronchi basah

TD:110/80 mmHg

S: 36,7ºC

N: 92 x/menit

RR: 30x/menit

Penumpukan Sputum, penyakit

TB paru

Ketidakefektifan jalan nafas

2 DS : Pasien mengatakan bertambah sesag jika

melakukan aktivitas.

DO : Pasien tampak lemes, Aktifitas terlihat terbatas,

Terpasang kanul O2 3 L/menit

Keletihan/kelemahan Intoleransi aktifitas

Page 76: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan

Penumpukan Sputum ditandai dengan Pasien mengatakan sesak nafas, Pasien mengatakan batuk berdahak, Tidak ada sianosis, Tidak ada cuping hidung, Batuk produktif, Ada sputum, ronchi basah.

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan Keletihan/kelemahan ditandai dengan Pasien mengatakan bertambah sesag jika melakukan aktivitas, Pasien tampak lemes, Aktifitas terlihat terbatas, Terpasang kanul O2 3 L/menit.

Page 77: Askep Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Tbc

Intervensi

Implementai

Evaluasi