32
LAPORAN KASUS NICU TIMUR ASFIKSIA BERAT OLEH : Agvianti Wirya Puspitowati H1A 011 006 PEMBIMBING : dr. Artsini Manfaati, Sp.A. DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA 1

Asfiksia Berat

Embed Size (px)

Citation preview

semangat

LAPORAN KASUS NICU TIMUR

ASFIKSIA BERAT

OLEH :

Agvianti Wirya Puspitowati

H1A 011 006

PEMBIMBING :

dr. Artsini Manfaati, Sp.A.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSU PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2015

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas

Identitas Pasien

Nama Lengkap: By. Ny. Fitri Rahmawati

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir: 01 Juni 2015

Umur : 1 hari

Berat Badan Lahir: 2500 gram

Alamat: Monjok

Tanggal MRS: 01 Juni 2015

Tanggal Pemeriksaan: 02 Juni 2015

No. RM: 56 13 61

Identitas Keluarga

Identitas

Ibu

Ayah

Nama

Ny. Fitri Rahmawati

Tn. Muh. Zaki

Umur

29 tahun

30 tahun

Pendidikan

S1

SMA

Pekerjaan

Swasta (LSM)

Polisi

Alamat

Monjok

Monjok

1.2. Heteroanamnesis (tanggal 02 Juni 2015, diberi tahu oleh ibu pasien, perawat)

Keluhan Utama : Pasien tidak langsung menangis saat lahir

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien merupakan bayi laki-laki usia 1 hari, lahir di RSUP NTB tanggal 01 Juni 2015 pukul 15.45. Bayi dilahirkan secara spontan. Saat lahir, bayi tidak langsung menangis. Nilai apgar score 3-5. Diketahui persalinan mengalami fase aktif macet, bayi terlilit tali pusat, ketat. Setelah dilahirkan dan dilakukan penghitungan berat badan didapatkan berat badan bayi adalah 2500 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 30 cm, dan lingkar lengan 11 cm. Tidak ada kelainan organ yang dialami, terdapat anus.

Saat pasien masuk NICU, pasien mulai tampak menangis dengan merintih, tampak sianosis perifer, sesak, dan adanya retraksi dada, akral dingin, dan sedikit hipotermi dengan temperatur 360 C.

Ibu pasien datang ke RSUP NTB pada tanggal 1 Juni 2015 pada pukul 05.00 WITA dengan keluhan perut mulai terasa sakit mules. Riwayat perdarahan dan keluar air dari jalan lahir terlebih dahulu negatif. Ibu lupa hari pertama haid terakhirnya, namun dari hasil USG tanggal 28 Mei 2015, perkiraan bayi lahir seharusnya tanggal 16 Juni 2015.

Pasien merupakan bayi cukup bulan. Berdasarkan berat badan lahir pasien sudah sesuai dengan masa kehamilan ibu.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

Bayi merupakan anak kedua dari kehamilan ibu yang kedua. Selama hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan. Ibu pasien mengaku selama hamil dirinya tidak pernah mengalami mual muntah yang berlebihan pada bulan-bulan pertama kehamilan. Selama hamil, ibu pasien mengaku tidak nafsu makan selama hamil dan lebih sering mengonsumsi jajanan dan rutin meminum susu hamil. Ibu pasien juga tidak pernah menderita sakit berat, seperti tekanan darah tinggi, kejang, perdarahan, demam yang lama, ataupun trauma. Selama kehamilan, ibu pasien rutin mengkonsumsi vitamin dan tablet besi.

Pasien lahir secara spontan pada usia kehamilan 37-38 minggu. Menurut ibu saat lahir, pasien tidak langsung menangis dan terlihat biru. Diketahui nilai apgar yaitu 3-5. Berat badan lahir pasien adalah 2500 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 30 cm,dan lingkar lengan 11 cm.

Sebelumnya ibu pasien telah melahirkan anak pertamanya secara spontan dengan vakum pada usia kehamilan 8 bulan dikarenakan ketuban pecah duluan. Anak pertamanya tersebut berjenis kelamin laki-laki, saat ini usianya tiga setengah tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat penyakit dalam keluarga baik ibu pasien dan ayah pasien disangkal, penyakit jantung (-), penyakit DM (-), hipertensi (-), asma (-), hepatitis (-), riwayat HIV-AIDS (-), kelainan kongenital juga disangkal oleh ibu pasien.

Ikhtisar Keturunan :

Pasien

Riwayat Nutrisi :

Selama di rumah sakit, pasien dicoba untuk diberikan ASI oleh ibu, tetapi nafsu minum kurang. Jumlah ASI yang diminum bayi sedikit, sehingga diberikan bantuan susu formula.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Keluarga pasien termasuk keluarga dengan ekonomi menengah. Ayah dan ibu pasien bekerja dengan pendapatan per bulan rata-rata Rp 3.000.000,- hingga Rp 4.000.000,-. Pasien rencananya akan tinggal bersama ayah dan ibu serta satu saudaranya dalam satu rumah. Kondisi rumah baik dan kebersihannya terjaga.

Riwayat vaksinasi

(-)

1.3. Pemeriksaan Fisik (02 Juni 2015, Jam 06.30)

Status Generalis

Keadaan umum: sedang

Merintih: (+)

Tanda Vital

HR: 139 x/menit

RR: 72 x/menit

Suhu: 36,7 oC

SpO2: 99% dengan O2 1 lpm

CRT: > 3 detik

Penilaian Pertumbuhan

Berat badan: 2500 gram

Panjang badan: 47 cm

Lingkar kepala: 30 cm

Pemeriksaan Fisik Umum

Kepala: normochepali, ubun-ubun besar dan kecil terbuka, teraba datar.

Wajah: warna kulit kemerahan muda

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), R. pupil (+/+) isokor, edema palpebra (-/-)

Telinga : bentuk normal, deformitas (-), otorrhea (-)

Hidung : bentuk normal, deformitas (-), napas cuping hidung terlihat minimal, rhinorrhea (-),

Mulut : sianosis sentral (-), mukosa bibir basah, refleks menghisap kurang

Leher: kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar (-), massa (-).

Thoraks

Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris, retraksi (+),

Palpasi: pengembangan dinding dada simetris

Perkusi: Cor tidak dievaluasi

Pulmo tidak dievaluasi

Auskultasi

Cor: S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: bronkovesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi: distensi (-), umbilikus tampak basah, warna kuning kehijauan (-), bau (-), edema (-), kemerahan (-) pada pangkal umbilikus.

Auskultasi: bising usus (+) normal

Perkusi: timpani (+)

Palpasi: nyeri tekan (-), turgor kulit normal

Genitalia: laki-laki (tampak rugae skrotum jelas, teraba testis sudah turun pada skrotum)

Anus (+)

Ekstremitas

Atas : akral hangat (+/+), pucat (-/-), ikterik (-/-), sianosis jari-jari (/).

Bawah: akral hangat (+/+), pucat (-/-), ikterik (-/-) sianosis (/).

Kulit : kemerahan muda, ikterus (-), ruam (-)

Skor Down: 6 (gangguan napas berat)

Pemeriksaan

Skor

Frekuensi napas

60-80/menit (1)

Retraksi

Retraksi ringan (1)

Sianosis

Sianosis hilang dengan O2 (1)

Air entry

Udara masuk (1)

Merintih

Dapat didengar tanpa alat bantu (2)

1.4.Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (01 Juni 2015)

HGB: 15,8 g/dl

HCT: 47,7 %

RBC: 4,7 x 106/L

MCV: 101,5 fL

MCH: 33,6 pg

MCHC: 33,1 g/dl

WBC: 15,28 x 103/L

PLT: 241 x 103/L

Pemeriksaan Lainnya

GDS stick: 150 mg/dL

Pemeriksaan Kemih: (-)

Pemeriksaan Tinja: (-)

1.5.Resume

Bayi laki-laki usia 1 hari, lahir secara spontan di RSUP NTB pada tanggal 01 Juni 2015 pukul 15.45 WITA. Saat persalinan mengalami fase aktif macet dikarenakan terlilit tali pusat, ketat. Saat lahir bayi tidak langsung menangis, terlihat biru. Nilai apgar score 3-5. Berat badan bayi saat lahir 2500 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 30 cm, dan lingkar lengan 11 cm. Pasien merupakan bayi cukup bulan, sesuai dengan masa kehamilan. Saat masuk NICU pasien menangis secara merintih, tampak sianosis, terdapat sesak, terlihat retraksi dada, sedikit hipotermi (Suhu 360 C). Pada pemeriksaan fisik tanggal 02 Juni 2015 tidak terdapat adanya takikardi, terdapat takipneu. Suhu badan normal dan saturasi oksigen normal. Pemeriksaan kepala, ubun-ubun pasien masih terbuka dan datar, tidak anemis maupun ikterik, sianosis berkurang, tidak ada napas cuping hidung. Tidak ditemukan adanya kelainan bentuk. Retraksi minimal pada dada, pergerakan simetris, dan auskultasi thoraks tidak ditemukan suara paru dan jantung abnormal. Pemeriksaan abdomen, tidak ada distensi, terdapat bising usus dalam batas normal. Akral hangat, sianosis perifer.

1.6.Diagnosis Kerja

Asfiksia Berat dengan Gangguan Napas Berat

1.7. Rencana Terapi

IVFD D10%6 tts/menit (mikro)

Pemasangan CPAP

Radiant warmer

FOLLOW UP

Hari/ tgl

S

O

A

P

I

01/06/2015

Aktifitas lemah

Tangis lemah

RR: 70 x/m

N: 140 x/m

T : 36

Retraksi(+) subcostal.

Sianosis (+)

BB: 2500 g

Asfiksia berat.

Pemasangan CPAP

Observasi KU dan VS

Radiant warmer

Cek DL dan GDS

II

02/06/2015

Aktifitas lemah

Menangis lemah

Merintih

RR: 72 x/m

N: 139 x/m

T : 36.7

SpO2: 99% dengan CPAP

GDS : 150

Sianosis perifer

Retraksi (+).

Hasil Lab :

WBC : 15.280

Hb : 15,8

PLT : 241.000

Gangg. napas berat, riw. asfiksia berat

Pemasangan CPAP

Radiant warmer

Observasi

Infus D10%

III

03/06/2015

Aktifitas lemah

Respon (+).

Menangis lemah

RR:46 x/m.

N: 132 x/m.

T : 36.7

Retraksi berkurang

Gangg. napas berat, riw. asfiksia berat

Observasi, lepas CPAP

IV

04/06/2015

Aktifitas lemah

Respon (+).

Menangis (+)

RR: 43 x/m.

N: 149 x/m.

T: 36.5

Retraksi (-)

Gangg. napas berat, riw. asfiksia berat

Evaluasi

Trophic feeding dengan ASI

BPL

Lama Perawatan : 4 hari (01 Juni 2015 04 Juni 2015)

Keadaan saat KRS : sembuh

RENCANA TERAPI

O2 1 lpm dengan kanul

Infus D10% = 100 ml/kgBB x 3,3 kg = 330 ml/24 jam ( 13,75 cc/jam

Injeksi Cefotaxim 100 mg/kgBB terbagi dalam 2 dosis ( 3,3 kg x 100mg/kgBB ( 330 mg ( 2 x 165 mg ( 2 x175 mg

Injeksi Gentamisin 4 mg/kgBB per 24 jam ( 3,3 kg x 4 mg/kgBB ( 13,2 mg ( 1 x 13,2 mg ( 1 x 15 mg

Fototerapi

FOLLOW UP

Follow Up

15 April 2014

16 April 2014

17 April 2014

19 April 2014

S

Badan berwarna kuning

Badan berwarna kuning, kejang (-)

Badan berwarna kuning, retraksi epigastrium (+)

Badan berwarna kuning, retraksi epigastrium (+)

KU

lemah

lemah

Lemah

Lemah

HR (x/menit)

145

115

110

134

RR (x/menit)

45

51

37

35

T (oC)

36,4

35,9

36,9

36,1

SpO2 (%)

89

93

95

97

BB (gr)

3350

3360

3380

3460

DAFTAR PERMASALAHAN

Permasalahan yang ditemukan dalam kasus ini yaitu :

1. Demam, kejang, gangguan napas (RR < 40x/menit, retraksi dinding dada), penurunan berat badan yang cepat, aktivitas berkurang, malas minum, WBC = 21,13x103/L yang menunjukkan adanya sepsis neonatorum awitan dini

2. Ikterus yang muncul pada hari ke 1

Bilirubin total:6,65 mg/dL

Bilirubin direct:0,95 mg/dL

ANALISA KASUS

1. Sepsis neonatal awitan dini

Pada pasien ini didapat beberapa temuan yaitu :

1. Demam

Demam merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh > 37,5 oC. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya vasodilatasi, peningkatan rata-rata metabolisme tubuh, dan peningkatan kehilangan cairan tubuh. Produksi panas tubuh pada neonatus terjadi melalui proses non shivering thermogenesis dan pembuangan panas yang menurun. Penyebabnya dapat berupa vasokonstriksi (dehidrasi), berada pada lingkungan yang panasnya tidak diatur dengan baik, kenaikan metabolisme tubuh akibat suatu keadaan spasme otot, atau terjadinya kenaikan set point hipothalamus yang dapat disebabkan infeksi, kelainan bawaan otak, atau asfiksia yang berat, yang pada umumnya memiliki nilai prognostik yang jelek.

2. Kejang

Kejang merupakan tanda bahaya pada neonatus karena kejang dapat menyebabkan hipoksia otak yang berbahaya dan dapat menimbulkan sekuele sebagai komplikasinya. Kejang sendiri merupakan perubahan yang paroksismal dari fungsi neurologik (baik prilaku, sensorik, motorik, atau sistem otonom). Etiologi dari kejang sendiri dapat berupa primer dari akibat proses intrakranial, keadaan iskemik-hipoksik, gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia/magnesia, hiponatremia, hipokalemia), infeksi, ensefalopati bilirubin, kejang yang berhubungan dengan obat, gangguan perkembangan otak, kelainan yang diturunkan, serta idiopatik.

Patofisiologi dari kejang dapat berupa :

a. Gangguan dari produksi energi dapat menyebabkan gangguan mekanisme pompa natrium dan kalium. Gangguan produksi energi dapat berasal dari hipoksemia dan hipoglikemia

b. Peningkatan eksitasi dibanding inhibisi neurotransmiter dapat mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan, yang biasanya disebabkan karena proses intrakranial, baik infeksi maupun non-infeksi

c. Penurunan relatif inhibisi dibandingkan eksitasi neurotransmitter dapat mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan, hal ini dapat disebabkan hipokalemia sebagai ion utama dalam memicu terjadinya depolarisasi.

3. Gangguan nafas

Gangguan nafas adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan dari usaha bernafas. Hal ini ditandai dengan : nafas cepat (>60-80x/menit), retraksi dinding dada, nafas cuping hidung, merintih, sianosis, dan apnea. Etiologi dari gangguan nafas antara lain obstruksi jalan napas, kelainan pulmonal seperti pneumonia, atelektasis, TTN, dan penyebab non pulmonal seperti gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia), hipotermia, dan perdarahan susunan saraf pusat. Patofisiologinya erat kaitan dengan gangguan pengembangan paru, baik karena keadaan lokal (surfaktan) dan persarafan pengatur pernafasan sentral maupun perifer. Dalam diagnosisnya perlu berhati-hati karena dapat saja tidak menderita gangguan napaas tetapi gejala napas yang menonjol (contoh diabetes ketoasidosis) atau gangguan napaas berat pada bayi tanpa gejala distres napas (hipoventilasi sentral akibat intoksikasi obat atau infeksi). Gangguan napas dapat menimbulkan komplikasi berupa hipoksia, asidosis metabolik, dan gangguan hematologik.

4. Malas minum

Masalah minum ini dapat berupa gangguan dari refleks menghisap, bayi yang tidak lapar, kehilangan berat badan atau ada kondisi lain yang mendasari. Pada awal kehidupan mungkin dapat terjadi refleks meghisap yang belum terlalu kuat, tetapi perlahan akan kembali naik. Pada bayi berusia lebih dari 1 hari, umumnya memiliki refleks menghisap yang sudah baik. Bayi yang tidur terus dan malas minum mungkin bayi berada dalam kondisi sakit.

5. Penurunan berat badan berlebih

Penurunan berat badan pada neonatus secara normal terjadi. Batasan dikatakan berat badan menurun normal adalah sampai dengan 10% dalam 3 hari. Tetapi, berat badan bayi harus naik pada hari 10-11. Tanda berat bayi tidak naik antara lain : bayi kelihatan kurus, wajah layum kulit longgar, dan jumlah kencing serta tinja berkurang. Berat badan bayi yang tidak naik dapat merupakan tanda bayi sedang sakit atau mempunyai masalah yang harus diatasi.

Pada pasien ini terjadi suatu kompleks gejala. Dengan riwayat asfiksia berat saat baru lahir, keadaan hipoksia dapat terjadi pada pasien dapat mengakibatkan keadaan iskemia-hipoksik di otak yang dapat menyebabkan kejang. Asfiksia juga sendiri dapat menyebakan peningkatan set point hipothalamus sehingga menyebabkan terjadinya demam. Tetapi hal ini hanya berlangsung beberapa saat sampai oksigenasi kembali membaik (umumnya pada hari pertama).

Pada pasien ini keadaan demam dan kejang terus berlanjut sehingga kelainan yang lain harus dipikirkan seperti kelainan metabolik ataupun infeksi baik ekstrakranial maupun intrakranial. Kelainan metabolik dapat menyebabkan kejang melalui terhambatnya proses repolarisasi sehingga rangsangan terus terjadi tanpa henti. Infeksi dapat menjadi memicu kompleks imunitas yang membentuk pirogen endogen yang menyebabkan peningkatan set point hipothalamus dan meningkatkan rangsang eksitasi berlebihan dari saraf otak yang menyebabkan terjadinya kejang.

Gangguan nafas pada bayi ini dapat merupakan tanda terpisah ataupun menjadi kompleks gejala. Gangguan nafas sebagai komplikasi dari asfiksia sebelumnya dapat terjadi ataupun karena kelainan metabolik. Tetapi pada pasien ini, gangguan napas yang terjadi berupa penurunan frekuensi napas dan retraksi yang dalam, yang merupakan suatu tanda gangguan napas berat (meskipun Skor Down belum 6) tetapi secara etiologi hipoventilasi disebabkan gangguan pernafasan sentral akibat infeksi atau intoksikasi obat-obatan. Sehingga dari sini perlu dipikirkan bahwa kejang, demam, dan gangguan nafas merupakan satu kesatuan yang mungkin disebabkan oleh infeksi sistemik atau sepsis.

Malas minum pada pasien ini merupakan tanda dari sakit yang terjadi pada pasien. Pada awal kehidupan pasien dikatakan mau minum ASI, yang menunjukkan masih adanya refleks menghisap, tetapi sedikit, sehingga perlu dicurigai infeksi telah terjadi sejak awal. Ditambah dengan riwayat infeksi saluran kencing pada ibu dan riwayat ketuban pecah dini pada pasien menyebabkan terjadinya sepsis neonatorum awitan dini pada pasien sangat tinggi.

Penurunan berat badan berlebih disebabkan oleh intake ASI yang menurun pada pasien dan peningkatan thermogenesis yang menyebabkan penggunaan energi berlebih terutama melalui oksidasi lemak coklat bayi (non-shivering thermogenesis). Penurunan berat badan berlebih ini merupakan kejadian ikutan dari infeksi yang terjadi pada pasien.

Sepsis pada bayi baru lahir adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih.

Keadaan ini sering terjadi pada bayi beresiko misalnya pada BKB, BBLR, bayi dengan sindrom gangguan napas atau bayi yang lahir dari ibu beresiko. Sepsis neonatal biasanya dibagi menjadi dua kelompok yaitu sepsis awitan dini dan awitan lambat. Perbedaan diantaranya berupa waktu dimana awitan dini sebelum usia 3 hari dan sesudah 3 hari pada awitan lambat. Selain perbedaan waktu terjadinya, juga berbeda dalam macam kuman penyebab infeksi. Untuk negara berkembang, umumnya bakteri yang menginfeksi berupa Enterobacter sp., Staphylococcus sp., Klebsiella sp., Coli sp., dan Streptococcus sp. Selanjutnya baik patogenesis, gambaran klinis ataupun penatalaksanaan penderita tidak banyak berbeda dan sesuai dengan perjalanan sepsisnya yang dikenal dengan kaskade sepsis1.

Faktor resiko pada awitan dini sepsis terbagi menjadi1 :

Faktor ibu :

a. Persalinan dan kelahiran kurang bulan

b. Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam

c. Chorioamnionitis

d. Persalinan dengan tindakan

e. Demam pada ibu (>38,4oC)

f. Infeksi saluran kencing pada ibu

g. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu

Faktor bayi

a. Asfiksia perinatal

b. Berat lahir rendah

c. Bayi kurang bulan

d. Prosedur invasif

e. Kelainan bawaan

Gambaran klinis sepsis BBL sangat bervariasi dan tidak spesifik. Berikut kelompok temuan yang berhubungan dengan infeksi neonatorum4:

Kategori A

Kategori B

1) Kesulitan bernapas (mis. apnea, napas kurang dari 40 kali per menit, retraksi dinding dada, grunting pada waktu ekspirasi, sianosis sentral)

2) Kejang

3) Tidak sadar

4) Suhu tubuh tidak normal, (tidak normal sejak lahir & tidak memberi respon terhadap terapi atau suhu tidak stabil sesudah pengukuran suhu normal selama tiga kali atau lebih, menyokong ke arah sepsis)

5) Persalinan di lingkungan yang kurang higienis (menyokong ke arah sepsis)

6) Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis (menyokong ke arah sepsis)

1) Tremor

2) Letargi atau lunglai

3) Mengantuk atau aktivitas berkurang

4) Iritabel atau rewel

5) Muntah (menyokong ke arah sepsis)

6) Perut kembung (menyokong ke arah sepsis)

7) Tanda-tanda mulai muncul sesudah hari ke empat (menyokong ke arah sepsis)

8) Air ketuban bercampur mekonium

9) Malas minum sebelumnya minum dengan baik (menyokong ke arah sepsis)

Diagnosis sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien yang tidak spesifik. Kecurigaan besar sepsis, bila4:

Pada bayi umur sampai dengan 3 hari: Bila ada riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan kecurigaan infeksi berat atau ketuban pecah dini atau bayi mempunyai 2 atau lebih kategori A atau 3 atau lebih kategori B.

Pada bayi umur lebih dari 3 hari: Bila bayi mempunyai dua atau lebih temuan kategori A atau tiga atau lebih temuan kategori B.

Pada pasien sudah ditemukan 4 gejala pada kategori A dan 3 gejala pada kategori B, sehingga kemungkinan terjadinya sepsis pada pasien ini cukup besar.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini berupa antibiotika yang diberikan secara intravena. Regimen yang terpilih berupa golongan cephalosporin yang dikomibinasi dengan golongan aminoglikosida. Regimen ini dipilih karena memiliki sensitivitas yang baik terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Obat yang terpilih dari golongan cephalosporin adalah cefotaxime, dengan dosis 100 mg/kgBB, terbagi dalam 2 dosis, sehingga dosis menjadi 2 x 150 mg per hari, sedangkan dari golongan aminoglikosida yaitu gentamicin, dengan dosis 4 mg/kgBB, pemberian sekali sehari, sehingga dosis menjadi 1 x 15 mg per hari. Lama pemberian yang dianjurkan yaitu selama 10-14 hari untuk infeksi bakteri gram positif dan pada infeksi gram negatif dapat diteruskan 2-3 minggu.1

2. Ikterus neonatal

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin indirek yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada neonatus bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl.1

Bayi baru lahir dapat mengalami hiperbilirubinemia pada minggu pertama kehidupannya berkaitan dengan: (1) meningkatnya produksi bilirubin (hemolisis) (2), kurangnya albumin sebagai alat pengangkut (3) penurunan uptake oleh hati, (4) penurunan konjugasi bilirubin oleh hati, (5) penurunan ekskresi bilirubin, dan (6) peningkatan sirkulasi enterohepatik. Ikterus dikatakan non fisiologis apabila1 :

1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

2. Setiap peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi

3. Peningkatan kadar serum bilirubin total > 0,5 mg/dL/jam

4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari setiap bayi (muntah letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil)

5. Ikterus bertahan setelah 8 hari bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi kurang bulan

Pada pasien ini, ikterus yang terjadi termasuk dalam ikterus yang non fisiologis karena memenuhi criteria dimana ikterus terjadi sebelum umur 24 jam (menurut pengakuan ibu), adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari (kearah sepsis neonatorum awitan dini : penurunan berat badan, malas minum)

Pada pasien ini didapatkan warna kekuningan pada sclera mata, daerah thorakal, serta separuh daerah abdominal, dimana menurut pembagian derajat ikterus menurut Krammer, didapatkan sesuai dengan derajat ikterus Krammer II-III. Pembagian ikterus menurut Krammer secara klinis membagi menjadi 5 derajat, dan dapat menilai secara klinis nilai bilirubin total. Karena diperkirakan pasien berada pada derajat Kramer II-III, maka kadar bilirubin total pasien berada antara 8,4- 11,4 mg/dL.

Gambar 1. Pembagian ikterus menurut Kramer, diambil dari kepustakaan nomor 5

Untuk mengantisipasi kompilkasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui daerah letak kadar bilirubin serum total beserta faktor resiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.

Gambar 2. Nomogram untuk penentuan risiko hiperbilirubinemia, diambil dari kepustakaan nomor 1

Faktor resiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan > 35 mg dibagi menjadi :1

a. Faktor resiko mayor

Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah resiko tinggi

Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan

Inkompabilitas golongan darah atau penyakit hemolitik lainnya

Umur kehamilan 35-36 minggu

Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi

Sefalhematom atau memar yang bermakna

ASI ekslusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang berlebihan

Ras Asia Timur

b. Faktor resiko minor

Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah resiko sedang

Umur kehamilan 37-38 minggu

Sebelum pulang, bayi tampak kuning

Bayi makrosomia dari ibu DM

Umur ibu 25 tahun

Jenis kelamin laki-laki

c. Faktor resiko kurang (besar resiko sesuai dengan urutan yang tertulis, makin ke bawah resiko makin rendah)

Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah resiko rendah

Umur kehamilan 41 minggu

Bayi mendapat susu formula penuh

Kulit hitam

Bayi dipulangkan setelah 72 jam

Pada pasien ini, didapatkan kadar bilirubin sebesar 6,65 mg/dl pada usia 2 hari, sehingga menurut normogram terletak pada zone resiko rendah, dengan resiko terjadinya hiperbilirubinemia berat dengan adanya keadaan pasien yang masuk dalam criteria mayor dan minor.

Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia indirek, strategi tersebut meliputi pencegahan, farmakoterapi, fototerapi, dan transfusi tukar.1 Fototerapi yang umumnya dipakai diindikasi pada pasien dengan5 :

1. Bila nilai bilirubin serum total berada pada garis atau lebih garis usia kehamilan terhadap waktu lahir

2. Jika didapatkan faktor resiko (sepsis, hemolisis, asidosis, atau asfiksia) digunakan satu garis dibawah garis usia kehamilan atau berat badan.

Gambar 3. Penilaian pemakaian fototerapi sebagai terapi untuk hiperbilirubinemia, diambil dari kepustakaan nomor 5

Pada pasien ini dengan berat badan lahir 3.800 gr, usia 2 hari dan nilai serum bilirubin total 6,65 mg/dL (113,05 mmol/L), berada di bawah garis batas untuk bayi < 1.000 gr, sehingga fototerapi tidak harus dilakukan. Tetapi pada pasien dilakukan fototerapi dikarenakan ikterus yang terjadi merupakan ikterus non-fisiologis yang dapat berkomplikasi. Selain foto terapi, pemberian ASI juga dianjurkan karena dapat menurunkan reabsorbsi bilirubin terkonjugasi sehingga dapat menurunkan kadar dari bilirubin total pasien.

1. Daftar Pustaka

2. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, dan Usman A. 2010. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama Cetakan Kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

3. Hansen, TWR. 2014. Neonatal Jaundice. Tersedia dari : http://emedicine.medscape.com/article/974786-overview. Diakses 27 April 2014.

4. Rohsiswatmo, Rinawati. Indikasi Terapi Sinar pada Bayi Menyusui yang Kuning. Available from http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/indikasi-terapi-sinar-pada-bayi-menyusui-yang-kuning.html Diakses 27 April 2014.

5. Pudjiadi AH, et al. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

6. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Program. 2012. Neonatal jaundice : prevention, assesment and management. Queensland Government.

9