Upload
others
View
31
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Apakah Kredit Usaha Rakyat (KUR) Berdampak pada Kinerja
Usaha?: Studi pada UMKM Makanan Ringan Di Kota Salatiga
Rahayu Widiastuti
Maria Rio Rita
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
Abstract
The major main obstacle faced by small and medium sized enterprises (SMEs) is the limited
amount of capital. The SMEs’ criteria, which are feasible and non bankable, make it difficult for
them to acquire source of funding from a bank’s financial institution. However, government’s
program of Kredit Usaha Rakyat (KUR) helps a business which is feasible but non bankable, to
access funding resource from bank’s financial institution. This study examined 14 SMEs which
producing snacks that use KUR as one of its funding sources. The purpose of this study was to find
out the benefit acquired after using KUR by analyzing the number of production, selling omzet,
and the profit gained in the business. The results showed that two out of 14 SMEs did not change
in their business performance, both in the number of production and selling omzet. Generally, the
number of production increased by 47%; while the selling omzet also increased up to 45% and the
profit increased to 48% after using KUR.
Keywords: SMEs, credit, business performance
Saripati
UMKM masih terkendala dengan terbatasnya modal dalam pengembangan usahanya. Kondisi
UMKM yang feasible namun non bankable mengakibatkan usaha tersebut sulit untuk memperoleh
sumber pendanaan dari lembaga keuangan bank. Namun dengan adanya program pemerintah yaitu
Kredit Usaha Rakyat (KUR), diharapkan dapat membantu usaha yang feasible namun non
bankable seperti UMKM ketika mengakses pendanaan dari perbankan. Dalam riset ini mengambil
14 UMKM yang memproduksi makanan ringan di kota Salatiga, dengan kriteria yang
menggunakan KUR sebagai salah satu sumber pendanaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui manfaat setelah KUR dengan melihat perubahan jumlah produksi, omset penjualan,
dan keuntungan usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 14 usaha hanya dua usaha yang
tidak mengalami perubahan jumlah produksi dan omzet penjualan. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa jumlah produksi meningkat sebesar 47%, omzet penjualan meningkat sebesar
45% dan keuntungan meningkat sebesar 48% setelah usaha tersebut menggunakan KUR.
Kata kunci : UMKM, Kredit Usaha Rakyat (KUR), kinerja usaha
2
1. Latar Belakang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan pelaku bisnis yang bergerak
pada berbagai bidang usaha. UMKM menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan
utama masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan
UMKM tahun 2013 menyatakan bahwa jumlah UMKM bertambah sebesar 2,41% dari tahun
sebelumnya tahun 2012 yaitu sebesar 56.534 juta unit usaha menjadi 57.895 juta unit usaha.
UMKM banyak memberikan kontribusi terhadap perkembangan perekonomian, dimana UMKM
mampu menyerap 114 juta tenaga kerja (Kementrian Koperasi dan UMKM, 2013).
Sedikitnya lapangan pekerjaan yang ada saat ini menjadi alasan utama bertambahnya
angka pengangguran. Lapangan kerja yang minim mendorong masyarakat untuk berpikir kreatif
untuk bisa menyambung hidup. Salah satunya dengan berwiraswasta dengan membuka usaha
kecil-kecilan. Industri makanan ringan memiliki peluang yang sangat menjanjikan karena makanan
ringan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan
maupun di pedesaan. Konsumsi makanan ringan diperkirakan akan terus meningkat, mengingat
makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Data BPS juga
menujukkan pertumbuhan produksi industri (year on year) triwulan 1 2013 UKM mengalami
kenaikan di industri makanan sebesar 10,76%. Ini merupakan indikator bahwa industri makanan
yang banyak dikerjakan UMKM memiliki potensi besar untuk dikembangkan (presidenri.go.id).
Dalam pengembangan UMKM masih terdapat kendala yang dihadapi diantaranya adalah
terbatasnya permodalan (Susilo, 2007). Berkaitan dengan masalah keterbatasan modal, UMKM
membutuhkan dukungan dari lembaga pembiayaan seperti perbankan. Namun, akses UMKM
untuk mendapatkan modal dari perbankan masih terbatas. Permasalahan ini terkait dengan profil
dari debitur-debitur usaha skala mikro yang kurang atau bahkan tidak bankable atau tidak
memenuhi persyaratan teknis perbankan (Susilo, 2010). Sehingga hal ini mempersulit usaha yang
masih kecil/baru, sebab tidak banyak UMKM yang mau memperhatikan kriteria bankable.
Akibatnya usaha-usaha yang layak (feasible) sulit untuk mendapatkan tambahan modal dari
perbankan. Dalam memberikan atau menyalurkan kredit, perbankan menerapkan prinsip kehati-
hatian dengan mempersyaratkan ketentuan “The five C of credit” (5C), yaitu character, capital,
collateral, capacity of repayment, dan condition of economic (Subandi, 2007). UMKM belum
mampu memenuhi kriteria dalam memberikan agunan rendah, sehingga belum cukup untuk
menjamin sejumlah kredit yang dibutuhkan (Susilo, 2010).
Untuk mengatasi masalah tersebut maka dirancang suatu mekanisme yang dapat menjadi
solusi, yaitu melalui suatu pola penjaminan kredit. Penjaminan kredit merupakan usaha jasa untuk
menutup sebagian dari potensi kerugian kepada yang meminjamkan atas suatu pinjaman bilamana
pinjaman tersebut tidak dibayar penuh (Biro Riset LM FEUI, 2012). Kredit Usaha Rakyat (KUR)
merupakan skema kredit baru yang diluncurkan oleh pemerintah pada tanggal 5 November 2007.
Program kredit ini bertujuan untuk membantu aksesibilitas kredit bagi UMKM yang
dikembangkan melalui kerjasama dengan beberapa bank komersil yang ditunjuk oleh pemerintah
3
(Damayanti dan Adam, 2015). KUR diberikan kepada UMKM yang memiliki usaha layak
(feasible), namun belum bankable. Agunan pokok KUR adalah proyek yang dibiayai, sedangkan
agunan tambahan sebagian dicover oleh program penjaminan sebesar 80% dari plafon kredit untuk
sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri, dan 70% dari plafon kredit untuk
sektor lainnya (Peraturan Menteri Keuangan, 2008).
Menurut Sri Danujo ketua FEDEP kota Salatiga, menuturkan bahwa masalah permodalan
merupakan salah satu permasalah industri makan ringan di kota Salatiga (Suara Merdeka, 2012).
Usaha makanan ringan memang tidak memerlukan modal yang sangat besar, namun untuk bisa
memenuhi permintaan pasar yang tinggi usaha makanan ringan perlu dana tambahan yang
digunakan dalam pengembangan usaha. Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat menjadi alternatif
sumber pendanaan eksternal untuk membantu UMKM dalam mengembangkan usaha. Dengan
skema yang memudahkan UMKM dalam memperoleh modal perbankan, diharapkan mampu
meningkatkan minat untuk mengakses modal perbankan sehingga permasalahan terbatasnya modal
dapat diatasi dan diharapkan nantinya akan mampu meningkatkan kinerja usaha. Berdasarkan latar
belakang tersebut, dapat dirumuskan persoalan penelitian sebagai berikut: Bagaimana kinerja
UMKM makanan ringan di Kota Salatiga sesudah menggunakan Kredit Usaha Rakyat (KUR)?
Berdasarkan temuan terdahulu, memang masih terdapat inkonsistensi hasil yang
menyatakan bahwa penggunaan hutang dapat meningkatkan kinerja, namun bisa juga justru
memperburuk kinerja usaha (Campello, 2006; Phillips, 1995). Oleh sebab itu, fenomena ini
membuat peneliti tertarik untuk mendalami kondisi yang ada di UMKM khususnya sektor
makanan ringan yang berlokasi di Kota Salatiga Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk,
mengukur kinerja usaha melalui perubahan jumlah produksi, omzet penjualan dan keuntungan
UMKM makanan ringan di kota Salatiga sebelum dan sesudah menggunakan KUR.
2. Telaah Teoritis
2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UU UMKM) Pasal 1 angka (1), (2), dan (3), Usaha Mikro adalah usaha
produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam UU UMKM. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UU UMKM.
Sedangkan Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
4
langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UU UMKM.
Penggolongan kriteria UMKM diatur dalam UU UMKM Pasal 6 ayat (1), (2) dan
(3). Usaha Mikro memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta, tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300 juta.
Usaha Kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta – Rp 500 juta, tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300
juta- Rp 2,5 miliar. Sedangkan Usaha Menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp
500 juta–Rp 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki
hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 miliar–Rp 50 miliar.
Tabel 1.
Kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Keterangan Kriteria
Aset Omset
Usaha Mikro Maks. Rp 50 juta Maks. Rp 500 juta
Usaha Kecil > Rp 50 juta-Rp 500 juta >Rp 500 juta-Rp 2,5 milyar
Usaha Menengah > Rp 500 juta-Rp 10 milyar >Rp 2,5 milyar-Rp 50 milyar
Sumber: www.denkop.go.id
2.2 Sumber Pendanaan
Ketika suatu bisnis membutuhkan pendanaan untuk menunjang kegiatan operasional
sehari-hari maupun untuk mendanai investasinya, dapat diupayakan sumber pendanaan dari
internal ataupun eksternal perusahaan. Pendanaan internal adalah sumber dana yang berasal dari
pemilik usaha perusahaan maupun dari laba yang telah diperoleh pada periode sebelumnya.
Sementara dana eksternal berasal dari luar kegiatan operasional perusahaan seperti hutang kepada
kreditur. Saat ini telah banyak tersedia berbagai sumber dana yang bisa dimanfaatkan oleh
pengusaha untuk merintis dan mengembangkan usahanya. Sumber eksternal dapat berasal dari
lembaga keuangan formal dan pinjaman dari lembaga keuangan informal (Kusumawardhana,
2008).
Lembaga keuangan formal meliputi lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan
bukan bank. Lembaga keuangan bank menurut UU No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain
bank yang dalam kegiatannya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, yang meliputi perusahaan asuransi, dana pensiun, pasar
modal, leasing, modal ventura, pegadaian, serta perusahaan pembiayaan lainnya. Lembaga
keuangan informal adalah lembaga yang menjalankan fungsi lembaga keuangan namun tidak
berlandaskan kekuatan hukum. Lembaga-lembaga ini beroperasi di pedesaan atau masyarakat
kelompok bawah. Lazimnya lembaga keuangan informal ini menjembatani kebutuhan individu
yang susah mengakses lembaga pendanaan formal, akibat keterbatasan sumber daya yang
5
dimilikinya. Sebagai contoh, kendala dalam kolateral yang umumnya disyaratkan oleh perbankan,
ketrampilan manajerial maupun persyaratan administrasi lainnya. Karakteristiknya meliputi
prosedur dan perjanjian peminjaman yang relatif lebih cepat, sederhana, dan berdasarkan
perjanjian lisan atau tertulis sederhana (Kusumawardhana, 2008).
2.3 Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas
penjaminan untuk usaha produktif dan layak (feasible) namun mempunyai keterbatasan dalam
pemenuhan persyaratan yang ditetapkan perbankan (non bankable) (Komite Kebijakan KUR,
2010). Dana yang disalurkan dalam program KUR sepenuhnya merupakan dana pihak ketiga milik
perbankan. Pemerintah hanya memberikan insentif dengan menjamin sebagian risiko kredit (70-80
persen) melalui lembaga penjaminan. Perusahaan penjaminan milik pemerintah seperti Jaminan
Kredit Indonesia (Jamkrindo), Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), berperan sebagai lembaga
penjamin KUR. Karena dana KUR merupakan dana milik perbankan, maka mekanisme dan
ketentuan penyaluran KUR ditentukan oleh bank pelaksana itu sendiri dengan prinsip-prinsip
kredit komersial. Bila terjadi kemacetan, bank dapat mengajukan klaim ke usaha penjamin yang
bersangkutan untuk kemudian digantikan sebesar 70-80 persen, sesuai sektor usaha debitur.
Tujuan Program KUR adalah untuk mempercepat pengembangan sektor-sektor primer
dan pemberdayaan usaha skala kecil, untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap kredit dan
lembaga-lembaga keuangan, mengurangi tingkat kemiskinan, dan memperluas kesempatan kerja.
Pada dasarnya, KUR merupakan modal kerja dan kredit investasi yang disediakan secara khusus
untuk unit usaha produktif melalui program penjaminan kredit. Perseorangan, kelompok atau
koperasi dapat mengakses program ini dengan kredit maksimum Rp 500 juta. Sumber dana berasal
dari bank yang ditunjuk dengan tingkat bunga maksimum 12 persen per tahun. Persentase kredit
yang dijamin adalah 70 persen dari alokasi total kredit yang disedikan oleh bank tersebut. Masa
pinjam kredit untuk modal kerja maksimum 3 tahun dan 5 tahun untuk investasi (Komite
Kebijakan KUR, 2010).
Persyaratan yang dibutuhkan dalam pengajuan kredit usaha rakyat berdasarkan wawancara dengan
account officer (mantri) bank BRI unit Tingkir adalah sebagai berikut :
1. Fotocopy KTP dan KK
2. Fotocopy surat nikah (bagi yang sudah menikah)
3. Surat ijin usaha (SIUP, TDP, SITU, HO) atau keterangan usaha dari
keluarahan/kecamatan.
4. Fotocopy dokumen jaminan (sertifikat, BPKB kendaraan).
Setelah persyaratan administrasi terpenuhi, selanjutnya dilakukan BI cheking, untuk memastikan
debitur tidak sedang memiliki kredit produktif.
6
Ketentuan umum mengajukan KUR dikutip dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah, terdiri dari tiga kriteria yaitu:
1. Mempunyai usaha yang produktif yang sudah berjalan minimal 6 bulan-2 tahun. Usaha
produktif adalah usaha untuk menghasilkan barang atau jasa untuk memberikan nilai
tambah dan meningkatkan pendapatan pelaku usaha.
2. Usaha layak. Usaha layak adalah usaha calon debitur yang menguntungkan/memberikan
laba sehingga mampu membayar seluruh hutang bunga dan mengembalikan seluruh
hutang/kewajiban pokok kredit/pembiayaan dalam jangka waktu yang disepakati antara
bank pelaksana dengan debitur KUR.
3. Belum bankable, artinya UMKM yang belum dapat memenuhi persyaratan
perkreditan/pembiayaan dari bank pelaksana antara lain dalam hal penyediaan agunan dan
pemenuhan persyaratan perkreditan/pembiayaan yang sesuai dengan ketentuan bank
pelaksana.
2.4 Kinerja Usaha
Ketika pihak ekstrenal perusahaan hendak mengetahui bahkan menilai performa suatu
organisasi, maka dibutuhkan proksi untuk itu. Kinerja usaha secara umum merupakan tolak ukur
tingkat keberhasilan dan perkembangan usaha (Jeening dan Beaver, 1997). Ada berbagai aspek
yang bisa dipakai untuk menunjukkan kinerja suatu bisnis. Keberhasilan tersebut dapat diukur
melalui pengembalian investasi, pertumbuhan volume penjualan, laba dan tenaga kerja yang
dilakukan untuk mengetahui kinerja usaha. Alasadi dan Abdelrahim (2007) menyatakan kinerja
pada UKM dapat dilihat dari kepuasan pemilik/manajer atas profit, omzet, titik balik modal (Break
Event Point), dan pengembangan usaha. Sementara Balboa, et al (2011) melihat keberhasilan
usaha dari nilai tambah (value added) yang dihasilkan perusahaan. Mallick & Yang (2011)
memproksikan kinerja usaha melalui peningkatan profitabilitas dan produktivitas usaha.
Dalam riset ini hanya menggunakan tiga variabel yang digunakan untuk mengukur
kinerja UMKM, karena usaha yang diteliti berskala mikro dan tidak memiliki catatan keuangan
sehingga sulit untuk mengukur kinerja dilihat dari pengembalian investasi. Variabel jumlah tenaga
kerja tidak digunakan untuk mengukur kinerja usaha karena dalam usaha mikro pengusaha
berperan langsung menjadi tenaga kerja, selain itu hanya mempekerjakan kerabat/keluarga.
Dalam penelitian ini hanya digunakan tiga variabel untuk mengukur kinerja usaha
UMKM, yaitu:
1. Jumlah produksi, dimana proses produksi merupakan kegiatan yang saling berkaitan untuk
menambah nilai kegunaan sehingga lebih bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia
(Sukanto, 2004;3).
2. Omzet penjualan menurut KBBI adalah jumlah uang yang diterima dari aktifitas usaha
yang dijalankan selama suatu masa jual. Chaniago (2002) mendefinisikan omzet penjualan
adalah keseluruhan jumlah pendapatan yang didapat dari hasil penjualan barang/jasa dalam
kurun waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan jumlah uang yang diperoleh.
7
3. Keuntungan, keuntungan dapat diketahui dengan cara menghitung total penjualan dikurangi
total biaya produksi. Satuan untuk mengukur keuntungan tersebut ditetapkan dalam bentuk
nominal rupiah dalam setiap bulannya (Retnadi, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Mulyono (2006), menyatakan bahwa pemberian
kredit bagi UMKM berpengaruh positif terhadap volume usaha, kredit yang diterima UMKM
sebagian besar digunakan untuk pembelian bahan baku dan peralatan. Dengan meningkatnya
volume usaha akan berpengaruh pada meningkatnya produksi barang dan jasa yang berarti
meningkatkan kinerja usaha. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Inayah et al. (2014) yaitu
kredit yang diterima oleh UKM berpengaruh positif terhadap pendapatan UKM. Penelitian
lainnya yang dilakukan oleh Anggraini (2013) dan Purnamayanti et al. (2014) memperoleh
hasil bahwa pemberian modal KUR berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha. Kredit
modal kerja akan menambah modal yang dimiliki oleh UMKM. Dengan tambahan modal
yang diberikan untuk UMKM maka pendapatan yang diperoleh akan semakin bertambah,
karena dapat memproduksi barang dan menyerap tenaga kerja lebih banyak. Penelitian Widyaresti
dan Setiawan (2012) meneliti tentang peranan KUR yang diukur dengan variabel modal, produksi,
omzet penjualan, keuntungan menyatakan bahwa kur yang diberikan berpengaruh terhadap
peningkatan produksi, omzet dan keuntungan.
3.Metode Penelitian
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian yaitu seluruh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
yang memproduksi makanan ringan yang berada di kota Salatiga. Data yang diperoleh dari
Cemsed (2013), menunjukkan UMKM kelompok tersebut berjumlah 273 usaha. Metode penetapan
sampel yaitu non-probabilitas sampling yang tergolong jenis purposive sampling. Adapun kriteria
yang digunakan peneliti yaitu UMKM makanan ringan di kota Salatiga yang pernah atau yang
masih menggunakan dana KUR ketika penelitian ini dilaksanakan. Berdasarkan kriteria tersebut,
maka diperoleh sampel sebanyak 14 UMKM makanan ringan.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
dengan cara menyebarkan kuesioner kepada pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
makanan ringan di Salatiga. Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan tentang profil responden,
besar KUR, pengunaan KUR, serta perubahan jumlah produksi, omzet penjualan, dan keuntungan
sebelum dan setelah menggunakan KUR. Data sekunder yaitu jumlah data UMKM makanan
ringan di Salatiga serta alamat tempat usaha. (CEMSED, 2013).
3.3 Pengukuran Variabel
8
Kuesioner mengenai penggunaan sumber dana eksternal berupa Kredit Usaha Rakyat
(KUR). Serta kinerja usaha Sesudah menggunakan sumber dana Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Kinerja usaha diukur dengan perubahan jumlah produksi, omzet penjualan, dan keuntungan.
Jumlah produksi dalam penelitian ini adalah produksi makanan ringan yang dihitung berdasarkan
jumlah makanan ringan yang dihasilkan dalam satu bulan dengan satuan kilogram (kg). Omzet
penjualan adalah hasil produksi makanan ringan yang terjual dikali dengan harga makanan ringan
dalam satu bulan dengan satuan rupiah (Rp). Keuntungan adalah selisih dari penjualan dikurangi
dengan biaya dalam satu bulan dengan satuan rupiah (Rp). Responden diminta untuk mengisi
jumlah produksi, omzet penjualan, dan keuntungan sebelum dan setelah menggunakan sumber
dana dari KUR.
3.4 Prosedur Penelitian
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada pengusaha
makanan ringan di kota Salatiga. Pengumpulan data dilakukan selama empat minggu yaitu pada
tanggal 2-30 Mei 2016. Peneliti mengunjungi sebanyak 35 usaha makanan ringan yang berada di
kota Salatiga, jumlah 35 usaha makanan berdasarkan data yang diperoleh dari CEMSED sebanyak
16 usaha, rekomendasi teman dan saudara peneliti sebanyak 11 usaha, dan on the spot saat di
lapangan sebanyak 8 usaha.
Dalam pengisian kuesioner penelitian, peneliti melakukan wawancara kepada responden,
dikarenakan responden tidak bersedia untuk mengisi kuesioner penelitian secara mandiri. Peneliti
menemui kendala dalam mengumpulkan data karena belum adanya data UMKM makanan ringan
yang menggunakan KUR sebagai salah satu sumber pendanaan, sehingga peneliti harus
menanyakan langsung kepada responden. Dalam proses pengumpulan data, sebagian responden
ramah dan terbuka untuk memberikan data yang diperlukan peneliti.
Setelah data diperoleh, peneliti mengolah dan menganalisis data. Dari 35 usaha hanya 14
usaha yang dianalisis oleh peneliti, yaitu usaha yang salah satu sumber pendanaan berupa KUR.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif,
dimana peneliti menjelaskan fakta riil di lapangan berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh.
9
4. Analisis Data
Dari 35 usaha makanan ringan yang dikunjungi oleh peneliti terdapat 30 usaha yang
menggunakan sumber dana eksternal, dan sisanya sebanyak lima (5) usaha tidak menggunakan
sumber dana eksternal karena sumber pendanaan seluruhnya dari sumber dana internal. Gambaran
sumber dana eksternal yang digunakan oleh 30 UMKM makanan ringan di Salatiga dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 2
Sumber Dana Eksternal yang Digunakan
Ket. Bank
Koperasi BPR Kerabat Rentenir Total
KUR Bukan KUR
Jumlah 14 5 4 4 2 1 30
Presentase 47% 17% 13% 13% 7% 3% 100%
Sumber: Data Primer diolah, 2016
Sebanyak 19 usaha yang menggunakan sumber dana eksternal yang berasal dari bank.
Sebanyak 14 usaha menggunakan sumber dana berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan lima
sisanya meminjam di bank selain KUR berupa Kredit Modal Kerja. Penggunaan bank sebagai
sumber pendanaan eksternal menunjukkan bahwa aksesibilitas sumber pendanaan ke lembaga
formal sudah tidak serumit dulu, sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan Kredit Usaha Rakyat
(KUR) yang membantu UMKM untuk memperoleh sumber pendanaan dengan persyaratan yang
lebih mudah dan bunga yang lebih rendah.
Kemudian pengusaha yang memilih sumber dana eksternal koperasi dan BPR sebanyak
empat usaha. Sumber dana eksternal tersebut dipilih karena jumlah pinjaman yang tidak begitu
besar serta prosedur yang cepat.Terdapat dua usaha atau (7%) yang memperoleh sumber dana
eksternal dari pinjaman kerabat, pinjaman kerabat dipilih karena jumlah pinjaman yang tidak
terlalu besar, dan digunakan untuk menutupi biaya produksi. Masih terdapat satu usaha (3%) yang
menggunakan sumber dana dari bank “titil” atau rentenir, sebagai salah satu sumber
pendanaannya. Meskipun dibebankan bunga yang lebih tinggi, rentenir dipilih karena cepat dan
mudah, serta praktis. Selain itu pengusaha tersebut beranggapan bahwa melakukan pinjaman
melalui sumber pendanaan formal seperti bank itu rumit dan sulit.
4.1 Karakteristik Usaha
Gambaran umum usaha terdiri dari skala usaha, lama usaha, dan jenis usaha. Analisis
karakteristik responden digunakan sebagai informasi untuk menunjang hasil penelitian dan
selengkapnya dapat dipaparkan padal tabel 3 berikut
Tabel 3
Karakteristik Usaha Industri Makanan Ringan Salatiga Pengguna KUR
Karakteristik Jumlah Presentase
10
Skala Usaha
Mikro 14 100%
Kecil - -
Menengah - -
Lama Usaha
0-5 tahun 5 36%
>6-15 tahun 7 50%
>15 tahun 2 14%
Total 14 100%
Jenis Usaha
Krupuk 3 21%
Roti dan Kue 5 36%
Aneka Snack 6 43%
Total 14 100%
Sumber: Data primer diolah, 2016
Keseluruhan usaha makanan ringan yang diteliti adalah berskala mikro, dilihat dari
jumlah omzet/tahun yang tidak lebih dari Rp. 500 juta. Usaha dengan lama usaha antara 6-15
tahun merupakan yang paling banyak menggunakan KUR yaitu sebanyak tujuh pengusaha (50%).
Lama usaha antara 6-15 tahun masih baru berkembang sehingga memerlukan modal untuk
pengembanan usaha, memperluas pasar, dan aktualisasi produk. Dari jenis usaha makanan ringan
yang dijalankan didominasi dengan usaha roti dan kue sebanyak aneka snack (43%).
Besaran jumlah kredit yang diambil oleh responden dapat dilihat pada tabel 4 berikut.
Tabel 4
Besar Kredit Usaha Rakyat
Jumlah Pinjaman Jumlah Presentase
1,000,000-10,000,000 3 21%
>10,000,000-20,000,000 4 29%
≥20,000,000 7 50%
Total 14 100%
Sumber: Data primer diolah, 2016
Besar kredit Rp. 20.000.000 keatas paling banyak diambil oleh responden yaitu sebesar
50% hal ini disebabkan karena para responden memaksimalkan plafon KUR yang tersedia yaitu
sebesar Rp. 25.000.000 untuk kredit mikro. Dengan lama pinjaman berkisar antara 1-3 tahun, serta
dalam melakukan pinjaman digunakan agunan tambahan berupa BPKB kendaraan, dan sertifikat
tanah.
Sumber dana KUR yang diperoleh dapat digunakan untuk kegiatan usaha dalam satu
siklus usaha seperti modal kerja atau investasi jangka panjang untuk pembelian aset. Berikut
uraian alokasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5
Alokasi Penggunaan KUR
Penggunaan KUR Jumlah Presentase
Membeli Peralatan 8 57%
11
Renovasi 4 29%
Membeli bahan baku 2 14%
Total 14 100%
Sumber: Data primer diolah, 2016
Penggunaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) mayoritas digunakan untuk membeli peralatan
untuk mempermudah proses produksi serta menunjang kegiatan produksi sebanyak 57%.
Penggunaan lainnya sebanyak 29% untuk merenovasi tempat produksi. Renovasi tempat produksi
diperlukan karena tempat produksi yang sebelumnya kurang luas untuk melakukan kegiatan
produksi. Sisanya sebanyak 14% menggunakan KUR untuk membeli bahan baku, karena
memerlukan dana lebih untuk membeli bahan baku yang memiliki kualitas baik. Alokasi
penggunaan KUR digunakan untuk kegiatan produktif yaitu untuk pengembangan usaha. Hal
serupa juga diungkap oleh Felna dan Pratomo (2013) serta Sofwan (2012).
4.2 Kinerja Usaha Sesudah Menggunakan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Pemanfaatan sumber dana eksternal berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk
pengembangan usaha, berdampak pada perubahan jumlah produksi, omzet dan keuntungan.
Perubahan jumlah produksi, omzet penjualan dan keuntungan dapat diuraikan pada tabel 6 berikut.
Tabel 6
Kinerja Usaha Sebelum dan Sesudah Menggunakan KUR
Ket. Produksi (kg) Omzet (Rp) Keuntungan (Rp)
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Min 120 192 4.200.000 4.800.000 960.000 1.200.000
Max 720 960 19.200.000 28.800.000 5.760.000 8.640.000
Average 330 501 9.340.000 13.569.286 2.599.286 3.852.750
Sumber: Data Primer diolah, 2016
Sebelum menggunakan KUR kemampuan produksi UMKM makanan ringan hanya
mampu memproduksi paling sedikit 120kg per/bulan dan paling banyak 720kg/bulan, dengan rata-
rata jumlah produksi keseluruhan sebesar 330kg/bulan. Terjadi perubahan jumlah produksi
Sesudah menggunakan KUR dimana produksi paling sedikit meningkat menjadi 192kg/bulan dan
jumlah produksi paling banyak meningkat menjadi 960kg/bulan, dengan rata-rata jumlah produksi
keseluruhan meningkat menjadi 501kg/bulan atau meningkat 47%.
Sebelum menggunakan KUR omzet penjualan UMKM makanan ringan hanya mampu
memperoleh penjualan paling sedikit Rp 4.200.000 /bulan dan paling banyak Rp
19.200.000/bulan, dengan rata-rata keseluruhan sebesar Rp 9.340.000/bulan. Terjadi perubahan
omzet penjualan Sesudah menggunakan KUR dimana penjualan paling sedikit meningkat menjadi
Rp 4.800.000/bulan dan paling banyak meningkat menjadi Rp 28.800.000/bulan, dengan rata-rata
keseluruhan meningkat menjadi Rp 13.569.286/bulan atau meningkat 45%.
12
Sebelum menggunakan KUR keuntungan UMKM makanan ringan hanya mampu
memperoleh keuntungan paling sedikit Rp 960.000/bulan dan paling banyak Rp 5.760.000/bulan,
dengan rata-rata keseluruhan sebesar Rp 2.599.286/bulan. Terjadi perubahan keuntungan Sesudah
menggunakan KUR dimana keuntungan paling sedikit meningkat menjadi Rp 1.200.000/bulan dan
yang paling banyak meningkat menjadi Rp 8.640.000/bulan, dengan rata-rata keseluruhan
meningkat menjadi Rp 3.852.750 /bulan atau meningkat 48%.
4.3 Analisis Perubahan Jumlah Produksi, Omzet penjualan, dan Keuntungan
Gambar 1
Perubahan Jumlah Produksi Sesudah KUR
Gambar 1 secara umum menunjukkan terjadi peningkatan jumlah produksi sesudah
menggunakan KUR. Sebanyak 84% (12 usaha) mengalami peningkatan jumlah produksi
dikarenakan penggunaan KUR yang efektif oleh pengusaha. Dana KUR yang diperoleh digunakan
maksimal untuk pengembangan usaha dengan membeli peralatan pokok usaha seperti alat adonan
kue, kompor, oven maupun peralatan penujang aktivitas produksi seperti timbangan, sealing.
Selain digunakan untuk membeli peralatan produksi dana KUR juga digunakan untuk merenovasi
tempat usaha, karena dengan bertambahnya jumlah produksi diperlukan juga tempat yang lebih
luas dan sesuai standar agar dapat memperoleh ijin P-IRT.
Terdapat 16% (2 usaha) yang tidak mengalami perubahan jumlah produksi dengan
adanya KUR. Responden pertama tidak mengalami perubahan dikarenakan melakukan produksi
ketika menerima pesanan dari pelanggan, dan cenderung jumlah produksi sama. Sedangkan
responden kelima membatasi kegiatan produksi dalam satu bulannya, dikarenakan terbatasnya
tenaga kerja yang dimiliki. Pengusaha hanya mempekerjakan kerabat atau keluarga dan belum
mau untuk mempekerjakan tenaga kerja dari luar dengan alasan belum siap untuk memberi
kepercayaan terhadap orang luar.
0
1000
2000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14Ju
mla
h
Pro
du
ksi
UMKM Makanan Ringan Salatiga
Jumlah Produksi
Sebelum
Sesudah
13
Gambar 2
Perubahan Omzet Penjualan Setelah Menggunakan KUR
Gambar 2 secara umum menunjukkan terjadi peningkatan omzet penjualan Sesudah
menggunakan KUR. Terdapat 12 usaha atau 84% usaha yang mengalami peningkatan omzet
penjualan, rata-rata peningkatan omzet penjualan sebesar Rp sebesar 45%. Peningkatan omzet
penjualan disebabkan karena jumlah produksi yang meningkat, selain itu pengusaha berani
menerima order dari pelanggan baru karena jumlah produksi yang mencukupi, karena sebelumnya
beberapa pengusaha membatasi pesanan karena kemampuan produksi yang terbatas.
Terdapat dua usaha (16%) yaitu responden pertama dan kelima yang tidak mengalami
perubahan omzet penjualan Sesudah KUR, hal ini disebabkan karena jumlah produksi yang tidak
meningkat sehingga tidak mempengaruhi omzet penjualan.
Gambar 3
Perubahan Keuntungan Sesudah KUR
Gambar 3 diatas menunjukkan kecenderungan UMKM mengalami perubahan keuntungan
Sesudah menggunakan KUR. Sebanyak 13 usaha (92%) mengalami peningkatan keuntungan, rata-
rata peningkatan keuntungan sebesar 48% dari sebelumnya ±Rp 2.599.286 menjadi ±Rp 3.852.750
tiap bulannya. Tiap pengusaha mengambil keuntungan berkisar 20%-30% dari penjualan.
Sebelumnya responden pertama tidak mengalami perubahan jumlah produksi serta omzet
penjualan, namun pada keuntungan mengalami peningkatan dikarenakan dana KUR digunakan
untuk membeli bahan baku dalam jumlah besar, sehingga dapat mengurangi biaya serta menambah
margin keuntungan. Sedangkan responden kelima tetap tidak mengalami perubahan karena jumlah
-
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
1 3 5 7 9 11 13Om
zet
Pen
jua
lan
(Rp
)
UMKM Makanan Ringan Salatiga
Omzet Penjualan
Sebelum
Sesudah
-
5,000,000
10,000,000
1 3 5 7 9 11 13Keu
ntu
ng
an
(Rp
)
UMKM Makanan Ringan Salatiga
Keuntungan
Sebelum
Sesudah
14
produksi yang dibatasi, dana KUR yang diperoleh digunakan untuk membeli peralatan produksi
untuk mempermudah proses produksi.
5. Penutup
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai komparasi kinerja UMKM makanan ringan di kota
Salatiga sebelum dan setelah menggunakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dapat disimpulkan bahwa
penggunaan KUR digunakan untuk tujuan pengembangan usaha, serta meningkatkan pendapatan
bersih usaha. Secara rinci akan dipaparkan ringkasan hasil riset ini:
1. Kinerja usaha yang diukur dari perubahan jumlah produksi mengalami peningkatan
sebesar 47% Sesudah menggunakan KUR. Peningkatan terjadi karena penggunaan dana
KUR untuk pengembangan usaha seperti membeli peralatan produksi, perluasan tempat
usaha dan membeli bahan baku.
2. Kinerja usaha yang diukur dari perubahan omzet penjualan mengalami peningkatan
sebesar 45% Sesudah menggunakan KUR. Peningkatan ini terjadi karena meningkatnya
jumlah produksi mengakibatkan omzet penjualan mengalami kenaikan, selain itu
pengusaha mulai berani untuk menerima order dari pelanggan baru dikarenakan jumlah
produksi yang mencukupi.
3. Kinerja usaha yang diukur dari perubahan keuntungan mengalami peningkatan sebesar
48% Sesudah menggunakan KUR. Peningkatan ini terjadi karena omzet penjualan yang
meningkat mengakibatkan meningkatnya keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha.
5.2 Implikasi Terapan
Program KUR yang dikucurkan dari pemerintah ini bisa menjadi pertimbangan bagi
pengusaha UMKM ketika hendak mengakses sumber pendanaan bagi usahanya. Program KUR ini
memiliki kemudahan dalam hal persyaratan dan bunga yang relatif rendah bagi pengusaha kecil.
Pengusaha mampu menentukan jenis kredit yang tepat, sehingga dana yang diperoleh dapat
digunakan sesuai kebutuhan. Saran untuk bank selaku lembaga yang memberikan dana adalah,
melakukan monitoring penyaluran KUR, serta penggunaan KUR dengan tepat, sehingga KUR
tidak digunakan di luar kegiatan usaha.
5.3 Keterbatasan Penelitian dan Saran
Penelitian ini masih ditemukan keterbatasan yaitu banyaknya responden pengusaha
UMKM yang belum memiliki catatan keuangan yaitu sebanyak 11 usaha atau sebesar 78%,
sehingga dalam mengisi kuesioner cenderung menggunakan taksiran atau self assessment. Selain
itu penelitian ini berfokus pada perubahan kinerja usaha sebelum dan sesudah menggunakan KUR,
tanpa memberikan batasan waktu dalam pengukuran kinerja sehingga kemungkinan kenaikan
kinerja tidak hanya dipengaruhi KUR saja. Saran untuk penelitian mendatang, untuk
menambahkan batasan waktu dalam pengukuran kinerja usaha, serta menambahkan kriteria
15
UMKM yang memiliki catatan keuangan sehingga jawaban yang diberikan bukan taksiran atau
estimasi.
Daftar Pustaka
Alasadi, R., & Abdelrahim, A. 2007. Critical Analysis And Modeling of Small Business
Performance (Case Study: Syria). Journal of ASIA Entrepreneurship and Sustainability.
Vol.2 No.2: 1-22
Anggraini, D., & Nasution, S. H. 2013. Peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi Pengembangan
UMKM di Kota Medan (Studi Kasus BRI). Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Vol.1 No.3:
105-116.
Balboaa, M., Martı, J., Zieling, N. 2011. Impact of funding and value added on Spanish venture
capital-backed firm. Innovation-The European Journal of Social Science Research Vol.
24, No. 4, December:449-466.
Biro Riset LM FEUI. 2012. Analisis Bisnis Penjaminan Kredit: Sekilas Tinjauan Pasar
Internasional BUMN JAMKRINDO. Available at http://www.lmfeui.com/.
Campello, M. 2006. Debt financing: Does it boost or hurt firm performance in product markets?.
Journal of Financial Economics 82: 135–172.
CEMSED. 2013. Pendataan dan Profil Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kota Salatiga.
Chaniago. 2002. Strategi Memajukan Usaha Kecil dan Menegah. Jakarta: Balai Pustaka.
Damayanti, M., dan Adam, L. 2015. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai Alat Pendorong
Pengembangan UMKM di Indonesia. Working Paper. TNP2K.
Felna, T. A., dan Pratomo, W. A. 2013. Analisis Permintaan Kredit Pada Usaha Mikro dan Kecil
Medan Johor. Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Vol.1 No.2: 30-40.
Inayah, N., Kirya, I. K., & Suwendra, I. W. 2014. Pengaruh Kredit Modal Kerja Terhadap
Pendapatan Bersih Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Sektor Formal. e-Journal Bisma
Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 2 No.1: 1-8.
Jenning, P., dan Beaver, G. 1997. The Performance and Competitive Advantage of Small Firms: A
Management Perspective. International Small Business Journal. Vol. 15 No. 2: 63-75.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2013. Statistik Usaha Kecil dan Menengah
Tahun 2012-2013. Available at http://www.depkop.go.id.
Komite Kebijakan KUR. 2010. Kumpulan Peraturan Terbaru Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Kusumawardhana. Edi S. 2008. Pengaruh Karakteristik Pengusaha UKM Terhadap Pengambilan
Keputusan Sumber Pendanaan. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Kristen
Satya Wacana.
Mallick, S., Yang, Y. 2011. Sources of Financing, Profitability and Productivity: First Evidence
from Matched Firms. Financial Markets, Institutions and Instruments Vol 20 No 5: 221-
252
16
Mulyono. 2006. Kajian Dampak Program Perkreditan dan Perkuatan Permodalan Usaha Kecil
Menengah Terhadap Perekonomian Daerah. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM. No.
1: 59-71.
Nugroho, A. A., 2010. Analisis Pengaruh Karakteristik Demografi dan Faktor Ekonomi Terhadap
Pemilihan Sumber Pendanaan Usaha Angkutan Kota Salatiga. Skripsi. Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.
Peraturan Menteri Keuangan. 2008. Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat. Jakarta.
Presidenri.go.id. Potensi Besar UKM Indutri Makanan-Minuman. http://presidenri.go.id/topik-
aktual/potensi-besar-ukm-industri-makanan-minuman.html (diakses pada 11 Juni 2016).
Retnadi, D. 2008. Kredit Usaha Rakyat, Harapan dan Tantangan. Economics Review. No. 212: 1-
10.
Peraturan Menteri Keuangan. 2008. Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat. Jakarta.
Phillips, G., 1995. Increased debt and industry product markets: an empirical analysis. Journal
of Financial Economics 37: 189–238.
Purnamayanti, N. W., Suwendra, I. W., dan Yuliathini, N. N. 2014. Pengaruh Pemberian
Kredit dan Modal Kerja Terhadap Pendapatan UKM. E-Journal Bisma Universitas
Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen. Vol. 2 No.1 : 1-9.
Subandi, S. 2007. Potensi Pengembangan Permodalan UMKM dari Pinjaman Perbankan. Infokop,
Vol. 15 No. 2: 1-12.
Sukanto, R. 2003. Manajemen Produksi dan Operasi. Yogyakarta: BPFE.
Susilo, Y. S. 2007. Masalah dan Dinamika Usaha Kecil: Studi Empiris Pedagang “Klithikan” di
Alun-alun Selatan. Jurnal Ekonomi.Vol.12 No.1: 64-77.
Susilo, Y. S. 2010. Peran Perbankan Dalam Pembiayaan UMKM di Provinsi DIY. Jurnal
Keuangan dan Perbankan. Vol.14 No.3: 467-478
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 7 tahun 1992
Tentang Perbankan. Jakarta. Available at http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_10_98.htm.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Jakarta.
Available at http://www.bi.go.id/tentang-bi/uu-
bi/Documents/UU20Tahun2008UMKM.pdf
Wijayanto, W. 2012. Pesanan Snack Salatiga “Saga” Mulai Meningkat.
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/02/12/109347/Pesanan-
Snack-Saga-Mulai-Meningkat (diakses 28 Juli 2016).
Widyaresti, E. P., dan Setiawan, A. H. 2012. Analisis Peran BRI Unit Ketandan dalam Pemberian
Kredit Usaha Rakyat bagi Pengusaha Mikro dan Kecil di Kecamatan Ngawen Kabupaten
Klaten. Diponegoro Journal of Economics. Vol.1 No.2: 1-11.
17
Lampiran 1: Kuesioner
A. Bagian Pertama
Profil Responden
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan Terakhir :
5. Lama Usaha :
6. Jenis Usaha :
B. Bagian Kedua
Karakteristik Usaha
Petunjuk :
Pertanyaan ini berkaitan dengan usaha saudara. Saudara dimohon untuk mengungkapkan
sejauh mana kesetujuan dan ketidak setujuan saudara terhadap masing-masing pertanyaan tersebut
dengan cara memberikan tanda (√) pada salah satu pilihan jawaban yang telah disediakan di bawah
dari setiap pertanyaan.
Berikut pertanyaan yang diajukan kepada saudara:
I. Modal
1. Dari mana sumber modal usaha diperoleh?
(dapat dipilih lebih dari satu)
Internal Eksternal
a. Modal sendiri ( ) a. Kredit Usaha Rakyat ( )
b. Bank ( )
c. Pinjam kerabat ( )
d. Koperasi Simpan Pinjam ( )
e. BPR ( )
Alasan Menggunakan Dana Eksternal
a. Prosedur mudah
b. Tingkat suku bunga
c. Jaminan
d. Kecepatan uang “cair”
2. Berapa proporsi/jumlah dana yang digunakan selama usaha?
Internal %.........
Eksternal %.........
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
18
3. Besarnya kredit yang diambil
Rp. 1.000.000 - Rp 10.000.000 ( )
Rp 11.000.000 - Rp 20.000.000 ( )
Rp 20.000.000 keatas ( )
4. Dalam mengajukan pinjaman agunan yang digunakan berupa :
(dapat dipilih lebih dari satu)
a. Aset Produksi ( )
b. Sertifikat Tanah ( )
c. BPKB Kendaraan ( )
d. Tanpa Jaminan ( )
e. Lain - lain (sebutkan)……
II. Produksi
Bagaimana perubahan jumlah produksi sesudah menggunakan KUR?
a. Meningkat b. Sama c. Turun
Sebelum Sesudah
Produksi
Alasan …….
III. Omzet Penjualan
Bagaimana perubahan omzet penjualan sesudah menggunakan KUR?
a. Meningkat b. Sama c. Turun
Sebelum Sesudah
Omzet Penjualan
…….
IV. Keuntungan
Bagaimana perubahan omzet penjualan sesudah menggunakan KUR?
a. Meningkat b. Sama c. Turun
Sebelum Sesudah
Keuntungan
Alasan ……..