44
Aplikasi Diffusion- & Perfusion- Weighted MRI untuk Diagnosis & Terapi Infark Serebri Akut Pembimbing : dr. Dwi Pudjonarko, M. Kes, Sp.S Oleh : Maria Belladonna R. S. JOURNAL READING Ying Han et al. International Journal of Biomedical Imaging. Vol.2006, Article ID 20164, Pages 1–11

Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted MRI untuk Diagnosis

& Terapi Infark Serebri Akut

Pembimbing : dr. Dwi Pudjonarko, M. Kes, Sp.S

Oleh : Maria Belladonna R. S.

JOURNAL READINGYing Han et al. International Journal of Biomedical Imaging. Vol.2006, Article ID 20164, Pages 1–11

Page 2: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pengantar

BEBERAPA ISTILAH ....

Prinsip MRI : perilaku proton dalam air untuk menghasilkan gambaran kontras antara lesi dan jaringan.

Parameter-parameternya : densitas proton waktu relaksasi longitudinal (T1) waktu relaksasi transversal (T2)

Karakteristik MRI adalah berdasarkan kemampuan untuk menghasilkan kontras tersebut, disebut sebagai “weighting”.

Page 3: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pengantar

T1-weighted image : molekul air dieksitasi oleh medan magnet yang kuat menghasilkan sinyal MRI

T2-weighted image : gambaran kontras dihasilkan dengan mengukur koherensi antar molekul-molekul air. Bila air berada pada lingkungan di mana ia bebas bergerak, maka proses relaksasi menjadi lebih lama menghasilkan gambaran kontras antara lesi dengan jaringan sehat sekitarnya.

FLAIR (Fluid Attenuating Inversion Recovery) : seperti T2, namun sinyal LCS beramplitudo tinggi dihilangkan, sehingga hanya tersisa sinyal terang yang berasal dari parenkim otak.

Page 4: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pengantar

DWI (Diffusion-Weighted Imaging)

Metode MRI yang menggambarkan mikrostruktural jaringan berdasarkan karakteristik difusi air.

Mengukur kecepatan difusi molekul air dalam jaringan.

Page 5: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pengantar

PWI (Perfusion-Weighted Imaging)Mengukur kecepatan aliran darah

mikroskopik dari kapiler dan venulae serebri ke jaringan otak.

Page 6: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pengantar

Page 7: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pendahuluan

Stroke : penyakit yang mengancam jiwaKomplikasi : disabilitas jangka panjangDiagnosis akurat pada fase akut penting

untuk terapi & prognosis.

DWI & PWI dapat mendiagnosis infark otak pada fase yang sangat awal

Page 8: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pendahuluan

DWI dapat mengidentifikasi daerah iskemik berat yang diperkirakan akan menjadi inti infark yang ireversibel.

PWI, menggunakan dynamic susceptibility contrast & parameter turunannya : CBF (Cerebral Blood Flow) CBV (Cerebral Blood Volume) MTT (Mean Transit Time)

Dapat mengidentifikasi defisit perfusi pada regio sekitar inti iskemik.

Page 9: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pendahuluan

Area yang terganggu pada PWI lebih luas daripada lesi DWI pada jam pertama perubahan stroke

Mismatch = PWI – DWIMismatch mewakili penumbra iskemikPenumbra iskemik : regio iskemik yang

reversibel, namun juga bisa menjadi infark

Page 10: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pendahuluan

Beberapa peneliti menyatakan bahwa mismatch DWI/PWI mungkin mencakup tidak hanya area yang berisiko infark, namun juga jaringan oligemik dengan aliran darah di atas ambang viabilitas kritis yang tidak berisiko.

penting untuk menghitung nilai defisit perfusi pada area mismatch DWI/PWI untuk membedakan antara area sebenarnya yang berisiko dengan jaringan oligemik yang bukan merupakan target trombolisis

Page 11: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

BAHAN & METODE

1. Subjek 120 pasien stroke akut dipilih dari 350

pasien stroke periode Maret 1999 – Maret 2003.

Rerata umur 64 th (28-80 th). 86 (dari 120) : infark; 34 TIA

Page 12: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

BAHAN & METODE

2. MR scanningMenggunakan MRI 1,5 T : Potongan sagital, koronal, aksial T1 T2 FLAIR MRA DWI PWI Kontras : bolus Gd-DTPA (0,2 mmol/kg)

Page 13: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

BAHAN & METODE

3. Analisis Dataa) Apparent diffusion coefficient (ADC) &

Exponential apparent diffusion coefficient (EADC)

Nilai ADC diperoleh berdasarkan persamaan Stejskal-Tanner:

D : koefisien difusiS0 : intensitas sinyal images tanpa

faktor bSb : intensitas sinyal images yang

direkam menggunakan faktor bb : diffusing weighting factorγ : radio gyromagnetik, δ : durasi gradien iradiasiΔ : waktu antara peninggian tepi dari

dua gradien sensitisasi difusi.

Page 14: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

BAHAN & METODE

Otak bersifat anisotropik, maka restriksi difusi tergantung terhadap arah. Koefisien difusi D, mempunyai Dxx, Dyy, & Dzz :

Pada manusia, lebih sering digunakan istilah ADC daripada D, sehingga dapat ditulis :

• Pemetaan ADC atau EADC dibuat berdasar nilai ADC atau EADC.• Area lesi & area cermin kontralateralnya disegmentasi untuk membuat analisis perbandingan & kuantitatif. • Segmentasi dilakukan pada DWI & rerata nilai ADC dihitung.

Page 15: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

BAHAN & METODE

κ = (1 − HCTLV)/(1 − HCTSV)HCTLV (hematokrit pada pembuluh darah besar)= 0,45HCTSV (hematokrit pada pembuluh darah kecil) = 0,25

ρ (densitas jaringan otak)= 1,04 g/ml

Cm(t) : kadar Gd-DTPA terukur dengan waktu

AIF(t) : kurva fungsi input arterial (AIF) terukur

b) Cerebral blood flow (CBF), cerebral blood volume (CBV), dan mean transit time (MTT)

Page 16: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

BAHAN & METODE

CBF : Cerebral Blood Flow

Cmax : kadar Gd-DTPA maksimum dalam jaringan

MTT : Mean Transit Time

Page 17: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

BAHAN & METODE

AIF fit(t) & Cfit(t) memenuhi kurva AIF(t) dan Cm(t)K : konstantaΧ : jumlah gambarΔ : selang waktu antara gambar 0 & sampainya bolus α & B: parameter variat gammaFstep : step function yang ditentukan dengan :Fstep = 1(χ − Δ) ≥ 0, 0(χ − Δ) < 0

c) Arterial input function (AIF) dan gamma variate fitting

Gamma variate fitting dilakukan untuk denoise data untuk resirkulasi tracer. Kurva AIF(t) dan Cm(t) jaringan memenuhi fungsi variat gamma menggunakan metode Levenberg-Marquardt :

Page 18: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

BAHAN & METODE

d) Segmentasi

Segmentasi dilakukan pada daerah lesi menggunakan DWI, ADC, CBV, CBF, & MTT dibandingkan

Perbedaan daerah antara gambaran (DWI, ADC terhadap CBV, CBF, MTT) merupakan penumbra

Page 19: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

HASIL

120 pasien

Kelompok 3Dx 6 – 48 jam

Kelompok 2Dx 3-6 jam

Kelompok 1Dx < 3 jam

Hampir semua Tx trombolitik

BeberapaTx trombolitik

Hanya sedikitTx trombolitik

Page 20: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

HASIL

1. Intensitas sinyal

T2WI atau T1WI konvensional : - Kel.1 & 2 : tampak normal- Kel. 3 : hiperintens pada T2WI / FLAIR

DWI- Kel. 1, 2, 3 : hiperintens- ADC jelas ↓ pada fase hiperakut (<6 jam) &

akut (6-48 jam) : sinyal area lesi hipointens pada pemetaan ADC.- Setelah itu ADC pulih bertahap sesuai perjalanan penyakit berubah menjadi hiperintens pada pemetaan ADC.

Page 21: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

HASIL

Laki-laki 46 tahun, Fase hiperakut (1,5 jam)

T1-WI T2-WI DWI ADC EADC

Setelah 7 hari :

T2-WI T1-WI DWI pemetaan ADC

Page 22: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

HASIL

PWI- MTT : sinyal hiperintens - pemetaan CBV & CBF : sinyal hipointens

MRA: hilangnya sinyal pada a. serebri media

DWI pemetaan ADC MTT pemetaan MRA penumbra

Wanita 55 tahun, infark pada fase hiperakut (6 jam)

Page 23: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

HASIL

2. Sensitivitas DWI, PWI, dan T2WI

Kel. 1 : sensitivitas DWI atau PWI = 75%Kel. 2 : sensitivitas DWI atau PWI = 100%Kel. 3 : sensitivitas DWI atau PWI = 100%

sensitivitas T2WI = 76%

Page 24: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

HASIL

3. DWI-PWI mismatchDaerah hiperintens di pemetaan MTT lebih luas daripada DWI selisihnya = penumbra , dapat dipulihkan dengan terapi trombolitik yang sesuai.

DWI MTT pemetaan penumbra

Page 25: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

HASIL

4. Observasi kontinyu terhadap lesi setelah terapi

Kelompok 1 Kelompok 23-6 jam

Kelompok 36-48 jam

<1,5 jam 1,5-3 jam

• tidak ada DWI-PWI mismatch• Seluruh daerah abnormal menghilang setelah tx

• ada DWI-PWI mismatch• Hampir Seluruh daerah abnormal jadi normal setelah tx

beberapa bagian dari daerah abnormal pulihSetelah tx

Hanya sedikit daerah abnormal pulihSetelah tx

Page 26: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

HASIL

Dengan segmentasi dihitung vol. daerah abnormal sebelum & setelah terapi :

Subkel. 1,5 jam : lesi menghilang Subkel. 3 jam : >90% daerah lesi pulih Dalam 6 jam : daerah yang pulih 70-80% Dalam 8 jam : daerah yang pulih 40%

Page 27: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

HASIL

5. Efikasi terapi pada masing-masing kelompok

Terapi trombolitik sangat efektif pada 3 jam pertama (kel.1, sebagian besar pasien pulih).

Kel.2 (3-6 jam setelah infark) : masih tersisa inti infark dan pasien mengalami sekuele setelah terapi. Selain itu, risiko hemoragik juga meningkat.

Kel.3, terapi trombolitik tidak efektif, persentase pemulihan setelah terapi <27%

Page 28: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

HASIL

Page 29: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

1. Nilai DWI dan PWI dalam diagnosis stroke hiperakut

DWI dan PWI sangat menjanjikan untuk meningkatkan sensitivitas dalam mendiagnosis infark; dan dianggap sebagai prediktor stroke yang kuat.

Page 30: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

DWI : gerakan konstan molekul air pada otak, difusi

molekul air dalam ruang ekstraseluler, & antar ruang intraseluler dan ekstraseluler dapat diukur

Apabila difusi dibatasi, sinyal DWI menunjukkan hiperintens, seperti pada kerusakan sitotoksik akibat iskemia, inflamasi, trauma, atau tumor.

Lesi hiperintens pada DWI dapat mencerminkan efek T2 yang kuat selain berkurangnya difusi

air.

Page 31: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

Untuk menghilangkan efek T2, koefisien difusi D dihitung sebagai rerata makroskopik kompartemen jaringan heterogen dengan beragam unsur difusi dianggap sbg apparent diffusion coefficient (ADC).

ADC berperan penting u/ dx stroke, khususnya fase akut.

Karena hilangnya efek T2, beberapa lesi hiperintens kecil dapat diidentifikasi

ADC juga dapat memprediksi status perfusi.

Perjalanan waktu dari ADC: pertama-tama ADC menurun, kira-kira 28 jam sampai minimum, lalu meningkat kembali & mencapai “pseudonormalisasi” setelah ± 5 hari

Nilai ADC menjadi jauh lebih tinggi pada infark kronis

Lokasi & ukuran infark tidak berpengaruh terhadap perjalanan waktu ini.

Page 32: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

Dgn kombinasi DWI & ADC, dx stroke dapat ditegakkan secara akurat, khususnya fase hiperakut (<6jam).

Sensitivitas DWI : 85,7%, spesifitas 95,7%.

Sensitivitas DWI ↓ 24 jam pertama.

Diagnosis false negatif sering terjadi pada infark kecil teritori posterior.

Page 33: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

Dgn kombinasi DWI & ADC, infark akut & kronis dapat dibedakan.

INFARK AKUT

• Sinyal hiperintens• ADC turun

INFARK KRONIS

• Sinyal hipointens• ADC bertambah

Page 34: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

Sinyal pada infark hiperakut & akut adalah hiperintens pada MTT, hipointens pada CBV dan CBF.

Karena arteri penyuplai mengalami oklusi pada stroke, maka nilai CBV dan CBF turun, dan MTT memanjang.

Secara umum, area lesi pada fase hiperakut stroke yang diukur dengan PWI jauh lebih luas daripada DWI, namun daerah yang besar tersebut akan berubah secara bertahap dan akhirnya menjadi sama besarnya dengan DWI.

Daerah mismatch ini disebut sebagai “jaringan berisiko” atau penumbra.

Mismatch DWI-PWI menunjukkan adanya jaringan otak yang dapat diselamatkan.

Page 35: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

2. Pentingnya diagnosis dini untuk terapi efektif

Diagnosis dini yang akurat dapat memberikan waktu dan peluang untuk terapi stroke.

Penumbra dapat digunakan untuk evaluasi efikasi terapi.

Penumbra adalah jaringan otak abnormal dengan disfungsi namun tanpa destruksi. Jaringan dapat diselamatkan dengan terapi. Penumbra akan menjadi infark apabila reperfusi darah tetap minim.

Tujuan utama trombolisis dan terapi lain adalah untuk melindungi penumbra dari infark.

Page 36: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

Sejak awal 1990, tPA telah digunakan u/ stroke & memperbaiki outcome neurologis & fungsional secara bermakna u/pasien stroke yg diterapi dlm 3 jam onset.

Jendela terapi diperpanjang hingga 6 jam dg dx PWI

dan DWI, bila pasien memenuhi salah satu berikut :1. Lesi PWI awal memperkirakan daerah jaringan otak

disfungsional akut, sedangkan lesi DWI akut berhubungan dengan inti infark awal.

2. Mismatch antara lesi PWI akut dan lesi DWI yang lebih kecil menggambarkan jaringan otak yang potensial dapat diselamatkan (perkiraan penumbra iskemik).

3. Pasien dengan mismatch PWI/DWI: reperfusi awal berhub. dengan perbaikan klinis & pemulihan/reduksi lesi DWI.

Page 37: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

Selain itu, peneliti lain menganggap bahwa : DWI-PWI mismatch ratio (PWI-DWI/PWI x 100%)

berhubungan dengan beratnya defisit neurologis awal rescued ratio (PWI-T2/PWI x 100) merupakan suatu

indikator efikasi terapi yang obyektif.

Hasil penelitian ini : Pasien diterapi dalam 1,5 jam onset : pulih, gambaran

patologis dalam MRI hilang total Pasien diterapi dalam 3-6 jam onset : daerah patologis

jelas berkurang, 70% lesi menjadi normal Pasien diterapi >6 jam onset : perubahan tak terlalu

jelas karena daerah paling iskemik berubah jadi infark rusak

Page 38: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

3. Teori penumbra, peluang terapi, dan efikasi terapi pada ketiga kelompok

Penumbra secara konvensional dianggap sebagai mismatch antara DWI dan PWI.

Peneliti menemukan bahwa proses pemulihan juga dapat terjadi pada daerah abnormal pada DWI.

Persentase pulih tergantung waktu terapi Contoh : kel.1 : dijumpai 2 pasien stroke (<1,5 jam)

DWI hiperintens, PWI hampir normal pulih tanpa sekuele

Mematahkan Teori penumbra (abnormalitas pada DWI merupakan zona infark & tak dapat diselamatkan)

Page 39: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

Waktu infark bukan merupakan indikasi absolut untuk terapi trombolitik.

Peneliti menjumpai beberapa pasien pada kel.2 (>3jam) yang menurut teori konvensional tidak diterapi trombolitik, namun setelah dianalisis ternyata cocok utk diterapi trombolitik. Setelah terapi, hasilnya : 70-80% area lesi pulih.

Page 40: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

Risiko perdarahan selama terapi trombolitik :

Kel.2 risiko perdarahan jauh > kel.1pada fase lebih dari 3 jam dan pasien

punya kecenderungan perdarahan, maka terapi trombolitik tidak dianjurkan

Page 41: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

Efikasi terapi ditentukan berdasarkan perubahan volume infark sebelum & sesudah terapi.

Semakin awal terapi, efikasi makin bagusSeiring berjalannya waktu, kesempatan

pulih semakin kecil

Page 42: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

Pembahasan

4. Transient ischemic attack (TIA)DWI kuantitatif sensitivitasnya lebih baik

dibanding DWI konvensional u/ dx TIA.

Baik DWI konvensional maupun kuantitatif digunakan pada pasien-pasien TIA

Pemetaan ADC pada beberapa area sedikit menurun pada permulaan awal namun kembali normal setelah 48 jam.

Diperlukan penelitian lebih lanjut.

Page 43: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

KESIMPULAN

Stroke iskemik fase hiperakut (< 6 jam) : sulit untuk menemukan zona infark pada MRI T1 / T2 konvensional, namun mudah pada DWI & pemetaan ADC

fase 3-6 jam : juga mudah pada PWI, pemetaan CBF, CBV, dan MTT

fase akut (6-48 jam) : DWI atau PWI lebih sensitif daripada T1 atau T2 konvensional.

Kombinasi DWI dg ADC, infark akut & kronis dapat dibedakan

Teori penumbra harus diperbarui untuk dapat digunakan sebagai indikasi atau evaluasi efikasi terapi. Ada 2 kasus (< 1,5 jam) yang mematahkan teori penumbra karena kelainan dijumpai pada DWI namun tidak pada PWI, pada akhirnya mereka sembuh tanpa sekuele.

Page 44: Aplikasi Diffusion- & Perfusion-Weighted Magnetic Resonance Imaging Untuk

TERIMA KASIH