Upload
petricia-tjia
View
221
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
app in
Citation preview
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. HR
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Jl. C Sahabat Baru RT09/RW01 Duri Kepa, Kebon Jeruk,
Jakarta Barat
II. ANAMNESA
Autoanamnesa : Tanggal 30 April 2014
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah selama 5 hari SMRS
Keluhan tambahan : Mual dan demam sejak 3 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
sejak 5 hari yang lalu, dirasakan hilang timbul dan baru menetap 2 hari ini. Awalnya rasa
sakit dirasakan di daerah sekitar pusat kemudian menjalar ke perut kanan bawah namun
tidak diperdulikan karena hilang setalah minum obat. Os mengaku merasa mual dan
demam sejak 3 hari SMRS, namun tidak terdapat muntah. Pasien mengaku BAB(-) 2
hari, BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
Riwayat Alergi Obat : Tidak Ada
1
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Berat Badan : 65 kg
Tinggi badan : 168 cm
Gizi : Baik
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 38,8˚ C
STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata.
Mata : Pupil bulat isokor, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Telinga : secret (-), serumen -/-, nyeri tekan mastoid -/-
Hidung : septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-), oedem mukosa (-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, T1-T1 tenang
Leher : KGB tidak teraba mambesar
Thoraks :
Pulmo: Inspeksi : gerak napas simetris
Palpasi : vocal fremitus paru simetris dikedua hemithoraks
2
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara Napas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing-/-
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kiri jantung : ICS V 1 jari medial linea midclavikularis
sinistra
Batas kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra
Auskultasi : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Abdomen datar, benjolan (-)
Palpasi : massa (+ ) diameter 10 cm,
Nyeri tekan mcburney (+), defans muskuler (+),
Perkusi : timpani (+) Shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : BU + menurun
Ekstremitas: Akral hangat, sianosis (-), Oedem (-)
Pemeriksaan khusus:
- Obturator sign (+)
- Rovsing Sign (+)
- Blumberg sign (+)
- Psoas sign (+)
3
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium
30 April 2014
Pemer
iksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi umum
Hemoglobin 16,2 g/dL 13– 18
Leukosit 14.800/uL 4.000-10.000
Eritrosit 5,98 juta 4,5 – 5,5
Hematokrit 48,5 % 40 –50
Trombosit 248.000/uL 150.000 – 450.000
Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium (Na) 138 mEq/L 135 -150
Kalium (K) 4,3 mEq/L 3,6 – 5,5
Clorida (Cl) 95 mEq/L 94 - 111
Laboratorium
5 Mei 2014
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi umum
Hemoglobin 14,6 g/dL 13– 18
Leukosit 16.530/uL 4.000-10.000
Eritrosit 5,31 juta 4,5 – 5,5
Hematokrit 41,1 % 40 –50
Trombosit 409.100/uL 150.000 – 450.000
Hitung Jenis
4
Basofil 0% 0 - 1
Eosinofil 1% 1-2
Batang 0% 2-6
Neutrofil 79% 54-62
Limfosit 13% 25-33
Monosit 7% 3-7
Laju endap darah 31 mm/jam 0-15
USG
Sesuai gambaran apendisitis akut, tidak tampak perforasi, dan tidak tampak
kelainan pada organ intra abdominal lainnya.
V. RESUME
Pria berusia 21 tahun datang ke IGD RSUD Tarakan pada dengan keluhan nyerip
erut kanan bawah sejak 3 minggu yang lalu, dirasakan hilang timbul dan baru menetap 2
hari ini. Awalnya rasa sakit dirasakan di daerah sekitar pusat kemudian menjalar ke perut
kanan bawah namun tidak diperdulikan karena hilang setalah minum obat. Mengaku
merasa mual dan demam sejak 1 minggu SMRS, namun tidak terdapat muntah. Pasien
mengaku BAB(-) 2 hari, BAK tidak ada keluhan.
TANDA VITAL
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
5
RR : 20 x/menit
Suhu : 38,8˚ C
STATUS LOKALIS
Inspeksi : Abdomen datar, benjolan (-)
Palpasi : massa (+ ) diameter 10 cm,
Nyeri tekan mcburney (+), defans muskuler (+)
Perkusi : timpani (+) Shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : BU + menurun
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
30 April 2014
Pemeiksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi umum
6
Hemoglobin 16,2 g/dL 13– 18
Leukosit 14.800/uL 4.000-10.000
Eritrosit 5,98 juta 4,5 – 5,5
Hematokrit 48,5 % 40 –50
Trombosit 248.000/uL 150.000 – 450.000
Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium (Na) 138 mEq/L 135 -150
Kalium (K) 4,3 mEq/L 3,6 – 5,5
Clorida (Cl) 95 mEq/L 94 - 111
Laboratorium
5 Mei 2014
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi umum
Hemoglobin 14,6 g/dL 13– 18
Leukosit 16.530/uL 4.000-10.000
Eritrosit 5,31 juta 4,5 – 5,5
Hematokrit 41,1 % 40 –50
Trombosit 409.100/uL 150.000 – 450.000
Hitung Jenis
Basofil 0% 0 - 1
Eosinofil 1% 1-2
Batang 0% 2-6
Neutrofil 79% 54-62
Limfosit 13% 25-33
7
Monosit 7% 3-7
Laju endap darah 31 mm/jam 0-15
USG
Sesuai gambaran apendisitis akut, tidak tampak perforasi, dan tidak tampak
kelainan pada organ intra abdominal lainnya.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Apendisitis Infiltrat
VII. DIAGNOSIS BANDING
Apendisitis perforasi
VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa : IVFD RL 20 tetes/menit
Inj Ceftriakson 1x 2 gram I.V
Metronidazol drip 3x500 mg I.V
Ranitidin 2x1 amp
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungtionam: dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
8
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus
buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang
merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti
apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah
kesehatan.
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-
kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per
hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum.
Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu penyebab
timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat immunoglobulin sekretoal yang
merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan
immunoglobulin yang banyak terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya
pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah
jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada
saluran cerna lain. Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai
apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien
berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan
omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.
ETIOLOGI
9
Penyumbatan lumen apendiks disebabkan oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit,
striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,cacing usus atau neoplasma. penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit
seperti E. Histolityca, dan 1% oleh striktur lumen yang bisa disebabkan karsinoma (Aksara
Medisina, 4% oleh benda asing (termasuk cacing), 35% disebabkan karena fekalith. Penyebab
sumbatan 60% adalah hyperplasia kelenjar getah bening.
EPIDEMIOLOGI
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada negara berkembang.
Namun dalm tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari 1 tahun jarang
dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens
pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki
lebih tinggi.
PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan
berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi
tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal
hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60
cmH20. Manusia dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga
menjadi gangrene atau terjadi perforasi.
10
Kombinasi tekanan tinggi di sekum dan peningkatan flora kuman di kolon
mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks. Pencetus lain
ialah erosi dan tukak kecil di selaput lendir oleh E.histolytica dan penghambatan evakuasi isi
apendiks . Evakuasi ini terhambat oleh stenosis atau penyumbatan lumen atau gangguan
motilitas oleh pita, ades dan faktor lain yang mengurangi gerakan bebas apendiks.
Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplet, yang meliputi semua
lapisan dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang
menghambat pengosongan lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan
pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis
pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam,
tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan
usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat
11
terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk
abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya
tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan
juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses
peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan
timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat
menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-
benar istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini
dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
MANIFESTASI KLINIK
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai
adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di
daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri
beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya
12
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen
kanan bawah akan semakin progresif.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan
bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum
maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa
nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot
psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan
tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan
menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada
waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala
awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi
lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah
perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang terlambat
diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. 7
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu
diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada
13
kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler
terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah
terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1Demam biasanya
ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut
kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan
nyeri di perut kanan bawah. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat
membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari
(waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang
fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka
massa dapat diraba pada RT(Rectal Touche) sebagai massa yang hangat.
Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri
bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada
apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas
sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas
dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila
apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji
obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator
14
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.
Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot
psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan).
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan.
Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping
dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam.
Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak denhgan
otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya
pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak
adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran
kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih
dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
Pemeriksaan Radiologi, foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau
pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan air-udara
disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan
bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada apendiks
menyebabkan ukuran apendiks lebih dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada
kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal, divertikulum
meckel’s, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif
palsu pada hasil USG.
15
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain dapat
mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari 6 mm) juga dapat
melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi untuk apendisitis akut
pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture
apendiks.
DIAGNOSIS BANDING
Kehamilan Ektopik
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada
rupture tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan
vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan cavum Douglas.
Adenitis Mesenterium
Penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan apendisitis.
Penyakit ini lebih sering pada anak-anak, biasanya didahului infeksi saluran nafas. Lokasi neri
diperut kanan bawah tidak konstan dan menetap.
Penatalaksanaan
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh
omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas
campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat
segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-
rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah,
semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana
16
penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks
yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya,
dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat
operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau
dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang
pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika
perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang
masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi
lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa
dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan
untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta
luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit
normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian
agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan
terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi,
bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan
pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks
dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat
penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa
perforasi.
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila
dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah
terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila
dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita
hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi
abses, dianjurkan operasi secepatnya.
17
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi
ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat:
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman
aerob dan anaerob.
Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi.
Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8
minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani
dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan
membatalakan tindakan bedah. Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan
nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi
maka harus dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda
(demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila
massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan
didrainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan
adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah
diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar
dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat
menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat
samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari,
drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik
dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari
penderita di RT.
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang, LED, Jumlah
leukosit. Massa Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila penderita sudah tidak
18
mengeluh sakit atau nyeri abdomen, pemeriksaan fisik keadaan umum penderita baik, tidak
terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler). Tanda-tanda apendisitis sudah tidak
terdapat, massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil
dibanding semula. Laboratorium LED kurang dari 20, Leukosit normal.
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan,
operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi
abses dan terapi adalah drainase.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri
atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan timbulnya
abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah
nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh, suhu tubuh naik
tinggi sekali, nadi semakin cepat, Defance Muskular yang menyeluruh, bising usus berkurang,
perut distended. Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya:
1. Pelvic Absces
2. Subphrenic abses
3. Intra peritoneal abses lokal.
PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat, tingkat mortalitas dan morbiditas dari penyakit ini sangat
kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi
komplikasi.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta; 2005.
2. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku ajar ilmu bedah: Apendisitis akut. Edisi II. Jakarta:
EGC. Jakarta; 2004.
3. Sabiston David C. Buku ajar bedah jilid II. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 2012.
20