17
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama yang kaya dengan aturan untuk memberikan kemaslahatan bagi penganutnya. Seperti halnya perikatan antar manusia. Islam telah mengaturnya secara global, hanya saja perlu bagi kita untuk melakukan retafsirisasi terhadap ayat-ayat yang mengatur tentang perikatan sesuai dengan tempat, keadaan, beserta zaman. Sehingga para ulama’ terdahulu telah merumuskan asas-asas yang bersumber dari Al-Quran dan Sunah. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pembentukan undang-undang. Jadi kita perlu untuk mencari asas apa saja yang dikenal oleh Islam. Kemudian perlu bagi kita untuk menganalisis asas-asas yang kita temukan dengan keadaan di Indonesia saat ini. Apakah relevan atau tidak. Karena, pada hakikatnya setiap individu itu akan melakukan suatu ikatan dengan individu lainnya, Lembaga, serta Badan untuk kepentingan dalam kehidupanya. Jadi perikatan disisni memiliki peran yang sangat penting bagi mereka agar dapat memudahkan dalam segala urusan-urusan yang ada. Rumusan Masalah Apa yang di maksud dengan asas hukum perikatan Islam? Apa sajakah asas-asas yang dikenal dalam Islam? Bagaimanakah Eksistensi dari Asas-asas tersebut?

asas perikatan1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: asas perikatan1

BAB IPENDAHULUAN

• Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama yang kaya dengan aturan untuk memberikan kemaslahatan bagi

penganutnya. Seperti halnya perikatan antar manusia. Islam telah mengaturnya secara global,

hanya saja perlu bagi kita untuk melakukan retafsirisasi terhadap ayat-ayat yang mengatur

tentang perikatan sesuai dengan tempat, keadaan, beserta zaman.

Sehingga para ulama’ terdahulu telah merumuskan asas-asas yang bersumber dari Al-

Quran dan Sunah. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pembentukan undang-undang. Jadi

kita perlu untuk mencari asas apa saja yang dikenal oleh Islam.

Kemudian perlu bagi kita untuk menganalisis asas-asas yang kita temukan dengan

keadaan di Indonesia saat ini. Apakah relevan atau tidak.

Karena, pada hakikatnya setiap individu itu akan melakukan suatu ikatan dengan individu

lainnya, Lembaga, serta Badan untuk kepentingan dalam kehidupanya. Jadi perikatan disisni

memiliki peran yang sangat penting bagi mereka agar dapat memudahkan dalam segala urusan-

urusan yang ada.

• Rumusan Masalah

• Apa yang di maksud dengan asas hukum perikatan Islam?

• Apa sajakah asas-asas yang dikenal dalam Islam?

• Bagaimanakah Eksistensi dari Asas-asas tersebut?

BAB IIPEMBAHASAN

A. DEFINISI HUKUM PRIKATAN ISLAM

Dalam hukum Islam, perikatan disebut Iltizam menurut istilah fiqh, perikatan (iltizam) ini

didefinisikan sebagai: “Suatu tindakan yang meliputi: pemunculan, pemindahan, dan

Page 2: asas perikatan1

pelaksanaan hak.”

Definisi perikatan ini sejalan dengan pengertian akad (perjanjian) dalam arti umumnya

selain juga tercakup ke dalamnya pengerian tasaruf dan kehendak pribadi.Perikatan dapat

muncul dari perseorangan (seperti wakaf, wasiat, dll.), maupun dari dua belah pihak (sepert jual-

beli, ijarah, dll).

Menurut Mustafa Ahmad al-Zarqa, perikatan dalam perspektif UU Islam (qanun)

didefinisikan sebagai: “Keadaan tertentu seseorang yang ditetapkan syari’ah untuk dilakukan

atau tidak dilakukan demi mewujudkan kemaslahatan pihak lain.”

Unsur-unsur pembentuk perikatan dalam perspektif fiqh adalah:

• Multazam Iah yaitu orang yang berhak atas suatu prestasi.

• Multazim, yaitu orang yang berkewajiban memenuhi suatu prestasi.

• Mahal al-iltizam, atau obyek perikatan

• Perbuatan yang dituntut untuk mewujudkan perikatan.

• Iltizam atau perikatan itu sendiri.

Sesuatu atau peristiwa yang menimbulkan terjadinya perikatan disebut sebagai

sumber perikatan (masdar al-iltizam). Sumber-sumber perikatan tersebut dalam

hukumIslam adalah: akad, kehendak pribadi, perbuatan melawan hukum, perbuatan sesuai

hukum, dan syari’ah. Macam-macam sumber perikatan tersebut pada hakikatnya dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: akad, Undang-undang (qanun), dan kehendak

perorangan.

B. ASAS-ASAS PERIKATAN

Asas berasal dari bahasa Arab asasun yang berarti dasar, basis dan

fondasi. Secara terminologi asas adalah dasar atau sesuatu yang menjadi

tumpuan berpikir atau berpendapat. Istilah lain yang memiliki arti sama

dengan kata asas adalah prinsip yaitu dasar atau kebenaran yang menjadi

pokok dasar berpikir, bertindak dan sebagainya.

Mohammad Daud Ali mengartikan asas apabila dihubungkan dengan

kata hukum adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir

dan alasan pendapat terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum.

Setiap manusia semenjak lahir membutuhkan bantuan orang lain-lain dan merasa tidak

sanggup berdiri sendiri untuk memenuhi keinginannya yang adil yang dengan jalan itu manusia

mengambil apa yang diperlukan dari saudaranya tentulah dia mengambil apa yang ada di tangan

saudaranya itu dengan jalan paksaan, lalu terjadi perselisihan.

Page 3: asas perikatan1

Oleh karena itu Hukum Islam mengadakan aturan-aturan bagi keperluan-keperluan itu

dan membatasi keinginan-keinginan hingga mungkinlah manusia memperoleh maksudnya tanpa

memberi mudarat pada orang lain.

Sehingga Ulama’ terdahulu merumuskan berbagai asas untuk dijadikan rumusan dalam

pembentukan sebuah aturan di mana asas tersebut begitu fleksibel. Maksudnya fleksibel adalah

tidak kaku dan bisa dipergunakan di manapun, dan kapan pun.

Sebenarnya dalam Al-Quran telah dijelaskan bahwa sesungguhnya semua orang Islam itu

bersaudara, dalam surat Al-Hujarat Ayat 10:

Artinnya:

Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah

(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap

Allah, supaya kamu mendapat rahmat.Menurut pendapat Muhammad Marsafy: bahwa sejak awal Islam mengatur hubungan

manusia itu secara ketat tidak seperti aturan yang dibuat oleh manusia yang terlalu ringan. Islam

benar-benar mempertimbangkan antara hak dan kewajiban juga mengenai keadilan dan

kesetaraan.

Asas perikatan setidaknya sama dengan asas perjanjian, karena antara

dan perjanjian sama-sama mengaitkan antara satu orang dengan orang lain.

Asas-asas perjanjian tersebut diklasifikasikan menjadi asas-asas perjanjian

yang tidak berakibat hukum dan sifatnya umum dan asas-asas perjanjian

yang berakibat hukum dan sifatnya khusus. Adapun beberapa asas-asas

perjanjian dalam Hukum Islam adalah sebagai berikut :

• Asas Ilahiah atau Asas Tauhid

Setiap tingkah laku dan perbuatan manusia tidak akan luput dari

ketentuan Allah SWT. Seperti yang disebutkan dalam QS.al-Hadid (57): 4:

Artinnya:

Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian dia bersemayam

di atas ´arsy[1453] dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar

daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya [1454]. dan dia

bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Kegiatan mu’amalah termasuk perbuatan perjanjian, tidak pernah

akan lepas dari nilai-nilai ketauhidan. Dengan demikian manusia memiliki

tanggung jawab akan hal itu. Tanggung jawab kepada masyarakat, tanggung

jawab kepada pihak kedua,tanggung jawab kepada diri sendiri, dan tanggung

Page 4: asas perikatan1

jawab kepada Allah SWT. Akibat dari penerapan asas ini, manusia tidak akan

berbuat sekehendak hatinya karena segala perbuatannya akan mendapat

balasan dari Allah SWT.

• Asas Kebolehan (Mabda al-Ibahah)

Terdapat kaidah fiqhiyah yang artinya,”Pada asasnya segala sesuatu

itu dibolehkan sampai terdapat dalil yang melarang”.28 Kaidah fiqih tersebut

bersumber pada dua hadis berikut ini:

Hadis riwayat al Bazar dan at-Thabrani:

الله من فاقبلوا عافية، فهو عنه سكت وما حرام، فهو حرم وما حالل، فهو كتابه في الله أحل ما

نسيا يكن لم الله فإن العافية،

Artinnya :

“Apa-apa yang dihalalkan Allah adalah halal, dan apa-apa yang

diharamkan Allah adalah haram, dan apa-apa yang didiamkan adalah

dimaafkan. Maka terimalah dari Allah pemaaf-Nya. Sungguh Allah itu

tidak melupakan sesuatupun”.

Hadis riwayat Daruquthni, dihasankan oleh an-Nawawi yang artinya:

Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka

jangan kamu sia-siakan dia dan Allah telah memberikan beberapa batas,

maka janganlah kamu langgar dia, dan Allah telah mengharamkan sesuatu

maka janganlah kamu pertengkarkan dia,dan Allah telah mendiamkan

beberapa hal, maka janganlah kamu perbincangkan dia.

Kedua hadis di atas menunjukkan bahwa segala sesuatunya adalah

boleh atau mubah dilakukan. Kebolehan ini dibatasi sampai ada dasar hukum

yang melarangnya. Hal ini berarti bahwa Islam memberi kesempatan luas

kepada yang berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam

transaksi baru sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan

masyarakat.

• Asas Keadilan (Al ‘Adalah)

Dalam asas ini menjelaskan bahwa sebuah perikatan harus

berdasarkan keadilan. Bila perikatannya tersebut tidak dilakukan dengan

sebuah keadilan maka mereka tidak akan menjalin ikatan yang baik, dan

Page 5: asas perikatan1

kehidupan akan kacau. Dalam QS. Al-Hadid (57): 25:

Artinnya:

”Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa

bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab

dan Neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”. Sangatlah jelas bahwa dalam islam mengharuskan sebuah keadilan

antar sesamanya. Dipertegas dalam surat An-Nahl ayat 90 :

Yang artinnnya :

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,

memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,

kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar

kamu dapat mengambil pelajaran.Dalam asas ini para pihak yang melakukan kontrak dituntut untuk

berlaku benar dalam mengungkapkan kehendak dan keadaan, memenuhi

perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi semua kewajibannya.

• Asas Persamaan Atau Kesetaraan

Asas ini menyampaikan bahwa sesungguhnya semua orang itu

adalah sama, sama-sama telah diciptakan oleh Allah SWT dari tanah.

Banyak orang yang melupakan asas ini sehingga mereka menebarkan

permusuhan dan kebencian antar sesamanya, pada hal mereka dari satu

macam spesies. Apakah manusia tidak berpikir?

Hubungan mu’amalah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup

manusia. Sering kali terjadi bahwa seseorang memiliki kelebihan dari yang

lainnya. Oleh karena itu sesama manusia masing-masing memiliki kelebihan

dan kekurangan. Maka antara manusia yang satu dengan yang lain,

hendaknya saling melengkapi atas kekurangan yang lain dari kelebihan yang

dimilikinya. Dalam melakukan kontrak para pihak menentukan hak dan

kewajiban masing-masing didasarkan pada asas persamaan dan kesetaraan.

Tidak diperbolehkan terdapat kezaliman yang dilakukan dalam kontrak

tersebut. Sehingga tidak diperbolehkan membeda-bedakan manusia

berdasar perbedaan warna kulit, agama, adat dan ras. Dalam QS.al-Hujurat

(49): 13:

Page 6: asas perikatan1

Artinya:

”Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-

laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku supaya kamu saling mengenal”

• Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash Shidiq)

Dalam asas ini dijelaskan mengenai bahwa dalam melangsungkan

perikatan dibutuhkan sebuah alasan kebenaran. Yang dimaksud di sini

adalah bahwa seserongan melakukan hubungan yang baik dengan orang

lain dengan baik dan benar. Tidak ada unsur lain yang bisa merugikan.

Jika kejujuran ini tidak diterapkan dalam kontrak, maka akan

merusak legalitas kontrak dan menimbulkan perselisihan diantara para

pihak.33 QS.al-Ahzab (33): 70:

Artinnya:

“Hai orang –orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan

katakanlah perkataan yang benar”.

Suatu perjanjian dapat dikatakan benar apabila memiliki manfaat

bagi para pihak yang melakukan perjanjian dan bagi masyarakat dan

lingkungannya.

• Asas Kemanfaatan dan Kemaslahatan

Asas ini mengandung pengertian bahwa semua bentuk perjanjian

yang dilakukan harus mendatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan baik

bagi para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian maupun bagi

masyarakat sekitar meskipun tidak terdapat ketentuannya dalam al

Qur’an dan Al Hadis. Asas kemanfaatan dan kemaslahatan ini sangat

relevan dengan tujuan hukum Islam secara universal. Sebagaimana para

filosof Islam di masa lampau seperti al-Ghazali (w.505/1111) dan asy-

Page 7: asas perikatan1

Syatibi (w 790/1388) merumuskan tujuan hukum Islam berdasarkan ayat-

ayat al-Qur’an dan al-Hadis sebagai mewujudkan kemaslahatan. Dengan

maslahat dimaksudkan memenuhi dan melindungi lima kepentingan

pokok manusia yaitu melindungi religiusitas, jiwa-raga, akal-pikiran,

martabat

• Asas Saling Memaafkan dan Sabar

Bahwa seseorang yang menjalin sebuah perikatan antar sesamanya harus ada rasa saling

memaafkan, ini dipertegas dengan Qs 24:22:

Artinnya:

Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara

kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya),

orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah

mereka mema'afkan dan berlapang dada. apakah kamu tidak ingin bahwa Allah

mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Selain saling memaafkan juga terdapat unsur sabar. Setiap orang Mukmin diwajibkan

untuk bersabar dalam setiap hal, termasuk dalam hal perikatan. Bila mana asas ini tidak

dilakukan, makan akan mudah terjadi pertikaian dan perselisihan karena semua menggunakan

emosi masing-masing.

Hal ini dikuatkan oleh Surat Al-Imran ayat 200:

Artinnya:

Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah

kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan

bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.

• Asas Kerelaan (mabda’ ar-rada’iyyah)

Dalam QS. An-Nisa (4): 29:

Artinnya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”,

dari ayat di atas dapat dipahami bahwa segala transaksi yang

dilakukan harus atas dasar suka sama suka atau kerelaan antara masing-

Page 8: asas perikatan1

masing pihak tidak diperbolehkan ada tekanan, paksaan, penipuan, dan mis-

statement. Jika hal ini tidak dipenuhi maka transaksi tersebut dilakukan

dengan cara yang batil. Asas ini terdapat juga dalam hadis riwayat Ibn

Hibban dan al-Baihaqi yang artinya: ”Sesungguhnya jual beli berdasarkan

perizinan (rida)”.

Selain itu asas ini dapat pula di lihat dalam pasal 1320 ayat (1) KUH

Perdata. Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya

perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas

konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada

umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya

kesepakatan kedua belah pihak, yang merupakan persesuaian antara

kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

• Asas Kepastian Hukum (Asas Pacta Sunt Servanda)

Asas kepastian hukum ini disebut secara umum dalam kalimat terakhir

QS. Bani Israil (17): 15:

Artinnya:

”….dan tidaklah Kami menjatuhkan hukuman kecuali setelah Kami

mengutus seorang Rasul untuk menjelaskan (aturan danancaman) hukuman

itu….”

Selanjutnya di dalam QS.al-Maidah (5): 95:

Artinnya:

. Allah Telah memaafkan apa yang Telah lalu[441]. dan barangsiapa yang

kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha

Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa

dapat dipahami Allah mengampuni apa yang terjadi di masa lalu. Dari

kedua ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa asas kepastian hukum

adalah tidak ada suatu perbuatan pun dapat dihukum kecuali atas kekuatan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada dan berlaku untuk

perbuatan tersebut.

Asas kepastian hukum ini terkait dengan akibat perjanjian. Dalam hal

Page 9: asas perikatan1

ini hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang

dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang,

mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang

dibuat oleh para pihak. Asas Pacta Sunt Servanda dapat disimpulkan dalam

pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi, ”Perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang”.

• Asas adil dan berimbang

Asas keadilan mengandung makna bahwa hubungan perdata tidak boleh mengandung

unsur-unsur penipuan, penindasan, pengambilan kesepakatan pada waktu pihak lain sedang

kesempitan. Asas ini juga mengandung arti bahwa hasil yang diperoleh harus berimbang dengan

usaha atau ikhtiar yang dilkakukan.

• Asas mendahulukan kewajiban dari hak

Asas ini mengandung arti bahwa dalam pelaksanaan hubungan perdata, para pihak harus

mengutamakan penunaian kewajibannya lebih dahulu dari pada menuntut hak. Dalam sistem

ajaran islam, orang baru memperoleh haknya, misalnya mendapat imbalan (pahala), setelah ia

menunaikan kewajibannya lebih dahulu. Asas penunaian kewajiban lebih dahulu dari penuntutan

hak merupakan kondisi hukum yang mendorong terhindarnya wanprestasi atau ingkar janji.

• Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain

Asas ini mengandung arti bahwa para pihak yang mengadakan hubungan

dan orang lain dalam hubungan perdatannya. Merusak harta kendatipun tidak merugikan

diri sendiri, tetapi merugikan orang lain, tidak dibenarkan dalam Hukum Islam. Ini berarti bahwa

menghancurkan atau memusnahkan barang, untuk mencapai kemantapan harga atau

keseimbangan pasar, tudak dibenarkan dalam Hukum Islam.

Artinnya :

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang

lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu

membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan

sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,

padahal kamu Mengetahui.

• Asas tertulis atau diucapkan di depan saksi

Asas ini mengandung makna bahwa hubungan perdata selayaknya dituangkan dalam perjanjian

tertulis dihadapan saksi-saksi (Qs. Al-Baqarah (2);282). Namun, dalam keadaan tertentu,

perjanjian itu dapat saja dilakukan secara lisan dihadapan saksi-saksi yang memenuhi syarat baik

mengenai jumlahnya maupun mengenai kualitas orangnya.

C. HUBUNGAN PERIKATAN DENGAN NON MUSLIM

Page 10: asas perikatan1

Islam sendiri telah mengatur hubungan dengan orang non Muslim. Di

bagi dalam tujuh hal, yaitu:• Pada dasarnya Islam tidak memaksa orang yang non muslim untuk

memeluk agama Islam. Ini berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 256:

Artinnya:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya

Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu

barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah,

Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat

yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”

• Hak bagi orang non muslim untuk memeluk agamanya. Dengan tidak

melarang mereka untuk menyembah tuhannya dan tidak

menghancurkan tempat ibadahnya. Hal ini didasarkan sabda nabi :

يدينون وما اتركوهم

Biarkanlah mereka dan apa yang mereka yakini.

• Islam memperbolehkan pada mereka apa yang diperbolehkan dalam

agama Islam itu sendiri. Semisalnya jangan menyembelihkan babi

untuk mereka, tidak memberikan mereka minuman keras.

• Mereka (non Islam) bebas untuk melakukan perkawinan, perceraian

dengan cara mereka sendiri tanpa perlu untuk dibatasi.

• Islam perlu untuk menghargai pendapat mereka dalam hal sastra,

keilmuan umum yang tidak berhubungan dengan agama. Ini

berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 46:

Artinnya:

Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan

cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara

mereka[1154], dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab)

yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami

dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri".

• Dalam masalah sanksi, antara orang muslim dan non muslim itu

semua di samakan. Kecuali dalam hal pewarisan, bahwa seorang

muslim tidak bisa mewaris saudaranya yang kafir ataupun sebaliknya.

Page 11: asas perikatan1

• Islam membolehkan memakan makanan buatan orang (non muslim),

sembelihan mereka, beristri dengan mereka (kafir Dzimmi). Hal ini

berdasarkan Al-Maidah ayat 5:

Artinnya:

“ Pada hari Ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan)

orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal

(pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga

kehormatan[402] diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita

yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab

sebelum kamu, bila kamu Telah membayar mas kawin mereka dengan

maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)

menjadikannya gundik-gundik. barangsiapa yang kafir sesudah beriman

(Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di

hari kiamat termasuk orang-orang merugi”

• Islam membolehkan untuk melakukan kunjungan pada orang non

muslim yang sedang sakit atau meninggal dunia. Memberikan hadiah

pada mereka.

• ANALISIS EKSISTENSI ASAS PERIKATAN MASA KINI

Berdasarkan uraian kajian teoritik di atas kita dapat menyelaraskan asas-asas yang telah

dirumuskan oleh ulama’ terdahulu yang juga pengambilan bersumber dari Al-Quran dan Sunah

dengan masa kekinian. Kita tahu bahwa manusia merupakan makhluk sosial, dan saling

membutuhkan sehingga perlu adanya sebuah aturan yang mengatur hubungan hukum antara

seseorang dengan orang lain. Dan mau tidak mau harus terikat dengan orang lain. Oleh karena

itu Allah menyampaikan dalam wahyu-nya Dalam surat Al-Maidah ayat 2:

Artinnya:

“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-

Nya”

Di Indonesia sendiri dikenal juga Hukum Perdata yang mengatur hubungan seseorang

dengan orang yang lain, akan tetapi pengambilan dasar hukumnya bersumber pada BW.

Sehingga kita perlu membandingkan keduanya.

Page 12: asas perikatan1

Asas perikatan dalam BW sendiri seperti:

• Asas consensus. (kesepakatan)

• Asas kebebasan berkontrak (pasal 1338 ayat 1  BW) : kebebasan yang dimiliki oleh para

pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, menentukan kepada siapa ia

berjanji, dan menentukan bentuk perjanjian tertulis atau tidak tertulis,

menerima/menyimpangi hukum perjanjian yang bersifat pelengkap.

• Pacta sun servanda (asas kepastian)

• Asas personalitas/kepribadian (pasal 1340 dan pasal 1315 BW, pengecualian pasal 1317

BW).

• Itikad baik (pasal 1338 ayat 3 BW).

Pada asas pertama yaitu asas consensus itu menyerupai asas kerelaan yang ada dalam

islam. Di mana kedua belah pihak harus saling rela/sepakat atas aturan yang mengikat mereka.

Asas kedua yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas ini menyerupai asas kebolehan, di

mana semua hal adalah hal kecuali yang diharamkan oleh Allah SWT.

Asas ketiga yaitu asas kepastian. Asas ini menyerupai asas dalam Islam. Bahwa suatu

ikatan selama tidak melanggar suatu aturan yang ada maka dianggap tidak ada pelanggaran.

Akan tetapi apabila sebuah ikatan yang telah melanggar sebuah aturan maka ikatan tersebut akan

batal dan bersanksi.

Asas ke empat yaitu asas personalitas. Asas ini memiliki perbedaan dengan Islam.

Bahwa seseorang hanya bisa melakukan perikatan hanya untuk dirinya sendiri, bukan untuk

orang lain. Sedangkan dalam Islam dikenal perwakilan atau mewakili untuk mengikat orang lain.

Seperti halnya sebuah pernikahan, seorang wali bisa mengikat anaknya dalam sebuah

perkawinan tanpa sepengetahuan anaknya.

Asas ke lima yaitu asas Itikad baik. Asas ini memiliki persamaan dengan asas kejujuran

dalam Islam. Seseorang dalam melakukan sebuah perjanjian harus dengan maksud yang baik

bukan dengan unsur penipuan.

Bila melihat kelima asas di atas Islam telah mengatur lebih rinci dan lebih jelas daripada

yang ada dalam BW. Dan keseluruhannya memiliki persamaan. Jadi kesimpulannya secara

undang-undang, negara Indonesia telah menganut asas-asas yang ada dalam Islam.

Kemudian dari terdapat asas kemaslahatan yang menjadi kontroversial antara penganut

klasik dan kontemporer. Salah satu contoh dalam melakukan suatu perjanjian di mana penganut

klasik mengharuskan kedua belah pihak harus dipertemukan. Akan tetapi bagi penganut aliran

kontemporer hal tersebut tidak perlu dilakukan, hal ini dilakukan untuk kemaslahatan masing-

masing supaya tidak memudaratkan di antara mereka. Hal ini bisa dilakukan selama ada rasa

saling percaya di antara mereka. Contoh pembelian perkakas via internet.

Page 13: asas perikatan1

BAB III

KESIMPULAN

Adapun beberapa kesimpulan dari rumusan masalah yang ada adalah sebagai berikut :

• Asas perikatan dalam Islam adalah dasar atau sesuatu yang menjadi

tumpuan berpikir atau berpendapat. Istilah lain yang memiliki arti

sama dengan kata asas adalah prinsip yaitu dasar atau kebenaran

yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak dan sebagainya. Jadi

dasar yang dijadikan untuk melakukan suatu ikatan dengan orang

lain dalam hal apapaun terutama dalam hal transaksi (keperdataan)

yang sesuai dengan Islam.

Page 14: asas perikatan1

• Adapun beberapa asas perikatan yang ada antara lain:

• Asas tertulis atau diucapkan di depan saksi

• Asas Ilahiah atau Asas Tauhid

• Asas kebolehan (Mabda al-Ibadah)

• Asas keadilan (l-‘Adalah)

• Asas perasamaan atau kesetaraan

• Asas kejujuran dan kebenaran (Ash-Shidiq)

• Asas kemanfaatan dan kemaslahatan

• Asas saling memaafkan dan sabar

• Asas kerelaan (mabda’ar-rada’iyyah)

• Asaa kepastian Hukum (Asas pacta sunt servanda)

• Asas adil dan berimbang

• Asas mendahulukan kewajiban dari hak

• Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain

• Asas tertulis atau diucapkan di depan saksi

• Eksistensi dari asas-asas perikatan ini dapat dipergunakan pada zaman sekarang karena,

pada awalnya Hukum positif Indonesia ini pun juga mengatur tentang asas-asas

perikatan yang hal itu sama fungsinnya dengan asas-asas yang ada di Hukum Islam itu

sendiri, akan tetapi dalam praktiknya mungkin terdapat perbedaan dalam

menyelesaikan dan dalam putusan. Namun secara segi kajiannya tetap sama.

Page 15: asas perikatan1

DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddiqy, Hasybi TM,1975, Filsafah Hukum Islam, Jakarta; Bulan Bintang.

Daud, Ali Mohammad, 2000, Hukum Islam pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum islam Di

Indonesia Jakarta : Raja Grafindo persada.

Hasan, Ali Mohammad, 2004, asuransi dalam prespektif Hukum Islam suatu tinjauan analisis

historis teori dan praktis, Jakarta : prenada media.

Http://www.scoutup.net/up/scoutup_1913430616.ppt

Http://akta-online.com/main/index.php?option=com_content & view=article & id=251%3Ahukum-perikatan-aamp-

persetujuan-khusus & Itemid=58 .